Mempelajari Metode Reduksi Kadar Histamin dalam pembuatan Pindang Tongkol

/Tf'y
$2

@f
MEMPELAJARI METODE REDUKSI KADAR HISTAMIN
DALAM PEMBUATAN PlNDANG TONGKOL

Oleh
IDA AYU IRASTINA DANUR
F 25.0223

1993

F A K U L T A S TEKNOLOGI PERTANIAN
i N S T l T U T PERTANIAN B O G O R
BOGOR

Ida Ayu Irastina Danur. F25.0223.
Mempelajari Metode
Reduksi Kadar Histamin Dalam Pembuatan Pindang Tongkol.
Di bawah bimbingan Suliantari dan Sutrisno Koswara.


Pemindangan merupakan salah satu bentuk olahan
secara

tradisional yang cukup populer di Indonesia.

ini

disebabkan

yang

spesifik

karena ikan pindang

mempunyai

sehingga dapat diterima


oleh

ikan
Hal

citarasa

masyarakat

Indonesia.
Masalah

yang dihadapi dalam pembuatan ikan

adalah terbentuknya suatu senyawa yang dapat

pindang

menyebabkan


keracunan yaitu biogenik amin akibat sanitasi yang

buruk

selama pengolahan maupun penyimpanan.
Biogenik

amin

adalah

senyawa

amin yang terbentuk

sebagai hasil proses dekarboksilasi asam amino bebas yang
terdapat di dalam tubuh ikan. Senyawa biogenik amin
paling
min.


sering terbentuk pada ikan pindang adalah
Senyawa ini terbentuk akibat proses

histidin

yang

hista-

dekarboksilasi

yang banyak terdapat di dalam tubuh

ikan

oleh

enzim dekarboksilase mikroba.
Penelitian
terbaik


yang

ini

dapat

bertujuan

untuk

mengurangi

kadar

mengetahui
histamin

pembuatan ikan pindang tongkol dengan cara
dan


menekan

faktor-faktor

pendorong

cara
dalam

mengendalikan
terbentuknya

histamin, yaitu:

konsentrasi garam, lama pemasakan

dan

cara serta lama penyimpanan produk akhir.

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu

peneli-

tian

pendahuluan dan penelitian lanjutan. Dalam. peneli-

tian

pendahuluan dilakukan survei lapangan tentang

pengolahan
Barat),

ikan pindang di daerah Pelabuhan Ratu

cara penanganan dan penyimpanan produk

berbagai


pasar

di

konsentrasi histamin

daerah

Bogor

serta

pada produk pindang

cara
(Jawa

jadi


di

menganalisa
tongkol

yang

penelitian lanjutan dilakukan pembuatan

ikan

diambil dari pasar.
Pada

pindang tongkol dengan memodifikasi metoda yang diperoleh
dari

lapangan. Analisa yang dilakukan adalah kadar

kadar

garam,

abu, kadar lemak, kadar protein,
pH,

secara

TVN dan TMA serta nilai

histamin, kadar

kecernaan protein

vitro.

Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya
kadar
dengan

air,


abu

dan

peningkatan

kadar garam serta. penurunan

semakin

lamanya waktu

pemasakan

kadar

dalam

air

suasana

bergaram. Selain itu dengan semakin lamanya waktu penyimpanan

pindang menyebabkan peningkatan nilai TVN dan

TMA

serta penurunan daya cerna.
lamanya

waktu

dapat meningkatkan ketahanan produk

dari

Konsentrasi
pemasakan

garam

yang tinggi

dan

rekontaminasi mikroba pembentuk histamin selama
panan,

namun

dilain pihak dapat menyebabkan

penyimkerusakan

zat-zat

gizi makanan. Pembentukan histamin dapat

dalikan dengan

memperhatikan kesegaran bahan

diken-

baku

dan

sanitasi selama pengolahan dan penyimpanan pindang.
Berdasarkan penelitian diperoleh
pindang
dapat

yang

menekan

cara

terbaik dengan memperhatikan
pembentukan

histamin

pembuatan

faktor

tanpa

mengabaikan

komposisi gizi yang terkandung di dalamnya adalah
menggunakan

yang

dengan

konsentrasi garam 20% dan lama pemasakan

menit dengan catatan kesegaran bahan baku dan

60

kebersihan

selama pengolahan dan penyimpanannya harus diperhatikan.
Lama
lebih

pgnyimpanan pindang yang

baik

dari dua hari dan pindang disimpan

tertutup.

adalah
dalam

tidak

keadaan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

MEMPELAJARI METODE REDUKSI KADAR HISTAMIN
DALAM PEMBUATAN PINDANG TONGKOL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Jurusan TEKNOLOGI PANGAN DAN GI21
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
IDA AYU IRASTINA DANUR
F25.0223

1993
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAXULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

MEMPELAJARI METODE REDUKSI KADAR HISTAMIN
DALAM PEMBUATAN PINDANG TONGKOL

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Jurusan TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
IDA AYU IRASTINA DANUR
F25.0223
Dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1969
di Jakarta

Tanggal lulus

: 13 Mei 1993

Disetujui

Ir. Sutrisno Koswar
Dosen Pembimbing I1

Dosen Pembimbing I

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, karena penulis telah berhasil menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Dalam melakukan penelitian maupun penulisan skripsi
ini penulis banyak mendapatkan

bantuan dari berbagai

pihak dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.

Dra. Suliantari, MS dan Ir. Sutrisno Koswara

selaku

Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan

waktu-

nya untuk memberikan bimbingan

dan saran yang sangat

berharga kepada penulis.
2.

Drh.

Slamet Ma'oen selaku dosen penguji

yang

telah

meluangkan waktunya untuk menguji penulis.
3.

Pak Wahid, Pak

Basri, Pak

Mu1

dan Pak Ganda

yang

telah membantu penulis selama melakukan penelitian di
laboratorium.
4.

Bapak

dan Ibu tercinta yang menjadi

kekuatan moril

penulis.
5.

Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam
penyelesaian

tugas akhir ini yang tidak dapat

dise-

butkan satu persatu.

Bogor, Mei 1993
Penulis

DAFTAR IS1

Halaman

.................................. iv
v
DAFTAR IS1 ......................................
DAFTAR TABEL .................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................... viii
ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................
I. PENDAHULUAN ................................
1
I1 . TINJAUAN PUSTAKA ...........................
4
A . STRUKTUR IKAN TONGKOL ...................
4
B . PROSES PEMINDANGAN ......................
5
C . HISTAMIN ................................
10
D . GARAM SEBAGAI PENGAWET ..................
17
I11. METODA PENELITIAN ..........................
21
A . BAHAN ...................................
21
B . ALAT ....................................
22
C . METODE ..................................
22
D . RANCANGAN PERCOBAAN .....................
31
IV . HASIL DAN PEMBAHASAN .......................
34
A . PENELITIAN PENDAHULUAN ..................
34
1. Survei Lapang Tentang Cara Pengolahan

KATA PENGANTAR

Pindang di Pelabuhan Ratu (Jawa Barat)

2

. Tata

Cara Penanganan dan Penjualan Produk Jadi Ikan Pindang pada Berbagai Pasar di Daerah Bogor

..................

3

34

. Penghitungan Konsentrasi Histamin dari
Beberapa Jenis Pindang ...............

39
40

.

.....................
1. Kadar Air ............................
2 . Kadar Abu ............................
3 . Kadar Garam ..........................
4 . Kadar Lemak ..........................
5 . Kadar Protein ........................
6 . Nilai pH .............................
7 . Kadar TVN ............................
8 . Kadar TMA ............................
9 . Daya Cerna In Vitro ..................
10 . Histamin .............................
V . KESIMPULAN DAN SARAN .......................
A . KESIMPULAN ..............................
B . SARAN ...................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................
B

PENELITIAN LANJUTAN

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel
Tabel

1. Kadar asam amino bebas beberapa jenis
ikan

..................................

2. Kandungan histamin beberapa jenis pro-

duk ikan
Tabel

..............................

Tabel
Tabel

..........

..................................

5. Komposisi kimia ikan tongkol segar dan
ikan pindang tongkol pasar
6.

41

Rata-rata kadar air pada perlakuan lama
pemasakan dan cara penyimpanan

44

........

7. Rata-rata kadar lemak pada perlakuan

...

51

8. Rata-rata pH pada perlakuan lama pema-

sakan
Tabel

40

............

lama pemasakan dan lama penyimpanan
Tabel

18

4. Kandungan histamin dari beberapa pin-

dang
Tabel

17

3. Komposisi garam dapur, dianalisa di La-

boratorium kimia organik IPB
Tabel

15

.................................

55

9. Rata-rata kadar TVN pada perlakuan lama

........

56

Tabel 10. Rata-rata daya cerna pada perlakuan lama pemasakan dan lama penyimpanan

59

pemasakan dan lama penyimpanan

.....

DAFTAR GAMBAR

Halaman

..........
Reaksi pembentukan histamin ...........
Skema pembuatan ikan pindang tongkol ..

Gambar

1. Tipe penyebaran daging merah

Gambar

2.

Gambar

3.

Gambar

4. Histogram hubungan antara lama pemasakan dan lama penyimpanan terhadap
kadar air pada konsentrasi garam 20%... 42

Gambar

5.

5

11

24

ist tog ram hubungan antara lama pemasakan dan lama penyimpana terhadap kadar
air pada konsentrasi garam 25%
42

........

Gambar

6.

is tog ram hubungan antara lama pemasakan dan lama penyimpanan terhadap kadar
abu
47

...................................

Gambar

7. Histogram hubungan antara lama pemasak-

an dan lama penyimpanan terhadap kadar
garam

.................................

Gambar

49

8. Histogram hubungan antara lama pemasak-

an dan lama penyimpanan terhadap kadar
protein

...............................

viii

53

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

.....................
Lampiran 2 . Data kadar abu ....................
Lampiran 3 . Data kadar garam ..................
Lampiran 4 . Data kadar lemak ..................
Lampiran 5 . Data kadar p r o t e i n ................
Lampiran 6 . Data pH ...........................
Lampiran 7 . Data kadar TVN ....................
Lampiran 8 . Data kadar TMA ....................
Lampiran 9 . Data daya cerna i n v i t r o ..........
Lampiran 10 . Data kadar h i s t a m i n ...............
Lampiran 11. S i d i k ragam d a t a kadar a i r ........
Lampiran 1 2 . S i d i k ragam d a t a kadar abu ........
Lampiran 13 . S i d i k ragam d a t a kadar garam ......
Lampiran 1 4 . S i d i k ragam d a t a kadar lemak ......
Lampiran 1 5 . S i d i k ragam d a t a kadar p r o t e i n ....
Lampiran 16 . S i d i k ragam d a t a n i l a i pH .........
Lampiran 17 . S i d i k ragam d a t a kadar TVN ........
Lampiran 18 . S i d i k ragam d a t a kadar TMA ........
Lampiran 19 . S i d i k ragam daya c e r n a i n v i t r o ...
Lampiran 20 . S i d i k ragam d a t a kadar h i s t a m i n ...

Lampiran

.

1

Data kadar a i r

71
73
75
77
79
81
83
85
87
89
91
93
94
95
96
98
99
100
101
103

Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai potensi
sumber daya

perikanan yang cukup besar. Luas wilayah

perairan teritorial

Indonesia saat ini sekitar 3.1 juta

km2 dengan potensi sumber daya perikanan sebesar 4.5 juta
ton/tahun. Dengan diakuinya Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
dalam Konvensi Hukum Laut 1 9 8 2 serta diterbitkannya
Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang ZEE Indonesia,
maka luas perairan Indonesia menjadi sekitar 5.8 juta km2
dengan potensi sumber daya lestari sebesar 6.6 juta
ton/tahun.
Dengan potensi perikanan yang cukup besar itu, maka
ikan menjadi salah satu sumber protein hewani yang cukup
penting. Namun karena sifat hasil perikanan yang cepat
mengalami kebusukan dan tidak semua masyarakat Indonesia
dapat mengkonsumsi ikan segar, maka perlu adanya penanganan dan pengolahan lebih lanjut dari hasil perikanan
agar tidak mudah membusuk atau rusak.
Dewasa ini, dari rata-rata total hasil tangkapan
perikanan, baru sekitar 47% yang dikonsumsi dalam keadaan
segar, sedangkan sisanya diolah dalam berbagai bentuk
olahan. Pengolahan ikan yang paling banyak dilakukan di
Indonesia adalah secara tradisional, yaitu dalam bentuk
penggaraman (dan pengeringan), pemindangan, pengasapan
dan ferrnentasi.

Pemindangan merupakan salah satu teknik pengolahan
dan pengawetan ikan yang cukup populer di Indonesia. Hal
ini disebabkan karena ikan pindang umumnya disukai dan
diterima masyarakat mengingat citarasanya yang spesifik.
Dan menurut data Statistik Hasil Perikanan Indonesia
(1984), pengolahan ikan menjadi pindang mempunyai ke-

cenderungan yang terus mengingkat dari tahun ke tahun
Daya awet ikan pindang pada umumnya relatif rendah,
yaitu berkisar 2-7 hari walaupun ada pula beberapa ikan
pindanq yang dapat awet sampai satu bulan. Hal ini disebabkan karena walaupun pengolahan pindang telah dilakukan
dengan proses pemanasan tetapi tidak dikemas dalam wadah
yang bersih dan kedap udara sehingga mudah

mengalami

penurunan mutu.
Daya awet yanq rendah dan sanitasi pindang yang
buruk dapat mengakibatkan terbentuknya senyawa-senyawa
yang tidak dikehendaki

(terutama biogenik amin) yang

dapat mengakibatkan keracunan. Biogenik amin adalah
senyawa amin yang terbentuk sebagai hasil dari proses
dekarboksilasi asam amino bebas yang terdapat di dalam
tubuh ikan. Asam amino histidin, tirosin, triptofan dan
fenilalanin jika

mengalami

proses

dekarboksilasi

akan

menghasilkan senyawa-senyawa biogenik amin, yaitu histamin, tiramin, triptamin dan feniletilamin.
Senyawa biogenik amin yang paling sering terbentuk
pada ikan pindang adalah histamin. Histamin terbentuk

akibat proses dekarboksilasi histidin yang banyak terdapat di dalam tubuh ikan oleh enzim histamin dekarboksilase mikroba.
Menurut Food and Drug Administration (FDA, 1982),
keracunan histamin yang berbahaya akan timbul apabila
seseorang mengkonsumsi makanan dengan kandungan histamin
50 mg/lOO g bahan atau lebih. Gejala-gejala keracunan

histamin ditandai dengan rasa terbakar pada tenggorokan,
muntah-muntah, pusing, bibir bengkak, kejang, mual, muka
dan leher kemerah-merahan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameterparameter yang memegang peranan penting dalam pembentukan
histamin, menentukan metoda pengolahan pindang yang
paling efektif serta mengetahui cara penyimpanan dan lama
penyimpanan maksimal yang masih dapat dilakukan untuk
mendapatkan produk yang aman dikonsumsi dengan cara
mengendalikan dan menekan faktor-faktor pendorong terbentuknya histamin seperti konsentrasi garam, lama pemasakan, cara dan lama penyimpanan produk.

11. TINJAUAN PUSTAKA

A. STRUKTUR IKAN TONGKOL

Ikan tongkol termasuk ke dalam ordo Percomorphi,
famili Scombroidae, genus Euthynnus dan species
thvnnus affinis. Ciri-ciri umum species ini antara
lain bentuk badan yang memanjang seperti torpedo, tak
bersisik kecuali pada korselet dan garis rusuk, berwarna biru kehitaman pada bagian atas, putih pada
bagian bawah dan tot01 hitam di antara bagian dada dan
bagian perut (Anonim, 1979).
Berdasarkan daerah penangkapan dan besarnya, ikan
tongkol termasuk ke dalam golongan pelagik besar yaitu
jenis ikan besar yang hidup di permukaan air laut
(Hadiwiyoto, 1983)

.

Daging ikan tongkol rata-rata mengandung 71.70%
air, 26.00% protein, dan 1.0% lemak (Zaitsev et al.,
1969). Komposisi ikan dapat bervariasi antar spesies,

antar individu dalam satu spesies dan antar bagianbagian dari satu individu ikan. Variasi ini dapat
disebabkan karena pengaruh beberapa faktor, antara
lain umur, laju metabolisme dan aktivitas pergerakan
ikan (Stansby, 1963).
Secara umum daging ikan dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu daging putih dan daging merah. Daging
putih mempunyai kadar protein yang lebih tinggi dan

kadar

lemak

yang

lebih

rendah dibandingkan dengan

daging merah (Stansby, 1963). Daging merah mempunyai
kandungan lemak yang lebih tinggi karena terdapat
"lateral lineu tempat urat syaraf yang dilindungi
lemak (Ma1oen, 1984)

.

Berdasarkan penyebaran daging merah, ikan dapat
digolongkan menjadi tiga tipe yaitu "codu, "mackerelw
dan "frigate mackerel" tergantung pada spesies ikan
(Gambar 1) (Suzuki, 1981). Untuk ikan tongkol, poLa
penyebaran daging merahnya mengikuti tipe "frigate
mackerel".

A. TICodll

B. "Mackereln

C. "Frigate mackerel"

Gambar 1. Tipe penyebaran daging merah ikan
(Suzuki, 1981)

.

B. PROSES PEMINDANGAN

Pindang merupakan hasil olahan ikan dengan cara
kombinasi perebusan atau pemasakan dengan penggaraman.
Pindang digolongkan ke dalam hasil olahan tradisional.
Menurut Ilyas (1979), azas dari pengolahan tradisional
berdasarkan pada proses pengurangan kadar air dan

menciptakan
yang

perubahan-perubahan tertentu pada

dapat menghambat

menjurus

proses penurunan

produk,

mutu

yang

kepada pembusukan bahan mentah akibat

atan-kegiatan enzimatis, kimiawi

dan

kegi-

mikrobiologis.

Perlakuan-perlakuan yang diberikan meliputi

perlakuan

fisik atau kimiawi seperti penambahan atau

perendaman

dalam

larutan

garam

dan

atau

bahan-bahan

organik

lainnya, sehingga dihasilkan produk olahan atau awetan
yang memiliki ciri khusus dalam rupa, flavor, bau
tekstur

atau konsistensi yang mempunyai

daya

dan

tarik

tersendiri bagi konsumen.
Menurut Clucas (1982), pemindangan adalah
perebusan

ikan

dalam air garam pada

proses

temperatur

dan

tekanan normal sehingga dapat menguraikan protein

dan

enzim serta membunuh beberapa bakteri pada daging ikan
sehingga proses pembusukan ikan dapat dikurangi.
Pindang

mempunyai rupa, flavor, bau dan

serta

keawetan yang khas, bervariasi

jenis

ikan,

semuanya

garam, dan

sesuai dengan

lama perebusan

berkaitan dengan teknik dan prosedur

dangan yang
dipindang

kadar

tekstur

dilakukan. Jenis-jenis ikan

adalah jenis ikan pelagis

pemin-

yang

seperti

yang

umum

layang,

selar, japu, tembang, lemuru, kembung, tuna, cakalang,
tongkol, cucut dan petek (Nasran, 1980).
Menurut

Suparno et al.

(1979) dan

Hadiwiyoto

(1983), meskipun pemindangan memerlukan garam dan ikan

pindang

rasanya asin, tetapi pemindangan tidak

digolongkan
untuk

sebagai penggaraman ikan

mendapatkan

yang

produk yang dikenal

dapat

dilakukan

sebagai

ikan

asin. Perbedaan spesifik antara pemindangan dan

peng-

garaman adalah adanya proses perebusan di dalam pemindangan (Hadiwiyoto, 1983).
Ditinjau

dari cara perebusan ikan dalam
prakteknya pemindangan

suasana

bergaram,

dalam

ini

dapat

dibedakan

atas dua kelompok, yaitu pemindangan

garam

(pindang badeng) dan pemindangan air garam atau

yang

lebih dikenal dengan sebutan pindang naya.
Pada pemindangan air garam, ikan yang sudah

siap

.

Tiap

dipindang

disusun dalam wadah keranjang (naya)

naya hanya berisi tiga sampai lima ekor ikan. Beberapa
naya

disusun

menjadi satu lalu dimasukkan

larutan garam yang telah dididihkan
sampai

selama

satu jam. Sedangkan pemindangan

dilakukan

ke

dalam

setengah

dengan

dengan cara menyusun ikan yang

garam

telah

siap

dipindang ke dalam wadah paso.
Di

antara susunan ikan tersebut ditaburi

garam.

Setelah paso penuh, kemudian diisi air secukupnya
dipanaskan
1983).

selama empat sampai enam jam

Umumnya

langsung

pada pindang

badeng,

(Hadiwiyoto,

wadah

perebus

digunakan sebagai wadah penjualan produk

pasar-pasar.

dan

di

Pindang

badeng

dapat memiliki

daya

awet

-

lebih lama pada suhu kamar, hingga sekitar 1
apabila

disimpan dengan

baik

tertutup

rapat

dalam wadah.

biasanya

kurang

bersih dan

permukaannya

terdapat

dalam

yang

3 bulan

keadaan

tetap

Penampakan produk

ini

mengkilap, karena

endapan-endapan

pada

lemak

dan

kotoran hasil rebusan. Bentuk fisik ikan kadang-kadang
tidak utuh dan bengkok-bengkok. Rasanya lebih asin dan
Tekstur-

aromanya hampir mendekati aroma ikan kaleng.
nya empuk, lebih kompak, padat dan kesat.

Pindang cue atau naya umumnya memiliki daya
yang relatif singkat (pada suhu kamar), yaitu
dua

awet

sekitar

sampai tiga hari (Nitibaskara, 1980). Produk

umumnya

mempunyai

penampakan yang lebih

bersih

ini
dan

mengkilap,

sedangkan warna spesifik jenis ikan

masih

kelihatan.

Bentuk fisik dari ikan lebih

yaitu

utuh

baik,

dan tidak retak. Rasanya tidak terlalu asin

aromanya

hampir seperti ikan rebus biasa,

dan

teksturnya

lebih kenyal dan lembab.
Garam

yang

masuk

ke dalam

daging

ikan

dapat

mencegah atau mengurangi kegiatan bakteri. Konsentrasi
garam

antara 6-101 dalam jaringan ikan akan

mencegah

aktivitas bakteri pembusuk, dan dapat mengurangi kadar
air

dalam

tubuh

(Clucas, 1982)

.

ikan

selama proses

penggaraman

Kemungkinan

adanya

rekontaminasi oleh

mikroba

juga dapat terjadi selama pengemasan, penyimpanan
Berdasarkan cara-cara pengolahan

distribusi.
penjualan
adanya

dan

selama

ini tidak mungkin

kontaminasi produk

mengangin-anginkan produk

karena
di

dan

dapat

dihindari

adanya

kebiasaan

udara

terbuka,

cara

pengemasan serta penggunaan peralatan dan tempat

yang

tidak higienis (Ilyas dan Hanafi, 1978).
Jenis-jenis kerusakan yang terdapat pada
badeng

umumnya

disebabkan oleh infestasi

bakteri

halofilik.

pindang

naya

Sedangkan

pindang

jamur

dan

jenis kerusakan pada

(pindang cue) umumnya

disebabkan

oleh

bakteri pembusuk dan pembentuk lendir (Anonim, 1988).
Saat

proses

didominasi

pembusukan berlangsung, produk
(90%) oleh bakteri Micrococcus

umumnya

z.(Heru-

wati et al., 1985).
Pada kondisi di daerah tropis seperti
umumnya
berkadar

terlihat
air

bahwa

produk

pindang

tinggi dan berkadar garam

segera mengalami

pelendiran

di

Indonesia,
yang

masih

rendah

samping

akan

tumbuhnya

kapang (Ilyas dan Hanafiah, 1978).
Dari hasil penelitian mengenai daya awet pindang,
diketahui bahwa
terutama

produk

ini

sangat cepat membusuk

disebabkan karena adanya pertumbuhan

(Suparno et

al., 1979). Sedangkan menurut

Suzuki and Kurata (1977), kapang yang

kapang

Ichinoe,

banyak

tumbuh

pada

produk-produk

perikanan

dari

Jepang

dan

Asia

Tenggara adalah dari genus Eurotium sp.
Menurut Hadiwiyoto (1983), hasil pemindangan

air

garam biasanya tahan kira-kira tiga sampai empat hari.
Sedangkan hasil pemindangan garam tahan kira-kira enam
sampai tujuh hari setelah paso dibuka.
C.

HISTAMIN

Kimata

(1961) dalam Orejana

adanya histamin pada

bahwa

(1984) menyatakan

daging

ikan

berkaitan

dengan "Scombroid Poisoning", sehingga histamin
digunakan

dapat

sebagai indikator adanya suatu toksin

dalam

tuna, mackerel (kembung) dan ikan-ikan sejenis tuna
lainnya. Istilah "Sc~mbroid~~
adalah merupakan
yang

istilah

umum digunakan untuk menyebut ikan yang

alami

telah mengandung senyawa toksin.

dalam

kelompok

ini

adalah

ikan

secara

Termasuk

tongkol,

ke

kembung,

cakalang, tuna, bonito dan skipjack.
Ikan

uscombroid8vsegar seperti

tuna, cakalang,

kembung dan sejenisnya pada hakekatnya tidak
dung

histamin

terjadi

dalam otot dagingnya,

mengan-

tetapi

setelah

pembusukan atau dekomposisi ikan ini

mengan-

dung histamin (Pan, 1984). Geiger (1948) dan Geiger et
al. (1945) dalam Kimata (1961) menunjukkan bahwa

ikan

segar mengandung histamin sangat sedikit tetapi

jum-

lahnya meningkat setelah ikan itu mati. Adanya bakteri

pembusuk
kadang

pada

tuna dan "scombroid"

disertai

dengan

lainnya kadang-

pembentukan histamin

tingkat tinggi pada jaringan ikan yang dapat

dalam

dimakan

(Hillig, 1950 dalam Taylor, 1983).
Ada

dua macam histidin dalam daging ikan, yaitu

histidin
Yang

bebas

dan histidin

terikat dalam

protein.

dapat mengalami dekarboksilasi menjadi

histamin

hanya histidin
bebas
---- (Kimata, 1961). Sedangkan menurut
Pan (1984), ikan-ikan yang suka
berpindah-pindah
seperti

tuna, cakalang dan kembung, jaringan

mengandung
amino

histidin

bebas

bebas yang

tinggi.

ototnya

Kadar

pada beberapa jenis ikan dapat

asam

dilihat

pada Tabel 1.
Histamin pada ikan dibentuk melalui proses dekarboksilasi
terdapat

histidin
dalam

oleh

enzim

jaringan

yang

ikan atau

secara
oleh

alami

aktivitas

bakteri. Pembentukan histamin oleh enzim yang terdapat
secara

alami dalam jaringan daging

ikan

berlangsung

selama proses autolisis. Proses dekarboksilasi histidin menjadi histamin dapat dilihat pada Gambar 2.
CH -CH-COOH

histidin
dekarboksilase

I
=I
Histidin

I
I - ( ~ *2-NH2
~)

L

Gambar 2. Reaksi pembentukan histamin.

Histamin

Menurut
dikandung
yang

Kimata

oleh ikan dipengaruhi oleh

terdapat

umumnya

(1961), jumlah histamin

pada ikan

meningkat

tersebut.

sesuai

dengan

bakteri yang

jumlah
Jumlah

yang

bakteri
histamin

tingkat kebusukan

ikan.

Banyak

dilaporkan menghasilkan

enzim

histidin dekarboksilase, tetapi

hanya

Proteus

morsanii, Klebsiella ~neumoniaedan Havnia alvei

yang

baru diketahui menghasilkan histamin dalam jumlah yang
cukup

berarti

(jumlah yang dapat menyebabkan

kera-

cunan).
Autolisis daging mulai berlangsung secara

bioki-

mia segera setelah ikan mati, terutama pada daging

di

sekitar rongga perut. Setelah fase rigor mortis, enzim
dalam perut ikan aktif menguraikan komponen ikan
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada

yang
rasa,

warna, tekstur, bau dan rupa ikan (Ilyas, 1983)
Bakteri
terdapat

pembentuk histamin umumnya lebih

pada

jaringan

jeroan mungkin
karena

banyak

otot, insang dan jeroan. Isi

merupakan

sumber dari

bakteri
bebas

jaringan otot ikan segar biasanya

ini
dari

mikroorganisme (Shewan, 1962).
Kecepatan proses autolisis dipengaruhi oleh suhu.
Pada

suhu rendah proses autolisis dapat

tetapi
enzim

diperlambat

tidak dapat dihentikan sama sekali.
dapat

dikontrol dan dikendalikan

Aktivitas

dengan

pendinginan, penggaraman, pengeringan dan

cara

pengasaman

atau dapat dihentikan dengan cara pemasakan pada
tertentu (Ilyas, 1983)

suhu

.

Aktivitas bakteri pembentuk histamin

dipengaruhi

suhu dan waktu inkubasi. Tiap-tiap spesies mem-

oleh

punyai suhu optimum yang berbeda (Behling dan
1982).

Selain itu, menurut Kimata dan

Taylor,

Kawai

(1953)

dalam Kimata (1961) produksi histamin dipengaruhi pH
lingkungan.

Bakteri yang

aktif

suasana

pada

Kimata,

mendekarboksilasi

asam

(Kimata dan

histidin

Kawai

1961). Menurut laporan Igarashi dalam

dalam
Kimata

(1961), histamin tidak diproduksi pada suhu lebih dari
30°c dan suhu optimalnya adalah 27-28O~.
Menurut Taylor dan Speckhard (1983), bakteri yang
memproduksi
ikan

tuna

menghambat

histamin
beku,

tidak berhasil

dengan

demikian

diisolasi

pembekuan

pembentukan histamin. Pada

dari
dapat

jaringan

ikan

yang "dithawingH, produksi histamin terhambat. Hal ini
dapat

disebabkan

oleh

rusaknya

bakteri

pembentuk

histamin selama proses pembekuan dan thawing

(Kimata,

1961). Sedangkan pemanasan 60°c akan membunuh

bakteri

pembentuk

histamin

sehingga mencegah

pembentukan

senyawa tersebut (Hibiku dan Simidu, 1959).
Jumlah histamin yang dihasilkan melalui aktivitas
enzim sangat rendah bila dibandingkan dengan
yang

histamin

dihasilkan oleh aktivitas bakteri selama proses

pembusukan berlangsung. Produksi histamin

dipengaruhi

oleh suhu dan pH lingkungan. Di bawah kondisi

optimum

jumlah maksimum

melalui

autolisis

tidak

(Kimata, 1961)

histamin

yang

melebihi

dihasilkan

10-15

mg/100

g

daging

.

Pembentukan

histamin

setiap

species

berbeda,

tergantung pada kandungan histidinnya (Tabel I),

tipe

dan banyaknya bakteri yang mengkontaminasi, serta suhu
pasca

panen

yang menunjang

pertumbuhan

dan

reaksi

mikroba (Pan, 1984). Menurut Staruskiewez (1977) dalam
Orejana
otot

(1984), jumlah histamin yang terbentuk

daging dapat berbeda-beda tergantung

cies, komposisi bakteri, penanganan

dan

dalam

dari

spe-

penyimpanan

ikan.
Behling
teri

penghasil histamin dapat

dikelompokkan menjadi

spesies yang mampu memproduksi histamin dalam
besar

(lebih dari

100 mg/lOO ml)

dalam

Broth

inkubasi

kurang dari 24 jam dan spesies yang

mg/100

(TFIB) pada suhu di atas

histamin

dalam jumlah kecil

48 jam. Dari hasil

Fish

1 5 O ~ , lama
mempro-

(kurang dari

ml) setelah diinkubasi pada suhu

lebih dari

jumlah

Tuna

Infusion

duksi

bak-

dan Taylor (1982) melaporkan bahwa

30°c

penelitian

25

selama

ini

maka

P. morqanii, K, pneumoniae dan E- aeroqenes termasuk
penghasil

histamin yang banyak, sedangkan H,

E. coli dan
-

C,

alvei,

freundii menghasilkan sedikit histamin.

Tabel 1. Kadar asam
(mg/loo g)

bebas beberapa jenis ikan
*Bmino
.
Jenis ikan

Asam
amino

Tongkol
(Euthvnnus
affinis)

Cakalang
(Katsuwonus
pelamis)

Tuna bermata
besar (Thun-'
nus obesus)

Taurin
65
Aspartat
3
Threonin
10
Serin
6
Prolin
8
Glutamat
20
Glisin
10
26
Alanin
Va 1in
9
Metionin
6
Ileusin
5
Leusin
9
Tirosin
4
3
Fenilalanin
Lisin
48
Histidin
1090
*)

Sumber : Konosu dan Yamaguchi (1982)
Makanan

dengan

dapat menimbulkan
gejala-gejalanya
mual,

muka

kandungan histamin

reaksi

antara

yang

tinggi

alergi atau keracunan yang

lain

sakit kepala, kejang,

dan leher kemerah-merahan, tubuh

gatal, mulut dan kerongkongan terasa terbakar,

gatalbibir

membengkak, badan lemas dan muntah-muntah (Eitenmiller
et al., 1982).
Henry

(1960) membagi tingkat keracunan histamin

menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. keracunan tingkat lemah apabila mengkonsumsi 8-40
mg histamin

2. keracunan sedang apabila mengkonsumsi 70-1000 mg
histamin
3. keracunan kuat apabila mengkonsumsi 1500-4000 mg

histamin
Menurut FDA (Food and Drug Administration,

1982)

keracunan histamin yang berbahaya akan terjadi apabila
seseorang mengkonsumsi makanan dengan kandungan histamin lebih dari 50 mg/100 g.
Amerika Serikat menetapkan jumlah maksimum histamin
20

yang

boleh

dikandung

oleh

ikan

tuna

adalah

mg/100 g daging. Swedia menganjurkan bahwa

batas

maksimum jumlah histamin yang boleh terdapat pada ikan
yang akan dijual adalah 20 mg/100 g daging,

sedangkan

batas

maksimum

Switzerland
histamin
10

membuat

di dalam produk ikan yang dikalengkan yaitu

mg/100

g ikan dan dalam

Chekolowakia
dalam

undang-undang

undang-undang

sementara

ditetapkan bahwa batas maksimum histamin

makanan

adalah

40 mg/100

g

yang

diturunkan

menjadi 20 mg/100 g.
Dari
Penelitian

hasil penelitian yang dilakukan oleh
Teknologi Perikanan mengenai

Balai

kandungan

histamin pada beberapa jenis produk ikan yang terdapat
di

pasar-pasar

pada

beberapa

kandungan
(Tabel 2).

di Jakarta dan

sekitarnya, ternyata

jenis produk melebihi

histamin

yang

batas

maksimum

direkomendasikan oleh

FDA

Tabel 2. Kandu~ganhistamin pada beberapa jenis produk
ikan )

.

Jenis Produk

Histamin (mg % )

Jambal (Tachvsurus
Peda (Rastrelliqer
Petis
Terasi
Saus ikan lokal
Saus ikan Taiwan
Udang kering
Dendeng udang
Cumi-cumi asin
Pindang kembung
Pindang tongkol

*)

Hasil penelitian BPTP, Jakarta (1984)

D. GARAM SEBAGAI PENGAWET

Menurut Zaitsev et. al. (1969), secara umum garam
terdiri dari

39.39% natrium dan 60.61%

klorida,

di

dalam pengolahan ikan biasanya garam digunakan sebagai
bahan

pengawet

kemurnian
Terdapatnya

dan pemberi rasa.

garam

Sebagai

sangat mempengaruhi

zat-zat lain yang tercampur

pengawet,

mutu

ikan.

dalam

garam

(terutama garam-garam magnesium, sulfat, kotoran
lain-lain)

menimbulkan akibat yang kurang

baik

dan
pada

produk penggaraman (Moeljanto, 1982).
Garam dapat mengandung kurang lebih 90% NaCl
kandungan yang lain berupa Ca, Mg dan Fe dalam
garam-garam

klorida. Komposisi

dilihat pada Tabel 3.

garam

dapur

dan

bentuk
dapat

18
Tabel 3. Komposisi garam dapur * )
Jenis analisa

Kadar ( % )

Air
Ca
Mg
NaCl
Kotoran
*)

Joedawinata (1976)
Menurut Frazier dan Westhoff (1978), garam

seba-

gai bahan pengawet berfungsi menaikan tekanan osmotik,
sehingga menyebabkan terjadinya plasmolisis pada
mikroorganisme,
terbentuknya

dehidrasi dan bersifat

ion

racun

sel

akibat

klorida, serta menyebabkan

sel

mikroorganisme menjadi peka terhadap C02- Konsentrasi
garam

yang

tinggi dalam larutan

atau

adonan

dapat

menghambat kegiatan enzim proteolitik.
Penggaraman

merupakan

kombinasi

dari

proses

fisika

dan kimia, yaitu penetrasi garam ke dalam

ringan

daging

yang

ikan dan keluarnya air

menghasilkan

mengalami

perubahan berat.

penggaraman,

penurunan

dari

Pada

berat

ja-

jaringan
ikan

yanq

menunjukkan

berhasilnya proses penggaraman, karena merupakan hasil
reaksi

antara

garam

dan

ikan

(Voskresenky,

1965 ;

Zaitsev et. al., 1969).
Menurut Silliker et. al. (1980), penambahan garam
pada

bahan

makanan akan menurunkan

air.

Beberapa

molekul air bergabung

nilai

aktivitas

dengan

ion-ion

garam tersebut, sehingga air tidak dapat lagi digunakan
sebagai media reaksi dan aktivitas mikroba.
Zaitsev et. al. (1969), garam tidak hanya
plasmolisis, tetapi juga dapat

Menurut

menyebabkan

menghambat

aktivitas.

enzim dalam mengubah inti protein.
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi efektivitas penggaraman adalah konsentrasi garam, kemurnian
garam, suhu

penggaraman, ketebalan daging

ikan

dan

kesegaran ikan (Moeljanto, 1982).
Enzim-enzim
terdenaturasi
sehingga

yang terdapat di dalam

oleh

konsentrasi garam

daging
yang

kehilangan fungsi enzimatiknya

ikan

tinggi
(Winarno,

1983). Sehingga proses autolisis oleh aktivitas

enzim

hidrolitik dapat dihindari.
Tarr

(1962) dan Zaitsev (1969) menyatakan

bahwa

pemanasan dengan suhu yang lebih besar dari 60'~
setiap proses pemasakan akan menyebabkan

pada

terjadinya

denaturasi protein dan keluarnya air dari daging ikan,
dan ha1 ini juga merupakan penghambat penetrasi

garam

ke dalam daging ikan.
Namun
Borgstrom
yang

Klaveren

dan

Legendre

(1957) menyatakan bahwa

a

dalam

penggunaan

garam

(1957)

terlalu tinggi konsentrasinya juga dapat

babkan produk memiliki rasa pahit yang tajam,
mudah

rusak dan berwarna seputih kapur

menyetekstur

karena

makin

banyaknya Ca dan Mg dalam produk dari garam yang dipakai.
Kegiatan

enzim autolisis serta bakteri

pembusuk

dapat dicegah pada pengolahan ikan dengan cara
dangan,

yaitu merebus ikan dalam air garam

di

peminbawah

tekanan udara normal (Nitibaskara dan Sukarsa, 1979).

111. METODE PENELITIAN

1. Pindang

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini
ikan

tongkol abu yang diperoleh dari

Pasar

Kebon

Jahe. Sedangkan garam yang digunakan juga dibeli di
Pasar

Anyar dengan merk "Flipperw yang

merupakan

garam dapur beryodium.
Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
pada

jerami kering yang digunakan

sebagai

alas

waktu pemasakan pindang, juga diperoleh

dari

Pasar Anyar.
2. Bahan kimia.
Bahan kimia yang digunakan meliputi NaOH, HC1,
Na2C03, TCA, H2S04, formaldehid, HgO, K2S04,
hol,

alko-

metil merah, metilen biru, KOH, resin Amber-

lite, CH3COOH, CH3COONa, asam asetat, p-nitroanilin, NaN02, methanol, petroleum benzen, AgN03 serta
K2Cr03,

enzim pepsin dan

pankreatin serta

kertas

saring Whatman 42 diperoleh dari laboratorium

PAU,

AP4

toko

dan laboratorium jurusan TPG, atau

bahan kimia di sekitar Bogor.

dari

B. ALAT

Alat-alat yang digunakan diperlukan adalah

panci

untuk memasak pindang (badeng) yang dibeli dari

pasar

di

Pelabuhan Ratu, kompor gas, baskom,

seperangkat

alat gelas, alat destruksi dan destilasi, tanur, oven,
soxhlet, pH-meter, timbangan, desikator, alat

sentri-

fuge serta buret dan shaker.
C.

METODE

penelitian

ini meliputi dua tahap yaitu

peneli-

tian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan :
a. survei lapang tentang cara pengolahan ikan pindang
di daerah Pelabuhan Ratu.
b. survei lapang tentang tata cara penanganan dan penyimpanan produk ikan pindang di berbagai pasar di
daerah Bogor (Pasar Anyar, Pasar Gunung Batu, Pasar
Ramayana serta Pasar Bogor).
c. Analisis

kandungan histamin pada berbagai

jenis

produk pindang yang ada di pasar.
Sedangkan

pada

penelitian

lanjutan dilakukan

buatan

ikan

pindang tongkol secara higienis

metode

yang

dimodifikasi dari

dilakukan

kadar air, kadar

dengan

lapang,

abu,

lalu

pH,

kadar

lemak, protein, TVN dan TMA, kadar garam, daya

cerna

in vitro
--

analisa

survei

pem-

serta analisa kandungan histamin.

I. Perlakuan

Perlakuan yang diberikan pada pembuatan

ikan

pindang tongkol adalah sebagai berikut :
A. Konsentrasi garam
A 1 : 20%
A2 : 25%
B. Lama pemasakan

B1 : 30 menit
B2 : 6 0 menit
B3 : 90 menit

C. Cara penyimpanan produk pada suhu kamar
C1 : dibungkus kertas
C2 : dibiarkan terbuka

D. Lama penyimpanan
Dl : 0 hari
D2 : 2 hari

Cara

pembuatan

ikan

pindang

tongkol

digunakan dalam penelitian ini seperti yang
hat pada Gambar 3.

yang
terli-

ikan segar

I

1

disiangi dan dicuci

I

1

dilumuri garam (A)

I

1

dibiarkan selama 3 jam

I

1

disusun dalam badeng

I

1

tambahkan air lalu direbus (B)

l

air rebusan dibuang dan disisakan sedikit

I

1

dikukus selama 30 menit

I

1

ditiriskan

I

i
dikemas (C)

I

4.

disimpan (D)
Gambar 3. Skema pembuatan ikan pindang tongkol.
11. Pengamatan
1. Kadar Air (AOAC, 1980)

Cawan kosong dikeringkan di oven pada
1 0 5 ~selama
~
30 menit, lalu

suhu

didinginkan dalam

desikator dan ditimbang beratnya. Sampel

ditim-

bang seberat 5 gram di dalam cawan tersebut lalu
dimasukkan ke dalam oven selama 6 jam pada

suhu

1 0 5 ~ ~Sampel
.
dan cawan didinginkan dalam

desi-

kator lalu ditimbang.
a
% Kadar air =

-

b

x 100%

a

2.

a

=

berat sampel sebelum dioven

b

=

berat sampel setelah dioven

Kadar Abu (AOAC,

Cawan

1980)

pengabuan dikeringkan

30 menit pada suhu

selama

dalam

oven

105Oc, didinginkan

dalam desikator lalu ditimbang. Ditimbang sampel
sebanyak 3-5 gram di dalam cawan lalu diletakkan
dalam

tanur

hingga

pada

diperoleh

suhu 5 5 0 ~selama
~
abu berwarna

putih

4-5

jam

keabuan.

Dinginkan dalam desikator lalu ditimbang.
berat abu (g)

x 100%

% Kadar abu =

berat sampel (g)

Sampel ditimbang seberat 5 gram lalu

dima-

sukkan ke dalam gelas piala 50 ml dan

ditambah

aquades

magnetic

45 ml, kemudian diaduk dengan

stirrer selama 15 menit dan diukur pH-nya dengan
menggunakan pH meter.

4 . Kadar Garam (metode abu)

Hasil

dari analisa abu

diencerkan

hingga

ml dengan aquades, lalu dipipet 10 ml

100

ditambahkan

indikator Kalium

tetes kemudian

Chromat

dititrasi dengan

5%

AgN03

dan
1-2

N

0,l

standar.
ml AgN03 x N AgN03 x 5,846 x fp
%

x 100%

NaC1 =
berat sampel

(g)

5 . Kadar Lemak (AOAC, 1980)

Labu soxhlet yang akan digunakan
kan

dikering-

dalam oven lalu ditimbang beratnya.

Sampel

yang telah kering ditimbang sebanyak 5 gram lalu
dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke
dalam labu soxhlet. Kemudian ditambahkan
leum

benzen sebanyak 120 ml dan

petro-

dilakukan

ek-

straksi lemak selama 5 jam. Pelarut yang ada

di

dalam labu soxhlet kemudian didestilasi dan labu
dikeringkan dalam oven kemudian ditimbang.
berat labu akhir
%

-

berat labu awal

x 100%

Lemak =
berat sampel

6.

Kadar P r o t e i n (AOAC, 1980)

Ditimbang

1.01

-

0.02 gram

sampel,

lalu

masukkan ke dalam labu Kjeldahl 50 ml. Tambahkan

2

gram K2S04 serta HgO (1:l) dan 2.0

ml

pekat. Sampel didestruksi hingga menjadi

H2S04
cairan

berwarna hijau bening kemudian didinginkan.
Sampel

yang

telah dingin

dibilas

dengan

destilasi

aquades lalu dimasukkan ke dalam alat

serta ditambahkan 10 ml NaOH pekat. Sampel

kemu-

dian didestilasi dan destilat ditangkap dengan 5
ml Asam Borat jenuh yang telah diberi 2-4
indikator
dalam

(campuran 2 bagian metil

alkohol dan 1 bagian metilen

tetes

merah

0.2%

biru

0.2%

dalam alkohol). Destilat ditampung hingga mencapai 50 ml.
Destilat kemudian dititrasi dengan menggunakan

KC1

0.02

N

yang

telah

distandarisasi

hingga berwarna merah muda.
(titran-blanko) x N HC1 x 14.007

% N =

x 100%

berat sampel (g)
%

protein

= %

N x 6.25

7. Kadar TVN dan TMA (AOAC, 1980)

~itimbang100 gram sampel lalu

ditambahkan

300 ml TCA 5% dan digiling dengan waring blender
sampai homogen. Ekstrak TCA kemudian
dengan penyaringan atau sentrifuge.

dipisahkan

Dipipet 5 ml ekstrak TCA lalu
~estilat ditangkap
standar.

dengan

didestilasi.

15 ml

HCl

0.01

Ditambahkan dua tetes indikator

M

merah

fenol (0.1 g merah fenol dengan 2.84 ml NaOH 0.1
M yang diencerkan menjadi 100 ml dengan aquades)
lalu dititrasi dengan NaOH 0.01 M standar hingga
titik akhir.
Tambahkan 1 ml formaldehid 16% untuk setiap
10

ml

campuran sesudah titrasi

yang

pertama,

kocok, kemudian titrasi lagi dengan NaOH 0.01
standar

.
14(300+W) x (15-V1) x 0.01

100

x

TVN (mg/100 g) =

M

5

14(300+W) x V2 x 0.01

TMA (mg/100 g ) =

100
x

5

M

14 = bobot atom nitrogen
V1 = volume NaOH 0.01 M yang dibutuhkan untuk

titrasi I
M

=

berat sampel

W

=

jumlah air yang ada dalam bahan (g)

V2 = volume NaOH 0.01 M yang dibutuhkan

untuk titrasi 11.

M

8. Daya Cerna In Vitro (metode Pepsin-Pankreatin)

Dalam suatu tabung sentrifuge disuspensikan
250

mg

sampel ke dalam 15 ml HCl

mengandung

0.1

1.5 mg pepsin. Kemudian

N

yang

diaduk-aduk

dalam shaker bersuhu 37'~ selama 3 jam.
Suspensi kemudian dinetralkan dengan

NaOH

0.5 N lalu ditambahkan 4 mg pankreatin dalam 7.5
ml

buffer fosfat 0.2 M pH 8.0

yang

mengandung

0.005 N Sodium Azide. Campuran kemudian

diaduk-

aduk dalam shaker suhu 37OC selama 24 jam.
Residu
sentrifusi
menit).

padatan

dipisahkan

(20 000 x g,

Kemudian dicuci

suhu
5

dengan

cara

~ O C selama

kali dengan 30

aquades (untuk setiap kai pencucian,

5
ml

supernatan

dipisahkan dengan cara sentrifusi).
Akhirnya
filter

residu disaring

dengan

(1.2 mikron), dikeringkan dan

Milipore
dianalisa

kadar nitrogennya dengan metode Kjeldahl.
N t o t a l sampel

-

N t o t a l residu

DC p r o t e i n =

x 100%

N t o t a l sampel

(%)

9. Histamin (Hardy and Smith, 1976)

Bahan kimia yang digunakan :

-

Garam

diazonium

ditambah

:

0.4

gr

p-nitroanilin

dengan 0.2 gr NaN02 yang terlarut

dalam aquades.
sampai

500

digunakan

Diencerkan dengan methanol

ml.

Untuk

bagian

9

larutan
larutan

diazonium
di

atas

ditambah 1 bagian HC1 pekat.

-

Larutan buffer asetat 0.2 N, pH 4.63.
11.43 ml CH3COOH diencerkan dengan aquades

sampai volume
Natrium

1 liter.

asetat

.

aquades

Kemudian

dilarutkan

Selanjutnya

16.6

dalam

1

dicampur

gr

liter
dengan

perbandingan 1:l.

-

Amberlite resin,

Chromatography Grade

CG-50

type 100-200 mesh.
Prosedur analisa.
10-25 gr contoh daging ikan ditambah dengan
100

ml

larutan TCA 2.5%,

diblender

selama

2

menit, kemudian disaring.
1 gr Amberlite resin dimasukkan ke dalam 10

ml 0.2 N larutan buffer, kemudian dimasukkan
dalam

kolom Chromatography lalu

dicuci

ke

dengan

150 ml larutan buffer.

75

larutan

ml larutan ekstrak
1

dinetralkan dengan

N KOH, kemudian dialirkan

ke dalam

kolom Chromatography (9-10 tetes per menit).
Kolom
lautan

kemudian dicuci lagi dengan

buffer

asetat

(kolom jangan

150

ml

sampai

kering) lalu dielusi dengan 25 ml larutan 0.2

N

HC1

untuk mengabsorpsi histamin.

Untuk

blanko

digunakan larutan TCA 2.5% dengan prosedur

yang

sama .
Ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 15
ml

larutan Na2C03 5% ditambahkan 1

ml

elusi,

kemudian didinginkan dalam air

water

bath),

diazonium
tabung

lalu ditambah

2

larutan
es

ml

yang telah dingin. Setelah

(ice

larutan
dicampur,

reaksi tersebut dibiarkan pada suhu

OOC

selama 10 menit. Kemudian OD histamin ditentukan
pada panjang gelombang 495 nm dan besarnya kadar
histamin

dihitung

dari

contoh.

Adapun

rumus

untuk menghitung kadar histamin adalah :

Kadar histamin (mg%)

=

Y
25
100
100
-x -x - x100
1
75
a

dimana y = 43.6995~+ 0.3789
x = besarnya resapan histamin pada

spec-

trofotometer
a

Rancangan
tian

ini

=

.

berat sampel (gr)

percobaan yang digunakan dalam

adalah

rancangan acak

lengkap

peneli-

faktorial

yijkl

=

u

+

+

(ABD)ijl + (BCD)jkl + (ACD)ijk + (ABCD)ijkl

Ai + Bj + Ck + Dl + (AB)ij + (AC)ik +
(AD)il + (BC)jk + (BD)jl + (CD)kl + (ABC)ijk

+

Em(ijkl)

Keterangan :
Yijkl

=

hasil pengamatan dari perlakuan A taraf ke-i,
perlakuan B taraf ke-j, perlakuan C taraf ke-k
dan perlakuan D taraf ke-1.

u

=

Ai
Bj

pengaruh nilai tengah umum

= pengaruh perlakuan A pada taraf ke-i (i = 1,2)
=

pengaruh perlakuan B pada taraf ke-j

(j = 1,2,3).
Ck
1

=

pengaruh perlakuan C pada taraf ke-k (k

=

1,2)

= pengaruh perlakuan D pada taraf ke-1 (1 = 1,2)

(AB)ij

=

pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i
dengan B taraf ke-j.

(AC)ik

=

pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i
dengan C taraf ke-k.

(AD)il

=

pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i
dengan D taraf ke-1.

(BC)jk

=

pengaruh interaksi perlakuan B taraf ke-j
dengan C taraf ke-k.

(BD)jl

=

pengaruh interaksi perlakuan B taraf ke-j
dengan D taraf ke-1.

(CD)kl

=

pengaruh interaksi perlakuan C taraf ke-k
dengan D taraf ke-1.

(ABc)ijk

=

pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i,
dengan

perlakuan B taraf ke-j

dan

dengan

perlakuan C taraf ke-k.
(ABD)ijl

=

pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i,
dengan perlakuan B taraf ke-j dan dengan
perlakuan D taraf ke-1.

(BCD)jkl

=

pengaruh interaksi perlakuan B taraf ke-j,
dengan perlakuan C taraf ke-k dan dengan
perlakuan D taraf ke-1.

(ACD)ikl

=

pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i,
dengan perlakuan C taraf ke-k dan dengan
perlakuan D taraf ke-1.

(ABCD)ijkl = pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i
dengan perlakuan B taraf ke-j dengan perlakuan C taraf ke-k dan dengan perlakuan
D taraf ke-1.
Em(ijkl)

=

pengaruh kesalahan dari perlakuan A taraf
ke-i, perlakuan B taraf ke-j, perlakuan
C taraf ke-k, perlakuan D taraf ke-1 dan
dan ulangan ke-m (m = 1,2).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN
1.

Survei Lapang Tentang Cara Pengolahan
Pelabuhan Ratu (Jawa Barat).
Pengamatan

lapang dilakukan di

Pindang

empat

lokasi

yang berbeda di daerah Pelabuhan Ratu dengan

jenis

ikan yang berbeda pula. Pada lokasi pertama
lah

ikan pindang dari

sejenis

mengolah

panjang

Lokasi kedua mengolah

ikan tembang

dan

mengo-

"yellow-finu yaitu

ikan tuna dengan ukuran

satu meter.
jenis

jenis

di

bandeng.

berkisar

pindang
Lokasi

ikan pindang dari jenis tuna

dari

ketiga

"skipjacktt

sedangkan lokasi keempat mengolah pindang dari ikan
tongkol dan cengker.
Jenis
empat
atau

pengolahan

pindang yang

dilakukan

lokasi tersebut adalah jenis pindang
pindang

paso.

Sebagai

langkah

di

badeng

awal

dalam

proses pembuatan pindang adalah mempersiapkan kuali
serta

alat-alat

lain yang digunakan.

sesungguhnya merupakan

ember

dari

Kuali

seng

yang

dengan

diameter 50 cm dan tingginya 30 cm tersebut dialasi
dengan

potongan kayu lalu dilapisi dengan

bambu.

Hal ini dimaksudkan untuk

anyaman

mencegah

langsung antara ikan dengan dasar kuali yang
menyebabkan ikan menjadi hangus.

kontak
dapat

Pada

lokasi pertama, ikan "yellow-fin" dipo-

tong-potong,

dicuci dengan air PAM

dan

dibungkus

dengan kertas telepon, kemudian disusun dalam kuali
yang berkapasitas 45 kg. Setelah itu ditaburi garam
sebanyak
dan

5 kg, ditambahkan air sebanyak 1.5

dimasak dalam kuali selama kurang

ember

lebih

lima

jam.
Pada lokasi pengamatan kedua, pembuatan produk
ikan

pindang

tidak

selalu

dilakukan

karena

disesuaikan dengan hasil tangkapan ikan dari
nelayan

yang

dijual di

para

Tempat Pelelangan Ikan

Pelabuhan Ratu.
Ikan tembang setelah dicuci (tidak dibuang isi
perutnya
disusun
dua

karena ukuran ikan terlalu
dalam kuali yang telah

ekor

ikan

tembang diberi

kecil),

lalu

disiapkan.

Setiap

alas

bambu,

daun

kemudian barulah disusun dalam kuali. Setiap

lapis

ikan dalam kuali ditaburi garam hingga total

garam

yang digunakan untuk satu kuali adalah 5 kg.
Setelah kuali penuh dengan ikan tembang, pada
bagian

atas lalu ditutup dengan kertas semen yang

sebelumnya sudah dibasahi dan dimasak selama
jam.

Pada

kuali untuk ikan

tembang,

di

tiga

bagian

tengahnya ditancapkan bambu atau sebatang pipa yang
untuk lebih meratakan panas karena

pipa

atau bambu tersebut berlubang-lubang sehingga

jika

berfungsi

air yang mendidih dikocok dengan lidi melalui

pipa

tersebut, maka air akan menyiram dan mengenai

ikan

hingga ke lapisan teratas.
Jika yang dipindang adalah ikan bandeng, garam
yang digunakan dicampur lagi dengan kunyit sebanyak
114 kg, lalu proses pemindangan yang dilakukan sama

seperti pada ikan tembang, hanya saja untuk

setiap

ekor bandeng dibungkus dengan kertas telepon

hala-

man kuning.
Pada

lokasi pengamatan yang

ketiga,

ikan

dikeluarkan jantungnya saja dan isi perutnya

tidak

dibuang, lalu dicuci dan disusun dalam kuali
telah

dipersiapkan.

diberi

garam

Setiap

lapis

hingga total garam

yang

ikan kemudian
yang

digunakan

untuk satu kuali adalah 10-11 kg. Kemudian ditambah
air satu ember dan dimasak selama 5 jam.
Pada
tongkol

lokasi pengamatan yang
yang

Pelelangan

terakhir,

digunakan diperoleh

ikan

Tempat

dari

Ikan Pelabuhan Ratu, sedangkan cengker

diperoleh dari Muara Baru Jakarta.
Untuk ikan tongkol, ikan yang datang

langsung

dicuci dengan air garam tanpa dibuang isi perutnya.
Konsentrasi garam yang digunakan adalah sekitar 3-4
kg

garam

memiliki
dengan

untuk satu ember, sedangkan
kapasitas

air

garam,

6 liter

air.

ikan tongkol

satu

Setelah
lalu

ember
dicuci

dibungkus

dengan

kertas telepon dan langsung

kuali.

Berbeda

bandeng,

pada

dengan

ikan

disusun

tembang

ikan tongkol tidak

dalam

dan

ikan

ditaburi

qaram

setiap lapisan. Namun setiap 4 lapisan

untuk

tongkol,

ditambahkan gula 114 kg

untuk

ikan

menambah

rasa gurih.
Setelah kuali penuh dengan ikan tongkol,

lalu

ditambahkan air sebanyak satu ember, ditutup denqan
dua lapis kertas semen basah lalu dimasak 112 jam.
Setelah
(dimasak

mencapai

30-40

kondisi

menit), air

setengah

yang

matang

terdapat

kuali lalu dikeluarkan dengan jalan membuka
yang terdapat di dasar kuali. Air buangan
ditampunq

dalam ember lain

lalu

dalam
sumbat

tersebut

disiram-siramkan

lagi pada pindang. Selama perlakuan tersebut, tutup
kuali yang terbuat dari kertas semen dibuka dan api
tungku dimatikan.
Setelah
kertas

itu kuali ditutup

kembali

semen basah lalu diatas kertas semen

dengan
dila-

pisi denqan garam sebanyak 2 kg yang disebar merata
dan pemasakan dilanjutkan hingga 2.5-3 jam berikutnya.

Sementara itu, air yang terdapat dalam

terus dibuang hingga habis, kemudian lubang

kuali
disum-

bat kembali.
Untuk
telah

mengetahui apakah pindang

yang

matang atau belum, parameter yang

dibuat

digunakan

adalah lapisan garam pada tutup kuali. Jika lapisan
garam

di

mengeras

atas
serta

kertas

semen

terbentuk

telah

kering

lubang-lubang

dan

pecahan

lapisan garam, maka proses pemasakan telah cukup dan
pindang telah matang.
Setelah matang, tanpa membuka lapisan garam di
atas

kertas semen, kuali ditutup lagi dengan

pan,

diikat

seperti

dan siap

dipasarkan.

Dalam

nam-

ko