Analisis sifat fisikokimia dan sifat fungsional beras (Oryza sativa) Varietas Beras Hitam dan Beras Merah asal Cianjur, Solok, dan Tangerang

ANALISIS SIFAT FISIKOKIMIA DAN SIFAT FUNGSIONAL
BERAS (Oryza sativa) VARIETAS BERAS HITAM DAN BERAS
MERAH ASAL CIANJUR, SOLOK, DAN TANGERANG

MUHAMAD ARIF AKHBAR

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sifat
Fisikokimia dan Sifat Fungsional Beras (Oryza sativa) Varietas Beras Hitam dan
Beras Merah Asal Cianjur, Solok, dan Tangerang adalah benar karya saya dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015
Muhamad Arif Akhbar
NIM F24100080

ABSTRAK
MUHAMAD ARIF AKHBAR. Analisis Sifat Fisikokimia dan Sifat Fungsional
Beras (Oryza sativa) Varietas Beras Hitam dan Beras Merah Asal Cianjur, Solok
dan Tangerang. Dibimbing oleh NANCY DEWI YULIANA dan SLAMET
BUDIJANTO.
Beras (Oryza sativa) varietas Beras Hitam dan Beras Merah adalah
merupakan ragam jenis beras yang ada di Indonesia yang seringkali diklaim
dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes dan memiliki kandungan antioksidan
yang cukup tinggi. Beras Hitam dan merah yang tumbuh di daerah yang berbeda
kemungkinan memiliki sifat fisik dan komposisi kimia yang berbeda sehingga
sifat fungsionalnya pun mungkin berbeda. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui sifat fisik (kekerasan, warna dan profil gelatinisasi), sifat kimia
(komposisi proksimat, kandungan total fenol, kandungan total flavonoid dan

daya cerna pati) dan mengetahui sifat fungsional (aktivitas antioksidan) pada
Beras Hitam dan Beras Merah asal Cianjur, Solok dan Tangerang serta melihat
pengaruh pemasakan terhadap penurunan kandungan total fenol, flavonoid dan
aktivitas antioksidan. Uji daya cerna pati in vitro menggunakan -amilase
menunjukkan bahwa daya cerna pati beras yang memiliki pigmen lebih kecil
yaitu berkisar antara 56.10-83.43% dibandingkan dengan Beras Putih Cianjur
yang mencapai 87.35%. Selain itu, hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi
penurunan kandungan total fenol, flavonoid dan aktivitas antioksidan pada Beras
Hitam, merah dan putih setelah mengalami proses pemasakan. Beras Hitam dan
merah asal Solok dan Cianjur memiliki sifat kimia dan fungsional yang lebih
baik dibandingkan dengan beras yang berasal dari Tangerang.
Kata kunci : Aktivitas antioksidan, Beras Hitam, Beras Merah, total fenol, total
flavonoid

ABSTRACT
MUHAMAD ARIF AKHBAR. Physicochemical and Functional Properties
Analysis of Rice (Oryza sativa) Black Rice and Red Rice Varieties from Cianjur,
Solok dan Tangerang. Under supervision of NANCY DEWI YULIANA and
SLAMET BUDIJANTO
Black rice and red rice are claimed to be safely consumed by the diabetic

patients and known to have high antioxidant content. Rice which is grown in
different area may have different physical and chemical properties, thus it may
also affect the rice functional properties. The purposes of this study were to
determine the physical properties (hardness, color and gelatinization profile),
chemical properties (proximate composition, total phenolic content, total
flavonoid content and digestibility of starch) and the functional properties
(antioxidant activity) of the black rice and red rice from Cianjur, Solok and
Tangerang and also to observe the effect of cooking on the reduction of total
phenolic content, flavonoids and antioxidant activity. In vitro analysis of starch
digestibility with α-amylase showed that the starch digestibility of rice which
had anthocyanin pigments (black and red varieties) ranged from 56.10-83.43%,
smaller than white rice which was 87.35%. In addition, the result also showed
that the total phenolic content, flavonoid and antioxidant activity in black, red
and white rice were decreasing after cooking process. Black rice and red rice
from Solok and Cianjur had the better chemical content and functional properties
than the Tangerang one.
Keywords : Antioxidant activity, black rice, red rice, total phenolic content, total
flavonoid content

ANALISIS SIFAT FISIKOKIMIA DAN SIFAT FUNGSIONAL

BERAS (Oryza sativa) VARIETAS BERAS HITAM DAN BERAS
MERAH ASAL CIANJUR, SOLOK, DAN TANGERANG

MUHAMAD ARIF AKHBAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian berjudul
Analisis Sifat Fisikokimia dan Sifat Fungsional Beras (Oryza sativa) Varietas

Beras Hitam dan Beras Merah Asal Cianjur, Solok, dan Tangerang mulai
dilaksanakan sejak Maret 2014 dan selesai pada November 2014. Penelitian
dilaksanakan di laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut
Pertanian Bogor dan Laboratorium F-Technopark, IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Nancy Dewi Yuliana, STP.
MSc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr selaku dosen pembimbing
atas segala bimbingan dan arahan selama penelitian ini berlangsung. Terima
kasih penulis juga sampaikan kepada Bapak Dr. Nugraha Edhi Suyatma STP.
DEA atas masukan dan saran kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat
berjalan dengan lancar dan selesai dengan baik. Selain itu terima kasih
disampaikan juga kepada seluruh teknisi laboratorium Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan (Mba Irin, Pak Yahya, Pak Rozak, Mba Nurul, Mba Yuli,
Mas Edy, dan Pak Iyas) dan laboratorium F-Technopark (Kang Sadar) serta staf
UPT ITP atas segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan selama
penelitian ini berlangsung.
Tidak lupa ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak,
Mamah dan Fatma atas segala doa, dukungan dan semangat yang diberikan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada temen-teman Aktivis Dakwah
Kampus IPB, Yes!IamMuslim, RumbeLeadership FIM Hore Bogor, BEM
Fateta, Himitepa, Wisma Baitussalam dan teman-teman ITP Angkatan 47 yang

senantiasa memberikan dukungan dan semangat selama penulis melakukan
kegiatan penelitian sampai dengan tulisan ini selesai.
Sebagai penutup, penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini masih
belum sempurna. Untuk itu, penulis membuka ruang seluas-luasnya untuk kritik
serta saran yang dapat membangun penelitian ini agar lebih baik. Penulis juga
berharap agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama terhadap
perkembangan pangan Indonesia.

Bogor, Januari 2015
Muhamad Arif Akhbar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat

2


METODOLOGI PENELITIAN

2

Bahan dan Alat

2

Metode Penelitian

2

Metode Analisis

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Warna

9

9

Analisis Proksimat

10

Kekerasan Beras

12

Profil Gelatinisasi Pati

13

Daya Cerna Pati

14

Kandungan Total Fenol Tepung Beras dan Nasi


15

Kandungan Total Flavonoid Tepung Beras dan Nasi

16

Kandungan Total Aktivitas Antioksidan Tepung Beras dan Nasi

18

Korelasi antara Total fenol, Total Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan

19

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan


19

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

23

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kondisi geografis dan iklim daerah Cianjur, Solok dan Tangerang
Nilai warna pada lima varietas beras Indonesia
Hasil analisis proksimat pada lima varietas beras Indonesia
Nilai kekerasan beras pada lima varietas beras Indonesia
Data viskositas pada lima varietas beras Indonesia
Nilai kandungan total fenol pada beras dan nasi
Nilai total flavonoid pada beras dan nasi
Nilai aktivitas antioksidan pada beras dan nasi

1
10
10
12
13
15
17
18

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.

Proses pembuatan tepung beras
Proses pemasakan Beras Hitam, merah dan putih
Penampakan warna sampel beras
Daya cerna pati lima varietas beras Indonesia

3
4
9
14

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil uji warna lima sampel beras varietas Indonesia beserta hasil
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

ANOVA dan uji Duncan
Hasil uji kekerasan pada lima sampel beras varietas Indonesia
beserta hasil ANOVA dan uji Duncan
Hasil uji Rapid Visco Analyzer (RVA) pada lima sampel beras
varietas Indonesia
Hasil ANOVA dan uji Duncan analisis proksimat lima varietas
beras Indonesia
Daya cerna pati beserta hasil ANOVA dan uji Duncan
Hasil analisis total fenol beserta hasil ANOVA dan uji Duncan
Hasil analisis total flavonoid beserta hasil ANOVA dan uji Duncan
Hasil analisis aktivitas antioksidan beserta hasil ANOVA dan uji
Duncan
Hasil analisis korelasi total fenol, total flavonoid dan aktivitas
antioksidan sampel Beras Hitam, merah dan putih

23
26
28
32
36
38
42
47
52

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di hampir seluruh negara Asia tak terkecuali Indonesia, beras menjadi bahan
makanan pokok yang tidak bisa dipisahkan dari pola makan masyarakat.
Meskipun Beras Putih tetap menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia pada
umumnya, namun Indonesia masih memiliki ragam jenis beras lain yang bisa
dikatakan spesial, diantaranya adalah Beras Hitam dan Beras Merah.
Beberapa daerah yang menjadi sentra produksi Beras Hitam dan Merah di
Indonesia antara lain adalah Cianjur, Solok dan Tangerang. Berdasarkan data
statistik yang diperloleh dari berbagai sumber, kondisi geografis dan iklim dari
ketiga daerah tersebut dijelaskan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Kondisi geografis dan iklim daerah Cianjur, Solok dan Tangerang
No
1
2
3

Daerah
Cianjur
Solok
Tangerang

Suhu ratarata (°C)
18-24
26.1-28.9
21.5-34.1

Curah hujan
(mm/tahun)
228
184.31
10.9

Ketinggian
(m dpl)
450
390
85

BPS Kota Solok (2013), Pemda. Kab. Cianjur (2012), BPS Kab. Tangerang (2012)

Beras dengan berbagai varietas ini memiliki komposisi yang berbeda-beda
pula, terutama kandungan amilosa dan komponen fungsional lain yang ada
didalamnya. Perbedaan komposisi ini sangat dipengaruhi oleh varietas beras dan
kondisi lingkungan. Masing-masing varietas beras memiliki karakteristik yang
berbeda dan unik seperti flavor, warna, zat gizi dan komposisi kimia. Perbedaan
varietas ini juga menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal morfologi,
fisikokimia, maupun cooking properties (Yadav et al. 2007).
Beras Hitam mengandung kadar gula yang lebih sedikit, lebih banyak serat
dan vitamin E (BBPTP 2010). Selain itu, banyak produsen Beras Hitam yang
mengklaim produknya aman dikonsumsi bagi penderita diabetes. Selain Beras
Hitam, Beras Merah juga merupakan beras yang kaya akan kandungan nutrisi,
seperti vitamin A, B, C dan B kompleks sedangkan nasinya memiliki tekstur kasar
dan kesat (Suardi 2005).
Yawadio et al. (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Beras Merah
dan Beras Hitam juga merupakan sumber antioksidan yang potensial dalam
aplikasi pengolahan pangan fungsional. Hal ini disebabkan karena kandungan
polifenol dan antosianin yang terkandung di dalamnya. Kandungan antioksidan
tersebut dapat menjadi inhibitor bagi perkembangan sel kanker pada manusia
(Chen et al. 2006). Sampai saat ini, penelitian mengenai sifat fisikokimia dan sifat
fungsional Beras Merah dan hitam khususnya yang berasal dari berbagai daerah di
Indonesia masih belum banyak dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisikokimia dan sifat
fungsional khususnya aktivitas antioksidan dan daya cerna pati yang diduga
menjadi penyebab adanya sifat anti diabetes pada beberapa sampel Beras Hitam
dan Beras Merah asal Cianjur, Solok dan Tangerang.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. mengetahui sifat fisik (kekerasan, warna dan profil gelatinisasi), sifat
kimia (komposisi proksimat, kandungan total fenol, kandungan total
flavonoid dan daya cerna pati) dan;
2. mengetahui sifat fungsional (aktivitas antioksidan) pada Beras Hitam dan
Beras Merah asal Cianjur, Solok dan Tangerang serta melihat pengaruh
pemasakan terhadap penurunan kandungan total fenol, flavonoid dan
aktivitas antioksidan.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah akan diperoleh data mengenai
karakteristik fisikokimia dan informasi sifat fungsional khususnya aktivitas
antioksidan Beras Hitam dan merah asal Cianjur, Solok dan Tangerang. Informasi
ini akan bermanfaat terutama jika ingin mengembangkan produk pangan berbasis
Beras Merah dan hitam untuk pencegahan diabetes.
.

METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Beras Putih
Cianjur yang diperoleh dari pasar tradisional, Beras Hitam dan Beras Merah
organik yang berasal dari Solok, Cianjur dan Tangerang. Bahan-bahan kimia yang
digunakan antara lain, n-heksana, K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, akuades, H3BO3,
indikator (Methylen red dan Methylen blue), H3BO3 NaOH-Na2S2O3, HCl 0,02 N,
standar asam galat, etanol 95%, reagen Folin-Ciocalteu 50%, Na2CO3 5%, asam
askorbat, metanol PA, buffer asetat, DPPH, standar kuersetin, metanol PA,
NaNO2 5%, AlCl3 10%, NaOH 4%, 3.5 dinitrosalisilat (DNSA), larutan pati (1%),
buffer fosfat 20mM (pH 6.9), sodium klorida 6.7 mM, larutan Na-K-tartarat,
NaOH 2M, standar maltosa, α-amilase
Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, cawan alumunium,
oven, desikator, tanur, cawan porselein, kertas saring, labu soxhlet, destruktor,
labu kjeldahl, batu didih, sentrifuse, tabung sentrifuse, mikro pipet, pipet
volumetrik, spektrofotometer, sonikator, water bath, alat-alat gelas, chromameter,
pH meter, RVA, canester, hardness tester.
Metode Penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi dua kategori analisis, analisis sifat fisikokima
dan sifat fungsional yang dilakukan terhadap lima sampel beras berbeda, yaitu
Beras Merah Solok, Beras Hitam Solok, Beras Merah Cianjur, Beras Hitam
Tangerang, dan Beras Putih Cianjur sebagai standar. Penelitian ini juga terbagi

3
menjadi dua tahap yakni tahap analisis sifat fisik (warna, profil gelatinisasi beras,
dan kekerasan beras), sifat kimia (proksimat dan daya cerna) pati sampel tepung
beras dan analisis total fenol, kapasistas antioksidan, dan analisis total flavonoid
pada sampel tepung beras dan sampel beras yang telah dimasak. Data yang
diambil dan dianalisis pada penelitian ini merupakan data duplo dengan dua kali
ualangan. Proses pembuatan tepung beras dan pemasakan beras dapat dilihat pada
Gambar 1 dan Gambar 2.

Sampel beras

Pengecilan ukuran
menggunakan blender

Penyaringan dengan
ayakan 80 mesh

Tepung beras
dengan ukuran
80 mesh

Gambar 1 Proses pembuatan tepung beras

4

Sampel beras

Perendaman dalam air hangat
± 1.5 jam, Beras Hitam dan
merah dimasak dengan
jumlah air 30 % lebih banyak
dari Beras Putih Cianjur

Penyaringan dengan
ayakan 80 mesh

Nasi
Gambar 2 Proses pemasakan Beras Hitam, merah dan putih
Metode Analisis
Warna
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan chromameter Hunter L,
a, b color scale. Sampel beras terlebih dahulu diletakkan pada wadah transparan
kemudian diukur menggunakan chromameter. Pengukuran dengan chromameter
menghasilkan data dengan tiga parameter yang dinotasikan dengan L, a, dan b,
dimana notasi L menyatakan tingkat kecerahan (lightness). Saat nilai L=0 artinya
warna benda hitam dan 100 berarti putih, atau dengan kata lain semakin besar
nilai L maka warna benda akan mendekati putih, sebaliknya semakin kecil nilai L,
maka warna benda akan semakin mendekati hitam.
Notasi a menyatakan warna kromatik campuran antara merah-hijau dengan
nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari
0 sampai -80 untuk warna hijau yang artinya semakin besar nilai +a maka warna
benda akan semakin mendekati merah dan sebaliknya semakin kecil nilai –a maka
warna benda akan semakin mendekati hijau.
Notasi b menyatakan warna kromatik campuran antara biru-kuning dengan
nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna biru dan nilai –b (negatif) dari 0
sampai -70 untuk warna kuning yang artinya semakin besar nilai +b maka warna
benda akan semakin mendekati biru dan sebaliknya semakin kecil nilai –b maka
warna benda akan semakin mendekati kuning. Dari ketiga parameter itu dapat
dilakukan perhitungan untuk mengukur derajat putih sampel.

5
Profil Gelatinisasi Pati
Uji perilaku gelatinisasi dan profil pemastaan pati dilakukan dengan
menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA). Prinsip pengukuran RVA sama
dengan Brabender Amilograf hanya saja waktu pengukurannya lebih singkat
sekitar 15-20 menit. Sebelum dilakukan pengukuran menggunakan RVA, beras
harus ditepungkan dan harus diketahui terlebih dahulu data mengenai kadar air
sampel. Kemudian sampel dilarutkan dalam canester dengan menambahkan
sejumlah air untuk kemudian diukur perilaku gelatinisasi dan profil pemastaan
pati nya di dalam RVA.
Kekerasan Beras
Pengukuran kekerasan beras dilakukan dengan menggunakan hardness
meter. Sampel beras diletakkan pada tempat yang telah ditentukan. Beras tersebut
akan ditusuk oleh jarum penusuk selama beberapa saat. Kemudian jarum
penunjuk kekerasan akan bergerak dan menunjukkan nilai kekerasan beras yang
diukur tersebut.
Analisis Sifat Kimia
Analisis proksimat
Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC 925.10 2000)
Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil
pada sampel rendah dan sampel tidak mengalami degradasi pada suhu 100ºC.
Pertama-tama, cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu
105°C selama 15 menit. Cawan tersebut lalu diangkat dan didinginkan dalam
desikator selama 5 menit atau sampai cawan tidak terasa panas. Cawan yang telah
dingin kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Setelah itu, sampel sebanyak ± 3
gram dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C
sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0,003 gram). Cawan
tersebut lalu diangkat, didinginkan didalam desikator, dan ditimbang berat
akhirnya. Kadar air dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
(

)

Keterangan:
x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)
y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)
a = berat cawan kosong (g)
Analisis Kadar Abu (AOAC 923.03 2000)
Cawan porselin dipanaskan di dalam oven dengan suhu 105°C selama 15
menit kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin, cawan ditimbang
dan dicatat beratnya. Sampel sebanyak ± 3 g dimasukkan kedalam cawan lalu
diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya
konstan. Cawan lalu diangkat, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Kadar
abu dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

6
Perhitungan :

Keterangan:
W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat Abu (g)

(

)

Analisis Kadar Protein, Metode Mikro Kjeldahl (AOAC 991.20 2000)
Sampel sebanyak ± 0,2 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl
100 ml. Lalu ditambahkan 2 gram K2SO4, 50 mg HgO, 2 ml H2SO4 pekat, dan
taruh diatas penangas air. Sampel kemudian didekstruksi selama 1 jam hingga
jernih dan didinginkan. Setelah itu, ditambahkan 2 ml air yang dimasukkan secara
perlahan ke dalam labu dan didinginkan kembali. Cairan hasil dekstruksi (cairan
X) dimasukkan ke dalam alat destilasi dan labu dibilas dengan air. Air bilasan
juga dimasukkan ke dalam alatdestilasi. Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml H3BO3
dan 2 tetes indikator (Methylen red : Methylen blue = 2:1) diletakkan di ujung
kondensoralat destilasi dengan ujung selang kondensor terendam dalam larutan
H3BO3. Cairan X ditambahkan 10 ml NaOH-Na2S2O3 dan destilasi dilakukan
hingga larutan dalam erlenmeyer ± 50 ml. Larutan dalam erlenmeyer kemudian
dititrasi dengan HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna
larutan dari hijau menjadi abu-abu. Prosedur yang sama dilakukan juga untuk
penetapan blanko. Kadar protein dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Perhitungan :

Keterangan:
Vs = Volume HCl untuk titrasi sampel (ml)
Vb = Volume untuk titrasi blanko (ml)
C = Konsentrasi HCl (N)
W = Berat sampel (mg)
Analisis Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC 922.06 2000)
Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven, kemudian
didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel sebanyak ± 3 g dibungkus
dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian
dipasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya. Lalu dimasukkan pelarut
heksana ke dalam alat dan sampel direfluks selama ± 5 jam. Setelah itu, pelarut
didestilasi dan ditampung pada tempat lain. Labu lemak dikeringkan di dalam
oven pada suhu 105°C sampai diperoleh berat tetap. Labu lemak kemudian
dipindahkan ke desikator untuk didinginkan, lalu ditimbang dan dicatat beratnya.
Kadar lemak dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

7
Perhitungan:
Keterangan:
W1 = Berat Sampel (g)
W2 = Berat Lemak (g)
Kadar Karbohidrat by difference (AOAC 986.25 2000)
Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:
Perhitungan :
(

)

Daya Cerna Pati (Anderson et al. 2002)
Daya cerna pati in vitro dianalisis secara spektroskopi yang mencakup
tahap pembuatan kurva standar maltosa dan analisis sampel.
Kurva standar maltosa dibuat dengan menambahkan 1 ml larutan maltosa
standar dengan konsentrasi 0.0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4 dan 0.5 mg/ml dimasukkan ke
dalam tabung reaksi bertutup, kemudian ditambahkan masing-masing 2 ml larutan
asam dinitrosalisilat. Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit,
kemudian segera didinginkan dengan air mengalir. Ditambahkan aquades 10 ml
ke dalam larutan tersebut lalu divortex hingga homogen. Sampel diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 520 nm.
Kemudian untuk analisis sampel sebanyak 100 mg sampel dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan dengan 10 ml air aquades. Tabung reaksi
ditutup dengan aluminium foil, divortex selama 30 detik dan dipanaskan dalam
penangas air bersuhu 90oC selama 30 menit, kemudian didinginkan. Sampel lalu
ditera dan dilarutkan dalam labu takar 100 ml dengan penambahan aquades.
Setelah itu, diambil sebanyak 1 ml larutan sampel, dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, ditambahkan 1.5 ml aquades dan 2.5 ml larutan buffer Na-fosfat 0.1 M
dengan pH 7.0. Masing-masing dibuat dua kali, yang salah satunya digunakan
sebagai blanko. Tabung ditutup dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 15 menit.
Larutan sampel dan blanko diangkat dan ditambahkan 2.5 ml larutan enzim αamilase (1 mg/ml dalam larutan buffer fosfat pH 7.0) dan diinkubasi lagi pada
suhu 37 oC selama 30 menit lalu dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup
berisi 2 ml larutan DNS (asam dinitrosalisilat). Larutan dipanaskan dalam air
mendidih selama 12 menit, lalu segera didinginkan dengan air mengalir. Sebanyak
10 ml aquades ditambahkan dalam larutan dan diaduk hingga homogen dengan
menggunakan vortex. Larutan sampel dan blanko tersebut kemudian diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 520 nm.
Daya cerna pati sampel dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni
sebagai berikut :

8

Keterangan : a = kadar maltosa sampel setelah reaksi enzimatis
b = kadar maltosa pati murni setelah reaksi enzimatis

Total Fenol (Strycharz dan Shetty 2002)
Total Phenolic Content (TPC) dari sampel beras ditentukan dengan
menggunakan metode Folin-Ciocalteu. Standar asam galat terlebih dahulu
disiapkan dengan konsentrasi 250 mg/L, buat pegenceran 50-250 mg/L. Sampel
sebanyak 100 mg ditambahkan dengan 5 ml etanol 95% kemudian divortex
selama 30 detik. Tabung berisi campuran tersebut disentrifus pada 3000 rpm
selama 10 menit. Setelah selesai, 0.5 ml supernatan dan 0.5 ml standar pada
masing-masing konsentrasi dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih lalu
di tambahkan ke dalamnya 0.5 ml etanol 95%, 2.5 ml akuades, dan 2.5 ml reagen
Folin-Ciocalteu 50%. Campuran didiamkan selama 5 menit lalu ditambahkan 0.5
ml Na2CO3 5% dan disimpan dalam ruang gelap selama 1 jam dan ukur
absorbansi pada panjang gelombang 725 nm dengan menggunakan
spektrofotometer. Nilai TPC diperkirakan menggunakan kurva standar asam galat,
kemudian hasilnya dinyatakan sebagai mg asam galat equivalen dengan g sampel
beras.
Aktivitas Antioksidan (Kubo et al. 2002)
Pengujian total aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan
metode DPPH. Sebelum pengujian sampel, terlebih dahulu dibuat kurva standar
asam askorbat (dalam metanol) pada konsentrasi 0, 50, 100, 200, 400 dan 500
mg/L. Kemudian sampel dilarutkan kedalam metanol PA sebanyak 2 g dengan
perbandingan 1:4. Kemudian sampel dimasukkan kedalam tabung sentrifuse dan
disonikasi selama 20 menit setelah itu sampel disentrifuse pada kecepatan 2500
rpm selama 10 menit. Kemudian, 2 ml buffer asetat dimasukkan kedalam tabung
reaksi lalu ditambahkan 3.75 ml metanol dan 200 µl DPPH, setelah itu campuran
divortex. Campuran yang telah divortex kemudian ditambahkan 50 µl larutan
sampel atau larutan standar antioksidan (asam askorbat) dan untuk kontrol negatif
diganti dengan 50 µl metanol. Setelah itu campuran diinkubasi di ruang gelap
pada suhu 25oC selama ± 20 menit dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam AEAC (Ascorbic
Acid Equivalent Antioksidant Capacity)
Total Flavonoid (Rohman et al. 2006)
Pengukuran total flavonoid dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah
dilakukan oleh Rohman et al. (2006). Sebelum pengujian sampel, terlebih dahulu
dibuat kurva kalibrasi quercetin (dalam metanol PA) pada konsentrasi 0, 50, 100,
200, 400, 600, 700, 800, 900 dan 1000 mg/L. Kemudian, sampel sebanyak 100 g
diekstrak dengan menggunakan 2.5 ml metanol PA lalu disonikasi selama 15
menit dan disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 3000 rpm. Sebanyak 0.5
ml ekstrak sampel direaksikan dengan 2 ml akuades dan 0.15 ml NaNO2 5%
kemudian didiamkan selama 6 menit. Sebanyak 0.15 ml AlCl3 10% ditambahkan

9
ke dalam larutan, kemudian didiamkan kembali selama 6 menit. Larutan
direaksikan dengan 2 ml NaOH 4%, kemudian diencerkan hingga volume total
mencapai 5 ml dan didiamkan selama 15 menit. Setelah itu, absorbansi larutan
diukur pada panjang gelombang 510 nm menggunakan spektrofotometer.
Pengukuran juga dilakukan terhadap blanko berupa akuades. Kandungan
flavonoid total dinyatakan sebagai jumlah mg quercetin ekuivalen tiap g sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Warna
Warna suatu benda menurut Kusnandar dan Andarwulan (2004) akan
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya sinar sebagai sumber penerangan,
sifat absorpsi dan refleksi spektrum benda yang disinari, kondisi lingkungan
benda dan kondisi subyek yang melihat. Tanpa adanya sumber penerangan yang
cukup maka identifikasi warna suatu benda tidak akan maksimal. Demikian juga
dengan sifat absorbsi dan refleksi cahaya oleh benda, kondisi lingkungan dan
kondisi subjek yang melihat benda juga akan mempengaruhi persepsi terhadap
warna. Oleh karena itu, deskripsi objektif terhadap warna dapat menggunakan
instrumen yang dapat mengukur warna secara kuantitatif.

Beras Putih Cianjur

Beras Merah Solok

Beras Hitam Solok

Beras Merah Cianjur

Beras Hitam Tangerang

Gambar 3 Penampakkan warna sampel beras
Pengukuran warna pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
chromameter. Hasil analisis warna dapat dilihat pada Tabel 2. Bedasarkan (Tabel
2) nilai kecerahan (L) yang tertinggi dimiliki oleh Beras Putih Cianjur (67.00) dan
yang terendah dimiliki oleh Beras Hitam Solok (22.57). Nilai a tertinggi dimiliki
oleh Beras Merah Solok (11.60) dan yang terendah dimiliki oleh Beras Hitam

10
Solok (0.47). Nilai b yang tertinggi dimiliki oleh Beras Putih Cianjur (14.04) dan
yang terendah dimiliki oleh Beras Hitam Solok (0.22).
Tabel 2 Nilai warna pada lima varietas beras Indonesia
Varietas
Beras Merah Solok
Beras Merah Cianjur
Beras Hitam Solok
Beras Hitam Tangerang
Beras Putih Cianjur

L

A
c

32.25 ± 0.29
35.75 ± 0.04d
22.57 ± 0.32a
25.21 ± 0.04b
67.00 ± 0.84e

B
d

11.60 ± 0.17
9.87 ± 0.59c
0.47 ± 0.43a
3.50 ± 0.35b
0.95 ± 0.19a

12.97 ± 0.06c
13.72 ±0.10d
0.22 ± 0.26a
2.45 ± 0.13b
14.04 ± 0.32e

Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% (uji Duncan)

Hasil uji sidik ragam dan lanjut Duncan terhadap analisis warna (Lampiran
1) menyatakan bahwa nilai L, a dan b dari lima beras yang diuji berbeda nyata
pada taraf uji 5%. Selain karena faktor lingkungan, perbedaan warna pada sampel
beras yang diuji juga dipengaruhi oleh faktor genetik yang terdapat pada aleuron
beras, Beras Putih Cianjur berwarna putih agak transparan karena memiliki sedikit
aleuron dan mengandung amilosa sekitar 20%, pada Beras Merah aleuron
mengandung gen yang memproduksi antosianin sebagai sumber warna merah dan
ungu, dan pada Beras Hitam aleuron dan endospermanya memproduksi antosianin
dengan intesitas tinggi sehingga menyebabkan warna beras menjadi ungu pekat
atau mendekati hitam (Suardi dan Ridwan 2009).
Analisis Proksimat
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui mengetahui kadar air, kadar
abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat by difference. Hasil
analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil analisis proksimat pada lima varietas beras Indonesia
Varietas
Beras Merah Solok
Beras Merah Cianjur
Beras Hitam Solok
Beras Hitam Tangerang
Beras Putih Cianjur

Kadar
Air
(%)
11.47a
13.30b
13.55b
13.84b
13.99b

Kadar
Abu
(%)
1.28c
1.07b
1.28c
1.36d
0.35a

Kadar
Lemak
(%)
2.46d
2.44d
1.46b
1.91c
0.45a

Kadar
Protein
(%)
7.21b
9.50e
5.87a
7.79c
8.18d

Kadar
Karbohidrat
(%)
77.59cd
73.88b
77.84d
75.10a
77.03c

Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% (uji Duncan)

Kadar air
Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang sangat berpengaruh
dalam proses penyimpanan beras. Kadar air yang tinggi pada beras akan
menurunkan mutu beras sebab beras akan mudah terkontaminasi oleh jamur dan

11
kutu beras. Badan Standardisasi Nasional (2008) menyaratkan bahwa kadar air
maksimum beras giling adalah 14%.
Kadar air beras yang di uji berada pada kisaran (11.47-13.99)%, hasil ini
masih dianggap aman untuk penyimpanan karena masih di bawah batasan standar
yang ditetapkan BSN yakni 14%. Kadar air tertinggi dimiliki oleh Beras Putih
Cianjur (13.99%), sedangkan yang terendah dimiliki oleh Beras Merah Solok
(11.47%). Menurut Sompong et al. (2011), kadar air beberapa varietas Beras
Merah seperti varietas DY dari Thailand adalah (12.01%), SRI1 dari Sri Lanka
(12.94%) dan CNR dari China (11.90%) dan beberapa varietas Beras Hitam
seperti PK dari Thailand (12.59%) dan CNB dari China (11.26%). Berdasarkan
data tersebut Beras Merah Solok, Beras Merah Cianjur, Beras Hitam Solok, Beras
Hitam Tangerang dan Beras Putih Cianjur yang dianalisis, nilai kadar airnya tidak
terlalu berbeda dengan nilai kadar air berbagai varietas Beras Merah dan Hitam
yang telah diteliti sebelumnya. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan (Lampiran 4)
menunjukkan bahwa kadar air Beras Hitam Solok, Beras Merah Cianjur, Beras
Hitam Tangerang dan Beras Putih Cianjur tidak berbeda nyata pada pada taraf uji
5%.
Kadar abu
Abu adalah residu anorganik yang diperoleh setelah melalui proses
penghilangan bahan-bahan organik yang terkandung dalam suatu bahan
(Sudarmadji et al. 1996). Kadar abu sendiri menandakan kadar mineral yang
terkandung di dalam beras.
Nilai kadar abu dari beras yang diteliti berkisar antara (0.35-1.36)%. Kadar
abu tertinggi dimiliki oleh Beras Hitam Tangerang (1.36%), Beras Merah dan
Beras Hitam Solok (1.28%), Beras Merah Cianjur (1.07%) dan yang terendah
dimiliki oleh Beras Putih Cianjur (0.35 %) (Tabel 3). Kadar abu pada Beras
Merah Solok dan Beras Hitam Solok tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%, dan
uji lanjut Duncan membagi nilai kadar abu menjadi empat subset (lampiran 4).
Nilai kadar abu beras yang memiliki pigmen warna cenderung lebih tinggi
dibandingkan Beras Putih Cianjur, hal ini mungkin disebabkan karena kandungan
mineral beras berwarna lebih banyak dibandingkan Beras Putih Cianjur. Nilai
kadar abu tersebut menunjukkan hasil yang tidak terlalu berbeda dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sompong et al. (2011) pada beberapa
varietas Beras Merah dari China, Srilanka dan Thailand yang nilainya berkisar
antara (0.82-1.45) % dan beberapa varietas Beras Hitam dari China dan Thailand
yang nilainya berkisar antara (1.42-1.74) %.
Kadar lemak
Nilai kadar lemak dari lima sampel beras yang diuji berkisar antara (0.452.46) %. Kadar lemak tertinggi dimiliki oleh Beras Merah Solok (2.46%) diikuti
oleh Beras Merah Cianjur (2.44%), Beras Hitam Tangerang (1.91%), Beras Hitam
Solok (1.28%) dan kadar lemak terendah dimiliki oleh Beras Putih Cianjur
(0.45%) (Tabel 3). Nilai kadar lemak dari beberapa varietas Beras Merah dan
hitam lain yang telah diteliti Sompong et al. (2011), seperti varietas Beras Merah
DY dari Thailand adalah (3.19%), SRI1 dari Sri Lanka (1.15%) dan CNR dari
China (2.35 %) serta beberapa varietas Beras Hitam lain seperti PK dari Thailand
adalah 3.72 % dan CNB dari China sebesar 2.85%. Berdasarkan data tersebut,

12
beras yang dianalisis nilai kadar lemaknya tidak terlalu berbeda dengan nilai kadar
lemak dari berbagai varietas Beras Merah dan Hitam yang telah diteliti
sebelumnya. Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan
bahwa nilai kadar lemak Beras Merah Solok dan Beras Merah Cianjur tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kadar protein
Kadar protein dari lima sampel beras yang diuji yang tertinggi dimiliki oleh
Beras Merah Cianjur (9.50%), diikuti oleh Beras Putih Cianjur (8.18%), Beras
Hitam Tangerang (7.79%), Beras Merah Solok (7.21%) dan yang terendah
dimiliki oleh Beras Hitam Solok (5.87%). Data tersebut berbeda nyata pada taraf
uji 5% dan uji lanjut Duncan membagi data tersebut menjadi lima subset
(Lampiran 4).
Menurut Gelay dan Bryant (2009), kandungan protein Beras Merah di
Amerika Utara bervariasi dari 9.9 % hingga 14.0 %, sedangkan Sumpong et al.
(2011) melaporkan bahwa sejumlah varietas Beras Merah dan Hitam di Thailand,
Sri Lanka dan Cina mengandung protein dengan variasi kadar proteinnya antara
7.16 % hingga 10.36 %. Berdasarkan data tersebut, sampel beras yang dianalisis
nilai kadar proteinnya tidak terlalu berbeda dengan nilai kadar protein berbagai
varietas Beras Merah dan hitam yang telah diteliti sebelumnya.
Kadar karbohidrat
Kadar karbohidrat pada lima sampel beras yang diteliti berkisar antara
73.88-77.84 %. Nilai karbohidrat yang tertinggi dimiliki oleh Beras Hitam asal
Solok (77.84%), diikuti oleh Beras Merah Solok (77.59%), Beras Putih Cianjur
cianjur (77.03%), Beras Hitam Tangerang (75.10%) dan yang terendah adalah
Beras Merah asal cianjur (73.88%) (Tabel 3). Hasil analisis kadar karbohidrat
menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan nilai kadar karbohidrat yang
umum terdapat pada beras yaitu pada kisaran 78% (Juliano 1972). Hasil ANOVA
dan uji lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata
antara nilai kadar karbohidrat Beras Hitam Solok dan Beras Merah Solok begitu
juga dengan Beras Merah Solok dan Beras Putih Cianjur pada taraf uji 5%.
Kekerasan Beras
Kekerasan merupakan sifat yang menunjukkan daya tahan untuk pecah
akibat gaya tekan yang diberikan. Hasil analisis kekerasan beras dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4 Nilai kekerasan beras pada lima varietas beras Indonesia
Sampel
Beras Merah Solok
Beras Hitam Solok
Beras Merah Cianjur
Beras Hitam Tangerang
Beras Putih Cianjur

Kekerasan (KgF)
8.40 ± 0.00d
6.65 ± 0.15a
7.30 ± 0.10b
7.55 ± 0.15c
7.30 ± 0.10b

Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji Duncan)

13

Nilai kekerasan beras dari lima sampel beras yang diuji tertinggi dimiliki
Beras Merah Solok (8.40 KgF) dan yang terendah dimiliki oleh Beras Hitam
Solok (6.65 KgF). Hasil ANOVA dan uji lanjut Duncan (Lampiran 2) terhadap
kekerasan beras antar varietas menunjukkan adanya perbedaan nyata pada taraf uji
5%. Nilai kekerasan beras ini umumnya dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu
kadar air, lama penyimpanan beras dan derajat sosohnya (Widiatmoko 2005).
Semakin kecil kadar air akan menyebabkan beras cenderung semakin keras. Hal
ini sesuai dengan hasil analisis kadar air yang menunjukkan bahwa kadar air
terendah dimiliki oleh Beras Merah Solok (11.47%) yang menyebabkan Beras
Merah Solok memiliki nilai kekerasan beras yang tinggi (8.40 KgF).
Profil Gelatinisasi Pati
Analisis profil gelatinisasi pati pada peneilitian ini menggunakan RVA. Data
yang diperoleh dari pengukuran menggunakan RVA diantaranya adalah viskositas
puncak atau maximum viscosity (MV), viskositas breakdown (VB), viskositas
setback atau setback viscosity (SV), dan stabilitas pengadukan pada 50oC. MV
diukur saat pasta pati mencapai viskositas maksimum selama fase pemanasan. VB
menunjukkan kestabilan viskositas terhadap pemanasan. SV menunjukkan
kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi.
Pada umumnya pati memiliki gugus hidroksil yang sangat banyak. Hal
inilah yang menyebabkan kemampuan menyerap airnya besar yang menyebabkan
granula pati membengkak. Menurut Winarno (1997) peningkatan viskositas
terjadi karena air yang pada awalnya berada diluar granula dan bergerak bebas
pada saat suspensi belum dipanaskan kini berada dalam butir pati sehingga tidak
dapat bergerak bebas lagi. Nilai profil gelatinisasi pati dari sampel yang dianalisis
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Data viskositas pada lima varietas beras Indonesia
Varietas
Beras Merah Solok
Beras Merah Cianjur
Beras Hitam Solok
Beras Hitam Tangerang
Beras Putih Cianjur

Suhu
gelatinisasi
(oC)
87.54
87.99
87.08
89.10
85.80

Viscosity
Breakdown Setback
Peak (cP)
(cP)
(cP)
1986.50
1160.25
1983.25
2160.50
1070.00
2440.25
2260.75
957.50
2503.50
1412.25
574.75
1661.75
3469.00
2116.25
1604.25

Final
(cP)
2809.50
3530.75
3806.75
2499.25
2957.00

Suhu gelatinisasi dari lima sampel beras yang diuji bervariasi antara 85.80
dan 87.99 oC, suhu gelatinisasi tersebut sangat berkaitan erat dengan kandungan
amilosa yang dimiliki oleh beras dimana semakin tinggi kadar amilosa umumnya
suhu gelatinisasi pati cenderung tinggi (Sompong et al. 2011).
Selain itu, data yang diperoleh dari hasil analisis juga menunjukkan bahwa
Beras Putih Cianjur memiliki puncak viskositas (maximum viscosity) yang cukup
tinggi (3469.00) cP dan diikuti dengan penurunan viskositas (breakdown
viscosity) yang cukup tajam selama fase pemanasan (2116.25) cP. Hal ini

14
menunjukkan bahwa granula pati Beras Putih Cianjur kurang tahan atau kurang
stabil oleh proses pemanasan.
Pada fase pendinginan, viskositas pati Beras Putih Cianjur mengalami
peningkatan (setback viskocity) (1604.25) cP yang disebabkan oleh terjadinya
penggabungan kembali (re-association) molekul-molekul amilosa dan
amilopektin melalui ikatan hidrogen. Peningkatan viskositas selama fase
pendinginan juga menunjukkan kecenderungan retrogradasi dari pasta pati Beras
Putih Cianjur.
Berdasarkan tingkat kestabilan oleh proses pemanasan, granula Beras Hitam
Tangerang adalah yang paling tinggi stabilitasnya karena nilai breakdown
viscosity nya rendah (574.75) cP diikuti oleh Beras Hitam Solok (957.50) cP,
Beras Merah Cianjur (1070.00) cP, Beras Merah Solok (1070.00) dan yang
terendah adalah granula Beras Putih Cianjur (2116.25) cP. Sedangkan berdasarkan
kecenderungan retrogradasi, pasta Beras Hitam Solok (2503.50) cP adalah yang
paling besar kecenderungan retrogradasinya diikuti oleh Beras Merah Cianjur
(2440.25) cP, Beras Merah Solok (1983.25), Beras Hitam Tangerang (1661.75) cP
dan yang terendah adalah pasta Beras Putih Cianjur (1604.25) cP.
Penelitian yang dilakukan oleh Sompong et al. (2011) menyatakan bahwa
kandungan amilosa pada Beras Hitam berkisar antara 9.66 dan 25.49 %.
Sedangkan pada Beras Merah kandungan amilosanya berkisar antara 1.22 dan
15.17% (Masniawati et al. 2013). Kandungan amilosa yang cukup tinggi memiliki
kontribusi yang besar terhadap kecenderungan terjadinya retrogradasi pasta pati
selama fase pendinginan (Lehmann et al. 2003). Diduga hal yang sama juga yang
membuat kecenderungan retrogradasi pada Beras Hitam Solok besar.
Daya Cerna Pati
Daya cerna pati in vitro beras yang diteliti berkisar antara 56.10-87.35 %.
Nilai tersebut secara rinci dapat dilihat pada Gambar 4.
100

Daya cerna pati (%)

87.35c

83.43c

90
80
70

62.06b

60

56.10a

58.14a,b

50
40

Daya cerna pati

30
20
10
0
Beras
merah
Solok

Beras
merah
cianjur

Beras
Beras
Beras
hitam
hitam
putih
solok tangerang

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji
Duncan)

Gambar 4 Daya cerna pati lima varietas beras Indonesia

15
Daya cerna pati tertinggi dimiliki oleh Beras Putih Cianjur (87.35%), diikuti
oleh Beras Hitam Solok (83.43%), Beras Merah Solok (62.06%), Beras Hitam
Tangerang (58.14%), dan yang terendah dimiliki oleh Beras Merah Cianjur
(56.10%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Deepa
(2010) terhadap Beras Merah, hitam dan putih yang memberikan hasil bahwa
beras berwarna memiliki daya cerna pati yang lebih rendah dibandingkan dengan
Beras Putih Cianjur.
Daya cerna pati yang rendah artinya hanya sedikit jumlah pati yang dapat
dihidrolisis oleh enzim pencernaan dalam waktu tertentu. Dengan demikian, kadar
glukosa dalam darah tidak mengalami kenaikan secara drastis sesaat setelah
makanan tersebut dicerna dan dimetabolisme oleh tubuh (Arif 2013). Hal ini juga
dipekuat dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Argasasmita (2008) dan
Hasan et al. (2011) yang menyimpulkan bahwa daya cerna pati yang tinggi akan
menghasilkan IG yang tinggi atau semakin tinggi daya cerna pati suatu bahan
pangan maka akan semakin berpotensi menyebabkan diabetes.
Kandungan Total Fenol Tepung Beras dan Nasi
Total Fenol merupakan komponen kimia yang memiliki cincin aromatik
dengan satu atau lebih yang berikatan dengan gugus hidroksil (Dykes and Rooney
2007). Strack (1992) melaporkan bahwa terdapat lebih dari 8000 struktur fenolik
tersebar pada kingdom tanaman. Bentuk komponen fenolik tersebar mulai dari
bentuk yang paling sederhana, bentuk dengan berat molekul ringan, cincin
aromatik tunggal hingga kompleks.
Kadar total fenol pada lima jenis beras yang dianalisis menggunakan metode
Folin-Ciocalteu diperkirakan dengan kurva standar asam galat (Lampiran 6),
kemudian hasilnya dinyatakan sebagai mg asam galat equivalen dengan g sampel
beras. Sedangkan nilai total fenol dari lima sampel beras yang diuji dalam bentuk
tepung dan yang sudah dimasak dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai kandungan total fenol pada beras dan nasi
Varietas
Beras Merah Solok
Beras Merah Cianjur
Beras Hitam Solok
Beras Hitam Tangerang
Beras Putih Cianjur

Total Fenol (mg as. galat/g)
Tepung beras
Nasi
5.309 ± 0.283b
3.036 ± 0.264b
5.812 ± 0.614b
3.151 ± 0.159b
5.121 ± 0.521b
3.630 ± 0.048c
b
5.068 ± 0.924
3.150 ± 0.024b
1.512 ± 0.022a
2.372 ± 0.076a

Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada taraf uji 5% (uji Duncan)

Pengujian kadar total fenol dilakukan pada sampel beras yang ditepungkan
dan yang sudah dimasak. Pertama-tama, kurva standar asam galat dibuat dengan
memplotkan absorbansi yang dihasilkan dengan beberapa konsentrasi asam galat
yang sudah ditentukan. Persamaan garis yang diperoleh adalah y = 0.0045x 0.0414 dengan nilai R2=0.9825, kemudian kurva digunakan untuk mencari nilai
total fenol pada sampel beras dan nasi.

16
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis, kadar total fenol
tertinggi dimiliki oleh Beras Merah Cianjur (5.812 ± 0.614 mg GAE/g), diikuti oleh
Beras Merah Solok (5.309 ± 0.283 mg GAE/g), Beras Hitam Solok (5.121 ± 0.521 mg
GAE/g), Beras Hitam Tangerang (5.068 ± 0.924 mg GAE/g) dan yang terendah dimiliki
oleh Beras Putih Cianjur (1.512 ± 0.022 mg GAE/g). Sedangkan pada Beras Merah,

hitam dan Beras Putih Cianjur yang sudah dimasak kandungan total fenolnya
terbesarnya dimiliki oleh Beras Hitam Solok sebesar (3.630 ± 0.048 mg GAE/g),
Beras Merah Cianjur (3.151 ± 0.159 mg GAE/g), Beras Hitam Tangerang (3.150 ±
0.024 mg GAE/g), Beras Merah Solok (3.036 ± 0.264 mg GAE/g) dan yang terendah
dimiliki oleh Beras Putih Cianjur (2.372 ± 0.076 mg GAE/g).
Kandungan total fenol pada Beras Hitam dan merah pada umumnnya
disebabkan karena adanya komponen warna alami pada beras (Oki et al. 2002)
yang terdistribusi secara merata pada struktur metabolit sekundernya (MartinezValverde et al. 2000). Hal inilah yang membuat kandungan total fenol Beras
Hitam dan merah asal cianjur, solok dan tengerang lebih tinggi dibandingkan
dengan Beras Putih Cianjur. Namun, Beras Putih Cianjur tetap memiliki
kandungan total fenol walaupun tidak lebih banyak dibandingkan dengan Beras
Hitam ataupun merah. Hal ini diduga karena masih ada sisa bekatul yang
menempel pada bulir beras dimana bekatul diketahui memiliki jumlah fitonutrien
yang tinggi termasuk komponen fenolik (Chen and Bergman 2003).
Setelah proses pemasakan terjadi penurunan kandungan total fenol pada
sampel beras yang dianalisis (Tabel 6). Proses pemasakan memiliki pengaruh
nyata terhadap penurunan kandungan total fenol pada taraf uji % (Lampiran 6).
Penurunan kandungan total fenol tersebut mungkin disebabkan karena perlakuan
pemanasan telah merusak komponen fenolik yang sensitif terhadap panas. Hal ini
diperkuat oleh Fares et al.(2009) yang melaporkan bahwa terjadi penurunan
kandungan total fenol pada pasta tepung gandum yang dimasak. Namun, pada
sampel Beras Putih Cianjur yang dianalisis terjadi kenaikan kandungan total
fenolnya. Menurut Prajapati (2013) hal ini disebabkan karena pada beberapa
sampel bahan pangan kandungan total fenolik yang umumnya ada dalam bentuk
terikat akan terlepas pada saat terpapar oleh panas, sehingga kandungan total fenol
pada Beras Putih Cianjur yang sudah dimasak sedikit lebih tinggi dibandingkan
dengan pada tepung beras.
Kandungan Total Flavonoid Tepung Beras dan Nasi
Flavonoid merupakan komponen fenolik yang umum terdapat dan
terdistribusi secara luas dihampir semua tanaman, baik sayuran maupun buah
(Abu Bakar et al. 2008). Selain itu, flavonoid juga merupakan golongan fenolik
yang memiliki dua cincin aromatik yang terikat oleh 3 karbon dan biasanya ada di
dalam cincin heterosiklik teroksidasi (Liu 2004).
Kadar total flavonoid pada lima jenis beras yang dianalisis diperkirakan
dengan menggunakan kurva standar quercetin (Lampiran 7), kemudian hasilnya
dinyatakan sebagai mg quercetin equivalen dengan g sampel beras. Sedangkan
nilai total flavonoid dari lima sampel beras yang diuji dalam bentuk tepung dan
yang sudah dimasak dapat dilihat pada Tabel 7.

17
Tabel 7 Nilai total flavonoid pada beras dan nasi
Varietas
Beras Merah Solok
Beras Merah Cianjur
Beras Hitam Solok
Beras Hitam Tangerang
Beras Putih Cianjur

Total flavonoid (mg quercetin/ g)
Tepung beras
Nasi
19.245 ± 1.491e
2.024 ± 0.140d
14.215 ± 0.651d
1.144 ± 0.198b
9.824 ± 1.546c
0.999 ± 0.032b
b
7.720 ± 0.217
1.430 ± 0.133c
0.634 ± 0.084a
0.434 ± 0.045a

Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji Duncan)

Analisis kadar total flavonoid dilakukan pada sampel beras yang
ditepungkan dan yang sudah dimasak. Pertama-tama, kurva standar quercetin
dibuat dengan memplotkan absorbansi yang dihasilkan dengan beberapa
konsentrasi quercetin yang sudah ditentukan. Persamaan garis yang diperoleh
adalah y= 0.001x + 0.0318 dengan nilai R2= 0.9851, kemudian kurva digunakan
untuk mencari nilai kadar total flavonoid pada sampel beras dan nasi.
Berdasarkan data hasil analisis, kandungan total flavonid tertinggi dimiliki
oleh Beras Merah Solok (19.245 ± 1.491 mg/g) diikiuti oleh Beras Merah Cianjur
(14.215 ± 0.651 mg/g), Beras Hitam Solok (9.824 ± 1.546 mg/g), Beras Hitam
Tangerang (7.720 ± 0.217 mg/g) dan yang terendah dimiliki oleh Beras Putih
Cianjur (0.634 ± 0.084 mg/g). Sedangkan pada beras yang sudah dimasak
kandungan total flavonoid terbesar dimiliki oleh Beras Merah Solok (2.024 ± 0.140
mg/g), diikuti oleh Beras Hitam Tangerang (1.430 ± 0.133 mg/g), Beras Merah
Cianjur (1.144 ± 0.198 mg/g), Beras Hitam Solok (0.999 ± 0.032 mg/g) dan yang
terendah dimiliki oleh Beras Putih Cianjur (0.434 ± 0.045 mg/g).
Kandungan total flavonoid pada Beras Hitam, merah dan putih disebabkan
karena keberadaan zat warna pada beras (Shen et al. 2008). Hal ini lah yang
menyebabkan kandungan total flavonoid sampel Beras Hitam dan merah yang
dianalis lebih besar dibandingkan dengan Beras Putih Cianjur. Menurut Prajapati
(2013) kadar total flavonoid pada beras lebih kecil dibandingkan dengan serealia
lain seperti pada gandum yang kadar total flavonoidnya sebesar (279.4 ± 16.59
mg%) dan sorgum (338.5 ± 25.97 mg%), hal ini didukung oleh Adom and Liu (2002)
yang menyatakan bahwa kandungan total flavonoid pada gandum dan oat hampir
serupa dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kandungan total flavonoid pada
beras.
Setelah mengalami proses pemasakan kandungan total flavonoid pada
sampel Beras Hitam Solok, Beras Hitam Tangerang, Beras Merah Solok, Beras
Merah Cianjur dan Beras Putih Cianjur mengalami penurunan yang sangat
signifikan (Tabel 7). Proses pemasakan memiliki pengaruh nyata terhadap
penurunan kandungan total flavonoid pada taraf uji 5% (Lampiran 7). Penurunan
kandungan total flavonoid ini sangat berkaitan erat dengan proses pemasakan
karena komponen fenolik umumnya sangat sensitif terhadap suhu (Piga et al.
2003). Menurut Pérez-Jiménez dan Saura-Calixto (2005) sampel beras yang
mengalami proses pemasakan yang telah diteliti sebelumnya terjadi penurunan
kandungan fenolik sebesar 84.16%.

18
Kandungan Total Aktivitas Antioksidan Tepung Beras dan Nasi
Aktivitas antioksidan dari sampel Beras Hitam, merah dan putih di analisis
dengan menggunakan reagen DPPH yang dilarutkan dalam metanol. DPPH
merupakan radikal bebas yang sangat stabil. Tidak seperti radikal bebas yang
umumnya digunakan dalam analisis in vitro lain seperti radikal hidroksil dan
anion superoksida, D