PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP IBADAH GHAIRU MAGHDAH DENGAN MENERAPKAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING BAGI MAHASISWA PGSD FKIP UNILA

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup secara lebih efektif dan efisien, yang berarti pendidikan mempunyai makna yang lebih luas dan utuh yang mencakup segala aspek potensi manusia.

Hal itu sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU No.20 Th 2003 tentang sistem pendidikan nasional. “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab (Standar Nasional Pendidikan.2008:247).

Dari undang-undang tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan itu mengarah pada pengembangan segala aspek manusia dan dalam prosesnya untuk memenuhi kebutuhan dari seluruh potensi tersebut. Pendidikan mengarahkan dirinya menjadi sosok manusia yang memiliki kepribadian utuh dan sempurna. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut Pendidikan Agama Islam (PAI) sangat berperan. Pada jenjang Pendidikan Tinggi, PAI masuk pada kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian dan termasuk dalam kurikulum inti MPK. PAI merupakan kelompok mata kuliah yang menjadi landasan moral, spiritual dan


(2)

motivasi pengembangan keahlian bidang masing-masing, sehingga para lulusan Perguruan Tinggi Umum (PTU) tampil sebagai tenaga profesional yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, serta berahlak mulia sebagai perwujudan nilai-nilai Agama Islam. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam sebagai suatu mata kuliah tidak hanya memberikan pengehtahuan tentang Islam saja, tetapi harus di arahkan pada proses internalisasi nilai-nilai Islam pada diri mahasiswa. Proses internalisasi tidak secara otomatis terjadi begitu saja tanpa ada usaha dari guru/dosen, supaya mahasiswa dapat memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Islam dalam segala aspek kehidupan.

PAI sebagai mata kuliah inti dan wajib, sangat menentukan dan berperan dalam meningkatkan kualitas generasi muda (mahasiswa). Adapun mahasiswa yang akan menjadi subjek penelitian ini adalah, mahasiswa PGSD, FKIP Unila tahun pelajaran 2011/2012.

PGSD FKIP Unila bertujuan menghasilkan lulusan sebagai berikut :

1. Berkepribadian utuh, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, serta memiliki komitmen pada profesinya.

2. Menguasai bidang studi yang ada di SD kecuali bidang Agama dan Olahraga. 3. Memahami peserta didik dari segi pertumbuhan jasmani dan rohani .

4. Menguasai teori, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik, serta keterampilan mengajar.

5. Mampu membangun relasi sosial dalam era globalisasi, interaksi, dan komunikasi, serta kemampuan komputer.

6. Memiliki kompetensi menjadi guru kelas rendah SD (kelas I,II,III) atau guru dikelas tinggi SD (kelas IV,V,VI) yang berkonsentrasi pada 2bidang studi SD secara mendalam.

7. Mampu mengembangkan kepribadian dan profesionalisme guru SD.

8. Mampu melakukan penelitian untuk mengatasi masalah yang dihadapi dikelas dan disekolah. (Panduan Penyelenggaraan Program Sarjana FKIP Unila 2010:37)


(3)

Berdasarkan tujuan diatas, PAI menempati urutan teratas yaitu berkepribadian utuh, beriman, bertaqwa, berakhlaq mulia, serta memiliki komitmen pada profesinya. Untuk tercapainya tujuan tersebut harus ada usaha (upaya) khususnya dosen dalam proses pembelajaran, dalam kegiatannya hendaklah merupakan satu kesatuan yang utuh, terpadu, saling mengisi dan mengokohkan. Hal itu sesuai dengan sistem penilaian PAI. Pendidikan agama merupakan pendidikan yang bertujuan memberikan bekal kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor, tentang suatu agama yang dianut mahasiswa, khususnya Agama Islam.

Pembelajaran PAI yang dilaksanakan di PGSD Unila dalam bobot 3 SKS (2.1) persemester, harus mampu mewujudkan tujuan tersebut.Kenyataannya PAI yang dilaksanakan selama ini masih sebatas sebagai penyampai pengehtahuan tentang Agama Islam saja, hanya sedikit yang mengarah pada proses internalisasi nilai-nilai Islam pada diri mahasiswa. Dengan demikian perlu difikirkan suatu model pembelajaran yang bisa memberikan peluang kepada mahasiswa untuk terjadinya internalisasi nilai-nilai Islam tersebut. Untuk sampai kepada internalisasi nilai, maka diperlukan pemahaman yang benar, dan hal itu akan didapat jika mahasiswa berusaha menggunakan potensi yang dimiliki secara maksimal antara lain dengan berpikir. Salah satu model pembelajaran yang bisa memberikan peluang kepada mahasiswa untuk terjadinya internalisasi nilai-nilai Islam adalah model experiential learning.

Model experiential learning adalah salah satu model pembelajaran yang membuat mahasiswa mengasah kemampuannya sendiri melalui pengalaman yang meraka lalui, pengalaman tesebut dimaknai dan dikembangkan sendiri untuk mendapatkan


(4)

solusi dalam penyelesaian masalah yang ada dalam pengalaman mahasiswa yang sedang dibahas dalam pembelajaran model experiential learning. Yang dimaksud dengan model ini adalah” belajar sebagai proses dimana pengehtahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman, jadi pengehtahuan merupakan hasil perpaduan antara memahami dan mentrasformasi pengalaman” (David Kolb,1984:41)

Pokok Bahasan PAI, yang penulis jadikan dasar dalam penelitian ini adalah masalah ibadah, yang mana pada umumnya dalam Pokok Bahasan ini ada anggapan bahwa ibadah itu hanya mencakup aktivitas yang bersifat ritual saja, seperti: sholat, puasa, zakat, dsb sedangkan ibadah menurut Islam lebih luas lagi, mencakup segala aspek kehidupan ini, untuk memberikan pemahaman yang benar terhadap Pokok Bahasan ini, perlu ada suatu model pembelajaran yang dapat membuat mahasiswa mengasah kemampuannya sendiri melalui pengalaman yang telah mereka lalui, salah satu alternatif model yang mendukung adalah model experiential learning, karena model ini mampu mendorong dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, dimana manusia belajar, tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengalaman yang telah didapat dari aktivitas atau perbuatan.Seluruh perbuatan orang mukmin termasuk ibadah, ibadah adalah nama yang merangkum segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi oleh ALLAH SWT, berupa perkataan, perbuatan yang tampak dan yang tidak tampak dengan kecintaan, kepasrahan, dan ketundukan yang sempurna, serta membebaskan diri dari segala yang bertentangan dan menyalahinya.(Ibrahim Muhammad Abdullah Al-Buraikan, 2005:58).


(5)

Dalam penciptaan manusia tentu ALLAH SWT, mempunyai tujuan, sebagaimana yang dijelaskannya didalam Al-Qur’an surat Az-zariyat (51)ayat56 :















Artinya: Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi (beribadah) kepadaKu .

Berdasarkan ayat tersebut diatas bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin hanya untuk mengabdi (ibadah) kepada ALLAH SWT namun pada kenyataannya masih banyak diantara manusia (mahasiswa) yang kurang memahami maknanya secara benar sesuai dengan ketentuan-ketentuan Syari’at Islam, hal itu dapat dilihat dari jawaban-jawaban yang masih terpokus pada pengetahuan yang sangat terbatas, bahkan tidak mau berusaha mencari buku atau sumber-sumber belajar yang lain dan belum mampu secara kreatif dalam memecahkan masalah dan menemukan banyak gagasan berdasarkan konsep Syari’at Islam tersebut. Dari hasil survei yang penulis lakukan pada mahasiswa PGSD FKIP Unila masih dibawah standar kelulusan yaitu 80% dari keseluruhan mahasiswa yang mendapat nilai tuntas (80), sehingga penulis mencoba untuk menerapkan model yang sesuai untuk pembelajaran materi tersebut yaitu model experiential learning, adapun data dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut:

Tabel1.1.Data hasil kuis Penilaian Kemampuan Pemahaman konsep ibadah Mahasiswa FKIP Unila th 2010/2011.

Mahasiswa Penilaian Rata-rata

Kurang Cukup Baik Sangat baik

PGSD 3 17 12 4 6,7

BK 2 17 20 6 6,8


(6)

Keterangan :

 Sangat baik: apabila mahasiswa mampu menyelesaikan masalah dalam belajar Pendidikan Agama Islam dan dapat melaksakannya.

 Baik: apabila mahasiswa mampu menyelesaikan masalah, namun belum sepenuhnya dapat dilaksanakannya.

 Cukup:apabila mahasiswa kurang mampu dan belum melaksanakan seutuhnya.

 Kurang: apabila mahasiswa tidak mampu dan belum melaksanakan.

Berdasarkan tabel 1.1 diatas dapat diketahui bahwa kemampuan pemahaman mahasiswa tentang konsep ibadah cendrung menurun hal itu dapat dilihat dari nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa PGSD mendapatkan 6,7 dan BK mendapatkan 6,8. Dari hasil observasi tentang sikap mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran PAI juga cenderung menurun atau rendah tidak sesuai dengan konsep ibadah ghairu mahdah. Danjuga dari hasil wawancara dengan mahasiswa dan dosen mitra, hal ini disebabkan kemungkinan materi yang disampaikan kurang dikuasai dan model pembelajaran yang kurang tepat, sehingga mahasiswa merasa jenuh, untuk itu diperlukan sebuah model yang tepat untuk peningkatan pemahaman dan keaktifan dengan menerapkan model experiential learning.

Apabila hal ini dibiarkan maka bagaimana tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat tercapai yaitu mampu menampilkan sosok tenaga profesional yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berbudi pekerti luhur, berkepribadian yang utuh dan memiliki rasa tanggung jawab pada masyarakat, bangsa dan negara.


(7)

Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) sebagai wadah untuk mencetak guru SD yang memiliki kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian dan profesional, hal itu bukan pekerjaan yang mudah karena memerlukan kesungguhan dari semua pihak yang terlibat, khususnya dalam proses pembelajaran, masing-masing harus bisa melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara benar, karena setiap kegiatan yang dilakukan akan dipertanggung jawabkan kepada ALLAH SWT, karena itu harus bernilai ibadah, apabila suatu pekerjaan dilandasi dengan niat ikhlas, sesuai dengan ketentuan dan tujuannya hanya untuk memperoleh ridho ALLAH SWT.

“Proses pembelajaran dapat terselenggara dengan lancar efisien dan efektif bila ada interaksi yang positif, konstruktif dan produktif antara berbagai komponen yang terkandung dalam sistem pembelajaran tersebut. Guru yang profesional memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan semua komponen tersebut sehingga dapat berinteraksi secara positif’.( H.Malik ,2001:78). Melalui masalah tersebut diatas, maka peneliti tidak bisa menyalahkan mahasiswa saja, tetapi perlu introspeksi pada masing-masing komponen sistem pendidikan yang ada, walaupun pendidikan agama sudah diberikan sejak dari SD sampai ke Perguruan Tinggi. Hal ini dapat diidentifikasi ada faktor penghambat (problem) pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam tersebut.

Menurut M.Saekhan Muchith, sedikitnya ada 3 macam bentuk problem pembelajaran:

1. Problem yang bersifat metodologis. Tidak semua guru memiliki kemampuan dalam melaksanakan metode pembelajaran, akibatnya materi asal tersampaikan saja, pokoknya materi habis, soal siswa memahami materi atau tidak kurang mendapat perhatian dari guru.

2. Problem yang bersifat kultural. Problem yang berkaitan dengan karakter atau watak seorang guru dalam menyikapi atau mempersepsi terhadap proses pembelajaran, dimana guru merasa sosok figur yang paling pintar, cerdas, selalu digugu dan ditiru serta pemahaman bahwa pembelajaran merupakan lahan doktrin.

3. Problem yang bersifat sosial. Problem yang terkait dengan hubungan dan komunikasi antara guru dengan elemen lain yang ada diluar guru, adanya keharmonisan hubungan antara guru dan siswa, pimpinan dan juga sesama siswa, dengan kata lain kurang harmonis karena sistem kepemimpinan


(8)

yang kurang demokrasi atau kurang memperhatikan masalah kemanusiaan. (Muchith,2008:9).

Adapun alasan menggunakan model experiential learning dalam pembelajaran karena pembelajaran experiential learning merupakan proses belajar, proses perubahan yang menggunakan pengalaman sebagai media belajar atau pembelajaran. Experiential learning juga dilakukan melalui refleksi dan juga melalui suatu proses pembuatan makna dari pengalaman langsung dan berfokus bahwa orang belajar terbaik itu dari pengalaman, selain itu model experiential learning juga mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengehtahuan dan keterampilan melalui pengalaman secara langsung atau belajar melalui tindakan (Cahyani,2008).

Model experiential learning memiliki keunggulan diantaranya meningkatkan semangat pembelajar karena pembelajar aktif membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif karena, pembelajar bersandar pada penemuan individu, memunculkan kegembiraan dalam proses pembelajaran, juga mendorong serta mengembangkan berfikir kreatif, partisipatif untuk menemukan sesuatu, selain itu model ini akan mengakomodasi dan memberikan proses umpan balik serta evaluasi antara hasil penerapan dengan apa yang seharusnya dilakukan. Pada dasarnya experiential learning merupakan model pembelajaran yang mencakup model pembelajaran lain seperti: Humanizing the classroom, active learning,dsb (Sutrisno dalam Baharudin,2010:173). Dalam belajar PAI diperlukan suatu pemahaman yang benar, pemahaman akan didapat apabila mahasiswa berusaha secara maksimal untuk meningkatkan kemampuan dalam berfikir dan selalu berusaha mencari bahan, sumber-sumber yang dapat menambah pengehtahuan atau wawasan keislaman, supaya terhindar dari taklit atau mengikut tanpa dasar pengehtahuan, oleh karena itu diperlukan kreativitas atau berfikir kreatif.


(9)

Berpikir adalah aktivitas mental untuk merumuskan pengertian, mensintesis, menarik kesimpulan rasional tentang apa yang diperbuat atau diyakini. Mahasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif berarti mahasiswa tersebut telah mempunyai kreativitas dan mahasiswa yang mempunyai kreativitas berarti mempunyai aktivitas cukup tinggi. Aktivitas belajar merupakan semua kegiatan yang dilakukan oleh seseorang mahasiswa dalam konteks belajar untuk mencapai tujuan. Tanpa ada aktivitas maka proses belajar tidak akan berlangsung dengan baik. Aktivitas mahasiswa dalam proses pembelajaran tidak hanya mendengarkan dan mencatat saja, tapi semakin banyak aktivitas yang dilakukan mahasiswa dalam belajar, maka kreativitas mahasiswa akan semakin terlihat dan proses pembelajaran yang terjadi akan semakin baik.. (Olson dalam Didin Wahidin, 2009). Menjelaskan bahwa untuk tujuan penelitian mengenai berpikir kreatif, kreativitas (sebagai produk berpikir kreatif) sering dianggap terdiri dari dua unsur, yaitu kefasihan dan keluwesan (fleksibilitas). Kefasihan ditunjukkan dengan kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara lancar dan cepat. Keluwesan mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah. Berdasarkan alasan diatas maka penulis merasa tertarik untuk menerapkan model experiential learning pada pembelajaran PAI di PGSD FKIP Unila.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latarbelakang masalah diatas, maka identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya tentang ibadah masih belum sesuai dengan Baku Mutu Unila.


(10)

2. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di PGSD FKIP Unila khususnya tentang ibadah ghairu maghdah masih belum efektif dan efisien 3. Aktivitas pembelajaran pendidikan Agama Islam masih berpusat pada guru 4. Sumber belajar mahasiswa hanya terbatas pada guru.

5. Sistem penilaian Pendidikan Agama Islam di PGSD FKIP Unila hanya berorientasi pada aspek kognitif saja.

6. Pemahaman dalam memahami konsep ibadah ghairu maghdah pada mahasiswa PGSD FKIP Unila masih rendah.

1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah yang telah peneliti uraikan,maka batasan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan pembelajaran model experiential learning pada pokok bahasan ibadah dalam mata kuliah PAI masih belum disusun.

2. Proses pembelajaran PAI di PGSD FKIP Unila khususnya pokok bahasan ibadah masih belum efektif dan efisien.

3. Sistem penilaian PAI pada pokok bahasan ibadah masih belum mencakup 3 aspek (kognitif,afektif,psikomotor)

4. Peningkatan pemahaman konsep ibadah ghairu maghdah dengan menerapkan model experiential learning.

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah yang akan ditindak lanjuti oleh peneliti sebagai pedoman penelitian ini kedepannya :


(11)

1. Bagaimana desain perencanaan pembelajaran model experiential learning pada pokok bahasan ibadah dalam mata kuliah Pendidikan Agama Islam di PGSD FKIP Unila.

2. Bagaimana proses pembelajaran model experiential learning pada pokok bahasan ibadah diterapkan di PGSD FKIP Unila.

3. Bagaimana sistem penilaian pembelajaran model experiential learning dilaksanakan di PGSD FKIP Unila.

4. Bagaimana peningkatan pemahaman konsep ibadah ghairu maghdah setelah dilaksanakan pembelajaran model experiential learning di PGSD FKIP Unila.

1.5.Tujuan Penelitian Tindakan

Tujuan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu pemecahan masalah yang telah diuraikan peneliti yaitu untuk menganalisis:

1. Desain perencanaan pembelajaran model experiential learning pokok bahasan ibadah yang dapat dikembangkan di PGSD FKIP Unila.

2. Proses pembelajaran model experiential learning pada pokok bahasan ibadah

3. Sistem penilaian pembelajaran model experiential learning pokok bahasan ibadah di PGSD FKIP Unila setelah dilaksanakan model experiential learning pada mahasiswa PGSD FKIP Unila.

4. Peningkatan pemahaman konsep ibadah ghairu maghdah setelah dilaksanakan model experiential learning


(12)

1.6. Manfaat Penelitian

Peneliti berharap bahwa penelitian tindakan ini dapat bermanfaat secara teoristis maupun praktis dalam kegiatan proses pembelajaran. Manfaat yang peneliti harapkan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Teknologi Pendidikan, dalam kawasan Desain dan Pengelolaan Pembelajaran, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan yang akan disajikan kepada mahasiswa, terutama dalam pembelajaran PAI.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi guru/dosen

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi model pembelajaran alternatif dalam proses pembelajaran PAI. Dosen dapat mengehtahui permasalahan-permasalahan belajar mahasiswa dan cara mengatasinya. Dosen menjadi aktif dan kreatif dalam membelajarkan mahasiswa dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi serta situasi dan kondisi yang dihadapi mahasiswa, supaya materi dapat benar-benar dipahami, dihayati dan diamalkan.

b. Manfaat bagi mahasiswa

Dengan menerapkan model pembelajaran experiential learning yang membuat mahasiswa menggunakan pengalaman yang selama ini telah


(13)

didapat sebagai suatu yang dapat mengaktifkan kemampuan berpikir dan membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman langsung. c. Manfaat bagi peneliti

Manfaat bagi peneliti adalah dapat memperkaya wawasan mengenai model pembelajaran yang efektif dan efisien yang digunakan dalam proses pembelajaran PAI.


(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Teori Belajar

Menurut Hendry E Garret (dalam Prawiladilaga, 2008:22), berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu.

Menurut Winkel (dalam Darsono, 2002:4) menjelaskan bahwa belajar yaitu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang maknanya adalah pengalaman. Dan secara umum yaitu terjadinya perubahan dalam diri orang yang belajar karena pengalaman. Belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Dengan demikian guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan pemahaman dalam membangun gagasan.

Menurut Hilgrad dan Brower (dalam Baharudin, 2010:13) belajar (to learn) memiliki arti: 1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study; 2) to fix in the mind or memory, memorize; 3) to acquire trough experience; 4) to become in forme of to find out. Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengehtahuan atau menguasai pengehtahuan melaluipengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan demikian belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.


(15)

Menurut Cronbach, “Learning is shown by change in behauvior as result of

experience”. Belajar yang terbaik adalah melalui pengalaman (Baharudin, 2010:13).

Menurut Sutikno, belajar adalah suatu “ Proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya “.(2004:5)

Sedangkan menurut syari’at Islam belajar itu merupakan suatu kewajiban yang dijelaskan oleh ALLAH SWT dalam surat Al-Alaq ayat 1-5



















































Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan mu yang telah menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah, dan Tuhan mu lah yang Maha Mulia yang mengajar (manusia) dengan pena, dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (DEPAG, 2007:904).

Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa belajar itu merupakan kewajiban bagi setiap orang, yang dimulai dari membaca dan menulis, sehingga dengan belajar akan memperoleh pengetahuan.

Dan dalam surat Al-Mujadallah ayat 11 yang berbunyi:


































(16)































Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, Apa bila dikatakan kepadamu.”Berilah kelapangan di dalam majlis-majlis.” Maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan AllahMaha teliti apa yang kamu kerjakan. (DEPAG, 2007:793) Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa begitu pentingnya belajar dan dengan belajar akan memperoleh pengetahuan danAllah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu, sehingga dapat menjalani kehidupan ini sesuai dengan kahendak dan ketentuan Nya.

Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat berhasil dengan baik.

2.1.2Teori Belajar konstruktivisme

Pendekatan konstruktivistik dalam belajar dan pembelajaran didasarkan pada perpaduan antara Psikologi kognitif dan psikologi sosial. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau


(17)

diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Sagala (2007:7), Mahasiswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dosen hanya memfasilitasi proses pembelajaran dengan menggunakan cara-cara yang membuat sebuah informasi menjadi bermakna dan relevan bagi siswa. Piaget dalam Utomo (2000:10) mengemukakan empat konsep dasar proses adaptasi:

a.Skemata

Dimana manusia cenderung mengorganisasikan tingkah laku dan pikirannya. Hal ini mengakibatkan adanya sejumlah struktur psikologis yang berbeda bentuknya pada setiap fase atau tingkatan perkembangan tingkah laku dan kegiatan berfikir manusia.

b. Asimilasi

Asimilasi merupakan proses kognitif dan penyerapan pengalaman baru ketika seseorang memadukan stimulus atau persepsi ke dalam skemata atau perilaku yang sudah ada. Dengan demikian asimilasi adalah proses kognitif individu dalam usahanya mengadaptasikan diri dengan lingkungannya.asimilasi berlangsung secara terus- menerus

c. akomodasi

suatu proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai dengan pengalaman baru. Dalam akomodasi individu dipaksa mengubah struktur mentalnya agar cocok dengan stimulus yang baru.


(18)

d. Keseimbangan (equilibrium)

dalam proses adaptasi terhadap lingkungan, individu berusaha untuk mencapai struktur mental atau skemata yang stabil.dengan adanya keseimbangan ini, maka efisiensi interaksi antara anak yang sedang berkembang dengan lingkungannya dapat tercapai dan terjamin. Pada saat seseorang berbagi pengetahuan dengan orang lain dan akhirnya pengetahuan itu menjadi pengetahuan personal yang biasa disebut ”private Speech”. Perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan perkembangan bahasanya. Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan.

Maryati (2003: 20) menyatakan bahwa, “Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu interaksi merupakan stimulus bagi individu lain yang menjadi pasangannya. Trianto, (2010: 26) dalam pandangan konstruktivis srtategi memperoleh lebih diutamakan. Dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.

2.1.3Teori Belajar Humanisme

Pendekatan humanistik muncul sebagai bentuk ketidak setujuan pada dua pandangan sebelumnya, yaitu pandangan psikoanalisis dan behavioristik dalam menjelaskan tingkah laku manusia. Salah satu ide yang penting dalam pendidikan


(19)

humanistik adalah siswa harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar. Pendekatan humanistik dalam pembelajaran menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi yang terbuka dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa.

Miller dalam Zuchdi (2008 : 27) menyatakan bahwa Humanizing of theclassroom merupakan model yang dilatarbelakangi oleh kondisi sekolah yangotoriter, tidak manusiawi, sehingga banyak menyebabkan peserta didik putus asa,yang akhirnya mengakhiri hidupnya alias bunuh diri. Kasus ini banyak terjadi di Amerika Serikat dan Jepang. Tilaar (2004:10) menyatakan bahwa humanisasi pendidikan merupakan upaya untuk menyiapkan generasi yang cerdas nalar, cerdas emosional dancerdas spiritual bukan menciptakan manusia yang kerdil, pasif, dan tidak mampu mengatasi persoalan yang dihadapi. Menurut Zuchdi (2008: 27) Ada beberapa model pembelajaran yang humanistik yaitu:

a. Humanizing of the classroom.

Dilatarbelakangi oleh kondisi sekolah yang otoriter, tidak manusiawi, sehingga banyak menyebabkan peserta didik putus asa yang akhirnya mengakhiri hidupnya. Kasus ini banyak terjadi di Amerika Serikat dan Jepang.

b. Active learning.

Asumsi dasar yang dibangun dari model pembelajaran ini adalah bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Mereka mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah dan


(20)

menerapkan apa yang mereka pelajari. Dalam active learning, cara belajar dengan mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan mendiskusikan dengan mahasiswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, dan cara untuk menguasai

c.Quantum learning.

Belajar dengancara pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Dalam prakteknya, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar dan neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Quantum learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya. Dengan metode belajar yang tepat siswa bisa meraih prestasi belajar secara berlipat-ganda.

d.The accelerated learning.

Pembelajaran yang dipercepat. Konsep dasar dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Cara ini menyatukan unsur-unsur yang sekilas tampak tidak mempunyai persamaan, tampak tidak mempunyai persamaan, misalnya hiburan, permainan, warna, cara berpikir positif, kebugaran fisik dan kesehatan emosional. Namun semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman belajar yang efektif. Perubahan


(21)

yang dilakukan tidak terbatas pada substansi materi saja, tetapi yang lebih penting pada aspek metodologis yang dipandang sangat manusiawi.

2.1.4 Teori Pembelajaran

Prawiradilaga (2008: 19) pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan somber belajar pada suatu lingkungan belajar, proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien.

Pembelajaran merupakan perubahan istilah, sebelumnya dikenal dengan istilah Proses Belajar Mengajar (PBM) dan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).

Sedangkan pembelajaran, seperti yang didefinisikan Hamalik (2001: 12) adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, internal material fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang paling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Mulyasa (2005: 12) pembelajaran pada hakikatnya adalah interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga, terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam pembelajaran tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan individu tersebut.

Menurut Dimyati (2009: 297) Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. UUSPN No. 20 tahun 2003


(22)

menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pengertian pembelajaran juga tersirat dalam Surat Al Kahfi ayat 66 yang berbunyi :

























Artinya: Musa berkata kepada Khidhir. "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?" (2007: 454)

Ayat di atas menunjukkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik atau guru, ada tujuan yang hendak dicapai, ada materi, adamotivasi dari peserta didik sehingga kompetensi yang direncanakan dapat tercapai dengan baik, perlunya keikhlasan seorang guru dalam memberikan pembelajaran sehingga apa yang disampaikan akan mudah diterima siswa dan bermanfaat bagi kehidupan siswa.

Teori Pembelajaran Gagne (1993) dalam prawiradilaga (2008: 25) terkenal dengan sebutan events of instructional (peristiwa pembelajaran) yang terdiri atas sembilan tahapan yaitu: (1) stimulation to gain attention to ensure the reception of stimuli, (2) informing learners of the learning objectives, to establish appropriate expectations, (3) reminding learners of previouly learned content for retrieval 'from LTM, (4) dear and distinctive presentation of material to ensure selective perception, (5) guidance of learning by suitable semantic encoding, (6) eliciting performance, involving response generation, (7) providing feedback about performance, (8) assessing the performance, involving additional response feedback accasions, (9) arranging variety of practice to aid future retrieval and transfer.

Kesembilan langkah di atas dapat disederhanakan menjadi empat kegiatan besar, yaitu: langkah 1 sampai 3 merupakan kegiatan pengajar untuk memotivasi


(23)

pebelajar dengan berbagai cara, langkah 4 sampai 7 merupakan kegiatan penyampaian materi, langkah 8 untuk menilai basil. langkah 9 pemberian tugas atau pengayaan.

Dari beberapa pendapat di atas jelas terdapat perbedaan pengertian antara belajar dengan pembelajaran, belajar lebih di titik beratkan pada proses yang dilakukan oleh seseorang untuk dapat mempunyai kompetensi tertentu yang dilakukan secara sepihak. Sedangkan pembelajaran adalah proses belajar yang dilakukan melalui interaksi antara peserta didik dengan pendidik atau lingkungannya, untuk mengembangkan kemampuan berfikir siswa dan meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru.

2.1.5 Pemahaman Belajar

Pemahaman belajar merupakan kemampuan belajar mahasiswa secara keseluruhan, yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan sikap yang bersangkutan, setelah melakukan proses pembelajaran. Hasil pemahaman belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu, namun penekanannya berbeda. Mata pelajaran yang menuntut kemampuan praktik lebih menitik beratkan pada ranah psikomotor sedangkan mata pelajaran yang menuntut kemampuan teori lebih menitik beratkan pada ranah kognitif, dan keduanya selalu mengandung ranah afektif Mata pelajaran PAI mencakup semuanya.


(24)

nilai dan pedoman yang mengantarkan mahasiswa dalam mengembangkan keilmuan dan profesinya, serta kepribadian Islami. Yang akan menghasilkan mahasiswa yang beriman, bertaqwa, berilmu dan berakhlak mulia, serta menjadikan ajaran Islam sebagai landasan berpikir dan berprilaku dalam pengembangan keilmuan dan profesi serta kehidupan bermasyarakat”. (Kementrian Agama RI, 2010: 5).

Sudjana mengatakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki mahasiswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Djamarah (2006: 16). Hasil belajar pada dasarnya adalah suatu kemampuan yang berupa keterampilan dan perilaku baru sebagai akibat latihan atau pengalaman. Gagne dan Briggs dalam sudrajad (2008: 2) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh seseorang sesudah mengikuti proses belajar, dan Reigeluth mengemukakan bahwa hasil belajar adalah prilaku yang dapat diamati yang menentukan kemampuan yang dimiliki seseorang.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman belajar adalah hasil dari aktivitas pembelajaran yang mengakibatkan perubahan baik berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dalam bentuk angka dan nilai. Proses belajar dan penilaian hasil belajar memiliki keterkaitan yang sangat erat. Baik tidaknya proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh. Sebaliknya tinggi rendahnya hasil belajar merupakan cerminan dari kualitas belajar dan usaha pembelajaran yang dilakukan.

2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Belajar dan Pembelajaran

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa belajar adalah hal yang menimbulkan proses perubahan pengetahuan,sikap dan prilaku(kognitif,afektif dan psikomotor).


(25)

Sampai dimana perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata lain, berhasil dan tidak bergantung pada beberapa faktor.

Menurut Slameto (2003:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu: a. Faktor Intern

Yang termasuk dalam faktor intern antara lain: 1. Faktor jasmaniah

Yang termasuk faktor jasmaniah yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar akan terganggu bila kesehatan seseorang terganggu. Demikian juga dengan cacat tubuh, siswa yang mempunyai cacat tubuh, belajarnya juga akan terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya siswa tersebut belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu.

2. Faktor Psikologis

Faktor yang tergolong dalam faktor psikologis yaitu antara lain; intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, dan kematangan.

3. Faktor Kelelahan

Kelelahan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan kondisi tubuh yang lemah dan kurang bersemangat. Kelelahan rohani dapat dilihat adanya


(26)

kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu menjadi hilang.

b. Faktor Ekstern

Yang termasuk dalam faktor ekstern yaitu: 1. Faktor Keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, hubungan antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi rumah tangga.

2. Faktor Sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, disiplin sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.

3. Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh ini terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya suatu perubahan yang sifatnya relatif menetap yang menpengaruhi kognitif, afektif maupun psikomotor karena adanya suatu pengalaman dan berinteraksi dengan lingkungan. Sedangkan pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks yang tidak sepenuhnya dapat


(27)

dijelaskan. Pembelajaran secara simple dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran hakekatnya adalah usaha sadar dari seorang pendidik untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

2.2 IBADAH

2.2.1 Pengertian Ibadah

Ibadah merupakan tugas dan tanggung jawab serta tujuan hidup seorang hamba kepada Yang Maha Kuasa ALLAH SWT, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia sebagaimana yang di syariatkan dalam Ajaran Islam dan kita laksanakan (amalkan) dalam hidup sehari-hari, yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadist, ALLAH SWT menginginkan segala yang kita lakukan dalam hidup ini, baik jasmani maupun rohani menjadi ibadah, sekalipun kita diam (berdiam diri).

Ibadah berasal dari kata Abdun yaitu ibadah, secara etimologis (bahasa) berarti ketaatan, ketundukan, kepatuhan, penghambaan dan pengagungan. Sedangkan menurut istilah Agama Islam ialah tindakan, menurut, mengikut dan mengikat diri kepada segala sesuatu yang disyariatkan ALLAH SWT dan Rasul-Nya. Dalam Al-Qur’an penggunaan kata ibadah seperti : ibadah yang bermakna ketaatan (QS 36:60; QS 9:31), Ibadah yang bermakna penghambaan dan ketaatan. (QS 2:172; QS 26:22; QS 23:45-47), Ibadah yang bermakna pemujaan/ penyembahan. (QS 40:66; QS 46:5-6), Ibadah yang bermakna penghambaan, kekuatan dan


(28)

penyembahan. (QS 20:14; QS 6:102; QS 12:40; QS 18:110). Ayat-ayat tersebut ada di lampiran.

Ayat-ayat tersebut menjelaskan tentang makna ibadah. Membatasi makna Ibadah dengan hanya Taalluh (penyembahan) saja atau Al Ita'ah (ketaatan) saja atau Al Ubudiyyah (penghambaan) saja adalah tidak dibenarkan, karena ibadah dalam ayat-ayat Qur’an tersebut mengandung tiga makna sekaligus yaitu penyembahan, ketaatan dan penghambaan yang hanya di tunjukkan kepada Allah saja tidak pada yang lain.

Menurut Ibnu Taimiyyah ibadah adalah sebuah kata yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan di ridhoi ALLAH SWT dari perkataan dan perbuatan, lahir maupun batin”. Oleh karena itu sholat, puasa, zakat, haji, jujur, melaksanakan amanah, berbakti kepada orang tua, menyambung tali silaturahmi, menepati janji, amal ma’ruf nahi munkar, berjihat melawan orang kafir dan munafik, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, musafir (yang memelukan pertolongan), binatang, berdoa, berzikir, membaca dan sebagainya termasuk ibadah. Demikian pula mencintai ALLAH SWT dan Rossul-Nya, takut kepada ALLAH SWT, tobat kepada-Nya, bersyukur atas nikmat-kepada-Nya, ridho dengan takdir-kepada-Nya, bertawakal kepada-Nya, mengharap rahmat-Nya, takut kepada siksa-Nya dan sebagainya termasuk ibadah.(Abu Fatiah Al Adnani,2005:8).

Menurut Ibrahim Al Buraikan, Ibadah adalah nama yang mencakup segala sesuatu yang diridhoi Allah dan dicintai Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang lahir maupun batin, dengan penuh rasa cinta, kepasrahan (menyerah) dan ketundukan (taat) yang sempurna, serta membebaskan diri dari segala hal yang bertentangan dan menyalahinya(Abu Fatiah Al Adnani (2005;7).

Menurut Muhammad Quthb "Perasaan seorang muslim dalam perjalanan mencari rizki, mencari ilmu, mengupayakan kemakmuran bumi dan setiap aktivitas fisik, akal dan jiwanya adalah (bisa bernilai) ibadah. (Nilai) Ibadah yg dilaksanakan


(29)

dengan keikhlasan yg sama dengan keikhlasan untuk melaksanakan (ibadah) shalat” (Muh Quthb dalam Ahmad Syakir, 2011: 5). Ternyata menuntut ilmu, mendidik & membesarkan anak, bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga, bahkan menyingkirkan duri dari jalanan pun bisa mempunyai nilai ibadah. Secara umum ibadah berarti mencakup semua prilaku dalam semua aspek kehidupan yang sesuai dengan ketentuan ALLAH SWT, yang dilakukan dengan ikhlas untuk mendapatkan ridho ALLAH SWT.

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa makna ibadah menurut istilah ialah seluruh kegiatan lahir dan batin dalam pengamalan aqidah, syari’ah dan akhlak yang diikuti dengan rasa cinta kepada ALLAH SWT. Inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia yang didalam firman-Nya dalam QS Ad-dzariyat (51:56)















Artinya : Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada- Ku.

Dalam pelaksanaan ibadah tentunya ada syarat-syarat tertentu, sehingga sesuatu yang kita kerjakan dinilai ALLAH SWT sebagai ibadah, syarat yang harus dipenuhi yaitu:

1. Lillah, yaitu niat yang ikhlas, niat hanya karena Allah SWT semata, niat hanya untuk mencari keridhaan Allah SWT.

2. Billah, yaitu pelaksanaannya seperti yg diperintahkan Allah dan yg dicontohkan oleh Rasulullah (ittiba'). Misalnya, kita mecontoh bagaimana


(30)

Rasulullah shalat, puasa, bersillaturrahiim, bertetangga, bertutur kata, memimpin umat dan sebagainya.

3. Illallaah, yaitu dengan tujuan hanya untuk mencari keridhaan Allah semata. Firman Allah: Dan di antara manusia ada orang yg mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (QS. 2:207)

Jika salah satu saja syarat di atas tidak terpenuhi dalam melaksanakan peribadatan kepada Allah SWT, maka ibadah tersebut tertolak dan tidak bernilai ibadah di sisi ALLAH SWT.

2.2.2 Ruang Lingkup Ibadah dan Hubungannya Dengan Kehidupan

Ruang lingkup ibadah itu sangat luas, dalam garis besarnya ibadah itu terbagi 2 yaitu ibadah khusus (magdhah) dan ibadah umum (ghairu magdhah). Ibadah khusus adalah langsung kepada ALLAH SWT yang telah ditentukan macam, tatacara dan syarat rukun-nya oleh ALLAH SWT. Sedangkan ibadah umum atau ghairu magdhah adalah ibadah yang jenis dan macamnya tidak ditentukan baik dalam Al-Qur’an maupun Hadist. Karena itu ibadah ini menyangkut segala perbuatan yang dilakukan oleh seorang muslim. Perbuatan tersebut dapat dipandang sebagai ibadah, apabila tidak termasuk yang dilarang ALLAH SWT atau Rossul-Nya yang dilakukan dengan niat karena ALLAH SWT.Niat yang baik tidak dapat menghalalkan yang haram, misal : mencuri tidak menjadi halal walaupun diniatkan untuk membangun masjid, sebaliknya niat yang buruk dapat mengharamkan sesuatu perbuatan tertentu yang halal. Niat baik yang belum dilakukan sudah dinilai sebagai ibadah dan sudah mendapat pahala, sedangkan


(31)

niat buruk yang belum dilaksanakan tidak dinilai sebagai perbuatan buruk atau dosa. Rossulullah SAW bersabda, yang artinya : “sesungguhnya setiap amal (perbuatan) itu tergantung dari niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan

sesuatu (balasan perbuatan) sesuai dengan niatnya”. hadist jama’ah)

Perbedaan antara ibadah khusus dan umum terletak pada perbedaan sebagaimana dinyatakan oleh kaidah bahwa ibadah dalam arti khusus semuanya dilarang kecuali yang diperintahkan dan dicontohkan, sedangkan ibadah dalam arti umum semuanya dibolehkan kecuali yang dilarang. (Toto Suryana, 2010:111).

Dengan demikian, sasaran dan ruang ligkup ibadah itu tidak terbatas. Pada hakekatnya setiap perbuatan atau perkataan kebajikan yang dilakukan dengan niat karena ALLAH, itu sudah mengandung nilai ibadah, dengan demikian, segala kegiatan dalam kehidupan dapat dijadikan ibadah asal sesuai dengan peraturan ALLAH dan dikerjakan karena ALLAH, dalam hal ini ibadah harus dilakukan dengan mukhlis (benar), sebab banyak orang yang melakukan ibadah karena ALLAH semata, tetapi ibadah yang dikerjakan itu salah, maka tertolaklah ibadah itu. (Dimyati Abu Saeri, 2008:10)

Orang senantiasa mengamalkan ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah umum pada umunya mempunyai akhlak baik, sebab mereka sudah terbiasa melatih diri melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan, yang menjadi inti dari budi pekerti yang amat mulia. Dalam hal ini penulis kemukakan bahwa ibadah itu mempunyai 2 wajah. Pertama, wajah kepada ALLAH SWT, menyembah dan berbhakti kepada ALLAH dengan tujuan mendapat tempat yang mulia, dan yang kedua adalah wajah terhadap dirinya yaitu akan menempa kepada kepribadian yang baik dan utama.


(32)

Sebagaimana yang dijelaskan diatas bahwa ibadah itu, tidaklah sesempit apa yang dipahami oleh sebagian umat Islam, yang menganggap bahwa ibadah itu hanya membicarakan akherat (mati) dan melakukan beberapa jenis ibadah tertentu saja. Jika berbicara ibadah yang tergambar hanyalah masjid, sholat, puasa, baca Al-Qur’an, berdoa, dsb, itu adalah pemahaman yang sempit, ibadah dalam Islam tidak demikian.

Islam adalah agama yang lengkap sebagai suatu suprasistem yang merangkum semua bidang kehidupan dunia dan akherat. Dunia merupakan ladang untuk menanam segala kebaikan untuk kebahagiaan hidup dunia dan akherat, semua itu akan diperoleh melalui kegiatan atau aktivitas yang benilai ibadah (Toto Suryana, 2008:22).

Karena itu setiap perbuatan manusia selalu memiliki aspek dunia dan aspek akherat sebagaimana dijelaskan ALLAH SWT dalam QS Az-Zalzalah (99) : 7-8





























Artinya :

“Maka barang siapa mengerjakan kebaikan setiap seberat zarrah,niscaya dia akan melihat balasan-Nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan-Nya). (Depertemen Agama, 2007:909).

Setiap perbuatan, perkataan manusia lahir dan batin yang disukai dan diridhoi oleh ALLAH SWT seperti membantu orang sakit, meringankan beban dan kesukaran hidup orang lain, memenuhi keperluannya, menolong orang yang


(33)

teraniaya, mengajar dan membimbing orang lain adalah ibadah. Dengan kata lain semua kegiatan-kegiatan yang diizinkan oleh ALLAH SWT atau yang tidak dilarang dan dilaksanakan dengan ikhlas serta tujuannya memperoleh ridho ALLAH SWT maka pekerjaan tersebut akan bernilai ibadah.

2.2.3 Hikmah dan Tujuan Ibadah

Hikmah secara etimologis (kebijaksanaan) , pengetahuan, baik yang hadasiat (intuitip) maupun yang akliyah (logika). Disamping itu hikmah juga diartikan sebagai hasil atau buah dari satu prilaku yang biasa dialami, dirasakan oleh pelakunya maupun oleh masyarakat sebagai manfaat dan rahmat dari ALLAH SWT. (Zakiah Daradjat, 2010:33).

Setiap yang kita lakukan haruslah sesuai dengan ketentuan ALLAH SWT yang disertai dengan niat yang ikhlas untuk mendapatkan ridho ALLAH SWT sebagai wujud penghambaan seorang manusia. Sebagai penghambaan seorang muslim maka ia harus menyadari betapa pentingnya ibadah yang terus menerus, bukan hanya dalam aspek-aspek tertentu saja, maka apa yang dilakukan tersebut akan memperoleh hasil yang akan dirasakan oleh pelakunya maupun masyarakat lingkungannya baik di dunia maupun nanti di akherat.

Tujuan penciptaan manusia sudah dijelaskan ALLAH didalam Al-Qur’an yaitu bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah dan sekaligus sebagai hamba (abdullah) dalam menata dan memakmurkan kehidupan dunia dengan kemampuan fikir dan sekaligus secara simultan sebagai hamba ALLAH SWT yang setiap saat tidak lepas dari ingatannya/zikirnya kepada ALLAH SWT, antara zikir dan fikir ada kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, antara khalifah dan abdullah (hamba)


(34)

adalah 2 fungsi yang diperankan secara simultan. (Djamaludin Darwis, 2010:128).

Sebagaimana yang diikrarkan dalam sumpah setia kepada ALLLAH SWT ketika manusia masih dalam rahim QS Al-A’raaf (7):172























































Artinya :dan (ingatlah) ketika Tuhan mu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan ALLAH SWT mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman) “bukankah aku ini Tuhan mu?” mereka menjawab, “betul (engkau Tuhan kami) kami bersaksi” (kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.” (Departemen Agama, 2007:232).

Manusia dengan potensi yang dimilikinya diserahi tugas hidup yang merupakan amanat dari ALLAH SWT, tugas itu akan dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya yang pada saatnya nanti, tugas besar yang dipikul manusia dimuka bumi disebut tugas kekhalifahan yaitu tugas kepemimpinan, wakil ALLAH SWT dimuka bumi, pengelolaan dan pemeliharaan alam dan juga tugas sebagai hamba ALLAH SWT (abdullah). Seorang hamba berarti orang yang taat dan patuh pada perintah ALLAH SWT. (Toto Suryana, 2010:19).

Dari kedua tugas dan tanggung jawab tersebut diatas tertata dalam diri setiap muslim sedemikian rupa, keduanya harus seimbang, dan merupakan satu kesatuan dalam menyempurnakan nilai-nilai kemanusiaannya. Akan tetapi dalam penelitian ini hanya akan dibahas ibadah dalam pengertian secara umum atau ibadah ghairu maghdah yang telah penulis sebutkan sebelumnya.


(35)

Kita tidak hanya mengerjakan ibadah khusus semata-mata dan meninggalkan ibadah yang umum atau sebaliknya karena keduanya merupakan tugas dan tanggung jawab serta tujuan hidup manusia. Dan bagi orang-orang yang beriman keimanan menuntut kita merealisasikannya didalam kehidupan ini.

Sebagaimana yang sudah dijanjiakan ALLAH SWT dalam QS fussilat (41):30









































Artinya :”sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah ALLAH SWT” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata) “janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati, dan bergembiralah dengan(memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepada mu”.(Departemen Agama, 2007:688).

Dari ayat diatas tersirat bahwa hikmah dari pelaksanaan ibadah adalah mempunyai keteguhan hati serta menempati derajat tertinggi di dunia dan akherat. 2.3 Pembelajaran Experiential Learning

2.3.1 Pengertian Model Experiential Learning

Pembelajarandengan model experiential learningmulaidiperkenalkanpadatahun 1984 oleh David Kolb dalambukunya yang berjudul“ Experiential Learning,

experience as the source of learning and development”. Experiential Learning mendefinisikan belajar sebagai “proses bagaimana pengetahuan diciptakan


(36)

melalui perubahan bentuk pengalaman. Pengetahuan diakibatkan oleh kombinasi pemahaman dan mentransformasikan pengalaman” (Kolb 1984: 41).Experiential Learning merupakan sebuah model holistic dari proses pembelajaran di mana manusia belajar, tumbuh dan berkembang. Penyebutan istilah experiential learning dilakukan untuk menekankan bahwa experience (pengalaman) berperan penting dalam proses pembelajaran dan membedakannya dari teori pembelajaran lainnya seperti teori pembelajaran kognitif ataupun behaviorisme (Kolb, 1984 :42).

Gagasan tersebut akhirnya berdampak sangat luas pada perancangan dan pengembangan model pembelajaran seumur hidup (lifelong learning models). Pada perkembangannya saat ini, menjamurlah lembaga-lembaga pelatihan dan pendidikan yang menggunakan Experiential Learning sebagai metode utama pembelajaran bahkan sampai pada kurikulum pokoknya. Kolb mengusulkan bahwa experiential learning mempunyai enam karakteristik utama, yaitu:

 Belajar terbaik dipahami sebagai suatu proses. Tidak dalam kaitannya dengan hasil yang dicapai.

 Belajar adalah suatu proses kontinyu yang didasarkan pada pengalaman.  Belajar memerlukan resolusi konflik-konflik antara gaya-gaya yang

berlawanan dengan cara dialektis.

 Belajar adalah suatu proses yang holistik.

 Belajar melibatkan hubungan antara seseorang dan lingkungan.

 Belajar adalah proses tentang menciptakan pengetahuan yang merupakan hasil dari hubungan antara pengetahuan sosial dan pengetahuan pribadi. Experiential learning itu adalah proses belajar, proses perubahan yang menggunakan pengalaman sebagai media belajar atau pembelajaran. ExperientialLearning adalah pembelajaran yang dilakukan melalui refleksi dan juga melalui suatu proses pembuatan makna dari pengalaman langsung.


(37)

Experiential Learning berfokus pada proses pembelajaran untuk masing-masing individu (David A. Kolb 1984).

Experiential Learning adalah suatu pendekatan yang dipusatkan pada siswa yang dimulai dengan landasan pemikiran bahwa orang-orang belajar terbaik itu dari pengalaman. Dan untuk pengalaman belajar yang akan benar-benar efektif, harus menggunakan seluruh roda belajar, dari pengaturan tujuan, melakukan observasi dan eksperimen, memeriksa ulang, dan perencanaan tindakan. Apabila proses ini telah dilalui memungkinkan siswa untuk belajar keterampilan baru, sikap baru atau bahkan cara berpikir baru.

Experiential learning memiliki makna yang berbeda-beda, namun mengacu kepada satu pemikiran. Menurut Association for Experiential Education(AEE), experiential learning merupakan falsafah dan metodologi dimana pendidik terlibat langsung dalam memotivasi peserta didik dan refleksi difokuskan untuk meningkatkan pengetahuan, mengembangkan keterampilan. “Experiential learning mendorong siswa dalam aktivitasnya untuk berpikir lebih banyak, mengeksplor, bertanya, membuat keputusan, dan menerapkan apa yang telah mereka pelajari”. Belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan antara berbuat dan berpikir. Jika seseorang terlibat aktif dalam proses belajar maka orang itu akan belajar jauh lebih baik. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar tersebut pembelajar secara aktif berpikir tentang apa yang dipelajari dan kemudian bagaimana menerapkan apa yang telah dipelajari dalam situasi nyata(Mardana (2005:10). Sedangkan Atherton (2002:15) mengemukakan bahwa dalam konteks belajar, pembelajaran berbasis pengalaman dapat dideskripsikan sebagai proses


(38)

dimana pengalaman belajar direfleksikan secara mendalam dan dari sini munculpemahaman baru atau proses belajar. Model pembelajaran semacam ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif. Lebih lanjut, Hamalik menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan pengalaman memberi seperangkat atau serangkaian situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru (Hamalik,2001:23) Cara ini mengarahkan para mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman lebih banyak melalui keterlibatan secara aktif dan personal, dibandingkan bila mereka hanya membaca suatu materi atau konsep. Dengan demikian, belajar berdasarkan pengalaman lebih terpusat pada pengalaman belajar mahasiswa yang bersifat terbuka dan mahasiswa mampu membimbing dirinya sendiri. Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa penerapan model experiential learning dapat membantu mahasiswa dalam membangun pengetahuannya sendiri (Depdiknas, 2002:12).

Model pembelajaran experiental learning disusun dan dilaksanakan dari hal-hal yang dimiliki oleh peserta didik. Prinsip inipun berkaitan dengan pengalaman di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta dalam cara-cara belajar yang biasa dilakukan oleh peserta didik (Sudjana, 2005:20). Experiential Learning adalah suatu proses pembelajaran yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan danketerampilan serta nilai-nilai juga sikap melalui pengalamannya secara langsung(Cahyani, 2003). Oleh karena itu, model ini akan bermakna tatkala pembelajar berperan serta dalam melakukan kegiatan. Kemudian, mereka mendapatkan pemahaman serta menuangkannya dalam bentuk lisan atau tulisan sesuai dengan tujuan pembelajaran.


(39)

Dengan demikian, dari pernyataan-pernyataan di atas dapat diambil sebuahpengertian bahwa experiential learning adalah suatu model pembelajaran yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung.ExperientialLearning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk membantu pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran sehingga pembelajar terbiasa berpikir kreatif. Peran guru atau dosen dalam pembelajarana ini adalah sebagai fasilitator.

2.3.2 Landasan atau Konsep Dasar Model Experiential Learning

Experiental learning theory (ELT), yang kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential learning , dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an. Model ini menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holiostik , pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-teori belajar lainnya. Istilah “experientrial” di sini untuk membedakan anatara teori belajar kognitif yang cenderung menekankan kognisi lebih daripada afektif. Dan teori belajar behavior yang menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar (Kolb dalam Baharudin dan Esa, 2007: 165).

Pengalaman sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kekuatan dalam pembangunan manusia sudah tampak sejak awal abad IV SM. Gagasan pendidikan berbasis pengalaman (experiential education) atau yang disebut “learning by doing” memiliki sejarah panjang. Awalnya, para guru outdoor menyebut experiential education sebagai gaya belajar di luar ruangan. Senada dengan itu, program pendidikan petualangan, yang berlangsung di luar ruangan (outdoor), memanfaatkan pengalaman di dunia nyata untuk mencapai tujuanbelajarnya. Pemikiran mengenai pendidikan berbasis pengalaman semakin berkembang dengan munculnya karya John Dewey (1938) yang mengungkapkan pentingnya


(40)

pembelajaran melalui pengalaman sebagai landasan dalam menetapkan pendidikan formal. Model pendidikan ini terus berkembang, hingga pada tahun 1977 berdiri Association for Experiential Education (AEE) (Hammerman, 2001:20).

Model Experiential Learning adalah suatu model pembelajaran yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung. Dalam hal ini, Experiential Learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran. David Kolb, mengembangkan Model Experiential Learning yang dapat digambarkan seperti berikut ini:

Mengacu pada gambar di atas, pada dasarnya pembelajaran Model Experiential Learning ini sederhana dimulai dengan melakukan (do), refleksikan (reflect) dan kemudian terapkan (apply). Jika dielaborasi lagi maka akan terdiri dari lima langkah, yaitu mulai dari proses mengalami (experience), berbagi (share), analisis pengalaman tersebut (proccess), mengambil hikmah atau menarik kesimpulan (generalize), dan menerapkan (apply). Begitu seterusnya kembali ke fase pertama, alami. Siklus ini sebenarnya tidak pernah berhenti.


(41)

Masing-masing tujuan dari rangkaian-rangkaian tersebut kemudian muncullah langkah-langkah dalam proses pembelajaran, yaitu : Concrete experience, Reflective observation, Abstract conceptualization, Active experimentation.

Siklus empat langkah dalam Experiential Learning David Kolb

Adapun penjabaran dari langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

Concrete experience (feeling): Belajar dari pengalaman-pengalaman yang spesifik. Peka terhadap situasi

Reflective observation (watching): Mengamati sebelum membuat suatu keputusan dengan mengamati lingkungan dari perspektif-perspektif yang berbeda. Memandang dari berbagai hal untuk memperoleh suatu makna.  Abstract conceptualization (thinking): Analisa logis dari gagasan-gagasan

dan bertindak sesuai pemahaman pada suatu situasi.

Active experimentation (doing): Kemampuan untuk melaksanakan berbagai hal dengan orang-orang dan melakukan tindakan berdasarkan peristiwa. Termasuk pengambilan resiko.

Dalam tahapan di atas, proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami seseorang. Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Dalam proses refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau


(42)

apa yang dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar konseptualisasi atau proses pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami serta prakiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi atau konteks yang lain (baru). Proses implementasi merupakan situasi atau konteks yang memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai.

Kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata kemudian direfleksikan dengan mengkaji ulang apa yang telah dilakukannya tersebut. Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga membentuk pengertian-pengertian baru atau konsep-konsep abstrak yang akan menjadi petunjuk bagi terciptanya pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Proses pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking action).

Menurut experiential learning theory, agar proses pembelajaran efektif, seorang siswa harus memiliki 4 kemampuan (Nasution dalam Baharudin dan Esa, 2010:167).

Tabel 2.1.Kemampuan Mahasiswa Dalam Proses Belajar Experiential Learning

Kemampuan Uraian Pengutamaan

Concrete Experience (CE)

Mahasiswa melibatkan diri

sepenuhnya dalam pengalaman baru

Feeling (perasaan) Reflection Observation

(RO)

Mahasiswa mengobservasi dan merefleksikan atau memikirkan pengalaman dari berbagai segi

Watcing (mengamati)

Abstract

Conceptualization (AC)

Mahasiswa menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat

Thinking (berpikir)

Active Experimentation (AE)

Mahasiswa menggunakan teori untuk memecahkan masalah-masalah dan mengambil keputusan


(43)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa model pembelajaran experiential learning merupakan model pembelajaran yang memperhatikan atau menitik beratkan pada pengalaman yang akan dialami. Mahasiswa terlibat langsung dalam proses belajar dan mahasiswa mengkonstruksi sendiri pengalaman-pengalaman yang didapat sehingga menjadi suatu pengehtahuan.

2.3.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Experiential Learning

Model experiential learning tidak hanya memberikan wawasan pengetahuan konsep-konsep saja, namun juga memberikan pengalaman nyata, model ini akan mengakomodasi dan memberikan proses umpan balik sarta evaluasi antara hasil penerapan dengan apa yang seharusnya dilakukan.

Dalam pembelajaran PAI dalam pokok bahasan ibadah khususnya ibadah ghairu maghdah, yang dijadikan pengalaman bagi mahasiswa, sebelum pembelajaran dilaksanakan dosen mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran yaitu tentang konsep ibadah, khususnya ibadah ghairu maghdah serta memberikan pengarahan mengenai proses pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya kemudian dosen meminta mahasiswa untuk mengungkapkan pengalamannya dalam bentuk tulisan.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

Pada dasarnya pembelajaran eksperiential learning ini sederhana dimulai dengan melakukan (do), refleksikan (refelct) dan kemudian terapkan (apply). Jika dielaborasi lagi maka akan teridiri dari lima langkah, yaitu mulai dari proses mengalami (experience), bagi (share), “dirasa-rasa” atau analisis pengalaman tersebut (proccess), ambil hikmah atau simpulkan (generalize), dan terapkan


(44)

(apply). Begitu seterusnya kembali ke fase pertama, alami. Siklus ini sebenarnya never ending.

Untuk lebih jelasnya, seperti yang akan penulis sampaikan dibawah ini :

1. Experience Mahasiswa memperhatikan cotoh yang diberikan dosen yang berkenaan dengan pokok bahasan ibadah, dalam pelaksanaan tanggung jawab sebagai seorang hamba sekaligus khalifah, lalu menuliskan pengalamannya masing-masing.

2. Share (berbagi rasa/pengalaman)

Mahasiswa mengemukakan pengalaman-pengalaman pribadinya mengenai ibadah, yang dalam kategori umum yang telah dilakukannya sebagai hamba Allah maupun kholifahNya.

3. Pross (analisis pengalaman)

Setelah mahasiswa mengemukakan pengalamannya, mahasiswa melakukan diskusi dengan teman ataupun dengan dosen, apabila ada kesulitan dengan pengungkapan pengalamannya.

4. Generalize (menghubungkan pengalaman dengan situasi nyata)

Mahasiswa menyimpulkanhasil analisis dari pengalaman yang telah dikemukakan secara utuh, dari awal sampai ahir namun masih perlu pengulangan dan penerapan dalam situasi nyata.

5. Apply (penerapan terhadap situasi yang serupa, namun lebih jelas lagi).

Mahasiswa mampu menampilkan apa yang ia ungkapkan secara benar sesuai dengan ketentuan-ketentuan syari’at Islam.


(45)

Selain langkah-langkah tersebut diatas adahal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran experiential learning, dosen juga harus memperhatikan strategi, metode dan teknik pembelajaran melalui pengalaman ini, yaitu meliputi 3 hal dibawah ini :

1. Strategi belajar melalui pengalaman menggunakan bentuk sekuens induktif, berpusat pada mahasiswa dan berorientasi pada aktivitas.

2. Penekanan dalam strategi belajar melalui pengalaman adalah proses belajar, dan bukan hasil belajar.

3. Dosen dapat menggunakan strategi ini dengan baik didalam kelas maupun diluar kelas.

Sedangkan metode yang digunakan dalam model ini adalah metode diskusi kelompok, yaitu materi yang dibahas dikomunikasikan 2 arah, sehingga akan memberikan arti lebih mendalam bagi mahasiswa. Dosen bertindak sebagai penengah dan memberikan kesempatan berbicara pada semua anggota kelompok. Diskusi ini bisa digunakan untuk menggali pengehtahuan peserta diskusi. Bentuk diskusi dapat dirancang oleh dosen, dosen membagi beberapa kelompok kemudian masing-masing kelompok mendefinisikan materi yang diungkapkan lewat pengalaman. Setelah dirasa cukup dengan waktu diskusi yang telah diberikan, dosen menanyakan kepada satu per satu dari kelompok dan hasil kelompok berikutnya, dan akhirnya dosen merumuskan definisi dari hasil diskusi menjadi definisi yang sempurna. Sedangkan tekniknya pada pembelajaran experiential learning materi yang diajarkan akan sangat menyenangkan dan mudah dipahami karena setiap materi akan disajikan dengan dianalogikan dengan


(46)

permasalahan empiris yang ada dimasyarakat atau yang telah mereka alami dalam kehidupan setiap hari.

Berdasarkan hal diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model experiential learning dapat membantu mahasiswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. Mahasiswa dapat menggunakan pengehtahuan dari pengalaman yang dialaminya untuk membuat suatu bentuk deskripsi atau tulisan tentang pemahaman dari pokok bahasan yang dipelajarinya.

2.3.4 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Experiential Learning

Adapun kelebihan model experiential learning dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan semangat dan gairah pembelajar karena pembelajar aktif. 2. Membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif karena pembelajar

bersandar pada penemuan individu.

3. Memunculkan kegembiraan dalam proses pembelajaran karena pembelajaran dinamis dan dari berbagai arah.

4. Mendorong dan mengembangkan proses berfikir kreatif karena pembelajar partisipatif untuk menemukan sesuatu.

5. Menumbuhkan kesadaran akan kebutuhan untuk berubah dan memperkuat kesadaran diri.

Disamping kelebihan yang telah penulis sebutkan diatas, ada manfaat lain dalam model experiential learning untuk membangun dan meningkatkan kerjasama kelompok, antara lain:


(47)

1. Mengembangkan dan meningkatkan rasa saling ketergantungan antara sesama anggota.

2. Meningkatkan keterlibatan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.

3. Mengidentifikasi dan memanfaatkan bakat tersembunyi dan kepemimpinan. 4. Meningkatkan empati dan pemahaman sesama anggota.

Dalam pembelajaran experiential learning akan berjalan dengan baik dan kreatif jika dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya sehari-hari (Bruner dalm Budiningsih, 2008:41). Model experiential learning merupakan salah satu model pembelajaran yang membimbing mahasiswa menemukan sendiri konsep dari suatu materi.

Adapun kelemahan dari model experiential learning hanya terletak pada bagaimana Kolb menjelaskan model ini masih terlalu luas cakupannya dan tidak dapat dimengerti secara mudah, oleh karena itu tantangan yang terkait dengan penerapan model experiential learning terkadang tidak mengenal kompromi. Untuk mahasiswa pengalaman yang akan diungkapkannya kadang mereka merasa malu dan juga menyenangkan.

2.3.5. Model ASSURE.

Model ini lebih dipokuskan pada perancangan pembelajaran untuk digunakan dalam situasi pembelajaran didalam kelas secara aktual, model ini sederhana jika dibandingkan dengan model-model lain, karena lebih efektif dan efisien.


(48)

Sebelum menerapkan model yang dimaksud di atas terlebih dahulu mendesain aktivitas pembelajaran yang dapat memotivasi mahasiswa untuk belajar secara lebih efektif dan efisien.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Melakukan analisis karaktristik mahasiswa ( analyze learners). 2. Menetapkan tujuan pembelajaran ( state objectives).

3. Memilih media dan metode pembelajaran dan bahan ajar (select methods, media, andmaterials).

4. Memanfaatkan bahan ajar (utilize materials).

5. Melibatkan mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran ( requires learnerparticipation).

6. Mengevaluasi dan merevisi program pembelajaran (evaluate and revise). (Pribadi, 2010 : 95).

2.4 Penelitian yang Relevan

Terdapat penelitian yang relevan dengan jenis penelitian yang peneliti lakukan saat ini sehingga dapat dijadikan bahan masukan untuk peneliti dalam mencapai hasil yang diharapkan kelak, adapun beberapa penelitian yang peneliti dapatkan dari berbagai sumber yaitu sebagai berikut:

1. Ashani (2011) dalam penelitiannya berjudul: “ Penerapan Model Experiential learning untuk meningkatkan hasil belajar sub pokok bahasan Aritmetika Sosial siswa kelas VII SMP Nuris Jember Tahun Ajaran 2010/2011”. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Aritmetika Sosial, karna materi tersebut yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari sehingga penguasaan materi ini akan sangat berguna bagi siswa, karena dari pengalaman yang dirasakan akan membuat siswa benar-benar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.


(49)

2. Slamet Sartono (2008) dalam penelitiannya berjudul: Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan Experiential Learning sebagai upaya untuk meningkatkan Kualitas Pembelajaran pada Mata Pelajaran IPA di SMK Negeri 3 Purwokerto. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas Pembelajaran Pada Mata Pelajaran IPA di SMK Negeri 3 Purwokerto. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan (3) Evaluasi pembelajaran dengan pendekatan experiential learning pada mata pelajaran IPA di SMK Negeri 3 Purwokerto.

Hasil penelitian pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan experiential learning pada mata pelajaran IPA di SMK Negeri 3 Purwokerto dapat dilihat dalam tiga hal : yaitu 1. guru membuat rencana pembelajaran berupa lesson plan, spider web dan weekly. 2. pelaksanaan pembelajaran dilakukan dalam empat tahap, yaitu pengantar, pelaksanaan, debriefing dan rangkuman. 3. evaluasi pembelajaran dilaksanakan melalui evaluasi proses dan hasil. Peningkatan kualitas pembelajaran ditandai dengan pembelajaran : 1.siswa aktif 2. meningkatkan tanggung jawab . 3 informatif dan komunikatif.

3. Pangelista Livia (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen Melalui Model ExperientialLearning pada Siswa Kelas X-F SMK Laboratorium Percontohan UPI Bandung Tahun 2010/2011”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) perencanaan pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan model experiential learning telah berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan; (2) pelaksanaan pembelajaran


(50)

menulis cerpen dengan menggunakan model experiential learning pun sudah berlangsung dengan cukup baik. Pembelajaran menulis cerpen menerapkan langkah-langkah pembelajaran yang terdapat dalam model experiential learning. Selain itu, (3) hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan siswa dalam menulis cerpen. Setelah mengikuti proses pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan model experiential learning, siswa kelas X-F SMA Laboratorium UPI mampu menuangkan idenya ke dalam bentuk cerpen. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan nilai rata-rata pada siklus akhir selama proses pembelajaran selama proses pembelajaran yaitu sebesar 73,7. Tingkat kemampuan siswa kelas X-F SMA Laboratorium Percontohan UPI dalam menulis cerpen ternyata bervariasi antara lain baik sekali, baik, cukup, dan kurang. Hasil akhir menunjukkan bahwa cerpen siswa yang termasuk kategori baik sekali sebesar 10,5%, kategori baik sebesar 36,8%, kategori cukup sebesar 47,4%, dan kategori kurang sebesar 5,27% menunjukkan bahwa sebagian besar siswa sudah mampu menulis cerpen dengan baik.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan bentuk penelitian yang bersifat memperbaiki suatu kondisi dengan turut serta berpartisipasi didalamnya, dengan bekerja sama memanfaatkan berbagai informasi yang terkumpul sebagai bahan untuk merefleksi dan tindakan tersebut dilakukan berulang-ulang kemudian dalam setiap pengulangan terjadi perbaikan-perbaikan.

Penelitian ini adalah penelitian tindakan(action research), menggunakan pendekatan model kemmis. Penetapan penggunaan model kemmis dengan pertimbangan peneliti dapat melakukan pemberian tindakan berdasarkan hasil diagnosis kondisi dan kesulitan subjek penelitian. Penggunaan model ini, peneliti terlebih dahulu melakukan perenungan dan dilanjutkan dengan diagnosis terhadap subjek penelitian, yaitu mahasiswa PGSD tentang kondisi awal dan kesulitan-kesulitan yang tampak; keterkaitannya dalam mengikuti pembelajaran mata kuliah Pendidikan Agama Islam, setelah itu, dari hasil diagnosis dosen menyusun perancangan tindakan, yaitu dalam bentuk pembelajaran yang menggunakan modelexperiential learning.

3.2Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di PGSD S1 UNILA berlokasi di jl. Sumantri Bojonegoro no.1 kelurahan Gedong Meneng, Kota Bandar Lampung. Waktu


(1)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, karna rahmat dan karuniaNya tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis dengan judul “Peningkatan pemahaman konsep ibadah ghairu maghdah dengan menerapkan model experiential learning bagi mahasiswa PGSD FKIP Unila” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Tegnologi Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S, sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, dan sekaligus selaku pembimbing I.

4. Ibu Dr. Herpratiwi M.Pd, selaku Sekretaris Program Studi Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan sekaligus merangkap sebagai pembahas I.

5. Dr. Riswandi, M.Pd, selaku pembahas II.

6. Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd, selaku pembimbing II.

7. Bapak dan ibu Stap Administrasi Program Studi Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(2)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiiin

Bandar Lampung, November 2012. Penulis,


(3)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Adelina Hasyim, M.Pd ……….

Sekretaris : Drs. Baharuddin Risyak,M.Pd. ……….

Penguji / Anggota : 1. Dr. Herpratiwi, M.Pd ……….

2. Dr. Riswandi, M.Pd. ……….

2. Dekan Fakultas Keguruandan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M.Si. NIP. 19600315 198503 1 003

3. Direktur Program Pascasarjana

Prof. Dr. Sudjarwo, M.S NIP. 19530528 198103 1 002


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :

1. Tesis dengan judul “PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP IBADAH GHAIRU MAGHDAH DENGAN MENERAPKAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING BAGI MAHASISWA PGSD FKIP UNILA” adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat atau yang disebut plagiatisme.

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian ternyata ditemukan adanya ketidak benaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya, saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung 29 Nopember 2012 Pembuat Pernyataan

LOLIYANA NPM. 1023011038


(5)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur dan bahagia atas segala Rahmat dan Karunia yang diberikan Allah SWT, saya persembahkan Tesis ini kepada orang-orang terkasih berikut ini :

1. Kedua Orang Tuaku tersayang yang telah mendoakan, mendidikku untuk selalu bekerja keras, tulus dan selalu bersyukur atas segala limpahan Rahmat Allah SWT yang takterhingga.

2. Suamiku tercinta yang sudah terabaikan karena waktu yang tersita untuk menyelesaikan pendidikan dan selalu memberikan dukungan moral maupun spiritual.

3. Anak dan cucu tersayang, Eva Emilia, Dwi Purnama Sari, Maimun Apriliani, M. Yazid Utama, Al Fajri Saputra, yang selalu memotivasi dan memahami kesibukan peneliti selama ini

4. Adik-Adikku tersayang, yang selalu memotivasi dan mendoakan akan keberhasilan kuselama ini.

5. Para Dosen Pembimbing, yang selalu memotivasi dan memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan ketelitian.

6. Sahabat-Sahabatku Kelas A khususnya, kebersamaan kita selama dua tahun benar-benar indah disertai dengan suasana persaudaraan

7. Almamaterku Universitas Lampung


(6)

Judul Tesis : PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP IBADAH GHAIRU MAGHDAH DENGAN MENERAPKAN MODEL

EXPERIENTIAL LEARNING BAGI MAHASISWA PGSD FKIP UNILA

Nama Mahasiswa : LOLIYANA No. Pokok Mahasiswa : 1023011038

Program Studi : Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd. NIP 19531018 198112 2 001 NIP 19510507 198103 1 002

2. Ketua Program Pascasarjana Teknoligi Pendidikan

Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. NIP 19531018 198112 2 001