Di sisi lain, begitu besar dampak buruk yang ditimbulkan akibat perusakan hutan ini. Misalnya konflik lahan antara masyarakat di sekitar hutan dengan pihak
perusahaan. Dan secara umum, masyarakat adat lah yang terusir dari tanahnya sendiri akibat alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan kawasan pertambangan.
Pemerintah tetap berpihak kepada pemilik modal. Konflik lahan ini sampai sekarang terus terjadi, dan bisa makin meluas ketika tidak diselesaikan secara
tuntas. Jika penyelesaiannya tetap menggunakan sisi legal formal atau hukum positif, maka bisa dipastiakan, masyarakat adat akan tetap menjadi pihak yang
kalah dan persoalan tidak akan selesai. Hal ini dapat kita lihat dalam penyelesaian kasus Mesuji yang hingga hari ini berjalan di tempat. Sialnya, masyarakat adat
yang tergusur dari tanahnya akibat konflik sumber daya hutan, tidak mendapatkan kompensasi apa pun dari negara. Selain menimbulkan konflik, perusakan hutan
tentu akan menghadirkan bencana alam banjir, erosi, tanah longsor, pemanasan global, hilangnya flora dan fauna, yang berdampak buruk bagi kehidupan. Jika
kita melihat efek jangka panjang, maka kerugian akibat kerusakan hutan sangat jauh lebih besar daripada keuntungan dari eksploitasi hutanRivel,2015.
Dan sekali lagi perlu ditekankan, keuntungan dari pengurasan kekayaan hutan tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang konglomerat yang sifatnya
jangka pendek. Kontribusi yang mereka berikan untuk perekonomian nasional dan bagi kesejahteraan rakyat di sekitar hutan tidak sebanding dengan kekayaan
melimpah yang mereka peroleh. Justru negara dirugikan karena pengelakan pajak hutan. Hal itu sudah sangat jelas bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.
Anehnya, di saat hutan kita sedang dalam krisis, justru pemerintah pusat dan daerah saling melempar tanggng jawab. Bahkan lebih parahnya, sejumlah
pemerintah daerah mengusulkan alih fungsi hutan menjadi areal penggunaan lain kepada Kementerian Kehutanan. Di Sumatera Utara misalnya, pemerintah daerah
mengusulkan perubahan status hutan seluas 564.200,36 hektar untuk menjadi kawasan bukan hutan Kompas, 1642012. Ini menjadi sebuah pertanyaan besar,
siapa yang berkepentingan di balik ini. Jika ini dikabulkan, maka kerusakan hutan akan semakin parah Rivel,2015.
2.4 Dampak Yang Ditimbulkan dari Pengalihan Fungsi Hutan Menjadi Kebun Kelapa Sawit
Proses alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit semakin banyak dilakukan, karena melakukan investasi perkebunan kelapa sawit mendapatkan
keuantungan yang sangat besar. Bahkan banyak kasus yang terjadi dimana perusahaan-perusahaan hanya menggunakan perkebunan kelapa sawit sebagai
tameng untuk mengambil kayu hutan Soerjani, 2007.Dampak yang terjadi akibat alih fungsi hutan sangatlah besar, baik bagi lingkungan, flora, fauna dan akhirnya
berdampak sendiri terhadap masyarak luas.
Dampak Pengalihan Hutan Menjadi Perkebunan Sawit terhadap Lingkungan dan masyarakat
Ekspansi perkebunan kelapa sawit yang merambah hutan bahkan telah memasuki lahan-lahan basah, seperti gambut membuat emisi CO
2
semakin meningkat. Bahkan tercatat bahwa Penebangan hutan merupakan sumber terbesar
kedua dalam meningkatkan level CO
2
karbon diokasida di atmosfer Padahal menurut Protokol Kyoto, hutan dapat dijual karena 1 hektar hutan dapat menyerap
250 – 300 ton CO
2
, jadi jika dijual 1 ton CO
2
bernilai US 5. Secara ekologis sistem monokultur pada perkebunan kelapa sawit telah merubah ekosistem hutan,
hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan hujan tropis, serta plasma nutfah. Selain itu juga mengakibatkan hilangnya sejumlah sumber air, sehingga
memicu kekeringan, peningkatan suhu, dan gas rumah kaca yang mendorong terjadinya bencana alam. Perkebunan kelapa sawit mengakibatkan berkurangnya
kawasan resapan air, sehingga pada musim hujan akan mengakibatkan banjir karena lahan tidak mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air. Soerjani,
2007. Pembukaan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan besar menggunakan peralatan berat akan menyebabkan pemadatan tanah. Dengan sistem monokultur juga mengakibatkan tanah lapisan atas top soil
yang subur akanhilang akibat terjadinya erosi. Dalam kultur budidaya, kelapa sawit merupakan tanaman yang rakus air dan unsur hara. Kelapa sawit setiap
harinya membutuhkan air sebanyak 20 – 30 liter pohon.Dengan demikian secara perlahan perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan permukaan air tanah.
Untuk masyarakat sendiri bencana alam seperti banjir, dan tanah longsor yang disebabkan oleh alih fungsi hutan secara langsung maupun tidak langsung
disebabkan kegiatan manusia, semuanya memberikan konsekuensi ekonomi serius pada wilayah yang terkena. Ketika hutan hilang atau terdegradasi, maka
demikian juga tradisi dan matap encaharian masyarakat lokal yang didasarkan pada habitat tersebut. Pola hidup dan dalam kasus ekstrem, kehidupan
masyarakat mungkin akan teracam.
Dampak Pengalihan Hutan Menjadi Perkebunan Sawit terhadap Fauna dan Flora
Hutan merupakan suatu kesatuan ekosisitem.Peralihan fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit berarti merubah atau merusak sebuah kesatuan
ekosistem.Perubahan ekosistem hutan juga berdampak pada flora dan fauna. Kelapa sawit merupakan tanaman yang rakus akan unsur hara, sehingga
diperlukan pemupukan yang memadai. Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan akan menyebabkan residu dan mematikan organisme tanah. Selain itu
dalam pemeliharaan kelapa sawit yang dilakukan secara intensif menggunakan banyak pestisida untuk penanggulangan hama dan penyakit. Hal ini
mengakibatkan adanya residu pestisida dan membunuh spesies lainnya yang akan mengganggu keseimbangan rantai mahluk hidup
Perubahan tata guna lahan atau alih fungsi hutan menyebabkan hilang nya habitat alami baik bagi fauna maupun flora.Habitat yang rusak menyebabkan
dampak – dampak negative yang cukup serius.Kerusakan habitat merukan ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati. Hewan tidak lagi memiliki tempat
yang cukup untuk hidup baik berlindung, mencari makan, bermain dan berkembang biak. Dan ini mengacu terhadap mati nya berbagai jenis hewan yang
akan berakhir dengan kepunahan dari berbagai spesies. Indrawan, 2007 Alih fungsi lahan juga mengakibatkan konflik antar satwa, seperti
perebutan wilayah, daerah jelajah, sumber air dan sumber makanana karena hutan yang semakin menyempit. Konflik satwa dengan manusiapun tak bisa
dihindari.Karena kehilangan habitatnya Sering terjadi hewan liar seperti gajah, harimau, babi hutan, masuk kedaerah tinggal manusia merusak lahan pertanian
dan perumahan penduduk, bahkan mengakibatkan korban jiwa bagi masyarakat. Alih fungsi hutan menyebabkan perubahan iklim yang cukup tinggi. Hal
ini berdampak buruk bagi kehidupan Flora dan Fauna baik yang mendiami hutan tersebut maupun tidak. Perubahan Iklim berdampak pada pada temperatur dan
curah hujan. Hal ini mengakibatkan beberapa spesies tidak dapat menyesuaikan diri, terutama spesies yang mempunyai kisaran toleransi yang rendah terhadap
fluktuasi suhu. Pengurangan Habitat dan perubahan iklim dan akan menyebabkan pergeseran dalam siklus yang reproduksi dan pertumbuhan dari jenis-jenis
organisme, sebagai contoh migrasi burung terjadi lebih awal dan menyebabkan proses reproduksi terganggu karena telur tidak dapat dibuahi. Perubahan iklim
juga dapat mengubah siklus hidup beberapa hama dan penyakit, sehingga akan terjadi wabah penyakit Surakusumah, 2011.
Dan yang terakhir, Indonesia mempunyai satwa dan flora endemik, atau satwa dan flora asli dari Indonesia seperti, Harimau Sumatra, Orang Utan
Sumatra, Orang Utan Kalimantan, Anggrek Hitam, Raflesia Arnoldi, dan lain lain. Jika habitat alami dari flora dan fauna tersebut hilang karena alih fungsi, maka
hewan dan tumbuhan endemic tersebut pun akan terancam langka dan akhirnya bisa menyebabkan kepunahan. Hal tersebut mengurangi kekayaan hayati bangsa
kita ini.
2.5 Gagasan dan Solusi yang Dapat Ditawarkan