Studi Kualitatif Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri Di Kota Gunungsitoli Tahun 2013

(1)

STUDI KUALITATIF PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA PUTRI DI KOTA GUNUNGSITOLI

TAHUN 2013

TESIS

Oleh

NOVA YANTI HAREFA 117032230/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

A QUALITATIVE STUDY ON SEXUAL BEHAVIOR OF PRE-MARITAL FEMALE TEENAGERS

AT GUNUNGSITOLI, IN 2013

THESIS

By

NOVA YANTI HAREFA 117032230/IKM

MASTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

STUDI KUALITATIF PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA PUTRI DI KOTA GUNUNGSITOLI

TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NOVA YANTI HAREFA 117032230/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : STUDI KUALITATIF PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA PUTRI DI KOTA GUNUNGSITOLI TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Nova Yanti Harefa Nomor Induk Mahasiswa : 117032230

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Fikarwin Zuska) (dr. Yusniwarti Yusad, M.Si)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah Diuji

pada Tanggal : 22 Mei 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Fikarwin Zuska

Anggota : 1. dr.Yusniwarti Yusad, M.Si

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

STUDI KUALITATIF PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA PUTRI DI KOTA GUNUNGSITOLI

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Mei 2013

Nova Yanti Harefa 117032230/IKM


(7)

ABSTRAK

Perilaku seksual adalah tingkah laku yang didasari dorongan seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan hubungan sexsual. Remaja putri dengan pasangannya di kota Gunungsitoli ada yang sudah melakukan hubungan seksual sampai dengan terjadinya kehamilan dan melakukan aborsi. Perilaku seksual yang tidak baik mengakibatkan masalah seksual.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan rancangan studi kasus. Informan terdiri dari pelaku seks pranikah, teman dekat dan orang-orang yang peduli pada perilku seks pranikah. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam serta percakapan percakapan informal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor dominan penyebab mereka dalam perilaku reproduksi yang tidak sehat adalah membuktikan rasa cinta kepada pacarnya, ketidakmampuan dalam menahan dorongan seksual dalam dirinya serta kontrol sosial yang longgar.

Kesimpulan penelitian ini adalah hubungan seksual pada remaja dimulai pada saat usia 15-26 tahun, yang didorong oleh longgarnya kontrol sosial dimana orang-orang tidak lagi peduli. Ketidak pedulian masyarakat terhadap sex pranikah terjadi sebagai akibat imbas gempa bumi Nias sehingga banyak orang masuk ke Nias yang membuat longgar hubungan antar masyarakat. Banyaknya fasilitas rekreasi yang di kelola penduduk setempat yang juga memfasilitasi terjadinya perilaku seks pranikah. Perubahan social di masyarakat seharusnya tidak mengendorkan hukum adat dan agama di Gunungsitoli. Pihak yang berkompeten diharapkan mampu menyusun langkah- langkah yang strategis, tepat dan kontekstual untuk mencegah dan menanggulangi seks pranikah.

Kata Kunci : Perilaku Seksual, Remaja Putri, Dorongan Seksual, Hubungan Seksual


(8)

ABSTRACT

A sexual behaviour is the behaviour that’s based on sexual drive, both with a person of the opposite sex and with the person of the same sex. The forms of this behavior can be varied, ranging from feeling attracted to, the behaviour of dating, flirting and sexual intercourse. There are female teenagers with partners at Gunungstoli, who sexual intercourse have had resulted in pregnancies and abortions.

The study used qualitative methods with a case study design. Informants consisted of premarital sex offenders, close friends and people who care about the behavior of premarital sex. The data were gathered by conducting observation, in-depth interviews and informal conversations.

The results of the research indicated that the dominant factors which caused reproductive unhealthy behaviours were as follows: proving that the doer love for her boyfriend, being unable to resist sexual urges and having lack of social control.

The conclusion of this study was the sexual relationship in adolescents beginning at age 15-26 years was fuelled by lack of social control. The public’s indifference toward premarital sex was impacted by the Nias earthquake. The influx of outsiders into Nias caused in loosening the relationships among people. The growing recreational facilities managed by the locals also help facilitate premarital sex offenders. Social changes in the community should not relax the local customary and religious laws in Gunungsitoli. The competent authorities should be able to formulate strategic measures, appropriate and contextual to prevention of pre-marital.

Keywords : Sexual Behaviour, Female Teenagers, Sexual Drive, Sexual Intercourse


(9)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Studi Kualitatif Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di Kota Gunungsitoli Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini saya mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Fikarwin Zuska selaku ketua komisi pembimbing dan dr.Yusniwarti Yusad, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan


(10)

kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing saya mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Dr. Drs. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku

penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing saya mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli beserta jajarannya yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian dan sehingga tesis ini selesai.

7. Ketua Yayasan Akademi Kebidanan Harapan Keluarga dan Direktris Akademi Kebidanan Harapan Keluarga Gunungsitoli Nias yang telah mendukung sehingga tesis ini selesai.

8. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Teristimewa buat suami terkasih Halasan Hutagaol beserta anak-anakku Taruli Bernike Hutagaol dan Mikhael Hutagaol yang selalu memberi doa, kasih sayang, motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis. 10. Orang tuaku tercinta, F. Harefa dan Ibunda D. br. Sianipar yang telah

memberikan kasih sayang, pertolongan dan doa selama ini.

11. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2011 Minat studi Kesehatan Reproduksi.


(11)

12. Dalam penelitian saya ini dengan pertimbangan etika maka nama, alamat dan identitas informan pelaku saya samarkan untuk melindungi informan dari bermacam-macam hal yang merugikan dan merusak nama baik informan.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Mei 2013 Penulis

Nova Yanti Harefa 117032230/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Nova Yanti Harefa, lahir pada tanggal 7 Desember 1977 di Gunungsitoli, anak dari pasangan Ayahanda F. Harefa dan ibunda D.br. Sianipar.

Pendidikan formal dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri I Gunungsitoli tamat Tahun 1990, Sekolah Menengah Pertama SMPN I Gunungsitoli tamat Tahun 1993, Sekolah Perawat Kesehatan Pemkab Gunungsitoli tamat Tahun 1996, Sekolah I Kebidanan Pemkab Gunungsitoli tamat Tahun 1997, Sekolah D-III Kebidanan Poltekkes Depkes Medan Jalur Khusus RS St. Elisabeth Medan tamat Tahun 2002, D-IV Bidan Pendidik FK Gadjah Mada Yogyakarta tamat Tahun 2004.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 dan menyelesaikan pendidikan tahun 2013.

Pada tahun 1997 - 2000 penulis bekerja sebagai Bidan PTT di desa Onozitoli Sifaoroasi Nias, tahun 2005 - 2008 bekerja sebagai pengajar di Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Pemkab Gunungsitoli, tahun 2007 sampai sekarang sebagai pengajar di Akademi Kebidanan Harapan Keluarga Nias, tahun 2008 - 2011 sebagai pengajar di Akademi Keperawatan Pemkab Nias, dan sebagai staf di Puskesmas Pembantu (Pustu) Bawadesolo Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli dari tahun 2011 sampai sekarang.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Remaja ... 11

2.1.1 Pengertian Remaja ... 11

2.1.2 Ciri-ciri Masa Remaja ... 12

2.1.3 Tahap Perkembangan Masa Remaja ... 13

2.1.4 Perkembangan Fisik... 14

2.2 Perilaku ... 16

2.2.1 Pengertian Perilaku ... 16

2.2.2 Pengertian Seksual ... 18

2.3 Seks Pranikah ... 20

2.4 Perilaku Seks Pranikah pada Remaja ... 23

2.5 Perkembangan Perilaku Seksual Remaja ... 24

2.6 Dampak dari Perilaku Seks Komersial ... 27

2.6.1 Bahaya Kehamilan pada Remaja ... 29

2.6.2 Penyakit Menular Seksual ... 30

2.7 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seks Pranikah ... 31

2.8 Kesehatan Reproduksi Remaja ... 37

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 38


(14)

3.2 Kasus yang Dikaji ... 39

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.3.1 Lokasi Penelitian ... 39

3.3.2 Waktu Penelitian ... 39

3.4 Informan Penelitian ... 39

3.4.1 Proses Penelusuran Informan ... 40

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 42

3.6 Metode Analisis Data ... 43

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 44

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 44

4.2 Kasus Elsis ... 46

4.3 Kasus Sherly ... 55

4.4 Kasus Manna ... 63

4.5 Kasus Najwa ... 68

4.6 Deskripsi Pantai Ahaana ... 74

BAB 5. PEMBAHASAN ... 77

5.1 Penyebab Paling Dekat Remaja Putri Melakukan Hubungan Seksual ... 77

5.2 Kurang Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi ... 88

5.3 Seks Pranikah dengan Adanya Hukum Adat ... 89

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

6.1 Kesimpulan ... 106

6.2 Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman Lampiran 1 Gambar Lokasi Penelitian di Gunungsitoli ... 111 Lampiran 2 Surat Izin Penelitian ... 115 Lampiran 3 Surat Balasan Izin Penelitian ... 116


(16)

ABSTRAK

Perilaku seksual adalah tingkah laku yang didasari dorongan seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan hubungan sexsual. Remaja putri dengan pasangannya di kota Gunungsitoli ada yang sudah melakukan hubungan seksual sampai dengan terjadinya kehamilan dan melakukan aborsi. Perilaku seksual yang tidak baik mengakibatkan masalah seksual.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan rancangan studi kasus. Informan terdiri dari pelaku seks pranikah, teman dekat dan orang-orang yang peduli pada perilku seks pranikah. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam serta percakapan percakapan informal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor dominan penyebab mereka dalam perilaku reproduksi yang tidak sehat adalah membuktikan rasa cinta kepada pacarnya, ketidakmampuan dalam menahan dorongan seksual dalam dirinya serta kontrol sosial yang longgar.

Kesimpulan penelitian ini adalah hubungan seksual pada remaja dimulai pada saat usia 15-26 tahun, yang didorong oleh longgarnya kontrol sosial dimana orang-orang tidak lagi peduli. Ketidak pedulian masyarakat terhadap sex pranikah terjadi sebagai akibat imbas gempa bumi Nias sehingga banyak orang masuk ke Nias yang membuat longgar hubungan antar masyarakat. Banyaknya fasilitas rekreasi yang di kelola penduduk setempat yang juga memfasilitasi terjadinya perilaku seks pranikah. Perubahan social di masyarakat seharusnya tidak mengendorkan hukum adat dan agama di Gunungsitoli. Pihak yang berkompeten diharapkan mampu menyusun langkah- langkah yang strategis, tepat dan kontekstual untuk mencegah dan menanggulangi seks pranikah.

Kata Kunci : Perilaku Seksual, Remaja Putri, Dorongan Seksual, Hubungan Seksual


(17)

ABSTRACT

A sexual behaviour is the behaviour that’s based on sexual drive, both with a person of the opposite sex and with the person of the same sex. The forms of this behavior can be varied, ranging from feeling attracted to, the behaviour of dating, flirting and sexual intercourse. There are female teenagers with partners at Gunungstoli, who sexual intercourse have had resulted in pregnancies and abortions.

The study used qualitative methods with a case study design. Informants consisted of premarital sex offenders, close friends and people who care about the behavior of premarital sex. The data were gathered by conducting observation, in-depth interviews and informal conversations.

The results of the research indicated that the dominant factors which caused reproductive unhealthy behaviours were as follows: proving that the doer love for her boyfriend, being unable to resist sexual urges and having lack of social control.

The conclusion of this study was the sexual relationship in adolescents beginning at age 15-26 years was fuelled by lack of social control. The public’s indifference toward premarital sex was impacted by the Nias earthquake. The influx of outsiders into Nias caused in loosening the relationships among people. The growing recreational facilities managed by the locals also help facilitate premarital sex offenders. Social changes in the community should not relax the local customary and religious laws in Gunungsitoli. The competent authorities should be able to formulate strategic measures, appropriate and contextual to prevention of pre-marital.

Keywords : Sexual Behaviour, Female Teenagers, Sexual Drive, Sexual Intercourse


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku seksual dikalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Sekitar 1 juta remaja pria (5%) dan 200 ribu remaja wanita (1%) secara terbuka menyatakan bahwa mereka pernah melakukan hubungan seksual (Fuad, 2003 ; Depkes RI, 2006). Usia remaja pertama kali melakukan hubungan seksual aktif, lanjut Fuad bervariasi antara usia 14-23 tahun dan usia terbanyak adalah antara 17-18 tahun. Perilaku seksual pada remaja ini berakibat pada kehamilan diluar nikah, penyakit menular seksual dan maraknya kasus aborsi (Sarwono, 2003).

Di Indonesia diperkirakan ada 1 juta remaja yang mengalami kehamilan di luar nikah, sedangkan di seluruh dunia diperkirakan 15 juta remaja setiap tahunnya hamil, 60% di antaranya hamil di luar nikah (Hidayat dalam Tinceuli, 2010). Dari beberapa penelitian menyebutkan salah satu penyebab kehamilan di luar nikah adalah ketidakmampuan remaja mengendalikan dorongan biologis (Tinceuli, 2010). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010/2011) mengungkapkan bahwa dari 1189 remaja belum menikah (berusia 13-19 tahun) di Jawa Barat dan 922 remaja di Bali, ditemukan 7% remaja perempuan di Jawa Barat dan 5% di Bali mengakui pernah mengalami kehamilan. Ketua Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) Jawa Tengah, Widanti (2011) mengatakan bahwa jumlah siswi yang hamil akan terus meningkat, tercermin dari penelitiannya pada sekolah jenjang SMP dan SMA tahun


(19)

2010 yang menunjukkan dalam tiap sekolah rata-rata ditemukan empat hingga tujuh siswa yang hamil, bahkan pada tahun tersebut kenaikannya 10% hingga 15%.

Sirait selaku Ketua Komnas Perlindungan Anak dalam Forum Diskusi Anak Remaja (2011), menemukan bahwa remaja yang melakukan seks pranikah kebanyakan diusia 15 tahun. Data tersebut ditemukan dengan mengumpulkan 14.726 sampel anak SMP dan SMA di 12 kota besar di Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung, Makassar, Medan, Lampung, Palembang, Kepulauan Riau dan kota-kota di Sumatera Barat. Ditemukan juga sebanyak 21 persen remaja atau satu diantara lima remaja di Indonesia pernah melakukan aborsi. Mereka mengaku hampir 93,7 persen pernah melakukan hubungan seks, 83 persen mengaku pernah menonton video porno, dan 21,2 persen mengaku pernah melakukan aborsi.

Data dari Yayasan Sentra Informasi dan Komunikasi Orang Kito (SIKOK) di Jambi, dalam dua tahun terakhir (2010-2012), menyebutkan bahwa sebanyak 164 remaja (berstatus pelajar) diketahui hamil di luar nikah. Melihat trend kejadian hamil di luar nikah ini, SIKOK meyakini perilaku seks pranikah yang dilakukan di kalangan remaja dan pelajar sangat tinggi. SIKOK pernah melakukan survey terhadap 1182 Siswa SMU/SMK Kota Jambi tahun 2009, hasilnya sedikitnya 8% siswi mengaku sudah melakukan hubungan layaknya suami istri dengan pacar. SIKOK memperkirakan pada tahun 2012 ini ada sekitar 16 ribu dari total 200 ribu lebih siswa/i, sudah melakukan hubungan suami istri. Di kalangan remaja hubungan seks dianggap sudah biasa.


(20)

Menurut Simanjorang (2011) berdasarkan penelitiannya diberbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Sebanyak 62,7 % anak SMP mengaku sudah tidak perawan. Sebanyak 21,2 % remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi. Dari 2 juta wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, 1 juta adalah remaja perempuan. Lebih lanjut Simanjorang menjelaskan, tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja tersebut erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen di antaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.

Sudibyo (2012) dalam makalahnya pada Seminar Kesehatan tentang Meningkatnya Angka Aborsi Ilegal menyatakan bahwa setiap tahun diperkirakan ada 2,5 juta nyawa tak berdosa melayang sia-sia akibat aborsi. Angka ini terhitung besar sebab jumlahnya separuh dari jumlah kelahiran di Indonesia, yaitu 5 juta kelahiran per tahun. Di antara sekian juta pelaku aborsi, sebagian besar justru berasal dari kalangan remaja berusia 15 -24 tahun. Dari 2,5 jutaan pelaku aborsi tersebut, 1 - 1,5 juta di antaranya adalah remaja. Sebanyak 21 persen remaja atau satu di antara lima remaja di Indonesia pernah melakukan aborsi (BKKBN, dalam


(21)

World Health Organization (WHO), di tahun 2010 mengatakan bahwa setiap tahun terdapat 210 juta remaja yang hamil di seluruh dunia. Dari angka tersebut, 46 juta di antaranya melakukan aborsi yang diakibatkan karena terlalu nafsu birahi selama pacaran. Akibatnya terdapat 70.000 kematian remaja akibat melakukan aborsi tidak aman sementara empat juta lainnya mengalami kesakitan dan kecacatan. Lebih

lanjut World Health Organization (WHO) juga memperkirakan ada 20 juta kejadian

aborsi tidak aman (unsafe abortion) di dunia, 9,5% (19 dari 20 juta tindakan aborsi tidak aman) diantaranya terjadi di negara berkembang. Sekitar 13% dari total remaja yang melakukan aborsi tidak aman berakhir dengan kematian. Di wilayah Asia Tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahun, dan sekitar 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia, di mana 2.500 di antaranya berakhir dengan kematian (Soetjiningsih, 2011).

Syarif (2010) menyatakan bahwa mahasiswi di Yogyakarta dari 1.660 responden sekitar 37% mengaku sudah kehilangan kegadisannya. Hubungan seks pranikah yang dilakukan dengan pacar maupun dengan laki-laki yang sudah beristri demi beberapa lembar uang. Terjadi kehamilan rata-rata 17% per tahun (kehamilan yang tidak diinginkan), sebagian dari jumlah tersebut bermuara pada praktik aborsi. Grafik aborsi di Indonesia termasuk katagori cukup tinggi dengan jumlah rata-rata per tahun mencapai 2,4 juta jiwa.

Hasil penelitian yang dilakukan PKBI (2010), di kota Palembang, Kupang, Tasikmalaya, Cirebon, dan Singkawang remaja yang sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah sudah cukup tinggi yaitu 9,1% dan 85% hubungan seks pertama


(22)

pada usia 13-15 tahun yang dilakukan dengan pacar di rumah mereka. Berdasarkan penelitian BKKBN tahun 2010 sebanyak 30% siswa SMP dan SMA di Indonesia melakukan praktik seks bebas secara aktif.

Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia Sahabat Remaja (SAHARA)

melakukan polling di kota Bandung dan hasilnya 44,8% mahasiswi dan juga remaja

kota Bandung sudah pernah melakukan hubungan intim. Mahasiswi yang berjumlah

1000 orang dan polling yang dilakukan LSM Sahara Indonesia dari tahun 2006

sampai dengan 2010, diketahui bahwa tempat yang paling sering untuk melakukan hubungan seks yaitu di rumah kos (51,5%); menyusul rumah-rumah pribadi (sekitar 30%); rumah wanita (27,3%); hotel atau wisma (11,2%); taman luas (2,5%); tempat rekreasi dan bersantai (2,4%); seks di ruangan kelas di kampus Bandung (1,3%); dalam mobil goyang (0,4%) dan lain-lain tidak diketahui (0,7%). Responden mengaku bahwa perilaku seksual ini terjadi tanpa paksaan dan adanya rasa kebutuhan, serta telah aktif melakukan hubungan seksual lebih dari satu orang pasangan.

Ferdia (2012), aktivis Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Jambi mengatakan bahwa tingginya angka seks pranikah di kalangan remaja dapat terlihat dari meningkatnya trend usia remaja yang terjangkit penyakit menular seksual dan virus mematikan HIV-AIDS. Data Juni 2012, jumlah pengidap HIV usia remaja (15-24 tahun) mencapai angka 103 orang. Sedangkan pengidap AIDS mencapai 45 orang. Persentase kalangan remaja yang terjangkit penyakit mematikan ini berada pada urutan kedua setelah golongan usia dewasa, di atas 25 tahun.


(23)

Hasil kajian BKKBN (2010) mengatakan bahwa rata-rata dari 100 remaja di wilayah Jabodetabek, sekitar 54% pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Kejadian seks pranikah di Surabaya mencapai 47%, di Bandung dan Medan 52%. Perilaku seks bebas di kalangan remaja berefek pada kasus infeksi penularan HIV/AIDS yang cenderung berkembang di Indonesia.

Tingginya kejadian hubungan seks pranikah pada remaja menurut berbagai penelitian ada bermacam-macam faktor. Menurut penelitian Sebayang (2010) hubungan seks pranikah bisa terjadi karena imbalan dan dorongan dari pikiran. Hubungan seks bukan karena tempat itu ada, tapi karena persetubuhan itu sudah ada dipikirannya untuk dilakukan. Hubungan seks itu dilakukan sebagai imbalan dari kebaikan yang diberikan pacar. Hal itu terjadi karena remaja putri mengalami tekanan-tekanan yang mereka dapatkan di rumah, seharusnya perhatian dan ketenangan mereka dapatkan dari rumah dan orang tua. Pacar yang mereka jadikan sebagai tempat sandaran dan sumber kenyamanan untuk mengatasi tekanan-tekanan yang mereka rasakan malah membawa mereka ke kehidupan yang tidak sewajarnya, mengajarkan mereka sesuatu yang seharusnya belum mereka ketahui. Dalam konteks berpacaran, imbalan menjadi sesuatu hal atau temuan yang baru.

Menurut Hidayat (dalam Tinceuli, 2010), salah satu penyebab dari kehamilan diluar nikah adalah ketidak mampuan remaja dalam mengendalikan dorongan biologis. Sementara itu menurut Julianto dan Roswitha (2009), bahwa kehamilan diluar pernikahan dipicu oleh sikap sembarangan yang diperlihatkan terhadap lawan jenis, baik pria maupun wanita. Remaja harus belajar mengendalikan hormon seksual


(24)

mereka dan menyadari akibat dari hubungan seks pranikah yaitu kehamilan yang terjadi diluar pernikahan.

Dilihat dari data-data di atas bahwa ternyata hubungan seks bebas sudah tersebar dimana-mana, mulai dari kota besar hingga kota kecil di Indonesia. hal serupa juga terjadi di Kota Gunungsitoli (Nias). Menurut data yang dilaporkan di Kepolisian Resor Gunungsitoli Nias di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) jumlah kasus seks pranikah pada tahun 2012 sebanyak 22 kasus dan pada Januari sampai Maret tahun 2013 sebanyak 5 kasus. Media transportasi, komunikasi, tampaknya ikut menjembatani persebaran perilaku seks pranikah di Kota Gunungsitoli. Gunungsitoli adalah salah satu daerah Kota di Pulau Nias Propinsi Sumatera Utara yang mempunyai jarak lebih kurang 85 mil laut dari Sibolga (Kota Pelabuhan di Pulau Sumatera).

Nias merupakan salah satu daerah yang sebenarnya mentabukan kedekatan antara laki-laki dan perempuan kecuali pasangan tersebut sudah menikah (mangowalu). Adat masyarakat Nias (Fondrako) mengatur segala sisi kehidupan mulai dari kelahiran sampai dengan kematian termasuk hubungan antara laki-laki dan perempuan. Hukum adat di Nias mengatakan bahwa remaja yang melakukan seks

pranikah harus dihukum sesuai hukum yang berlaku di daerah mereka (Orilasara).

Pada zaman dahulu hukuman yang diberikan adalah hukuman mati karena dianggap telah merusak/mencemarkan nama baik kampungnya (Harefa, 1939). Hukuman mati ini dilakukan sebelum masyarakat mengenal agama. Namun sekarang bentuk hukuman tersebut diganti dengan bentuk membayar tebusan (Laholi). Bentuk tebusan


(25)

(Laholi) ini berupa pemberian emas, hewan piaraan (babi) dan beras pada pemuka adat di kampung tersebut.

Sebuah kasus seks pranikah terjadi pada siswa pelajar SMU Negeri 1 Gunungsitoli. Mereka melakukan hubungan seks tersebut di warung internet Turia. Warung internet tersebut berada di kawasan jalan Gereja BNKP 1 Gunungsitoli. Pasangan remaja ini merekam perbuatan mereka ke dalam telepon seluler milik mereka. Kejadian ini terjadi pada tanggal 29 November 2010 pada pukul 12.51 siang. Video asusila ini akhirnya tersebar tanpa diketahui siapa penyebarnya. Dalam waktu sekejap masyarakat Gunungsitoli banyak mendapat rekaman video tersebut. Secara hukum adat pasangan ini akhirnya memberi tebusan yaitu “sara siwalu” emas muda, satu ekor babi sebesar 4 alisi “Tunufo” (biaya jamuan saat pertemuan) yaitu seekor babi sebesar 2 alisi. Horo zinongo (biaya sanksi) yaitu satu ekor babi sebesar 4 alisi (ukuran berat pada adat Nias menggunakan satuan alisi, dengan ukuran 1 alisi kurang lebih 10 kilogram).

Kasus kedua terjadi pada salah satu mahasiswi yang sedang menjalani pendidikan kesehatan di salah satu yayasan kesehatan kebidanan di Nias. Kasus tersebut terjadi antara mahasiswa tersebut dengan pacarnya. Menurut pengakuan gadis belia tersebut, mereka melakukan hubungan seksual tersebut di kos-kosan pacarnya. Pacarnya tersebut sedang mengikuti pendidikan di STIE Gunungsitoli. Pada bulan Desember 2008 diketahui bahwa gadis belia tersebut mengalami perdarahan hebat sehingga pihak Rumah Sakit melakukan tindakan aborsi untuk menyelamatkan nyawa gadis belia tersebut. Hukuman yang diberikan kepada mereka


(26)

adalah, remaja putra tersebut dimasukkan ke dalam penjara dan mendapat pidana selama 4 tahun masa tahanan, sedangkan remaja putri mendapatkan sanksi sosial yaitu bahwa remaja putri tersebut diusir dari kampung oleh ketua adat dan tinggal di negeri seberang (Kota Medan). Kabar terakhir yang diperoleh bahwa remaja putri tersebut sekarang sedang mengenyam pendidikan di salah satu Perguruan Swasta di Medan.

Hukum adat di Nias masih berlaku, namun kasus seks pranikah masih banyak terjadi. Situasi sosial dan faktor eksternal lain yang mendukung hal tersebut tentunya menjadi penyebab hubungan seksual yang terjadi antar remaja. Agama dikenal sebagai penguat dalam hal pengendalian diri dalam mengekang hawa nafsu agar terhindar dari hal-hal yang seharusnya belum layak dilakukan. Hawa nafsu merupakan hal yang sangat menentukan dalam terjadinya perilaku seks bebas. Hubungan seks dilakukan apabila hawa nafsu sudah menguasai dirinya, hawa nafsu membuat seseorang lupa segala-galanya, termasuk lupa akan ajaran agamanya, yang dia tahu hanyalah bagaimana caranya agar nafsunya tersebut tersalurkan. Dan hal demikian terjadi di Nias, remaja tidak mengindahkan fungsi religius sebagaimana mestinya sehingga masih ada terjadi kehamilan di luar nikah dan tindak aborsi.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka permasalahan penelitian adalah :


(27)

1. Mengapa remaja bisa melakukan seks pranikah padahal di kota Gunungsitoli ada hukum adat dan agama yang bila dilanggar akan mendapat sanksi ?

2. Situasi dan faktor apa yang memberi peluang/tidak mencegah, sehingga membuat

remaja bisa melampiaskan nafsu seksualnya ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dasar-dasar atau faktor-faktor yang sifatnya kontekstual yang menyebabkan terjadinya hubungan seks pranikah di kalangan remaja putri di Nias.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pihak yang berkompeten (stake holder) di Nias untuk menyususn langkah-langkah yang strategis, tepat, dan lebih kontekstual untuk mencegah dan menanggulangi persoalan seks pranikah pada remaja.

2. Manfaat Teoritis

Diharapkan mampu memberikan penjelasan bahwa perkembangan fisik dapat mempengaruhi salah satu aktivitas seksual yaitu perilaku seks pranikah. Model pacaran yang baru dan lingkungan sosial yang permisif memberikan ruang untuk melakukan seks pranikah di luar hukum adat dan agama sebagai pengendali tingkah laku manusia.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

2.1.1 Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dimana perubahan secara fisik dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2003). Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial. Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alat-alat reproduksi sudah mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik (Sarwono, 2006).

Muagman (1980) dalam Sarwono (2006) mendefinisikan remaja berdasarkan

definisi konseptual World Health Organization (WHO) yang mendefinisikan remaja

berdasarkan 3 (tiga) kriteria, yaitu : biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.

1. Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seksual

2. Remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan

psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.


(29)

2.1.2 Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2003), antara lain:

1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang

dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya

2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa

kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi

perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.

4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa

usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.

5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian

karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut.

6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang


(30)

orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.

7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau

kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan di dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.

2.1.3 Tahap Perkembangan Masa Remaja

Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18-21 tahun adalah masa remaja akhir (Monks, 2009).

Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap perkembangan yaitu :

1. Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain :

a. Lebih dekat dengan teman sebaya


(31)

c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak

2. Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain : a. Mencari identitas diri

b. Timbulnya keinginan untuk kencan

c. Mempunyai rasa cinta yang mendalam

d. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak

e. Berkhayal tentang aktivitas seks

3. Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain : a. Pengungkapan identitas diri

b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya

c. Mempunyai citra jasmani dirinya

d. Dapat mewujudkan rasa cinta

e. Mampu berfikir abstrak 2.1.4 Perkembangan Fisik

Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal tersebut.

a. Ciri-ciri seks primer

Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes, 2002) disebutkan bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah :


(32)

1. Remaja laki-laki

Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki-laki usia 10-15 tahun

2. Remaja perempuan

Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi),

menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah.

b. Ciri-ciri seks sekunder

Menurut Sarwono (2011), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut :

1. Remaja laki-laki

a. Bahu melebar, pinggul menyempit

b. Pertumbuhan rambut di sekitar alat kelamin, ketiak, dada,tangan, dan kaki

c. Kulit menjadi lebih kasar dan tebal d. Produksi keringat menjadi lebih banyak

2. Remaja perempuan

a. Pinggul lebar, bulat dan membesar, putting susu membesar dan

menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.


(33)

b. Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif lagi.

c. Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan

menjelang akhir masa

d. Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu

2.2 Perilaku

2.2.1 Pengertian Perilaku

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus Skinner membedakan perilaku menjadi dua :

a. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.


(34)

b. Perilaku terbuka (Overtbehavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. Skinner dalam Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon, respon dibedakan menjadi dua respon :

1. Respondent response atau reflexive response, ialah respon yang

ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relatif tetap.

Responden respon (Respondent behavior) mencakup juga emosi respon

dan emotional behavior.

2. Operant response atau instrumental respon adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforsing stimuly atau reinforcer. Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun luar individu. Aspek-aspek dalam diri individu yang sangat berperan/berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi, motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan. Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan (Sarwono, 2006).


(35)

Konsep Bloom dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa derajat kesehatan itu dipengaruhi oleh 4 faktor utama yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (hereditas). Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) ada 3 faktor yang memengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok sebagai berikut :

a. Faktor yang mempermudah (presdisposing factor) yang mencakup

pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. b. Faktor pendukung (Enabling factor) antara lain ketersediaan sarana dan

prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

c. Faktor pendorong (Reinforcing factor) yaitu faktor yang memperkuat

perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat dan petugas kesehatan.

2.2.2. Pengertian Seksual

Perilaku seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal–hal yang berhubungan dengan perkara–perkara hubungan intim antara laki–laki dan perempuan. Hubungan seks pranikah yang dilakukan pria dan wanita yang belum terikat perkawinan, dimana nantinya mereka akan menikah satu sama lain atau masing masing akan menikah dengan orang lain. Jadi tidak hanya terbatas pada orang yang berpacaran saja. Hubungan seksual ini umumnya terjadi diantara mereka yang telah meningkat remaja menuju dewasa. Hal ini sangat


(36)

mungkin terjadi mengingat pada saat seseorang memasuki masa remaja mulai timbul dorongan-dorongan seksual di dalam dirinya. Apalagi pada masa ini minat mereka dalam membina hubungannya terfokus pada lawan jenis.

Perilaku seksual pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh sepasang insan yang belum menikah atau yang belum mereka terikat oleh tali perkawinan. Perilaku seks yang dianggap melanggar norma bukanlah suatu hal yang baru. Perilaku seksual pranikah adalah kegiatan seksual yang melibatkan dua orang yang saling menyukai atau saling mencintai, yang dilakukan sebelum perkawinan.

Sarwono (2011), mengungkapkan bahwa perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk–bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresi.

Perilaku seksual menurut Imran (2011) adalah perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau keinginan dan mendapatkan kesenangan organ seks melalui berbagai perilaku termaksuk berhubungan intim.


(37)

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya, melalui perbuatan yang tercermin dalam tahap-tahap perilaku seksual yang paling ringan hingga tahap-tahap yang paling berat, yang dilakukan sebelum pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama.

Sementara itu, akibat psikososial yang timbul karena perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba–tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Biasanya mendapat mendapat tekanan dari masyarakat seperti dicela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi, hal tersebut disebabkan karena rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil di luar nikah. Masalah ekonomi dalam hal ini juga akan membuat permasalahan menjadi semakin rumit dan kompleks (Christina, 2009).

2.3 Seks Pranikah

Seks pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa menikah dan sering berganti pasangan. Seks pranikah atau dalam bahasa populernya disebut

extra-marital intercouse atau kinky-seks merupakan bentuk pembebasan seks yang di

pandang tidak wajar. Tidak terkecuali bukan saja oleh agama dan negara, tetapi juga oleh filsafat. Ironinya perilaku itu nyatanya cenderung disukai oleh anak muda, terutama kalangan remaja yang secara bio-psikologis sedang tumbuh menuju proses


(38)

pematangan. Munculnya trend hubungan seks pranikah, kurangnya kontrol dari orang tua dalam menanamkan nilai kehidupan yang religius dan tersedianya prasarana untuk melakukan tindakan asusila membuat remaja semakin sulit mengambil keputusan mengenai perilaku seksual yang bertanggung jawab dan sehat .

Wagner dan Yatim (2010) mengatakan seks pranikah adalah melakukan

hubungan seksual (intercourse) dengan lawan jenis tanpa ikatan perkawinan yang

sah. Keterlibatan secara seksual dengan orang lain bukan hanya dengan bersenggama, berciuman, berpelukan, membelai, berpegangan tangan, fantasi, memijat bahkan telanjang dan ungkapan seksual lainya dan memberi dan merespon perasaan senang atau kenikmatan terhadap diri sendiri atau pasangan adalah tindakan seksual.

Dorongan seksual bisa diekspresikan dalam berbagai perilaku. Namun tentu saja tidak semua perilaku merupakan ekspresi dorongan seksual seseorang. Ekspresi dorongan seksual atau perilaku seksual ada yang aman dan ada yang tidak aman baik secara fisik, psikis maupun sosial. Setiap perilaku seksual memiliki konsekuensi berbeda (Effendi, 2010).

Seks adalah kata yang sangat tidak asing di telinga kita, tetapi anehnya seringkali kita merasa tabu dan agak malu-malu jika menyinggungnya. Nah, kemudian agar kita dapat membicarakan dan mendiskusikannya dengan bebas terbuka, maka para ahli bahasa dan ilmuwan pun membuat seks ini menjadi ilmiah dengan menambahkan akhiran “-tas” dan “-logi” menjadi “seksualitas” dan “seksologi”, sehingga jadilah seksualitas adalah untuk dibahas dan didiskusikan,


(39)

seksologi adalah untuk ditulis secara ilmiah, dan seks adalah untuk dialami dan ‘dinikmati’.

Di dalam kamus, seks sebenarnya mempunyai dua arti, yaitu seks yang berarti jenis kelamin atau gender, dan seks yang berarti senggama atau melakukan aktivitas seksual, yaitu hubungan penyatuan antara dua individu dalam konteks gender di atas. Hampir masyarakat berpendapat bahwa perlu adanya pengaturan penyelenggaraan hubungan seks. Sebab, dorongan seks itu begitu besar pengaruhnya terhadap manusia seperti nyala api yang berkobar. Api itu bisa bermanfaat bagi manusia, akan tetapi dapat menghancurkan peradaban manusiawi. Demikian pula dengan seks, bisa membangun kepribadian seseorang, akan tetapi juga bisa menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan (Dharma, 2011).

Variasi dari pengaturan dari penyelenggaraan seks dapat dilihat pada tradisi-tradisi seksual pada bangsa-bangsa primitif di bagian-bagian dunia. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta komunikasi terjadilah banyak perubahan sosial yang serba cepat pada hampir semua kebudayaan manusia. Perubahan sosial tersebut mempengaruhi kebiasaan hidup manusia, sekaligus juga mempengaruhi pola-pola seks yang konvensional. Maka pelaksanaan seks itu banyak dipengaruhi oleh penyebab dari perubahan sosial, antara lain oleh: urbanisasi, mekanisasi, alat kontrasepsi, lamanya pendidikan, demokratisasi fungsi wanita dalam masyarakat, dan modernisasi. Sebagai efek samping yang ditimbulkan ada kalanya terjadi proses keluar dari jalur dari pola-pola seks, yaitu keluar dari jalur-jalur konvensional kebudayaan. Pola seks dibuat menjadi hyper-modern dan radikal,


(40)

sehingga bertentangan dengan system regulasi seks yang konvensional, menjadi seks bebas (Kartini, 2010).

2.4 Perilaku Seks Pranikah pada Remaja

Jesse (dalam Sebardan, 2011) menyatakan bahwa perilaku seksual ialah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri. Sedangkan perilaku seks pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu.

Perilaku seks pranikah ini memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh faktor-faktor internal yang tidak dapat diamati secara langsung (tidak kasat mata). Dengan demikian individu tersebut tergerak untuk melakukan perilaku seks pranikah.

Motivasi merupakan penggerak perilaku. Hubungan antar kedua konstruk ini cukup kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai berikut : Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda, demikian pula perilaku yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda. Motivasi tertentu akan mendorong seseorang untuk melakukan perilaku tertentu pula.

Pada seorang remaja, perilaku seks pranikah tersebut dapat dimotivasi oleh rasa sayang dan cinta dengan didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai komitmen yang jelas (romantic love) atau


(41)

karena pengaruh kelompok (konformitas), dimana remaja tersebut ingin menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah dianut oleh kelompoknya, dalam hal ini kelompoknya telah melakukan perilaku seks pranikah.

2.5 Perkembangan Perilaku Seksual Remaja

Taufan (dalam Hadinata, 2009), menyatakan bahwa suatu masalah acap kali muncul dalam kehidupan remaja karena mereka ingin mencoba-coba segala hal, termasuk yang berhubungan dengan fungsi ketubuhannya yang juga melibatkan pasangannya. Namun dibalik itu semua, faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual remaja sehingga mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja adalah berkembangnya organ seksual. Dikatakan bahwa gonads (kelenjar seks) yang tetap bekerja (seks primer) bukan saja berpengaruh pada penyempurnaan tubuh (khususnya yang berhubungan dengan ciri-ciri seks sekunder), melainkan juga berpengaruh jauh pada kehidupan psikis, moral, dan sosial. Pada kehidupan psikis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis kelamin.

Ketertarikan antar lawan jenis ini kemudian berkembang ke pola kencan yang lebih serius serta memilih pasangan kencan dan romans yang akan ditetapkan sebagai teman hidup. Sedangkan pada kehidupan moral, seiringan dengan bekerjanya gonads, tak jarang timbul konflik dalam diri remaja. Masalah yang timbul yaitu akibat adanya dorongan seks dan pertimbangan moral sering kali bertentangan. Bila dorongan seks


(42)

terlalu besar sehingga menimbulkan konflik yang kuat, maka dorongan seks tersebut cenderung untuk dimenangkan dengan berbagai dalih sebagai pembenaran diri.

Pengaruh perkembangan organ seksual pada kehidupan sosial ialah remaja dapat memperoleh teman baru, mengadakan jalinan cinta dengan lawan jenisnya. Jalinan cinta ini tidak lagi menampakkan pemujaan secara berlebihan terhadap lawan jenis dan "cinta monyet" pun tidak tampak lagi. Mereka benar-benar terpaut hatinya pada seorang lawan jenis, sehingga terikat oleh tali cinta. Perlu pula dijelaskan bahwa

pertumbuhan kelenjar-kelenjar seks (gonads) remaja, sesungguhnya merupakan

bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan jasmani secara menyeluruh. Selain itu, energi seksual atau libido/nafsu pun telah mengalami perintisan yang cukup panjang.

Freud (2010) mengatakan bahwa dorongan seksual yang diiringi oleh nafsu atau libido telah ada sejak terbentuknya Id. Namun dorongan seksual ini mengalami kematangan pada usia usia remaja. Karena itulah, dengan adanya pertumbuhan ini maka dibutuhkan penyaluran dalam bentuk perilaku seksual tertentu.

Cukup naif bila kita tidak menyinggung faktor lingkungan, yang memiliki peran yang tidak kalah penting dengan faktor pendorong perilaku seksual pranikah lainnya. Faktor lingkungan ini bervariasi macamnya, ada teman sepermainan (peer -group), pengaruh media dan televisi, bahkan faktor orang tua sendiri.

Pada masa remaja, kedekatannya dengan peer-groupnya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai


(43)

tempat remaja untuk mencapai otonomi dan independensi. Maka tak heran bila remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang lebih dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya tersebut, dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks pranikah, tak jarang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima, mereka cenderung melakukan dan mengalami perilaku seks pranikah itu sendiri.

Pengaruh media dan televisi pun sering kali diimitasi oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Misalnya saja remaja yang menonton film remaja yang berkebudayaan barat, melalui observational learning, mereka melihat perilaku seks itu menyenangkan dan dapat diterima lingkungan. Hal ini pun diimitasi oleh mereka, terkadang tanpa memikirkan adanya perbedaan kebudayaan, nilai serta norma-norma dalam lingkungan masyakarat yang berbeda.

Perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri, dan dapat pula diwujudkan melalui cara hidup orang tua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam perkawinan.


(44)

Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orang tua kurang memadai menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah-masalah seks anak. Akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak sehat. Seorang peneliti menyimpulkan hasil penelitiannya sebagai berikut: informasi seks yang tidak sehat atau tidak sesuai dengan perkembangan usia remaja ini mengakibatkan remaja terlibat dalam kasus-kasus berupa konflik-konflik dan gangguan mental, ide-ide yang salah dan ketakutan-ketakutan yang berhubungan dengan seks. Dalam hal ini, terciptanya konflik dan gangguan mental serta ide-ide yang salah dapat memungkinkan seorang remaja untuk melakukan perilaku seks pranikah.

2.6 Dampak dari Perilaku Seks Pranikah

Nelson (2010), ada dua dampak yang ditimbulkan dari perilaku seks pranikah di kalangan remaja yaitu kehamilan dan penyakit menular seksual. Seperti kita ketahui bahwa banyak dampak buruk dari seks pranikah dan cenderung bersifat negatif seperti halnya: kumpul kebo, seks pranikah dapat berakibat fatal bagi kesehatan kita. Tidak kurang dari belasan ribu remaja yang sudah terjerumus dalam seks pranikah. Para remaja melakukan seks pranikah cenderung akibat kurang ekonomi. Seks pranikah dapat terjadi karena pengaruh dari lingkungan luar dan salah pilihnya seseorang terhadap lingkungan tempatnya bergaul. Saat-saat ini di kota besar sering terjadi razia di tempat-tempat hiburan malam seperti diskotik dan tempat


(45)

berkumpul para remaja lainnya dan yang paling sering tertangkap adalah anak-anak remaja.

Seks pranikah sangat berdampak buruk bagi para remaja. Dampak dari seks pranikah adalah hamil di luar nikah, aborsi, dapat mencorengkan nama baik orang tua, diri sendiri, guru serta nama baik sekolah. Padahal seks pranikah bukanlah segalanya. Dimana mereka hanya mendapat kenikmatan semata, sedang mereka tidak memikirkan akibat yang harus mereka tanggung seumur hidup. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi remaja yang terjerumus di dalam seks pranikah. Bayangkan saja jika seluruh remaja ada di Indonesia terjerumus dalam seks pranikahh, apa jadinya nasib bangsa kita ini jika remaja yang ada tidak memiliki kemampuan berfikir dan fisik yang baik, tentunya pembangunan tidak akan berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Berikut beberapa bahaya utama akibat seks pranikah :

1. Menciptakan kenangan buruk. Apabila seseorang terbukti telah melakukan seks

pranikah maka secara moral pelaku dihantui rasa bersalah yang berlarut-larut. Keluarga besar pelaku pun turut menanggung malu sehingga menjadi beban mental yang berat.

2. Mengakibatkan kehamilan. Hubungan seks satu kali saja bisa mengakibatkan

kehamilan bila dilakukan pada masa subur. Kehamilan yang terjadi akibat seks pranikah menjadi beban mental yang luar biasa. Kehamilan yang dianggap “Kecelakaan” ini mengakibatkan kesusahan dan malapetaka bagi pelaku bahkan keturunannya.


(46)

3. Menggugurkan kandungan (aborsi) dan pembunuhan bayi. Aborsi merupakan tindakan medis yang ilegal dan melanggar hukum. Aborsi mengakibatkan kemandulan bahkan kanker rahim. Menggugurkan kandungan dengan cara aborsi tidak aman, karena dapat mengakibatkan kematian.

4. Penyebaran penyakit. Penyakit kelamin akan menular melalui pasangan dan

bahkan keturunannya. Penyebarannya melalui seks pranikah dengan bergonta-ganti pasangan. Hubungan seks satu kali saja dapat menularkan penyakit bila dilakukan dengan orang yang tertular salah satu penyakit kelamin. Salah satu virus yang bisa ditularkan melalui hubungan seks adalah virus HIV.

5. Timbul rasa ketagihan.

6. Kehamilan terjadi jika terjadi pertemuan sel telur pihak wanita dan spermatozoa pihak pria. Dan hal itu biasanya didahului oleh hubungan seks. Kehamilan pada remaja sering disebabkan ketidaktahuan dan tidak sadarnya remaja terhadap proses kehamilan.

2.6.1 Bahaya Kehamilan pada Remaja (James, 2011)

1. Hancurnya masa depan remaja tersebut

2. Remaja wanita yang terlanjur hamil mengalami kesulitan selama kehamilan

karena jiwa dan fisiknya belum siap.

3. Pasangan pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh perceraian

(umumnya karena terpaksa kawin karena nafsu, bukan karena cinta).


(47)

5. Remaja wanita yang berusaha menggugurkan kandungan pada tenaga non medis (dukun, tenaga tradisional) sering mengalami kematian tragis.

6. Pengguguran kandungan oleh tenaga medis dilarang oleh undang-undang,

kecuali indikasi medis (misalnya si ibu sakit jantung berat, sehingga kalau ia meneruskan kehamilan dapat timbul kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang mengantar dapat dihukum.

7. Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami gangguan

kejiwaan saat ia dewasa. 2.6.2 Penyakit Menular Seksual

Pandangan Barbara dan Patricia (dalam Sebayang, 2010) salah satu akibat yang ditimbulkan dari perilaku seksual yang tidak sehat adalah munculnya penyakit menular seksual (PMS). Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui seksual adalah penyakit yang biasanya diperoleh melalui hubungan seksual dan penyakit-penyakit tersebut sangat umum dan kadang-kadang efeknya sangat parah. Beberapa penyakit tersebut menular melalui seks dubur dan oral dan juga melalui seks vagina. Penyakit-penyakit ini selain menular secara seksual, bisa diperoleh melalui suntikan dengan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi. Beberapa penyakit tersebut menyebabkan gejala-gejala dini pada kemaluan daerah kemaluan yang menyebabkan si penderita mengalami kemungkinan infeksi tetapi beberapa yang lain, sayangnya, tidak. Gejala-gejala mungkin muncul pada orang dari satu jenis kelamin dan tidak dengan yang lain, yang bisa membuat keduanya sulit untuk sembuh dan menghentikan menjalarnya infeksi tersebut. Bahkan dimana gejala-gejala dini


(48)

muncul, beberapa individu mungkin tidak mengalami gejala-gejala tersebut atau gejala-gejala tersebut mungkin muncul begitu sedikit sehingga mereka tetap tidak diketahui. Situasi ini bisa sangat bahaya sesering infeksi kemudian menjalar pada organ-organ reproduksi internal dimana infeksi tersebut bisa menyebabkan kerusakan yang tidak bisa diubah, yang mungkin akan menyebabkan kemandulan. Pada saat

yang sama, seseorang yang mengalami STD (Sexually Transmitted Diseases) yang

mungkin juga menginfeksi orang lain.

Pakar seks juga spesialis Obstetri dan Ginekologi Nugraha (dalam Sirait, 2011) menjelaskan bahwa dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan. Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak diinginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak menghendaki. Seks pranikah, juga bisa meningkatkan resiko kanker mulut rahim. Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, resiko terkena penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat.

2.7 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seks Pranikah

Faktor yang memengaruhi remaja melakukan hubungan seksual pranikah Dianawati (2009) adalah:


(49)

Dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual merupakan insting alamiah dari berfungsinya organ system reproduksi dan kerja hormon. Dorongan dapat meningkat karena ada pengaruh dari luar. Misalnya dengan membaca buku atau melihat film atau majalah yang menampilkan gambar-gambar yang membangkitkan erotisme. Di era tekhnologi informasi yang tinggi sekarang ini. Remaja sangat mudah mengakses gambar-gambar tersebut melalui telepon genggam dan akan selalu dibawa dalam setiap langkah remaja.

2. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis

Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh nilai-nilai moral dan keimanan seseorang. Remaja yang memiliki keimanan kuat tidak akan melakukan seks pranikah karena mengingat ini merupakan dosa besar yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun keimanan ini dapat sirna dan tidak tersisa bila remaja dipengaruhi oleh obat-obat misalnya shabu-shabu. Obat ini akan mempengaruhi pikiran remaja sehingga pelanggaran terhadap nilai-nilai agama dan moral dinikmati dengan tanpa rasa bersalah.

3. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang kesehatan tentang reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena masyarakat tempat remaja tumbuh memberi gambaran sempit tentang kesehatan reproduksi sebagai hubungan seksual. Biasanya topik terkait reproduksi tabu dibicarakan dengan anak (remaja). Sehingga saluran informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi menjadi sangat kurang.


(50)

4. Suka sama suka

5. Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah

Faktor kesempatan melakukan hubungan seksual pra nikah sangat penting ada kesempatan baik ruang untuk dipertimbangkan karena bila tidak maupun waktu, maka hubungan seks pranikah tidak akan terjadi.

Terbukanya kesempatan pada remaja untuk melakukan hubungan seksual didukung oleh hal-hal sebagai berikut :

a. Kesibukan orang tua yang memyebabkan kurangnya perhatian pada remaja.

Tuntutan kebutuhan orang hidup sering menjadi alasan suami istri bekerja diluar rumah dan menghabiskan hari-harinya dengan kesibukan masing-masing, sehingga perhatian terhadap anak remajanya terabaikan.

b. Pemberian fasilitas (termasuk uang) pada remaja secara berlebihan. Adanya

ruang yang berlebihan membuka peluang bagi remaja untuk membeli fasilitas, misalnya menginap di hotel atau motel atau ke night club sampai larut malam. Situasi ini sangat mendukung terjadinya hubungan seksual pranikah.

c. Pergesaran nilai-nilai moral dan etika dimasyarakat dapat membuka peluang

yang mendukung hubungan seksual pranikah pada remaja. Misalnya, dewasa ini pasangan remaja yang menginap di hotel atau motel adalah hal biasa. Sehingga tidak ditanyakan atau dipersyaratkan untuk menunjukkan akte nikah.

d. Kemiskinan. Kemiskinan mendorong terbukanya kesempatan bagi remaja


(51)

kemiskinan ini remaja putri terpaksa bekerja. Namun sering kali mereka tereksploitasi. Bekerja lebih dari 12 jam sehari atau bekerja diperumahan tanpa dibayar hanya diberi makan dan pakaian bahkan beberapa mengalami kekerasan seksual (Politekhnik Kesehatan, 2010).

Menurut Sarwono (2010), faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja adalah sebagai berikut:

1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual

remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.

2. Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan

usia perkawinan maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang makin meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain).

3. Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama yang berlaku di mana

seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melakukan hal tersebut.

4. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran

informasi dan rangsangan melalui media massa yang dengan tekhnologi yang canggih (contoh: VCD, buku pornografi, foto, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba akan meniru apa yang dilihat atau


(52)

didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.

5. Orang tua, baik karena ketidaktahuan maupun sikapnya yang masih

mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak. Bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.

6. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam

masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria (Politekhnik Kesehatan, 2010).

Soetjiningsih (2010), mengatakan bahwa hubungan seksual yang pertama dialami oleh remaja dipengarui oleh berbagai faktor yaitu:

a. Waktu/saat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah

memahami tentang apa yang akan dialaminya.

b. Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar.

c. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai

kesempatan untuk melakukan pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik sehingga hubungan akan makin mendalam.

d. Hubungan antar mereka makin romantis.

e. Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik


(53)

f. Kurangnya kontrol dari orang tua. Orang tua terlalu sibuk sehingga perhatian terhadap anak kurang baik.

g. Status ekonomi. Mereka yang hidup dengan fasilitas berkecukupan

akan mudah melakukan pesiar ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya yang ekonomi lemah tetapi banyak kebutuhan atau tuntunan, mereka mencari kesempatan untuk memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu.

h. Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara

lain sering menggunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi ke tempat-tempat sepi.

i. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling

ngin menunjukkan penampilan diri yang salah untuk menunjukkan kemantapannya, misal mereka ingin menunjukkan bahwa mereka sudah mampu seorang perempuan untuk melayani kepuasan seksnya.

j. Penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol. Peningkatan

penggunaan obat terlarang dan alkohol makin lama makin meningkat. k. Mereka kehilangan kontrol sebab tidak tahu batas-batasnya mana yang

boleh dan mana tidak boleh.

l. Mereka merasa sudah saatnya untuk melakukan aktifitas seksual sebab sudah merasa matang secara fisik.


(54)

n. Penerimaan aktifitas seksual pacarnya.

o. Sekedar menunjukkan kegagahan dan kemampuan fisiknya.

p. Terjadi peningkatan rangsangan pada seksual akibat peningkatan kadar hormon reproduksi atau seksual.

2.8 Kesehatan Reproduksi Remaja

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera baik fisik, mental dan sosial yang utuh (tidak semata–mata bebas dari penyakit dan kecacatan) dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Depkes, 2003). Sedangkan kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecacatan namun juga sehat secara fisik, mental dan sosial kultur (BKKBN, 2005).

Sehat meliputi tidak tertular penyakit yang menggangu kesehatan reproduksi, tidak menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan. Sehat mental yaitu percaya diri, mampu berkomunikasi dan mampu mengambil keputusan atas segala resiko, sedangkan sehat sosial meliputi pertimbangan nilai–nilai yang berlaku, baik nilai– nilai yang berlaku, baik nilai–nilai agama, budaya, maupun nilai–nilai sosial.

Kesehatan reproduksi merupakan unsur yang intrinsik dan penting dalam kesehatan umum baik perempuan maupun laki–laki. Kesehatan reproduksi berarti manusia mampu melakukan kehidupan seksual yang aman dan memuaskan serta bertanggung jawab dan memiliki kemampuan untuk bereproduksi


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan rancangan studi kasus. Penelitian kualitatif ini memusatkan diri secara intensif tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan sosial tertentui yang bersifat apa adanya dan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari pelaku yang diteliti, tetapi juga diperoleh dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik juga dari mereka yang dapat menjelaskan mengapa kasus tersebut ada. Studi kasus akan kehilangan artinya kalau hanya ditujukan sekedar untuk memperoleh gambaran umum namun tanpa menemukan sesuatu atau beberapa aspek khusus yang perlu dipelajari secara intensif dan mendalam. Disamping itu, studi kasus yang baik harus dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenarnya dari kasus yang diselidiki. Penelitian kualitatif ini berusaha untuk menyoroti suatu keputusan atau seperangkat keputusan, mengapa keputusan itu diambil, bagaimana diterapkan dan apakah hasilnya (Bungin, 2011).

Peneliti menggunakan metode kualitatif karena peneliti ingin mengetahui secara mendalam dan yang sebenarnya tentang perilaku seksual remaja putri di Kota Gunungsitoli. Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari 4 kasus yang dialami oleh Elsis Nazara, Sherly Hulu, Manna Gea, Najwa Hia.


(56)

3.2 Kasus yang Dikaji

Kasus yang dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Elsis Nazara 17 tahun

2. Sherly Hulu 19 tahun

3. Manna Gea 17 Tahun

4. Najwa Hia 15 Tahun

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kota Gunungsitoli, berdasarkan alasan belum

pernah dilakukan penelitian tentang perilaku seksual remaja di Kota Gunungsitoli. 3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian dimulai pada bulan Februari sampai dengan Maret tahun 2013.

3.4 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian terdiri dari pelaku 4 orang remaja putri yang sudah melakukan hubungan seksual pranikah dengan pacarnya dan tinggal di Kota Gunungsitoli, teman dekat pelaku diasrama Akademi Kebidanan Akar Bangsa yang dipanggil pelaku dengan sebutan kakak sayang, ibu-ibu tetangga pelaku, Anggota Kepolisian Resor Nias unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Pendeta yang bertugas di Gereja Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) dan Pendeta Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) serta Anggota DPRD Kota Gunungsitoli.


(57)

3.4.1 Proses Penelusuran Informan

Informan penelitian yang ditelusuri adalah remaja putri yang sudah melakukan seks pranikah yang sekarang berstatus pelajar di salah satu Perguruan Swasta di Gunungsitoli dan mahasiswi remaja putri yang sedang menjalani test kesehatan sebelum menjalani pendidikan di tempat penelitian bekerja. Peneliti terpilih sebagai salah satu anggota team kesehatan untuk memeriksa test kesehatan tersebut. Setelah dilakukan test kesehatan, ternyata banyak remaja putri yang tidak perawan lagi. Tetapi dari sekian banyak yang tidak perawan lagi, hanya beberapa yang dipilih peneliti untuk dijadikan informan penelitian. Penelitian melihat dari sifat dan karakter dari mahasiswi tersebut. Sifatnya antara lain, lebih penurut dan mau diajak bercerita serta mau memberikan informasi tentang mengapa mereka tidak perawan lagi.

Beberapa alasan mengapa peneliti memilih mahasiswa remaja Putri di pendidikan tersebut adalah : 1) Lebih mudah melakukan pendekatan karena sebelumnya peneliti dengan mahasiswi tersebut memang sudah terjalin hubungan yang baik. 2) Lebih mudah memperoleh kepercayaan calon informan karena sejak awal masuk pendidikan, informan penelitian selalu bercerita kepada peneliti jika mahasisiwi tersebut mendapatkan kesulitan di kampusnya. Peneliti selalu ramah dan memberikan kebebasan kepada mahasiswanya untuk menghubunginya 24 jam dan peneliti selalu memberikan perhatian-perhatian yang intens kepada mahasiswanya. Perhatian yang diberikan oleh peneliti adalah dengan selalu menanyakan apa masalah yang mereka hadapi di pendidikan dan mengapa orang tua mereka tidak pernah


(58)

menelepon mereka, dan jika kendalanya disebabkan karena tidak memiliki alat komunikasi dan memang belum diperbolehkan membawa alat komunikasi, maka dengan senang hati peneliti pun memberikan alat komunikasinya berupa ponsel seluler untuk dipakai mahasiswanya untuk menghubungi orang tua mereka. Inilah strategi yang digunakan oleh peneliti sehingga memenangkan dan mendapat tempat di hati mahasiswanya, 3) Screening yang dilakukan dapat lebih tepat sasaran karena dilakukan pada remaja putri yang telah melakukan hubungan seksual pranikah.

Pemilihan terhadap calon informan ini hanya terbatas pada remaja putri yang telah melakukan hubungan seks pranikah. Peneliti juga mempertimbangkan tempat tinggal calon informan yang mudah dijangkau, yaitu sekitar wilayah Gunungsitoli untuk mengantisipasi munculnya kendala penelitian karena jarak tempat tinggal. Selanjutnya dilakukan screening untuk melihat apakah ada fenomena tertentu yang menarik untuk diteliti pada remaja putri yang telah melakukan hubungan seksual pranikah.

Penelitian dilakukan pada 4 orang remaja putri yang tinggal di Kota Gunungsitoli. Lalu dilakukan pendekatan agar tidak kehilangan kesempatan mendapatkan indikasi malu atau takut oleh informan karena hubungan seksual pranikahnya. Pendekatan yang dilakukan adalah membawa informan penelitian

jalan-jalan ke Cafe (Cafe Laris Manis dengan alasan hanya Cafe tersebut yang

menyediakan makanan yang digemari 4 remaja putri tersebut) diluar jam pendidikan, wawancara dan observasi perilaku. Ditetapkan 4 remaja putri yang telah melakukan hubungan seksual pranikah sebagai calon informan penelitian. Pemilihan calon


(59)

informan juga berkaitan dengan kesediaan informan memberikan informasi, sifat serta keterbukaannya dalam berbagai hal. Hal demikian dilakukan karena hal yang diteliti sangat pribadi bagi calon informan penelitian.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara mendalam serta percakapan-percakapan informal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh dari wawancara dan pengamatan. Untuk membangun wawancara yang baik, peneliti

terlebih dahulu mengembangkan rappot. Rappot adalah membina hubungan yang

baik antara peneliti dengan informan, sehingga terjadi kerjasama yang baik (cooperative). Kerjasama akan terjadi bila ada sebelumnya kepercayaan (trust). Jadi peneliti harus membangun, membina hubungan yang baik antara peneliti dan informan. Di dalam penelitian kualitatif instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, sehingga diperlukan peneliti yang memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan baik dengan semua orang, termasuk mengembangkan empati dan merasakan serta melihat sesuatu dari sudut pandang si pelaku. Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dimiliki bukti telah melakukan percakapan dengan informan maka dirasa perlu menggunakan alat bantu yaitu alat tulis, kemudian hasil percakapan ditulis dalam bentuk transkrip.


(60)

3.6 Metode Analisis Data

Merriam dan Marshall serta Rossman dalam Craswell (2011) pengumpulan dan analisis data harus merupakah sebuah proses yang bersamaan dalam penelitian kualitatif. Schatzman dan Strauss 1973 mengatakan bahwa analisa data kualitatif terutama bertujuan mengelompokan benda, orang, peristiwa, yang terjadi karakteristiknya. Selama analisis data, data akan disusun secara kategoris dan kronologis, ditinjau secara berulang-ulang dan terus menerus dikodekan. Proses analisis data berlangsung sejak dari lapangan sampai pada proses menulis (file note).


(61)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian studi kualitatif perilaku seksual remaja putri mengambil lokasi di Kota Gunungsitoli Kecamatan Gunungsitoli. Kota Gunungsitoli merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias yang terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu Kecamatan Gunungsitoli Utara, Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa, Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Gunungsitoli Selatan, Kecamatan Gunungsitoli Barat, dan Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Penelitian dimulai dengan melakukan kajian awal studi literatur terkait dengan fokus penelitian. Kota Gunungsitoli terletak pada garis khatulistiwa dengan batas-batas wilayah : Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sitolu ori, Kabupaten Nias Utara. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Gido dan Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias. Sebelah Timur berbatasan dengan Samudera Hindia. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Hiliduho Kabupaten Nias serta Kecamatan Alasa Talumozi dan Kecamatan Namuhalo Esiwa Kabupaten Nias Utara. Kota Gunungsitoli terletak pada 0012’-1032’ LU dan 970 – 980BT.

Kondisi alam/topografi daratan Pulau Nias sebagian berbukit-bukit sempit dan terjal serta pegunungan dengan tinggi di atas permukaan laut bervariasi antara 0-800 m. Akibat kondisi alam yang demikian mengakibatkan adanya 20 sungai-sungai kecil, sedang, atau besar yang ditemui hampir di seluruh Kecamatan. Dari 101 desa/kelurahan yang ada di Gunungsitoli, sebanyak 27 desa/kelurahan (27%) terletak


(62)

di daerah pantai, dan 74 desa/kelurahan (73%) berada di daerah bukan pantai/pegunungan.

Rumah tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan yang sangat diperlukan oleh penduduk karena mempunyai fungsi utama sebagai tempat berlindung bagi anggota rumah tangga. Dari hasil survei sosial ekonomi nasional tahun 2010 Kota Gunungsitoli secara keseluruhan, menurut kepemilikannya, pada tahun 2010 rumah tangga yang mendiami rumah bangunan fisik (bukan bertempat tinggal di tenda/kamp/barak) adalah 76,20 persen rumah tangga diantaranya mempunyai status milik sendiri, 5,79 persen rumah tangga mengontrak, 2,17 persen rumah tangga menyewa, 1,83 persen rumah tangga bebas sewa, 1,10 persen rumah tangga menempati rumah milik orang tua/keluarga, dan 1,33 persen rumah tangga adalah lainnya. Kondisi lantai rumah tempat tinggal yang didiami penduduk paling banyak terbuat dari lantai bukan tanah yaitu 91,56 persen, sedangkan lantai tanah 8,44 persen. Sumber utama air minum rumah tangga lebih banyak berasal dari sumur tidak terlindung yaitu 22,67 persen, kemudian dari mata air tidak terlindung 22,14 persen, sumur terlindung 13,58 persen, leding meteran 14,37 persen, air hujan 2,52 persen, mata air terlindung 5,77 persen, air sungai 2,73 persen, sumur bor/pompa 9,38 persen, leding eceran 0,69 persen, dan air kemasan bermerek 1,00 persen. Jumlah rumah ibadah pada tahun 2010 adalah sebanyak 473 unit, yaitu Mesjid/surau 58 unit, Gereja Protestan 373 unit, Gereja Khatolik 41 unit, dan Vihara (Budha) 1 unit, tersebar di seluruh Kecamatan. Banyaknya angkutan bus umum (transportasi) di Kota Gunungsitoli tahun 2010 adalah 22 unit bus. Jumlah kunjungan pesawat terbang di


(63)

tahun 2010 baik kedatangan maupun keberangkatan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kota Gunungsitoli terdapat 1 unit Kantor Pos Cabang yang berada di Gunungsitoli untuk melayani masyarakat dalam hal jasa pos. Untuk jasa telekomunikasi telepon, jumlah sambungan telepon yang ada di Kota Gunungsitoli pada tahun 2010 adalah sebanyak 2.553 sambungan yang terdiri dari sambungan induk sebanyak 2.257 sambungan dan sambungan cabang sebanyak 296 sambungan. Jumlah sambungan ini mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan jumlah sambungan pada 2 tahun sebelumnya. Kota Gunungsitoli juga memiliki beraneka ragam suku yaitu suku Nias, Batak, Padang, Cina (Tionghoa), Aceh, Jawa, NTT (Sumber : Gunungsitoli dalam Angka 2011).

4.2 Kasus Elsis

Informan penelitian bernama samaran Elsis Nazara, berusia 17 tahun dengan tinggi badan kurang lebih 150 cm dan berat badan 48 kilogram. Elsis adalah anak tunggal dan sekarang berstatus sebagai Mahasiswi Akademi Kebidanan tingkat I (sekarang semester II). Asal dari Desa Pugaliya. Orang tuanya (Elsis memanggilnya Bapak dan Mama) berdomisili di Desa Pugaliya yang berjarak 80 km dari Kota Gunungsitoli.

Bapaknya bekerja sebagai wiraswasta. Usahanya sebagai pengumpul hasil bumi seperti kopra, coklat, getah karet, juga memiliki usaha kelontong di rumah. Mamanya berperan sebagai ibu rumah tangga, namun sudah 3 tahun terakhir ini


(64)

bisa secara maksimal dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, bahkan mamanya juga tidak pemah mengunjungi Elsis ke asrama tempatnya kuliah. Demikian juga, mamanya kurang berperan dalam komunikasi karena keadaan kesehatannya (bicara sudah cadel). Mamanya tiap hari duduk di kursi roda. Bapaknya juga sibuk dalam mengurusi segala usahanya. Sehingga menurut Elsis, sejak dia mengenal pacar yang sekarang, maka bapak memberi kuasa pada pacarnya untuk mengurusi segala kebutuhannya.

Elsis adalah remaja putri yang memiliki wajah yang manis, badannya yang tinggi semampai, mata yang sipit dan kulit yang putih, untuk kalangan remaja Elsis termasuk jadi idola teman-temannya. Elsis mempunyai pribadi yang agak tertutup, (hanya kepada orang-orang tertentu saja dia mau bercerita). Menurut pengakuannya, Elsis juga sering dijadikan tempat curhat oleh temannya tentang apa saja.

Masa SMA dilalui dari tahun 2009-2012. Dan pada September 2012 memulai perkuliahan di Akademi Kebidanan Akar Bangsa Nias. Masa SMA ini dijalani di SMA Insert Nias. Namun masa studi di Insert hanya dilalui sampai 6 bulan (1 semester). Semester berikutnya dan sampai tamat dilanjutkan di SMA Swasta Xambila Gunungsitoli. Kepindahan dari SMA Insert Nias dikarenakan dia merasa tidak nyaman dengan teman barunya dan teman akrabnya selama ini sekolah di Xambila. Masa 6 bulan 1 (pertama) di SMA Insert, Elsis tinggal di kost-kostan di Jalan Humaila di Aqila. Kost tersebut berbentuk ruko (di bawah ada toko sembako UD Nuri) di atas tempat kost-kostan. Karena pindah sekolah ke Xambila, maka Elsis pindah dari kost ke asrama St.Philip (milik Yayasan Katolik). Kepindahan ke asrama


(1)

Jesse, 2011. Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja. Available : www.akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses tanggal 4 November 2012

Kartini, 2010. Perubahan Sosial Terhadap Penyelenggaraan Seks. Jakarta : Penerbit Arcan

Mohamad K, 1998. Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Penerbit Pustaka Sinar Harapan

Monks, 2009. Tahap Perkembangan Masa Remaja. Medical Journal New Jersey Muagman, 1980. Defenisi Remaja. Jakarta : Penerbit Grafindo Jakarta

Nelson, 2010. Dampak Perilaku Seks Pranikah. http://situs.kespro remaja.co.id, diakses tanggal 4 November 2012

Notoatmodjo S, 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Cetakan Pertama, Jakarta: Rineka Cipta

Politekhnik Kesehatan, 2010. Remaja Cenderung Bebas Dalam Masyarakat. Modul Kesehatan Reproduksi Remaja

Sarwono, 2003. Pendidikan dan Perilaku Seksual Pranikah. Edisi Revisi, Jakarta : Penerbit Grafindo Jakarta

_______, 2011. Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta. Rajawali Pers.

Sarlito W, 2010. Faktor-faktor yang Berperan Dalam Munculnya Permasalahan Seksual. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta

Sebayang B, 2010. Studi Kualitatif Perilaku Seksual Remaja Di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2012. Tesis, Medan : Prodi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat USU

SIKOK, 2012. Kehamilan di Luar Nikah. Jambi: Lembaga Swadaya Masyarakat Simanjorang, 2011. Tingginya Angka Hubungan Seks Pranikah di Kalangan Remaja.

http://situs.remaja dan seksual.co.id, diakses tanggal 4 November 2012

Sirait, 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa (Remaja Akhir) Di STIKes Medistra Indonesia Tahun 2012. Tesis, Jakarta : Prodi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes Indonesia Maju


(2)

Sirait, 2011. Data Remaja Yang Melakukan Hubungan Seks Pranikah. http://situs.remaja dan seksual.co.id, diakses tanggal 4 November 2012

Soetjiningsih, 2011. Personal Abortion. Medical Journal New Jersey

Sudibyo A. 2012. Meningkatnya Angka Aborsi Ilegal. Medan : Modul Seminar Kesehatan

Taufan, 2009. Perkembangan Perilaku Seksual Remaja. http://situs.kenaka-lanremaja.co.id, diakses tanggal 28 November 2012

Tinceuli, 2010. Perilaku Remaja Terhadap Seksual Pranikah. Tesis, Medan : Prodi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat USU

Wagner dan Yatim, 2010. Pengertian Seks Pranikah. http://situs.seks pranikah.co.id, diakses tanggal 28 November 2012

_________________, 1997. Seri Kesehatan Reproduksi : Seksualitas Di Pulau Batam (Suatu Studi Antropologi). Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Widanti, 2011. Jaringan Peduli Perempuan Dan Anak (JPPA) Jawa Tengah. Yogyakarta : Modul Kesehatan Reproduksi Remaja


(3)

Lampiran 1

Gambar I : Foto Nova Yanti Harefa. Pemandangan Pantai, Tempat Rekreasi yang Sering Dikunjungi Pasangan Remaja.

Gambar II : Foto Nova Yanti Harefa. Tampak Pondok-Pondok yang Berjejeran di Sepanjang Pantai Tempat Pasangan Remaja Memadu Kasih.


(4)

Gambar III : Foto Nova Yanti Harefa. Tampak Pondok yang Sedang Dihuni oleh Pasangan Remaja yang Memadu Kasih.

Gambar IV : Foto Nova Yanti Harefa. Kost-an yang Permanen di Sekitar Kota Gunungsitoli


(5)

Gambar V : Foto Nova Yanti Harefa. Kost-an yang Sederhana di Sekitar Kota Gunungsitoli

Gambar VI : Foto Nova Yanti Harefa. Kost-an yang Semi Permanen di Sekitar Kota Gunungsitoli


(6)

Gambar VII : Foto Nova Yanti Harefa. Warung Kopi di Sekitar Kota Gunungsitoli (Pasar Ya’ahowu), Tempat Kaum Lelaki Berinteraksi.

Gambar VIII : Foto Nova Yanti Harefa. Warung Kopi di Sekitar Kota Gunungsitoli (Simpang Meriam, Kampung Baru), Tempat Kaum Lelaki Berinteraksi.