Konflik Ideologi di Tubuh Partai Komunis Indonesia Priode 1951-1959: Marxis-Leninis Versus Revisionisme Modern

KONFLIK IDEOLOGI DI TUBUH
PARTAI KOMUNIS INDONESIA PERIODE 1951-1959:
MARXIS-LENINIS VERSUS REVISIONISME MODERN

Skripsi
Diajukan untuk Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Politik (S.I.P.)

Oleh :
LENDY RAMADHAN
NIM: 105033201135

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012

ABSTRAK
Lendy Ramadhan
Konflik Ideologi Di Tubuh Partai Komunis Indonesia Periode 1951-1959: MaxisLeninis Versus Revisionis Modern

Skripsi ini difokuskan pada konflik ideologi yang terjadi di dalam tubuh PKI
(Partai Komunis Indonesia). Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif.
Pengumpulan data-data dilakukan dengan cara wawancara dengan para nara-sumber
yang terkait dan studi pustaka melalui buku-buku serta karya tulis-karya tulis lainnya
yang terkait.
Dalam sejarahnya, PKI memang lahir dari konflik ideologi. Pada saat lahir,
PKI merupakan jelmaan dari Sarekat Islam (SI) Merah, yang merupakan salah satu
faksi dari organisasi Sarekat Islam. Pada saat itu, SI terpecah menjadi dua faksi, SI
Merah berideologi komunisme dan SI Putih berideologi Islam. Setelah SI Merah
berubah menjadi PKI, konflik ideologi terjadi lagi.
Konflik ideologi dalam tubuh PKI, terjadi karena perbedaan ideologi di antara
elit partai. Konflik tersebut berawal dari gagasan-gagasan Aidit, yang dilontarkan
pada Sidang Pleno CC (Comite Central) 6 Oktober 1953. Dalam sidang tersebut, Aidit
menegaskan gagasan yang pernah dilontarkan pada Sidang Pleno CC 7 Januari 1951,
yaitu koalisi permanen dengan partai yang berkhianat pada pemberontakan Madiun
1948, PSI (Partai Sosialis Indonesia) dan MURBA (Musyawarah Rakyat Banyak).
Dalam sidang pleno tersebut, perdebatan terjadi dalam menetapkan strategi
perjuangan. Menurut Aidit, “Jalan Baru” baru yang digagas Musso sebagai strategi
perjuangan mengalami jalan buntu. Oleh sebab itu, Aidit ingin menggantinya dengan
strategi yang digagas pada Sidang Pleno CC 7 Januari 1951, sebagaiamana telah

dijelaskan sebelumnya. Strategi Aidit mendapat penolakan dari Tan Ling Djie, yang
mempertahankan “Jalan Baru” sebagai strategi perjuangan partai (PKI). Namun pada
akhirnya, pendapat Aidit yang disahkan sebagai strategi perjuangan PKI yang baru.
Konflik ideologi di kalangan internal PKI terjadi pada puncaknya pada saat
Kongres Nasional PKI ke V digelar. Dalam kongres tersebut, terjadi perdebatan
tentang partisipasi dalam pemilu. Aidit sepakat bahwa, pemilu dilakukan sebagai
tujuan akhir. Sedangkan Njono berpendapat bahwa, pemilu merupakan tujuan
sementara. Namun, kongres menetapkan bahwa pemilu dijadikan tujuan akhir.
Dengan demikian, dalam tubuh PKI terdapat dua ideologi yang saling
berlawanan, Marxisme-Leninisme dan Revisionisme Modern. Marxisme-Leninisme
meniscayakan revolusi untuk menuju masyarakat komunis, sedangkan revisionisme
modern menghilangkan cita-cita membangu masyarakat komunis dan menggunakan
parlemen sebagai media perjuangan.

i

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan segala nikmat bagi
penulis, untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam, penulis sampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW, sebgai tauladan bagi seluruh manusia. Tidak mudah bagi

penulis untuk menyelesaikan tema tentang sejarah dalam pembuatan skripsi sebagai tugas
akhir perkuliahan. Meskipun, referensi dan nara-sumber banyak yang bisa diakses. Karena
penulis harus mengambil sudut pandang yang berbeda.
Perjalanan panjang selama sembilan bulan dalam memahami setiap referensi sebagai
data yang siap diolah menjadi sebuah gagasan, dan dituangkan ke dalam lembar-lembar
halaman, merupakan pengalaman yang sangat menyenangkan. Selesainya penulisan tugas
akhir ini, bukan merupakan sebuah akhir dari kreatifitas penulis, khususnya dalam bidang
pendidikan. Tetapi selesainya penulisan karya tulis ini, merupakan sebuah pintu gerbang
lahirnya karya-karya berikutnya. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari para pembaca,
khususnya para dosen dan teman-teman yang terlibat langsung dalam penyempurnaan skripsi
ini sangat dibutuhkan, sebagai pengembangan-pengembangan karya berikutnya.
Penulis sadar, bahwa dengan bantuan beberapa pihak, skripsi ini bisa diselesaikan.
Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh jajarannya.
2. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh
jajarannya.
3. Ali Munhanif, Ph.D selaku ketua jurusan ilmu politik.
4. M. Zaki Mubarok, M.Si selaku sekretaris jurusan ilmu politik.


ii

iii

5. Bapak Idris Thaha, M.Si selaku pembimbing dalam penyelesaian skripsi ini, yang
telah berjasa memberikan kritikan-kritikan serta saran-saran.
6. Bapak Herry Herland Suryakusuma dan Ibu Sri Suryantini, selaku orang tua saya
yang telah memberikan bantuan moral dan material kepada saya.
7. Seluruh nara-sumber yang telah rela meluangkan waktu untuk diwawancara,
Rewang selaku mantan politbiro CC PKI dan Esempe (samaran) selaku mantan
anggota CC PKI.
8. Seluruh pihak pengelola Perustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan
seluruh pihak pengelola Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah meminjamkan buku-buku.
9. Seluruh kawan Kedai Pemikiran sebagai partner diskusi dan tempat meminjam
buku-buku.

DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9
D. Metode Penelitian .......................................................................... 9
E. Sistematika Penulisan ....................................................................10

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Konflik .......................................................................................... 12
B. Ideologi ......................................................................................... 13
B. 1. Marxisme .............................................................................. 15
B. 2. Marxisme Leninisme ............................................................ 17
B. 3. Revisionisme Modern ........................................................... 19

C. Partai Politik ................................................................................ 21

BAB III

SEJARAH SINGKAT PARTAI KOMUNIS INDONESIA
A. Awal Pembentukan (Orang Belanda Sang Pemula) ..................... 23
B. Pemberontakan PKI 1926 (Awal Konflik Internal) ...................... 28
C. Peristiwa Madiun 1948 (Memanfaatkan Tentara) ........................ 31

iv

v

BAB IV

PEREBUTAN PENGARUH ANTARA MARXIS-LENINIS
DAN REVISIONIS MODERN
A. Masuknya Pengaruh Remo (Gagasan-gagasan Aidit) ................... 37
B. Konflik Antar Elit (Perebutan Program) ................................... 42
C. Kemenangan Remo (PKI Berubah Haluan) .................................. 47


BAB V

KESIMPULAN ................................................................................. 53

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 56
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Transkrip Wawancara Dengan Anggota Politbiro PKI Tahun 1964, Rewang
Tentang Konflik Internal PKI Tahun 1951-1959 ................................................... 61
2. Transkrip Wawancara Dengan Anggota CC PKI Tahun 1963, Esempe
(samaran) Tentang Konflik Dalam Tubuh PKI Tahun 1951-1959 ........................ 76

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setelah gagalnya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun
pada 1948, para anggota partai tercerai-berai akibat penumpasan yang dilakukan oleh
pemerintah.1 Pada 1950, Alimin2 sebagai tokoh senior dalam PKI pada saat itu
mencoba membangun kembali PKI yang hancur pasca kegagalan pemberontakan
Madiun, hingga pada Sidang Pleno Comite Central3 (CC) PKI yang diselenggarakan

pada 7 Januari 1951.4 Pada saat itu (7 Januari 1951), golongan muda5 PKI yang
diwakili oleh Aidit6 berhasil menggeser kepemimpinan Alimin dalam Politbiro,7
karena Aidit dianggap masih memegang prinsip “Jalan Baru”8 Muso9 sebagai

1

Pada saat itu, yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah Ir.
Soekarno. Sedangkan Wakil Presiden dan Perdana Mentri dijabat oleh Mohammad Hatta. Lihat George
McTurnan Kahin, Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik: Nasionalisme dan Revolusi Di Indonesia
(Solo: UNS Press dan Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 323.
2
Alimin Prawirodirdjo (1884-1964) adalah wakil ketua Perserikatan Pegawai Pegadaian
Bumiputera (PPPB). Sudah menjadi anggota PKI pada skitar tahun 1917. Pada saat itu, PKI masih
bernama Indische Sociaal-Democratische Vereniging (ISDV). Lihat Ruth T. Mcvey, Kemunculan
Komunisme Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2010), h. 68-70.
3
Comite Central (CC) merupakan sebuah lembaga perwakilan partai di tingkat pusat. CC
bertanggung jawab atas pemilihan anggota Politbiro dan pengadaan kongres. Lihat Wikipedia The Free
Encyclopedia, “Central Committee”, artikel diakses pada 16 Januari 2011 dari http://en.wikipedia.org/
wiki/Central_Committee

4
Soegiarso Soerojo, Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai: G30S/PKI dan Peran Bung
Karno (Jakarta: C.V. Sri Murni, 1988), h. 51.
5
Ibid, h. xx. Golongan muda PKI diwakili tokoh-tokoh terkenal yaitu: Aidit, Njoto, Lukman,
Sudisman, dan Njono. Sedangkan golongan tua, diwakili oleh: Alimin, Sardjono, dan Tan Ling Djie.
6
Dipa Nusantara Aidit (1923-1965) masuk PKI ilegal pada 1944. Sebelum menjabat sebagai
sekretariat jendral (sekjen) pada 1953, ia sempat menjadi koordinator perburuhan PKI pada
pertengahan 1948. Lihat Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 16 dan 57. Lihat juga Wenseslaus
Manggut, dkk., ed., Seri Buku Tempo Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara (Jakarta: KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia), 2010), h. 40.
7
Politbiro merupakan Biro Politik dari Comite Central (CC). Politbiro mempunyai fungsi
merancang orientasi partai. Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Politbiro”, artikel diakses pada 16
Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Politbiro
8
“Jalan Baru Untuk Republik Indonesia” merupakan program-program karya Musso yang
disusun setelah kembali dari Uni Soviet
9

Musso (1887-1948) sudah menjadi anggota PKI ketika PKI masih bernama ISDV. Ia pernah
memimpin PKI cabang Batavia pada masa penjajahan Jepang. Lihat McVey, Kemunculan Komunisme
Indonesia, h. 302-303.

1

2
platform PKI.10 Sedangkan Alimin mencoba jalan lain. Inilah awal konflik antar para
elit PKI dimulai. Dan inilah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Mengapa para elit
PKI berbeda pandangan?
“Marxisme”11 sebagai ideologi dasar partai komunis di seluruh dunia, dalam
sejarah perkembangannya penuh dengan pertentangan. Khususnya tentang permasalahan revolusi. Marx12 tidak memberikan ajaran spesifik tentang cara-cara
revolusi dan bagaimana revolusi itu terjadi. Hal ini memicu konflik antar pengikut
Marxisme dalam hal menafsirkan revolusi. Misalnya, yang terjadi dalam
Internasionale II.13
Dalam Internasionale II ada tiga tokoh penafsir Marxisme yang sangat
terkenal, yaitu: Kautsky,14 Rosa Luxemburg,15 Bernstein,16 dan Lenin.17 Mengenai
revolusi, Kautsky berpendapat bahwa revolusi akan datang dengan sendirinya karena
kondisi sosial yang terjadi yaitu kaum borjuis18 terus memeras kaum proletar,19


10

Ibid, h. 53.
Marxisme merupakan ajaran-ajaran yang diklaim bersumber dari ajaran-ajaran Karl Marx.
Lihat Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Permasalahan
Revisionisme (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), h. 269. Penjelasan tentang Marxisme juga
dibahas pada Bab II.
12
Karl Marx (1818-1883) adalah filosof kelahiran Prusia. Ajaran-ajarannya termaktub dalam
Kapital, Manifesto Partai Komunis, Kemiskinan Filsafat, dll. Ajaran-ajarannya terkenal dengan istilah
“sosialisme ilmiah”. Lihat Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 46-53. Para sosiolog sering menyingkat
nama Karl Marx dengan sebutan Marx. Lihat David McLelland, Ideologi Tanpa Akhir (Yogyakarta:
Kreasi Wacana, 2005), h. 8. lihat juga E. Stepanova, Karl Marx: Nabi Kaum Proletar (Yogyakarta:
Mata Angin, 2004) h. 1.
13
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 221. Internasionale II merupakan asosiasi buruh
internasional kedua yang didirikan pada 1889 oleh partai-partai sosialis setiap negara.
14
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 222. Karl Kautsky (1854-1938) adalah kader Partai Sosial
Demokrat Jerman (SPD). Ia yang menulis program-program SPD.
15
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 229. Rosa Luxemburg (1870-1918) adalah pendiri Serikat
Spartakus yang kemudian menjadi induk Partai Komunis Jerman.
16
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 226-227. Eduard Bernstein (1850-1932) adalah pemimpin
kaum reformis dalam tubuh SPD. Pada 1901, ia terpilih menjadi anggota Parlemen Kekaisaran Jerman
mewakili SPD.
17
Vladimir Ilyich Ulyanov (1870-1924) adalah pemimpin Partai Bolshevik di Uni Soviet
(1904-1924). Ia juga merupakan perdana mentri Uni Soviet pertama kali (1917-1924). Lihat Wikipedia
Ensiklopedia Bebas, “Vladimir Lenin”, artikel diakses pada 20 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.
org/wiki/VladimirLenin
18
Istilah “borjuis” dipakai Karl Marx untuk menyebut para pemilik modal.
11

3

sehingga kaum proletar bangkit dengan sendirinya melawan kaum borjuis untuk
menguasai faktor-faktor produksi.20 Dalam hal ini, Kautsky mengkritik penafsirpenafsir lainnya, Lenin dan Rosa Luxemburg yang menyatakan bahwa revolusi harus
dipersiapkan.
Lain halnya dengan Bernstein, salah satu revisionis ajaran Marx. Bernstein
berpendapat bahwa, revolusi adalah suatu angan-angan yang utopis dan merupakan
sisa metafisika Hegel.21 Menurut Bernstein, kaum sosialis harus “… menyadari bahwa
sosialisme hanya dapat dicapai dari hasil-hasil ekonomis, politis, dan etis masyarakat
borjuasi.”22 Revolusi harus diganti dengan reformasi. Dalam hal ini, Bernstein sangat
berbeda dengan ajaran Marx tentang tahap menuju masyarakat Sosialis yang
meniscayakan revolusi. Oleh sebab itu, ajaran-ajaran Bernstein disebut revisionisme.23 Dari sinilah pertentangan pemikiran antar penafsir-penafsir Marxisme menajam.
Tokoh-tokoh Internasionale II menganggap bahwa, Bernstein telah menyimpang dari
ajaran-ajaran Marx, yang meniscayakan berakhirnya dominasi kaum borjuis melalui
revolusi proletar.
Perkembangan Marxisme mulai mengalami masa yang gemilang setelah Lenin
menyumbangkan pemikiran-pemikarannya. Lenin berpendapat bahwa revolusi tidak
mungkin ditunggu, karena kaum buruh tidak mungkin sadar dengan sendirinya.24 Sifat
alamiah kaum buruh, menurut Lenin, yaitu selalu memikirkan kenaikan upah dan
pengurangan jam kerja, inilah yang membuat kaum buruh berpotensi menerima
Istilah “proletar” dipakai Karl Marx untuk menyebut para pekerja (buruh). Tetapi Lenin
menafsirkan kata proletar lebih luas, yaitu orang-orang miskin yang tertindas.
20
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 223-224.
21
Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) adalah filosof kelahiran Stuttgart (Jerman). Ia
merupakan pencetus hukum dialektika. Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Georg Wilhelm
Friedrich Hegel”, artikel diakses pada 21 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Hegel
22
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 227.
23
Ibid., h. 228.
24
Ibid., h. 233.
19

4
sogokan dari para pemilik modal yang menghilangkan semangat revolusionernya.25
Oleh sebab itu, Lenin berpendapat bahwa, revolusi harus terorganisasi dalam sebuah
partai yang terdiri dari kader-kader revolusioner, yang mengerti tentang teori-teori
revolusioner Karl Marx, yaitu para kaum yang terpelajar.26
Tafsiran-tafsiran Lenin tentang ajaran-ajaran Marx, diklaim sebagai ajaran
Marx murni, dan ajaran ini dikenal di seluruh dunia dengan sebutan “MarxismeLeninisme” atau dengan sebutan pendek “komunisme”.27 Dengan ajaran ini, Lenin
berhasil meraih banyak pengikut di Uni Soviet khususnya kaum buruh, lalu melakukan revolusi di Uni Soviet (1917). Setelah itu, mendirikan Internasionale ke III atau
biasa disebut Komunis Internasional (Komintern) pada 1919, yang menjadi kiblat
bagi Partai Komunis di hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia.28
Tafsiran-tafsiran Lenin tentang revolusi, dikritik oleh Rosa Luxemburg yang
menyatakan bahwa, revolusi harus dipimpin oleh kaum buruh yang mengerti tentang
permasalahan buruh yang sudah mengalami penindasan oleh kaum kapitalis.29
Menurut Rosa Luxemburg, tidak mungkin para elit intelektual yang belum pernah
mengalami penindasan oleh Kapitalis mempunyai militansi yang tinggi untuk memimpin suatu revolusi.30
Sejarah telah membuktikan, bahwa penafsiran-penafsiran tentang ajaranajaran Marx telah membuahkan pandangan-pandangan baru yang bertentangan antar
sesama para penafsir. Ini memberikan efek yang sangat besar pada peristiwa-peristiwa
pertentangan pandangan berikutnya.

25

Ibid.
Ibid.
27
Ibid, h. 269.
28
Mcvey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h. 3.
29
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 233.
30
Ibid.
26

5

Tak jarang pertentangan itu terjadi antar sesama anggota suatu organisasi dan
membuat organisasi itu sendiri terpecah, bahkan bubar. Misalnya ,saja di Uni Soviet.
Sejak meninggalnya pemimpin Komunis Internasional (Komintern), Lenin pada 1924,
para elit Komintern saling bertentangan mengenai pandangan organisasi. Konflik
antar elit Komintern meruncing, ketika perbedaan pendapat antara Trotsky31 dan
Stalin32 dalam menyikapi revolusi yang terjadi di Tiongkok,33 pada 1927.34 Sebelumnya, Trotsky mengkritik keras kebijakan Stalin dalam Partai Komunis Uni Soviet
(PKUS).
Trotsky menganggap bahwa, penekanan demokrasi birokrat di dalam PKUS
dan teori “dua tahap” yang mniscayakan ketundukan kaum pekerja kepada kaum
borjuis nasionalis adalah kontra revolusi.35 Inilah yang menjadi cikal-bakal timbulnya
ideologi “revisionisme modern” (remo). Sejak saat itulah Komintern dan PKUS
terbelah menjadi dua kubu, kubu Stalin dan kubu Trotsky, hingga bubarnya
Komintern dan terbunuhnya Trotsky. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Di Indonesia, para kader komunisme yang tergabung dalam PKI juga tidak terlepas dari konflik. Sebelum peristiwa Madiun 1948, PKI sempat keluar dari “bayangbayang Lenin” dengan langkah yang konroversial, yaitu dengan menganut politik
independen, dan akan bekerja sama dengan Belanda untuk membentuk Republik
31

Lev Davidovich Trotski (1879-1940) adalah mentri pertahanan Uni Soviet (1981-1925) dan
menteri luar negeri Uni Soviet (1917-1918). Ia juga menjabat sebagai ketua Dewan Buruh Petrogard
pada 1917. Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Leon Trotsky”, artikel diakses pada 20 Januari 2011
dari http://id.wikipedia.org/wiki/LeonTrotsky
32
Ioseb Jughashvili (1878-1953) adalah penggagas jabatan sekjen dalam struktur organisasi
PKUS dan sekaligus menjabatnya (1922-1953). Ia pernah menjadi perdana menteri Uni Soviet (19411953). Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Josef Stalin”, artikel diakses pada 21 Januari 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/JosephStalin
33
Sebelum tahun 1967, istilah Tiongkok dalam bahasa Indonesia digunakan untuk menyebut
negara China. Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Tiongkok”, artikel diakses pada 24 Januari 2011
dari http://id.wikipedia.org/wiki/Tiongkok
34
Leon Trotsky, Revolusi yang Dikhianati: Sebab-sebab Kebangkrutan Uni Soviet,
(Yogyakarta: Resist Book, 2010), h. xiii.
35
Ibid.

6
Indonesia Serikat (RIS), yang digagas oleh Alimin dan Sardjono.36 Langkah Alimin
ini, dapat “diluruskan” oleh Muso dengan keputusan pemberontakan revolusioner
pada 1948 di Madiun.37 Walaupun gagal, Muso telah mengembalikan khittah PKI ke
jalan revolusi yang didominasi oleh kaum tani dan kaum buruh atau masyarakat
proletar.
Pada tahun 1951-1959, dinamika pergerakan pemikiran para elit PKI terus
berlanjut. Misalnya, antara kelompok pemuda yang diwakili Aidit dan kelompok tua
yang diwakili oleh Alimin, yang telah saya sebut pada paragraf awal. Lalu konflik
antara Tan Ling Djie,38 yang menginginkan prinsip-prinsip lama dalam program PKI
dan Aidit yang menginginkan PKI menjadi populer dengan mengubah prinsip-prinsip
lama, mengesampingkan revolusi dan mengikuti pemilu pada 1955.39
Revolusi sangatlah sesuai dengan keaadan di Indonesia. Setelah peristiwa
kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga pada 1959, Indonesia belum menggunakan
sistem diktator proletariat ala komunisme. Oleh sebab itu, menurut ajaran komunisme
revolusi harus terus berjalan hingga sistem diktator proletariat berdiri.
Pada 1958-1959, negara yang menjadi kiblat komunisme di dunia terbelah
menjadi dua kubu, antara Tiongkok yang dipimpin oleh Mao Tse-Tung,40 dengan Uni
Soviet yang dipimpin Krushcev.41 Pada saat itu, Mao Tse-Tung mengkritik “strategi

36

Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 30-31.
Ibid., h.37-38.
38
Tan Ling Djie merupakan sekretaris Musso. Menjadi pimpinan Sidang Pleno CC pada 7
Januari 1951. Menjabat sebagai anggota CC pada tahun 1951. Wawancara pribadi dengan anggota CCPKI, Esempe (samaran), Jakarta 22 Juli 2011.
39
Ibid, h. 57-58.
40
Mao Zedong (1893-1976) adalah presiden pertama Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
(1954-1959) dan pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT) pada 1943. Lihat Wikipedia Ensiklopedia
Bebas, “Mao Zedong”, artikel diakses pada 20 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Mao_
Zedong
41
Nikita Sergeyevich Krushchev (1894-1971) adalah sekjen PKUS (1953-1964) dan perdana
mentri Uni Soviet (1958-1964). Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Nikita Khrushchev” artikel
diakses pada 22 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Nikita_Khrushchev
37

7
kanan” yang disahkan dalam kongres ke 20 PKUS, yang dipimpin oleh Krushcev
dengan mengambil langkah bekerja sama dengan kaum borjuis kecil. Inilah yang
disebut Revisionisme Modern (Remo).42 Kemunculan remo merupakan faktor yang
sangat mengganggu perjuangan PKI dalam mewujudkan cita-cita yang sudah
ditetapkan, karena ajaran-ajaran remo sangat bertentangan dengan komunisme.
Misalnya, perjuangan buruh hanya sebatas kenaikan upah, tidak harus meruntuhkan
sistem kapitalisme dan aspirasi diperjuangkan melalui parlemen, tidak revolusi.
Konflik antar kedua negara yang menjadi kiblat komunisme dunia itu memberi
kontribusi besar atas konflik antara Aidit dan Njono43 sebagai elit PKI. Inilah yang
menjadi fokus dalam skripsi ini. PKI layak diangkat sebagai sebuah studi kasus
karena, PKI merupakan salah satu partai komunis terbesar di dunia pada 1955.
Komunisme sebagai ideologi pada saat itu, mendapat apresiasi yang sangat
besar di dunia, karena ajaran revolusinya yang dapat menggerakkan suatu masyarakat
yang dijajah untuk berjuang meraih kemerdekaan, termasuk di Indonesia. Oleh sebab
itu, penulis mengangkat judul “Konflik Ideologi Di Tubuh Partai Komunis Indonesia
(PKI) Periode 1951-1959: Marxis-Leninis Versus Revisionis Modern”, guna
memahami sejarah pertarungan pemikiran dalam sebuah partai politik dan sejarah
berdirinya serta berkembangnya sebuah partai politik di Indonesia.
PKI merupakan partai yang solid. Walaupun terjadi konflik ideologi di antara
para kadernya, namun para kader tersebut tidak melakukan sebuah gerakan untuk
memisahkan diri terhadap para kader lain yang berlainan pendapat atau ideologi.

Blog Proletar, “Tentang Imperialisme,” artikel diakses pada 13 Januari 2011 dari http://
blogproletar.blogspot.com/2010/06/tentang-imperialisme.html
43
Njono merupakan pimpinan SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia). Menjadi
anggota CC-PKI fraksi SOBSI. Lihat Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 56.
42

8

Inilah yang menarik diteliti dari PKI, di mana konflik pemikiran antar sesama kader
tidak berdampak perusakan solidaritas.
Dalam dinamika politik Indonesia baru-baru ini, masyarakat dipertontonkan
pada perpecahan partai-partai politik hingga lahir partai politik baru dari perpecahan
tersebut. Misalnya, perpecahan Partai Golkar yang disebabkan oleh dua pimpinannya
yang melahirkan Partai Nasional Demokrat sebagai partai baru. Oleh sebab itu penulis
mengangkat judul yang berkaitan dengan PKI. PKI patut dijadikan tauladan bagi
partai-partai politik di Indonesia saat ini, khususnya dalam bidang pemeliharaan
soliditas antar kader dan pengelolaan konflik.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Terjadinya konflik internal PKI antara Marxis-Leninis dan Revisionis Modern,
memberikan gagasan-gagasan baru dalam kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan PKI.
Dengan demikian, yang menjadi inti permasalahan adalah mengapa konflik kedua
ideologi itu terjadi di dalam tubuh PKI? Oleh karena itu, perlu sekali mengetahui
tentang ideologi Marxisme-Leninisme dan Remo. Perlu juga mengetahui tentang latar
belakang berdirinya PKI.
Karena luasnya sejarah tentang PKI, maka penulis membatasi pembahasan
dari periode 1951 sampai dengan 1959. Dengan demikian, pembahasan dirumuskan
pada seputar:
1.

Mengapa terjadi konflik ideologi antar para elit PKI?

2.

Apa dampaknya pada perkembangan PKI setelah konflik internal PKI?

9

C. Tujuan Penelitian
Ada dua macam tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian
skripsi ini, yaitu: pertama, tujuan secara praktis, ditujukan untuk memenuhi tugas
akademik yang merupakan syarat dan kewajiban bagi setiap mahasiswa, dalam rangka
menyelesaikan studi tingkat sarjana program Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Syahid), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP), jurusan Ilmu Politik dengan gelar Sarjana Ilmu Politik (S.I.P.); sedangkan
yang kedua, tujuan akademis yang mempunyai dua sub tujuan, yang pertama untuk
memahami secara langsung ideologi Marxisme-Leninisme dan revisionisme modern
dan yang kedua untuk mengetahui sejarah konflik internal PKI.

D. Metode Penelitian
Untuk mengkaji permasalahan ini, penulis menggunakan tipe penelitian
kualitatif, yaitu penelitian yang cenderung digunakan dalam ilmu-ilmu sosial yang
berhubungan dengan perilaku.
Teknik pengumpulan data yang digunakan, dilakukan dengan wawancara,
salah satunya dengan mantan anggota PKI yang masih hidup dan sempat menjadi
menteri muda bidang pendidikan pada masa kabinet seratus menteri, bernama Esempe
(samaran). Selain itu, wawancara dengan seorang pelaku sejarah, yang merupakan
anggota Politbiro CC PKI bernama Rewang. Kedua tokoh tersebut dipilih sebagai
narasumber karena, mereka mengalami langsung peristiwa-peristiwa yang akan
diteliti.
Pengumpulan data juga dilakukan dengan mengumpulkan bahan pustaka,
yaitu: buku, media masa, artikel, jurnal dan semacamnya. Selain itu, pengumpulan

10

data juga dilakukan dengan mengunduh situs-situs yang berisi tentang hal-hal yang
terkait sebagai pendukung.
Agar lebih paham dan mencapai target dalam sasaran pembahasan itu, maka
penulis menggunakan metode deskriptif-analisis. Metode deskriptif merupakan
metode yang dipergunakan sebagai prosedur pemecahan masalah, dengan
menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian berdasarkan fakta-fakta
yang tampak, apa adanya. Sedangkan teknik analisis merupakan salah satu teknik
dalam penelitian dengan melakukan analisa-analisa dari data yang didapat.
Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu sepenuhnya pada
standar penulisan skripsi dengan buku, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development
and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2007, dengan pengecualian sebagai berikut:
1.

Dalam daftar pustaka sumber-sumber yang berasal dari buku-buku dan artikelartikel ditulis dalam bagian paling atas sesuai dengan abjad.

2.

Sedangakan sumber-sumber yang berasal dari internet menyusul kemudian
sesuai abjad pula.

E. Sistematika Penulisan
Pembahasan akan disusun sebagai berikut:
Bab I membahas seputar uraian singkat tentang materi dan signifikansinya,
yang terdapat pada latar belakang masalah, kemudian secara berurutan akan dibahas
tentang pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian,

11

teknik penulisan, dan sistematika penulisan yang semuanya tercakup dalam
pendahuluan.
Bab II membahas tentang teori-teori dan beberap ideologi terkait. Didahului
dengan penjelasan tentang teori konflik lalu diikuti dengan ideologi yang dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu: Marxisme, Marxisme-Leninisme, dan Remo. Setelah itu,
penjelasan tentang partai politik sebagai penutup Bab II.
Bab III membahas tentang sejarah singkat PKI dan peristiwa-peristiwa
penting dalam sejarah Indonesia yang digerakkan oleh PKI. Diawali dengan
pembahasan tentang sejarah berdirinya PKI, lalu diikuti dengan pemberontakan
pertama kali yang digerakkan oleh PKI pada 1926. Setelah itu, pembahasan tentang
peristiwa Madiun 1948 sebagai penutup Bab III.
Bab IV membahas tentang perebutan pengaruh dua ideologi besar, MarxismeLeninisme dan Remo yang sedang menghegemoni PKI. Diawali dengan maskunya
ideologi Remo ke dalam tubuh PKI, lalu diikuti dengan jalannya konflik yang
berakhir dengan kemenangan Remo. Setelah itu, ditutup dengan dampak dari
kemenangan Remo terhadap PKI dan dinamika perpolitikan Indonesia saat ini.
Dan penulisan ini diakhiri dengan kesimpulan sebagai penutup pada Bab V.
Konflik ideologi di dalam tubuh PKI terjadi karena perbedaan beberapa pandangan,
di antaranya tentang revolusi. Beberapa anggota PKI, khususnya para elit golongan
tua, menghendaki cara untuk mengganti sistem kenegaraan dan kepemimpinan
nasional itu harus dengan cara revolusi. Sedangkan para elit golongan muda
menghendaki dengan cara mengikuti pemilu. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa para kelompok Remo yang “memenangi” konflik.

BAB II

LANDASAN TEORI
Dalam “membedah” kasus konflik internal yang terjadi dalam tubuh PKI
(Partai Komunis Indonesia), dibutuhkan beberapa “pisau” analisis berupa beberapa
teori dan beberapa ideologi. Teori-teori tersebut mencakup: konflik dan partai politik.
Sedangkan ideologi-ideologi mencakup: Marxisme, Marxisme-Leninisme, dan
Revisionisme Modern (Remo). Tentang teori-teori dan ideologi-ideologi tersebut,
dijelaskan dalam paragraf selanjutnya.

A. Konflik
Dalam Sosiologi, terdapat banyak teori konflik. Namun, Dalam kasus konflik
yang terjadi dalam tubuh PKI yang dibahas dalam skripsi ini, merupakan teori konflik
yang dirumuskan oleh Marx (Karl Marx).1 Konflik internal PKI ini merupakan
konflik yang bersifat konstruktif, bukan yang bersifat destruktif. Karena, pihak-pihak
yang terlibat konflik mengeluarkan kesepakatan damai.2
Dalam kasus konflik yang terjadi dalam tubuh PKI yang dibahas dalam skripsi
ini, melibatkan dua kelompok yang berbeda penafsiran tentang ajaran-ajaran Marx,
yaitu Marxisme-Leninisme dan (Remo). Yang berpihak pada Marxisme-Leninisme,
yaitu golongan tua yang diwakili Tang Ling Djie dan Njono, sedangkan kelompok

1

Marx menyatakan bahwa, konflik muncul dalam suatu masyarakat karena perbedaan kelas,
yaitu kelas para pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja/buruh (proletar). Maurice Duverger,
Sosiologi Politik (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), h. 193.
2
Konflik bersifat destruktif artinya, konflik tersebut membawa pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik pada sebuah perang terbuka atau saling menghancurkan. Konflik bersifat konstruktif
artinya, konflik tersebut tidak sampai membawa pihak-pihak yang terlibat konflik untuk saling menghancurkan. Tetapi justeru membawa mereka untuk membangun peradaban baru, dengan konsensus
yang dibuat pasca konflik. Lewis Coser menggunakan istilah konflik realistis dan konflik non-realistis.
Lihat Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1992), h. 110111.

11

12

Remo yaitu golongan muda yang diwakili oleh Aidit, Lukman, dan Njoto, seperti
yang sudah dijelaskan dalam Bab I, skripsi ini. Jadi, konflik yang dimaksud dalam hal
ini, yaitu konflik sebagai eksperesi antara dua kelompok yang bertikai.3
Supaya lebih fokus, penjelasan mengenai teori konflik hanya terkonsentrasi
kepada teori konflik yang berkaitan dengan permasalahan konflik internal PKI
khususnya, teori konflik Marx. Marx menyatakan bahwa, konflik muncul dalam suatu
masyarakat karena perbedaan kelas, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Marx
berpendapat bahwa, para pemilik modal memeras para pekerja dengan cara
memperpanjang jam kerja dan upah yang tidak layak, atau dikenal dengan istilah
kerja lebih.4 Dengan keadaan seperti itu, para pekerja merasa diperas. Lalu muncul
aksi-aksi perlawanan, dan konflik menjadi keniscayaan yang memuncak hingga
peristiwa revolusi.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran Marx tentang konflik, seorang sosiolog asal
Jerman, Ralf Dahrendorf mengembangkan teori konflik pada 1958. 5 Ralf Dahrendorf
menyatakan bahwa, konflik yang terjadi di abad 20, tidak hanya antara kelas pemilik
modal (borjuis) dan kelas pekerja/buruh (proletar). Karena dalam abad 20, terjadi
dekomposisi modal. Artinya, para pemilik modal tidak harus mengelola modalnya
sendiri. Ia dapat menggunakan jasa orang lain untuk mengelola modalnya.6
Pada abad 20, terjadi perubahan pola pikir (mind set) masyarakat, menurut
Ralf Dahrendorf. Yaitu terjadinya sepsialisasi bidang dalam dunia kerja. 7 Artinya,
seseorang yang bekerja dalam suatu perusahaan, secara formal ia hanya terkonsentrasi
Tentang definisi konflik lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Konflik”, artikel diakses pada
18 Februari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
4
Karl Marx, Kapital: Sebuah Kritik Ekonomi Buku II Proses Sirkulasi Kapital (JakartaBandung: Hasta Mitra-Ultimus & Institute For Global Justice, 2006), h. 256-257.
5
Poloma, Sosiologi Kontemporer, h. 129.
6
Ibid, h. 131.
7
Ibid, h. 129.
3

13

dalam satu bidang. Sistem pengelolaan perusahaan di abad 20, tidak semuanya
tertutup. Ada yang terbuka bagi para pekerja untuk memiliki saham perusahaan
tempat para pekerja itu bekerja. Dengan demikian, timbul kelas menengah baru. Oleh
sebab itu, para pemilik modal dan pekerja jadi sulit dibedakan.
Ketika dekomposisi modal terjadi, pada saat yang bersamaan terjadi
dekomposisi tenaga kerja. Artinya, para pekerja terpecah menjadi dua bagian yaitu,
pekerja yang terampil atau mempunyai keahlian dibidang tertentu berada pada kelas
atas dan pekerja biasa atau pekerja yang hanya mengandalkan tenaga tanpa keahlian
tertentu berada di kelas bawah.8
Seiring dengan berkembangnya spesialisasi pekerjaan yang berjenjang di abad
20, struktur sosial masyarakat menjadi semakin rumit. Hampir di setiap interaksi
sosial, antar manusia mempunyai struktur hierarki antara penguasa dan yang dikuasai,
antara atasan dan bawahan. Oleh sebab itu, Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa,
dasar pembentukan kelas adalah kekuasaan.9
Berdasarkan dasar pembentukan kelas tersebut, Ralf Dahrendorf berpendapat
bahwa, konflik terjadi karena kepentingan-kepentingan penguasa dan yang dikuasai
berbeda dan saling berlawanan.10 Misalnya, kaum pemilik modal sebagai penguasa
atas pemberian upah para pekerja dan pengaturan jam kerja menginginkan upah
ditekan serendah mungkin. Supaya keuntungan yang didapat semakin besar dan jam
kerja diperpanjang, supaya perusahaan lebih produktif. Sedangkan buruh,
menginginkan upah yang layak dan jam kerja yang “manusiawi”.

8

Ibid, h. 132.
Ibid, h. 134.
10
Ibid, h. 134-135.
9

14

Contoh lain, misalnya atasan dan bawahan dalam sebuah kantor, atasan
menginginkan kinerja yang baik kepada bawahan, lalu bawahan menolak, karena
fasilitas tidak menunjang. Dalam hal ini, terlihat jelas bahwa kepentingankepentingan pemilik modal, sebagai pihak penguasa dan kepentingan-kepentingan
para pekerja sebagai pihak yang dikuasai, mengalami perbedaan dan saling
berlawanan. Oleh sebab itu, konflik terjadi. Akhir dari sebuah konflik inilah yang
menjadi perbedaan antara Marx dan Ralf Dahrendorf.
Marx berpendapat bahwa revolusi merupakan suatu hal yang niscaya, karena
perundingan-perundingan dengan kaum pemilik modal tidak akan mencapai keadilan
dan berakhir dengan kebuntuan. Karena, sudah menjadi wataknya bahwa para pemilik
modal akan selalu menumpuk keuntungan sebanyak-banyaknya.11
Sedangkan Ralf Dahrendorf, mempunyai pandangan yang berbeda. Keadaan
sosial masyarakat yang berkembang pada abad 20, di mana Ralf Dahrendorf memulai
penelitiannya mengenai teori konflik, menunjukkan bahwa antara para pemilik modal
dan pekerja saling bertukar keuntungan dengan adanya dekomposisi modal.12 Jadi,
ada sebuah pilihan lain untuk menyelsaikan konflik selain revolusi, yaitu dekomposisi
modal. Inilah yang tidak diketahui Marx pada zamannya. Dengan demikian, revolusi
sudah tidak menjadi keniscayaan.13
Di sini terlihat bahwa, Ralf Dahrendorf telah mengkritik dan memodifikasi
beberapa pemikiran Marx. Dalam teori kelas, Ralf Dahrendorf menghadirkan kelas
11

Ruth T. Mcvey, Kemunculan Komunisme Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2010), h.

4.
12

Poloma, Sosiologi Kontemporer, h. 132.
Perundingan-perundingan untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan (konsensus) baru yang
lebih adil merupakan suatu ciri khas masyarakat industri di abad 20. Lihat Anthony Giddens, Studies In
Social and Political Theory (Londres: Hutchinson, 1977), yang dikutip oleh Firmanzah Ph.D.,
Mengelola Partai Politik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h. xli. Jauh sebelum Ralf
Dahrendorf, gagasan tentang adanya kesepakatan-kesepakatan untuk “menghindari” revolusi sudah
dicetuskan oleh Eduard Bernstein. Lihat Bab I, h. 3.
13

15

menengah baru dengan adanya dekomposisi modal. Berdasarkan hal itu, konflik tidak
hanya terjadi antara kelas pemilik modal dan kelas pekerja, tetapi konflik juga bisa
terjadi antar sesama kelas pekerja dan para pemilik modal. Lalu Ralf Dahrendorf
membangun dasar pembentukan kelas dengan dasar lebih umum, yaitu kekuasaan.
Ralf Dahrendorf juga tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik, antara kaum
mayoritas dengan kaum minoritas. Karena, yang menjadi sebab terjadinya konflik
adalah kepantingan.

B. Ideologi
Beberapa ilmuwan mempunyai pendapat tentang ideologi. Namun, yang
dimaksud ideologi dalam membedah kasus konflik internal PKI dalam skripsi ini,
yaitu ideologi yang rumuskan oleh Marx.
Dalam mendefinisikan ideologi, Marx berpijak pada analisis sosialnya
berdasarkan, kepemilikan faktor-faktor produksi dan ketidaksetaraan distribusi
kekayaan, sebagaiamana telah dijelaskan sebelumnya.14 Berdasarkan ketidaksetaraan
tersebut, Marx berpendapat bahwa, keadaan sosial yang ideal merupakan suatu
keadaan, di mana faktor-faktor produksi dapat diakses oleh semua masyarakat.
Sehingga, distribusi kekayaan mengalir secara adil. Oleh sebab itu, Marx berpendapat
bahwa, “Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan
bersama dalam masyarakat.”15
Dalam merumuskan ideologi, Marx tidak berawal dari ruang yang kosong. Ia
mempelajari hal-hal mendasar tentang sebuah ideologi, yang sudah dirumuskan oleh
14

18.

David McLelland, Ideologi Tanpa Akhir (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), h. 2, 17, dan

Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Ideologi”, artikel diakses pada 2 Maret 2011 dari http://id.
wikipedia.org/wiki/Ideologi
15

16

para pendahulunya. Oleh sebab itu, sangat penting untuk mrngetahui tentang dasardasar ideologi.
Ideologi secara kebahasaan, berasal dari bahasa Yunani, yaitu eidos yang
memiliki arti gagasan atau konsep dan logos yang memiliki arti ilmu.16 Secara istilah,
banyak ahli ilmu sosial mendefinisikan ideologi. Ideologi sendiri digagas pertama kali
oleh seorang filosof, yang ditugaskan untuk menyebarkan gagasan-gagasan
pencerahan pada 1797, bernama Antoine Destutt de Tracy.17
Dalam mendefinisikan ideologi, de Tracy berpijak pada inti suku kata yang
pertama yaitu ide. Menurut de Tracy, ide-ide rasional dari seorang manusia yang tak
terikat oleh prasangka agama dan metafisika, akan menjadi landasan bagi masyarakat
yang adil dan damai.18 De Tracy juga berpendapat bahwa, posisi alam dalam
hubungannya dengan manusia adalah sebagai partner bukan sebagai objek. Oleh
karena itu, rasionalitas manusia dalam mengeksplorasi alam menjadi penting.19
Dengan demikian, de Tracy menganggap bahwa ideologi merupakan dominasi
rasionalitas manusia atas sikap-sikapnya terhadap hal-hal tertentu. Oleh sebab itu, de
Tracy berpendapat bahwa “Ideologi adalah studi terhadap ide – ide/pemikiran
tertentu.”20 Lain halnya dengan Marx. Marx telah membangun sebuah anggapan
bahwa, ideologi meniscayakan kesadaran bagi para penganutnya untuk diperjuangkan.
Bukan hanya sekedar mempelajari ide-ide tertentu di ruang-ruang akademik.

Shvoong.com The Global Source for Summeries & Reviews, “Pengertian Ideologi” , artikel
diakses pada 24 Februari 2011 dari http://id.shvoong.com/society-and-news/news-items/2005723pengertian-ideologi/ Bandingkan dengan Scribd, “Pengertian dan Fungsi Ideologi”, artikel diakses pada
26 Februari 2011 dari http://www.scribd.com/doc/24582045/Pengertian-dan-Fungsi-Ideologi
17
McLelland, Ideologi Tanpa Akhir, h. 9.
18
Ibid.
19
Ibid.
20
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Ideologi”, artikel diakses pada 28 Februari 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Ideologi
16

17

B.1. Marxisme
Bagi sebagian kalangan, pemberian istilah untuk ajaran-ajaran atau ide-ide,
identik dengan nama pencetus ajaran-ajaran atau ide-ide itu sendiri. Misalnya:
Maoisme21, Castroisme22, Stalinisme23, dan semacamnya. Lalu bagaimana dengan
Marxisme? Apakah Marxisme berasal dari ajaran-ajaran Karl Marx? Padahal Marx
sendiri menyebut ajaran-ajarannya dengan istilah “sosialisme ilmiah” (scientific
socialism).24
Menurut Franz Magnis-Suseno, Marxisme adalah ajaran-ajaran Marx yang
dibakukan oleh Friedrich Engels25 dan Karl Kautsky.26 Namun, Ada juga yang
berpendapat bahwa, Marxisme merupakan ajaran-ajaran yang berasal dari pemikiranpemikiran Marx.27 Lalu yang dimaksud Marxisme dalam skripsi ini, yaitu ajaranajaran Marx yang dibakukan Friedrich Engels. Sedangkan, ajaran-ajaran Marx yang
dibakukan Karl Kautsky disebut Kautskysme.28

21

Maoisme adalah ajaran-ajaran Mao Tse-Tung yang digunakan PKT sebagai ajaran resmi.
Maoisme merupakan varian dari Marxisme-Leninisme. Tentang Mao Tse Tung lihat bab I, h. 6. Lihat
juga Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Maoisme”, diakses pada 3 Maret 2011 dari http://id.wikipedia.
org/wiki/Maoisme
22
Castroisme merupakan ajaran-ajaran yang berasal dari pemikiran-pemikira pemimpin Kuba,
Fidel Castro. Ajaran-ajaran ini dipengaruhi oleh beberapa filososf diantaranya: Karl Marx, Freidrich
Engels, Vladimir Lenin, dan terutama José Martí. Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Castroisme”,
artikel diakses pada 3 Maret 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Castroisme
23
Stalinisme merupakan ideologi politik yang dicetuskan oleh pemimpin Uni Soviet pada
1929 sampai 1953, Joseph Stalin. Stalinisme berisi tentang pemerintahan yang represif. Lihat
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Stalinisme” artikel diakses pada 3 Maret 2011 dari http://id.wikipedia.
org/wiki/Stalinisme
24
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 270-271.
25
Friedrich Engels lahir di Barmen, Wuppertal, Jerman, 28 November 1820 dan meninggal di
London, 5 Agustus 1895. Ia adalah teman setia Karl Marx baik dalam perjuangan maupun pemikiran.
Bersama Marx menulis “Manifesto Partai Komunis” pada 1848. Ia juga seorang pengusaha tekstil di
inggris. Lihat Paul Lafargue, Mengenang Marx, dalam Erich Fromm, Konsep Manusia Menurut Marx
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 315. Lihat juga Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Friedrich
Engels”, artikel diakses pada 3 Maret 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Engels
26
Ibid, h. 5.
27
Suseno Pemikiran Karl Marx, h. 5.
28
W.I. Lenin, Negara dan Revolusi: Adjaran Marxis Tentang Negara Dan Tugas Proletariat
Di Dalam Revolusi (Djakarta: Jajasan Pembaharuan, 1961), h. 9. Tentang ajaran-ajaran Karl Kautsky
lihat Bab I, h. 2-3.

18

Salah satu ajaran Marx yang dibakukan Friedrich Engels, Misalnya tentang
negara. Negara dalam ajaran ini dianggap sebagai hasil dari kontradiksi yang tak
terpecahkan dalam sebuah masyarakat.29 Salah satu faktor yang paling dominan yang
menyebabkan terjadinya kontradiksi tersebut, sebagaimana diajarkan Marx, yaitu
kepemilikan alat-alat produksi.
Dalam perkembangannya, Marxisme banyak ditafsirkan oleh para teoritikus
menjadi ajaran baru. Beberapa diantaranya yaitu Marxisme-Leninisme dan Remo,
yang merupakan ideologi-ideologi para anggota PKI yang menjadi pembahasan dalam
skripsi ini.

B.2. Marxisme-Leninisme
Semua kaum komunis menganggap bahwa, interpretasi ajaran-ajaran Marx
yang paling benar, adalah ajaran-ajaran Marx yang diinterpretasi oleh Lenin atau
disebut dengan Marxisme-Leninisme.30 Lenin mempersingkatnya dengan istilah
“komunisme”.31 Sebelum digunakan Lenin untuk menamai ajaran-ajarannya, istilah
komunisme digunakan untuk cita-cita utopis masyarakat yang menganggap bahwa,
kepemilikan pribadi akan digantikan oleh kepemilikan bersama.32
Lenin mempunyai beberapa interpretasi tentang ajaran-ajaran Marx, misalnya
tentang revolusi yang telah dipaparkan dalam Bab I skripsi ini. Penafsiran yang
penting lainnya yang dilakukan Lenin terhadap ajaran Marx yaitu tentang negara.
29

F. Engels, Asal-Usul Keluarga Milik Perseorangan dan Negara (K. Marx dan F. Engels,
Pilihan Karja, edisi dua djilid bahasa Inggris, djil. II, Moskow, 1949, h. 288-289). Dikutip dari Lenin,
Negara dan Revolusi, h. 10.
30
Setelah revoulusi oktober dan berdirinya Komintern, Marxisme-Leninisme menjadi kiblat
bagi seluruh partai komunis di dunia, termasuk PKI. Pada awalnya PKI memegang sepenuhnya
ideologi Marxisme-Leninisme. Tetapi, terjadi konflik ketika remo masuk dan mengubah garis partai.
31
Pada awalnya, istilah komunisme dan sosialisme memiliki arti yang sama. Dalam
perkembangannya, istilah komunisme mengacu pada aliran sosialisme yang lebih radikal. Suseno
Pemikiran Karl Marx, h. 7 dan 19.
32
Ibid.

19

Kemunculan sebuah negara menurut Lenin, disebabkan oleh konflik yang tak
terdamaikan di dalam masyarakat.33
Berdasarkan kemunculannya, negara hanya berfungsi sebagai pendamai
konflik antar masyarakat. Oleh sebab itu, negara tidak dapat bertahan jika masyarakat
telah damai. Dalam hal ini, negara dianggap sebagai pihak yang netral dan dapat
berbuat adil. Tetapi dalam perkembangannya, negara cendrung melegitimasi
masyarakat kelas borjuis untuk menindas masyarakat proletar.
Sebagaimana dikatakan Lenin: “Menurut Marx, negara adalah suatu alat dari
kekuasaan klas, suatu alat untuk menindas klas jang satu oleh klas lainnja; ...”.34
Berdasarkan pendapat ini, Lenin meniscayakan negara harus dapat menghapus kelas
dalam masyarakat. Karena, yang menjadi inti permasalahan dalam masyarakat, yaitu
terjadinya kelas dalam masyarakat yang disebabkan oleh kepemilikan alat-alat
produksi.
Oleh sebab itu, menurut Lenin, negara harus menguasai seluruh alat-alat
produksi dan mengatur secara adil kepada masyarakat, hingga tercapai keteraturan
secara otomatis, dalam penggunaan alat-alat produksi oleh masyarakat itu sendiri.
Bila dominasi atas kepemilikan alat-alat produksi tidak ada lagi dalam masyarakat,
maka masyarakat tidak lagi terpecah atas proletar dan borjuis. Dalam keadaan seperti
itu, maka negara akan dilupakan oleh masyarakat, dan akan bubar secara perlahan
dengan sendirinya.35 Inilah yang dinamakan masyarakat komunis.
Lenin juga menggagas sebuah sistem pemerintahan, sebagai peralihan dari
sistem pemerintahan borjuis hingga melenyapnya sebuah negara. Sistem tersebut
33

Tentu saja dalam hal ini masyarakat sudah terbagi menjadi masyarakat borjuis dan
masyarakat proletar. Lihat Lenin, Negara dan Revolusi, h. 10.
34
Ibid, h. 11.
35
Ibid, h. 22-30.

20

dikenal dengan sistem diktator proletariat. Sistem diktator-proletariat menyatakan
bahwa, suatu negera dalam masa peralihan harus dipimpin oleh seorang diktator yang
berpihak pada proletar (rakyat miskin yang tertindas).36
Diktator yang berpihak pada proletar diharapakan akan menjadikan demokrasi
kembali kepada rakyat. Lenin beranggapan bahwa, demokrasi yang dijalankan
melalui perwakilan-perwakilan di gedung parlemen, merupakan sebuah demokrasi
yang terdistorsi dari rakyat kecil. Mayoritas dari mereka yang menjalani demokrasi
lewat parlemen, hanya memperjuangkan sgelintir orang-orang yang bisa mengakses
perwakilan di parlemen, khususnya para pemilik modal.37
Menurut Lenin, demokrasi tidak seharusnya melalui perwakilan-perwakilan
parlemen borjuis, demokrasi harus didistribusikan langsung kepada rakyat. Jadi setiap
warga negara, dapat menyampaikan langsung aspirasi, tanpa harus terdistorsi melalui
perwakilan-perwakilan yang bersifat borjuis.38
Di Indonesia, yang terlihat paling dominan untuk digunakan oleh kaum
komunis Indonesia, yang tergabung dalam PKI dari ajaran-ajaran MarxismeLeninisme, yaitu teori penjajahan. Teori penjajahan menyatakan bahwa, melesetnya
ramalan Marx tentang jatuhnya negara-negara industri maju Eropa, karena, sistem
kapitalis telah memaksakan diri untuk menambah modal melalui penjajahan kepada
negara-negara yang belum maju.39

36

Ibid, h. 117.
Ibid, h. 115.
38
Ibid, h. 115-117. Dengan demikian, Lenin mempunyai tafsiran sendiri tentang demokrasi,
dalam gagasannya tentang sistem diktator proletariat. Oleh sebab itu, sistem diktator proletariat dapat
disebut juga sistem demokrasi kerakyatan.
39
Mcvey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h. 4.
37

21

B.3. Revisionisme Modern (Remo)
Revisionisme Modern (Remo) merupakan kumpulan ajaran yang merevisi
ajaran-ajaran Marxisme-Leninisme.40 Remo terinspirasi dari ajaran-ajaran revisionis
Bernstein dalam Internasionale II. Ajaran Remo menghilangkan karakter kelas dalam
masyarakat demokrasi borjuis.41 Ajaran Remo juga menghilangka