FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS BEBAS DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di SMA PGRI Seputih Mataram Lampung Tengah) Oleh

(1)

DI KALANGAN REMAJA

(Studi Kasus di SMA PGRI Seputih Mataram Lampung Tengah) Oleh

YULIANA LIA IIS SUGIANTI

Kecenderungan perilaku seksual bebas di kalangan remaja pada saat ini sudah mengkhawatirkan. perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Perilaku seksual bebas di kalangan remaja ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah pengetahuan, teman sebaya, teman intim atau pacar, tempat tinggal dan media. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual bebas di kalangan remaja khususnya di SMA PGRI 1 Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Informan penelitian terdiri dari enam orang siswa SMA PGRI 1 Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara kualitatif, dengan tahap reduksi data, display data dan verifikasi data.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual bebas di kalangan remaja adalah: (1) Rendahnya pengetahuan remaja terhadap bahaya perilaku seks yang berlebihan yang dapat berdampak pada terjangkitnya penyakit seksual menular, kehamilan di luar nikah dan terganggunya kesehatan reproduksi, sebagai dampak dari minimnya pendidikan seksual dari orangtua (2) Teman sebaya yang telah melakukan seks bebas atau berperilaku seks yang berlebihan dalam berpacaran dan menceritakan pengalaman tersebut kepada remaja lain, sehingga berdampak pada timbulnya rasa ingin tahu remaja yang belum pernah melakukannya. (2) Teman intim atau pacar yang secara intensif melakukan aktivitas pacaran sehingga dapat menjurus pada perilaku seksual, mulai dari perilaku seksual yang ringan seperti berpelukan, berciuman sampai dengan perilaku seksual yang berat seperti petting dan hubungan badan.(4) Tempat tinggal yang terpisah dari orang tua (indekos) menyebabkan remaja memiliki peluang untuk melakukan seks bebas dengan lawan jenisnya (5) Media massa yang berkembang secara pesat dan banyak menyediakan tayangan atau program yang di dalamnya memuat unsur-unsur pornografi dan pornoaksi, sehingga memicu remaja untuk mencoba hal tersebut.


(2)

SOME FACTORS THAT INFLUENCE FREE SEXUAL BEHAVIOR AMONG TEENAGERS

(Study on Senior High School PGRI of Seputih Mataram Central Lampung) By

YULIANA LIA IIS SUGIANTI

Tendency of sexual behavior among teenagers today is alarming. Sexual behavior is any behavior that is driven by sexual desire whether it is done alone, with the opposite sex or same-sex marriage in the absence of religion and belief respectively. Sexual behavior among adolescents is influenced by various factors, among which are knowledge, peers, intimate friend or boyfriend, shelter, and the media. The purpose of this research is to determine some factors that influence free sexual behavior among teenagers, especially in Senior High School PGRI of Seputih Mataram Central Lampung.

This type of research is a qualitative research. Research informants consisted of six students of Senior High School PGRI of Seputih Mataram Central Lampung. Data was collected through interviews and documentation. Data analysis was qualitatively, with the stage of data reduction, data display and data verification. The results of this research indicate that some factors that influence free sexual behavior among teenagers, especially in Senior High School PGRI of Seputih Mataram Central Lampung. are: (1) Low knowledge of adolescents to the dangers of excessive sexual behaviors that may impact on the spread of sexually transmitted diseases, pregnancy out of wedlock and the disruption of reproductive health, as the impact from lack of sexual education of parents (2) Peers who have committed sex or excessive sexual behavior in dating experiences and tell them to other teens, so the impact on the incidence of curiosity teen who has never done. (2) An intimate friend or boyfriend had intensive courtship activity that can lead to sexual behavior, ranging from mild sexual behavior such as hugging, kissing up to the heavy sexual behaviors such as petting and sexual intercourse. (4) Places to stay separate from the parents (home stay) causes teens to have the opportunity to engage in sex freely with the opposite sex (5) mass media, which increased rapidly and provide a lot of impressions or program in which contain elements of pornography and porno-action, thereby triggering teenagers to try it.


(3)

A. Latar Belakang

Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus digalakkan. Salah satu wadah dari pembinaan dan pengembangan generasi muda adalah melalui pendidikan formal dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Adanya kecenderungan generasi muda saat ini yang mengadopsi kebudayaan asing yang bersifat liberal, Tanpa terlebih dahulu memilah-milah antara yang patut diterima serta sesuai dengan kepribadian bangsa dan masyarakat maupun yang tidak. Salah satu aspek yang menjadi kekhawatiran saat ini adalah kebebasan atau hilangnya batas batas normatif yang menyangkut hubungan seksual sebelum memasuki hubungan pernikahan.

Di zaman serba modern saat ini, pergaulan dengan teman sekolah maupun di luar sekolah mempengaruhi perilaku sehari-hari. Masa remaja adalah masa dimana remaja banyak mengalami rasa ingin tahu yang luas dalam kehidupannya. Pertumbuhan dan perkembangan remaja, masa yang paling sering menjadi perhatian tentu saja adalah ketika masa pubertas datang. Pertumbuhan jasmani pastilah sangat mudah dilihat ketika terjadi ketidak seimbangan berbagai anggota badan yang sering kali didukung oleh perkembangan secara hormonal. Jenjang pertumbuhan secara jasmani dapat dipakai sebagai ciri pertumbuhan remaja


(4)

ditingkat awal yang selanjutnya akan dilanjutkan dengan masa ketika remaja mengalami fase penyesuaian diri antara pribadi dan lingkungan sosial yang lebih luas (Jayantini, 2007: 88).

Pendidikan seks sangat diperlukan, sehingga terdapat pengertian yang benar tentang berbagai masalah hubungan seksual. Salah satu permasalahan serius adalah semakin meningkatnya kebebasan dan pelecehan seksual di kalangan remaja. Hal ini tentu tidak lepas dari kurangnya kontrol dari pemerintah dan keluarga. Lemahnya sistem hukum pertahanan dari serbuan budaya-budaya perilaku menyimpang, Seperti situs-situs porno di internet, majalah-majalah porno sampai maraknya penjualan VCD porno telah merusak tatanan moral putra putri bangsa. Tingginya kasus seks bebas menjadi suatu permasalahan yang harus menjadi bagian perhatian khusus, karena perlindungan hak asasi merupakan modal utama generasi bangsa kedepan. Namun pada kenyataanya di lapangan, banyak fenomena pergaulan remaja yang melampaui batas norma kesusilaan banyaknya kasus seks bebas di kalangan remaja sampai saat ini belum mampu dituntaskan. Pergaulan remaja pada saat ini masih menjadi permasalahan yang kompleks. Kondisi pergaulan remaja yang mengarah kepada penyimpangan tentu harus menjadi pengalaman dan harus ada tindakan untuk melindungi hak-hak remaja oleh berbagai elemen masyarakat, baik pemerintah, LSM, elemen-elemen yang bergerak dalam perlindungan anak dan remaja.

Seksualitas selalu hadir dalam setiap sisi kehidupan manusia dan kehadirannya pun tidak luput dari makin banyaknya dan mudahnya mendapatkan pengetahuan tentang seks. Disamping itu, maraknya pornografi, seperti berbagai video porno dan foto-foto telanjang di media internet telah menjadi bagian dari keseharian


(5)

remaja sehingga remaja menjadi iluisif (banyak berhayal), hidupnya diliputi bayang-bayang kosong, lebih suka melamun, meremehkan nilai-nilai sosial, bahkan pada taraf yang lebih buruk lagi, remaja menyalahgunakan seks. Remaja dan seks bebas merupakan dua hal yang sejak dahulu sering diwacanakan dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan, remaja merupakan masa dimana seseorang sedang mengalami fase perkembangan dari anak anak menuju dewasa dan disaat inilah remaja mengalami fase perkembangan seksual sehubungan dengan perubahan perubahan fisik dan peran sosial yang sedang terjadi padanya. Gejolak seksualitas yang terjadi pada akhirnya memicu keinginan remaja untuk melakukan hubungan seks, selain juga ditunjang minimnya pengalaman seksual.

Maraknya remaja yang melakukan seks bebas saat ini dapat dilihat dari dua faktor penyebab, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam remaja itu sendiri, dimana seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa remaja adalah seseorang yang sedang mengalami peningkatan hasrat seksual dikarenakan perubahan fisik dan biologis yang terjadi padanya. Faktor ini bertendensi membuat remaja ingin melakukan hubungan seks. Sementara faktor ekstrnal adalah faktor yang berasal dari luar diri remaja, diantaranya adalah, peergroup (teman sepermainan) yang biasanya memiliki influence yang cukup besar dalam kehidupan remaja. Dimulai dari obrolan atau cerita mengenai pengalaman seksual diantara teman dan akhirnya mempengaruhi remaja untuk mencontoh perilaku tersebut. (http;//www.Pendidikan.net/seks bebas.diakses mei 2011)


(6)

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolesence yang berarti tumbuh mencapai kematangan. Piaget (Hurlock, 2000) mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang tua atau setidaknya sejajar, (Ali M, 2005). Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan sifat emosional yang meledak– ledak, sulit untuk dikendalikan. Disatu pihak emosi yang menggebu–gebu ini memang menyulitkan, terutama untuk orang lain dalam mengerti jiwa remaja. Emosi yang tidak terkendali disebabkan antara lain ( termasuk orang tua) karena konflik peran yang sedang dialami oleh remaja. Masalahnya, jika seorang remaja tidak berhasil mengatasi situasi-situasi krisis dalam rangka mengatasi konflik peran, itu karena ia terlalu mengikuti gejolak emosinya, kemungkinannya ia akan terperangkap masuk ke jalan yang salah. Salah satu kasus adanya seks bebas atau penyalahgunaan seks seringkali disebabkan karena kurang adanya kemampuan remaja untuk mengarahkan emosinya secara positif (Sarwono, 2002).

Perilaku seksual seperti, berpelukan di depan umum, berciuman sudah mereka anggap sebagai hal yang biasa di lakukan saat berpacaran. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, diantaranya pengaruh pendidikan dari orang tua yang dikenal dengan pola asuh dan pengaruh media elektronik. Meskipun faktor-faktor internal remaja itu mempengaruhi perilakunya namun faktor lingkungan sering lebih menentukan Salah satu faktor lingkungan yang sering mempengaruhi perilaku remaja adalah sikap orang tua. Pola pengasuhan orang tua terhadap anak merupakan faktor yang sangat menentukan bagi perkembangan kepribadian anak. Orang tua yang tidak berhasil dalam rumah tangganya dan sering menampakkan


(7)

sikap yang tidak rukun antar orang tua akan menyebabkan orang tua tersebut tidak konsentrasi dalam mengatur kedisiplinan anak, sehingga anak menjadi bingung. Demikian pula halnya dengan orang tua yang mempertahankan disiplin secara kaku dapat menimbulkan frustasi yang berat pada anak (Maramis, 2005).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual bebas di kalangan remaja. Penelitian ini dilaksanakan pada SMA PGRI Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual bebas di kalangan remaja khususnya di SMA PGRI 1 Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual bebas di kalangan remaja khususnya di SMA PGRI 1 Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu sosial untuk menambah literatur kepustakaan dan sebagai


(8)

bahan referensi bagi penelitian lain yang berhubungan dengan dunia sosiologi, serta kajian ilmu sosiologi.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi orang tua dan pihak sekolah dalam memberikan gambaran bagaimana perilaku seksual bebas dan mengupayakan langkah-langkah antisipasinya. Selain itu diharapkan menjadi salah satu sumber informasi bagi penelitian di masa mendatang yang akan membahas masalah perilaku seks bebas di kalangan remaja.


(9)

A. Perilaku Seksual

1. Pengertian Seksual

Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal ini tentunya akan membuat orang tua merasa khawatir, sehingga perlu diluruskan kembali pengertian seks. Pendidikan seks berusaha menempatkan seks pada persefektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks. Dengan pendidikan seks pada persefektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks. Dengan pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja bahwa seks adalah sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang.

Seksualitas adalah istilah yang mencakup segala sesuatu yang berhubungan dengan seks. Menurut Sarwono (1983: 52), pengertian seks terbagi menjadi dua: a. Seks dalam arti sempit

Dalam arti sempit seks berarti kelamin, yaitu: alat kelamin itu sendiri; anggota-anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah yang membedakan antara laki-laki dan wanita, misalnya: perbedaan suara, pertumbuhan kumis, pertumbuhan payudara, kelenjar-kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat kelamin (senggama, percumbuan, proses perubahan, kehamilan, kelahiran).


(10)

b. Seks dalam arti luas

Dalam pengertian ini, seks adalah sesuatu yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, antara lain: perbedaan tingkah laku, lembut, kasar, genit, dan lain-lain. Perbedaan atribut: pakaian, nama, dan lain-lain. Perbedaan peran dan pekerjaan: hubungan antara pria dan wanita: tata krama pergaulan, percintaan, pacaran, perkawinan atau pernikahan, dan lain-lain

Menurut Larose (1987: 11), seks bukanlah urusan kelenjar saja adakalanya seks diartikan sebagai pantulan rasa cinta. Oleh karena itu, hubungan seks sering terjadi antara dua orang yang saling mencintai. Lambat laun akan disadari bahwa seksualitas dalam arti luas adalah sesuatu yang luas dan amatlah kompleks. Seks merupakan perpaduan antara perasaan yang membara.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat dinyatakan bahwa seks tidak hanya menyangkut masalah alat kelamin saja, melainkan berhubungan masalah psikis manusia yang timbul akibat adanya perbedaan jenis kelamin, yaitu antara laki-laki dan perempuan yang keduanya merupakan suatu sistem yang memungkinkan terjadinya kehamilan.

2. Fungsi Seksual

Menurut Sarwono (1987: 75), seks mempunyai fungsi, sebagai berikut: a. Seks untuk tujuan reproduksi

Untuk hal ini tidak dibutuhkan persyaratan yang sulit dan hubungan seks ini adalah yang paling mudah, walaupun ada beberapa pasangan suami istri yang tidak berhasil mendapatkan keturunan. Mula-mula orang berpendapat,


(11)

terutama kaum agama, bahwa fungsi hubungan seks itu semata untuk memperoleh keturunan. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa seks itu adalah sesuatu yang suci dan hal yang tabu serta patut dibicarakan terbuka. b. Seks untuk pernyataan cinta

Juga tidak sulit, meskipun lebih kompleks dari fungsi pertama, karena kejadian ini didukung oleh ikatan cinta.

c. Seks untuk kenikmatan dan kesenangan

Bentuk fungsi ini adalah merupakan yang paling sulit dibandingkan dengan kedua fungsi sebelumnya. Disini dituntut kemampuan untuk menghayati hubungan yang cukup lama dan mampu mengalami orgasme tanpa merugikan salah satu pihak. Hubungan seks yang merugikan salah satu pihak, misalnya terjadi diluar pernikahan dan tidak termasuk ke dalam hubungan seks yang benar dan normal.

3. Pengertian Perilaku Seksual

Menurut Sarwono (2003: 14), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Menurut Mu’tadin (2002: 65), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan ditempat pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum, sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing


(12)

Perilaku seksual ialah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri. Sedangkan perilaku seks pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu.

Menurut Hartono (2000: 54-56), bentuk-bentuk perilaku seksual dapat dikategorikan dalam tingkatan ringan dan berat.

a. Perilaku Seksual Tingkatan ringan, terdiri dari: 1) Berpelukan.

Seni berpelukan digambarkan pada mereka yang sedang mabuk cinta. Perkataan cinta berasal dari bahasa sansekerta yang berarti membayangkan. Dengan demikian seni berpelukan diartikan dan berkata dengan membayangkan sehingga kenikmatannya semakin tinggi

2) Berciuman

Berciuman merupakan salah satu bentuk mengemukakan rasa cinta yang lazim dilakukan pasangan

3) Masturbasi/onani, yaitu rangsangan yang dilakukan dengan menggunakan jari tangan atau benda lain sehingga mengeluarkan sperma/cairan dan mencapai orgasme. Masturbasi juga dapat diartikan sebagai mencari kepuasan atau melepas keinginan nafsu seksual dengan jalan tidak bersenggama


(13)

b. Perilaku Seksual Tingkatan berat, terdiri dari:

1) Petting, yaitu melakukan ciuman, gigitan, remasan payudara dan isapan pada klitoris atau penis untuk orgasme. Namun secara teknis pihak wanita tetap mempertahankan kegadisannya

2) Coitus, yaitu melakukan senggama, dalam bahasa Latin, senggama disebut coitus. Co yang artinya bersama dan ite artinya pergi, sehingga senggama (Coitus) diartikan pergi bersama. Senggama sudah dianggap sebagai pelepasan ketegangan seksual untuk memperoleh kepuasan.

B. Remaja

1. Pengertian Remaja

Menurut Hurlock (1993:78), remaja adalah masa penuh kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan periode yang paling berat. Remaja merupakan golongan transisional (peralihan) artinya keremajaan merupakan gejala sosial yang bersifat sementara, oleh karena berada antara usia anak-anak dan dewasa. Sifat sementara dari kedudukannya mengakibatkan remaja masih mencari identitasnya, karena bagi anak-anak mereka sudah dianggap dewasa. Sementara oleh orang dewasa mereka dianggap anak kecil, (Sarwono,2003:68). Menurut Drajat (1995:45) mendefinisikan remaja sebagai tahap umur yang datang setelah masa anak-anak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat terjadi pada tubuh remaja luar dan membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja.


(14)

Mappiere (1982:68) membagi remaja ke dalam bentuk awal dan remaja akhir. Remaja awal, berada dalam usia 12 dan 13 tahun sampai 17 atau 18 tahun dan remaja akhir berada dalam rentang usia 17 atau 18 sampai 21 atau 22 tahun. Menurut Soekanto (1987:77) dari sudut umur sulit untuk menentukan secara pasti siapa yang dianggap remaja. Akan tetapi lazimnya masyarakat berpendapat bahwa ada golongan remaja muda ( gadis berusia 13-17 tahun dan laki-laki berusia 14-17 tahun ) dan golongan lanjut bagi remaja yang menginjak usia 17-21 tahun. Dapat disimpulkan usia yang dapat dikatakan remaja adalah dimana orang yang sudah berusia 18 tahun.

Sebagai pedoman umum kita dapat menggunakan batas yang diberikan oleh (Sarwono 2002:14), yaitu menggunakan batasan usia 11 sampai 24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda seksual sekunder

mulai tampak (kriteria fisik)

b. Dalam masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap aqil balik, baik menurut adat maupun agama sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial)

c. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan psikoseksual dan tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral (perkembangan psikologik)

d. Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberikan peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua namun belum dapat memberikan pendapat sendiri, serta belum mempunyai hak-hak sebagai orang dewasa


(15)

e. Stasus perkawinan juga sangat menentukan, karena arti perkawinan masih sangat penting menentukan di masyarakat kita secara menyeluruh

Berdasarkan pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa usia remaja merupakan masa menuju dewasa dimana keadaan ini ditandai dengan adanya gejolak jiwa dan perkembangan kepribadian yang cukup pesat. Adapun dalam penelitian ini yang menjadi batasan usia remaja adalah seseorang yang berusia 15-21 tahun hal ini disebabkan secara kejiwaan, remaja berusia 15 – 21 tahun sudah mampu menilai mana yang baik dan buruk. Pada usia 15–21 tahun para remaja sudah mengambil keputusan itu dan juga pada usia tersebut para orang tua sudah bisa mendiskusikan dengan anak tentang perilaku seks yang tidak sehat dan ilegal.

2. Perkembangan Seksual Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa bukan hanya dalam arti psikologis tetapi juga dalam arti fisik dengan tercapainya kedewasaan tubuh seorang remaja dilingkungan kebudayaan manapun akan mengalami perubahan fisik yang menuntut pula perubahan psikis khususnya dalam penyesuaian diri remaja.

Secara lengkap Muss (Sarwono,1988:62-63) membuat urutan perubahan fisik tersebut sebagai berikut:

1. Pada wanita

a) Pertumbuhan tulang b) Pertumbuhan payudara c) Haid


(16)

d) Bulu kemaluan menjadi keriting e) Tumbuh bulu-bulu ketiak

2. Pada pria

a) Pertumbuhan tulang b) Testis membesar c) Awal perubahan suara d) Ejakulasi (keluar air mani) e) Bulu kemaluan menjadi keriting f) Tumbuh bulu ketiak

g) Tumbuh bulu-bulu halus pada wajah

Dalam perkembangannya, remaja dipengaruhi oleh dua jenis kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Pertumbuhan seks remaja sesungguhnya merupakan bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan fisik secara menyeluruh. Proses pematangan ini pada wanita diawali umur 9-11 tahun, yaitu pembesaran payudara, sesudah itu pertumbuhan rambut di daerah kemaluan dan ketiak. Pada pria proses pematangan seksual, dimulai dari umur 11-15 tahun yaitu mulai dengan partumbuhan buah pelir dan zakar, tumbuhnya rambut di daerah kemaluan luar berlangsung lambat.

Percepatan pertumbuhan pelir terjadi kira-kira bersamaan waktunya dengan percepatan pertumbuhan tinggi badan, baru setahun kemudian mulai pertumbuhan rambut di daerah kemaluan dan ketiak. Dengan pembesaran tulang leher di bagian depan (jakun), pengeluaran suara remaja mengalami perubahan (Gunarsa: 1990: 23).


(17)

3. Remaja dan Permasalahanya

Masa remaja yang merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa merupakan masa yang sulit. Sering disebut masa stress and strom karena pada masa ini remaja dihadapkan pada perubahan-perubahan yang membuatnya bingung. Tidak hanya perubahan fisik yang berkembang pesat, tetapi juga perubahan lingkungan yang memaksa remaja untuk menjadi dewasa seperti yang diharapkan lingkungan, padahal remaja sendiri tidak tahu harus berbuat seperti apa. Lingkungan mengharapkan remaja bisa bertanggung jawab seperti halnya orang dewasa. Perubahan-perubahan ini membuat remaja yang tidak bisa menemukan identitasnya mengalami kebingungan. Sebagian besar remaja menghadapi masalah-masalah, baik itu dengan orang tua, teman, pacar maupun dengan kehidupan di sekolah.

a. Remaja dengan orang tua

Perubahan yang dialami remaja secara fisik dan emosional membuat remaja menjadi pribadi yang sensitif. Remaja selalu merasa unik dan berbeda dengan orang lain. Hal ini yang menyebabkan remaja merasa tidak ada seorang pun yang bisa memahami dirinya termasuk orang tua. Ketidaktahuan orang tua akan perubahan pada masa remaja sering menyebabkan konflik di antara remaja dan orang tua. Konflik bisa terjadi karena:

1) Orang tua kadang masih menganggap remaja sebagai anak kecil. Sedangkan remaja merasa sudah dewasa dan menginginkan otonomi. 2) Perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif yang meliputi

peningkatan idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas yang dialami remaja itu sendiri.


(18)

3) Orang tua yang cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan memberi lebih banyak tekanan kepada remaja agar menaati standar-standar orang tua.

4) Remaja membandingkan orang tuanya dengan suatu standar ideal dan kemudian mengecam kekurangan-kekurangannya.

5) Remaja suka memberontak, melawan, dan menentang orang tua karena menganggap orang tua kolot dan merasa sudah bisa mengambil keputusan sendiri.

b. Remaja dengan teman sebaya

Pengaruh teman sebaya besar sekali terhadap remaja. Remaja beranggapan hanya teman atau sahabatlah yang paling mengerti dirinya. Remaja berusaha mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok agar bisa diterima dalam kelompok tersebut. Remaja mengikuti aturan-aturan dalam kelompok. Konformitas dan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif dan negatif. Namun, umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas negatif, seperti menggunakan bahasa yang jorok, mencuri, merusak dan mengolok-olok. Di antara teman pun bisa terjadi konflik antara lain karena:

1) Remaja yang tidak bisa mengikuti aturan kelompok membuatnya dijauhi 2) Terjadi perbedaan pendapat karena adanya keegoisan masing-masing

individu.

3) Pengaruh kelompok yang negatif seperti kelompok yang suka mabuk-mabukan atau membuat kekacauan.


(19)

5) Remaja yang merasa tidak sama dengan kelompoknya akan menjadi pendiam dan menarik diri, merasa buruk dan tidak berharga.

Konflik-konflik dengan teman sebaya membuat remaja menarik diri dari lingkungan dan merasa kalau dirinya tidak berharga dan tidak diharapkan lingkungan sosialnya. Hal ini bisa mengakibatkan remaja menjadi antisosial atau melarikan diri pada hal-hal negatif seperti obat-obat terlarang maupun kenakalan remaja.

c. Remaja dengan pacar

Masa remaja merupakan masa meningkatnya ketertarikan terhadap lawan jenis. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya hormon dalam diri remaja. Pada masa ini remaja sudah mulai menjalin hubungan dengan lawan jenis yang sering disebut pacaran atau berkencan. Bagi sebagian remaja bisa memiliki pacar merupakan prestasi tersendiri karena remaja merasa bisa diterima dan disukai orang lain. Dengan demikian remaja mengembangkan body image yang positif sehingga meningkatkan harga dirinya. Berbeda dengan remaja yang tidak memiliki pacar, mereka merasa ditolak dan tidak diinginkan. Mereka merasa buruk dan menurunkan body image-nya. Perasaan ditolak ini bisa membawa remaja lari ke hal-hal negatif. Remaja yang sudah berpacaran juga mengalami konflik-konflik antara lain:

1) Perbedaan pendapat di antara keduanya. 2) Pacar yang selingkuh.


(20)

4) Pacar yang memiliki kebiasaan buruk bisa membawa pasangannya menjadi seperti dirinya.

5) Pacaran yang tingkatnya sudah berlebihan dapat mengarah pada seks bebas dan kehamilan remaja karena pada masa remaja minat seks juga meningkat.

6) Putus dengan pacar bisa menyebabkan sedih yang berkepanjangan, depresi bahkan bisa menyebabkan bunuh diri.

7) Perasaan ditolak dan tidak diinginkan karena diputus pacar bisa membuat remaja menarik diri atau lari pada hal-hal negatif.

d. Remaja di sekolah

Tuntutan-tuntutan orang tua agar anaknya bisa berprestasi di sekolah bisa menyebabkan remaja tertekan apabila remaja yang bersangkutan tidak mampu memenuhi harapan-harapan orang tua. Remaja yang prestasinya buruk cenderung menarik diri atau melakukan tindakan yang mengacau. Prestasi buruk membuat remaja merasa kecil dan tidak diterima di lingkungan sekolah. Disamping bisa membuat prestasinya semakin hancur, remaja juga bisa lari ke hal-hal negatif. Remaja yang bisa berprestasi akan merasa dihargai dan memiliki self-concept yang baik. Merasa diterima karena mempunyai kemampuan dan pasti akan banyak teman. Bisa diterima lingkungan sosialnya akan membuat remaja menemukan identitasnya. (Mu’tadin,zainin 2007 f” pendidikan seks pada remaja’e. psikologi. Com. Informasi psikologi, 10 Juli 2002. www e. psikologi. Com diakses Juni 2011)


(21)

4. Kenakalan Remaja

Masa remaja yang merupakan masa pencarian identitas memang masa yang sangat rawan. Perubahan fisik dan emosional membuat remaja sangat peka. Dukungan dari orang tua dan teman-teman sebaya sangat penting bagi remaja menemukan identitasnya. Dengan merasa diterima baik oleh keluarga maupun lingkungan sosialnya membuat remaja mengembangkan self-concept yang positif. Selanjutnya remaja akan berkembang menjadi remaja yang baik dan bisa bertahan serta menyesuaikan diri dengan harapan-harapan sosial.

Remaja yang mengalami penolakan keluarga dan lingkungan sosialnya akan mengalami kebingungan dalam pencarian identitasnya. Remaja akan merasa sendirian menghadapi segala perubahan dan tekanan-tekanan hidup yang bagi remaja sangat berat. Orang tua yang tidak memahami keadaan remaja membuat remaja seolah tidak dimengerti. Penolakan keluarga membuat remaja merasa kecil dan takut menghadapi lingkungan.

Hal ini akan mempengaruhi hubungan remaja dengan teman sebayanya. Ditolak oleh kelompok merupakan pukulan yang sangat berat bagi remaja karena remaja merasa hanya sahabatlah yang paling mengerti. Hubungan dengan lawan jenis yang tidak baik atau diputus pacar dan prestasi sekolah yang buruk membuat remaja merasa tidak berharga. Semua masalah di atas memang berkaitan satu sama lain dan bisa membawa remaja yang putus asa lari ke obat-obat terlarang, kenakalan remaja, dan lain-lain.


(22)

a. Obat-obat terlarang

Remaja yang mengalami penolakan sosial bisa lari pada obat-obat terlarang. Seperti alkohol dan kokain. Alkohol adalah obat-obatan yang paling banyak digunakan oleh remaja di masyarakat kita. Bagi mereka, alkohol memberi saat-saat yang nikmat, juga saat-saat sedih. Selain itu ada kokain yang efeknya memberi perasaan senang yang tinggi yang kemudian hilang, disusul dengan perasaan-perasaan depresi, lesu, susah tidur dan cepat marah. Remaja khususnya menggunakan obat-obatan sebagai suatu cara untuk mengatasi stres. Orang tua, teman sebaya, dan dukungan sosial memainkan peranan penting dalam mencegah penyalahgunaan obat-obatan di kalangan remaja.

b. Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja mengacu kepada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (melarikan diri dari rumah) hingga tindakan-tindakan kriminal. Beberapa prediktor kenakalan meliputi identitas yang negatif, pengendalian diri yang rendah, harapan-harapan pendidikan yang tidak sesuai dengan kemampuan remaja, pengaruh teman sebaya, status sosio-ekonomi yang rendah dan kurangnya dukungan orang tua.

c. Kehamilan pada remaja

Pacaran yang terlalu jauh bisa berakibat kehamilan pada remaja yang sangat rentan. Angka kehamilan yang tinggi juga dibarengi dengan angka aborsi yang tinggi juga. Kemungkinan hubungan seks dilakukan suka sama suka atau takut diputus oleh pasangan sehingga rela melakukan apa saja demi pasangan.


(23)

Seperti telah dijelaskan remaja takut ditolak oleh pasangan karena merasa tidak berharga sehingga remaja rela melakukan semuanya asalkan hubungannya tidak berakhir.

d. Gangguan-gangguan makan

Penolakan dari lingkungan sosialnya membuat remaja merasa buruk, harga diri rendah dan body image negatif sehingga remaja berusaha dengan keras untuk menjadi seseorang yang diinginkan yaitu berusaha menjadi seperti orang yang diidolakan atau icon. Remaja khususnya perempuan berusaha menjadi kurus karena tubuh seperti itulah yang dianggap sempurna sehingga mereka berlomba-lomba untuk menjadi kurus. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan-gangguan makan seperti anoreksia nervosadanbulimia yang justru merusak tubuh dan yang paling fatal bisa menyebabkan kematian. (www. Blogspot. Com 2009. Tingkah laku menyimpang pada remaja, html)

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seks di Kalangan Remaja

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seks di kalangan remaja adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan Tentang Seks

Notoatmojo (2003), mendefinisikan pengetahuan sebagai pengertian atau mengerti benar tentang sesuatu. Pengertian dapat juga diartikan sebagai penerimaan dengan cermat dari stimuli atau isi pesan secara cermat dari apa yang disampaikan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap sutu objek tertentu, terbentuknya suatu perilaku


(24)

baru terutama pada orang dewasa. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas generasi hidup berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis.

Maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja akhir-akhir ini, antara lain disebabkan kurangnya pengetahuan mereka tentang pendidikan seks yang jelas dan benar. Pendidikan seks kebanyakan hanya diketahui dari penjelasan teman (yang belum tentu benar), membaca buku-buku porno, melihat gambar-gambar porno dari buku maupun internet, bisa juga penjelasan yang kurang lengkap dari orangtua. Orang tua mereka lebih mempercayai lembaga sekolah atau institusi yang terkait untuk menyampaikan pendidikan seks kepada anak-anaknya.

2. Teman Sebaya

Menurut Andayani (1996: 15), dukungan teman sebaya menjadi salah satu motivasi dalam pembentukan identitas diri seorang remaja dalam melakukan sosialisasi, terutama ketika ia mulai menjalin asmara dengan lawan jenis. Kemudian teman sebaya seringkali menjadi salah satu sumber informasi yang cukup berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan seksual dikalangan remaja, bahkan informasi teman sebaya bias menimbulkan dampak negatif karena informasi yang mereka peroleh hanya melalui tayangan media, majalah atau berdasarkan pengalaman sendiri.


(25)

3. Teman Intim (Pacar)

Pacar adalah teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih (kekasih), (Anwar, 2001: 23). Pacaran mengandung pengertian sebagai dua orang berbeda jenis kelamin saling menyukai atau berkomitmen, kedekatan dua orang yang dilandasi cinta dan merupakan masa penjajakan dalam mencari pasangan hidup.

Menurut Heru Satmoko (2007: 12), berpacaran adalah sebagai proses perkembangan kepribadian seorang remaja, karena ketertarikan terhadap lawan jenis namun demikian dalam perkembangan budaya justru cenderung permisif terhadap gaya pacaran remaja, akibatnya remaja cenderung melakukan hubungan seksual pranikah

Pacaran dianggap sebagai pintu masuk yang lebih dalam lagi, yaitu hubungan seksual pranikah sebagai wujud kedekatan antara dua orang yang sedang jatuh cinta. Tanpa adanya komitmen yang jelas mengenai batas pacaran, kadang tanpa disadari atau direncanakan remaja dapat terbawa untuk melakukan hubungan seksual dengan pacarnya

4. Tempat Tinggal

Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, tempat tinggal adalah sebuah tempat yang biasanya berwujud bangunan rumah, tempat berteduh, atau struktur lainnya yang digunakan sebagai tempat manusia tinggal. Istilah ini dapat digunakan untuk rupa-rupa tempat tinggal, mulai dari tenda-tenda nomaden hingga apartemen-apartemen bertingkat. Dalam konteks tertentu tempat tinggal memiliki arti yang sama dengan


(26)

rumah, kediaman, akomodasi, perumahan, dan arti-arti yang lain. Unit sosial yang tinggal di sebuah tempat tinggal disebut sebagai rumah tangga. Umumnya, rumah tangga adalah sebuah keluarga, walaupun rumah tangga dapat berupa kelompok sosial lainnya, seperti orang tunggal, atau sekelompok individu yang tidak berhubungan keluarga.

Tempat lokasi paling sering melakukan perbuatan terlarang tersebut bersama pacar adalah di rumah dan di tempat kos berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh PKBI (2005), di Kota Palembang, Tasik Malaya, Cirebon, dan Singkawang. Pada penelitian tersebut diperoleh 85% dari responden melakukan hubungan seksual pranikah pada usia 13-15 tahun di rumah mereka dengan pacar.

5. Media

Menurut Soetjiningsih (2004), media informasi tidak dapat ditinggalkan untuk ikut serta dalam menyampaikan informasi penting kepada masyarakat umumnya dan remaja khususnya. Selain itu media massa merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual. Media baik elektronik maupun cetak saat ini banyak disorot sebagai salah satu penyebab utama menurunnya moral umat manusia termasuk juga remaja. Berbagai tayangan yang sangat menonjolkan aspek pornografi, misalnya gambar atau foto wanita yang berpakai minim atau tidak. Media akan menjadi sarana yang efektif dalam proses pemberdayaan masyarakat tanpa kehilangan nilai jualnya.


(27)

D. Kerangka Pemikiran

Semakin pesatnya perkembangan teknologi, mekanisme dan industrialisasi terjadilah perubahan-perubahan yang sangat pesat dan cepat dalam masyarakat terutama di kalangan remaja. Perubahan tersebut dapat menyangkut nilai-nilai dan pola perilaku hidup, sekaligus juga mempengaruhi nilai-nilai dan pola seks di kalangan remaja.

Pergeseran dan pelenturan penghargaan terhadap nilai-nilai seks yang ada. Hal ini dapat diketahui dari meningkatnya perilaku seksual bebas di kalangan remaja dalam masyarakat. Banyaknya kasus-kasus perilaku menyimpang dalam masyarakat tidak terlepas dari perhatian dan kekhawatiran dari kalangan pemerintah, pejabat, pendidik dan orang tua. Karena dianggap sebagai masalah sosial yang dapat membawa dampak-dampak negatif bagi kehidupan. Sebagaimana hal tersebut, fenomena-fenomena yang ada tidak terlepas dari perhatian orang, juga remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik yang membawa remaja mulai menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan seks dan pergaulan dengan lawan jenis.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual bebas di kalangan remaja khususnya di SMA PGRI 1 Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah, sebagaimana dapat dilihat pada bagan kerangka pikir berikut ini:


(28)

Gambar 1.

Kerangka Pikir Penelitian

Pengetahuan Tentang Seks

Teman Sebaya

Teman Intim (Pacar)

Tempat Tinggal

Media Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Perilaku Seksual

Perilaku Seksual Bebas di Kalangan


(29)

A. Identitas Informan

Informan dalam penelitian ini adalah para siswa SMA PGRI Seputih Mataram yang berjumlah enam orang. Untuk mendapatkan gambaran secara lebih jelas mengenai informan, dapat dilihat pada deskripsi sebagai berikut:

1. Informan Pertama

Informan pertama bernama Irwansyah, yang berjenis kelamin laki-laki. Informan ini berumur 18 tahun dan pada saat ini sedang duduk di Kelas XII IPS SMA PGRI Seputih Mataram, Informan ini memiliki orang tua (ayah ibu) yang lengkap. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya. Informan ini memiliki pacar dan teman sebaya laki-laki yang sering dijadikan tempat untuk menceritakan berbagai persoalan yang berkaitan dengan pacaran.

2. Informan Kedua

Informan kedua bernama Astanto, yang berjenis kelamin laki-laki. Informan ini berumur 18 tahun dan pada saat ini sedang duduk di Kelas XII IPS SMA PGRI Seputih Mataram. Informan ini memiliki orang tua (ayah ibu) yang lengkap, tetapi karena alamat aslinya adalah di Kota Metro maka ia tinggal secara kost di dekat sekolahnya. Informan ini memiliki pacar dan teman


(30)

sebaya laki-laki yang sering dijadikan tempat untuk menceritakan berbagai persoalan yang berkaitan dengan pacaran.

3. Informan Ketiga

Informan ketiga bernama Rizal Irawan, yang berjenis kelamin laki-laki . Pada saat ini ia berusia 17 Tahun dan sedang duduk di Kelas XII IPA SMA PGRI Seputih Mataram. Informan ini hanya memiliki ayah karena ibunya telah meninggal dunia, namun demikian ia tinggal bersama ayahnya. Informan ini menyatakan bahwa ia mempunyai pacar dan memiliki teman sebaya yang sering dijadikannya tempat untuk bercerita tentang masalah pacaran.

4. Informan Keempat

Informan keempat bernama Lina Marlina, yang berjenis kelamin perempuan. Pada saat ini ia berusia 17 Tahun dan duduk di kelas XII IPS SMA PGRI Seputih Mataram. Informan ini memiliki orang tua (ayah ibu) yang lengkap. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya. Informan ini memiliki pacar dan teman sebaya perempuan yang sering dijadikannya sebagai tempat untuk menceritakan berbagai persoalan yang berkaitan dengan pacaran.

5. Informan Kelima

Informan kelima bernama Santi Yoshepa, yang berjenis kelamin perempuan. Pada saat ini ia berusia 17 Tahun dan duduk di kelas XII IPS SMA PGRI Seputih Mataram. Informan ini memiliki orang tua (ayah ibu) yang lengkap. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya. Informan ini tidak memiliki pacar dan memiliki teman sebaya perempuan, namun tidak mau menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan perilaku seks karena tidak pernah mengalaminya.


(31)

6. Informan Keenam

Informan keenam bernama silviana, yang berjenis kelamin perempuan. Pada saat ini ia berusia 18 Tahun dan duduk di kelas XII IPA SMA PGRI Seputih Mataram. Informan ini memiliki orang tua (ayah ibu) yang lengkap, namun demikian karena tempat tinggalnya di Kecamatan Seputih Banyak Lampung Tengah maka ia tinggal secara mengekos. Informan ini memiliki pacar dan memiliki teman sebaya perempuan, yang sering dijadikannya sebagai tempat untuk menceritakan berbagai persoalan yang berkaitan dengan pacaran.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Bebas di Kalangan Remaja

Pada subbab ini penulis akan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks di kalangan remaja, berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian. Sesuai dengan pendapat Sarlito W. Sarwono (1994: 77), bahwa faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, adalah sebagai berikut:

a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu

b. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain).


(32)

c. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut. d. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (contohnya: VCD, buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.

e. Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.

f. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.

1. Pengetahuan Tentang Seks

Pengetahuan merupakan hasil yang diperoleh seseorang setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalupanca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan. Pengetahuan merupakan domain


(33)

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2005: 21).

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian, diperoleh penjelasan mengenai pengetahuan sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku seks di kalangan remaja, yaitu sebagai berikut:

Menurut penjelasan Irwansyah, dalam berpacaran biasanya remaja ingin mencoba-coba segala hal, termasuk yang berhubungan dengan hubungan seksual, mulai dari tingkatan yang rendah sampai dengan tingkatan yang tinggi. Perilaku seks remaja yang muncul selama pacaran antara lain mulai dari pegangan tangan, pelukan, mencium tangan, mencium pipi dan kening, mencium leher, bercumbu sampai dengan hubungan seksual.

Berdasarkan keterangan di atas maka terlihat bahwa perilaku seksual yang menyimpang pada remaja tidak dapat dilepaskan dari perkembangan faktor internal, yaitu perkembangan hormon dan organ seksual yang mempengaruhi perilaku seksual remaja. Perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis kelamin. Ketertarikkan antar lawan jenis ini kemudian berkembang ke pola pacaran. Bila dorongan seks terlalu besar sehingga menimbulkan konflik yang kuat, maka dorongan seks tersebut cenderung untuk dimenangkan dengan berbagai dalih sebagai pembenaran diri.


(34)

Pengaruh perkembangan organ seksual pada kehidupan sosial ialah remaja dapat memperoleh teman baru, mengadakan jalinan cinta dengan lawan jenisnya. Jalinan cinta ini tidak lagi menampakkan pemujaan secara berlebihan terhadap lawan jenis dan cinta monyet pun tidak tampak lagi. Mereka benar-benar terpaut hatinya pada seorang lawan jenis, sehingga terikat oleh tali cinta.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sigmund Freud (1987: 76) bahwa pertumbuhan kelenjar-kelenjar seks remaja, sesungguhnya merupakan bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan jasmani secara menyeluruh. Selain itu, energi seksual atau libido/nafsu pun telah mengalami perintisan yang cukup panjang; dorongan seksual yang diiringi oleh nafsu atau libido telah terbentuk dan dorongan seksual ini mengalami kematangan pada usia usia remaja. Karena itulah, dengan adanya pertumbuhan ini maka dibutuhkan penyaluran dalam bentuk perilaku seksual tertentu.

Menurut keterangan Santi Yoshepa, apapun bentuknya perilaku berpacaran mulai dari berpegangan tangan, berciuman, berpelukan, apalagi sampai bersetubuh jelas dilarang dan tidak diperbolehkan sama sekali, baik oleh norma sosial apalagi oleh ajaran agama. Dalam hal ini orang tua perlu memberikan pendidikan seksual yang baik kepada anak-anaknya, mengenai hal yang dilarang dilakukan sebelum melakukan pernikahan. Karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri, dan dapat pula diwujudkan melalui cara hidup orang tua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam perkawinan.


(35)

Pada umumnya terjadi kesulitan, ketika pengetahuan orang tua kurang tentang perilaku remaja, sehingga menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah seks anak. Akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak sehat. Informasi seks yang tidak sehat atau tidak sesuai dengan perkembangan usia remaja ini mengakibatkan remaja terlibat dalam kasus-kasus berupa konflik-konflik dan gangguan mental, ide-ide yang salah dan ketakutan-ketakutan yang berhubungan dengan seks. Dalam hal ini, terciptanya konflik dan gangguan mental serta ide-ide yang salah dapat memungkinkan seorang remaja untuk melakukan perilaku seks di luar pernikahan.

Perilaku seks bebas yang terjadi di kalangan remaja sangat membuat resah bagi kalangan orang tua khususnya dan masyarakat pada umumnya. Perilaku seks seks bebas ini pada dasarnya dilatar belakang oleh beberapa faktor, yaitu dorongan dari dalam diri, pengaruh lingkungan, pengaruh agama dan moral yang dianut serta faktor informasi tentang pendidikan seksual yang diterima.

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Terdapat beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja, yaitu sebagai berikut:

a. Peningkatan emosional, merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab.


(36)

b. Perubahan fisik, yang disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

c. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

d. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.

e. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab.


(37)

Banyak remaja yang kurang bahkan tidak mempunyai pemahaman yang memadai tentang masalah cinta dan seks dan tingkat keingintahuan mereka mengenai masalah seks begitu besar. Untuk memenuhi keingintahuan mereka yang begitu besar tersebut, mereka mencarinya secara sembunyi-sembunyi. Akibatnya, tidak sedikit di antara mereka yang terjebak dalam informasi yang salah bahkan menyesatkan yang dapat membahayakan perkembangan mental mereka. Untuk itulah, informasi yang jelas, lugas dan komprehensif perihal makna hakiki cinta dan seks dengan segala dampak yang ditimbulkannya sangat diperlukan.

Menurut Lina Marlina, pada umumnya hal-hal yang mengarah pada perilaku seksual dalam berpacaran mulai dari ngobrol, pegangan tangan, mengusap rambut, merangkul dan memeluk, cium pipi dan kening, cium bibir, cium leher, meraba daerah sensitif sampai bersetubuh. Ia menambahkan bahwa apabila masih sebatas mengobrol, berpegangan tangan, mencium pipi dan kening, hal itu masih wajar dan bisa dimaklumi sebagai wujud dan bukti cinta serta kasih sayang remaja pada pacarnya, namun apabila sudah lebih dari itu maka remaja harus berusaha kuat untuk menghindarinya.

Keterangan di atas menunjukkan bahwa perilaku seks bebas di kalangan remaja yang berpacaran ini mencakup rentangan perilaku seks yang luas dimulai dari hanya bersentuhan fisik seperti berpegangan tangan, berpelukan, bercumbu sampai dengan berhubungan intim.

Menurut Silviana, terdapat banyak faktor yang menyebabkan remaja di zaman sekarang ini banyak yang menganut perilaku seks bebas, salah satunya adalah kurang terciptanya sosialisasi tentang masalah seksual itu sendiri di lingkungan


(38)

keluarga sebagai lingkungan terkecil individu. kurangnya terbukanya individu terutama anak-anak remaja dengan orang tua mereka menjadikan polemik tersendiri yang dirasakan oleh remaja sekarang ini. tejadinya hubungan seks pada saat berpacaran itu terjadi karena adanya pemaksaan yang akhirnya akan menimbulkan suatu kebiasaan tersendiri. pada dasarnya itu semua tergantung individu yang menjalani gaya pacaran mereka masing-masing. akan tetapi, seharusnya sebagai manusia yang menjunjung tinggi adat ketimuran bisa lebih memahami lagi tentang arti mencintai dan menyayangi agar remaja terutama perempuan tidak terjebak dalam situasi yang seperti ini. Pacaran itu akan lebih indah tanpa adanya hubungan seks.

Hubungan seksual dalam berpacaran muncul saat kedua lawan jenis tersebut bernafsu syahwatnya, kadang perempuan ingin menolak hubungan seks itu namun karena takut cowoknya marah, maka remaja perempuan menyetujuinya,oleh karena itu bagi para remaja perempuan, jika diajak seks oleh pacarnya harus mampu menolak dengan tegas.

2. Teman Sebaya

Menurut Andayani (1996: 54), teman sebaya adalah seseorang yang dijadikan oleh remaja di luar anggota keluarganya yang dijadikan sebagai tempat untuk menceritakan berbagai masalah yang dihadapi remaja. Dukungan teman sebaya menjadi salah satu motivasi dalam pembentukan identitas diri seorang remaja dalam melakukan sosialisasi, terutama ketika ia mulai menjalin asmara dengan


(39)

lawan jenis. Teman sebaya seringkali menjadi salah satu sumber informasi yang cukup berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan seksual dikalangan remaja.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian, diperoleh penjelasan mengenai teman sebaya sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku seks di kalangan remaja, yaitu sebagai berikut:

Menurut Santi Yoshepa, teman sebaya yang pernah melakukan seks bebas dapat mempengaruhi para remaja untuk melakukan perilak seks bebas yang sama, sebab ia menceritakan terhadap temannya tentang pengalamannya dalam berperilaku seks, seperti ciuman, pelukan sampai dengan hubungan badan.

Remaja makin menikmati dan menghabiskan masa remajanya dengan kegiatan yang kurang berfaedah bahkan sama sekali tak berguna demi masa depannya. Sebagai bagian dari masalah sosial, perilaku seksual remaja merupakan masalah yang serius karena akan mengancam kehidupan suatu bangsa. Penyakit remaja muncul sebagai akibat melemahnya pengertian dan kewaspadaan terhadap kebutuhan dan permasalahan usia remaja itu sendiri. Sifat-sifat sulit diatur, berontak, merajuk, kumpul-kumpul, suka meniru, mulai jatuh cinta, hura-hura dan sebagainya, adalah rangkaian pola perilaku yang selalu muncul membayangi sisi kehidupan remaja.

Menurut Irwansyah, teman yang pernah berperilaku seks kepada pacarnya akan menceritakan pada temanya yang lain, sehingga timbul penasaran dan rasa ingin mencoba untuk melakukan seks bebas tersebut.


(40)

Persepsi tentang cinta yang mengarah pada keadaan saling memberi dan saling menerima menyumbang peran besar pada remaja untuk melakukan seks pra nikah. Seolah-olah dalam mencintai seseorang harus memberikan sesuatu untuk membahagiakan orang yang dicintai. Namun sayangnya hal ini disalah artikan para remaja dengan alasan untuk memperkuat rasa cinta. Pada akhirnya seks pra nikah dilakukan dengan mengatas namakan cinta.

Menurut keterangan Lina Marlina maka diketahui bahwa ia tidak akan menceritakan bahwa dirinya pernah melakukan perbuatan yang mengarah pada perilaku seks bebas, seperti berpelukan atau berciuman kepada teman sebayanya. Meskipun ia sudah melakukan hal tersebut ia merasa masih memiliki harga diri apabila menceritakan hal tersebut pada teman sebayanya.

Keterangan di atas menunjukkan bahwa hal lain yang menjadi faktor penyebab perilaku seksual adalah harga diri yang dimiliki seorang remaja tersebut. Maksudnya adalah remaja yang memiliki harga diri tidak akan mudah terjerumus dalam perilaku seksual yang bebas. Sementara itu remaja yang tidak menghiraukan harga dirinya, dengan mudah akan terjerumus dalam perilaku seksual yang bebas.

Secara khusus, kaitan antara harga diri remaja dengan teman sebaya adalah seorang remaja yang memiliki harga diri tidak akan membicarakan (menceritakan atau bertanya) semua hal yang berkaitan atau mengarah pada perilaku seksual dengan teman sebayanya karena ia merasa malu, tabu dan merasa tidak pantas untuk membicarakan masalah tersebut. Artinya pergaulan remaja dengan teman


(41)

sebayanya dibatasi oleh aturan norma kesopanan dan kesusilaan yang dijadikan remaja sebagai bagian dari harga dirinya.

Dengan demikian maka perilaku seksual merupakan salah satu masalah remaja yang sangat penting untuk diperhatikan. Perubahan hormonal atau mulai timbulnya hormon-hormon seksual pada diri remaja pada masa puber akan menyebabkan perasaan seksual yang lebih kuat, di mana perasaan itu diwujudkan dengan cara berbeda–beda pada tiap individu. Ada remaja yang hanya memikirkan seks, namun ada juga yang tidak menyadari adanya perasaan seksual dan lebih tertarik pada hal lain. Pada periode awal dan akhir ditandai dengan surplus energi seksual yang sering kali pengalamannya bervariasi, mulai dari bergaul dengan lawan jenis, onani – masturbasi hingga hubungan intim. Dari perubahan hormon ini juga mengakibatkan adanya ketidakstabilan emosi yang bisa memotivasi untuk bertingkah laku konstruktif, bisa menghambat atau melemahkan aktivitas tetapi juga membebani orang untuk ikut dalam kelakuan destruktif

Dorongan dalam diri berupa libido seks sejalan dengan kedewasaan yang ditimbulkan oleh hormon-hormon seks merupakan sesuatu yang harus diwaspadai dan diantisipasi. Faktor lingkungan juga sangat berpengaruh pada pembentukan perilaku seks bebas. Pengaruh teman yang diperkuat oleh media porno sangat berpengaruh kuat pada remaja. Namun, sekuat apapun pengaruh lingkungan bila faktor agama dan moral yang kuat telah melatarbelakangi remaja sejak kecil, pada titik tertentu, dia akan sadar dan mudah kembali pada jalan yang benar.


(42)

Pada kenyataannya terdapat kontradiksi dalam norma masyarakat yang berlaku di setiap tempat, karena ada yang masih menjunjung tinggi norma ketimuran dan ada yang mulai permisif dengan keadaan yang demikian. Remaja mengalami dilema di mana satu sisi lingkungan terdekat mereka mengijinkan perilaku tersebut, disisi lain masyarakat setempat menganggap tabu hal itu. Namun yang jelas keinginan remaja untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya terbentur pada norma agama dan masyarakat yang melarang hubungan seks di luar pernikahan atau berperilaku seks bebas.

3. Teman Intim

Teman intim menurut Anwar (2001: 32) teman lawan jenis yang dimiliki oleh seseorang dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta atau kasih sayang. Teman intim ini berkaitan dengan istilah pacaran yaitu dua orang berbeda jenis kelamin saling menyukai atau berkomitmen, kedekatan dua orang yang dilandasi cinta dan merupakan masa penjajakan dalam mencari pasangan hidup.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian, diperoleh penjelasan mengenai teman intim sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku seks di kalangan remaja, yaitu sebagai berikut:

Menurut keterangan Irwansyah, pacaran pada saat ini merupakan sesuatu yang sudah biasa di kalangan remaja, hampir semua remaja SMA dan SMP sudah mengenal dan sudah pernah melakukan pacaran. Pacaran merupakan hubungan antara dua remaja yang saling menyukai dan mencintai antara satu dan yang lainnya, dan mereka berkomitmen untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dalam bentuk pacaran untuk saling mengenal secara lebih jauh.


(43)

Hal ini bermakna bahwa dengan berpacaran, dua orang yang berlainan jenis memang dengan sengaja mengarahkan hubungan mereka secara lebih lanjut, lebih dalam, dan lebih dekat. Pada remaja, pacaran pada umumnya dimotivasi oleh perasaan sayang dan cinta dengan pasangannya. Selain itu remaja memiliki perasaan ingin tahu yang sangat besar tentang lawan jenisnya, yang meliputi perasaan, kepribadian, sifat dan hal lain yang belum mereka ketahui sebelumnya.

Menurut penjelasan Lina Marlina, pacaran sudah menjadi trend pergaulan di kalangan remaja, sehingga remaja yang tidak berpacaran dianggap tidak bergaul atau tidak mengikuti perkembangan zaman. Menurutnya pacaran merupakan hal yang lazim, di mana seorang remaja yang belum memiliki pacar pada akhirnya mencari pacar atau minta dicarikan pacar, karena melihat teman-teman yang lainnya sudah berpacaran.

Gaya pacaran remaja saat ini memang sudah jauh berbeda dengan masa dulu, kalau remaja masa dulu berpacaran saja malu apalagi harus ketahuan orang lain. Sebagian remaja masa kini menganggap bahwa hubungan seks pada masa pacaran adalah hal biasa dan wajar dilakukan. Remaja cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar, termasuk pada informasi mengenai seksualitas, namun sebagian orang tua dan lingkungan masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah ini. Sehingga remaja cenderung mencari informasi tanpa ada yang mengarahkan atau membimbing. Oleh karena itu sudah saatnya orang tua menjadi mitra bagi remaja untuk saling berdiskusi mengenai berbagai hal termasuk masalah seksualitas, sehingga ada kontrol dari orang tua maupun lingkungan.


(44)

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pada masa remaja, kedekatan seseorang dengan teman sepermainan (peer group) sangat tinggi, karena selain ikatan peer group dapat menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan independensi. Dengan demikian maka tidak mengherankan apabila remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya yang sudah pernah berpacaran, kemudian menimbulkan rasa penasaran remaja yang belum berpacaran untuk membuktikan kebenaran informasi tersebut dengan melakukan pacaran.

Secara kelompok teman sebaya itu mempunyai arti penting bagi para remaja, antara lain:

a. Sebagai tempat pengganti keluarga

b. Sumber untuk mengembangkan kepercayaan kepada diri sendiri. c. Sumber kekuasaan yang melahirkan standar tingkah laku

d. Perlindungan diri paksaan orang dewasa

e. Tempat untuk menjalankan sesuatu dan mencari pengalaman f. Model untuk pengembangan moral dan kesadaran.

(Anwar, 2001: 36)

Remaja pada dasarnya tergolong dalam usia transisional artinya keremajaan merupakan gejala sosial yang berada diusia anak–anak dengan usia dewasa, sifat sementara dari kedudukanya mengakibatkan remaja masih mencari identitasnya.


(45)

Dengan perkembangan fisiknya dan psikologisnya remaja mulai mencari bentuk nilai yang serasi dengan kata hatinya, serta secara bertahap mempraktekan dalam tingkah laku sosialnya. Ciri umum yang terdapat pada psikologi remaja adalah adanya kdanya kegelisahan yaitu keadaan yang tidak tenang menguasai diri si remaja, mereka mempunyai banyak keinginan yang tidak selalu dipenuhi. Disatu pihak ingin mencari pengalaman, karena diperlakukan untuk menambah pengetahuan dan keluwesan dalam tingkah laku dan dilain pihak mereka merasa belum mampu melakukan berbagai hal. Selain itu adanya pertentangan yang terjadi dalam diri mereka juga menimbulkan kebingungan baik bagi remaja itu sendiri tau orang lain. Pada umumnya timbul perselisihan atau pertentangan pendapat dan pandangan antara remaja dengan orang tua. Selanjutnya pertentangan ini menyebabkan timbulnya keinginan yang hebat untuk melepaskan diri dari orang tua.

Banyak juga kejadian remaja berperilaku seksual karena dipaksa pasanganya, terutama perempuan, atau dengan alasan cinta, tetapi hal itu tidak akan terjadi jika remaja itu mempunyai harga diri tinggi karena dia bisa menentukan keputusan sendiri tentang pilihan dan pendapatnya. bisa juga perilaku seksual bertambah marak karena mencontoh perilaku seksual yang sudah ada dan menganggap wajar seperti berpegangan tangan, merangkul, memeluk dan mencium bahkan banyak remaja yang sudah melakukan hubungan seksual dalam berpacaran.

Uraian di atas menunjukkan bahwa perilaku seksual yang dilakukan remaja merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya


(46)

dilakukan oleh pasangan suami istri. Sedangkan perilaku seks di luar pernikahan merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu. Perilaku seks di luar pernikahan ini memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh faktor-faktor internal yang tidak dapat diamati secara langsung (tidak kasat mata). Dengan demikian individu tersebut tergerak untuk melakukan perilaku seks di luar pernikahan.

Menurut Rizal Irawan, pacaran di kalangan remaja merupakan komitmen antara kedua belah pihak untuk menjalin kebersamaan dengan dasar perasaan sayang dan cinta satu sama lain. Dengan berpacaran seseorang bisa mencurahkan perasaan kepada pasangannya dan mengharapkan pasangannya tersebut memiliki perasaan yang sama dengan dirinya. Pacaran sangat jelas terjadi di mana-mana, bahkan setiap hari remaja bisa menyaksikan bagaimana perilaku orang yang berpacaran dari media televisi atau media lainnya.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa media televisi memiliki pengaruh dan menjadi dorongan yang kuat bagi remaja untuk berpacaran. Misalnya saja remaja yang menonton film remaja yang bertema pacaran, mereka melihat bagaimana romantisnya orang yang berpacaran, sehingga akhirnya ia memikirkan suatu usaha untuk bisa berpacaran. Setiap insan menginginkan hal-hal yang romantis. Romantisme bagi setiap orang biasanya disikapi dalam bentuk dan wujud yang berbeda-beda. Romantisme memiliki hubungan yang cukup erat dangan perilaku pacaran bagi setiap orang. Perilaku pacaran memang sangat erat kaitannya dengan


(47)

masa-masa remaja karena pada masa ini secara seksual seseorang baru matang secara seksual. Kematangan seksual ini biasanya diikuti dengan dorongan-dorongan untuk mengenal lebih jauh tentang masalah seksual, hal ini biasanya diaplikasikan melalui pacaran. Menurut Hurlock (1980) menyatakan bahwa ketika remaja secara seksual mulai matang, maka laki-laki maupun perempuan mulai mengembangkan sikap yang baru pada lawan jenisnya. Sikap ini mulai dikembangkan bila kematangan seksual sudah tercapai seperti bersikap romantis dan disertai dengan keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dari lawan jenis.

Uraian di atas menunjukkan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku seksual bebas apabila dua manusia yang berlainan jenis melakukan hubungan seks diluar ikatan pernikahan. Tahap seks bebas sendiri berawal dari kissing (hanya sekedar berciuman), necking(lebih ditekankan pada leher dan sekitarnya), petting (menggesekan alat kelamin pria dan alat kelamin wanita), dan interecuse yang lebih ditekankan pada pemasukan alat kelamin pria ke alat kelamin wanita (sudah berhubungan layaknya suami istri).

4. Tempat Tinggal

Menurut Raharjo (2004: 5), tempat tinggal adalah sebuah tempat yang biasanya berwujud bangunan rumah, tempat berteduh, atau struktur lainnya yang digunakan sebagai tempat manusia tinggal. Istilah ini dapat digunakan untuk rupa-rupa tempat tinggal, mulai dari tenda-tenda nomaden hingga apartemen-apartemen bertingkat. Dalam konteks tertentu tempat tinggal memiliki arti yang sama dengan rumah, kediaman, akomodasi, perumahan, dan arti-arti yang lain. Unit sosial yang


(48)

tinggal di sebuah tempat tinggal disebut sebagai rumah tangga. Umumnya, rumah tangga adalah sebuah keluarga, walaupun rumah tangga dapat berupa kelompok sosial lainnya, seperti orang tunggal, atau sekelompok individu yang tidak berhubungan keluarga.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian, diperoleh penjelasan mengenai tempat tinggal sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku seks di kalangan remaja, yaitu sebagai berikut:

Menurut penjelasan Santi Yoshepa, maka diketahui bahwa pada saat ini remaja secara sadar maupun tidak sadar telah terjebak dalam satu perilaku yang disebut dengan pacaran. Pacaran adalah perilaku yang tidak sehat, karena pada umumnya remaja sering kali melakukan hal-hal yang sangat dilarang oleh agama dan norma-norma kesopanan dan kesusilaan. Para remaja yang melakukan seks bebas biasanya mereka yang tidak tinggal bersama orang tua, tetapi tinggal secara mengekos.

Pacaran sama sekali tidak memberikan keuntungan bagi remaja, tetapi justru sebaliknya remaja justru sering dirugikan oleh perilaku pacaran. Ia menegaskan bahwa pacaran pada saat ini lebih mengarah pada perbuatan melanggar larangan agama. Pacaran yang dilakukan banyak remaja pada saat ini adalah pacaran yang tidak sehat, karena remaja telah berani melakukan hal-hal yang belum seharusnya dilakukan pada usia mereka.

Menurut Astanto, perilaku seks bebas pada remaja yang pacaran mulai dari mengobrol sambil berpelukan, sampai dengan adegan ranjang yang terjadi secara


(49)

sembunyi-sembunyi di kamar kost. Biasanya hal ini dilakukan dengan melihat situasi yang aman untuk memasukkan sang pacar ke dalam kamar dan melakukan hubungan intim tersebut. Hal ini banyak terjadi pada tempat kost lain, dengan aturan yang diberlakukan oleh pemilik kost tidak begitu ketat. Ia menyatakan pernah berpelukan dan berciuman dengan pacarnya yang tinggal secara kost.

Berdasarkan penjelasan di atas perilaku seksual para remaja dalam berpacaran sangat didukung oleh kesempatan, baik situasi lingkungan maupun kondisi subjek. Masyarakat pada umumnya menganggap hal ini sebagai suatu fenomena yang telah meresahkan, karena status pelaku adalah remaja yang masih pelajar. Para pemilik kost mengusir anak kostnya yang ketahuan hamil di luar nikah ataupun yang ketahuan secara nyata di depan mata memasukkan pacarnya ke dalam kamar kost dan melakukan seks bebas.

Penjelasan di atas memiliki makna bahwa pada umumnya remaja yang berpacaran tidak sehat secara psikologis, karena pacaran yang dilakukan dengan alasan untuk saling mengenal satu sama lain, bisa saling mengekspresikan rasa sayang cinta, saling memberi dukungan, dan memiliki teman yang bisa diajak kemana mana, tetapi pada praktiknya banyak remaja yang memaksakan kehendak pada pasangannya, cemburu, terlalu posesif, berselisih pendapat dan pada intinya menyebabkan ketakutan, tertekan dan keterpaksaan

Selain itu, banyak remaja yang tidak bisa menahan hawa nafsu seksual ketika berpacaran. Nafsu seksual pada remaja yang berpacaran biasanya sangat sangat bergejolak, selalu ingin mencoba-coba dan mudah terpengaruh. Banyak remaja perempuan hamil karena ingin mencoba-coba dan tidak bisa menolak bujukan


(50)

pacarnya. Remaja laki-laki juga banyak yang terpengaruh pandangan bahwa kalau belum bisa menggaet remaja perempuan berarti dia laki-laki yang tidak gaul atau tidak laku. Akhirnya gara gara mereka berdua tidak punya kekuatan untuk menjadi diri sendiri, mereka tergelincir karena mencoba melakukan hubungan seksual dan akhirnya menyesal seumur hidup. Hubungan seks di luar menikah menyebabkan kehamilan dan beresiko terkena PMS (Penyakit Menular seksual).

Pacaran pada saat ini juga sudah tidak sehat secara sosial, sering kali terlihat anak-anak SMA yang berani berpacaran dan melakkan seks bebas di tempat-tempat kos atau kontrakan. Mereka melupakan bahwa mereka hidup di masyarakat yang memiliki norma dan adat istiadat yang berlaku umum. Gaya pacaran pada saat ini telah menjadi masalah di lingkungan, karena telah melanggar norma masyarakat dan norma Agama. Agama memberikan batasan bagi manusia dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis dan melarang melakukan hubungan di luar pernikahan. Banyak remaja melakukan seks di luar pernikahan pada masa pacaran, karena ia didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Hal tersebut merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya, mereka ingin mengetahui banyak hal yang hanya dapat dipuaskan serta diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri untuk melakukan pacaran.

Berdasarkan uraian di atas maka jelaslah bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari anak menjelang dewasa atau merupakan perpanjangan dari masa kanak–kanak sebelum mencapai dewasa. Uusia remaja merupakan masa yang sulit dan kritis terhadap berbagai peristiwa yang mereka lihat dan mereka alami tersebut membawa efek positif maupun efek negatif terhadap perilaku mereka.


(51)

Kecendrungan perilaku remaja semakin permisif terhadap nilai serta norma yang ada dalam masyarakat.

Menurut Rizal Irawan, para remaja yang tidak diawasi oleh orangtuanya lebih mudah untuk melakukan seks bebas. Padahal pacaran lebih banyak mendatangkan kerugian dari pada keuntungan. Remaja yang sudah mengenal pacaran biasanya menjadi malas belajar atau melakukan aktivitas yang positif, karena banyak waktu ia habiskan untuk memikirkan pacarnya dan melakukan aktivitas berpacaran sehingga mengganggu aktivitas utamanya sebagai seorang pelajar.

Apabila dua orang remaja telah membina suatu hubungan pcaran, maka kehidupan mereka akan saling terjalin satu dengan yang lain. Apa yang dilakukan oleh yang satu akan mempengaruhi yang lainnya. Pacar yang sedih akan dapat membuat pasangannya sedih pula, pacar yang gembira akan membuat pasangannya gembira pula. Dalam hubungan pacaran jelas tergambar adanya keyakinan akan pasangan seorang remaja, perasaan antara pasangan, dan perilaku-perilaku tertentu terhadap pasangan. Dari hubungan ini yang kemudian menimbulkan adanya ketertarikan antar individu, sehingga terjalin hubungan romantis di antara mereka.

Seiring dengan berjalannya waktu, maka hubunganpun akan semakin lekat. Dari hubungan yang semakin lekat tersebut terkadang menimbulkan perilaku-perilku pacaran yang menyimpang dari norma-norma masyarakat. Dengan berbagai dalih seperti karena sayang, cinta dan karena ingin menunjukkan kesetiaan mereka pada pacarnya. Bahkan tidak jarang seorang perempuan rela untuk mengorbankan kegadisannya demi sang kekasih yang belum tentu menjadi pendamping hidup selamanya. Hal ini sesuai dengan pendapat umum bahwa cinta itu buta, karena


(52)

pada kenyataannya, perilaku pacaran remaja saat ini menunjukkan gejala yang demikian.

Banyaknya kasus-kasus pembuangan dan pembunuhan bayi, salah satu faktor karena hubungan di antara para remaja sudah sangat jauh (intim), tidak ada lagi ruang privasi antara mereka, sehingga kalau terjadi hal-hal di luar kehendak itu bukan lagi hal aneh. Kalau hamil di luar nikah menimpa kaum perempuan, penyesalan datang belakangan. Karena kenikmatan sementara, dampak negatif akan menimpa para remaja yang tidak berpikir panjang. Tidak sedikit remaja yang telah melakukan perilaku-perilaku seksual dalam berpacaran, mulai dari ciuman, raba-rabaan dan bahkan sampai melaklukan hubungan intim layaknya suami istri dan dilakukan di luar rumah yang jauh dari pengawasan orang tua. Perilaku pacaran yang dilakukan sampai hubungan intim tersebut dilakukan dengan alasan ungkapan rasa cinta,

Berdasarkan penjelasan di atas maka alasan cinta hanya menjadi dalih bagi remaja untuk melakukan perilaku-perilaku seksual yang sangat intim (hubungan seksual) dalam berpacaran. Perilaku pacaran bagi remaja masa kini telah membuat resah para orang tua, masyarakat, bangsa dan negara.

Oleh karena itu remaja harus memiliki kemampuan dalam mengendalikan dorongan seksual dan mengontrol perilakunya. Kemampuan mengontrol diri sangat erat kaitannya dengan kepribadian seseorang. Dalam hal ini diperlukan adanya harga diri dan konsep diri yang positif terhadap individu bersangkutan yang kemudian turut menentukan perilaku seksual seseorang. Dorongan seksual sebenarnya dapat teratasi jika individu yang bersangkutan memiliki konsep diri


(53)

positif sehingga mampu mengendalikan keinginan dan kebutuhan seksualnya, serta mengalihkannya pada hal lain yang lebih bermanfaat.

Remaja hendaknya memiliki batasan yang jelas dalam aktivitas berpacaran, baik oleh remaja laki-laki ataupun perempuan. Disamping itu juga diperlukan adanya kesadaran oleh remaja mengenai berbagai norma agama, keluarga dan masyarakat yang harus ditaati pada remaja yang berpacaran. Sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh remaja dengan aktivitas seksual dapat dipertanggung jawabkan dan tidak merugikan salah satu pihak.

5. Media

Menurut Rakhmat (2003: 57), media adalah saluran atau sarana untuk menyampaikan pesan proses komunikasi massa, yakni komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak (channel of mass communication). Komunikasi massa sendiri merupakan kependekan dari komunikasi melalui media massa (communicate with media). Contoh media adalah suratkabar, majalah, radio, televisi, film dan internet. Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seksual antara lain perkembangan teknologi yang menyediakan berbagai informasi dan salah satunya mengenai seksualitas. Informasi tersebut dapat dengan mudah diakses walaupun kadang tidak tepat. Informasi yang tidak tepat tersebut bisa berupa video-video dan cerita erotis yang malah menimbulkan hasrat seksual yang tinggi sehingga remaja membutuhkan penyaluran. Penyaluran itu sendiri tidak dapat dilakukan dengan benar karena remaja belum menikah, tetapi pernikahan pada remaja juga belum bisa dilakukan karena banyak syarat untuk menikah.


(54)

Sehingga jalan satu-satunya yang ditempuh remaja adalah menyalurkan kepada pasangannya (pacarnya).

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian, diperoleh penjelasan mengenai media sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku seks di kalangan remaja, yaitu sebagai berikut:

Remaja merupakan kelompok umur yang sedang mengalami perkembangan. Banyak di antara remaja berada dalam kebingungan memikirkan keadaan dirinya. Sayangnya, untuk mengetahui persoalan seksualitas masih terdapat tembok penghalang. Padahal, mestinya jauh lebih baik memberikan informasi yang tepat pada mereka daripada membiarkan mereka mencari tahu dengan caranya sendiri. Penyebabnya antara lain maraknya peredaran gambar dan VCD porno, kurangnya pemahaman akan nilai-nilai agama, keliru dalam memaknai cinta, minimnya pengetahuan remaja tentang seksualitas.

Selain itu tawaran erotisme dan stimulasi seksual yang vulgar, yang disuguhkan media massa begitu deras mengalir di ruang publik. Hal tersebut sangat berdampak buruk pada mentalitas para remaja. Tawaran erotisme dan stimulasi seksual tersebut akan menimbulkan implikasi psikologis di kalangan remaja yang sedang dalam proses transisi mencari identitas diri. Cinta dan seksualitas merupakan hal yang sangat menarik perhatian remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja tersebut segala perangkat seksualnya mengalami perkembangan pesat dan dorongan seksualnya pun menjadi hal yang sangat akrab dalam kehidupan mereka.


(1)

MOTTO

Jadilah kepadaku menurut perkataan-Mu, TUHAN…

Tak ada yang hilang didunia ini,


(2)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan yang terus setia menjaga, menuntun dan melindungiku hingga saat ini

Kupersembahkan karya sederhana ini teruntuk orang-orang yang aku sayang dan cintai

Papa dan mama

yang dengan kasih, doa, pengharapan, dukungan,dan perjuangan selalu mendoakan untuk keberhasilan ku dalam menempuh studi Pekak, Nini, Mbah, Tante, Om dan seluruh keluargaku yang selalu

mendukung, menasehatiku dalam segala keluh kesahku untuk menyelesaikan studiku

Adi Adi n Bli Bli ku

terimakasih atas dukungan kalian semua

untuk Wie Indra yang selalu membriku kata kata bijak n nasehat untuk studiku

Untuk my honey Bly Lion

yang selalu mendampingi n mengasihiku slama ini Sahabat sahabatku terkasih


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab hanya dengan izin dan kehendak-Nya semata penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul:

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Bebas di Kalangan

Remaja(Studi kasus di SMA PGRI Seputih Mataram Lampung Tengah).

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosiologi pada Jurusan Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bpk Drs. Susetyo, M.Si Selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Ibu Dra. Anita Damayantie, M.H, selaku Seketaris Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

4. Ibu Dra. Yuni Ratna Sari M.Si selaku Pembimbing Akademik, yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada penulis dalam menempuh studi.


(4)

5. Bapak Drs. Susetyo, M.Si, selaku Pembimbing Utama, yang telah memberikan sumbangan pemikiran, saran dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Dra Anita Damayantie, M.H, selaku Pembimbing Pembantu, yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan arahan dalam penyusunan skripsi ini. 7. Bapak Drs I Gede Sidemen, M.Si Ibu Dr Erna Rochana M.Si yang menjadi

tim PKL senang penulis pernah menjadi bagian yang membantu dan bekerjasama dengan tim yang hebat dan handal..

8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Sosiologi khususnya dan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung pada umumnya, atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis dalam menempuh studi.

9. Seluruh staf administrasi dan karyawan FISIP Unila yang membantu dan melayani urusan administrasi perkuliahan dan skripsi

10. Keluarga besar SMA PGRI Seputih Mataram terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis dalam melakukan penelitian.

11. Keluargaku tercinta: Papa, Mama, dan adik-adikku, kakak-kakakku yang telah memberikan segala hal terbaik dalam hidupku dan selama aku menempuh studi.

12. Untuk Pekak, Nini, Embah putri, Me Man, Pak De, terimakasih atas semua dukungan nya selama geg menempuh study

13. Untuk Wie Indra terimakasih atas semua saran, nasehat, dan motivasi nya selama geg menempuh study dan mencari dan menemukan jalan hidup geg 14. Untuk bly Ketut Suhendra S.Kp (Lion koe) terimakasih untuk semua


(5)

15. Sahabat-sahabatku tercinta, Desma, Rara, Nova dan Uni yang selalu membantu, mendoakanku dan memberikan semangat untukku

16. Teman-teman seperjuangan Jurusan sosiologi Ekstensi Angkatan 2007, atas kebersamaannya selama ini dan atas dukungan serta semangat dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Tuhan membalas kebaikan yang telah diberikan dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan kita semua.

Bandar Lampung, Januari 2012 Penulis


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Seputih Raman, pada 27 Januari 1989, anak pertama dari dua bersaudara ini merupakan buah hati dari Papa I Ketut Yohanes N dan Mama Ni Putu Suarningsih

Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis untuk pertama kali diawali pada Taman Kanak-kanak Pertiwi Seputih Raman tahun 1994-1995, kemudian dilanjutkan di Sekolah Dasar Negeri I Rama Nirwana 1 dan diselesaikan pada tahun 2001. Setelah itu penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 2 Rama Murti 2 yang diselesaikan pada tahun 2004. Kemudian penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) NEGERI 1 Seputih Raman yang penulis selesaikan pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Jurusan Sosiologi (Non-Reguler) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Setelah menjalankan proses perkuliahan selama tiga tahun sembilan bulan, pada bulan Juli-Agustus 2010 penulis mengaplikasikan ilmu di bidang akademis dengan melaksanakan Praktek Kuliah Lapangan (PKL) Dinas Pendidikan Provinsi Lampung.