Analisis Determinan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Di Kabupaten Labuhanbatu

(1)

ANALISIS DETERMINAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN

PADI MENJADI TANAMAN KELAPA SAWIT

DI KABUPATEN LABUHANBATU

TESIS

Oleh

GARGARAN SIREGAR

087018047/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

ANALISIS DETERMINAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN

PADI MENJADI TANAMAN KELAPA SAWIT

DI KABUPATEN LABUHANBATU

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

GARGARAN SIREGAR

087018047/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PADI MENJADI TANAMAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN LABUHANBATU

Nama Mahasiswa : Gargaran Siregar Nomor Pokok : 087018047

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Dr. Rahmanta, M.Si) (Rahmad Sumanjaya, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Februari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Rahmanta, M.Si

Anggota : 1. Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si 2. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec 3. Dr. Murni Daulay, M.Si


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul:

“ANALISIS DETERMINAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PADI

MENJADI TANAMAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN

LABUHANBATU”.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 18 Februari 2011 Yang membuat pernyataan


(6)

ANALISIS DETERMINAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PADI MENJADI TANAMAN KELAPA SAWIT

DI KABUPATEN LABUHANBATU

Gargaran Siregar, Dr. Rahmanta, M.Si dan Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu.

Dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan alat bantu untuk mengolah data digunakan program SPSS versi 18.0. Metode penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu purposive sampling dengan metode analisis digunakan metode Ordinary Least Squares (OLS). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa data langsung yang dikumpulkan melalui wawancara dengan responden dan menggunakan alat yaitu kuisioner atau daftar pertanyaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu.

Kata Kunci: Alih Fungsi Lahan, Pendapatan, Modal Kerja, Total Produksi dan Jumlah Tenaga Kerja.


(7)

ANALIZE OF DETERMINANT CHANGING RICE FIELD FUNCTION TO BE THE LAND OF PALM OIL IN LABUHANBATU REGENCY

Gargaran Siregar, Dr. Rahmanta, M.Si and Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si

ABSTRACT

The purpose of this study I to analize the influences of the incoming, the working capital, the total of production, and total labor in changing rice field function to be the land of palm oil in Labuhanbatu Regency.

In this study the writer uses multiple linear regression modul with helping tools for the data processing that used by spss programs verse 18.0. The methode of this study use nonprobability sampling method that is a purposive sampling by ordinary least squares (OLS) analizing method. The data that use in this study is primer data which collected directly through interview to the respondents, questionnaires and table of questions.

The result of this study shows that the incoming, working capital, total of productions and total labor are positive and significant influences in changing function of rice field to be palm oil land in Labuhanbatu Regency.

Keywords: Changing of Land Function, Incoming, Working Capital, Total Production and Total Labor.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan karunia-Nya dan memberikan kekuatan serta segala kemudahan dalam menghadapi setiap masalah hidup, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Analisis Determinan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi Menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur dan Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc dan Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS selaku Wakil Direktur I dan Wakil Direktur II Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera


(9)

Utara atas kesempatan saya menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan saya untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister.

4. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si dan Bapak Rahmad Sumanjaya, M.Si selaku Pembimbing yang telah memberikan perhatian dan dorongan melalui bimbingan dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh para Guru Besar, Dosen dan Staf Administrasi pada Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana USU.

6. Sembah sujud penulis kepada kedua orang tua saya Bapak Sutan Raja Aman Siregar dan Ibunda Nur Mala Tanjung yang terus memberikan doa, kasih sayang serta mendukung dan memberikan semangat untuk menyelesaikan studi magister ini.

7. Terima kasih kepada istri tercinta Irma Rosnani Nasution, SE dan anak-anakku tersayang, Sia Marinta br. Regar, Rasima br. Regar, Raja Ammar Panusunan Siregar, Haluan Habincaran Siregar yang selalu memberikan doa, motivasi dan dukungan baik berupa moral maupun material, sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.

8. Terima kasih kepada kedua orang tua mertua saya Bapak Muhammad Ramli Nasution dan Ibu Nurfirma br. Simanjuntak yang telah memberikan motivasi dan dukungan baik moral maupun material dalam penyelesaian studi ini.


(10)

9. Terima kasih kepada Bapak Bupati dan Bapak Wakil Bupati Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu beserta jajarannya yang telah membantu penulis dalam menghimpun data di lapangan, sehingga selesainya tesis ini.

10. Teman-teman khususnya angkatan XVI yang telah bersama-sama menambah ilmu selama masa perkuliahan dari awal sampai akhir.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu dan memberikan dorongan baik langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan tesis ini senantiasa penulis harapkan. Wassalam………..

Medan, Februari 2011 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Gargaran Siregar

2. Gelar Raja : Sutan Panusunan Siregar 3. Agama : Islam

4. Tempat/Tgl. Lahir : Padangri/25 Desember 1965 5. Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

6. Nama Orang Tua

Ayah : Sutan Raja Aman Siregar Ibu : Nur Mala Tanjung 7. Pendidikan

a. SD. Negeri No. 112253 Sibadar/Marsonja : Lulus Tahun 1977 b. SMP. Negeri Langga Payung : Lulus Tahun 1981 c. SMA. Negeri 2 Bilah Hulu Rantauprapat : Lulus Tahun 1984 d. Universitas Medan Area Fak. Ekonomi : Lulus Tahun 1990 f. Sekolah Pascasarjana USU Medan : Lulus Tahun 2011

A. PENGALAMAN PEKERJAAN

1. Di Bidang Pemerintahan:

a. 1994 – 1996 Staf Kota Administratif Rantauprapat.

b. 1996 – 1997 Mantri Polisi Pamong Praja Kec. Torgamba. c. 1997 – 1999 Kepala Urusan Kesejahteraan Kec. Panai Hilir.


(12)

d. 1999 – 2000 Kepala Sub Seksi Tenaga Pendidikan Keguruan Dinas Pendidikan Kabupaten Labuhanbatu.

e. 2000 – 2001 Kasi. Bina Usaha Dinas Perikanan Kabupaten Labuhanbatu.

f. 2001 – 2006 Kepala Sub Bidang Informasi Data Kepegawaian Badan Kepegawaian Kabupaten Labuhanbatu.

g. 2006 – Sekarang Kepala Bagian Administrasi Perekonomian Sekretariat Kabupaten Labuhanbatu.

2. Di Bidang Swasta:

a. 1990 – 1992 Karani Honorer di PKS Sei Garo Pekan Baru Riau, PTPN V Sei Karang.

b. 1992 – 1994 Kepala Tata Usaha dan Guru SMEA Yayasan Perguruan H. Sutan Oloan Helvetia Medan.

c. 2001 – 2006 Guru SMP Guppi Kabupaten Labuhanbatu. d. 2003 – 2005 Dosen UT UBJJ Rantauprapat.

e. 2001 – 2011 Dosen Universitas Islam Labuhanbatu.

f. 2007 – 2010 Ketua Jurusan Manajemen Universitas Islam Labuhanbatu.


(13)

B. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

a. 1999 Pendidikan Administrasi Umum Lanjutan Depdagri di Rantauprapat.

b. 1999 Pendidikan Kursus Manajemen Proyek Provsu di Rantauprapat. c. 2000 Pendidikan Kewirausahaan Hasil Perikanan oleh BPKPI Belawan

di Medan.

d. 2001 Pelatihan TOT Out Bound oleh Depdagri di Bogor. e. 2002 Pelatihan Rencana Strategis oleh BPKP di Rantauprapat. f. 2003 Pelatihan Balakar oleh Pemda di Rantauprapat.

g. 2004 Pendidikan Pimpinan III/SPAMA Depdagri di Bukit Tinggi. h. 2006 Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemkab Labuhanbatu

di Rantauprapat.

i. 2006 Pelatihan Revitalisasi Ekonomi Kerakyatan oleh Ikatan Sarjana Katolik di Medan.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Teori Produksi ... 11

2.2 Hubungan Antara Faktor-faktor Produksi ... 15

2.3 Pengaruh Faktor Produksi Tanah Pertanian ... 17

2.4 Faktor Modal Pertanian.... ... 19

2.4.1 Pembentukan Modal... 22

2.4.2 Modal dari Kredit ... 23

2.5 Faktor Tenaga Kerja Pertanian ... 24

2.6 Konsep Pendapatan ... 26

2.7 Alih Fungsi Lahan Pertanian ... 29

2.8 Konsep Tanaman Kelapa Sawit ... 33

2.9 Penelitian Sebelumnya ... 35

2.10 Kerangka Konseptual... 37

2.11 Hipotesis Penelitian………. 38

BAB III. METODE PENELITIAN... 40

3.1 Ruang Lingkup Penelitian……….. 40

3.2 Lokasi Penelitian……….... 40

3.3 Jenis dan Sumber Data ………... 40

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian……….. 41


(15)

3.4.2 Sampel Penelitian………... 41

3.5 Model Analisis………... 43

3.6 Metode Analisis………... 44

3.7 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit)... 44

3.8 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 44

3.8.1 Uji Multikolinearitas... 45

3.8.2 Uji Heteroskedastisitas... 46

3.8.3 Uji Normalitas... 47

3.8.4 Uji Linieritas... 49

3.9 Definisi Operasional... 50

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Deskripsi Wilayah Kabupaten Labuhanbatu ... 52

4.1.1 Wilayah dan Iklim ... 53

4.1.2 Kependudukan ... 54

4.1.3 Penggunaan Lahan ... 55

4.1.4 Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Tanaman Padi ... 56

4.1.5 Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit ... 58

4.2 Karakteristik Petani Responden ... 58

4.2.1 Luas Lahan Petani... 59

4.2.2 Pendapatan Petani ... 61

4.2.3 Modal Kerja Petani ... 64

4.2.4 Total Produksi Petani ... 67

4.2.5 Jumlah Tenaga Kerja Petani ... 69

4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan ... 72

4.4 Peran Kontrol Pemerintah Daerah ... 75

4.5 Pemilihan Model Terbaik ... 78

4.6 Analisis Determinan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi Menjadi Tanaman Kelapa Sawit ... 79

4.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 84

4.7.1 Uji Multikolinearitas ... 84

4.7.2 Uji Heteroskedastisitas ... 85

4.7.3 Uji Normalitas ... 86

4.7.4 Uji Linieritas ... 89

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... .... 90

5.1 Kesimpulan ... .... 90

5.2 Saran………... ... .... 91


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1 Luas Lahan Pertanian Padi di Sumatera Utara……….. 3 1.2. Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara………….... 4 1.2 Perkembangan Luas Lahan, Produksi Padi dan Kelapa Sawit

Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2003-2007...………... 7 3.1. Lokasi Penelitian dan Sample Size……….………... 42 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Labuhanbatu per Kecamatan Tahun 2007... 53 4.2 Jumlah Komposisi Penduduk Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2007.... 55 4.3 Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Tanaman Padi Selama

Tahun 2003-2007... 56 4.4 Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit

Selama Tahun 2003-2007... 58 4.5 Luas Lahan Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Sebelum dan Sesudah

Alih Fungsi Lahan………. 59 4.6 Luas Lahan Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Berdasarkan

Distribusi Frekuensi Relatif……… 60 4.7 Pendapatan Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Sebelum dan Sesudah

Alih Fungsi Lahan……….. 61 4.8 Jumlah Pendapatan Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Berdasarkan

Distribusi Frekuensi Relatif... 62 4.9 Modal Kerja Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Sebelum dan Sesudah

Alih Fungsi Lahan... 65 4.10 Modal Kerja Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Berdasarkan


(17)

4.11 Total Produksi Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Sebelum dan

Sesudah Alih Fungsi Lahan... 67

4.12 Total Produksi Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Berdasarkan Distribusi Frekuensi Relatif... 68

4.13 Jumlah Tenaga Kerja Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Sebelum dan Sesudah Alih Fungsi Lahan... 69

4.14 Jumlah Tenaga Kerja Petani Sampel Alih Fungsi Lahan Berdasarkan Distribusi Frekuensi Relatif... 70

4.15 Alasan Responden Melakukan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi Menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu ... . 72

4.16 Pemilihan Model Terbaik... 78

4.17 Hasil Uji Multikolinearitas ... 85

4.18 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 86

4.19 Hasil Uji Normalitas... 88


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1.1 Perkembangan Luas Lahan Tanaman Padi dan Tanaman Kelapa

Sawit Tahun 2003-2007………... 7

1.2 Perkembangan Produksi Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007 ………... 7

2.1 Hubungan Total Produksi, Marginal Produksi dan Rata-rata Produksi ………...……… 12

2.2 Kurva Isoquant ………..……….… 14

2.3 Kerangka Konseptual……….. 38

4.1 Penggunaan Lahan di Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2007... 55

4.2 Persentase Distribusi Luas Lahan Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007... 60

4.3 Persentase Distribusi Pendapatan Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007... 63

4.4 Persentase Distribusi Modal Kerja Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007... 66

4.5 Persentase Total Produksi Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007... 68

4.6 Persentase Jumlah Tenaga Kerja Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007 ... 70


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ……… 96

2. Tabulasi Data Petani Sebelum Alih Fungsi Lahan ………... 100

3. Tabulasi Data Petani Setelah Alih Fungsi Lahan ... 102

4. Hasil Regresi Linier Berganda ……… 104

5. Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas ……… 105

6. Hasil Uji Asumsi Klasik Heterokedastisitas ……….. 106

7. Hasil Uji Asumsi Klasik Normalitas……… 107

8. Hasil Uji Asumsi Klasik Linieritas ………. 108

9. Peta Wilayah Kabupaten Labuhanbatu ... 109

10. Hasil Regresi Menggunakan Berbagai Model dengan Output SPSS ver. 18.0……….. 110


(20)

ANALISIS DETERMINAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PADI MENJADI TANAMAN KELAPA SAWIT

DI KABUPATEN LABUHANBATU

Gargaran Siregar, Dr. Rahmanta, M.Si dan Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu.

Dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan alat bantu untuk mengolah data digunakan program SPSS versi 18.0. Metode penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu purposive sampling dengan metode analisis digunakan metode Ordinary Least Squares (OLS). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa data langsung yang dikumpulkan melalui wawancara dengan responden dan menggunakan alat yaitu kuisioner atau daftar pertanyaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu.

Kata Kunci: Alih Fungsi Lahan, Pendapatan, Modal Kerja, Total Produksi dan Jumlah Tenaga Kerja.


(21)

ANALIZE OF DETERMINANT CHANGING RICE FIELD FUNCTION TO BE THE LAND OF PALM OIL IN LABUHANBATU REGENCY

Gargaran Siregar, Dr. Rahmanta, M.Si and Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si

ABSTRACT

The purpose of this study I to analize the influences of the incoming, the working capital, the total of production, and total labor in changing rice field function to be the land of palm oil in Labuhanbatu Regency.

In this study the writer uses multiple linear regression modul with helping tools for the data processing that used by spss programs verse 18.0. The methode of this study use nonprobability sampling method that is a purposive sampling by ordinary least squares (OLS) analizing method. The data that use in this study is primer data which collected directly through interview to the respondents, questionnaires and table of questions.

The result of this study shows that the incoming, working capital, total of productions and total labor are positive and significant influences in changing function of rice field to be palm oil land in Labuhanbatu Regency.

Keywords: Changing of Land Function, Incoming, Working Capital, Total Production and Total Labor.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia. Namun seiring perkembangan zaman dan dinamika gerak langkah pembangunan serta pertumbuhan jumlah penduduk, eksistensi lahan mulai terusik. Salah satu permasalahan yang cukup terkait dengan keberadaan tanaman padi adalah makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

Sebagian besar alih fungsi lahan yang terjadi beralih menjadi tanaman kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit dalam 10 tahun terakhir mengalami booming dengan beberapa alasan terutama kebutuhan investasi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Faktor pendukung di luar itu adalah tekanan terhadap pengurangan bahan bakar fosil secara global. Dengan paradigma pertumbuhan ekonomi, pemerintah melihat bahwa perkebunan kelapa sawit mampu menyerap tenaga kerja dan menghasilkan devisa negara dari pajak.

Ekspansi perkebunan kelapa sawit pada saat ini telah meluas hampir ke semua kepulauan besar di Indonesia. Selama 19 tahun terakhir, ekspansi perkebunan kelapa sawit mencapai rata-rata 315.000 Ha/tahun. Sampai saat ini Indonesia memiliki kurang lebih 7 juta hektar lahan yang telah ditanami kelapa sawit. Di luar itu, sekitar 18 juta hektar hutan telah dibuka atas nama ekspansi perkebunan kelapa sawit.


(23)

Sumatera Utara sebagai salah satu sentral perkebunan kelapa sawit di Indonesia menghasilkan rata-rata 1,7 juta ton CPO per tahun. Jumlah ini mencapai

8,23% dari total produksi CPO nasional per tahun. Luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara setiap tahun juga mengalami peningkatan. Peningkatan luas ini

terjadi karena konversi lahan pertanian khususnya sawah, terutama di daerah Langkat, Serdang Bedagai dan Labuhanbatu.

Di sisi lain, perkebunan kelapa sawit menghadirkan ketimpangan kepemilikan, konflik tanah, ancaman ketahanan pangan dan kerusakan ekosistem. Sebagaimana telah dipaparkan, perluasan perkebunan kelapa sawit mencapai rata-rata 315.000 hektar/tahun. Pertambahan luas perkebunan kelapa sawit seiring dengan perubahan dalam hal kepemilikan. Perkembangan menunjukkan bahwa pemerintah tidak lagi menjadi aktor utama dalam pemilikan perkebunan kelapa sawit. Fakta memperlihatkan bahwa kepemilikan maupun perluasan perkebunan kelapa sawit justru dilakukan oleh sektor swasta asing maupun swasta pribumi. Perusahaan- perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut tidak hanya melakukan perluasan tetapi juga melakukan privatisasi perkebunan-perkebunan kelapa sawit milik negara.

BPS (2010) mengatakan konversi lahan akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit setiap tahunnya cenderung meningkat. Di Sumatera Utara sebagai contoh, pada tahun 2005-2006 terjadi pengalihan fungsi lahan pertanian seluas 39.669 hektar atau sekitar 7,55 persen dari luas baku lahan sawah berpengairan di Sumut. Alih fungsi lahan pertanian tersebut terutama terjadi ke sektor perkebunan kelapa sawit dan sub sektor lain di luar sektor pertanian tanaman pangan. Alih fungsi lahan di Sumut


(24)

sebanyak hampir 40 ribu hektar pada 2005-2006 itu terjadi di 13 kabupaten. Daerah yang terbesar mengalami pengalihan fungsi lahan adalah Tapanuli Selatan, Asahan dan Labuhanbatu masing-masing sebesar 10.455 hektar, 7373 hektar dan 6.809 hektar. Di Labuhanbatu, sebagai salah satu wilayah lumbung beras di Sumatera Utara, konversi lahan sawah menjadi perkebunan kelapa sawit rata-rata mencapai 5.000 hektar per tahunnya.

BPS (2010) mengatakan tingginya angka konversi lahan pertanian ke sektor di luar pertanian berdampak pada penurunan produksi padi. Berdasarkan produksi padi periode 1998 - 2006 mengalami penurunan 23% per tahun. Penurunan itu terjadi akibat berkurangnya lahan pertanian padi sebesar 1,13 persen per tahun. Sementara itu, sejak 2007 - 2008, konversi lahan pertanian di Sumatera Utara tumbuh sekitar 4,2 persen. Lahan pertanian tersebut dialihkan ke tanaman keras dan kawasan pemukiman. Luas lahan sawah berpengairan yang beralih fungsi pada tahun 2006 mencapai 280.847 hektar dan tahun 2008 mencapai 278.560 hektar. Kurun waktu 2007-2008, alih fungsi terbesar terjadi di Kabupaten Asahan yang mencapai 6.800 hektar, disusul Nias 6.700 hektar, Serdang Bedagai 2.300 hektar dan Langkat 1.400 hektar.


(25)

Tabel 1.1. Luas Lahan Pertanian Padi di Sumatera Utara

Sumber: BPS, Sumatera Utara Dalam Angka, 2010 (diolah)

Tabel 1.2. Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara

Sumber: BPS, Sumatera Utara Dalam Angka, 2010 (diolah)

Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 di atas dapat dilihat telah terjadi penurunan luas lahan tanaman padi dan peningkatan luas lahan tanaman kelapa sawit. Dapat dikatakan memang pertanian tanaman pangan berjalan terseok-seok dan lebih banyak menunjukkan tren menurun. Padahal, dari kondisi geografisnya, di Sumatera Utara memiliki lahan potensial untuk mengembangkan tanaman pertanian, khususnya padi. Dari gambaran itu jelas terdapat korelasi antara penurunan luas areal tanaman padi dan pertambahan luas perkebunan kelapa sawit. Tidak dipungkiri, cerita indah manisnya penghasilan petani kelapa sawit telah membuat laju konversi lahan semakin cepat.

Alih fungsi lahan pertanian sebagai akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan perubahan pola tanam petani pangan, khususnya

No Tahun Luas (Ha)

1. 2004 826.091

2. 2005 822.073

3. 2006 782.404

4. 2007 750.232

5. 2008 748.540

No Tahun Luas (Ha)

1. 2004 844.882

2. 2005 894.911

3. 2006 1.044.230

4. 2007 1.009.000

5. 2008 1.106.000


(26)

padi. Kawasan yang dahulunya adalah merupakan areal persawahan berubah menjadi areal perkebunan kelapa sawit. Pola tanam padi yang tidak serentak akibat dampak perluasan areal tanaman keras, terutama kelapa sawit membawa resiko bagi petani yang masih bertahan di tanaman padi.

Permasalahan yang mendasar dalam ketahanan pangan adalah konversi lahan pertanian pangan. Semakin sempitnya lahan pertanian pangan yang tersedia, maka semakin sulit bagi petani untuk berproduksi secara optimal. Bagi pemerintah Sumatera Utara, hal ini sangat perlu diperhatikan. Dari sisi kepemilikan lahan, sekitar 37,64 persen dari rumah tangga petani di Sumatera Utara yakni 1.262.421 KK hanya memiliki lahan pertanian di bawah satu hektar atau hanya berkisar 0,5 hektar.

Dampak permasalahan yang lebih luas tersebut termasuk pengaruhnya terhadap kestabilan politik yang diakibatkan oleh kerawanan pangan, perubahan sosial yang merugikan, menurunnya kualitas lingkungan hidup terutama yang menyangkut sumbangan fungsi lahan sawah kepada konservasi tanah dan air untuk menjamin kehidupan masyarakat di masa depan. Dampak dari kehilangan lahan pertanian produktif adalah kehilangan hasil pertanian secara permanen, sehingga apabila kondisi ini tidak terkendali maka dipastikan kelangsungan dan peningkatan produksi akan terus berkurang dan pada akhirnya akan mengancam kepada tidak stabilnya ketahanan pangan di Sumatera Utara.

Diperkirakan minyak kelapa sawit akan menjadi komoditas yang paling banyak diproduksi, dikonsumsi dan paling banyak diperdagangkan di dunia.


(27)

di Indonesia memang, tergantung dari perundang-undangan pemerintah pusat di Jakarta. Tetapi, status otonomi daerah dan aspek ketahanan pangan (padi)

setidaknya dapat dijadikan dasar argumentasi untuk menahan laju ekspansi perluasan lahan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.

Jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, maka sudah merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu untuk mengembangkan sektor-sektor perekonomian yang mempunyai kontribusi dalam pembentukan struktur perekonomian. Di Kabupaten Labuhanbatu sektor-sektor tersebut antara lain yaitu: perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, industri dan perdagangan. Sektor yang paling dominan mewarnai karakteristik perekonomian Kabupaten Labuhanbatu yaitu perkebunan.

Kondisi umum masyarakat Kabupaten Labuhanbatu relatif sama di mana mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah sebagai petani tanaman padi. Namun beberapa tahun terakhir akibat terjadi konversi lahan berubah menjadi petani kebun kelapa sawit.

Alih fungsi lahan juga mengakibatkan kerugian ekologis bagi sawah di sekitarnya, antara lain hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan air

limpasan yang bisa membantu mengurangi banjir. Kerugian itu masih bertambah dengan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh


(28)

tani, penggilingan padi, dan sektor-sektor lainnya. Pertanian tanaman padi merupakan komoditas yang paling banyak menyediakan lapangan kerja dalam sektor pertanian.

Di Kabupaten Labuhanbatu pada kurun waktu lima tahun terakhir terjadi penurunan luas lahan pertanian padi dibandingkan dengan luas lahan perkebunan kelapa sawit rakyat yang mengalami peningkatan. Data perubahan luas lahan dan hasil produksi padi dan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.3 di bawah ini: Tabel 1.3. Perkembangan Luas Lahan, Produksi Padi dan Kelapa Sawit

Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2003-2007

Sumber: LAKIP Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2008 (diolah)

Gambar 1.1. Perkembangan Luas Lahan Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007

No Tahun Luas Padi (Ha)

Produksi Padi (Ton)

Luas Kelapa Sawit (Ha)

Produksi Kelapa Sawit (Ton) 1. 2003 88.333 356.906 295.093 4.590.733 2. 2004 88.170 365.563 303.040 4.487.964 3. 2005 70.704 316.337 342.441 5.149.191 4. 2006 67.109 281.145 361.618 5.867.921 5. 2007 65.127 294.227 371.928 6.676.978


(29)

1.000.000

2.000.000

3.000.000

4.000.000

5.000.000

6.000.000

7.000.000

8.000.000

Gambar 1.2. Perkembangan Produksi Tanaman Padi dan Kelapa Sawit, Tahun 2003-2007

Gambar 1.1 dan Gambar 1.2 di atas dapat terlihat peningkatan luas lahan dan produksi tanaman kelapa sawit yang akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang.

Indikasi bahwa kesenjangan rata-rata laju pertumbuhan luas lahan tanaman padi dengan luas lahan tanaman kelapa sawit disebabkan oleh alih fungsi lahan dari tanaman padi, karena menanam kelapa sawit lebih menguntungkan dari pada menanam padi.

Saat sekarang ini tanaman kelapa sawit merupakan tanaman andalan di Kabupaten Labuhanbatu yang memberikan pendapatan masyarakat yang lebih baik

dan terjamin dibandingkan dengan tanaman pertanian lain seperti padi, karet dan kopi. Oleh karena itu, setiap tahun terjadi alih fungsi lahan pertanian tersebut menjadi kelapa sawit, khususnya di kalangan petani. Selain alih fungsi lahan, juga terjadi peralihan sistem pertanian dari tradisional menjadi semi intensif. Peralihan sistem


(30)

usaha tani tersebut menyebabkan penggunaan modal dalam sistem pertanian semakin intensif, karena dalam perkebunan kelapa sawit aktivitas kegiatan lebih tinggi dibandingkan dengan padi.

Melihat potensi dan fenomena yang ada ini, maka penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu pada saat kondisi sebelum pemekaran.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas tersebut, maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang timbul dalam mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu adalah sebagai berikut:

1. Apakah pendapatan petani kelapa sawit berpengaruh terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu?

2. Apakah modal kerja petani kelapa sawit berpengaruh terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu?

3. Apakah total produksi petani kelapa sawit berpengaruh terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu?

4. Apakah jumlah tenaga kerja petani kelapa sawit berpengaruh terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu?


(31)

1.3. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh pendapatan petani kelapa sawit terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu?

2. Untuk menganalisis pengaruh modal kerja petani kelapa sawit terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu?

3. Untuk menganalisis pengaruh total produksi petani kelapa sawit terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu?

4. Untuk menganalisis pengaruh jumlah tenaga kerja petani kelapa sawit terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu?

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu.


(32)

2. Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhanbatu dalam mengambil keputusan mengenai Rencana Pengembangan Sektor Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu.

3. Bagi penulis untuk menambah wawasan terutama yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit, serta berguna sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya terutama dalam ruang lingkup yang sama.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Produksi

Produksi adalah berkaitan dengan cara bagaimana sumber daya (masukan) dipergunakan untuk menghasilkan produk (keluaran). Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003), produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Lebih lanjut Putong (2002) mengatakan produksi atau memproduksi menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatau barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum.

Produksi juga merupakan suatu kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaatnya atau penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat ini dapat terdiri dari beberapa macam, misalnya faedah bentuk, faedah waktu, faedah tempat, serta kombinasi dari beberapa faedah tersebut di atas. Dengan demikian produksi tidak terbatas pada pembuatan, tetapi sampai pada distribusi. Namun komoditi bukan hanya dalam bentuk output barang, tetapi juga jasa. Menurut Salvatore (2001) produksi adalah merujuk pada transformasi dari berbagai

input atau sumber daya menjadi output beberapa barang atau jasa.

Hubungan antara Produksi Total (TP), produksi rata-rata (AP) dan Produk Marjinal (MP) dalam jangka pendek untuk satu input (input lain dianggap konstan) dapat dilihat pada gambar berikut:


(34)

Gambar 2.1 di atas memperlihatkan bahwa antara titik A dan C adalah pertambahan produksi. Titik C adalah total produksi mencapai maksimum artinya

5 3 2 C1 B1 A1 C B A MP 1 2 TP AP TP AP MP, 1 2 3 4 0 - 1 - 2

1 4 L

L 0 3 4 5 6


(35)

tambahan input tidak lagi menyebabkan tambahan output atau produksi yang semakin berkurang (law of diminishing marginal productivity) marjinal (MP) adalah nol (C1). Sedangkan produksi rata-rata (AP) mencapai maksimum adalah pada saat elastisitas sama dengan 1 dan AP berpotongan dengan MP artinya rata-rata sama dengan tambahan output akibat tambahan 1 unit input produksi, dengan asumsi faktor produksi lain dianggap konstan.

Dalam menggambarkan fungsi produksi dalam dua dimensi dapat menggunakan kurva isokuan. Fungsi produksi menggambarkan kombinasi penggunaan input dan teknologi yang dipakai oleh suatu perusahaan. Pada keadaan teknologi tertentu hubungan antara input dan output tercermin pada funsgi produksinya. Suatu fungsi produksi menggambarkan kombinasi input yang dipakai dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama dapat digambarkan dengan kurva isokuan (isoquant), yaitu kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi faktor produksi yang menghasilkan produksi yang sama.

Isoquant hanya menjelaskan keinginan perusahaan berdasarkan fungsi produksi yang ditentukan, dan tidak menjelaskan apa yang dapat diperbuat oleh perusahaan. Untuk memahami ini kita harus memasukkan faktor biaya kedalam gambar yaitu garis isocost, yang menggambarkan kombinasi biaya berbagai input dengan input konstan dan biaya itu yang tersedia. Apabila dua input yang digunakan dalam proses produksi menjadi variabel yang sering digunakan adalah pendekatan isoquant dan isocost. Isoquant adalah kurva yang menunjukkan kombinasi input yang


(36)

dipakai dalam proses produksi yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama. Jumlah produksi digambarkan oleh pergeseran kurva isoquant, jika suatu perusahaan memutuskan untuk menambah produksinya maka kurva isoquant akan bergeser ke kanan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.2 sebagai berikut: Modal (K)

Gambar 2.2. Kurva Isoquant

Gambar 2.2 mengilustrasikan bahwa ada beberapa proses produksi sehingga kurva isoquant contineu, dan sebenarnya yang ingin dituju oleh setiap perusahaan adalah Titik T, namun untuk mencapai titik tersebut sangat sulit terlaksana dan tidak akan tercapai, karena titik T menggambarkan penggunaan input yang demikian banyak sehingga menciptakan output yang tak terhingga.

0

B A

Q0

Tenaga Kerja (L) KB

KA

TB TA

Q1 Q2


(37)

2.2. Hubungan Antara Faktor-faktor Produksi

Fungsi produksi menghubungkan input dengan output dan menentukan tingkat output optimum yang bisa diproduksi dengan sejumlah input tertentu, atau sebaliknya, jumlah input minimum yang diperlukan untuk memproduksikan tingkat output tertentu. Fungsi produksi ditentukan oleh tingkat teknologi yang digunakan dalam proses produksi. Karena itu hubungan output input untuk suatu sistem produksi merupakan suatu fungsi dari tingkat teknologi pabrik, peralatan, tenaga kerja, bahan baku dan lain-lain yang digunakan dalam suatu perusahaan (Arsyad, 2003).

Menurut Samuelson (2002) fungsi produksi adalah kaitan antara jumlah output maksimum yang bisa dilakukan masing-masing dan tiap perangkat input (faktor produksi). Fungsi ini tetap untuk tiap tingkatan teknologi yang digunakan. Fungsi produksi ditetapkan oleh teknologi yang tersedia, yaitu hubungan masukan/ keluaran untuk setiap sistem produksi adalah fungsi dari karakteristik teknologi pabrik, peralatan, tenaga kerja, bahan dan sebagainya yang dipergunakan perusahaan. Setiap perbaikan teknologi, seperti penambahan satu komputer pengendalian proses yang memungkinkan suatu perusahaan pabrikan untuk menghasilkan sejumlah keluaran tertentu dengan jumlah bahan mentah, energi dan tenaga kerja yang lebih sedikit, atau program pelatihan yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja, menghasilkan sebuah fungsi produksi yang baru.

Pyndick (2001) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini menunjukkan keluaran Q yang dihasilkan suatu unit usaha untuk setiap kombinasi


(38)

masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = f {K, L} ………...……….(2.2.1) Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni modal dan tenaga kerja.

Cobb-Douglas mengatakan salah satu fungsi produksi yang paling sering digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour). Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = ALá Kâ ………...………..(2.2.2) Di mana Q adalah output dari L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan barang modal. A, á (alpha) dan â (beta) adalah parameter-parameter positif yang dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang teknologi semakin maju. Parameter á mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameter â, mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L dipertahankan konstan. Jadi, á dan â masing-masing merupakan elastisitas output dari modal dan tenaga kerja. Jika á + â = 1, maka terdapat tambahan hasil yang konstan atas skala produksi, jika á + â > 1 terdapat tambahan hasil yang meningkat


(39)

atas skala produksi dan jika á + â < 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang menurun atas skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Salvatore, 2006).

Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat dirumuskan bahwa faktor-faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan tingkat pendapatan suatu usaha produksi. Ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja serta modal peralatan yang merupakan input dalam kegiatan produksi perkebunan kelapa sawit dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan yang mungkin diperoleh.

2.3. Pengaruh Faktor Produksi Tanah Pertanian

Dalam suatu proses produksi sangat perlu diperhatikan faktor-faktor produksi yang ada, tanpa salah satu dari ketiga faktor produksi tersebut proses produksi tidak dapat berjalan. Selain itu pengaruh suatu manajemen yang baik dapat mendukung proses produksi tersebut. Petani tradisonal sekalipun sebenarnya juga butuh manajemen dalam menjalankan usaha taninya, tetapi tidak dalam yang betul-betul dengan administrasi yang lengkap dan tertib, baik mengenai perencanaan, pelaksanaan, pengaturan sarana dan prasarana (Daniel, 2002).

Pengusaha pertanian selalu didasarkan atau dikembangkan pada luasan lahan pertanian tertentu, meskipun akhir-akhir ini dijumpai pula pengusaha pertanian yang tidak semata-mata dikembangkan pada luasan lahan tertentu pada sumber daya lainnya seperti media air.


(40)

Pentingnya faktor produksi tanah bukan saja dilihat dari segi luas dan sempitnya lahan, tetapi juga segi yang lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan sebagainya) dan tofografi (tanah dataran pantai, dataran rendah dan dataran tinggi), pemilikan tanah, nilai tanah, fragmentasi tanah dan konsolidasi tanah (Soekartawi, 1993).

Faktor produksi tanah terdiri dari beberapa faktor alam lainnya, seperti air, udara, temperatur, sinar matahari, dan lainnya. Semua secara bersama-sama menentukan jenis tanaman yang dapat diusahakan atau sebaliknya jenis tanaman tertentu untuk dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi, tentunya menghendaki jenis tanah tertentu, air dengan pengaliran tertentu, suhu udara dan kelembaban.

Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Seringkali dijumpai makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan semakin tidak efisienlah lahan tersebut. Sebaliknya pada luasan lahan yang sempit, upaya pengusahaan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercukupi dan tersedianya modal juga tidak terlalu besar, sehingga usaha pertanian seperti ini sering lebih efisien. Meskipun demikian, luas lahan yang terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien pula (Soekartawi, 1993).

Kesuburan lahan pertanian juga menentukan produktivitas tanaman. Lahan yang subur akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada lahan yang tingkat kesuburan rendah. Kesuburan lahan pertanian biasanya berkaitan dengan


(41)

struktur dan tekstur tanah. Struktur tanah dan tekstur tanah ini pada akhirnya juga menentukan macam tanah. Misalnya tanah liat, grumosol, alluvial dan sebagainya.

Struktur tanah pertanian dan pola pemilikan tanah perlu diaplikasikan pada sasaran ganda, peningkatan produksi pangan dan penyebaran distribusi keuntungan dan kemajuan di bidang agraria (Todaro, 2000).

2.4. Faktor Modal Pertanian

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan dunia pertanian, maka semakin beragam pula orang dalam mendefinisikan atau memberikan pengertian terhadap modal yang kadang kala satu sama lain bertentangan tergantung dari sudut mana meninjaunya.

Modal adalah sejumlah uang yang digunakan untuk mengelola dan membiayai kegiatan pertanian setiap bulan/setiap hari. Di mana di dalamnya terdapat ongkos untuk pembelian sumber-sumber produksi yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu/opportunity cost dan untuk menggunakan input yang tersedia. Kemudian di dalam ongkos juga terdapat hasil atau pendapatan bagi pemilik modal yang besarnya sama dengan seandainya petani menanamkan modalnya di dalam sektor ekonomi lainnya dan pendapatan untuk tenaga kerja sendiri.

Struktur modal merupakan salah satu kebutuhan yang kompleks karena berhubungan dengan keputusan pengeluaran keuangan lainnya. Untuk mencapai tujuan perusahaan dalam memaksimalisasi kekayaan pemilik, manager keuangan


(42)

harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami hubungannya dengan resiko, hasil atau pengembalian dan nilai perusahaan.

Untuk menciptakan struktur modal yang optimal, pengalokasian modal yang tepat antara modal sendiri dan modal dari luar sangat penting untuk memaksimalkan penggunaan modal perusahaan. Pengeluaran biaya modal yang minimum dan struktur keuangan yang maksimum merupakan struktur modal yang optimal.

Menurut Von Bohm Bawerk (dalam Daniel, 2002), arti modal atau kapital adalah segala jenis barang yang dihasilkan dan dimiliki masyarakat yang disebut dengan kekayaan masyarakat. Sebagian kekayaan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan sebagian lagi digunakan untuk memproduksi barang-barang baru dan inilah yang disebut modal masyarakat.

Sedangkan menurut Manurung (2007) dalam membangun sebuah bisnis dibutuhkan sebuah dana atau dikenal dengan modal. Bisnis yang dibangun tidak akan berkembang tanpa didukung dengan modal. Sehingga modal dapat dikatakan jadi jantungnya bisnis yang dibangun tersebut. Biasanya modal dengan dana sendiri memberikan arti bahwa dana tersebut dipersiapkan oleh pembisnis yang bersangkutan.

Modal juga akan digunakan sebagai biaya dalam pembelian suatu sumber- sumber produksi yang dikatakan sebagai biaya usaha. Biaya usaha ini biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun barang yang dijual banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC)


(43)

adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh barang yang dijual, contohnya biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Manurung, 2006).

Menurut Keynesian (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan pentingnya faktor penentu investasi adalah kecenderungan marginal dari modal. Terdapat hubungan terbalik antara investasi dan kecenderungan marginal dari modal. Bila investasi meningkat kecenderungan marginal modal turun dan bila investasi berkurang, kecenderungan marginal modal naik. Akan tetapi hubungan ini tidak dapat diterapkan di negara terbelakang. Dalam perekonomian seperti itu investasi berada pada tingkat yang rendah dan kecenderungan marginal modal juga rendah. Hal yang paradoks ini disebabkan oleh kurangnya modal dan sumber lainnya, kecilnya pasar, rendahnya pendapatan, rendahnya permintaan, tingginya harga, terbelakangnya pasar uang dan modal, ketidakmenentuan, dan lain sebagainya. Seluruh faktor ini membuat kecenderungan marginal modal (harapan laba) dan investasi pada tingkat yang rendah.

Untuk memperjelas hal tersebut, Keynesian mengangkat sebuah contoh yaitu; misalkan 10.000 pekerja penganggur itu di gunakan pada 100 pabrik (kebalikan dari 100 pekerja dalam 1 pabrik) yang memproduksi bermacam-macam barang konsumsi dan para pekerja membelanjakan gaji mereka untuk membeli barang-barang tersebut. Produsen-produsen baru itu akan saling menjadi langganan satu sama lain dan ini menciptakan bagi barang-barang mereka. Saling melengkapi dalam permintaan mengurangi resiko dalam mendapatkan pasar dan meningkatkan rangsangan untunk


(44)

investasi. Dengan kata lain, syarat mutlak minimal pada permintaan inilah yang memerlukan adanya suatu jumlah minimum investasi dalam industri yang berkaitan untuk mengatasi kecilnya pasar dan rendahnya dorongan berinvestasi di negara terbelakang.

Selain itu Rosenstein (dalam Jhingan, 2007) menjelaskan tentang suatu jumlah minimum investasi membutuhkan suatu jumlah tertentu tabungan. Jumlah tabungan ini tidak mudah dicapai oleh negara terbelakang yang miskin karena sangat rendahnya tingkat pendapatan. Untuk mengatasi hal ini, maka ketika pendapatan meningkat sebagai peningkatan investasi, tingkat tabungan marginal diusahakan agar lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata tabungan. Tapi tidak ada satu negarapun yang pernah mempunyai tabungan marginal yang lebih tinggi dari pada tingkat rata-rata tabungan sebelumnya.

2.4.1. Pembentukan Modal

Modal dapat diciptakan dari beberapa sumber, pada umumnya modal terbentuk karena suatu proses produksi, penabungan dari produksi, serta pemakaian benda tabungan untuk produksi selanjutnya. Dalam kenyataannya sering ditemukan pembentukan modal dilakukan dengan cara menggali potensi kekayaan, baik berupa uang mupun barang yang dimiliki oleh petani yang bersangkutan (Soekartawi, 1993). Secara makro pembentukan modal oleh petani dapat dilakukan dengan cara memperbesar simpanan. Bentuk simpanan dapat beragam, mulai dari bentuk simpanan yang berupa uang atau barang, misalnya tanah, bangunan atau lainnya. Bentuk disimpanan dalam masyarakat oleh pemerintah melalui perbankan diarahkan


(45)

dalam bentuk tabungan atau deposito. Bagi petani di pedesaan pembentukan modal sering dilakukan dengan cara menabung, yaitu menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung (Soekartawi, 1993).

Dalam pertanian dikenal ada modal fisik dan modal manusiawi (Daniel, 2002). Modal fisik atau modal material yaitu berupa alat-alat pertanian, bibit, pupuk, ternak dan lainnya. Sedangkan modal manusiawi adalah biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan, latihan kesehatan dan lainnya. Modal manusiawi tidak memberikan pengaruh secara langsung, dampaknya akan kelihatan di masa datang dengan meningkatnya kualitas dan produktivitas sumber daya manusia pengelolanya.

2.4.2. Modal dari Kredit

Kredit merupakan suatu alat atau cara untuk menciptakan modal, kenyataannya memang terjadi dilapangan bahwa tidak semua petani dapat memenuhi modalnya dari kekayaan yang dimilikinya, karena itu petani memerlukan kredit untuk mendapatkan modal yang mereka inginkan. Secara ekonomi dapat dikatakan modal pertanian berasal dari milik sendiri (equity capital) dan pinjaman dari pihak lainnya (pihak ketiga). Modal yang merupakan pinjaman dari pihak lainnya ini lazim disebut sebagai utang atau kredit (Mubyarto, 2002).

Kredit adalah suatu transaksi antara dua belah pihak, pihak pertama disebut sebagai kreditor dan pihak kedua disebut sebagai debitor. Dengan perjanjian bahwa pihak pengutang akan membayar kembali utang tersebut pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak dalam suatu akte kredit.


(46)

Jika dilihat dari segi penggunaannya kredit bisa dibagi atas beberapa macam, contohnya kredit investasi, kredit modal kerja, kredit usaha (untuk biaya operasional usaha). Dalam usaha pertanian dikenal beberapa macam kredit yang pernah diluncurkan pemerintah dengan tujuan membangun pengadaan modal petani agar upaya peningkatan produksi dapat dicapai (Daniel, 2002).

2.5. Faktor Tenaga Kerja Pertanian

Dalam suatu kegiatan pertanian apapun peran tenaga kerja sangat di perlukan sebagai suatu alat penggerak dari suatu lahan pertanian. Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan pendapatan dari lahan pertanian tersebut, semakin tinggi hasil pertanian yang dihasilkan maka akan semakin besar tenaga kerja yang dibutuhkan dengan demikian maka cukup efektif pemakaian tenaga kerja tersebut.

Yang dimaksud dengan angkatan kerja (labor force) adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Kemudian penduduk yang bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh maupun tidak bekerja penuh. Tenaga kerja ini adalah penduduk yang berusia antara 15 sampai 64 tahun (Suryana, 2000).

Peranan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat besar terhadap perkembangan ekonomi, demikian pula pada sektor industri yang banyak berorientasi kepada sektor padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja


(47)

merupakan suatu sumber daya manusia (human resources) yang berperan dalam kegiatan pembangunan masyarakat.

Hasil pertanian akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan dan pula membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keahlian (terampil). Biasanya petani kecil akan membutuhkan tenaga kerja yang sedikit, dan sebaliknya petani besar lebih banyak membutuhkan tenaga kerja dan mempunyai keahlian.

Dengan berkembangnya usaha pertanian tersebut sehingga petani akan membutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga yang khusus dibayar sebagai tenaga kerja upahan. Tenaga kerja upahan ini biasanya terdapat pada usaha pertanian yang berskala luas, rutin dan memiliki administrasi dan manajemen yang tertib dan terencana. Tetapi dewasa ini terjadi lagi perkembangan baru, ketika tenaga kerja upahan tidak lagi hanya terdapat pada usaha pertanian yang luas, tetapi sudah meluas pada usaha tani kecil skala keluarga. Perkembangan ini terjadi karena terjadinya

perubahan struktural, yaitu transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian di pedesaan ke sektor industri di perkotaan. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan ekonomi

yang cukup pesat yang diawali dengan pertumbuhan industri (Daniel, 2002).

Dalam analisa ketenagakerjaan sering dikaitkan dengan tahapan pekerjaan dalam perusahaan, hal seperti ini sangat penting untuk melihat alokasi sebaran pengguna tenaga kerja selama proses produksi sehingga dengan demikian kelebihan tenaga kerja pada kegiatan tertentu dapat dihindarkan (Soekartawi, 2002).


(48)

Di negara-negara yang sudah maju, kemajuan tenaga kerja diukur dengan tingginya produktivitas tenaga kerja, semua diarahkan untuk meningkatkan produktivitas. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang paling terbatas jumlahnya, dalam keadaan ini mesin-mesin penghemat tenaga kerja dapat meningkatkan produktivitas output yang dihasilkan (Mubyarto, 2002).

Penggunaan tenga kerja sebagai variabel dalam proses produksi lebih ditentukan oleh pasar tenaga kerja, dalam hal ini dipengaruhi oleh upah tenaga kerja serta harga outputnya. Pengusaha cenderung menambah tenaga kerja selama produk marginal (nilai tambah output yang diakibatkan oleh bertambahnya 1 unit tenaga kerja) lebih tinggi dari pada cost yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja.

Suryana (2000), mengatakan bahwa penduduk dapat berperan sebagai sumber tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan, dan tenaga usahawan yang diperlukan untuk memimpin dan menciptakan kegiatan pembangunan ekonomi. Dengan demikian penduduk bukan merupakan salah satu faktor produksi saja, tetapi juga yang paling penting merupakan sumber daya yang menciptakan dan mengembangkan teknologi serta yang mengorganisir penggunaan berbagai faktor produksi.

2.6. Konsep Pendapatan

Suatu kegiatan perekonomian yang bergerak dalam sektor apapun dalam penentuan tingkat produksi akan memperhitungkan tingkat pendapatan yang akan dihasilkan dalam suatu produksi. Dengan efisiensi biaya produksi maka akan mencapai profit/keuntungan yang maksimum karena profit merupakan salah satu


(49)

tujuan penting dalam berusaha. Menurut Winardi (1997), pendapatan adalah seluruh uang atau hasil material lainnya yang diterima seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi.

Mankiw (2007) mengatakan bahwa apabila seluruh perusahaan dalam perekonomian adalah kompetitif dan memaksimalkan laba, maka setiap faktor produksi dibayar berdasarkan kontribusi marjinalnya pada proses produksi. Upah riil yang dibayar kepada setiap pekerja sama dengan produk marjinal tenaga kerja (marginal product of labor, MPL) dan harga sewa riil yang dibayar kepada setiap pemilik modal sama dengan produk marjinal modal (marginal product of capital, MPK). Karena itu upah riil total yang dibayar kepada tenaga kerja adalah MPL x L.

Pendapatan yang tersisa setelah perusahaan membayar faktor-faktor produksi adalah laba ekonomis (economic profit) dari para pemilik perusahaan. Laba ekonomis riil adalah:

Laba Ekonomis = Y – (MPL x L ) – (MPK x K) ………..(2.3.1)

Karena kita ingin menghitung distribusi pendapatan nasional, kita ubah persamaan di atas menjadi:

Y = (MPL x L) + (MPK x K) + Laba Ekonomis ………...(2.3.2) Pendapatan total dibagi diantara pengembalian kepada tenaga kerja, pengembalian kepada modal, dan laba ekonomis.

Maka dapat diketahui laba ekonomis bahwa jika fungsi produksi memiliki sifat skala hasil konstan, yang kerap terjadi, maka laba ekonomis harus sama dengan nol. Yaitu tidak ada yang tersisa setelah faktor-faktor produksi dibayar. Kesimpulan


(50)

ini mengikuti hasil matematis yang dikenal dengan Teorema Euler (dalam Mankiw, 2007), yang menyatakan bahwa jika fungsi produksi memiliki skala hasil konstan, maka:

F (K,L) = (MPK x K) + (MPL x L) ………...(2.3.3) Jika setiap faktor produksi dibayar pada produk marjinalnya, maka jumlah pembayaran faktor ini sama dengan output total. Dengan kata lain skala hasil konstan, maksimasi laba, dan persaingan sama-sama mengimplikasikan bahwa laba ekonomis adalah nol. Namun demikian dalam dunia nyata, sebagian perusahaan memiliki modal sendiri, dan bukan menyewa modal yang mereka gunakan. Karena pemilik perusahaan dan pemilik modal adalah sama, laba ekonomis dan pengembalian modal (return to capital) seringkali disatukan. Jika dapat kita sebut sebagai laba akuntansi maka dapat dibuat persamaan:

Laba akuntansi = laba ekonomis + (MPK x K) ………...(2.3.4) Jika asumsi ini mendekati dunia nyata maka laba dalam pos pendapatan ini seharusnya menjadi pengembalian modal.

Pendapatan total rumah tangga petani adalah penjumlahan antara pendapatan dari usaha tani, pendapatan non usaha tani, pendapatan dari bekerja di rumah tangga, pendapatan bukan hasil bekerja serta pendapatan yang diperoleh dengan meminjam (kredit). Pendapatan yang siap dibelanjakan adalah pendapatan total dikurangi pajak. Pendapatan yang siap dibelanjakan akan dialokasikan untuk memperoleh kepuasan rumah tangga melalui fungsi pengeluaran.


(51)

2.7. Alih Fungsi Lahan Pertanian

Pengertian alih fungsi tanaman secara umum berarti adanya perubahan, pengubahan, penukaran penggunaan lahan, Wahyunto, dkk (2001) mengatakan perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Para ahli berpendapat bahwa perubahan-perubahan lahan lebih disebabkan oleh adanya kebutuhan dan keinginan manusia.

Lahan merupakan suatu daerah yang ada di permukaan bumi yang memiliki sifat-sifat tertentu seperti geologi, atmosfer, hidrologi, vegetasi dan penggunaan lahan. Lahan merupakan kenampakan geografi yang perlu dikaji dan salah satu kegiatan pengkajiannya adalah dengan cara mengadakan observasi terhadap pemanfaatannya serta pengaruhnya bagi kehidupan manusia.

Faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan dapat juga disebabkan oleh pengaruh politik, ekonomi, demografi dan budaya. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor penyebab perubahan penggunaan lahan. Sebagai contoh, meningkatnya kebutuhan akan ruang tempat hidup, transportasi dan tempat rekreasi akan mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Teknologi juga berperan dalam menggeser fungsi lahan. Hal lain yang perlu dilihat dalam menilai perubahan suatu wilayah adalah


(52)

transformasi struktural yang terjadi di wilayah tersebut, baik yang berkaitan dengan transformasi ekonomi, ketenagakerjaan, demografi, sosial dan budaya masyarakat.

Keanekaragaman dalam kegiatan perekonomian di daerah merupakan sumber kekuatan dalam menghadapi fluktuasi ekonomi. Kalau ekonomi daerah tergantung kepada satu komoditi saja, penduduknya akan menderita lebih banyak kalau permintaan akan penghasilan itu hilang. Sebaliknya daerah yang sumber penghasilannya luas dapat dianggap sehat dan lebih kuat ekonominya.

Jika dilihat dalam skala yang lebih kecil yaitu rumah tangga, dapat dikatakan bahwa apabila rumah tangga yang tidak mengandalkan pendapatan dari satu sumber saja, maka kondisi ekonominya akan lebih sehat dan kuat dalam menghadapi fluktuasi ekonomi.

Perubahan kegiatan pemanfaatan lahan yang terjadi pada populasi penelitian yaitu dari lahan tanaman padi ke perkebunan kelapa sawit merupakan suatu aktivitas masyarakat petani dalam rangka peningkatan taraf hidup. Sejalan dengan semakin berkembangnya aktivitas yang dilakukan, maka akan memberikan pengaruh yang semakin kompleks terhadap kondisi ekonomi masyarakat di daerah tersebut.

Dari segi ekonomi lahan adalah merupakan suatu faktor produksi penting yang diberikan oleh alam. Sebagai faktor produksi, maka lahan tersebut sangat memegang peranan penting dalam kegiatan usaha tani. Selanjutnya manusia dalam usaha dan upaya mempertahankan kehidupannya ini tidak lagi semata tergantung pada alam melainkan dengan segala kemampuan manusia sendiri yang semakin berkembang membawa manusia pada kecenderungan memanfaatkan alam


(53)

semaksimal mungkin untuk kesejahteraan hidupnya. Aktivitas manusia untuk mempertahankan hidupnya beraneka ragam sesuai dengan kemampuan dan potensi tata geografisnya.

Dijelaskan pula bahwa lahan sebagai sumber alam yang penting dalam pemanfaatannya harus memperhatikan unsur pengawetan, kesesuaian, kemampuan serta bentuk penggunaannya, agar tidak mengakibatkan kerusakan dan kerugian bagi mausia itu sendiri.

Pola pemanfaatan lahan pada hakikatnya adalah hasil perpaduan antara faktor

sejarah, faktor fisik, faktor sosial budaya dan ekonomi. Pola pemanfaatan lahan di suatu wilayah mencerminkan pada orientasi kehidupan masyarakat di wilayah

tersebut, seperti tingkat kehidupan sosial dan ekonomi, budaya dan teknologi. Jumlah penduduk dan perubahan, penyebaran dan bidang nafkah adalah sesuatu yang merupakan faktor penentu di dalam pola maupun orientasi pemanfaatan lahan.

Sifat perubahan pemanfaatan lahan secara garis besar dapat dibagi dua yaitu bersifat musiman dan permanen. Perubahan pemanfaatan lahan musiman biasanya terjadi pada lahan pertanian tanaman pangan yang juga disebut rotasi tanaman. Sebagai contoh lahan sawah pada musim penghujan digunakan untuk tanaman padi sawah dan pada musim kemarau untuk tanaman palawija. Perubahan pemanfaatan lahan musiman ini tidak hanya karena faktor musim saja, tetapi kehendak manusia juga akan menentukan perubahan pemanfaatan lahan. Sedangkan perubahan pemanfaatan lahan yang bersifat permanen yaitu perubahan pemanfaatan lahan dalam periode waktu relatif lama. Perubahan pemanfaatan lahan yang bersifat lama ini


(54)

disebabkan karena faktor perubahan alam, atau karena faktor kehendak manusianya sendiri. Seperti pemanfaatan daerah pesisir pantai sebagai hutan bakau, hal ini merupakan faktor perubahan alam yang didukung kehendak manusia dengan tujuan sebagai pengaman daerah pantai dari intrusi air laut dan abrasi pantai.

I’adjarajani (2001) menunjukkan bahwa alih fungsi lahan pertanian diakibatkan perubahan kondisi sosial rumah tangga petani tersebut, yang diidentifikasikan dari adanya:

a. Perubahan jenis mata pencaharian pokok di bidang pertanian. b. Penurunan konsumsi kebutuhan pokok sehari-hari keluarga. c. Penurunan kemampuan pemenuhan kebutuhan kesehatan keluarga. d. Penurunan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal keluarga.

e. Penurunan kemampuan pengembangan pendidikan keluarga. f. Penurunan kemampuan mobilitas.

Alih fungsi lahan mengakibatkan sebagian besar rumah tangga petani mengalami perubahan kondisi ekonomi rumah tangga. Alih fungsi lahan pertanian sebagai akibat dari kondisi ekonomi rumah tangga petani, dapat diidentifikasikan dari adanya:

a. Penurunan pendapatan per bulan. b. Penurunan kemampuan investasi. c. Penurunan kemampuan modal usaha. d. Penurunan kemampuan menabung.


(55)

f. Penurunan akses ke lembaga keuangan.

Dengan menurunnya kemampuan pendapatan petani maka petani pada umumnya melakukan alih fungsi lahan untuk meningkatkan kemampuan pendapatan keluarga.

Pemanfaatan waktu yang ada memungkinkan petani untuk memperoleh pendapatan di luar usaha tani yang ditekuninya dan menambah penghasilan pendapatan petani, sehingga keinginan petani untuk menabung semakin tinggi. Biasanya pendapatan yang tinggi dapat meningkatkan kemampuan untuk menabung, karena semakin baik tingkat pendapatan rumah tangga petani, maka semakin besar pengeluaran untuk konsumsi non pangan dibandingkan pengeluaran konsumsi pangan.

Menurut Adi (2002), alasan petani lebih memilih sub sektor perkebunan adalah karena komoditi-komoditi perkebunan dapat diekspor dan memiliki nilai komersial yang besar. Hal ini mempengaruhi minat petani untuk bertanam padi sawah, dengan kondisi pendapatan yang lebih jauh.

2.8. Konsep Tanaman Kelapa Sawit

Sejarah kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam yang kemudian ditanam di kebun Raya Bogor. Perintis budidaya perkebunan kelapa sawit di Indonesia dilakukan oleh Adrien Hallet (berkebangsaan Belgia) pada tahun 1911, yang kemudian diikuti oleh K. Schadt


(56)

budidaya perkebunan kelapa sawit ini hingga mulai berkembang di Indonesia. Di Sumatera perkebunan kelapa sawit ini mulai berkembang berlokasi di bagian

Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh hingga luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha. Tanaman kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis (daerah khatulistiwa).

Tanaman kelapa sawit mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan tanaman lainnya (penghasil minyak nabati). Keunggulan tersebut dapat dilihat dari segi produktivitas minyak kelapa sawit tersebut sehingga harga produksi menjadi lebih ringan. Masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang (hingga 25 tahun) juga akan mempengaruhi ringannya biaya produksi yang akan dikeluarkan petani. Dari segi hama dan penyakit tanaman kelapa sawit termasuk tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit jika dibandingkan dengan tanaman lainnya. Selain itu jika dilihat dari kebutuhan konsumsi orang terhadap minyak kelapa sawit hingga mencapai rata- rata 25 kg/tahun.

Sampai saat ini tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sub sektor penyumbang devisa non migas yang terbesar karena minyak sawit dan inti sawitnya telah di ekspor ke luar negeri sehingga saat sekarang tanaman kelapa sawit merupakan primadona bagi masyarakat Indonesia. Dengan begitu baiknya prospek kelapa sawit tersebut telah mendorong pemerintah untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit tersebut.


(57)

2.9. Penelitian Sebelumnya

Asni (2005) mengatakan bahwa peningkatan produksi tanaman padi dan kelapa sawit petani dipengaruhi variabel luas lahan, tenaga kerja, modal kerja secara signifikan, kemudian peningkatan pendapatan petani tanaman padi dan kelapa sawit dipengaruhi variabel jumlah produksi, harga jual, tenaga kerja, dan modal kerja

secara signifikan dan alih fungsi lahan padi sawah menjadi kelapa sawit rakyat di Kabupaten Labuhanbatu dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pendapatan petani

dan kesempatan menabung.

I’adjarajani (2001) menunjukkan bahwa alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan perubahan kondisi sosial rumah tangga petani, namun hanya dialami oleh sebagian kecil rumah tangga petani di Kecamatan Lembang.

Purba (2009) dalam penelitian yang berjudul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Simalungun yang menunjukkan bahwa 63,9% alih fungsi lahan dapat dijelaskan oleh variasi variabel harga teh, harga kelapa sawit dan jumlah tenaga kerja, sedang 36,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model estimasi dan signifikan terhadap alih fungsi lahan tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Simalungun.

Sudaryanto (2001) dalam hasil studinya mengatakan bahwa dari total konversi lahan pertanian secara nasional, sekitar 68,3% diantaranya adalah lahan sawah. Hasil studi dari Sudaryanto, dkk menunjukkan bahwa selama periode 1989-1991 dari total


(58)

konversi lahan sawah di Jawa Timur seluas 38.000 Ha, sekitar 71% adalah sawah beririgasi dan sisanya adalah sawah tadah hujan.

Suhendry dkk (2002) mengatakan dalam penelitiannya bahwa persaingan penggunaan lahan di daerah beriklim basah semakin kuat. Sejumlah lahan karet telah dikonversikan ke perkebunan kelapa sawit. Evaluasi baru-baru ini atas delapan perusahaan perkebunan menunjukkan 14.031 Ha lahan karet telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit sepanjang beberapa tahun belakangan ini. Jumlah konversi yang sebenarnya jauh lebih besar karena tidak semua perusahaan tersebut mengkonfirmasikan data tersebut. Konvesi ini akan terus berlanjut baik di Sumatera Utara maupun Kalimantan karena beberapa perusahaan perkebunan merencanakan mengkonversi lahan karet mereka dalam jumlah ribuan hektar pada masing-masing perusahaan.

Wahid (2006) dalam penelitian yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat mengkonversi lahan karet menjadi lahan kelapa sawit di Kabupaten Asahan menyimpulkan bahwa faktor sosial (pendidikan, minat) dan faktor ekonomi (pendapatan, kemampuan menabung) berpengaruh positif dan signifikan, sesuai dengan hasil regresi bahwa nilai (R2) sebesar 0,8835 artinya X1, X2, X3, X4 mampu menjelaskan variasi luas lahan karet rakyat yang dikonversi menjadi tanaman kelapa sawit rakyat di Kabupaten Asahan yaitu sebesar 88,35% sedangkan sisanya 11,65% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.


(59)

2.10. Kerangka Konseptual

Dalam kerangka konseptual perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel bebas dan variabel terikat. Dengan demikian maka kerangka konseptual peneliti dalam penelitian ini adalah alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu (sebagai variabel terikat) yang dipengaruhi oleh pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja (sebagai variabel bebas).

Faktor pendapatan masuk dalam penelitian ini karena pendapatan merupakan harapan setiap petani. Semakin tinggi pendapatan yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit maka akan mempengaruhi kondisi sosial petani tersebut dan akan semakin banyak alih fungsi lahan dapat terjadi.

Faktor modal kerja masuk kedalam penelitian ini karena secara teoritis modal kerja mempengaruhi pendapatan petani yang merupakan sebab dilakukan alih fungsi tanaman. Peningkatan dalam modal kerja akan mempengaruhi peningkatan hasil panen atau perluasan lahan pertanian sehingga akan meningkatkan pendapatan.

Faktor total produksi kelapa sawit dimasukkan ke dalam penelitian ini agar dapat diketahui apakah sebagai pendorong bagi petani dalam melakukan alih fungsi lahan.

Faktor jumlah tenaga kerja masuk dalam penelitian ini karena secara teoritis jumlah tenaga kerja akan mempengaruhi pendapatan petani. Dengan menggunakan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan akan memudahkan dalam pengolahan lahan pertanian sehingga akan meningkatkan hasil panen petani.


(60)

Dalam kerangka konseptual di mana terdapat hubungan antara pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja, terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu. Hal ini dapat dilihat pada kerangka konseptual di bawah ini:

Gambar 2.3. Kerangka Konseptual

2.11. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan kepustakaan dan dari berbagai hasil kajian empiris yang telah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

Jumlah Tenaga Kerja Modal Kerja Pendapatan

Total Produksi

Alih Fungsi Lahan


(61)

5. Pendapatan petani kelapa sawit berpengaruh positif terhadap Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu, Ceteris Paribus.

6. Modal Kerja petani kelapa sawit berpengaruh positif terhadap Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu, Ceteris Paribus.

7. Total Produksi petani kelapa sawit berpengaruh positif terhadap Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu, Ceteris Paribus.

8. Jumlah Tenaga Kerja petani kelapa sawit berpengaruh positif terhadap Alih Fungsi Lahan Tanaman Padi menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhanbatu, Ceteris Paribus.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah tentang alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan pada kecamatan-kecamatan yang telah

melakukan alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu sebelum dilakukan pemekaran.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa data langsung yang dikumpulkan melalui wawancara dengan responden dan menggunakan alat yaitu daftar pertanyaan/kuesioner dan observasi yaitu mengamati secara langsung hal-hal yang berhubungan dengan penelitian yang mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan atas hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. R2 sebesar 0,938 yang bermakna bahwa variabel pendapatan, modal kerja, total produksi dan tenaga kerja, mampu menjelaskan variasi variabel alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu sebesar 93,8% dan sisanya sebesar 6,2%, dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.

2. Variabel pendapatan, modal kerja, total produksi, dan jumlah tenaga kerja secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu.

3. Dari keempat variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu pendapatan, modal kerja, total produksi, dan jumlah tenaga kerja, menunjukkan bahwa secara serapan berpengaruh positif, variabel total produksi paling besar pengaruhnya terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu.


(2)

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran, sebagai bentuk implementasi dari hasil penelitian ini sebagai berikut:

1. Kepada Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa variabel pendapatan, modal kerja, total produksi dan jumlah tenaga kerja berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu. Oleh karena itu penulis menyarankan peran kontrol

Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu agar dapat memperkecil terjadinya alih fungsi lahan tanaman padi menjadi tanaman kelapa sawit, yaitu dengan cara:

a. Terhadap petani tanaman padi melakukan intensifikasi lahan.

b. Menetapkan lokasi-lokasi lahan pertanian bagi tanaman padi yang dilindungi.

c. Memberi berupa kemudahan fasilitas akses perbankan untuk mendapatkan modal agar petani termotivasi untuk tidak melakukan aih fungsi lahan mereka.

d. Memberi berupa insentif khusus bagi petani berupa penampungan/ pembelian gabah hasil panen petani dengan harga di atas harga pasar yang berlaku dan pada musim paceklik Pemda akan melepas ke pasaran kembali sesuai harga pasar.


(3)

2. Kepada peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melihat pengaruh alih fungsi lahan disarankan dapat meneliti variabel-variabel seperti ekstensifikasi lahan, tingkat kesuburan tanah, harga gabah, harga pupuk dan pestisida, produktivitas lahan, tingkat pendidikan dan tingkat tanggungan petani.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adi. 2002. Tekan Impor Pangan. Edisi 14 Juli. Kompas. Jakarta.

Arsyad, Lincolin. 2003. Ekonomi Manajerial. Edisi Kelima. Penerbit Balai Pustaka. Yogyakarta.

Asni. 2005. Analisis Produksi, Pendapatan dan Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Labuhanbatu. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. (Tidak dipublikasikan).

Badan Perencana dan Pengembangan Daerah Kabupaten Labuhanbatu. 2008. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu (LAKIP). Rantauprapat.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhanbatu. 2008. Labuhanbatu Dalam Angka. Rantauprapat.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2010. Sumatera Utara Dalam Angka. Medan.

Daniel, Moehar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Ghozali, H. Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

I’adjarajani, Siti. 2001. Pengaruh Alih Fungsi Lahan Pertanian terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung (Implikasi pada Perencanaan Pengembangan Wilayah Bandung). Digital Library KMR G ITB. Bandung.

Jhingan, L, M. 2007. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Penerbit Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(5)

Joesran dan Fathorrozi. 2003. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Pertama. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Koutsoyiannis. 1981. Metode Penelitian Kuantitatif. Penerbit Alfabeta. Bandung. Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan

Ekonomi. UPP – AMP. Yogyakarta.

Mankiw, N. Gregory. 2007. Makro Ekonomi. Edisi Keenam. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Manurung, Adler, Haymans. 2007. Modal untuk Bisnis UKM. PT. Kompas Media Nusantara. Jakarta.

Manurung, Rahardja. 2006. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Ketiga. LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Mubyarto. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi Ketiga. LP3ES. Jakarta. Pindyck, Rubinfield. 2001. Ekonomi Mikro. Alih bahasa oleh Aldi Jenie. Cetakan

Asli. Prentice Hall Inc.

Priyatno, Duwi. 2008. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Purba, Jan, Ericson, Candra. 2009. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. (Tidak dipublikasikan).

Putong, Iskandar. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi Kedua. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.

Salvatore, Dominick. 2001. Managerial Economics, dalam Perekonomian Global. Edisi Keempat. Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta.

________. 2006, Theory and Problem of Micro Economic Theory. 3rd Edition. Alih Bahasa oleh Rudi Sitompul. Penebit Erlangga. Jakarta.


(6)

Samuelson, Paul. A. 2002. Ekonomi. Edisi Kelima Belas. Penerbit PT. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.

Sarwoko. 2005. Dasar-dasar Ekonometrika. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Penerbit Rajawali. Jakarta.

________. 2002. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas. Penerbit Rajawali. Jakarta.

Sudaryanto, Tahlim. 2001. Perkembangan Industri Pupuk, Investasi Irigasi dan Konversi Lahan dalam Bunga Rampai Ekonomi Beras. (Penyunting Achmad Suryana dan Sudimardianto). LPEM UI. Jakarta.

Suhendry I, Darussamin A dan Karyudi. 2002. The Possibility of Natural Rubber Development to Words Dry Areas in Indonesia. Rubber Research Medan Institute. Indonesia.

Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan, Problematika dan Pendekatan. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Ketujuh, Erlangga. Jakarta.

Wahid, Asrul. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Mengkonversi Lahan Karet Menjadi Lahan Kelapa Sawit di Kabupaten Asahan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. (Tidak dipublikasikan).

Wahyunto, M. Z. Abidin, A. Priyono dan Sunaryanto. 2001. Studi Perubahan Penggunaan Lahan DAS Citarik, Jawa Barat Dan DAS Garang Jawa Timur. Makalah Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah, Asean Secretariate Maff Japan & Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor.