Davi Sofyan, 2014 SIKAP DAN MOTIVASI GURU TERHADAP IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
DIKAITKAN DENGAN HASIL BELAJAR GERAK SISWA SEKOLAH DASAR SE-KABUPATEN MAJALENGAKA Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penelitian
Rendahnya hasil belajar pendidikan jasmani peserta didik pada sekolah dari semua tingkat satuan pendidikan di Indonesia dapat dijadikan sebagai salah satu
indikasi bahwa mutu program pendidikan jasmani di Indonesia masih terbilang rendah. Rendahnya mutu hasil pembelajaran pendidikan jasmani tersebut sesuai
dengan hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Kesegaran Jasmani Depdiknas, diperoleh informasi bahwa hasil pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah
secara umum hanya mampu memberikan efek kebugaran jasmani terhadap lebih kurang 15 dari keseluruhan populasi peserta didik Ditjora, 2002; dalam
Depdiknas, 2007. Selanjutnya, dalam penelusuran sederhana melalui tes Sport Search instrumen pemanduan bakat olahraga dalam aspek yang berkaitan
dengan kebugaran jasmani peserta didik indonesia rata-rata hanya mencapai kategori “Rendah” Ditjora, 2002; dalam Depdiknas, 2007.
Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mexitalia 2010;
dalam Suherman: 2012 yang menyatakan bahwa, “Peningkatan prevalensi obesitas dalam tiga dekade terakhir pada anak Sekolah Dasar SD di
beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan kisaran jumlah antara 2,1- 25”.
Lebih lanjut, kebugaran jasmani warga Indonesia, berdasarkan hasil penelitian Ditjora dalam Depdiknas, 2007 menunjukkan sangat memprihatinkan yaitu
kurang dari 20 warga Indonesia memiliki kebugaran jasmani sedang ke atas. Ini menjadi bukti nyata bahwa hasil belajar khususnya belajar gerak pada pendidikan
formal yang rendah. Pemaparan tersebut menggambarkan bahwa hasil belajar khususnya
aktivitas gerak yang dilakukan peserta didik masih rendah sehingga berdampak pada kebugaran jasmani. Ketercapaian kemampuan gerak dasar sebagai penunjang
dan pondasi awal keterampilan bagi peserta didik di Sekolah Dasar belum terlalu
1
Davi Sofyan, 2014 SIKAP DAN MOTIVASI GURU TERHADAP IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
DIKAITKAN DENGAN HASIL BELAJAR GERAK SISWA SEKOLAH DASAR SE-KABUPATEN MAJALENGAKA Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
membanggakan. Secara rasional, jika aktivitas gerak dilaksanakan secara cukup maka akan menghambat pada prevalensi obesitas, dapat meningkatkan
kemampuan gerak dasar serta dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan otot. Akan tetapi, hal ini berkenaan dengan waktu pelaksanaan
pendidikan jasmani yang kurang efektif di sekolah. Siedentop 1980: 25; dalam Kahri, 2013: 6 pernah meneliti Academic Learning Time-Physical Education
ALT-PE yang menegaskan bahwa, “ALT-PE merupakan acuan waktu
keberhasilan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jamani hanya berkisar 80 waktu yang efektif, sisanya terbuang karena terjadi pergantian
dalam melakukan tugas gerak ”. Hal ini dipertegas oleh Tinning yang menyatakan
bahwa, “Dalam pembelajaran pendidikan jasmani banyak waktu terbuang, 28 dipergunakan menunggu giliran pergantian peralatan, 20 digunakan untuk
manajerial, 20 digunakan untuk menerima informasi pelajaran dari guru, dan sisanya 32 untuk melakukan keterampilan gerak”.
Penjelasan di atas memperkuat bahwa aktivitas gerak peserta didik sangat rendah, maka tidak heran jika tingkat kebugaran jasmani peserta didik rendah
pula, karena alokasi waktu yang tersedia untuk melakukan tugas gerak yang harus dilakukan tidak cukup. Jadi, kemungkinan untuk peningkatan kebugaran dan
kemampuan gerak sangat rendah. Untuk memecahkan permasalahan tersebut tidaklah mudah dan tidak dengan waktu yang singkat. Banyak komponen dalam
pendidikan jasmani yang dapat mengembangkan peserta didik secara menyeluruh, dua diantaranya yaitu guru dan kurikulum 2013 yang telah disosialisasikan
kebeberapa sekolah sebagai upaya pemerintah menjawab tuntutan dan kebutuhan masyarakat saat ini.
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan kualitas peserta didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum, proses
pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian hasl belajar, hubungan peserta didik dengan lingkungan alam sekitarnya. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan
landasan filosofi yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi
Davi Sofyan, 2014 SIKAP DAN MOTIVASI GURU TERHADAP IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
DIKAITKAN DENGAN HASIL BELAJAR GERAK SISWA SEKOLAH DASAR SE-KABUPATEN MAJALENGAKA Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.
Pada dasarnya tidak ada satupun filosofi pendidikan yang dapat digunakan secara spesifik untuk pengembangan kurikulum yang dapat menghasilkan
manusia yang berkualitas. Berdasarkan hal tersebut, kurikulum 2013 dikembangkan melalui pendidikan yang berakar pada budaya bangsa untuk
membangun kehidupan bangsa masa kini dan mendatang. Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan yang luas
bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan masa kini dan masa depan, dan pada waktu bersamaan tetap mengembangkan
kemampuan mereka sebagai pewaris budaya bangsa. Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori pendidikan berdasarkan standar
Standard-Based Education dan teori kurikulum berbasis kompetensi Competency-Based Curriculum. Kurikulum 2013 menganut: 1 pembelajaran
yang dilakukan guru taught curriculum dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat;
dan 2 pengalaman belajar langsung peerta didik learned-curriculum sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampun awal peserta didik.
Pengalaman belajar langsung individu peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum.
Begitu pulu dengan pendidikan jasmani, secara ideal dengan adanya mata pelajaran pendidikan jasmani disetiap jenjang pendidikan diharapkan dapat
meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Bukan hanya ditujukan pada peningkatan kesehatan jasmani semata, melainkan dapat membentuk pribadi yang
kuat, berdisiplin, sosial emosianal yang bailk, menumbuhkan kreativitas, memupuk sportivitas, dan pembangunan watak. Namun, pada kenyataan
dilapangan cukup sulit untuk membutktikan bahwa siswa telah mencapai dan memperoleh perkembangan kepribadian tersebut, karena belum ada data otentik
yang pasti sebagai rujukan untuk dijadikan sebagai data awal.
Davi Sofyan, 2014 SIKAP DAN MOTIVASI GURU TERHADAP IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
DIKAITKAN DENGAN HASIL BELAJAR GERAK SISWA SEKOLAH DASAR SE-KABUPATEN MAJALENGAKA Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Kemerosotan pendidikan Indonesia sudah terasakan selama bertahun- tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini
tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994,
kemudian Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK tahun 2004 dan yang terakhir adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP 2006, malah yang terbaru
adalah kurikulum 2013 yang saat ini sedang disosialisasikan di seluruh Indonesia dari semua jenjang pendidikan SDMI, SMPMTs, SMASMKMA. Nasanius
Suryadi, 2004: 3; Fatturrohman, 2012: 39 mengungkapkan bahwa, “kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh
kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa”.
Survey yang dilakukan terhadap 2.382 satuan pendidikan mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi di 13 KabupatenKota menunjukan
kondisi yang kurang menggembirakan. Pada aspek kinerja guru pendidikan jasmani, baik dalam ko-kurikuler, intrakurikuler, maupun ekstrakurikuler
mencapai skor 247,6 dari total skor 400. Artinya, kinerja guru baru mencapai 62. Sementara itu, pada dimensi guru pendidikan jasmani, skor mencapai 199,6
dari skor maksimal 300. Dengan kata lain, kuantitas dan kualitas guru pendidikan jasmani baru mencapai 66 dari kondisi yang diharapkan Komnas Penjasor,
2009: 43. Kondisi demikian tentu tidak sesuai dengan hasil riset yang dilakukan oleh
UNESCO, bahwa 80 kualitas pendidikan ditentukan oleh faktor guru Komnas Penjasor, 2009: 43. Guru yang efektif akan dengan kreatif menciptakan rencana
pembelajaran yang sesuai untuk anak didiknya. Karena itu, sangat masuk akal jika sosok guru penjas menjadi sentral dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan
jasmani yang nampak pada hasil belajar siswa. Disinilah pentingnya guru mempunyai keterampilan menyusun perencanaan
pengajaran yang bersumber dari kurikulum. Berdasarkan penelitian di beberapa sekolah yang dilakukan oleh para mahasiswa jurusan Kurikulum dan Teknologi
Davi Sofyan, 2014 SIKAP DAN MOTIVASI GURU TERHADAP IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
DIKAITKAN DENGAN HASIL BELAJAR GERAK SISWA SEKOLAH DASAR SE-KABUPATEN MAJALENGAKA Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Bandung Sudjana, 2000: 9, ternyata masih banyak guru yang tidak pernah mempelajari kurikulum dan tidak
menggunakannya pada waktu menyusun satuan pelajaran perencanaan pengajaran. Dari penelitian tersebut dapat dijadikan suatu gambaran bahwa
pengajaran yang dilakukan guru di sekolah tidak bersumber pada kurikulum, ini berarti bahwa pengajaran yang dilakukan guru di sekolah sudah menyimpang dari
kurikulum yang sudah ditentukan. Dari survey lapangan yang dilakukan oleh Hamalik 2002, dalam
pelaksanaan kurikulum yakni terdapat kenyataan bahwa seringkali terjadi gap antara strategi nasional dalam pengembangan kurikulum dengan usaha-usaha
implementasinya, yaitu gap antara perencanaan kurikulum dengan praktisi guru yang melaksanakan kurikulum dilapangan setiap hari.Seringkali guru tidak
memahami ide-ide yang terkandung di dalam kurikulum. Kejelasan terhadap ide baru kurikulum akan menentukan keberhasilan implementasi.
Temuan survey yang dikemukakan Hardman dan Marshall Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 11 No. 2 Tahun 2011 tentang kesenjangan
kurikulum yang tertuang dalam dokumen dan implementasi aktual. Keterlaksanaan kurikulum pendidikan jasmani di sekolah pada tingkat global
kecenderungan belum diimplementasikan secara menyeluruh terutama di Afrika baru 25 dan Asia lebih kurang 33. Berkaitan dengan kesenjangan tersebut,
beberapa kasus penyebabnya antara lain kurangnya sumber-sumber belajar, kurangnya sarana dan prasarana, kekurangan guru yang memenuhi kualifikasi
akademik, ada sindrom kesenjangan antara dokumen dan kenyataan, pendidikan jasmani dianggap tidak penting. Hal inilah yang menjadikan penghambat dalam
mengimplementasikan kurikulum pendidikan jasmani itu sendiri. Kondisi ideal yang diharapkan dalam kurikulum pendidikan jasmani sesuai
dengan karakteristik program pendidikan jasmani adalah kurikulum mempunyai ruang lingkup dan susunan materi yang didasarkan pada tujuan jangka panjang
dan jangka pendek yang layak untuk semua anak didik. Kurikulum tersebut
Davi Sofyan, 2014 SIKAP DAN MOTIVASI GURU TERHADAP IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
DIKAITKAN DENGAN HASIL BELAJAR GERAK SISWA SEKOLAH DASAR SE-KABUPATEN MAJALENGAKA Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
meliputi keseimbangan antara pengalaman skill, konsep, games, educational gymnastic, irama, dan tari yang ditujukan untuk memperluas pengembangan
aspek pengetahuan, gerak, sikap dan kebugaran semua siswanya Suherman, 2009: 10.
Penyelenggaraan aktivitas kompetisi olahraga di lingkungan sekolah sudah menjadi tradisi, khususnya di SMA, SMP bahkan di SD. Salah satu berkeyakinan
yang mendasari tradisi ini adalah mempersiapkan anak didik menjalani kenyataan hidup yang penuh kompetisi. Tradisi penyelenggaraan aktivitas kompetisi
olahraga di lingkungan sekolah ini juga muncul karena didukung oleh peluang isi kurikulum KTSP tahun 2006. Isi kurikulum antara lain ditandai dengan
banyaknya proporsi bahan kajian permainan dan olahraga, mulai dari bentuk permainan yang diberikan pada siswa SD kelas rendah, hingga siswa SMA.
Fenomena tersebut berdampak pada ketidakberhasilan pelaksanaan program pendidikan jasmani di setiap satuan pendidikan. Paradigma tersebut yang sudah
mengakar kuat sehingga sulit dihilangkan meski kritik dengan berbagai bukti sudah banyak dilontarkan.
Pendidikan jasmani di tingkat satuan pendidikan berubah paradigmanya, bukan lagi sebagai alat pendidikan, melainkan dipertajam menjadi alat untuk
membantu gerakan olahraga sebagai penegak postur bangsa, agar lebih banyak lagi bibit-bibit olahragawan yang bisa dipersiapkan. Akibatnya, seperti yang kita
rasakan dan lakukan saat ini, bahwa pendidikan jasmani lebih berorientasi pada prestasi olahraga daripada sebagai proses sosialisasi dan mendidik peserta didik
atau anak melalui olahraga. Demikian kuatnya paradigma prestasi olahraga dalam pendidikan jasmani kita, sehingga dewasa ini pandangan tersebut makin kuat
digenggam oleh para guru pendidikan jasmani Depdiknas, 2007: 1 Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan
kehidupan bangsa yang maju, modern, makmur dan sejahtera. Sejarah perkembangan dan pembangunan bangsa-bangsa mengajarkan pada kita bahwa
bangsa yang seperti itu adalah bangsa-bangsa yang memiliki sistem dan praktik
Davi Sofyan, 2014 SIKAP DAN MOTIVASI GURU TERHADAP IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
DIKAITKAN DENGAN HASIL BELAJAR GERAK SISWA SEKOLAH DASAR SE-KABUPATEN MAJALENGAKA Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
pendidikan yang bermutu. Sementara itu, pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional,
sejahtera dan bermartabat. Faktor guru diyakini memegang peranan yang sangat strategis dalam upaya memperbaiki kualitas pendidikan. Hasil penelitian
menunjukan bahwa guru yang berkualitas berpengaruh besar terhadap efektivitas pembelajaran Suherman, 2007; Rink, 2002, dalam Komnas Penjasor, 2009, dan
pada gilirannya mempengaruhi prestasi anak didik Siedentop Tennehill, 2000, dalam Komnas Penjasor, 2009.
Tentu menjadi pertanyaan bagi kita semua mengenai hal tersebut di atas, sehingga mutu hasil pembalajaran pendidikan jasmani di Indonesia bisa demikian
rendahnya. Banyak faktor yang mungkin berpengaruh terhadap rendahnya mutu pendidikan jasmani tersebut. Bisa karena faktor guru yang kualitasnya rendah,
sarana prasana yang kurang memadai, bahkan mungkin saja semua kelemahan tersebut karena faktor kurikulum pendidikan jasmani yang kurang relevan dengan
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, kurangnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat terhadap program pendidikan jasmani .
Dalam lingkup mikro pembelajaran juga terjadi pergeseran cara dan gaya mengajar guru pendidikan jasmani, yaitu dari cara dan model pengasuhan serta
pengembangan nilai-nilai yang diperlukan sebagai penanaman rasa cinta gerak dalam ajang sosialisasi, berubah menjadi pola penggemblengan fisik dan
menjadikan anak terampil olahraga. Umumnya, guru lebih berkonsentrasi pada pengajaran teknik dasar dari cabang olahraga yang diajarkan pendekatan teknis,
sambil melupakan pentingnya mengangkat suasana bermain yang bisa menarik minat mayoritas anak Light, 2004. Wajar jika guru melupakan anggapan dasar
bahwa pendidikan jasmani untuk semua anak Dauer dan Pangrazy, 12
th
Ed. 2003 sehingga tidak benar-benar dilandaskan pada prinsip pemberian tugas yang
disesuaikan dengan kemampuan anak. Ketika guru menggeser pola pembelajaran menjadi pola pelatihan, maka
tugas gerak dan ukuran-ukuran keberhasilannya pun bergeser menjadi
Davi Sofyan, 2014 SIKAP DAN MOTIVASI GURU TERHADAP IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
DIKAITKAN DENGAN HASIL BELAJAR GERAK SISWA SEKOLAH DASAR SE-KABUPATEN MAJALENGAKA Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
keterampilan dengan kriteria yang formal, kaku dan tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Dalam kondisi tersebut guru hanya menetapkan
satu kriteria keberhasilan, yaitu ketika gerakan yang dilakukan anak sesuai dengan kaidah-kaidah teknik dasar yang sudah dibakukan. Maka dari itu, diperlukan
karakteristik guru yang mengikuti tumbuh kembang peserta didik. Sejalan dengan pernyataan tersebut Hamalik 2008: 231 menyatakan
bahwa, “Guru merupakan titik sentral, yaitu sebagai ujung tombak di lapangan
dalam pengembangan kurikulum. Keberhasilan belajar mengajar antara lain ditentukan oleh kemampuan profesional dan pribadi guru”. Karena
pengembangan kurikulum bertitik tolak dari dalam kelas yakni ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung, guru hendaknya mengusahakan gagasan kreatif dan
melakukan uji coba kurikulum di kelasnya atau ketika proses belajar mengajar sedang dilaksanakan. Ini merupakan suatu fase penting dalam upaya
pengembangan kurikulum, disamping sebagai unsur penunjang administrasi secara keseluruhan.
Proses belajar mengajar merupakan interaksi berkelanjutan antara perilaku guru dan perilaku peserta didik Mosston dan Asworth, 1994 dalam Saputra, dkk.
2006: 38. Salah satu prinsip penting dalam pendidikan jasmani adalah partisipasi peserta didik secara penuh dan merata. Oleh karena itu, guru pendidikan jasmani
harus memperhatikan kepentingan setiap peserta didik.Persiapan peserta didik untuk mendapatkan pengalaman belajar adalah berupa pengantar yang merujuk
pada komponen antisipasi. Hal ini penting sebagai tujuan untuk selalu melibatkan peserta didik agar secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Untuk
mencapai tujuan tersebut, guru pendidikan jasmani harus dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran pendidikan jasmani sesuai dengan tahap-tahap
perkembangan dan karakteristik peserta didik. Hasil penelitian Dantes, dkk.2004, menunjukkan bahwa pemahaman guru
tentang kurikulum berbasis kompetensi masih rendah. Hanya 1,4 sekolah menyatakan bahwa guru sudah sangat paham dengan kurikulum berbasis
Davi Sofyan, 2014 SIKAP DAN MOTIVASI GURU TERHADAP IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
DIKAITKAN DENGAN HASIL BELAJAR GERAK SISWA SEKOLAH DASAR SE-KABUPATEN MAJALENGAKA Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
kompetensi. Tetapi para guru cenderung belum memahami landasan filisofi dan landasan pedagogi dari kurikulum berbasis kompetensi sehingga hal tersebut
berdampak pada tataran operasionalnya. Guru masih meraba-raba dan tidak tahu mengapa sesuatu hal atau suatu tindakan harus dilakukan, yang pada ujung-
ujungnya mereka selalu menunggu petunjuk teknis operasional. Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar
anak didik. Dalam kaitan ini, Darajat dalam Syah 2000: 225-226, menegaskan bahwa kepribadian itulah yang menentukan apakah ia menjadi pendidik dan
pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih
kecil tingkat dasar dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa tingkat menengah.
Sejalan dengan pendapat di atas Johnson sebagaimana dikutip Anwar 2004: 63 mengemukakan kemampuan personal guru, mencakup 1 penampilan sikap
yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, 2 pemahaman,
penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, 3 kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk
menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. Allport dalam Freedman, dkk 1992: 137 mengemukakan bahwa, “sikap
adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada
semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya”. Dari pendapat tersebut dapat digambarkan bahwa guru akan memberikan respon yang positif ketika segala
sesuatu yang bersangkutan dengan pribadinya, guru akan melakukan hal yang terbaik tentunya begitu pula dengan halnya ketika guru harus bersikap
mengimpelementasikan kurikulum pendidikan jasmani. Kemudian unsur kepribadian lainnya yang sifatnya intrinsik adalah
motivasi. Motivasi merupakan unsur psikologis bagi seorang guru dalam rangka
Davi Sofyan, 2014 SIKAP DAN MOTIVASI GURU TERHADAP IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
DIKAITKAN DENGAN HASIL BELAJAR GERAK SISWA SEKOLAH DASAR SE-KABUPATEN MAJALENGAKA Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
untuk keberhasilan dalam mengajar. Guru yang tidak punya motivasi mengajar tidak akan berhasil dalam mengajarnya. Guru sebagai manusia pada hakikatnya
memerlukan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sebagaimana dikembangkan oleh Maslow, Herzberg dan McClelland, Locke, sebagai sumber motivasi dalam
rangka meningkatkan semangat mengajarnya. Namun yang paling penting bagi seorang guru adalah motivasi yang
dimulai dari dalam dirinya sendiri, sesuai dengan pendapat Terry yang dikutip oleh Winardi dala
m Fathurrohman dan Suryana 2012: 63 bahwa, “Motivasi yang paling berhasil adalah pengarahan diri sendiri oleh orang yang bersangkutan.
Keinginan atau dorongan tersebut harus datang dari individu itu sendiri dan bukanlah dari orang lain dalam bentuk kekua
tan dari luar”. Tetapi tidak dapat dielakkan bahwa guru juga perlu motivasi ekstrinsik seperti dari kepala sekolah,
teman sejawat dan sebagainya. Berdasarkan pendapat tersebut yang dimaksud dengan teori motivasi
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa motivasi guru adalah dorongan bagi seorang guru untu melakukan pekerjaan agar tercapai tujuan pekerjaan sesuai
dengan rencana. Tugas guru dalam kegiatan belajar mengajar akan tercapai jika guru mempunyai motivasi yang kaut.
Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Kingsley dalam Sudjana 2009:22 membagi tiga macam hasil belajar, yakni a keterampilan dan
kebiasaan, b pengetahuan dan pengertian, 3 sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Peran dan fungsi guru pendidikan jasmani merupakan salah satu faktor penting dalam pendidikan secara menyeluruh. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya
peningkatan kualitas pendidikan tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru pendidikan jasmani. Guru pendidikan jasmani di
Indonesia tidak jarang diposisikan mempunyai peran ganda bahkan multifungsi,
Davi Sofyan, 2014 SIKAP DAN MOTIVASI GURU TERHADAP IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN JASMANI
DIKAITKAN DENGAN HASIL BELAJAR GERAK SISWA SEKOLAH DASAR SE-KABUPATEN MAJALENGAKA Universitas Pendidikan Indonesia
| \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
yaitu harus memtransformasikan sikap, pengetahuan dan keterampilan tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi peserta didik. Diharapkan sikap dan
motivasi guru pendidikan jasmani yang tinggi menjadi solusi bagi perkembangan peserta didik secara menyeluruh melalui tugas gerak yang diajarkan. Sehingga
tujuan pendidikan nasional akan tercapai dan terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas penulis bermaksud untuk meneliti, “Sikap dan Motivasi Guru terhadap Implementasi Kurikulum
Pendidikan Jasmani Dikaitkan dengan Hasil Belajar Gerak Siswa Sekolah Dasar”.
B. Rumusan Masalah Penelitian