BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Demam berdarah dengue DBD merupakan penyakit yang hingga saat ini masih menjadi persoalan kesehatan di dunia. Persoalan ditandai dengan
meningkatnya prevalensi DBD tiap tahun dan bertambahnya penyebaran penyakit di Asia Tenggara khususnya Indonesia akibat perubahan iklim pada daerah hujan
tropis serta adanya peningkatan kepadatan penduduk Nathan et al., 2009. DBD disebabkan oleh virus dengue yang mekanisme penularannya hanya melalui
gigitan vektor nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus sehingga menyebabkan penyebaran penyakit semakin meluas Kemenkes RI, 2010. Upaya pemerintah
dalam memberantas vektor Aedes Aeypti belum efektif untuk menurunkan tingkat penyebaran DBD di Indonesia Ikhsanudin, 2011. Oleh karena itu pencegahan
diri sendiri diperlukan seperti menggunakan repelan agar terhindar dari gigitan nyamuk.
Repelan atau insektisida nabati sudah banyak digunakan oleh masyarakat untuk melindungi kulit dari gigitan nyamuk, namun masih diragukan tingkat
keamanannya karena dalam pembuatannya menggunakan bahan kimia berbahaya yaitu DEET N,N-diethyl-m-toluamide yang sulit untuk didegradasikan sehingga
menyebabkan iritasi dan toksik bagi manusia Patel et al., 2012. Mengingat adanya dampak negatif dari bahan kimia yang terkandung dalam repelan, maka
pengembangan produk baru berbahan dasar alam yang lebih aman dan ramah lingkungan perlu dikembangkan Sitrabutra dan Soonwera, 2013. Beberapa
tanaman telah dilaporkan memiliki efek penolak nyamuk, salah satunya adalah tanaman nilam yang akan dibahas pada penelitian ini.
Tanaman nilam Pogostemon cablin B. merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai repelan. Minyak atsiri dari daun nilam memiliki
kemampuan menolak vektor nyamuk seperti Aedes aegypti, An. stephensi, dan Cx. quinquefasciatus
Gokulakrishnan et al., 2013. Kandungan kimia minyak atsiri nilam yang memiliki aktivitas repelan adalah patchouli alcohol yang termasuk
1
golongan sesquiterpen alkohol, terkandung pada nilam sebesar 22,62 mampu memberikan perlindungan pada kulit hingga 100 selama 280 menit terhadap
nyamuk Aedes aegypti Gokulakrishnan et al., 2013. Efektivitas penolak nyamuk dari minyak atsiri nilam dapat dijadikan pengganti DEET pada produk-produk
repelan di pasaran. Minyak atsiri nilam agar nyaman digunakan pada kulit maka pada penelitian ini diformulasikan menjadi bentuk sediaan krim tipe MA.
Pembuatan sediaan krim tipe MA dari minyak atsiri menggunakan basis vanishing cream
karena dapat memberikan hasil yang lembut, mudah tercuci, dan tidak meninggalkan bekas pada kulit setelah penggunaan krim Voigt, 1994; Idson
dan Lazarus, 1990. Permasalahan dari pembuatan krim adalah adanya fase minyak dan fase air
yang tidak bisa bercampur menyebabkan krim tidak stabil Voigt, 1994. Sifat fisik dan stabilitas krim dapat dipengaruhi oleh penambahan salah satu fase seperti
penambahan konsentrasi minyak atsiri dalam sediaan krim Depkes RI, 1979. Minyak atsiri terdispersi dalam basis krim yang selanjutnya basis tersebut akan
membawa minyak atsiri untuk kontak dengan kulit. Semakin banyak kandungan minyak pada sediaan krim menyebabkan konsistensi bahan pembawanya encer
sehingga mempengaruhi kecepatan pelepasan bahan aktif dari basis, sedangkan apabila konsistensi sediaan krim tinggi maka krim sulit untuk digunakan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri terhadap sifat fisik
dan aktivitas anti nyamuk krim tipe MA dari minyak atsiri nilam serta mendapatkan sediaan krim yang stabil dengan konsentrasi minyak atsiri nilam
yang optimum.
B. Perumusan Masalah