Keamanan: Terorisme dan Konflik Politik

66 warga Sape Kabupaten Bima Provinsi NTB terhadap perusahaan tambang tidak bisa diabaikan begitu saja mengingat potensial memicu konflik vertikal. Dalam mengatasi persoalan ini, Pemda perlu mengajak Masyarakat Adat setempat untuk memperkuat kerja sama dalam pengelolaan sumber daya alam di daerah. Permasalahan lain adalah pembangunan kawasan ekonomi terpadu Kapet NTT. Permasalahan yang dihadapi adalah investor tidak berminat terhadap produk unggulan yang ditawarkan Kapet tersebut. Para investor yang sudah berkunjung di Kapet NTT tidak tertarik, karena produk unggulan yang ditawarkan, seperti kayu cendana, sapi dan kopi tidak ada yang tersedia di kawasan itu. Perkebunanan kopi dan atau peternakan Sapi yang ada masih milik masyarakat dan dikelola secara tradisional. Para investor enggan memulai investasinya dengan cara memulai pengolahan pertanian atau membuka baru peternakan sapi. Selain itu produk andalan Kapet di bidang partanianperkebunan kopi, perikanan ikan dan pertenakan sapi yang rencananya akan disalurkan ke pasar tradisional dan pasar modern menghadapi masalah connecting dengan wilayah lain terutama di dalam negeri. Belum lagi negara kompetitor tangguh, seperti Australia, Jepang, India, China, Korea, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Sementara kawasan potensial bagi rencana produk unggulan Kapet, seperti kawasan Afrika, Eropa Timur dan Tengah: Uzbekistan, Kygyzstan, Turkmenistan, Azerbaijan, Afganistan, Kazakhstan dan lain-lain selain terhambat oleh sejumlah hal, juga terkendala oleh biaya transportasi yang cukup tinggi.

5.3. Keamanan: Terorisme dan Konflik Politik

Disamping masalah perjuangan disintegrasi, seperti OPM di Papua, RMS di Maluku dan NII di Jawa Barat, masalah keamanan nasional yang masih menjadi isu keamanan pada masa lima tahun mendatang, yaitu: 1 masalah terorisme, dan 2 masalah konflik politik berdasar primordialisme SARA atau konflik sosial yang berdeterminisme politik. Mengenai terorisme yang muncul dalam peta keamanan nasional, perkembangan mutakhir menunjukkan bahwa berbagai bentuk tindakan terorisme motivasi dan caranya tetap menjadi ancaman bagi keamanan nasional. 67 Ke depan pemerintah BNPT perlu membatasi ruang gerak nasionalisme sekuler yang dapat bersinergi dengan paham-paham radikalisme. Setidaknya ada tiga faktor yang dapat menyulut radikalisme dan memicu terorisme yang berskala besar, yaitu: 1 integrasi politik dan instabilitas politik kawasan, seperti di Timur Tengah dan Asia Selatan; 2 penanggulangan terorisme yang lebih ke pendekatan “kejar tembak” dari pada “kejar tangkap”; 3 programkegiatan deradikalisasi yang sensitif agama. Ke depan perang melawan terorisme dengan kecenderung ke arah sensitif agama atau diskriminasi dan pembelahan agama profiling dan stereotiping religius harus dihindari dengan cara tidak melakukan program deradikalisasi berbasis agama tertentu. Hal itu penting untuk meredam kebencian atas dasar agama dan untuk mencegah munculnya bentuk radikalisme baru yang sensitif agama yang pada gilirannya akan mengancam keamanan nasional. Untuk merespon kondisi ini, pemerintah perlu meyakinkan kepada para seluruh penganut agama dengan cara menunjukkan bahwa nilai-nilai luhur Pancasila dan semua agama sejalan dengan nilai-nilai demokrasi. Ke depan potensi konflik politik berdasar primordialisme SARA juga potensial dipicu oleh arus pencari suka politik terutama dari negara Timur Tengah ke daerah yang memiliki kesamanaan primoderdial. Situasi politik dan keamanan yang tidak kondusif di negara tertentu di Timur Tengah akibat konflik internalperang saudara dapat mendorong sebagian warganya mencari suaka politik, seperti kasus “manusia terdampar” di Jawa Barat Bogor dll. Persoalan ini memiliki dimensi yang kompleks dalam upaya penyelesaiannya, karena setidaknya ada tiga faktor determinannya, yaitu: 1 kondisi domestik di negara asal yang mendorong banyaknya pencari suaka politik; 2 peranan pihak tertentu yang menfasiliatsi pencari suaka politik; 3 kebijakan politik terhadap para pencari suaka politik. Hal lain adalah isu keamanan non-tradisional, seperti kelangkaan sumber daya alam yang berpengaruh pada keamanan dalam negeri. Pelaksanaan otonomi daerah yang sangat angressif pada investor dan kelangkaan sumber daya alam membawa konsekuensi pada meningkatnya arus investasi ke daerah yang akan berdampak pada 68 kebijakan pengalihan lahan “milik negara” kepada pihak pengusaha investor. Permasalahan yang muncul adalah kebijakan pengalihan lahan yang dikelola oleh masyarakat kepada investor akan menimbulkan konflik vertikal ekonomi politik, seperti konflik lahan di Sape Bima dan Mesuji Lampung. Ke depan penanganan masalah ini perlu dilakukan secara pro-aktif dan komperhensif agar sejalan dengan kebijakan nasional dalam bidang pengelolaan sumber daya alam. 74 69 Field Code Changed Formatted: Font: Times New Roman

BAB 6 PENUTUP: