PERAN SANTRI PONDOK MODERN DARUSSAALAM GONTOR PONOROGO DALAM MENANGKAL PEMBERONTAKAN PKI (PARTAI KOMUNIS INDONESIA) 1948 M.

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh:

Khoirun Nisa’

NIM: A82212143

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Skripsi ini berjudul “Peran Santri Pondok Modern Darussalam Gontor dalam Menangkal Pemberontakan PKI (1948 M)”. Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah: 1) Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor? 2) Bagaimana faktor-faktor yang melatarbelakangi pemberontakan PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo 1948? 3) Bagaimana peran santri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo dalam menangkal pemberontakan PKI 1948?.

Penulisan skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian sejarah. Adapun metode penulisan sejarah yang digunakan penulisan adalah dengan menggunakan beberapa langkah yaitu heuristik (Penelitian ini adalah Library research (penelitian kepustakaan), verifikasi (kritik terhadap data), interpretasi (penafsiran) serta historiografi (penulisan sejarah). Sedangkan pendekatan dan kerangka teori yang digunakan adalah pendekatan sosiologis digunakan untuk menggambarkan interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan. Antara individu maupun golongan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori peranan.

Adapun hasil penelitian dapat menyimpulkan bahwa: 1) Pondok Modern Darussalam Gontor yang berdiri pada tahun 1926 M adalah lanjutan dari pondok Tegalsari yang fakum, 2) faktor yang melatarbelakangi pemberontakan PKI di Pondok Modern Darussalam adalah misi besar PKI dalam menanamkan ajaran Komunis kepada masyarakat dan para anggota Masyumi yang menjadi musuh besar penghalang PKI dalam menjalankan misinya. 3) Para santri melawan PKI demi melindungi KH Imam Zarkasyi dan dengan peran santri akhirnya atas bantuan milter siliwangi Kiai dan santri terbebas dari tawanan PKI.


(7)

This thesis entitled "The Role of Students in Defeating Communist uprising in conttage Modern Darussalam Gontor (1948 AD)". Problems studied in this thesis are: 1) How does the history of cottage Modern Darussalam Gontor? 2) How do the factors underlying PKI rebellion in cottage Modern Darussalam Gontor Ponorogo 1948? 3) What is the role of students conttage Modern Darussalam Gontor Ponorogo in counteracting the PKI rebellion in 1948 ?

Thesis was prepared using the method of historical research. The method of writing the history of the use of writing is to use some of the steps that heuristics (The study was a library research (library research), verification (criticism of the data), interpretation (interpretation) and historiography (history writing). While the approach and theoretical framework used is a sociological approach used to describe the social interaction that occurs in life. Between individuals and groups. The theory used in this research is the theory of the role.

The research results can be concluded that: 1) Cottage Modern Darussalam Gontor established in 1926 AD is a continuation of a cottage Tegalsari that vacuum, 2) factors behind the PKI rebellion in cottage Modern Darussalam is the great mission of the PKI in imparting the teachings of the Communists to the community and the Masjumi the great enemy barrier PKI in its mission. 3) The students against the PKI to protect KH Imam Zarkasyi and the role of the students ultimately on military aid Siliwangi teacher and students freed from captivity PKI.


(8)

SAMPUL DEPAN ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... . iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 10

F. Penelitian Terdahulu ... 11

G. Metode Penelitian ... 12

H. Sistematika Bahasan ... 15

BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR A. Sejarah Berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor ... 17

B. Kepemimpinan Trimurti KH Ahmad Sahal, KH Zainuddin Fannani, dan KH Imam Zarkasyi ... 21

C. Pemikiran KH Imam Zarkasyi dalam Bidang Pendidikan ... 27

D. KH Imam Zarkasyi dalam Organisasi ... 30

BAB III SEJARAH MASUKNYA PKI YANG MENIMBULKAN PEMBERONTAKAN DI PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR A. Masa Transisi dari Belanda ke Jepang di Pondok Modern Darussalam Gontor ... 34

B. Masuknya PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor ... 42

C. Faktor Penyebab Terjadinya Pemberontakan PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor ... 46

BAB IV PERAN PARA SANTRI DALAM MENANGKAL PEMBERONTAKAN PKI DI PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR A. Konsep dan Tradisi Hubungan Kyai dan Santri ... 53


(9)

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 69 B. Saran ... 70


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Partai Komunis Indonesia atau PKI ditetapkan tahun 1924. Partai Komunis Indonesia adalah partai yang menganut aliran komunis yang artinya tidak mempercayai adanya Tuhan. PKI memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat komunis, baik secara parlementer maupun revolusioner. Sebagaimana yang tercantum pada mukaddimah AD/ART PKI yang juga terdapat dalam buku pedoman ABC Revolusi Indonesia, PKI menyatakan bahwa hari depan revolusi Indonesia adalah komunis. PKI berkiblat pada paham Marxisme yang dipelopori oleh Karl Marx dan landasan yang dipakai adalah class conflict. 1

Gerakan Partai Komunis Indonesia tidak berbeda dengan berbagai kegiatan organisasi komunis di negara lain, khususnya di negara-negara berkembang. Gerakan PKI merupakan rangkaian dari kegiatan komunis internasional. Gerakan komunis di Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah, sebagian Eropa, Amerika dan Asia Tenggara memiliki komando yang sama dengan taktik dan strategi yang sama pula. Gerakan tersebut saling berhubungan dan saling membantu satu sama lain. Gerakan Marxisme

ditujukan ke seluruh masayarakat internasional sehingga bersifat universal. Setiap organ komunis harus saling mendukung perjuangan komunis lainnya.

1


(11)

Gerakan komunis di berbagai negara di dunia tetap menjadi tanggung jawab organisasi komunis internasional terhadap setiap gerakan merupakan suatu pola perjuangan yang sudah digariskan dalam usaha memperluas pengaruh komunis di seluruh dunia. Bantuan negara komunis terhadap gerakan komunis tidak terbatas bantuan moril, tetapi juga meliputi material dan kegiatan diplomasi.

Suatu hal yang perlu digarisbawahi adalah bagaimanapun besarnya perbedaan di antara negara-negara komunis dalam masalah tertentu. Namun, dapat dipastikan bahwa gerakan tersebut akan mengambil sikap memilih induknya: RRC (Republik Rakyat Cina) atau Rusia. Selain itu, bagaimanapun loyalnya sebuah gerakan-gerakan komunis akan tampil sebagai suatu gerakan yang ingin menguasai seluruh dunia.2

Pada 11 Agustus 1948, untuk pertama kalinya Muso menginjakkan kakinya lagi di Yogyakarta. Ketika itu, ia datang dengan paspor atas nama Suprapto, nama samarannya sebagai sekretaris Supriano, seorang pejabat yang pernah diutus oleh pemerintah Republik Indonesia guna mengadakan perundingan-perundingan dengan Uni Soviet.3 Muso, seorang tokoh PKI yang telah lama tinggal di Rusia, kembali ke Indonesia, Muso menurut banyak pihak adalah seorang yang diutus oleh gerakan komunis internasional untuk melaksanakan koreksi terhadap revolusi Indonesia. Kehadiran Muso sendiri disambut hangat oleh para aktivis sayap kiri yang menganggap bahwa Muso dapat memperbaiki arah dan semangat revolusi Indonesia. Setalah

2

Suratmin,Kronik Peristiwa Madiun PKI 1948 ( Yogyakarta: Mata Padi Presindo, 2012), 2-3.

3


(12)

Muso ada di Indonesia, ia banyak melakukan tindakan Muso dengan cepat juga melakukan konsolidasi untuk menyatukan seluruh gerakan kiri.4

Pada 14 Agustus 1948, dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR), “Revolusioner, dimuat arti kel Muso: “Usul-usul Tentang Front Nasional”, untuk pertama kali. Sekembalinya di tanah air, Muso memaparkan rencana lebih lanjut mengembangkan revolusi pembebasan nasional atas dasar front persatuan nasional anti-imperialis. Pada tanggal 21 Agustus 1948, politik biro CC PKI mengajukan inisiatif untuk menyatukan PKI dengan partai Sosialis Amir Sjarifoeddin, dan partai buruh yang sudah bergabung dalam FDR, menjadi satu-satunya Partai Komunis Indonesia.5

PKI yang awalnya merupakan suatu organisasi sosial yang menentang terhadap semua ketetapan-ketetapan pemerintah, kemudian PKI melakukan pemberontakan di beberapa daerah. Pada tahun 1948 PKI melakukan pemberontakan di Madiun selama satu bulan. Pemberontakan bisa dikatakan sebentar dibandingkan dengan penjajahan Jepang di Indonesia yang sudah cukup meninggalkan beban mental bagi masyarakat Madiun.

Pada tanggal 18 September itu telah meletus pemberontakan PKI di Madiun. Keadaan Madiun sejak beberapa waktu telah menjadi hangat, karena pasukan-pasukanyang dikirim langsung oleh pemerintah pusat menduduki pabrik gula, mengadakan latihan-latihan sendiri, tempat memberi tahu pasukan-pasukan TNI setempat, memukuli buruh balai kota dan menembak mati seorang buruh. Pasukan TNI setempat (Brigade 29) melucuti

4

Suratmin, Kronik Peristiwa Madiun PKI 1948, 11.

5

D.N. Aidit, et al, PKI Korban Perang Dingin: Sejarah Peristiwa Madiun 1948 (Jakarta: Era Publisher, 2001), 53-55.


(13)

pasukan yang dikirim pemerintah pusat, suatu insiden yang bukan untuk pertama kalinya, bahkan sudah berkali-kali terjadi selama sejarah republik. Setelah pasukan PKI merebut kekuasaan di Madiun, maka oleh “Front Nasional” yang dipimpin oleh SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia ), diangkatlah wakil wali kota Supardi menjadi pejabat residen. Pada tanggal 18 September 1948 siang terjadi perebutan kekuasaan di Madiun oleh “Buruh dan sebagainya”. Memang pada hari-hari terakhir, para pemimpin PKI tampak sangat aktif. Kolonel Jokosuyono dan anggota stafnya aktif di Madiun. Amir dan Muso berkeliling di daerah Semarang, Pati, Madiun untuk menggerakkan massa dalam berbagai rapat akbar. Semenjak tanggal 12 September, dengan cara yang teratur, ternyata mereka telah merebut kekuasaan di desa-desa yang terletak di sekitar Madiun. Pada tanggal 18 September 1948 selesailah perebutan kekuasaan atas seluruh Madiun. Dari sana kaum Komunis merencanakan hendak menguasai seluruh Jawa dan RI.6

Peristiwa Madiun memang tidak bisa lepas dari nama Soemarsono, baik oleh kalangan PKI maupun lawan PKI. Kesaksian seorang pelaku sejarah yaitu Soemarsono mengatakan “saya sebagai orang yang bergerak pertama-tama, sebab waktu itu rombongan PKI Muso, Amir Sjarifuddin dan lain-lain sedang dalam tur dan tidak ada di Madiun. Saat itulah meletus Peristiwa Madiun. Dengan demikian figur yang terlihat itu, yang paling besar itu, di sini adalah saya, Soemarsono. Meski saya bukan pimpinan Lasykar Pesindo (Lasypo), orang-orang melihat yang punya pengaruh dalam gerakan

6


(14)

itu adalah saya, saya mereka lihat sebagai tokoh kiri di Madiun. Yang dinggap berontak di Madiun itu memang dari golongan kiri. Sebenarnya siapa dari pihak PKI yang bertanggung jawab atas peristiwa Madiun; saya ataukah Politbiro? Saya bisa menjawab: saya tidak mungkin menjawab atas peristiwa itu sebab ada atasan saya, yaitu Politbiro.

Jadi, sebelum saya berani melakukan aksi di Madiun, yaitu melucuti pasukan-pasukan gelap termasuk polisi, sebelum itu saya mesti bertemu dengan Pak Muso, bertemu dengan Amir Sjarifuddin di Kediri. Lalu di Kediri saya melakukan perundingan, diskusi dengan Bung Amir dan Pak Muso. Akhirnya diambil kesimpulan untuk bertindak saja! Bertindak itu artinya: aksi saja! Lucuti saja! Bisa itu? Ya bisa saja!, dan saya dipeluk pak Musso. Maksudnya ya, sukses!. Saya memang terpikir advis pada Pak Amir dan Pak Muso dan tidak merembuk dengan pemerintah daerah sebab Muso itu pimpinan partai yang tertinggi (yang dulu dinamakan sayap kiri kemudian diubah menjadi Front Demokrasi Rakyat, FDR) pimpinan Muso dan Amir.7

PKI menyusun pemerintahan di Madiun. Setelah merebut kekuasaan, FDR (Front Demokrasi Rakyat) lalu membentuk pemerintahan dengan nama Pemerintah Front Nasional. Sumarsono dari Pesindo kemudian ditempatkan sebagai Pesindo dan bekas wakil walikota Madiun. Komandan Militer dipimpin oleh Jokosuyono, bekas pemimpin tertinggi TNI Bagian Masyarakat, sedangkan yang diangkat sebagai residennya adalah AbdulMutalib dari Pesindo dan bekas wakil Presiden Surabaya yang

7

Hersri Setiawan, Negara Madiun? (Kesaksian Soemarsono Pelaku perjuangan) (Jakarta: Fuspad, 2002), 90-93.


(15)

berkedudukan di Jombang. Seluruh kepolisian dibubarkan, dan mulai memilih tenaga-tenaga baru. TNI dilucuti seluruhnya. Dewan desa banyak yang diorganisasi sesuai dengan keadaan.8

Setelah Madiun berhasil dikuasai, pasukan PKI/Muso segera menduduki tempat-tempat strategis di sekitar kota Madiun terutama lapangan terbang Maospati, Magetan dan daerah-daerah sekitarnya dan Sarangan ditetapkan sebagai pos terdepan untuk menghadapi serangan pasukan Pemerintah dari arah Barat. Di Pagokan dan Gorang Goreng mereka telah melakukan penangkapan-penangkapan terhadap lawan-lawan politiknya dan para pejabat pamong praja.

Di daerah Ponorogo yang merupakan pusat konsentrasi komunis ini juga terjadi kerusuhan dan pembunuhan kejam, sebagaimana di Madiun. Di daerah ini orang-orang komunis menggunakan“warok-warokPonorogo”. Warok-warok ini kebanyakan terkena hasutan-hasutan PKI, yang kemudian dipakai sebagai tukang PKI untuk menindak dan menakut-nakuti mereka yang bandel terhadap kekuasaan PKI. Banyak terjadi penculikan dan penganiayaan. Di sana-sini terdapat mayat yang menjadi korban keganasan PKI, yang kebanyakan terdiri atas pejabat Pamong Praja dan orang-orang beragama.9 Untuk melancarkan tujuannya menguasai kepemerintahan Madiun, PKI melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap tokoh-tokoh penting. Bahkan para ulama dan santri, beberapa pemimpin Partai Islam Indonesia, Masjoemi, Gerakan Pemoeda Islam Indonesia-GPII, Peladjar

8


(16)

Repoeblik Indonesia-TRIP, Tentara Genie Peladjar-TGP, Guru-guru Sekolah, aparat pemerintah ditangkap dan dibunuh. Pembunuhan yang luar biasa ganasnya dilaksanakan oleh FDR/PKI di luar kota Madiun. Di kaki Gunung Wilis di daerah Dungus Kresek Madiun terdapat pemakaman massal dari ulama yang ditangkap dari beberapa pesantren.10

Di Pondok Modern Darussalam Gontor, keadaan yang semula tenang menjadi penuh kekhawatiran. Meskipun jarak antara Gontor-Madiun terpaut sekitar 40 kilometer, semua peristiwa itu membuat para santri resah. Mereka khawatir akan menjadi korban situasi yang tidak menguntungkan itu. Sebagian santri kemudian ada yang minta izin pulang, khususnya mereka yang bertempat tinggal tidak jauh dari pondok. Sementara itu yang lain masih banyak yang tetap tinggal di dalam pondok. Kyai Imam Zarkasyi dan Kyai Ahamd Sahal sebagai pimpinan pondok mencoba bersikap tenang sambil berpikir tentang langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mengatisipasi keadaan tersebut. Kyai Ahmad Sahal dan Kyai Imam Zarkaysi kemudian bermusyawarah dengan beberapa santri seniornya, seperti Ghozali Anwar dan Shoiman. Dari musyawarah itu lalu ditetapkan bahwa melawan pemberontak sesuatu yang tidak mungkin. Satu-satunya jalan yang bisa ditempuh adalah menyelamatkan diri dari para pemberontak dengan cara mengungsi.

Semula Kyai Imam Zarkasyi dan Kyai Ahmad Sahal agak enggan untuk mengungsi, karena betapapun ia merasa bertanggung jawab atas sekitar 200 santri yang ada di pondok waktu itu. Namun, karena bujukan santri

10


(17)

Ghozali Anwar dan kawan-kawan akhirnya kedua kyai tersebut mau juga untuk mengungsi. Untuk menjaga pondok selama pengungsian berlangsung sekaligus menghadapi PKI jika sewaktu-waktu datang , secara khusus kedua kyai tersebut menugaskan santri Shoiman untuk menjaga Pondok Modern Darussalam Gontor selama kyai mengungsi.11

Dari paparan di atas yang menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti unutk meneliti lebih spesifik lagi ketika para santri dari Gontor melawan PKI demi melindungi sang kyai. Karena yang di ketahui yang melawan PKI adalah tentara Hizbullah, akan tetapi di sini ada santri yang berbasik santri tulen. Dalam artian mereka tidak di didik militer tetapi mereka berani melawan PKI. Berdasarkan uraian di atas , maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Peran Santri Pondok Modern Darussalam Gontor dalam Menangkal Pemberontakan PKI 1948 ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Rumusan masalah dilakukan agar permasalahan tetap berada pada lingkup yang sesuai serta terarah.

Adapun rumusan masalah akan dituangkan dalam beberapa pertanyaan, sebagai berikut:

1. Bagaimana Sejarah Berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor?

11


(18)

2. Bagaimana faktor-faktor yang melatarbelakangi pemberontakan PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo 1948?

3. Bagaimana peran para santri dalam menghadapi pemberontakan PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo 1948?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah yang dipaparkan penulis di atas, penulis memiliki tujuan dari hasil penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini:

1. Untuk mengetahui Sejarah berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo pada tahun 1948.

3. Untuk mengetahui bagaimana peran para santri dalam penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Pondok Modern Darussalam Gontor tahun 1948.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari tulisan ini adalah: 1. Untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan S1 pada jurusan

Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya

2. Bagi Penulis: untuk mengetahui peran santri dalam pemberontakan PKI di Pondok Moderan Darussalam Gontor.


(19)

3. Bagi Masyarakat: meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang sejarah Partai Komunis Indonesia (PKI) dan peran penting para santri dalam penumpasan pemberontakan PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo 1948.

4. Bagi Universitas: sebagai bahan perpustakaan dan studi banding bagi mahasiswa yang melakukan penelitian tentang masalah yang sama. 5. Bagi Umum: dapat digunakan sebagai informasi dalam pengembangan

penelitian berikut. Juga dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi pembaca.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Penulis menggunakan Pendekatan sosiologis digunakan untuk menggambarkan interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan. Antara individu maupun golongan yang akan menimbulkan suatu dinamika kehidupan dan perubahan sosial akan bermuara pada terjadinya mobilitas sosial.12

Sebagaimana dijelaskan oleh Weber, tujuan penggunaan sosiologi adalah untuk memahami arti subjektif dari kelakuan sosial, bukan semata-mata menyelidiki arti objektifnya. Dari sini tampak bahwa fungsionalisasi sosiologi mengarahkan pengkaji sejarah pada pencarian arti yang dituju oleh tindakan individual berkenaan dengan peristiwa-peristiwa kolektif sehingga pengetahuan teoritislah yang akan mampu membimbing sejarawan dalam


(20)

menemukan motif-motif dari suatu tindakan atau faktor-faktor dari suatu peristiwa.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori peranan, teori peran adalah sebuah sudut pandang dalam sosiologi dan psikologi sosial yang menganggap sebagian besar aktivitas harian diperankan oleh kategori-kategori yang ditetapkan secara sosial. Setiap peran sosial adalah serangkaian hak, kewajiban, harapan, norma dan prilaku seseorang yang harus dihadapi dan dipenuhi. Model ini didasarkan pada pengamatan bahwa orang-orang bertindak dengan cara yang dapat diprediksikan, dan bahwa kelakuan seseorang bergantung pada konteksnya berdasarkan posisi sosial dan faktor-faktor lain.13

F. Penelitian Terdahulu

Pembahasan mengenai masalah peran para santri dalam menangkul pemberontakan PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo pada tahun 1948 belum banyak dilakukan penelitian. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh para penulis sampai saat ini adalah sebagai berikut:

1. Buku yang berjudul Menggali Mutiara Perjuangan Gontor karangan Ahmad Suharto tahun 2014. Dalam buku ini dibahas mengenai sejarah berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.

2. Denyut Nadi Santri karangan Muhammad Arwani tahun 2001. Dalam buku ini dibahas mengenai asal mulanya berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo serta sedikit menyinggung tentang

13


(21)

perjuangan membangun Pondok mulai dari zaman dahulu sampai sekarang.

3. Dari Gontor Merintis Pesantren Modern karangan Imam Zarkasyi tahun 1997. Dalam buku ini membahas semua permasalahan yang ada di Pondok ModernDarussalam Gontor mulai dari awal berdirinya Pondok, mempertahankan dari penjajah, serta membantu mengusir para penjajah dari Bumi Pertiwi yang sekaligus ikut serta mengantarkan bangsa Indonesia menuju kemerdekaannya sampai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ada di Pondok Modern Darussalam Gontor itu sendiri.

Dari beberapa buku yang telah ditemukan, penelitian ini lebih spesifik pada pembahasan peran santri dalam merangkul pemberontakan PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam pengumpulan sumber dan penyajian data dalam penulisan ini:

1. Heuristik

Penelitian ini adalah library research (penelitian kepustakaan), secara definitif kajian pustaka, peneltian terdahulu, studi pustaka, tinjauan pustaka menurut pemahaman lain, mempertimbangkan keluasaan bahan bacaan, khususnya literatur yang memiliki objek yang diteliti. Maka penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji dari beberapa buku


(22)

dokumentasi yang terkait dengan peran santri dalam pemberontakan PKI di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor.

a. Sumber primer berjudul “Menggali Mutiara Perjuangan Gontor”karangan Ahmad Suharto tahun 2014. Dalam buku ini dibahas mengenai sejarah berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Buku yang berjudul Denyut Nadi Santri karangan Muhammad Arwani tahun 2001. Dalam buku ini dibahas mengenai asal mula berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo serta sedikit menyinggung tentang perjuangan membangun Pondok mulai dari zaman pemberontakan sampai sekarang.

b. Buku yang berjudul “Dari Gontor Merintis Pesantren Modern” yang dikarang sendiri oleh pelaku sejarah KH. Imam Zarkasyi. Buku ini mulai dicetak tahun 1997.

c. Buku yang berjudul “Penggalan” yang juga ditulis sendiri oleh KH. Imam Zarkasyi. Buku ini tidak diterbitkan ke masyarakat umum, karena buku ini hanya ada satu buku dan di samping itu buku ini adalah tulisan tangan beliau sendiri dengan menggunakan tinta lama yang berjumalah tiga jilid, buku ini berada di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.

d. Buku yang berjudul “Sejarah Awal Gontor Mulai Dari Nol” buku ini sama dengan buku yang berjudul “Penggalan”, buku ini juga tulisan tangan dengan tinta lama yang ditulis langsung oleh KH. Imam


(23)

Zarkasyi. Buku ini juga disimpan di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo sebagai bukti sejarah Gontor pada masa itu.

Sumber sekunder yang saya dapat yaitu:

e. Buku yang berjudul “Denyut Nadi Santri” yang dikarang oleh alumni Gontor sendiri yaitu Muhammad Irwani.

f. Buku yang berjudul “Menggali Mutiara Perjuangan Gontor” yang dikarang oleh alumni Gontor sendiri yaitu Ahmad Suharto.

2. Kritik

Pada tahap kritik ini, penulis mengkritik sumber yang telah didapat. Baik sumber primer ataupun sumber sekunder. Dalam tahap kritik ini, penulis mengkritik sumber secara fisik untuk memastikan bahwa sumber yang didapatkan adalah sumber yang benar-benar akurat. 3. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran terhadap sumber atau data sejarah seing disebut dengan analisis sejarah. Dalam hal ini data yang terkumpul dibandingkan kemudian disimpulkan agar bisa dibuat penafsiran terhadap data atau sumber yang sudah diperoleh tersebut sehingga dapat diketahui hubungan kausalitas dan kesesuaian dengan masalah yang diteliti.

4. Historiografi

Pada tahap terakhir ini penulis akan memaparkan secara sistematis, terperici, utuh dan komunikatif. Dalam tahap ini kemudian menghasilakn sebuah laporan peneltian dengan bukti-bukti yang sudah dianalisis dan dianggap penulis sebagai bukti yang akurat.


(24)

H. Sistematika Bahasan

Sistematika pembahasan penulisan dalam penelitian ini disusun untuk mempermudah pemahaman sehingga dapat menghasilkan pembahasan yang sistematis. Penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab, tiap bab dibagi menjadi beberapa sub bab. Pembagian ini didasarkan atas pertimbangan adanya permasalahan-permasalahan yang perlu diklasifikasikan dalam bagian-bagian yang berbeda.

Adapun sistematika pembahasan secara terperinci yang penulis pergunakan adalah sebagai berikut:

Bab pertama dipaparkan tentang pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, Pendekatan

dan kerangka teori, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua dipaparkan mengenai pembahasan tentang sejarah perkembangan pondok modern Darussalam Gontor, Sejarah berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, Kepemimpinan Trimurti (K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin Fannani, K.H. Imam Zarkasyi), Pemikiran K.H. Imam Zarkasyi, K.H. Imam Zarkasyi dalam Organisasi.

Bab ketiga diuraikan sejarah masuknya PKI yang menimbulkan pemberontakan di Pondok Modern Darussalam Gontor, Masa Transisi Jepang dan Belanda di Pondok Modern Darussalam Gontor, Masuknya PKI Di Pondok Modern Darussalam Gontor, Faktor penyebab terjadinya pemberontakan PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor.


(25)

Bab keempat akan dipaparkan mengenai Peran Santri dalam Menangkal Pemberontakan PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo tahun 1948, Persoalan pokok yang akan dibahas dalam bab ini mengenai: Konsep dan tradisi hubungan kiai dan santri, peran santri dalam militer, Peran Santri dalam Menangkal Pemberontakan PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor,

Bab kelima berisi bahasan mengenai simpulan, saran bagi pembaca dan lampiran-lampiran yang menjadi pendukung untuk hasil penelitian yang autentik dan valid.


(26)

BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR PONOROGO

A. Sejarah Berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor

Pondok Modern Darussalam Gontor, bisa disingkat menjadi Pondok Modern Gontor (selanjutnya ditulis PM Gontor) atau terkadang juga cukup disebut Pondok Gontor. Pondok ini didirikan pada hari Senin, 12 Rabiul Awal 1345/ 20 September 1926 oleh tiga bersaudara, yaitu: KH. Ahmad Sahal (1901-1977), KH. Zainuddin Fannani (1905-1967), dan KH. Imam Zarkasyi (1910-1985), tiga bersaudara ini lebih dikenal sebagai sebutan “Trimurti”.1

Pondok Modern Gontor merupakan kelanjutan Pesantren Tegalsari. Tegalsari adalah nama sebuah desa terpencil, terletak 10 km di sebelah selatan pusat Kerajaan Wengker di Ponorogo. Pesantren Tegalsari ini telah melahirkan para kyai, ulama, pemimpin, dan tokoh-tokoh masyarakat yang ikut berkiprah dalam membangun bangsa dan negara. Pesantren Tegalsari didirikan pada abad ke 18 M, tahun 1742 oleh Kyai Ageng Muhammad Besari (Bashori). Pada tahun 1742 Pondok Tegalsari dipimpin oleh Kyai Ageng Hasan Besari, cucu Kyai Ageng Muhammad Besari putra Kyai Ilyas.

Saat dipimpin Kyai Ageng Hasan Besari Pesantren Tegalsari mengalami perkembangan yang pesat. Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, karisma, dan

1


(27)

kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di pondok. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pemondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar.2

Pada pertengahan abad ke-19 M, Tegalsari dipimpin oleh Kyai Khalifah. Pada masa kepemimpinanya terdapat seseorang santri yang baik dan cerdas bernama R.M.H. Sulaiman Jamaluddin. Kyai Khalifah berhasrat mengambilnya sebagai menantu, setelah ilmu pengetahuannya cukup memadai, kemudian ia dinikahkan dengan putri yang nomor lima. R.M.H.Sulaiman Jamaluddin adalah putra penghulu Jamaluddin, yaitu cucu dari Pangeran Hadiraja, Sultan Kesepuhan Cirebon.

R.M.H Sulaiman Jamaluddin diberi hadiah oleh Kyai Khalifah yaitu suatu tempat di tengah hutan (kurang lebih 3 km sebelah timur Pondok Pesantren Tegalsari). Kyai khalifah memberikan 40 santri. Bersama istri dan murid-muridnya, Sulaiman Jamaluddin berangkat ke tempat yang ditunjukkan mertuanya itu dan mendirikan pesantren disana. Semenjak itu, Sulaiman Jamaluddin menyandang kyai. Tempat yang ditujukkan tersebut masih dipenuhi oleh lebatnya pepohonan dan dihuni oleh binatang buas. Tidak ada satupun warga yang berani bertempat tinggal yang sangat terkenal sebagai tempat persembunyian para penyamun, dan orang-orang yang berperangai kotor di masyarakat. Tempat ini kemudian disebut dengan nama “Gontor”. Pada saat itu, Gontor masih merupakan kawasan hutan, dikenal sebagai

2


(28)

tempat persembunyian para perampok, penjahat, penyamun, pemabuk dan orang-orang yang berperangai kotor. Karena itu kawasan tersebut dijuluki sebagai “tempat kotor” yang dalam bahasa Jawa disebut juga dengan nggon

kotor. Menurut riwayat, nama desa Gontor itu berasal dari ungkapan tersebut. Di desa tersebut, pesantren yang didirikan Kyai Sulaiman Jamaluddin itu kemudian dikenal sebagai sebutan Pondok Gontor.

Pada masa generasi keempat ini, keadaan di desa dan Pondok Gontor dapat dikatakan telah sangat mundur, kegiatan keagamaan boleh dikatakan semakin mati. Dalam keadaan yang demikian, Kyai Santoso tetap beristikamah di pondok dengan santri yang hampir habis. Pondok Gontor yang merupakan pecahan dari Tegalsari, berputar menjadi kemunduran. Kyai Santoso dengan kedalaman ilmunya telah dipanggil Allah, sedangkan penggantinya belum jua datang. Ketika meninggal dunia, Kyai Santoso meninggalkan putra-putrinya. Tiga di antaranya memenuhi harapan keluarga, meniti nenek moyang mereka, mendirikan Pondok Gontor yang sudah mati dengan pondok yang besar. Mereka adalah Ahmad Sahal, Zainuddin Fannani, dan Imam Zarkasyi ketiga orang ini terkenal dengan sebutan Trimurti.3

Kyai Imam Zakasyi yang berperan besar dalam mendirikan proses menghidupkan kembali Pesantren Gontor. Selama 11 tahun Kyai Imam Zarkasyi menimba ilmu pengetahuan di Padang. Tetapi sebelum Kyai Imam Zarkasyi kembali ke Gontor, maka Kyai Ahmad Sahal orang yang pertama kali menghidupkan Gontor. Langkah pertama yang dilakukan Kyai Ahmad

3


(29)

Sahal adalah mendirikan lembaga pendidikan yang kemudian diberi nama Tarbiyatul Atfal (pendidikan anak-anak).4 Bermula didirikan Tarbiyah al-Atfal (1926) dan pada peringatan syukuran satu dasawarsa pondok, tanggal 19 Desember 1936, dilakukan peresmian berdirinya sistem pendidikan baru, yaitu Kulliyat al-Mu’allimin al-Islamiyah (KMI-Sekolah Pendidikan Guru Islam). Seperti kebanyakan hal yang baru, sistem KMI tidak langsung diterima oleh masyarakat. Mereka malah meragukan keberadaan sistem yang berbeda dan bahkan bertentangan dengan sistem pendidikan tradisional yang pada umumnya berlaku di pesantren lainnya. Yang menjadi muridnya anak-anak sekitar Gontor.5

Pada tahun 1936 Pesantren Gontor telah berusia 10 tahun. Kyai Ahmad berencana mengadakan acara tasyakuran 10 tahun lembaga pendidikan yang dirintisnya. Kyai Imam Zarkasyi setelah 11 tahun menimba ilmu pengetahuan di Padang, pulang ke Gontor guna mewujudkan cita-cita yang sudah lama direncanakan oleh kakaknya. Kyai Imam Zarkasyi segera pulang ke Ponorogo setelah 11 tahun belajar di luar kota, yakni 5 tahun di Solo dan 6 tahun di Sumatra Barat. Kyai Imam Zarkasyi bertekad membangun kembali kebesaran Pesantren Gontor sesuai dengan ilmu pengetahun yang diperolehnya selama belajar.

Kyai Imam Zarkasyi mendesain kurikulum sedemikian rupa sesuai kebutuhan. Ia menggabungkan materi yang biasa diajarkan di pesantren dan madrasah atau pelajaran agama dan pelajaran umum. Diantara pelajaran

4


(30)

agama di pesantren Gontor yaitu aqa’id, Alquran, tajwid, tafsir, hadis,

musthalah hadist, fiqih, usul, perbandingan agama, dan sejarah kebudayaan agama. Termasuk pelajaran umum yang diajarkan di sini adalah ilmu jiwa pendidikan, sejarah pendidikan, ilmu sosial, ilmu alam dan berhitung. Beberapa pelajaran agama menggunakan buku karya Kyai Imam Zarkasyi sebagai buku acuan, seperti pelajaran Bahasa Arab, balaghah, ilmu mantiq,

aqidah, fiqih, dan tajwid.6

Pada acara tersebut diresmikanlah pula penggunaan sebutan “modern” untuk pesantren. Sebelum itu, nama Pondok Gontor hanyalah “Darussalam”.7 Kata “modern” hanya disebut oleh masyarakat di luar pondok. Setelah

disahkan penggunaan label “modern”, nama lengkap Pondok Gontor menjadi

Pondok Modern Darussalam Gontor. Bahkan sekarang, sebutan “ pondok modern” ini justru lebih dikenal oleh masyarakat daripada “Pondok Darussalam”.8

B. Kepemimpinan Trimurti (KH. Ahmad Sahal, KH. Zainuddin Fannani dan KH. Imam Zarkasyi)

Upaya untuk mewujudkan cita-cita bersama tersebut dimulai dengan menghidupkan kembali Pondok Gontor lama yang pernah besar di zaman nenek moyang mereka, Kyai Sulaiman Jamaluddin dan Kyai Arman Anom Besari. Dalam upaya keberadaan KH. Imam Zarkasyi tidak lepas dari kedua kakaknya. Mereka memiliki ide dan cita-cita yang sama, dan mereka secara bersama pula mewakafkan harta kekayaan peninggalan orang tua mereka

6

Solahuddin, Napak Tilas., 320-321.

7

Ahmad Suhartono, Menggali Mutiara Perjuangan Gontor (Ponorogo: Gontor Press, 2014), 9.

8


(31)

untuk kepentingan pondok. Di lingkungan Pondok Gontor mereka disebut Trimurti; suatu sebutan yang menggambarkan kesatuan ide, cita-cita dan langkah perjuangan ketiga pendiri tersebut. Masing-masing memiliki latar belakang pendidikan, kompetensi, dan peran penting yang berbeda-beda bagi pertumbuhan dan perkembangan Pondok Gontor.

1. Kepemimpinan KH. Ahmad Sahal dan KH. Zainuddin Fannani

KH. Ahmad Sahal sebagai saudara tertua dan telah lebih dahulu menyelesaikan studinya di berbagai pesantren, memulai upaya menghidupkan kembali Pondok Gontor lama dengan mengikrarkan berdirinya Pondok Gontor baru pada tahun 1926 dan menyelenggarakan beberapa macam kegiatan.

Saat itu masyarakat desa Gontor jauh dari sifat terpelajar. Tidak terlihat lagi tanda-tanda yang menunjukkan kebesaran Kyai Sulaiman Jamaluddin di masa lampau. Peninggalan Kyai yang masih keturunan raja-raja Cirebon tidak lagi nampak tersisa, baik dari segi tradisi keagamaan maupun dari segi kondisi dari lingkungan masyarakat dan sosial ekonominya. Oleh sebab itu, masyarakat desa Gontor akrab dengan Mo Limo: Madat, Main, Madon, Minum (Mencuri, Menghirup Madat, Berjudi, Melacur dan Mabuk-mabukkan).

Langkah pertama yang dilakukan KH.. Ahmad Sahal untuk memperbaiki kondi masyarakat itu adalah membina dan mendidik anak-anak desa yang rata-rata masih telanjang dan belum terjamah oleh pendidikan. Kegiatan pendidikan secara formal diberi nama Tarbiyatul


(32)

Athfal (Pendidikan anak-anak). Program pendidika ini ia proklamirkan pada acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal 1345 (9 Oktober 1926) yang dihadiri oleh masyarakat desa sekitar, santri binaannya, dan beberapa handai taulan.

Sambil menunggu selesai masa studi adiknya, Kyai Ahmad Sahal terus menjalankan kegiatan kependidikannya. Dalam program kependidikan ini ia mengajarkan pengetahuan dasar agama Islam, bimbingan KH.Ahmad Sahal kesenian, dan pengetahuan umum sesuai tingkat pengetahuan masyarakat saat itu. Di samping itu diselenggarakan pula kegiatan kepanduan, olah raga, bela diri, dan semacamnya.

Dengan adanya kegiatan-kegiatan kependidikan yang dimulai oleh Ahmad Sahal tersebut, orang-orang dari luar desa mulai berdatangan ke Gontor. Karena banyaknya peminat, sementara sarana di Gontor membuka beberapa cabang di desa-desa sekitar Gontor yang kemudian diberi nama Tarbiyatul Islam (Pendidikan Islam). Setelah lembaga Pendidikan Tarbiyatul Athfal yang berlangsung selama 6 tahun itu menamatkan muridnya yang pertama, Kyai Ahmad Sahal membuka program lanjutan yang diberi nama Sullamul Muta’allimin (Tangga Para Pelajar). Program ini sempat berjalan selama 3 tahun.

Setelah semua program pendidikan berjalan selama 10 tahun, tahun 1939, Kyai Ahmad Sahal berencana mengadakan perayaan ulang tahun kesepuluh Pondok Gontor yang saat itu baru berdiri Tarbiyatul Athfal untuk tingkat pendidikan dasarnya dan Sullamul Muta’allimin untuk


(33)

tingkat menengah pertamanya. Perayaan ini selain merupakan kesyukurannya atas berjalannya langkah awal dari gagasan, cita-cita program pendidikan para pendiri pondok modern, juga merupakan tonggak bagi pencanangan program berikutnya. Untuk yang terakhir ini kedatangan Kyai Imam Zarkasyi sangat dinanti-nanti oleh kakaknya, karena dialah yang akan membawa program baru itu. Ketika itu KH. Imam Zarkasyi telah satu tahun mengemban amanat dan tugas dari gurunya, Mahmud Yunus, menjadi Direktur Kweekschool Muhammadiyah di Padang Sidempuan, Sumatera Utara, itulah sebab mengapa Kyai Ahmad Sahal memanggilnya untuk segera pulang. Sementar itu, Kyai Zainuddin Fannani yang masih menjadi School Opzsier di Bengkulen, kepulangannya pun dinantikan kerana gagasan-gagasannya sebagai salah satu pendiri Pondok Gontor sangat diperlukan.

Selain KH. Ahmad Sahal yaitu KH. Zainuddin Fannani, juga memimpin Pondok Modern Darussalam Gontor, tetapi ia tidak sepenuhnya memimpin Pondok karena ia sibuk dengan kegiatan di luar pondok.

2. Kepemimpinan KH. Imam Zarkasyi

Pada tahun 1936 KH. Imam Zarkasyi membulatkan tekatnya untuk pulang ke Gontor guna merealisasikan cita-citanya bersama kedua kakaknya. Dengan demikian, lebih kurang selama sebelas tahun, mulai tahun 1925 sampai tahun 1936, KH. Imam Zarkasyi menghabiskan usianya keluar dari kampung halamannya untuk belajar, lima tahun di Solo dan enam tahun di Sumatera. Setibanya di Gontor, KH. Imam Zarkasyi


(34)

langsung dituntun untuk mengembangkan Pondok Gontor baru yang sudah dimulai kakak kandungnya, Kyai Ahmad Sahal.

Ketika mulai sekolah dan mondok, dan ketika timbul gagasan menghidupkan kembali Pondok Gontor lama yang telah mati itu, KH. Imam Zarkasyi, demikian pula kedua kakaknya belum memiliki pemikiran-pemikiran yang jelas tentang bagaimana bentuk pesantren yang akan dibangun nanti. Gagasan itu semata-mata didorong oleh naluri dan rasa tanggung jawab untuk meneruskan perjuangan ayahnya. Setelah ia merantau menuntut ilmu, pemikiran-pemikirannya tentang pesantren dan pendidikan timbul.

Dengan gagasan awal memilih pesantren sebagai model lembaga pendidikan, Imam Zarkasyi lalu berangkat belajar mencari ilmu dan pengalaman. Dalam sistem pengajaran yang tanpa evaluasi hasil belajar itu tidak ada batasnya waktu belajar bagi santri. Untuk memahami isi sebuah kitab dari satu bidang ilmu agama Islam seorang santri memerlukan waktu yang cukup lama, dan perlu waktu lama lagi untuk mengerti beberapa kitab dalam bidang ilmu agama Islam yang lain. Selain itu KH. Imam Zarkasyi menyadari adanya suatu kejanggalan dalam sistem pengajaran bahasa Arab. Sebelum mengerti Bahasa Arab, dalam sistem itu, ia harus mengerti nahwu dan sharaf dengan menghafal kaidah-kidahnya yang berbentuk syair seperti dalam kitab alfiyah karya Ibnu Malik. Nahwu dan

sharaf dalam Bahasa Arab, menurut kitab-kitab itu adalah bagaikan garam dalam makanan. Ini berarti orang mendahulukan makan garam daripada


(35)

garam. Disini KH. Imam Zarkasyi lalu mengerti bahwa inilah sebab mengapa seorang santri tidak dapat bercakap-cakap dalam Bahasa Arab.

KH. Imam Zarkasyi kemudian membanding sistem pengajaran tersebut dengan apa yang diamatinya dalam sistem pendidikan sekuler. Jika orang belajar bahasa asing (Inggris dan Belanda) dalam waktu 2 tahun sudah dapat membaca dan menulis dalam bahasa yang dipelajarinya itu, mengapa orang belajar bahasa asing (Arab) di pondok pesantren tidak dapat demikian. Kondisi pendidikan pesantren semacam ini membuat KH. Imam Zarkasyi berpikir, tidak mungkin cara-cara seperti ini ditingkatkan dan dicari jalan lebih mudah sehingga dapat belajar dengan waktu yang lebih singkat. Meskipun demikian, dalam pandangan KH. Imam Zarkasyi, lembaga pendidikan pesantren tetap merupakan yang ideal untuk mencetak kader-kader umat.

KH. Imam Zarkasyi merantau di Padang untuk mencari metode pengajaran yang bagus untuk para santrinya, kemudian tiba-tiba datang kepadanya seseorang yang sama-sama berasal dari Jawa, mengutarakan keinginannya untuk belajar Bahasa Arab. Pencarian metode belajar mengajar bahasa ini akhirnya ia temukan dalam metode berlitz. Metode yang terbaik waktu itu. Metode berlitz adalah metode pengajaran bahasa Inggris yang menggunakan metode langsung (direct methode) dan tidak menggunakan terjemah. Sementara Bahasa Arab ia dapat melalui

Thariqah Mubasyarah yang saat itu sedang menjadi metode di Mesir. Kedua metode ini ia dapatkan dari gurunya Ustadz Mahmud Yunus.


(36)

2. Pemikiran Imam Zarkasyi dalam Pendidikan

Nama Imam Zarkasyi tidak dapat dipisahkan dengan peranannya dalam bidang pendidikan. Aktivitas dalam pendidikan akan mendorong lahirnya gagasan di bidang pendidikan dan sekaligus mempraktikkannya. 1. Pengelolaan Madrasah

Gagasan dan pemikiran Imam Zarkasyi yang berkaitan dengan pengelolahan madrasah dapat dikemukakan dari tanggung jawab sebagai berikut:

Tanggung jawab pembinaan dan pengelolaan madrasah harus diserahkan pada ahlinya. Dalam hal ini yang paling tepat diserahi tanggung jawab adalah Departemen Agama, sebab menteri agamalah yang lebih tahu tentang seluk-beluk pendidikan agama.

Pendapat Imam Zarkasyi tentang pengelolaan madrasah oleh Departemen Agama juga terkait dengan persoalan polemik yang terjadi di antara para tokoh pendidikan dan para birokrat. Kelompok yang menginginkan agar pengelolaan madrasah diserahkan kepada Departemen Pendidikan Nasional adalah karena mereka melihat bahwa Departemen Agama pada hakikatnya bukan departemen yang mengelola pendidikan. Sedangkan madrasah atau memakai istilah atau nama berbahasa Arab pada hakikatnya adalah pendidikan. Maka yang paling memiliki otoritas dan kompetensi untuk mengelolanya adalah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pendapat ini juga didasarkan pada sebagian fakta adanya


(37)

madrasah yang terbengkalai dan amburadul dalam segala aspeknya. Namun, Imam Zarkasyi telah melakukan dalam dua hal yaitu:

a. Berhasil mempertahankan pengelolaan madrasah oleh Departemen Agama.

b. Ia berhasil meningkatkan mutu madrasah setara dengan sekolah umum, tanpa harus menyerahkan madrasah tersebut ke tangan Departemen Pendidikan Nasional.

2. Pembaruan Pesantren

Banyak aspek pendidikan yang ada di pesantren yang diperbarui oleh Imam Zarkasyi di antaranya.

a. Tujuan pendidikan menurut Imam Zarkasyi adalah bahwa pendidikan merupakan bagian terpenting bagi kehidupan dan sekaligus kemajuan umat Islam. Menurutnya, salah satu kelemahan pesantren di masa lalu adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas, yang dituangkan pada tahapan-tahapan rencana kerja atau program. Pendidikan berjalan seakan hanya mengikuti arus keahlian Kyai.

b. Kurikulum Pendidikan

Kesan-kesan yang diperoleh dari hasil kunjungan ke mancanegara dan catatan dalam kongres tersebut telah mendorong Imam Zarkasyi untuk menjadikan Pesantren Gontor Darussalam, sebagai lembaga pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang mahir berbahasa Arab dan Inggris. Hal ini mendorong Imam Zarkasyi untuk melakukan pembaruan terhadap kurikulum pendidikan yang


(38)

ada di Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo. Kurikulum yang diterapkan Imam Zarkasyi di Pondok Pesantren Modern Gontor adalah 100% umum dan 100% agama.

c. Ide Imam Zarkasyi untuk memperbaiki metode pengajaran bahasa di dasarkan atas ketidakpuasannya melihat metode pengajaran bahasa yang diterapkan di pesantren. Untuk metode pengajaran di pesantren Imam Zarkasyi , khususnya untuk pengajaran Bahasa Arab ditempuh dengan metode (direct methode) yang diarahkan kepada penguasaan bahasa secara aktif dengan cara memperbanyak latihan (drill), baik lisan maupun tulisan.

d. Ketangguhan Mental

Secara formal pendidikan mental disajikan dalam mata pelajaran muhfudzat (hafalan), tafsir (petikan ayat-ayat), dan hadis (pilihan). Tiga mata pelajaran ini merupakan sarana untuk menanamkan falsafah hidup, keyakinan hidup, dasar hidup, kekuatan mental serta keluhuran budi.

e. Pembaruan Manajemen Pesantren

Salah satu kelemahan pesantren adalah dalam bidang manajemen. Manajeman pesantren yang bercorak kekeluargaan dan sepenuhnya di tangan kyai itu terkadang juga bisa membawa kemajuan apabila kyainya seorang yang memiliki kompetisi yang unggul, cerdas, pintar, mau bekerja keras, adil dan demokratis. Manajemen yang demikian itu bisa juga membawa kemunduruan


(39)

apabila kyainya memiliki bekal pengetahuan pasa-pasan, malas, otoritar dan diktator.

f. Independensi Pesantren

Independen di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor yaitu bahwa setiap santri yang belajar di Pondok Modern Darussalam Gontor ditanamkan jiwa berdikari yang bebas. Gagasan independen Imam Zarkasyi tersebut direalisasikan dengan menciptakan Pondok Modern Gontor yang benar-benar steril dari kepentingan politik dan golongan apapun. Hal ini diperkuat dengan semboyan: Gontor di atas dan untuk semua golongan.9

3. KH. Imam Zarkasyi dalam Organisasi

KH. Imam Zarkasyi dalam Organisasi di Indonesia

No. Bulan Tahun Kegiatan

1. Oktober 1943 Menjadi anggota Shu Sangi Kai (Dewan Penasehat Daerah)

2. Maret 1944 Menghadiri undangan Shumubu (Kantor Urusan Agama Pusat) di Jakarta. Pada tahun 1944 ia diangkat menjadi Kepala Shumuka (Kantor Cabang Urusan Agama Keresidenan Madiun, Jawa Timur. Sekaligus ditunjuk untuk memimpin salah satu bagian Shumubu di Jakarta yang dipimpin oleh KH.

9


(40)

Hasyim Asy’ari

3. Januari 1945 Menggabungkan diri dalam barisan Hizbullah, dan menjadi anggota pusat Hizbullah bagian pendidikan dan pengajaran Kader Hizbullah

4. April 1945 Ikut dalam pertemuan Masyumi yang membahas pendirian perguruan tinggi Islam di Jakarta, yang melahirkan sekolah tinggi Islam (STI), cikal bakal Universitas Islam Indonesia bulan Juli 1945

5. November 1945 Menjadi anggota Tim Perumus Hasil Muktamar Umat Islam di Yogyakarta yang melahirkan Partai Islam Masyumi (setelah merdeka)

6. 1945 Menjadi Anggota Majelis Syura (Dewan Partai) Masyumi.

7. 1946 Menjadi Anggota Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia. Bekerja pada bagian pendidikan Agama Kementerian Agama RI. Menjadi kepala bagian C (bagian Pendidikan Agama )

8. 1947 Melepas jabatan pada Kementerian Agama RI dan kembali ke Gontor

9. 1948 Menghadiri Kongres Pendidikan Islam pertama di Solo, dan terpilih sebagian ketua Persatuan Guru Islam Indonesia (PGII). KH. Imam Zarkasyi Juga memimpin barisan korps pelajar dalam menghadapi


(41)

agresi Belanda dan mengungsi ke Trenggalek

10. 1951 Menjadi ketua panitia Perencana Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum Negeri

11. 1953 Menjadi ketua merangkap anggota Majelis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (MP3A) Agama RI, dan tetap menjadi jabatan ini hingga wafat 30 April 1985.

12. 1955 Menjadi penasehat PGII

13. Maret 1957 Menjadi Anggota Badan Perencana Peraturan Pokok Pendidikan Swasta Kementerian Pendidikan

14. Mei 1957 Menjadi Petugas Penasehat Haji (PMH)

15. Juni 1959 Menjadi Anggota Perancang Nasional (Depernas) merangkap Wakil Kepala Seksi Kebudayaan dan Wakil Kepala Seksi Pendidikan

16. Mei 1963 Berkunjung ke negara-negara Uni Soviet sebagai delegasi Indonesia, mewakili DEPERNAS

17. September 1975 Ditunjuk menjadi anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) 10


(42)

BAB III

SEJARAH MASUKNYA PKI YANG MENIMBULKAN

PEMBERONTAKAN DI PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR PONOROGO

A. Masa Transisi dari Belanda ke Jepang di Pondok Modern Darussalam Gontor

1. Masa Belanda

Pada tahun 1940-an, murid-murid KMI telah mewakili hampir seluruh pelosok tanah air. Sebagai ungkapan rasa syukur atas perkembangan pondok, pertengahan 1941 Kyai Imam Zarkasyi dan kakaknya Kyai Ahmad Sahal, merencakan sebuah perayaan 15 tahun Pondok Modern Darussalam Gontor Gontor. Perayaan yang diberi namaVifftien Jarige Jubelieum itu direncanakan terselenggara pada akhir 1941. Maka persiapan pun mulai dilakukan.Panitia dibentuk, dan pelajar mulai di latih menghadapi rangkaian acara perayaan.Surat undangan dan berita acara sudah mulai dikirim kepada pihak-pihak yang di undang.Gontor pun mulai marak dengan berbagai acara persiapan menghadapi perayaan. Namun, perkembangan diluar Gontor tanpak berbicara lain sejumlah peristiwa baru telah terjadi dan menggoncangkan masyarakat.1

Hari itu, Ahad 8 Desember 1941, angkatan perang Jepang mengebom pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour,

1


(43)

Hawai.Ratusan kapal Amerika yang sedang berlabuh hancur berantakan, dan Angkatan Laut Amerika di Pasifikpun lumpuh. Jepang telah menyatakan perang kepada Amerika dan Inggris. Perang Dunia II telah berkobar.

Di Eropa, peperangan telah dimulai oleh negara Nazi Jerman yang menyerang Polandia awal September 1939.Disusul kemudian penyerbuan mereka ke belanda, Belgia dan Denmark dalam tempo hanya satu minggu. Sementara Jerman bersama Italia dan Jepang telah membentuk sebuah aliansi Militer yang dikenal dengan nama Negara Poros. Pada saat yang sama Amerika, Inggris, Belanda dan Cina membentuk persekutuan yang disebut ABCD (Amerika, British, Chinese, Dutch). Maka ketika Amerika memaklumkan perang kepada Jepang sebagai akibat penyerbuan Jepang atas Hawai, Negara-negara ABCD pun memaklumkan perang kepada Jepang.2

Pemerintah Hindia Belanda waktu itu telah membentuk pemerintah sendiri di Asia yang terpisah dari Pemerintah Belanda.Ini karena Belanda dikuasai Jerman. Mengingat Indonesia adalah bagian dari jajahan Hindia Belanda, akan selalu ada kemungkinan Indonesia terlibat dalam atau menerima getah dari peperangan yang terjadi antara Sekutu dan Jepang, bila perang benar-benar terjadi.3 Pikiran semacam itu sempat terlintas dalam benak Kyai Imam Zarkasyi dan kakaknya Kyai Ahmad Sahal, yang sedang sibuk mempersiapkan perayaan 15 tahun Pondoknya. Setelah

2


(44)

melihat perkembangan baru di luar Pondok Modern Gontor, dalam perembukan yang melibatkan seluruh anggota panitia tersebut, dikajilah berbagai kemungkinan yang bakal terjadi akibat penyerbuan Jepang terhadap Hawai. Termasuk, kemungkinan adanya larangan berkumpul, undang-undang darurat perang, atau kebijakan lain yang kemungkinan terjadinya peperangan atau pengambilalihan kekuasaan di Indonesia oleh Jepang. Setelah berembuk, Kyai Imam Zarkasyi dan Kyai Ahmad Sahal akhirnya mengambil kebijakan menunda pelaksanaan perayaan, sambil menunggu perkembangan berikutnya. Mengingat undangan telah diedarkan, baik kepada pemerintah, pemimpin-pemimpin partai politik dan organisasi kemasyarakatan, juga ulama, wartawan, wali murid, dan seluruh warga Pondok Modern Darussalam Gontor di Indonesia, maka segera dicetak surat susulan untuk menunda pelaksanaan perayaan tersebut sampai waktu yang akan ditentukan kembali. Kyai Imam Zarkasyi dan Kyai Ahmad Sahal kemudian menunggu perkembangan yang terjadi. Setelah beberapa hari menunggu, akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa perkembangan di Indonesia tampaknya belum terlalu mengkhawatirkan, sehingga perayaan bisa dilaksanakan walaupun dalam skala kecil.Paling tidak untuk lingkungan keluarga.Pondok Modern Gontor yang berada di wilayah Ponorogo.Perayaan akhirnya tetap diselenggarakan, sejak 1-10 Januari 1942, secara sederhana.4

4


(45)

Pada saat yang sama peperangan di Asia Timur terus berkobar, Jepang semakin merajarela. Beberapa minggu setelah pemerintah Hindia-Belanda memaklumkan perang kepada Jepang, Negara Matahari Terbit itu langsung menjawabnya dan mendaratkan antara di Manado, Tarakan, dan Balikpapan pada 1 Maret 1942. Jepang telah mendarat di 3 tempat penting di Pulau Jawa, masing-masing Banten, Indramayu dan Tuban, empat hari kemudian Ibukota Hindia Belanda di Batavia jatuh ketangan Jepang, pada 9 Maret 1942 pada hari itulah pemerintah Hindia Belanda di Indonesia berakhir dan beralih ke tangan Jepang.

2. Masa Jepang

Ketika tentara Jepang datang, rakyat Indonesia rata-rata menyambut kehadiran mereka penuh kegembiraan. Hal ini karena kesengsaraan yang mereka alami selama dijajah Belanda 3,5 abad sudah begitu panjang dan sangat menjemukan. Dengan kehadiran Jepang, mereka berharap nasib mereka akan tertolong. Kebetulan Jepang datang membawa semangat persaudaraan Asia, sehingga rakyat Indonesia lebih terbuka untuk menerima kehadiran Jepang dibanding Belanda.Begitu terbukanya mereka, sampai-sampai hampir setiap anjuran dan peraturan yang dikeluarkan Jepang selalu diterima baik oleh rakyat Indonesia.meskipun begitu, sebagai rakyat ada juga yang tetap mewaspadai setiap langkah saudara se-Asia ini.5


(46)

Waktu itu, Kyai Imam Zarkasyi dan kakaknya lebih banyak bersikap pasif menghadapi keadaan di luar, serta cenderung mengimbangi perkembangan yang ada.Tatkala Jepang mengadakan kursus bahasa Jepang untuk masyarakat, Kyai Imam Zarkasyi juga mengirim siswa-siswanya untuk mengikutinya.Meskipun kursus ini diadakan kurang dari dua minggu, murid-murid Gontor tampak merasakan manfaat dan hasilnya. Mereka lalu dapat berbicara Bahasa Jepang pada sore hari sebagai pelajaran tambahan.Beberapa saat kemudian, bahasa Jepang malah ditetapkan sebagai pelajaran inti kelas akhir KMI, menggantikan Bahasa belanda yang telah dihapus.

Antara tahun 1942-1943, politik Jepang memang diarahkan untuk mengambil hati rakyat Indonesia. Namun, dua tahun kemudian, Jepang mulai mengeskploitasi rakyat dan kekayaan Indonesia. Rakyat dipaksa berkerja sebagai romusha( pekerja paksa), produksi pangan dipaksa meningkat, dan semua itu dilakukan dengan dalih untuk kepentingan Perang Asia Timur Raya. Propaganda “perang suci” dikumandangkan dan pemuda-pemuda Indonesia diharuskan memasuki sejumlah latihan ketentaraan. Suasana mencengkam tersebut mula-mula tidak sampai mempengaruhi kehidupan santri di Gontor. Para pelajar masih belajar dengan tenang seperti biasa. Namun, setelah dua bulan dan empat bulan, lambat laun kegelisahan pun mulai melanda anak-anak Gontor, terutama yang berasal dari luar Jawa.Hubungan mereka dengan keluarga mulai terputus.Demikian juga kiriman uang yang seharusnya mereka terima lagi


(47)

tidak ada kiriman dari orangtuanya.Padahal, di pondok mereka butuh biaya, paling tidak untuk makan.Keadaan demikian para santri gelisah, bingung, dan cemas.Keuangan dapur benar-benar defisit.Pemasukan uang banyak yang terhenti, sementara penyediaan makanan terus berjalan.

Di kalangan santri sendiri, waktu itu sempat dibentuk Panitia Usaha pertolongan Pelajar Pondok Modern Gontor. Panitia ini bertugas menghimpun dan mengupayakan dana untuk menolong pelajar-pelajar di luar Jawa yang kesulitan uang. Untuk itu, sejumlah kenalan dan simpati didatangi untuk diminta sumbangan.Namun, usaha inipun hanya membantu sedikit karena hasil yang didapat memang tidak banyak. Hampir semua orang yang didatangi juga mengeluhkan hal yang sama. Meski hari-hari berlalu dalam keperihatin, Kyai Imam Zarkasyi tidak mengurangi aktifitas rutinnya di pondok.Ia tetap menggerakkan roda pendidikan dan pengajarannya di KMI. Ia sendiri tetap mengajar santri. Namun, tak lama kemudian tiba-tiba cobaan datang lagi. Pemerintah militer Jepang mengeluarkan perintah agar semua sekolah ditutup dan para pelajar dikerahkan untuk latihan ketentaraan dalam organisasi pemuda yang diberi namaKeibodan dan Seinendan. KMI Gontor, karena termasuk kategori sekolah, juga diperintahkan untuk ditutup.Untuk menghindari kemungkinan yang tidak diinginkan, KMI akhirnya ditutup.Meskipun begitu, pengajaran secara diam-diam tetap dijalankan.Selama hari-hari itu, di siang hari yang terlihat dari luar adalah pintu dan jendela sekolah yang tertutup, tapi dibalik itu para santri dan guru sebenarnya tetap menjalankan


(48)

aktivitas belajar mengajar seperi biasa, meski dilakukan dengan sikap ekstra hati-hati.Langkah itu memang bagian dari ikhtiar Kyai Imam Zarkasyi untuk menghindari kevakuman aktivitas santri.

Keadaan semacam itulah yang sempat dialami oleh Kyai Imam Zarkasyi dan santri-santrinya waktu itu. Kondisi ini sempat berjalan sampai beberapa minggu. Sayangnya, kesungguhan yang ia tampakkan rupanya sempat diganngu orang juga. Diam-diam, ternyata ada salah seorang penduduk kampung yang melaporkan kegiatan tersebut kepada pemerintah Jepang, melalui sepucuk surat. Ia melaporkan ini kepada pejabat Pemerintah di Ponogoro. Untungnya, orang yang menerima surat itu adalah Patih Wibowo, seoarang pejabat yang baik. Meski ia sempat mengecek surat itu ke Gontor, namun setelah mengadakan dialog dengan Kyai Imam Zarkasyi dan Ahmad Sahal, akhirnya dapat disimpulkan bahwa isi pengaduan tersebut hanyalah hasutan belaka. Pengaduan dianggap tidak ada, dan masalah dianggap selesai. Selamatlah Pondok Gontor, dan pemimpin pondok KH.Imam Zarkasyi dan KH. Ahmad Sahal. Kalau tidak, mereka diajukan Kempeitai (Polisi Militer) Jepang yang terkenal kejam untuk Diadili.Pengawasan Jepang terhadap kegiatan pendidikan pada tahun 1943-an itu memang sangat ketat, termasuk kepada pondok-pondok pesantren.Sampai-sampai ada kyai yang dikejar-kejar atau dianiaya jika ternyata ketahuan membangkang.

Suasana politik di Indonesia tidak lama kemudian berubah. Jepang, dalam menghadapi Sekutu, butuh bala tentara dan dukungan massa.


(49)

Mereka menilai bahwa hanya organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga Islamlah yang memiliki massa pendukungnya yang nyata. Karena itu, Jepang mulai merangkul pemimpin Islam sekaligus memanfaatkan pengaruhnya.Pada pertengahan Januari 1944 pemerintah Jepang mengumpulkan para kepala sekolah Islam yang berpengaruh di Jawa. Pertemuan itu disponsori oleh kantor Urusan Agama Pusat (Shumubu) di Jakarta. Tujuannya adalah menstandarisasikan silabus dan metode pengajaran di sekolah-sekolah Islam.Lebih penting lagi, pertemuan itu juga merupakan langkah awal bagian diselenggarakannya kursus-kursus latihan bagi guru-guru Sekolah Islam, Kyai Imam Zarkasyi termasuk yang diundang untuk menghadiri pertemuan waktu itu, mewakili Pondok Modern Gontor.

Menjelang akhir Januari 1944, Gunseiken mengirim edaran kepada para residen (Shuchokan) disemua propinsi di Jawa yang berisikan sebuah konsesi penting bagi kyai dan ulama.Sejak itu sebagian besar pemimpin agama dibebaskan dari kontrol langsung para pejabat pemerintah.Mereka tidak perlu lagi meminta izin untuk mengadakan pertemuan agama yang diselenggarakan untuk menyebarluaskan kebijaksanaan pemerintah oleh guru-guru Islam. Kalaupun ada pertemuan lain, pemerintah menjanjikan perizinan yang lebih cepat dan mudah. Langkah pembebasan kegiatan keagamaan seperti ini tidak lepas dari keinginan penguasa militer Jepang


(50)

untuk merangkul pemimpin-pemimpin agama agar dapat bekerjasama dan bersikappositif terhadap semua kebijaksanaan penguasa militer Jepang.6 B. Masuknya PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor

Pada awal abad ke-20 di Hindia-Belanda muncul sejumlah partai politik, seperti Insulinde Partij, dan Indische Partij.Namun, partai politik terbesar di Hindia saat itu adalah Partai Sarekat Islam. Sarekat Islam pertama kali didirikan di Batavia pada tahun 1909 oleh Tirto Adisurjo dengan nama Sarekat Dagang Islamiah (SDI). Setelah di Batavia, Sarekat Dagang Islam Islamiah mendirikan cabang lain di Bogor tahun 1911. Saat itu Sarekat Dagang Islamiah berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI). Meskipun sudah berdiri sejatak tahun 1911.SI baru resmi mendapat izin sebagai badan hukum dari pemerintah pada tahun 1916.

Anggota SI yang moderat kini mulai mencemaskan nasib organisasi tersebut dan basis massanya mulai rontok karena rakyat pedesaan merasa takut bahwa kartu anggota SI hanya membawa mereka kesulitan.Para pegawai Jawa secara lebih sengaja lagi menentang gerakan-gerakan rakyat, dan pihak Belanda memperluas organisasi-organisasi intelijen. Pada tahun 1914 berdiri partai kiri Hindia Belanda, Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) yang didirikan oleh H.J.F.M. Sneevliet.7

Lingkungan politik berbalik menentang radikalisme, tetapi ironisnya keadaan ini menempatkan ISDV dalam posisi untuk memimpin gerakan politik rakyat.ISDV kini berada di tangan seorang pemuda Jawa yang

6

Zarkasyi, Merintis Pesantren, 133-137.

7


(51)

bernama Darsono (lahir taun 1897). Organisasi ini sangat kecil (jumlah anggotanya 269 orang tahun 1920).Tetapi sekarang sebagian besar anggotanya adalah orang Indonesia. Pada bulan Mei 1920 organisasi ini berganti nama menjadi Perserikatan Komunis di Hindia dan pada tahun 1924 berganti nama lagi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).8

Partai Komunis Indonesia (PKI) bukan terfokus pada nasionalisme ataupun program politik melainkan pada agama. PKI tidak mempercayai adanya Tuhan. PKI memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat Komunis, baik secara parlementer maupun revolusioner. PKI berkiblat pada paham

Marxisme yang dipelopori oleh Karl Marx dan landasan yang dipakai adalah

Class Conflict. PKI awalnya merupakan suatu organisasi yang sosial yang menentang dengan semua ketetapan pemerintah, kemudian PKI melakukan pemberontakan di beberapa daerah.9

Pada tahun 1948, meletus pemberontakan PKI di Madiun. Dalam situasi serba sulit dan genting, disaat pemerintah RI masih harus menghadapi tipu muslihat Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, baik melalui jalur diplomatik maupun militer, Partai Komunis Indonesia (PKI) justru melakukan aksi pemberontakan menentang pemerintah yang berkuasa.

Pemberontakan PKI berkobar ditengah kesunyian Kota Madiun. Amir Syarifuddin yang pada pertengahan tahun 1947 sempat diangkat menjadi Perdana Mentri dan mewakili pemerintah RI dalam Perjanjian Renville (17 Januari 1948), secara terang-terangan membuka kedoknya bahwa ia adalah

8


(52)

seorang komunis. Ia bekerjasama dengan Muso, tokoh PKI yang baru saja datang dari Moskow, menggerakkan PKI untuk mengadakan kudeta terhadap pemerintah yang ada, sekaligus memproklamasikanNegara Komunis Indonesia.

Dalam peristiwa tersebut terjadi sejumlah tindakan kekejaman yang melampui batas perikemanusiaan, di samping aksi pengrusakan. Di Desa Kretek dan Dungus, yang terletak disebelah selatan Kota Madiun, sejumlah mayat ditemukan. Pembunuh tampaknya dilakukan dengan cara menyembelih para korban di sebuah ruangan. Ada pula yang disiksa, dicincang, disayat-sayat badannya, ditembak dari jarak dekat, atau macam-macam bentuk penganiayaan lainnya.Korbannya adalah pamong praja yang setia kepada pemerintah pusat, orang-orang yang tidak sehaluan dengan komunisme, seperti tokoh-tokoh Masyumi, para kyai, guru-guru pesantren, tentara pelajar, dan sebagainya.10

Di Pondok Modern Gontor, keadaan yang semula tenang menjadi penuh kekhawatiran. Meskipun jarak antara Gontor-Madiun terpaut 40 kilometer, semua peristiwa ini membuat para santri menjadi resah. Mereka khawatir akan menjadi korban situasi yang tidak menguntungkan itu.Soalnya pimpinan Pondok Modern Gontor diincar PKI karena kyai sangat aktif di partai Masyumi, Partai Islam yang menjadi rival politik PKI.KH. Imam Zarkasyi, aktif dalam berbagai pertemuan Masyumi untuk pembahasan dan mematangkan ide pendirian Perguruan Tinggi Islam. Di masa pendudukan

10


(53)

Jepang, ketika Masyumi mendirikan laskar Hizbullah sebagai organisasi ketenteraan Islam, KH.Imam Zarkasyi menjadi anggota pengurus pusat dan terlibat langsung penanganan berbagai latihan anggota.

Sembilan hari sebelum “meletus” pemberontakan PKI, tepatnya pada 9 September 1948, Masyumi wilayah Ponorogo menggelar rapat besar di Pondok Gontor.PKI ternyata juga mengetahui, di antara santri (ketika itu berjumlah 200 orang) terdapat seorang anggota tentara Hizbullah; dimaksud adalah Ghozali Anwar.Mendengar kabar adanya gerakan PKI di beberapa daerah, Shoiman serta santri senior lainnya, Ghozali Anwar mendesak KH.Imam Zarkasyi dan KH. Achmad Sahal, agar bersedia mengungsi.Sebagian santri ada yang meminta izin pulang khususnya mereka yang bertempat tinggal tidak jauh dari pondok. Sementara itu, sebagian lain masih banyak yang tetap tinggal di dalam pondok. Kyai Imam Zarkasyi dan Kyai Ahmad Sahal, sebagian Pimpinan Pondok, mencoba bersikap tenang sambil berfikir tentang langkah-langkah yang harus di tempuh untuk mengantisipasi keadaan tersebut.

Setelah dua hari berlalu, pembrontakan mulai memasuki Wilayah Jetis yang hanya berjarak 3 kilometer di sebelah barat Gontor. Saat itu mulai terdengar berita bahwa sejumlah kyai telah dihabisi oleh PKI. Di antara mereka adalah Kyai Mursyid, pengasuh Pondok Takeran Madiun, Kyai Dimyati, Pengasuh Pondok Termas Pacitan, dan beberapa tokoh Islam lainnya.Mendengar berita-berita semacam itu, semua orang mengkhawatirkan keselamatan Kyai Ahmad Sahal dan Kyai Imam Zarkasyi.Kemudian


(54)

Pemimpin pondok bermusyawarah dengan beberapa santri seniornya, seperti Ghozali Anwar dan Shoiman. Dari musyawarah itu lalu ditetapkan bahwa melawan pemberontakan adalah suatu yang tidak mungkin. Salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah menyelamatkan diri dengan cara mengungsi. Jika tidak segera mengungsi takut terjadi hal yang sama seperti di pesantren yang lainnya kyainya dibunuh, apalagi Kyai Imam Zarkasyi sebagai anggota Masyumi dan aktif dalam Masyumi kemungkinan besar PKI akan menghabisi dan membunuh Kyai Imam Zarkasyi, dari situlah pengasuh pondok mengungsi ke Trenggalek.

C. Faktor Penyebab Terjadinya Pemberontakan PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor.

Partai Komunis Indonesia berasal dari satu kekuatan Front yakni FDR (Front Demokrasi Rakyat). FDR awalnya adalah kekuatan sayap kiri penguasa pemerintah di bawah kabinet Syahrir dan Amir.Setiap Partai yang ada di Indonesia pasti mempunyai visi dan misi yang kuat untuk pemerintahan kedepannya. PKI adalah Partai yang memperjuangkan visi dan misinya untuk mendirikan sosialitas di Indonesia sesuai dengan apa yang tertera dalam anggaran dasar Partai.11 Dalam mewujudkan misi dan visinya, PKI mengalami banyak pro dan kontra dengan apapun keputusan yang dibuat oleh pemerintah.PKI yang memiliki dasar ideologi komunisme ingin mengambil kesempatan untuk mendirikan negara komunis di Indonesia, disaat perhatian pemerintah RI terfokus pada agresi militer Belanda II.

11

Aminuddin Kasdi, Kepartaian di Indonesia (Yogyakarta: Kementerian Penerangan Republik Indonesia, 1950), 9.


(55)

Tindakan PKI yang ingin mendirikan negara komunis tersebut menyebabkan sambutan yang tidak baik dari masyarakat dan partai-partai lainya terutama partai Islam Masyumi.Masyarakat sudah puas dengan pemerintah RI yang ada, pemerintahan yang adil dengan landasan ideologi Pancasila yang sangat bijaksana.Memang tidak dapat dipungkiri bahwa hampir 80% landasan, hukum maupun ideologi Negara Indonesia lebih banyak mengandung unsur agama Islam.Hal inilah yang menjadi sebab utama pemicu PKI melakukan pemberontakan-pemberontakan di beberapa daerah di Indonesia salah satunya yakni di Pondok Modern Darussalam Gontor.Apalagi sudah diketahui oleh PKI bahwa pemimpin Pondok (KH Imam Zarkasyi) sebagai anggota Masyumi yang dibenci oleh PKI.Dalam hal ini, terdapat beberapa faktor yang menjadi latar belakang terjadinya pemebrontakan PKI di tahun 1948.Di antaranya adalah faktor ideologi.

Mengenai Faktor ideologi, PKI adalah menganut paham komunis yang berarti paham yang tidak mengakui adanya Tuhan.Dalam hal ini, PKI sangat sensitif terhadap agama-agama yang ada di Negara Indonesia terutama Islam.Bagi PKI Islam adalah musuh terbesar dalam mewujudkan visi dan misinya, karena menurut PKI Islam memiliki pengaruh yang kuat di Indonesia dan masyarakat umum. PKI selalu mempengaruhi pemikiran masyarakat awam dalam memaknai agama Islam yang ada. PKI mengatakan bahwa Islam adalah agama yang baru (agama baru di Indonesia), tetapi Islam sudah banyak membawa perubahan di Indonesia terutama perubahan hukum, budaya dan adat istiadat.


(56)

Terkait dengan PKI yang menganggap Islam adalah musuh utamanya dalam mewujudkan visi dan misinya, maka umat Islam pun bersatu untuk melawan paham yang dibawa oleh PKI. Umat Islam bersatu dan sepakat untuk partai politikIslam yang diberi nama Masyumi “Majelis Syuro Muslimin Indonesia”. Masyumi mendasarkan ideologinya pada ajaran Islam dan menaruh sikap yang pro terhadap hukum dan peraturan yang dibuat oleh negara.12

Masyumi memberantas pemberontakan PKI di Madiun dengan sangat gigih, meskipun Masyumi tidak bertindak dengan ikut mengangkat senjata. Para anggota Masyumi melawan dengan cara mereka sendiri, anggota Masyumi yang berideologi Islam yakin bahwa Allah Swt., akan selalu membantu dalam setiap langkah. Pada dasarnya saat penumpasan pemberontakan PKI, Masyumi tidak turun tangan secara fisik.Namun, perlawanan dan peperangan yang dilakukan oleh Masyumi adalah secara ideologi dan sosial-politik.13

Peristiwa pemberontakan tidak hanya menghancurkan pemerintah daerah Madiun saja, namun juga melakukan perampokan, penculikan dan pembunuhan pada masyarakat yang tidak berpihak pada PKI. PKI juga menghancurkan tempat-tempat peribadatan, kantor-kantor pemerintah dan juga pondok-pondok pesantren termasuk di Pondok Modern Darussalam Gontor.Selain melakukan perampokan, kerusuhan, kekacauan, PKI juga

12

Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1996), 125.

13

AH Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 8: Pemberontakan PKI 1948 (Bandung: Angkasa, 1988), 249.


(57)

melakukan penculikan dan pembunuhan.Sasaran penculikan dan pembunuhan PKI lebih difokuskan kepada pejabat pemerintah, para tokoh agama dan partai yang menolak komunis.Salah satu Partai yang menjadi musuh PKI adalah Partai Islam Masyumi. Sehingga banyak anggota Masyumi yang menjadi sasaran penculikan dan pembunuhan, termasuk di Pesantren Modern Darussalam Gontor yang dikirim surat oleh PKI untuk pemimpin Pondok, agar tidak meninggalkan Pondok, karena PKI sudah mengetahui kalau pemimpin Pondok KH Imam Zakasyi termasuk anggota Masyumi.14

Di daerah Ponorogo yang merupakan pusat konsentrasi komunis itu juga terjadi kerusuhan dan pembunuhan kejam, sebagaimana di Madiun.Di daerah ini, orang-orang menggunakan “warok-warok Ponorogo” .Warok-warok ini kebanyakan terkena hasutan-hasutan PKI, yang kemudian dipakai sebagai tukang PKI untuk menindak dan menakut-nakuti yang membandel terhadap kekuasaan PKI.

Sedangkan di pondok modern semua santri dan Kyai sibuk mengadakan pengungsian ke Trenggalek. Setelah mendengar banyak korban pembunuhan akibat PKI. Namun, belum sempat pengungsian dilakukan, seorang utusan pemberontak PKI telah datang ke Gontor menyampaikan sepucuk surat perintah agar segenap penghuni pondok menyerah dan tidak meninggalkan Pondok. Jika perintah ini tidak ditaati, berarti akan terjadi bencana yang tidak terhindarkan bagi segenap keluarga dan pemuda Pondok, demikian surat ini mengancam.

14


(58)

Mulanya Kyai Imam Zarkasyi dan Kyai Ahmad Sahal sempat mempertimbangkan isi surat tersebut. Tetapi keduanya tetap memutuskan untuk mengungsi.Pada pagi-pagi buta, mulai diperintahkan kepada santri yang hendak turut mengungsi bersama kyai untuk meninggalkan pondok, dua-dua atau tiga-tiga.Selama ditinggal Imam Zarkasyi dan Kyai Ahmad Sahal di Pondok Modern Gontor terjadi peristiwa yang tidak kurang manarik.Persis setelah pemberontak mengirim surat perintahnya agar penghuni pondok tidak meninggalkan tempat, mereka secara serentak menggeledah Pondok Modern Gontor. Mula-mula pada setiap jalan di sekitar Gontor terdapat orang-orang PKI.Seakan mereka sedang berjaga-jaga atau mempersiapkan sesuatu.Pencegahan dan pemeriksaan lalu dilakukan terhadap setiap orang dan kendaraan.Sejumlah kendaraan berbendera merah (lambang PKI) hilir mudik kesana-kemari tiada henti.Perkembangan di sekitar Pondok pun diperiksa secara teliti.

Pemberontak mulai menyerang pondok. Mengawali hal ini, sejumlah letusan terdengar di beberapa tempat sekitar pondok. Mereka seakan memancing dan setengah menunggu reaksi orang-orang pondok. Namun, setelah dinanti, tidak ada reaksi apapun yang muncul dari dalam Pondok Modern Darussalam Gontor yang telah dijadikan markas tentara, dibantu oleh pemuda-pemuda santri pondok.Tapi dugaan mereka salah.Satu rombongan PKI mulai mencoba masuk kampus dari arah timur, disusul oleh rombongan lain dari arah utara. Tak lama kemudian, serombongan lagi datang dari arah barat.Jumlah mereka waktu itu ditaksir sekitar 400 orang. Dengan


(59)

mengendarai kuda putih, pemimpin rombongan pemberontak itu lalu berhenti di depan rumah pendopo, tempat tinggal Lurah Rahmad Sukarto.

Mengetahui kedatangan tamu, Lurah Rahmad Sukarto yang juga kakak kandung Kyai Ahmad Sahal dan Kyai Imam Zarkasyi ini lalu menyambut tamunya dengan ramah, sebelum akhirnya menanyakan maksud dan tujuan mereka. “Pertama, kami datang untuk menemui pemimpin pondok.Kedua, kami mohon diizinkan untuk mengadakan pemeriksaan terhadap seluruh isi Pondok.Demikian jawab sang pemimpin itu menjelaskan maksudnya. mendengar maksud tersebut, lurah Rahmad Sukarto kemudian menjelaskan bahwa pemimpin Pondok sedang tidak ada di tempat. Pemimpin Pondok sedang pergi mengantarkan sebagian santrinya pulang kerumah, jelasnya.

Entah apa yang terpikir dalam benak tokoh pemberontak itu ketika mendengar jawaban tersebut. Namun, setelah diam sejenak, ia lalu mengatakan bahwa ia sangat menyesalkan perginya pemimpin pondok tersebut karena sebelumnya telah dikirim imbauan agar seluruh penghuni pondok tidak meninggalkan tempat.

“Kami mengkhawatirkan nasib Bapak Kyai.”Katanya. Setelah gagal menemui pemimpin pondok, ia kemudian meminta supaya diizinkan memeriksa seluruh kamar santri. Pak Lurahpun tidak keberatan asalkan yang memeriksa adalah tentara-tentara resmi. Pemimpin PKI itu pun bisa menerimanya.“Jangan kuatir, kami tidak akan merampas atau merusak barang apapun di Pondok ini karena di antara rekan-rekan kami yang berbaju hitam


(60)

dan berikat kepala merah ini (maksudnya pengikut PKI) banyak juga yang anak-anak kyai.”Demikian kata pemimpin pemberontak tersebut.Kemudian PKI menggeledah semua isi Pondok Modern Darussalam Gontor.15

15


(61)

BAB IV

PERAN SANTRI PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR PONOROGO DALAM MENANGKAL PEMBERONTAKAN PKI 1948 M

A. Konsep dan Tradisi Hubungan Kyai dan Santri

Secara umum di seluruh dunia Islam bagi seorang ulama terkenal untuk menjalankan sebuah lembaga pendidikan agama. Di Arab Saudi, dan juga Iran, Madrasah merupakan pendidikan agama. Sedangkan di Indonesia lembaga seperti ini secara tradisional disebut Pesantren. Sistem pelajaran di mana murid (santri), memperoleh pengetahuan keislaman dari seorang ulama (kyai) yang biasanya mempunyai pengetahuan khusus. Konsep kyai secara umum mempunyai pesantren yang mewakili lembaga keislaman yang berpengaruh dalam pembangunan sosial umat Islam dan juga karena ia adalah lembaga penting tempat kyai menjalankan kekuasaannya. Memang tidak semua kyai yang memiliki Pesantren, namun yang jelas adalah bahwa kyai yang memiliki Pesantren mempunyai pengaruh yang lebih besar dari pada kyai yang tidak memilikinya.1

Karisma yang dimiliki oleh para kyai menyebabkan mereka menduduki posisi kepemimpinan dalam lingkungannya. Selain pemimpin agama dan pemimpin masyaraka desa, kyai juga memimpin pondok pesantren, tidak hanya diakui sebagai guru mengajar pengetahuan agama tetapi juga dianggap oleh santri sebagai seorang bapak atau orangtuanya sendiri. Hubungan santri dan kyai apalagi dilandasi dengan pembenaran


(1)

memberikan alasan, persoalan itu akhirnya dapat diselesaikan.Shoiman menjawab bahwa anak-anak di Pondok ini tidak ada yang terlibat dalam ketentaraan. Kalau ada seragam tentara, kata dia, mungkin itu milik anak yang baru pulang dari rumah setelah gerilya konflik dengan Belanda. Kalau ada peluru, kilahnya lagi, bukan mereka terlibat dalam ketentaraan.“Mereka hanya menyimpanya dan tidak menggunakannya. Anak-anak di sini tahu bagaimana cara mengamankan barang-barang berbahaya seperti itu.” Kata Shoiman.

Meskipun agak susah payah, jawaban itu akhirnya dapat diteriman. Pemeriksaan selesai.Koper yang berisi seragam tentara dan peluru tadi dibawa pemberontak, dan tidak sampai terjadi tindak penganiayaan.Hanya saja, sebelum meninggalkan Pondok, pemimpin Pemberontak sempat berkata

kepada Bapak Lurah Sukarto, “kami sangat menyesalkan kepergian pengasuh Pondok, dan kami khawatirkan akan keselamatan mereka karena mereka tampaknya tidak memahami maksud dan tujuan kami.Kemudian, gerombolan manusia hitam yang rata-rata bersenjata-takan golok ini pergi dalam kegelapan malam. Semua penghuni Pondok bersyukur karena tak terjadi peristiwa yang lebih parah seperti di kota Madiun.10


(2)

69

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Dari beberapa pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pondok Gontor adalah lanjutan dari pondok tegalsari yang didirikan abad ke-18M tahun 1742 oleh Kyai Ageng Muhammad Besari (Bashori). Pondok Darussalam Gontor, didirikan oleh Kiai Sulaiman Djamaluddin Pada tahun 1926. Pada generasi ke-4, kepemimpinan Gontor beralih ke tangan KH Imam Zarkasyi yang menekankan model pendidikan yang berbeda (modern) dari sebelumnya. Sehingga Pondok Gontor tersebut tetap maju dan berkembang sampai saat ini.

2. Faktor yang melatarbelakangi pemberontakan PKI di Pondok Pesantren Darussalam Gontor adalah kebencian PKI terhadap Partai Islam Masyumi sebagai partai yang mengahalangi misi PKI. Sehingga banyak anggota Masyumi yang menjadi sasaran penculikan dan pembunuhan PKI, salah satunya adalah pemimpinan pondok Gontor ke-4 yaitu KH Imam Zarkasyi yang aktif dalam Masyumi, oleh karena itulah PKI melakukan pemberontakan di Pesantren Darussalam Gontor.

3. Peran Santri dalam pemberontakan PKI di Pondok Pesantren Gontor terlihat dari kecerdikan santri yang dapat mengetahui terlebih dahulu akan maksud kedatangan PKI. Sehingga salah satu santri menghimbau


(3)

yang ingin menculik dan membunuhnya. Para santri rela mengorbankan dirinya dalam berbagai bentuk pengorbanan hanya untuk melindungi Kiai Imam Zarkazy dan tetap teguh melawan PKI. PKI tetap berhasil menawan Imam Zarkazy dan santri yang berusaha kabur dari kejaran PKI, namun dengan datangnya bantuan tentara Siliwangi akhirnya PKI dapat dikalahkan. Kemudian KH Imam Zarkasy dan para santri yang menjadi tawanan dapat dibebaskan.

B. Saran-saran

Setelah memaparkan beberapa pembahasan di atas, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pengalaman sejarah menunjukkan betapa kejamnya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Pondok Modern Darussalam Gontor, sehingga ia melakukan penganiayaan terhadap para santri bukan hanya santri. di Pondok pesantrenpun digeledah oleh PKI bahkan pemimpin pondok diincar ingin dibunuh. Meskipun PKI atau paham komunis telah dilarang di Indonesia, tetapi umat Islam tetap perlu mewaspadai kemunculan komunis kembali ke Indonesia.

2. Pendidikan agama perlu ditanamkan secara intensif, hal tersebut untuk membentangi umat agar tidak terpengaruh oleh paham dan ideologi lain yang menyesatkan. Terutama terhadap generasi muda yang nantinya akan menjadi penerus bangsa.


(4)

71

3. Karya tulis tentang Peran santri dalam menangkal pemberontakan PKI di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo 1948 masih sangat terbatas. Kalaupun ada sejarawan yang menemukan data baru dan menulis sejarah dengan tema yang sama, maka itu akan sangat membantu bagi para pecinta sejarah dan generasi muda.


(5)

Jakarta: Era Publisher, 2001.

Arwani, Muhammad. Denyut Nadi Santri. Yogyakarta: Tajidu Press, 2001. A.Z, Abidin. Bahaya Komunis. Jakarta: Bulan Bintang, 1948.

Dudung, Abdurrahman. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.

Djalal, Abdul. Tri Hisbullah Berjuang. Jakarta: Pustaka LP3ES, 1992.

Hoesein, Rushdy. Terobosan Sukarno dalam Perundingan Linggarjati. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010.

Kasdi, Aminuddin. Tragedi Nasional 1965. Surabaya: UNESA University Press, 2008.

_________. Kepartaian di Indonesia. Yogyakarta: Kementerian Penerangan Republik Indonesia. 1950.

Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2003. Maarif, Ahmad Syafii. Islam dan masalah Kenegaraan. Jakarta: Pustaka LP3ES

Indonesia, 1996.

Mansyur Suryanegara, Ahmad. Api Sejarah 2. Bandung: Salamadani, 2014. _________. Api Sejarah 1. Bandung: Salaman, 2014.

Mardiyah, et al. Pemimpin Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi. Malang: Aditya Media Publishing, 2012.

Mc Turnan, George. Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu, 2013.

Nasution, A.H. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 8 Pemberontakan PKI. Bandung: Angkasa, 1988.

Ratmanto, Aan. Kronik TNI (Tentara Nasional Indonesia 1945-1949). Yogyakarta: Mata Padi Presindo, 2013.

Rikclefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2013.


(6)

Salahuddin, M. Napak Tilas Masyayikh. Kediri: Nous Pustaka, 2013. Samsuri. Politik Islam Anti Komunis. Jakarta: Sasafira Insani Press, 1982.

Setiawan, Hesri. Negara Madiun (Kesaksian Soemarsono Pelaku Perjuangan). Jakarta: Fuspad, 2002.

Soetarjono. Pemberontakan PKI-Moeso di Madiun. Magetan: Penerbitan Kabupaten Magetan, 2001.

Suhartono, Ahmad. Menggali Mutiara Perjuangan Gontor. Ponorogo: Gontor Press, 20014.

Sukamto. Kepemimpinan Kiai dan Pesantren. Jakarta: Pustaka LP3ES, 1999. Suratmin. Kronik Peristiwa Madiun PKI 1948. Yogyakarta: Mata Padi Presindo,

2012.

Turmudi, Endang. Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan. Yogyakarta: LKiS, 2003. Zarkasyi, Imam. Dari Gontor Merintis Pesantren Modern. Ponorogo: Darussalam