Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Taman kota

10

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat permasalahan yang melandasi dilakukannya penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana tingkat kenyamanan daerah permukiman beserta distribusi keruangannya di Kecamatan Kotagede berdasarkan parameter-parameter yang digunakan? 2. Wilayah-wilayah manakah yang mendapat prioritas utama penataan ruang terbuka hijau di Kecamatan Kotagede?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui tingkat kenyamanan daerah permukiman di Kecamatan Kotagede berdasarkan parameter-paramater yang digunakan yaitu kerapatan vegetasi daerah permukiman, kepadatan permukiman, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan jaringan jalan utama. 2. Mengetahui level prioritas penataan ruang terbuka hijau daerah permukiman di Kecamatan Kotagede. 3. Mengetahui distribusi daerah-daerah prioritas penataan ruang terbuka hijau permukiman berdasarkan tingkat kenyamanan daerah permukiman.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan khasanah ilmu dan tambahan pustaka yang berkaitan dengan pemanfaatan citra penginderaan jauh dan sistem informasi geografis yang bertujuan untuk prioritas penataan ruang terbuka hijau daerah permukiman di wilayah perkotaan dan juga dalam kaitannya dengan studi iklim kota. 2. Sebagai masukan kepada pemerintah daerah atau instansi terkait di dalam prioritas penataan ruang terbuka hijau daerah permukiman di Kecamatan Kotagede. 11

1.5 Telaah Pustaka

1.5.1 Permukiman Menurut UU No. 24 tahun 1992, permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar dari kawasan lindung, baik kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur. Dalam UU No. 24 tahun 1992, disebutkan pula bahwa ciri –ciri utama dari permukiman adalah sebagai berikut : 1. Mayoritas peruntukan adalah hunian ; 2. Fasilitas yang dikembangkan lebih pada pelayanan skala lingkungan ; 3. Luas kawasan yang dikembangkan lebih kecil dari 1000 Ha ; dan 4. Kebutuhan fasilitas perkotaan bagi penduduk kawasan hunian skala besar masih tergantung atau memanfaatkan fasilitas perkotaan di pusat kota. Menurut Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, hutan kota dibedakan atas beberapa tipe salah satunya adalah tipe kawasan permukiman adalah hutan kota yang dibangun pada areal permukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan, berupa jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman perdu dan rerumputan.

1.5.2 Karakteristik Kawasan Permukiman

Dalam penentuan lokasi permukiman, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Diharapkan dalam penentuan lokasi tersebut tidak merusak lingkungan dan tidak ditempatkan pada lokasi yang merupakan kawasan konservasi, kawasan hutan lindung. Secara umum dapat disebutkan bahwa permukiman memiliki dwi-fungsi yaitu Budiharjo, 2004 : 64 : 12 a. Fungsi pasif, penyediaan sarana atau prasarana fisik ; dan b. Fungsi aktif, penciptaan lingkungan yang sesuai dengan kehendak, aspirasi, adat dan tata cara hidup para penghuni dengan segala dinamika perubahannya. Faktor-faktor yang menjadi pokok dalam penentuan kawasan permukiman tersebut adalah Budiharjo, 2004 : 64 faktor alam menyangkut tentang pola tataguna tanah, pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam, daya dukung lingkungan, taman, area rekreasi atau olahraga. Faktor manusia terkait dengan pemenuhan kebutuhan fisiologis, penciptaan rasa aman dan terlindungi, rasa memiliki lingkungan atau handarbeni, tata nilai atau estetika. Faktor masyarakat meliputi partisipasi penduduk, aspek hukum, pola kebudayaan, aspek sosial ekonomi, dan kependudukan. Faktor wadah atau sarana kegiatan antara lain perumahan, pelayanan umum seperti puskesmas, sekolah dan fasilitas umum misalnya toko, pasar, dan gedung pertemuan. Faktor jaringan prasarana menyangkut utilitas seperti air, listrik, gas, air bersih; transportasi darat, laut dan udara; serta komunikasi.

1.5.3 Kondisi Kota

Kota yang berada di perbukitan, di lembah, atau di pantai mengalami cuaca lokal yang berbeda. Dalam meninjau cuaca dan iklim kota, dikaitkan dengan mikrometeorologi. Temperatur dan kelembaban berbeda di jalanan, di tanah lapang, di kebun atau taman Bayong Tjasjono, 1995. Hampir semua aspek dari iklim kota dapat berubah termasuk keseimbangan panas radiasi, kecepatan angin, kelembaban dan karakteristik hujan. Perubahan iklim di daerah kota dapat disebabkan oleh lima hal yaitu : 1. Digantinya permukaan rumput, tanah dan pepohonan dengan perkerasan aspal, semen atau beton dan kaca ; 2. Digantinya area pohon-pohon dan semak dengan blok bangunan beton ; 3. Dikeluarkannya sisa udara pendingin ruang, pemanas buatan bangunan, industri dan kendaraan ; 13 4. Mengalirnya air hujan langsung ke dalam jaringan air hujan dan hanya sedikit air yang meresap ke dalam tanah ; dan 5. Adanya polutan dari berbagai sumber yang bereaksi dengan kandungan kimia di udara membuat udara urban menjadi tidak normal Dwita Bakti, 1999. Berkurangnya ruang terbuka hijau dapat berpengaruh pada peningkatan pencemaran udara, temperatur udara serta dapat menimbulkan adanya pulau bahang. Pulau bahang merupakan refleksi dari keseluruhan perubahan iklim mikro yang disebabkan aktivitas manusia pada permukaan kota Landsberg, 1981. Aktivitas manusia dapat merubah cuaca secara tidak sengaja. Bahan bangunan di kota seperti bata, beton, dan sebagainya dapat menyerap dan menyimpan panas matahari. Selain itu, alat pemanas, pengatur udara dan pembangkit listrik dapat menghasilkan buangan panas. Fenomena pulau bahang antar tempat dapat berbeda dipengaruhi kondisi topografi, pengaruh arah dan kecepatan angin, kondisi cuaca setempat dan kondisi kerapatan lahan. Pulau bahang tersebut akan mempunyai kecenderungan naik pada saat setelah matahari terbenam karena adanya perbedaan yang cukup jelas temperatur antara daerah kota dengan desa. Weng Anonim, 2003 dalam penelitiannya di Delta Zhujiang China tentang pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap peningkatan suhu udara. Data yang digunakan yaitu data Landsat TM yang diintegrasikan dengan sistem informasi geografis. Hasil yang diperoleh dengan adanya perubahan penggunaan lahan sebagai dampak pembangunan tahun 1989-1997 terjadi pengurangan lahan non-terbangun 50 akibat urbanisasi. Dampak lebih lanjut dari kondisi tersebut yaitu terjadi kenaikan rata-rata temperatur sebesar 13 C. Aktivitas manusia dapat menyebabkan perubahan kondisi iklim kota yang menyebabkan timbulnya pulau bahang. Penelitian Balling dalam Anonim, 2003 di Phoenix, Arizona tentang peningkatan temperatur dan pulau bahang, menggunakan model simulasi radiasi inframerah satu dimensi dan penampang vertikal model menunjukkan bahwa aktivitas lalu lintas jalan raya dan proses industri yang menghasilkan CO 2 berlebih yang diemisikan ke atmosfer dapat menyebabkan pemanasan maksimum di daerah kota. 14

1.5.4 Tipe Permukiman Kota

Permukiman kota mempunyai ekspresi keruangan yang bervariasi mulai dari bangunan atau bentukan-bentukan individual sampai ke bentukan yang sangat besar seperti megapolis. Tipe permukiman skala makro, mendatangkan kenampakan permukiman kota terbesar dalam artian morfologis. Unit analisis permukiman kota skala makro adalah satuan morfologis daripada built up areas- nya berbagai macam tipe dari permukiman kota secara makro banyak dikemukakan oleh pakar-pakar di bidang ini walau tinjauan khusus tentang tipe ini tidak banyak ditemui. Secara garis besar, klasifikasi permukiman kota dapat digolongkan menjadi lima antara lain sebagai berikut : 1. Klasifikasi atas dasar fungsi ; 2. Klasifikasi atas dasar fisik ; 3. Klasifikasi atas dasar pertumbuhan ; 4. Klasifikasi atas dasar hierarki ; dan 5. Klasifikasi atas dasar diluar dari keempat macam yang telah disebutkan. Kajian tipologi permukiman khususnya permukiman squatters yang dikemukakan oleh Siswono Yudhohusodo dalam Rumah Untuk Seluruh Rakyat 1991, disebutkan berdasarkan lokasinya terdapat lima kelompok lingkungan permukiman squatters yaitu : 1. Lingkungan permukiman squatters di lokasi yang menurut rencana kota tidak diperuntukkan bagi perumahan. Peremajaan ini memerlukan pemindahan seluruh penghuninya ke tempat lain secara komersil bisa menguntungkan dan bisa tidak tergantung dari peruntukan penggunaan tanahnya. 2. Lingkungan permukiman squatters yang berada pada lokasi yang berbahaya, yang menurut rencana kota disediakan untuk jalur pengaman seperti bantaran sungai, jalur jalan kereta api, dan jalur listrik tegangan tinggi, kolong jembatan dan tanah kosong yang bukan miliknya. Lingkungan seperti ini tidak boleh diremajakan dan permukimannya harus dipindahkan ke tempat lain. 3. Lingkungan permukiman squatters yang berada di daerah pasang surut, yaitu permukiman squatters yang terletak di daerah antara garis pasang tertinggi dan 15 terendah yang secara berkala selalu terendam air pasang, dengan sebagian besar tipe bangunannya adalah tipe panggung. 4. Lingkungan permukiman squatters yang berada di daerah rawan bencana, yaitu permukiman squatters yang terletak di daerah rawan bencana alam tanah longsor, gempa bumi dan banjir. Alasan tinggal di daerah rawan bencana adalah kondisi sosial ekonomi yang rendah dan keterbatasan akses untuk mendapatkan hunian yang layak sehingga mereka tidak ada pilihan lain untuk tinggal di kawasan seperti itu. 5. Lingkungan permukiman squatters yang berada di tepi sungai adalah permukiman squatters yang berada di luar garis sempadan sungai. Permukiman squatters di tepi sungai ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Apabila sungai yang bersangkutan mempunyai tanggul atau tidak. Sesuai dengan PP No. 47 Tahun 1997 tentang RTRWN, maka dibedakan menjadi : - Sungai bertanggul, yaitu lingkungan permukiman squatters yang terletak sekurang-kurangnya lima meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. - Sungai tidak bertanggul, yaitu lingkungan permukiman squatters yang berada di luar garis sempadan sungai yang lebarnya ditetapkan oleh pemerintah setempat. b. Lingkungan permukiman squatters yang berada di kota-kota yang secara historis menempatan sungai sebagai komponen prasarana yang sangat vital dan masih berlangsung hingga saat ini. Pada umumnya letak permukiman squatters berada di sepanjang sungai, dengan bangunan tipe rakit, panggung, dan tipe bertumpu langsung pada tanah. Tipologi bangunan tepi sungai masih banyak dijumpai di daerah Sumatera dan Kalimantan. 16

1.5.5 Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau perkarangan Fandeli, 2004. Lawson, 2001 dalam Hendy Hendro, 2001 mengungkapkan bahwa sebuah ruang memiliki dua fungsi yang signifikan, ruang dapat menyatukan sekelompok orang dan juga dapat memisahkan sekelompok orang satu sama lainnya. Ruang merupakan hal yang sangat esensial juga fundamental dan universal dari bentuk komunikasi. Ruang yang mengelilingi kita dan objek-objek yang berada di dalamnya dapat menentukan seberapa jauh kita dapat bergerak, seberapa hangat atau dingin kita merasa, seberapa banyak yang dapat kita lihat dan dengar, dan dengan siapa kita dapat berinteraksi. Dimana ruang terbuka didefinisikan sebagai bagian peruntukkan penggunaan tanah dalam wilayah kota yang disediakan untuk difungsikan sebagai daerah ruang terbuka yang dapat berupa lahan terbuka hijau, lapangan, pemakaman, tegalan, persawahan dan bentuk-bentuk lainnya. Secara definitif, ruang terbuka hijau adalah kawasan permukaan tanah yang didominasi tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungankota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau ditengah- tengah ekosistem perkotaan berfungsi meningkatkan kualitas lansekap kota Hendy Hendro, 2001. Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian penting dari struktur pembentuk kota, dimana ruang terbuka hijau kota memiliki fungsi utama sebagai penunjang ekologis kota yang juga diperuntukkan sebagai ruang terbuka pendukung nilai kualitas lingkungan dan budaya suatu kawasan. Keberadaan ruang terbuka hijau kota sangatlah diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Ruang terbuka hijau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi intrinsik sebagai penunjang ekologis dan fungsi ekstrinsik yaitu fungsi estetika, sosial dan ekonomi. Ruang terbuka hijau dengan 17 fungsi ekologisnya bertujuan menunjang keberlangsungan fisik suatu kota dimana ruang terbuka hijau tersebut merupakan suatu bentuk ruang terbuka hijau yang berlokasi, berukuran dan memiliki bentuk yang pasti di dalam suatu wilayah kota. Ruang terbuka hijau untuk fungsi sosial, ekonomi, estetika merupakan ruang terbuka hijau pendukung nilai kualitas lingkungan dan budaya kota, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota Permen PU-5, 2008. Penurunan kualitas lingkungan kota memerlukan penyeimbang yang berupa ruang terbuka hijau yang didalamnya terdapat sekumpulan vegetasi. Ketersediaan lahan terbuka yang semakin berkurang karena bertambahnya bangunan memerlukan penataan ruang yang lebih baik. Ruang terbuka hijau daerah permukiman mempunyai banyak manfaat sebagai penyeimbang kondisi lingkungan permukiman. Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang bentuk-bentuk ruang terbuka hijau dan pengaruh vegetasi terhadap iklim kota.

1.5.6 Bentuk-Bentuk Ruang Terbuka Hijau

Peningkatan perkembangan kota menyebabkan semakin berkurangnya lahan untuk penghijauan kota. Menurut Zoer’aini 1997, penghijauan dalam arti luas adalah segala upaya untuk memulihkan, memelihara dan meningkatkan kondisi lahan agar dapat berproduksi dan berfungsi secara optimal baik sebagai pengatur tata air atau pelindung lingkungan. Bentuk penghijauan kota saat ini yang dapat dilakukan yaitu berupa ruang terbuka hijau. Bentuk ruang terbuka hijau kota tersebut disesuaikan dengan peruntukan fungsi wilayah atau jenis penggunaan lahannya yaitu berupa ruang terbuka hijau kawasan pertamanan kota, kawasan hutan kota, rekreasi kota, kegiatan olahraga, pemakaman, pertanian, permukiman, industri, perkantoran, perdagangan, dan kawasan jalur hijau.

1.5.7 Jenis Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan RTHKP

Menurut Peraturan Menteri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, jenis RTHKP meliputi : 18

a. Taman kota

Taman kota ialah ruang didalam kota yang ditata untuk menciptakan keindahan, kenyamanan, keamanan, dan kesehatan bagi penggunanya. Taman kota dilengkapi beberapa fasilitas kebutuhan masyarakat kota sebagai tempat rekreasi. Selain itu, taman kota difungsikan sebagai paru-paru kota, pengendali iklim mikro, konservasi tanah dan air, habitat berbagai flora dan fauna. Pepohonan di dalam taman kota dapat memberikan manfaat keindahan, penangkal angin, dan penyaring sinar matahari. Taman kota juga berperan untuk pengembangan budaya kota, pendidikan, dan pusat kegiatan masyarakat. Pembangunan taman dibeberapa lokasi akan menciptakan kondisi kota yang indah, sejuk, dan nyaman serta menunjukkan citra kota yang baik.

b. Taman wisata alam

Dokumen yang terkait

Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Bogor dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis.

0 1 31

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI WILAYAH PERKOTAAN BOYOLALI TAHUN 2015.

0 4 17

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI WILAYAH PERKOTAAN BOYOLALI TAHUN 2015.

0 2 12

PENDAHULUAN IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DENGAN PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI WILAYAH PERKOTAAN BOYOLALI TAHUN 2015.

1 9 41

ANALISIS PRIORITAS PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAUDAERAH PERMUKIMAN MELALUI PEMANFAATAN Analisis Prioritas Penataan Ruang Terbuka Hijau Daerah Permukiman Melalui Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Di Kecamatan Kotagede.

0 1 15

DAFTAR PUSTAKA Analisis Prioritas Penataan Ruang Terbuka Hijau Daerah Permukiman Melalui Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Di Kecamatan Kotagede.

0 2 6

ANALISIS PRIORITAS PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAUDAERAH PERMUKIMAN MELALUI PEMANFAATAN Analisis Prioritas Penataan Ruang Terbuka Hijau Daerah Permukiman Melalui Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Di Kecamatan Kotagede.

0 1 15

Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Menghitung Persentase Ruang Terbuka Hijau di Daerah Permukiman Kota Denpasar.

0 1 11

Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Menghitung Persentase Ruang Terbuka Hijau di Daerah Permukiman Kota Denpasar.

0 0 7

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH RESOLUSI TINGGI DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK MENENTUKAN LOKASI PRIORITAS PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA SURAKARTA

0 0 8