BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu melalui pendidikan, dimana
dengan pendidikan akan dihasilkan generasi yang berkualitas yang akan berperan dalam pembangunan bangsa dan negara dalam era globalisasi. Fungsi pendidikan
adalah untuk membimbing anak ke arah tujuan yang dinilai tinggi, yaitu agar anak tersebut bertambah pengetahuan dan ketrampilan serta memiliki sikap yang benar
Tabrani,1989 : 15 . Dalam dunia pendidikan selain ada masukan input, proses pendidikan juga ada keluaran output pendidikan yang merupakan hasil dari
proses pendidikan. Seiring dengan usaha pemerintah dalam mewujudkan tujuan nasional
tersebut, masih banyak masalah yang dihadapi, salah satunya adalah masalah komunikasi dalam pendidikan. Menurut Onong Uchjana 2001:101 Pendidikan
adalah komunikasi dalam arti kata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia, yakni pengajar sebagai komunikator dan
pelajar sebagai komunikan. Komunikator menurut Hafied Cangara 2006:81 adalah pihak yang
mengirim pesan kepada khalayak. Karena itu komunikator biasa disebut pengirim, sumber, source atau encoder. Komunikator adalah pihak yang mengirim pesan
kepada khalayak. Dalam khazanah ilmu komunikasi, komunikator communicator sering dipertukarkan dengan sumber source, pengirim sender,
dan pembicara speaker. Sekalipun fungsinya sama sebagai pengirim pesan, sebetulnya masing-masing istilah itu memilik ciri khas tersendiri, terutama
tentang sumber. Seorang sumber bisa menjadi komunikator atau pembicara. Sebaliknya komunikator atau pembicara tidak selalu sebagai sumber. Bisa jadi ia
menjadi pelaksana eksekutor dari seorang sumber untuk menyampaikan pesan kepada khalayak. Pengirim adalah orang yg menyuruh untuk menyampaikan.
Pembicara adalah orang yang berbicara Windhal dan Olson 1992 memerinci komunikator dalam sebuah komunikasi terencana Planned
communication dari perspektif psiko-sosial. Di sini komunikator dipilah-pilah berdasarkan interaksi mereka dengan khalayak. Komunikator dalam dunia
pendidikan juga bisa diartikan sebagai seorang guru,yang bertugas maneruskan atau mentransmisi ilmu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai lain yang
sejenis yang belum diketahui dan seharusnya diketahui oleh khalayak. Menurut Hafied cangara 2006: 135 khalayak biasa disebut dengan
istilah penerima, sasaran, pembaca, pendengar, pemirsa, audience, decoder, atau komunikan. Dalam dunia pendidikan yang berperan sebagai khalayak atau
komunikan adalah siswa yang berfungsi sebagai penerima ilmu pengetahuan dari komunikator dalam hal ini adalah guru. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diharapkan perlu adanya komunikasi yang baik antara guru dan siswa maupun siswa dengan siswa sehingga tercipta kegiatan belajar mengajar yang kondusif.
Karena menurut Onong Uchjana 2001:101 tujuan pendidikan akan tercapai jika prosesnya komunikatif.
Komunikatif dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan kaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya.
Aktivitas yang komunikatif dapat dilihat dari komunikasi yang baik antara guru dan siswa maupun siswa dengan siswa. Komunikasi antar guru dan siswa maupun
siswa dengan siswa sangat penting dalam proses belajar mengajar untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Greenes dan Schulman The National Council
of Teachers of Mathematics: 2004 menyatakan bahwa komunikasi matematika merupakan: 1 Kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan
strategi matematika; 2 Modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika; 3 Wadah bagi siswa
dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk
meyakinkan yang lain. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di MTs N Bekonang Filial
Kartasura Sukoharjo, dan pendapat guru matematika, menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika masih banyak didominasi oleh aktivitas guru. Hal ini
dapat dilihat pada saat guru menjelaskan materi siswa cenderung diam, hanya mendengarkan penjelasan dari guru, kurang berani memberikan pendapat pada
saat guru memberikan pertanyaan, atau menanggapi jawaban teman lainnya, bahkan takut bertanya walaupun sebenarnya belum paham tentang apa yang
dipelajari, tidak merespons saat guru menyajikan pekerjaan yang keliru, siswa hanya mengerjakan atau mencatat apa yang diperintahkan oleh guru. Sehingga
kemampuan siswa dalam memberikan alasan rasional terhadap suatu pernyataan dianggap kurang. Sebagian besar siswa juga tidak terbiasa membuat visualisasi
untuk mendeskripsikan masalah matematika, seringkali siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini menunjukkan kurangnya
kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika ke dalam bentuk uraian yang relevan. Tentu saja hal ini berpengaruh pada kurangnya kemampuan siswa dalam
mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika. mereka hanya menunggu jawaban teman yang dianggapnya lebih pintar atau menunggu jawaban dari guru.
Serta masih kurang beraninya siswa untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah matematika didepan kelas, sehingga pembelajaran terkesan monoton.
Dari permasalahan diatas diperoleh data bahwa kemampuan siswa mengungkapkan ide- ide matematik secara rasional terhadap suatu pernyataan
bernilai 10,15. Kemampuan siswa mengubah bentuk uraian kedalam model matematika bernilai 15,7. Serta kemauan siswa mempresentasikan hasil
pemecahan masalah matematika didepan kelas bernilai 5,2 . Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi siswa masih rendah .
Dalam proses belajar mengajar guru matematika seharusnya mengerti bagaimana memberikan stimulus sehingga siswa dapat berkomunikasi efektif,
mencintai belajar matematika dan lebih memahami materi yang diberikan oleh guru, serta mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan muncul kelompok
siswa yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar siswa.
Keberhasilan proses belajar mengajar pada pembelajaran matematika dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran
tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat komunikasi, pemahaman, penguasaan materi serta prestasi belajar siswa. Semakin baik komunikasi serta
tingginya pemahaman dan penguasaan materi serta prestasi belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran.
Untuk meningkatkan komunikasi yang baik dalam kegiatan pembelajaran perlu adanya diskusi kelompok yang berbasis LKS untuk memecahkan masalah
matematika. Menurut Syaiful Bahri Djamarah 2002: 99, salah satu strategi belajar yang dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah adalah dengan
diskusi kelompok. Menurut Arends 2004: 356, siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar merupakan salah satu ciri-
ciri sari model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
Matematika perlu
diperbaiki guna
meningkatkan kemampuan komunikasi siswa. Usaha ini dimulai dengan pembenahan proses
pembelajaran yang dilakukan guru yaitu dengan menawarkan suatu pendekatan yang dapat meningkatkan komunikasi siswa. Salah satu caranya yaitu dengan
pendekatan
Problem Solving
berbasis LKS
Lembar Kerja Siswa.
Problem Solving
bukanlah metode atau pendekatan baru bagi seorang guru, dalam arti guru telah membantu siswa menyelesaikan problem yang
dihadapinya, hanya saja pemberiannya masih tersamar, dengan kata lain siswa tidak menyadari bahwa mereka telah dibantu menyelesaikan masalah.
Pembelajaran yang komunikatif akan menciptakan iklim yang kondusif bagi siswa untuk berpartisipasi aktif, ikut serta secara aktif dan turut serta dan
berbuat ke arah tujuan yang sama. Pemecahan masalah dalam Matematika tidak bisa dipisahkan dari penerapan Matematika dalam berbagai situasi nyata. Dengan
demikian
Problem Solving
berbasis LKS menjadi sangat penting dalam
meningkatkan kemampuan komunikasi siswa dalam pembelajaran Matematika. Coorney dalam Kisworo,2000 mengemukakan pengertian Pemecahan
Masalah
Problem Solving
sebagai proses penerimaan masalah dan berusaha menyelesaikan masalah. Dengan memberikan pembelajaran
Problem Solving
berbasis LKS diharapkan siswa akan lebih mudah dalam memahami dan
menyelesaikan soal-soal dengan langkah-langkah antara lain : 1 memahami masalah, 2 menyusun rencana, 3 melaksanakan rencana, 4 memeriksa kembali
Abdurrahman Mulyono,2003:251.
Problem Solving
bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan metode berpikir sebab, metode mengajar
Problem Solving
dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai
kepada menarik kesimpulan.Oleh karena itu untuk meningkatkan komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika melalui pendekatatan
Problem Solving
berbasis LKS dapat menggunakan adanya kerja sama antara guru matematika dan
peneliti yaitu melalui Penelitian Tindakan Kelas. Proses penelitian Tindakan
Kelas ini memberikan kesempatan kepada peneliti dan guru matematika untuk mengidentifikasi masalah-masalah pembelajaran di sekolah, sehingga dapat
dikaji, ditingkatkan, dan dituntaskan. Dengan demikian proses pembelajaran matematika yang menerapkan model
Problem Solving
berbasis LKS dapat meningkatkan komunikasi siswa. Bertolak dari uraian di atas maka peneliti
terdorong untuk melakukan penelitian melalui model pembelajaran
Problem Solving
berbasis LKS dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan komunikasi siswa Pada Pokok Bahasan Segitiga kelas VII
semester 2 di MTsN Bekonang Filial Kartasura.
B. Perumusan masalah