Latar Belakang Masalah Uji UJI CEMARAN KAPANG, KHAMIR DAN BAKTERI Staphylococcus aureus PADA SIMPLISIA JAMU KUNYIT DI PASAR GEDE SURAKARTA.

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia menggunakan obat tradisional karena obat tradisional memiliki harga yang relatif lebih murah dan memiliki efek samping yang rendah bahkan tidak memiliki efek samping Latief, 2012. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian galenik atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat Depkes RI, 2014. Simplisia adalah bahan dari tanaman yang masih sederhana, murni, belum tercampur atau belum diolah, kecuali dibersihkan dan dijaga dengan baik agar tidak tercampur dengan bagian- bagian tanaman lainnya Kartasapoetra, 1992. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 246 tahun 1992, pengertian jamu adalah obat tradisional yang bahan bakunya simplisia yang sebagian besar belum mengalami standardisai dan belum pernah diteliti, bentuk sediaan masih sederhana berwujud serbuk seduhan, rajangan untuk seduhan, dan sebagainya. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan tidak memerlukan izin edar. Oleh karena itu, keamanan serta jaminan mutu kualitas jamu racikan masih cukup rendah Depkes RI, 2012. Salah satu parameter jaminan keamanan dan mutu dari jamu diatur dalam Peraturan KaBPOM Nomor 12 tahun 2014 untuk rajangan yang direbus atau diseduh sebelum digunakan adalah Angka Kapang Khamir tidak lebih dari 10 4 kolonig dan tidak boleh mengandung mikroba patogen, termasuk Staphylococcus aureus . Apabila di dalam cairan obat terdapat AKK yang melebihi 10 4 kolonig dan terdapat bakteri

S. aureus

, maka cairan obat tersebut tidak layak untuk dikonsumsi karena tidak terjamin keamanan dan kualitasnya BPOM, 2014. Pembuatan jamu racikan dapat dilakukan tanpa pengujian dan proses pendaftaran bahan jamu. Oleh karena itu, kualitas jamu yang dihasilkan belum dapat dipastikan karena tidak diketahui ada tidaknya cemaran mikroba, khususnya kapang khamir dan S. aureus. Kondisi tanah yang lembab dan kandungan air dalam bahan baku obat tradisional dapat mengakibatkan timbulnya kapang khamir. Adanya kapang juga mempengaruhi keberadaan aflatoksin yang merupakan senyawa toksin yang berasal dari fungi bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia Pratiwi, 2008. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang aspek mikrobiologis pada simplisia jamu. Dalam penelitian ini, peneliti memilih Pasar Gede Surakarta. Pasar Gede dipilih karena terletak di kota Surakarta yang letaknya sangat strategis untuk dikunjungi masyarakat luas untuk berbelanja. Selain itu, cukup banyak terdapat pedagang jamu di Pasar Gede. Menurut Pratiwi 2008, pembuatan jamu yang masih menggunakan proses manual dan menggunakan tangan langsung dapat menyebabkan jamu terkontaminasi bakteri

S. aureus

. Selain itu proses pembuatan jamu simplisia dapat memicu pertumbuhan kapang khamir karena kapang khamir dapat tumbuh pada tempat yang lembab. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan uji cemaran kapang khamir dan cemaran bakteri

S. aureus

. Dengan adanya penelitian ini, masyarakat diharapkan mengetahui kualitas dan keamanan simplisia jamu yang dijual di Pasar Gede Surakarta, sehingga status kesehatan masyarakat dapat meningkat.

B. Rumusan Masalah