Dini Asri Kusnia Dewi, 2014 Desain Didaktis Konsep Garis Singgung Lingkaran Pada Pembelajaran Matematika Di Sekolah
Menengah Pertama Berdasarkan Learning Obstacle Dan Learning Trajectory Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa.
Salah satu upaya yang terus dilakukan oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut adalah
mengembangkan dan memajukan pendidikan. Tentu hal ini dilakukan karena pendidikan merupakan salah satu indikator bagi perkembangan suatu negara.
Matematika merupakan salah satu ilmu yang berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini terbukti dengan
digunakan matematika dalam berbagai bidang, seperti pada ilmu alam, bidang teknik, medis, dan ilmu sosial. Dalam bidang pendidikan, matematika yang kaya
akan konsep dijadikan sebagai sarana pendidikan untuk pengembangan ilmu lain, sehingga matematika mulai dipelajari pada tingkat pendidikan dasar hingga pada
tingkat pendidikan tinggi. Matematika dipelajari di sekolah tentu berkaitan dengan proses
pembelajaran yang dilaksanakan. Pada hakekatnya, pembelajaran menurut Suherman 2010 adalah kegiatan guru dalam membelajarkan siswa, ini berarti
bahwa proses pembelajaran adalah membuat atau menjadikan siswa dalam kondisi belajar. Tujuan dari pembelajaran matematika di sekolah menurut
Depdiknas 2007 yaitu: 1.
memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam memecahkan
masalah,
Dini Asri Kusnia Dewi, 2014 Desain Didaktis Konsep Garis Singgung Lingkaran Pada Pembelajaran Matematika Di Sekolah
Menengah Pertama Berdasarkan Learning Obstacle Dan Learning Trajectory Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
2. menggunakan penalaran pada pola sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generelasisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika,
Dini Asri Kusnia Dewi, 2014 Desain Didaktis Konsep Garis Singgung Lingkaran Pada Pembelajaran Matematika Di Sekolah
Menengah Pertama Berdasarkan Learning Obstacle Dan Learning Trajectory Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh,
4. mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan 5.
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah. Tujuan tersebut dapat tercapai secara optimal apabila pembelajaran
dilaksanakan sesuai dengan kondisi siswa agar lebih mudah untuk dipahami dan dimaknai. Sayangnya, kegiatan pembelajaran matematika saat ini masih memiliki
kelemahan, seperti yang diungkapkan oleh Nurela 2013 bahwa terdapat kelemahan yang nyata dalam pembelajaran matematika hingga menjadi pekerjaan
rumah yang tidak pernah selesai, yaitu ketidakbermaknaan proses pembelajaran. De Lange Turmudi, 2010 mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika
seringkali ditafsirkan sebagai kegiatan yang dilaksanakan guru. Begitu pula dengan Silver Turmudi, 2010 yang mengemukakan bahwa pada umumnya
dalam pembelajaran matematika, para siswa menonton bagaimana gurunya mendemonstrasikan penyelesaian soal-soal matematika di papan tulis dan siswa
menyalin apa yang telah dituliskan oleh gurunya. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam pembelajaran, siswa hanya sebatas menerima
informasi. Sementara itu, Suryadi 2010b menyatakan bahwa pembelajaran
matematika pada dasarnya berkaitan dengan tiga hal, yaitu guru, siswa, dan materi. Menurut Suryadi 2010b jika pembelajaran hanya didasarkan atas
pemahaman tekstual akan menghasilkan proses belajar matematika bersifat miskin makna dan konteks, serta proses belajar berorientasi hasil yang menyebabkan
siswa belajar secara pasif. Pembelajaran yang kurang bermakna juga dapat
Dini Asri Kusnia Dewi, 2014 Desain Didaktis Konsep Garis Singgung Lingkaran Pada Pembelajaran Matematika Di Sekolah
Menengah Pertama Berdasarkan Learning Obstacle Dan Learning Trajectory Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
mengakibatkan siswa memahami konsep-konsep matematika secara parsial, tidak terintegrasi antara konsep yang satu dengan konsep yang lain. Padahal
matematika adalah ilmu pengetahuan yang dibangun dari variasi topik yang terstruktur sehingga dalam proses pembelajarannya dilakukan secara berjenjang
bertahap yaitu dimulai dari konsep yang mudah menuju konsep yang lebih sukar Nurela, 2013.
Salah satu konsep matematika yang dipelajari secara terintegrasi dan kontinu adalah konsep lingkaran. Konsep ini dipelajari siswa mulai dari tingkat
Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah Atas, bahkan konsep ini pun dipelajari lebih mendalam di tingkat perguruan tinggi bagi mahasiswa yang
mengambil bidang Matematika. Konsep lingkaran merupakan salah satu aspek yang penting dan menjadi dasar bagi pengembangan konsep-konsep lain. Konsep
garis singgung lingkaran merupakan bagian dari konsep lingkaran yang mulai dipelajari pada tingkat Sekolah Menengah Pertama. Untuk mempelajari konsep
garis singgung lingkaran, tentu diperlukan pemahaman mengenai konsep sebelumnya yang saling berkaitan dengan konsep garis singgung lingkaran, yaitu
konsep lingkaran dan sifat-sifatnya, konsep tentang garis, serta teorema Pythagoras. Apabila konsep tersebut tidak dipahami dengan baik, maka siswa
akan memahami konsep garis singgung lingkaran secara parsial. Fakta di lapangan mengenai suatu proses pembelajaran tentang konsep garis
singgung lingkaran terdapat dalam sebuah video pembelajaran matematika. Video pembelajaran ini dibuat dalam rangka kegiatan
Lesson Study
di salah satu Sekolah Menengah Pertama di Sumedang yang menggambarkan seluruh aktivitas guru dan
siswa selama pembelajaran berlangsung. Ternyata, dalam video tersebut proses pembelajaran masih belum berjalan secara optimal. Guru meminta siswa
menemukan rumus panjang garis singgung persekutuan luar dengan cara membuat siswa menjadi beberapa kelompok dan memberi sebuah LKS Lembar
Kerja Siswa sebagai panduan untuk dapat menemukan rumus tersebut. Meskipun
Dini Asri Kusnia Dewi, 2014 Desain Didaktis Konsep Garis Singgung Lingkaran Pada Pembelajaran Matematika Di Sekolah
Menengah Pertama Berdasarkan Learning Obstacle Dan Learning Trajectory Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
LKS dalam video tersebut tidak dapat terbaca jelas, namun kegiatan setiap kelompok menggambarkan instruksi dalam LKS tersebut. LKS tersebut meminta
siswa untuk menggambar dua buah lingkaran dari barang yang berbentuk lingkaran yang mereka bawa, kemudian dibuat garis singgungnya sesuai contoh
gambar yang terdapat dalam LKS dan akhirnya siswa diminta untuk menghitung panjang garis singgung lingkarannya.
Setelah siswa selesai mengerjakan LKS tersebut, guru meminta dua kelompok siswa untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya. Berikut ini salah
satu hasil presentasi siswa.
Gambar 1.1 Hasil presentasi siswa di depan kelas
Berdasarkan gambar di atas terlihat jelas bahwa siswa hanya mencocokan kebenaran rumus yang ada dengan hasil pengukuran, bukan menjelaskan dari
�
� �
�
Dini Asri Kusnia Dewi, 2014 Desain Didaktis Konsep Garis Singgung Lingkaran Pada Pembelajaran Matematika Di Sekolah
Menengah Pertama Berdasarkan Learning Obstacle Dan Learning Trajectory Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
mana asal rumus itu didapatkan. Begitu pula apa yang dikatakan siswa ketika presentasi, siswa hanya menyatakan bahwa rumus yang ia peroleh merupakan
rumus panjang garis singgung persekutuan luar, sehingga ketika ia diminta siswa lain untuk menjelaskan dari mana ia mendapatkan rumus tersebut, siswa yang
sedang presentasi tidak bisa menjawab apa-apa, bahkan ia mengatakan bahwa rumus itu diperolehnya dari LKS. Tetapi tidak disebutkan apakah ia
memperolehnya dari LKS yang diberikan guru atau dari LKS yang dibelinya dari sekolah. Peran guru ketika itu hanya sebatas meyakinkan siswanya bahwa rumus
tersebut benar, bukan membantu siswa yang sedang presentasi menjawab pertanyaan dari temannya itu. Ini berarti siswa masih berperan sebatas konsumen
suatu formula bukan berperan sebagai seorang produsen yang menemukan formula secara mandiri. Akibatnya proses berpikir siswa dalam membangun
pemahaman terhadap konsep tidak optimal dan siswa masih mempelajari konsep garis singgung lingkaran secara parsial.
Selain pemahaman yang masih parsial mengenai konsep garis singgung lingkaran, akibat lain yang dapat ditimbulkan dari proses pembelajaran yang
demikian yaitu tingkat penguasaan siswa terhadap konsep garis singgung lingkaran yang faktanya masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
learning obstacle
hambatan belajar yang dialami siswa. Seperti yang ditemukan oleh Nurela 2013 bahwa
learning obstacle
terkait konsep garis singgung lingkaran dibagi menjadi empat tipe, yaitu
learning obstacle
terkait konsep garis singgung lingkaran dan materi prasyarat,
learning obstacle
terkait dengan konteks variasi informasi yang tersedia,
learning obstacle
terkait dengan konsep garis singgung lingkaran dengan konsep matematika yang lain, dan
leraning obstacle
terkait dalam meyelesaikan soal pemecahan masalah. Selain dari kondisi pembelajaran,
learning obstacle
yang dialami siswa dapat saja terjadi akibat dari penggunaan bahan ajar yang tidak cocok dengan
karakteristik siswa itu sendiri. Bahan ajar yang saat ini secara umum digunakan
Dini Asri Kusnia Dewi, 2014 Desain Didaktis Konsep Garis Singgung Lingkaran Pada Pembelajaran Matematika Di Sekolah
Menengah Pertama Berdasarkan Learning Obstacle Dan Learning Trajectory Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
guru cenderung sama rata, sedangkan kemampuan siswa tidak merata. Kondisi ini tentu bertentangan dengan hak siswa dalam memperoleh pendidikan seoptimal
mungkin dan disinilah tugas guru untuk melayani hak siswa tersebut. Penggunaan suatu bahan ajar tentu berkaitan dengan perencanaan pembelajaran yang telah
dirancang guru. Suratno dan Suryadi 2013 menyatakan bahwa dalam perencanaan pembelajaran, kebanyakan guru kurang mempetimbangkan
keragaman respon siswa atas situasi didaktis pola hubungan siswa-materi melalui bantuan sajian guru yang dikembangkan sehingga rangkaian situasi didaktis
berikutnya kemungkinan besar tidak lagi sesuai dengan keragaman lintasan belajar
learning trajectory
masing-masing siswa. Dalam hal ini, setiap siswa memiliki pola atau alur berpikir tertentu dalam merespon sajian materi.
Dalam penyusunan suatu rancangan pembelajaran, guru harus melakukan repersonalisasi dan rekontekstualisasi terlebih dahulu untuk mengkaji konsep
matematika lebih mendalam dilihat dari keterkaitan konsep dan konteks. Repersonalisasi adalah melakukan matematisasi seperti yang dilakukan
matematikawan, jika konsep itu dihubungkan dengan konsep sebelum dan sesudahnya. Dengan demikian, sebelum melakukan pembelajaran seorang guru
perlu mengkaji konsep matematika lebih mendalam dilihat dari keterkaitan konsep dan konteks. Berbagai pengalaman yang diperoleh dari proses tersebut
akan menjadi bahan berharga bagi guru pada saat guru berusaha mengatasi kesulitan yang dialami siswa dan terkadang kesulitan tersebut sama persis dengan
proses yang pernah dialaminya pada saat melakukan repersonalisasi Suryadi, 2010b.
Rancangan pembelajaran yang disusun guru merupakan suatu desain didaktis. Desain didaktis merupakan suatu rancangan bahan ajar yang dapat
mendidik dan membelajarkan siswa yang disusun berdasarkan penelitian mengenai
learning obstacle
suatu materi dalam pembelajaran matematika.
Learning obstacle
memiliki kaitan yang erat dengan
learning trajectory,
sehingga
Dini Asri Kusnia Dewi, 2014 Desain Didaktis Konsep Garis Singgung Lingkaran Pada Pembelajaran Matematika Di Sekolah
Menengah Pertama Berdasarkan Learning Obstacle Dan Learning Trajectory Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dalam penyusunan desain didaktis guru juga perlu memiliki pertimbangan dari aspek
learning trajectory
.
Learning trajectory
merupakan alur belajar anak untuk mencapai tujuan tertentu atau suatu kemampuan tertentu yang difasilitasi melalui
serangkaian aktivitas belajar yang sesuai dengan kemampuannya. Desain didaktis yang disusun berdasarkan
learning obstacle
dan
learning trajectory
dapat memunculkan alternatif penyajian materi yang dapat digunakan guru sesuai dengan kebutuhan siswa dan dirancang dengan penuh
mempertimbangkan proses-proses berpikir siswa dalam memahami konsep matematika. Melalui suatu desain didaktis yang berorientasi pada penelitian
mengenai
learning obstacle
dan
learning trajectory
konsep garis singgung lingkaran, diharapkan siswa mampu memahami konsep secara terintergasi tidak
parsial lagi sehingga tidak lagi menemui hambatan-hambatan yang berarti pada saat proses pemahaman konsepnya. Selain itu, guru dapat lebih memahami
kebutuhan siswa berdasarkan tingkat kemampuannya dalam matematika, sehingga dalam proses pembelajaran guru dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki
siswa. Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Desain Didaktis Konsep Garis Singgung Lingkaran pada Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama
Berdasarkan
Learning Obstacle
dan
Learning Trajectory
”.
B. Rumusan Masalah