EVALUASI EROSI LABORATORIUM LAPANG TERPADU FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG MELALUI PENDEKATAN SATUAN LAHAN

(1)

EVALUASI EROSI LABORATORIUM LAPANG TERPADU

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

MELALUI PENDEKATAN SATUAN LAHAN

(Tesis)

Oleh

ISKANDAR ZULKARNAIN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(2)

ABSTRACT

EROSION EVALUATION OF INTEGRATED FIELD LABORATORY FACULTY OF AGRICULTURE UNIVERSITY OF LAMPUNG

IN LAND UNITS APPROACH

By

ISKANDAR ZULKARNAIN

FP Unila unified field laboratory is required to support Unila Vision and Mission and Vision of the Faculty of Agriculture Unila. Aside from being a supporter of the PBM (the learning process) and research, can also be used as a showcase (show window). This study aims to evaluate the erosion of the unified field laboratory FP Unila and studying alternative approach to land management with land units.

The method used is a survey method that consists of the preparation phase, a preliminary survey, primary survey, soil analysis in the laboratory, and data analysis. Evaluation of erosion using the Universal Soil Loss Equation (USLE). The experiment was conducted from April 2012 until May 2012 located at Integrated Field Laboratory the Faculty of Agriculture Unila.

The results showed that the erosion of the land unit 2 is still well below the tolerable erosion. Erosion on the land units 3 slope 8-15% by using a mixture of garden soil and pasture that is 100.29 t / ha / yr. Erosion on land units 4 and 5 respectively of 831.74 t / ha / yr and 381.81 t / ha / yr. Erosion on land units 3,4, and 5 have exceeded the value of erosion that can still be tolerated and require agrotechnology.

Agrotechnology for land units 3 is P0 (patio bench without plants) or a combination of bench terraces and swidden (P1C6). Land units 4 with the perfect combination of bench terraces and not in the specified moor (P1C2), or patio bench is perfect and good pasture (P1C1). 5 land units with a combination of bench terraces and a high density of annual plants (P1C3) or with an annual plant density is (P1C4).

Agrotechnologi applied in addition to suppress erosion, will also suppress the loss of C-organic, macro nutrients (N, P and K), and enhance the aesthetic value of integrated FP Unila field laboratory. Loss of organic C can be reduced to 80.51%, 96.80% and 95.99% respectively in land units 3, 4, and 5 with the agrotechnology. Losses due to loss of elements N, P and K can be reduced to 91.50%, 99.24% and 97.00% on each land unit 3, 4, and 5.


(3)

ABSTRAK

EVALUASI EROSI LABORATORIUM LAPANG TERPADU FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

MELALUI PENDEKATAN SATUAN LAHAN

Oleh

ISKANDAR ZULKARNAIN

Laboratorium lapang terpadu FP Unila sangat diperlukan untuk mendukung Visi Unila maupun Visi dan Misi Fakultas Pertanian Unila. Selain sebagai pendukung PBM (proses belajar mengajar) dan penelitian, juga dapat dijadikan sebagai etalase (show window). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi erosi pada laboratorium lapang terpadu FP Unila serta mempelajari alternatif pengelolaan lahan dengan pendekatan satuan lahan.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey yang terdiri dari tahap persiapan, survey pendahuluan, survey utama, analisis tanah di laboratorium, dan analisis data. Evaluasi erosi menggunakan metode Universal Soil Loss Equation (USLE).

Penelitian dilaksanakan mulai April 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Unila.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa erosi pada satuan lahan 2 masih berada di bawah nilai erosi yang masih dapat ditoleransi. Erosi pada satuan lahan 3 dengan lereng 8 – 15 % dengan penggunaan lahan kebun campuran dan padang rumput yaitu 100,29 t/ha/th. Erosi pada satuan lahan 4 dan 5 masing-masing sebesar 831,74 t/ha/th dan 381,81 t/ha/th. Erosi pada satuan lahan 3,4, dan 5 telah melampaui nilai erosi yang masih bisa ditoleransi dan memerlukan agroteknologi.

Agroteknologi untuk satuan lahan 3 adalah P0 (teras bangku tanpa tanaman) atau kombinasi teras bangku dan perladangan (P1C6). Satuan lahan 4 dengan kombinasi teras bangku sempurna dan tegalan tidak di dispesifikasi (P1C2), atau teras bangku sempurna dan padang rumput bagus (P1C1). Satuan lahan 5 dengan kombinasi teras bangku dan tanaman tahunan kerapatan tinggi (P1C3) atau dengan tanaman tahunan kerapatan sedang (P1C4).

Agroteknologi yang diterapkan selain dapat menekan erosi, juga akan menekan kehilangan C-organik, unsur hara makro (N, P dan K), dan meningkatkan nilai estetika laboratorium lapang terpadu FP Unila. Kehilangan C-organik dapat ditekan hingga 80,51%, 96,80%, dan 95,99% berturut-turut pada satuan lahan 3, 4, dan 5 dengan agroteknologi tersebut. Kerugian akibat kehilangan unsur N, P dan K dapat ditekan hingga 91,50%, 99,24%, dan 97,00% pada masing-masing satuan lahan 3, 4, dan 5. Katakunci : satuan lahan, agroteknologi, erosi, C-organik, hara makro


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Tesis dengan Judul : “EVALUASI EROSI LABORATORIUM LAPANG TERPADU AKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG MELALUI PENDEKATAN SATUAN LAHAN” adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atas karya penulis lain dengan cara tidak sesuai dengan norma etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiarisme

2. Hak intelektual atas karya ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung

Atas pernyataan ini apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya. Saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Juli 2012 Pembuat Pernyataan,

ISKANDAR ZULKARNAIN NPM. 1020011008


(5)

EVALUASI EROSI LABORATORIUM LAPANG TERPADU

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

MELALUI PENDEKATAN SATUAN LAHAN

Oleh

ISKANDAR ZULKARNAIN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

MAGISTER SAINS

Pada

Program Studi Magister Ilmu Lingkungan

Program Pascasarjana Universitas Lampung

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(6)

Judul Tesis : EVALUASI EROSI LABORATORIUM LAPANG TERPADU FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG MELALUI PENDEKATAN SATUAN LAHAN

Nama Mahasiswa : ISKANDAR ZULKARNAIN Nomor Pokok Mahasiswa : 1020011008

Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan

Konsentrasi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

MENYETUJUI Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. Dr. Ir. Tamaluddin Syam, M. S. NIP: 19611020 198603 1 002 NIP 19550222 198403 1 003

MENGETAHUI

Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Lampung

Dr. Ir. Henrie Buchari, M.Si. NIP. 19590131 198503 1 002


(7)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. ...

Sekretaris : Dr. Ir. Tamaluddin Syam, M. Sc. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Henrie Buchari, M.Si. ...

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung

Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. NIP.19530528 198103 1 002


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotaagung Kabupaten Tanggamus, pada Tanggal 4 September 1961. Anak pertama dari lima bersaudara Ibu Hj. Zubaidah dan ayah Al Munir Hs.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SDN 1 Kotaagung pada tahun 1973, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Kotaagung pada tahun 1976, dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMAN 1 Pringsewu pada tahun 1980. Pada tahun 1980 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Memperoleh ijazah Sarjana Muda Pertanian pada tahun 1983. Program Sarjana Pertanian diselesaikan pada tahun 1985.

Penulis diangkat menjadi dosen pada Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung pada tahun 1986 sampai sekarang.

Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana Universitas Lampung. Dinyatakan LULUS oleh Tim Penguji Tesis pada tanggal 10 Juli 2012.


(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya maka Tesis ini bisa diselesaikan.

Tesis dengan judul “Evaluasi Erosi Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui Pendekatan Satuan Lahan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Bpk. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung

2. Bpk. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3. Bpk. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Pembimbing utama penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini.

4. Bpk. Dr. Tamaluddin Syam, M.Sc., selaku Pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini.

5. Bpk. Dr. Ir. Henrie Buchari, M.Si., selaku Penguji Utama dan Pembimbing Akademik penulis selama menjadi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, dan sekaligus sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Lampung.

6. Seluruh Bpk dan Ibu Dosen Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Lampung yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. 7. Bpk. Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Teknologi Pertanian FP

Unila, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Lampung.


(10)

8. Bpk. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan melalui program BPPS.

9. Bpk. Hi. Hamzah Fansuri, SE., MM., yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.

10. Seluruh rekan-rekan mahasiswa MIL angkatan 2010, Palgunadi, Fery Amriyanto, Nur Prima, Dyah Ayu, Merza, Lindang, Natalina, dan Yovita yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti pendidikan di Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Lampung.

11. Bpk. Ir. Sarno, MS., selaku Kepala Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Unila beserta staf; Warto, Sukiyo, dan Hardi.

12. Bpk. Warji, S.TP., MSc., selaku Kepala Laboratoium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Unila.

13. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, dan memberikan bantuan, dukungan, dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi tepat waktu.

Semoga apa yang telah dilakukan menjadi amal ibadah yang berguna bagi semua pihak, terutama bagi penulis dan keluarga.

Bandar Lampung, Juli 2012 Penulis,


(11)

ABSTRACT

EROSION EVALUATION OF INTEGRATED FIELD LABORATORY FACULTY OF AGRICULTURE UNIVERSITY OF LAMPUNG

IN LAND UNITS APPROACH

By

ISKANDAR ZULKARNAIN

FP Unila unified field laboratory is required to support Unila Vision, Mission and Vision of the Faculty of Agriculture Unila. Aside from being a supporter of the PBM (the learning process) and research, can also be used as a showcase (show window). This study aims to evaluate the erosion of the unified field laboratory FP Unila and studying alternative approach to land management with land units.

The method used is a survey method that consists of the preparation phase, a preliminary survey, primary survey, soil analysis in the laboratory, and data analysis. Evaluation of erosion using the Universal Soil Loss Equation (USLE). The experiment was conducted from April 2012 until May 2012 located at Integrated Field Laboratory the Faculty of Agriculture Unila.

The results showed that the erosion of the land unit 2 is still well below the tolerable erosion. Erosion on the land units 3 slope 8-15% by using a mixture of garden soil and pasture that is 100.29 t / ha / yr. Erosion on land units 4 and 5 respectively of 831.74 t / ha / yr and 381.81 t / ha / yr. Erosion on land units 3,4, and 5 have exceeded the value of erosion that can still be tolerated and require agrotechnology.

Agrotechnology for land units 3 is P0 (patio bench without plants) or a combination of bench terraces and swidden (P1C6). Land units 4 with the perfect combination of bench terraces and not in the specified moor (P1C2), or patio bench is perfect and good pasture (P1C1). 5 land units with a combination of bench terraces and a high density of annual plants (P1C3) or with an annual plant density is (P1C4).

Agrotechnologi applied in addition to suppress erosion, will also suppress the loss of C-organic, macro nutrients (N, P and K), and enhance the aesthetic value of integrated FP Unila field laboratory. Loss of organic C can be reduced to 80.51%, 96.80% and 95.99% respectively in land units 3, 4, and 5 with the agrotechnology. Losses due to loss of elements N, P and K can be reduced to 91.50%, 99.24% and 97.00% on each land unit 3, 4, and 5.


(12)

ABSTRAK

EVALUASI EROSI LABORATORIUM LAPANG TERPADU FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

MELALUI PENDEKATAN SATUAN LAHAN

Oleh

ISKANDAR ZULKARNAIN

Laboratorium lapang terpadu FP Unila sangat diperlukan untuk mendukung Visi Unila maupun Visi dan Misi Fakultas Pertanian Unila. Selain sebagai pendukung PBM (proses belajar mengajar) dan penelitian, juga dapat dijadikan sebagai etalase (show window). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi erosi pada laboratorium lapang terpadu FP Unila serta mempelajari alternatif pengelolaan lahan dengan pendekatan satuan lahan.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey yang terdiri dari tahap persiapan, survey pendahuluan, survey utama, analisis tanah di laboratorium, dan analisis data. Evaluasi erosi menggunakan metode Universal Soil Loss Equation (USLE). Penelitian dilaksanakan mulai April 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Unila.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa erosi pada satuan lahan 2 masih berada di bawah nilai erosi yang masih dapat ditoleransi. Erosi pada satuan lahan 3 dengan lereng 8 – 15 % dengan penggunaan lahan kebun campuran dan padang rumput yaitu 100,29 t/ha/th. Erosi pada satuan lahan 4 dan 5 masing-masing sebesar 831,74 t/ha/th dan 381,81 t/ha/th. Erosi pada satuan lahan 3,4, dan 5 telah melampaui nilai erosi yang masih bisa ditoleransi dan memerlukan agroteknologi.

Agroteknologi untuk satuan lahan 3 adalah P0 (teras bangku tanpa tanaman) atau kombinasi teras bangku dan perladangan (P1C6). Satuan lahan 4 dengan kombinasi teras bangku sempurna dan tegalan tidak di dispesifikasi (P1C2), atau teras bangku sempurna dan padang rumput bagus (P1C1). Satuan lahan 5 dengan kombinasi teras bangku dan tanaman tahunan kerapatan tinggi (P1C3) atau dengan tanaman tahunan kerapatan sedang (P1C4).

Agroteknologi yang diterapkan selain dapat menekan erosi, juga akan menekan kehilangan C-organik, unsur hara makro (N, P dan K), dan meningkatkan nilai estetika laboratorium lapang terpadu FP Unila. Kehilangan C-organik dapat ditekan hingga 80,51%, 96,80%, dan 95,99% berturut-turut pada satuan lahan 3, 4, dan 5 dengan agroteknologi tersebut. Kerugian akibat kehilangan unsur N, P dan K dapat ditekan hingga 91,50%, 99,24%, dan 97,00% pada masing-masing satuan lahan 3, 4, dan 5.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian ... 3

D. Keluaran ... 4

E. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Pengertian Erosi ... 5

B. Prediksi Erosi ... 8

C. Erosi yang dapat ditoleransikan... 13

D. Metode Konservasi Tanah dan Air ... 16

1. Metode Konservasi Secara Fisik/Mekanis ... 17

2. Metode Konservasi Secara Biologis ... 17

3. Metode Konservasi Secara Kimiawi ... 18

E. Karbon Tersimpan (Carbon Sink) ... 18

F. Sedimen dan Sedimentasi ... 22

G. Satuan Lahan ... 24

III. METODE ... 27


(14)

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 27

C. Jenis dan Sumber Data ... 28

D. Penetapan Satuan Lahan ... 29

E. Teknik Pengumpulan Data ... 29

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Hasil Penelitian ... 31

1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 31

(1) Kondisi Geografi ... 31

(2) Kelas Lereng ... 33

(3) Curah Hujan ... 36

(4) Tanah ... 38

(5) Penggunaan Lahan ... 40

2. Satuan Lahan ... 41

3. Evaluasi Erosi ... 43

(1) Faktor Erosivitas Hujan ... 43

(2) Faktor Erodibilitas Tanah ... 43

(3) Faktor Kemiringan dan Panjang Lereng ... 44

(4) Faktor Pengelolaan dan Vegetasi ... 44

(5) Perkiraan Besarnya Erosi ... 47

4. Erosi yang Masih Dapat Ditoleransi ... 47

5. Kandungan Karbon Organik Tanah ... 49

6. Analisis Agroteknologi ... 50

7. Sedimen dan Sedimentasi ... 50

B. Pembahasan ... 52

1. Erosi ... 52

2. Agroteknologi ... 53

3. Karbon Tersimpan (Carbon Sink) ... 59

4. Dampak Ekonomi Erosi ... 64

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 68


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Pedoman penetapan nilai Etoluntuk tanah-tanah di Indonesia ... 15

2. Pengaruh luas daerah aliran sungai terhadap Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS) ... 24 3. Kelas dan luas lereng laboratorium lapang terpadu Fakultas Pertanian

Universitas Lampung ... 33 4. Satuan lahan laboratorium lapang terpadu Fakultas Pertanian Unila

42 5. Perhitungan nilai EI30dan R (Erosivitas Hujan) ...

46 6. Rekapitulasi perkiraan besarnya erosi setiap satuan lahan pada

laboratorium lapang terpadu Fakultas Pertanian Unila ... 47 7. Kandungan karbon organik tanah pada lapisan atas ...

49 8. Perhitungan nilai CP untuk pengelolaan lahan laboratorium lapang

terpadu FP Unila ... 50 9. Perhitungan jumlah sedimen akibat erosi pada laboratorium lapang

terpadu FP Unila... 51 10. Alternatif tindakan konservasi laboratorium lapang terpadu FP Unila

55 11. Alternatif faktor tanaman yang digunakan untuk menekan erosi ...

55 12. Erosi pada satuan lahan 3 dengan kombinasi tindakan konservasi ...

57 13. Erosi pada satuan lahan 4 dengan kombinasi tindakan konservasi ...

58 14. Erosi pada satuan lahan 5 dengan kombinasi tindakan konservasi ...

58 15. Perhitungan karbon organik dan karbon tersimpan dalam tanah ... 59


(16)

16. Perkiraan kehilangan karbon organik tanpa agroteknologi ...

60 17. Perkiraan kehilangan karbon organik dengan agroteknologi ...

60 18. Perkiraan kehilangan karbon organik dengan agroteknologi pada

satuan lahan 3 ... 62 19. Perkiraan kehilangan karbon organik dengan agroteknologi pada

satuan lahan 4. ... 63 20. Perkiraan kehilangan karbon organik dengan agroteknologi pada

satuan lahan 5 ... 63 21. Kehilangan unsur hara akibat erosi pada laboratorium lapang terpadu

FP Unila ... 64 22. Kerugian akibat kehilangan unsur hara oleh erosi pada laboratorium


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Peta Kelas Lereng Laboratorium Lapang Terpadu FP Unila ... 35 2. Hujan Maksimum Harian, Curah Hujan Bulanan dan Jumlah Hari Hujan

di Lokasi Penelitian ... 37 3. Peta Satuan Lahan Laboratorium Lapang Terpadu FP Unila ... 45 4. Indeks Erosivitas Hujan Bulanan (EI30) di Lokasi penelitian ... 46


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Penilaian struktur tanah ... 74

2. Kode permeabilitas profil tanah ... 75

3. Nilai faktor C ... 76

4. Nilai faktor P dan CP ... 77

5. Data jumlah hujan bulanan stasiun Kemiling ... 78 6. Data jumlah hujan maksimum harian stasiun Kemiling ... 78

7. Data jumlah hari hujan stasiun Kemiling tahun 2006 – 2011 ... 78 8. Perhitungan nilai R (Erosivitas hujan) ... 79 9. Perhitungan nilai K (Erodibilitas tanah) ... 79 10. Klasifikasi nilai K ... 79 11. Tabel perhitungan erosi pada laboratorium lapang terpadu FP Unila ... 80 12. Perhitungan Etol ... 83 13. Deskripsi profil tanah laboratorium lapang terpadu FP Unila ... 85 14. Peta Topografi Laboratorium Lapang Terpadu FP Unila ... 93 15. Hubungan antara kecuraman lereng dengan lebar teras, jumlah teras, dan persentase luas areal yang bisa ditanami, dengan jarak vertikal (VI) 1 meter (Constatinesco, 1976) ... 94


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Laboratorium lapang terpadu FP Unila sangat diperlukan untuk mendukung Visi Unila maupun Visi dan Misi Fakultas Pertanian Unila. Menurut Banuwa, Syam dan Wiharso (2011), laboratorium lapang terpadu FP Unila tersebut selain sebagai pendukung PBM (proses belajar mengajar) dan penelitian, juga dapat dijadikan sebagai etalase (show window). Keberadaan laboratorium lapang terpadu FP Unila ini diharapkan dapat membangun image baru pada bidang pertanian, khususnya bagi generasi muda, bahwa bidang pertanian tidak kalah dengan bidang yang lain, dapat menjadi profesi yang menarik, prospektif, dan terhormat.

Dari hasil penelitian sebelumnya, laboratorium lapang terpadu FP Unila mempunyai kelas lereng yang sangat beragam. Secara umum, didominasi oleh lereng agak miring/bergelombang dengan lereng (8 – 15 %) dengan luas lebih dari 50% laboratorium lapang terpadu FP Unila (Banuwa, dkk., 2011).

Laboratorium lapang terpadu FP Unila, dengan luas lebih kurang 6,784 Ha terletak di komplek kampus Universitas Lampung. Laboratorium ini, sesuai dengan peruntukannya, digunakan untuk melakukan berbagai penelitian yang berkaitan dengan ilmu pertanian. Kondisi lereng dominan landai sampai bergelombang, serta


(20)

curah hujan yang tinggi, maka potensi erosi diperkirakan juga cukup besar sehingga dikhawatirkan akan terjadi penurunan kesuburan tanah serta berkurangnya lapisan atas tanah (top soil), apabila tidak dikelola dengan baik.

Di Indonesia, masalah erosi merupakan masalah nasional karena dampak dari kejadian erosi dapat menimbulkan bermacam-macam kerugian, misalnya di sektor pertanian dapat menurunkan produktivitas lahan sementara di bidang kesehatan adalah terjadinya banjir khususnya di perumahan penduduk yang dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit (Nurpilihan, Amaru, dan Suryadi, 2011). Selanjutnya dinyatakan bahwa penyebab terjadinya erosi ada dua yaitu air dan angin; Indonesia sebagai negara tropis sangat jarang atau dapat dikatakan tidak pernah terjadi erosi yang disebabkan oleh angin. Erosi yang terjadi di Indonesia adalah disebabkan hanya oleh air. Keadaan ini juga lebih disebabkan karena di Indonesia mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada saat musim hujan air dapat disimpan (konservasi) di dalam tanah dan dipegang oleh agregat-agregat tanah (water holding capacity) sehingga tanah sukar terlepas dari agregatnya.

Masalah erosi tersebut akan menyebabkan terjadinya degradasi lahan, yang akan berpengaruh pada kelestarian laboratorium lapang terpadu FP Unila, sehingga diperlukan upaya konservasi tanah dan air sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan. Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah


(21)

seefisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau (Arsyad, 2010).

Dalam rangka untuk melestarikan fungsi laboratorium lapang terpadu FP Unila tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi erosi dan upaya penanggulangannya, sehingga kelestarian laboratorium dapat dijaga.

B. Tujuan Penelitian

1. Mempelajari karakteristik lahan laboratorium lapang terpadu FP Unila 2. Mengetahui penutupan lahan pada laboratorium lapang terpadu FP Unila 3. Mengevaluasi erosi pada laboratorium lapang terpadu FP Unila

4. Mempelajari alternatif pengelolaan lahan dengan pendekatan satuan lahan di laboratorium lapang terpadu FP Unila untuk menjaga kelestariannya.

C. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai sumber informasi bagi para mahasiswa dan peneliti yang akan melakukan praktik dan penelitian di laboratorium lapang terpadu FP Unila. 2. Sebagai sumber informasi bagi para peneliti, pemerhati masalah lingkungan,

serta pihak terkait lainnya yang membutuhkan, khususnya tentang erosi.

3. Sebagai sumber informasi bagi pengelola laboratorium lapang terpadu FP Unila sehingga pemanfaatan lahan di laboratorium lapang terpadu FP Unila tetap lestari.


(22)

D. Keluaran

1. Besarnya prediksi erosi, pada setiap satuan lahan,

2. Model pengelolaan laboratorium lapang terpadu FP Unila yang tepat, sehingga kelestariannya terjamin.

3. Alternatif agroteknologi di laboratorium lapang terpadu FP Unila agar lestari.

E. Hipotesis

1. Kondisi laboratorium lapang terpadu FP Unila yang memiliki lebih dari 8 % sangat rawan terhadap bahaya erosi.

2. Erosi yang terjadi pada lahan yang landai hingga bergelombang di laboratorium lapang terpadu FP Unila diprediksi telah melampau nilai erosi yang masih dapat ditoleransi (Etol).


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian erosi

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian bagian tanah terkikis dan terangkut, kemudian diendapkan di tempat lain (Arsyad, 2010). Pengikisan, pengangkutan dan pemindahan tanah tersebut dilakukan oleh media alami yaitu air dan angin.

Proses erosi terjadi melalui penghancuran, pengangkutan, dan pengendapan (Meyer et al. 1991; Utomo 1987; dan Foth (1978, dalam Banuwa, 2008). Di alam terdapat dua penyebab utama yang aktif dalam proses ini yakni angin dan air. Pada daerah iklim tropik basah seperti Indonesia, air merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh berarti (Arsyad 2010). Beasley (1972, dalam Banuwa, 2008) dan Hudson (1976, dalam Banuwa, 2008) berpendapat, bahwa erosi adalah proses kerja fisik yang keseluruhan prosesnya menggunakan energi. Energi ini digunakan untuk menghancurkan agregat tanah (detachment), memercikkan partikel tanah (splash), menyebabkan gejolak (turbulence) pada limpasan permukaan, serta menghanyutkan partikel tanah.


(24)

(transport) partikel-partikel tanah yang sudah dihancurkan. Kedua proses ini terjadi akibat hujan (rain) dan aliran permukaan (run off) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain curah hujan (intensitas, diameter, lama dan jumlah hujan), karakteristik tanah (sifat fisik), penutupan lahan (land cover), kemiringan lereng, panjang lereng dan sebagainya (Wischmeier dan Smith 1978, dalam Banuwa, 2008). Faktor-faktor tersebut satu sama lain bekerja secara simultan dalam mempengaruhi erosi (Banuwa, 2008).

Mekanisme terjadinya erosi menurut Schwab (1999, dalam Nurpilihan, 2011) diidentifikasikan menjadi tiga tahap yaitu (i) detachment (penghancuran tanah dari agregat tanah menjadi partikel-partikel tanah); (ii) transportation (pengangkutan partikel tanah oleh limpasan hujan atau run off dan (iii) sedimentation

(sedimen/pengendapan tanah tererosi); tanah tererosi akan terendapkan pada cekungan-cekungan atau pada daerah-daerah bagian bawah.

Selanjutnya, Banuwa (2008), menyatakan bahwa kehilangan tanah hanya akan terjadi jika kedua proses tersebut di atas berjalan. Tanpa proses penghancuran partikel-partikel tanah, maka erosi tidak akan terjadi, tanpa proses pengangkutan, maka erosi akan sangat terbatas. Kedua proses tersebut di atas dibedakan menjadi empat sub proses yakni: (1) penghancuran oleh curah hujan; (2) pengangkutan oleh curah hujan; (3) penghancuran (scour) oleh aliran permukaan; dan (4) pengangkutan oleh aliran permukaan. Jika butir hujan mencapai permukaan tanah, maka partikel-partikel tanah dengan berbagai ukuran akan terpercik (splashed) ke segala arah, menyebabkan terjadinya penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah.


(25)

partikel-partikel yang terpercik akibat curah hujan akan terdeposisi di permukaan tanah. Selanjutnya jika aliran permukaan terjadi, maka partikel-partikel yang terdeposisi tersebut akan diangkut ke lereng bagian bawah.

Hujan dengan drop size (ukuran butir-butir hujan) dengan kinetic energydan massanya akan memukul agregat tanah sehingga hancur menjadi partikel-partikel tanah; dan dengan mudah akan dibawa oleh limpasan hujan ke tempat-tempat yang lebih rendah (sedimentation). Besar dan kecepatan limpasan hujan sangat tergantung dari kemiringan tanah dan kapasitas infiltrasi (Nurpilihan, dkk., 2011).

Manik (2003) menyatakan bahwa erosi merupakan proses penghancuran, pengikisan dan pengangkutan butir-butir tanah atau bagian-bagian tanah dari stau tempat ke tempat lain oleh air atau angin. Kehilangan tanah ditempat erosi terjadi adalah sebanyak tanah yang terangkut dari tempat itu. Di daerah yang beriklim basah seperti di Indonesia, erosi terutama disebabkan oleh air yang merupakan hasil kerja dispersi butir-butir hujan dengan aliran permukaan. Laju erosi (E) dipengaruhi oleh factor-faktor: iklim(i); lereng atau topografi (r); jenis dan tipe vegetasi (v); tanah (t); serta manusia (m), yang dirumuskan sebegai berikut: E = f (i,r,v,t,m).

Selanjutnya Manik (2003) menyatakan bahwa dari faktor-faktor yang mempengaruhi laju erosi tersebut, faktor yang dapat diubah manusia adalah jenis dan tipe vegetasi (tumbuhan), sebagian dari sifat tanah (kesuburan tanah, ketahanan agregat, dan kapasitas infiltrasi), serta panjang lereng. Faktor yang tidak dapat atau sulit diubah manusia adalah iklim, tipe tanah, dan kecuraman lereng. Erosi tanah memberikan dampak di dua tempat, yaitu di tempat terjadinya erosi (internal) dan di


(26)

produktivitas lahan, sedangkan dampak eksternal adalah terjadinya pencemaran perairan dan sedimentasi, yang menyebabkan pendangkalan sungai, waduk, danau atau pantai.

Erosi internal adalah terangkutnya butir-butir tanah primer ke bawah dan masuk ke dalam celah celah atau pori-pori tanah sehingga tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi ini tidak menyebabkan kerusakan yang berarti, karena bagian bagian tanah tidak hilang atau pindah ke tempat lain. Akibat erosi ini adalah menurunnya kapasitas infiltrasi tanah secara cepat sehingga meningkatkan aliran permukaan yang akan menyebabkan terjadinya erosi lembar atau erosi alur (Susanto, 1992).

Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 2010). Konservasi tanah bukan berarti penundaan atau pelarangan penggunaan tanah, tetapi menyesuaikan jenis penggunaannya dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tanah berfungsi secara lestari. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air, sehingga usaha untuk mengkonservasi taah juga merupakan konservasi air (Priyono dan Cahyono, 2004).

B. Prediksi Erosi

Prediksi erosi adalah metode untuk memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah dengan penggunaan dan pengelolaan lahan tertentu. Dengan


(27)

dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan lahan dan tindakan konservasi yang diperlukan untuk areal tersebut. Tindakan konservasi tanah dan penggunaan lahan yang diterapkan harus dapat menekan laju erosi agar “sama atau lebih kecil” daripada laju erosi yang masih dapat ditoleransikan.

Laju erosi yang masih dapat ditoleransikan adalah laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari (Susanto, 1992). Selanjutnya Susanto (1992) menyebutkan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan nilai erosi yang masih dapat ditoleransikan adalah: kedalaman tanah, ciri ciri fisik dan sifat sifat tanah lainnya yang mempengaruhi perkembangan perakaran, pencegahan erosi parit, penyusutan kandungan bahan orgnaik, kehilangan unsur hara dan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sedimen di lapangan.

Metode perkiraan erosi dapat juga digunakan sebagai alat penilai apakah suatu tindakan konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu daerah aliran sungai (DAS). Salah satu metode perkiraan erosi adalah yang dikenal dengan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978).

USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi rata-rata jangka panjang dari erosi lembar atau alur di bawah keadaan tertentu. Ia juga bermanfaat untuk tanah tempat bangunan dan penggunaan non pertanian, tetapi tidak


(28)

dapat meprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai (Arsyad, 2010).

Selanjutnya Arsyad (2010) menyatakan bahwa USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu bidang tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam penanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau sedang digunakan. Persamaan yang digunakan mengelompokkan berbagai parameter fisik dan pengelolaan yang mempengaruhi laju erosi ke dalam enam peubah utama yang nilainya setiap tempat dapat dinyatakan secara numerik.

Erosi pada setiap satuan lahan dihitung dengan menggunakan model Universal of Soil Loss Equation (USLE) (Wischmeier dan Smith (1978). Data ini digunakan untuk menentukan agroteknologi (tindakan) konservasi dan merencanakan pemanfaatan laboratorium lapang terpadu FP Unila secara lestari. Adapun rumus USLE yang digunakan untuk prediksi erosi adalah (Wischmeier dan Smith (1978):

A = R.K.L.S.C.P

Keterangan :

A = banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/th) R = faktor indeks (erosivitas) hujan

K = faktor erodibilitas tanah L = faktor panjang lereng S = faktor kecuraman lereng

C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah


(29)

Faktor Erosivitas hujan (R)

Erosivitas hujan adalah jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30), tahunan (Arsyad, 2010). Menurut Bols (1978, dalam Arsyad 2010), faktor erosivitas hujan (R) merupakan penjumlahan nilai-nilai indeks erosi hujan bulanan dan dihitung berdasarkan persamaan :

R =

 12

1

) 30 ( i

i EI

Untuk menduga nilai EI30, Bols (1978, dalam Arsyad 2010) menggunakan persamaan sebagai berikut :

EI30 = 6,119 (Rain)1,21(Days)-0,47(Maxp)0,53 Keterangan :

EI30 = indeks erosi hujan bulanan

Rain = curah hujan rata-rata bulanan (cm) Days = jumlah hari hujan rata-rata per bulan

Maxp = curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan bersangkutan (cm) EI30 tahunan adalah jumlah EI30 bulanan

Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Erodibilitas tanah (kepekaan erosi tanah), yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah, yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 22,1 m terletak pada lereng 9 %, tanpa tanaman (K = A/R) (Arsyad, 2010). Kepekaan erosi tanah ini sangat dipengaruhi oleh tekstur, kandungan bahan organik, permeabilitas dan kemantapan struktur tanah. Nilai erodibilitas tanah dihitung dengan menggunakan rumus Wischmeier dan Smith


(30)

100K = {1,292 (2,1 M1,14(10-4)(12 – a) + 3,25 (b – 2) + 2,5 (c – 3)} Keterangan :

K = erodibilitas tanah

M = kelas tekstur tanah (% pasir halus + % debu)(100 - % liat) a = % bahan organik

b = kode struktur tanah (Tabel Lampiran 1)

c = kode permeabilitas profil tanah (Tabel Lampiran 2)

Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu tanah dengan lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 22,1 m di bawah keadaan yang identik. Faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan kemiringan 9 % di bawah keadaan yang identik (Arsyad, 2010). Faktor panjang dan kemiringan dihitung menurut rumus (Wischmeier dan Smith 1978) untk kemiringan kurang dari 12 persen:

LS = (X/22)0.50(0,0138 + 0,00965 S + 0,00138 S2)

Untuk lahan dengan kemiringan di atas 12 persen menggunakan rumus menurut Eppink (1985) sebagai berikut:

LS = (X/22)0.50(S/9)1,35


(31)

Faktor Tanaman dan Pengelolaannya (C)

Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman (Arsyad, 2010). Penentuan faktor C didasarkan atas berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Tabel Lampiran 3).

Faktor Tindakan Konservasi (P)

Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (pengelolaan dan penanaman menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, teras), yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakukan tindakan konservasi khusus, seperti pengelolaan menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, teras, terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng, dalam keadaan yang identik (Arsyad, 2010). Faktor tindakan konservasi juga ditentukan berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Tabel Lampiran 4).

C. Erosi yang dapat ditoleransikan

Tujuan penetapan batas laju erosi yang dapat dibiarkan adalah agar dapat menurunkan laju erosi yang terjadi pada suatu lahan baik pertanian maupun non pertanian terutama pada lahan-lahan yang mempunyai kemiringan yang berlereng. Secara teori dapat dikatakan bahwa laju erosi harus seimbang dengan laju pembentukan tanah, namun dalam prakteknya sangat sulit untuk mencapai keadaan yang seimbang tersebut (Nurpilihan, dkk., 2011).


(32)

Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan adalah perlu, oleh karena tidaklah mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng. Akan tetapi suatu kedalaman tanah-tanah tertentu harus dipelihara agar didapat suatu volume tanah yang cukup, baik bagi tempat berjangkarnya akar tanaman dan untuk tempat menyimpan air serta unsur hara yang diperlukan oleh tanaman (Arsyad, 2010).

Beberapa cara untuk menetapkan nilai erosi yang dapat ditoleransi (Etol) telah

dikemukakan. Thompson (1957, dalam Arsyad, 2010) menyarankan sebagai pedoman penetapan nilai Etoldengan menggunakan kedalaman tanah, permeabilitas

lapisan bawah dan kondisi substratum.

Selanjutnya, Arsyad (2010) menyatakan bahwa di Indonesia pada daerah-daerah yang masa tumbuhnya lebih dari 270 hari kecepatan pembentukan tanah dapat mencapai lebih dari 2 mm per tahun.

Hammer (1981, dalam Arsyad, 2010), menggunakan konsep kedalaman ekivalen (equivalent depth) dan umur guna (resources life) tanah untuk menetapkan nilai Etol

suatu tanah. Kedalaman ekivalen adalah kedalaman tanah yang setelah mengalami erosi produktivitasnya berkurang dengan 60% dari produktivitas tanah yang tidak tererosi. Menurunnya produktivitas tanah oleh erosi disebabkan oleh menurunnya kandungan unsur hara tanah dan atau memburuknya sifat-sifat fisik tanah.

Nilai Etol juga dapat dihitung dengan kriteria yang digunakan oleh Thompson


(33)

melapuk (tidak terkonsolidasi) sebesar 2,5 mm/th, dan dengan menggunakan nisbah nilai untuk berbagai sifat dan stratum tanah, maka nilai Etol seperti tertera pada Tabel

1. disarankan untuk menjadi pedoman penetapan nilai Etoltanah-tanah di Indonesia.

Tabel 1. Pedoman Penetapan Nilai Etoluntuk tanah-tanah di Indonesia.

Sifat Tanah dan Substratum Nilai Etol

(mm/th) Tanah sangat dangkal di atas batuan 0,0 Tanah sangat dangkal di atas bahan telah melapuk (tidak

terkonsolidasi) 0,4

Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk 0,8 Tanah dengan kedalam sedang di atas bahan telah melapuk 1,2 Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap air di atas

substrata yang telah melapuk 1,4 Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di

atas substrata telah melapuk 1,6 Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas sedang,

di atas substrata telah melapuk 2,0 Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang permeabel sedang, di

atas substrata telah melapuk 2,5 Catatan: mm x Berat isi x 10 ton/ha/th

Berat isi tanah berkisar antara 0,8 sampai 1,6 g/cm3 akan tetapi pada umumnya tanah-tanah berkadar liat tinggi mempunyai berat isi antara 1,0 sampai 1,2 g/cm3

Sumber : Thompson (1957, dalam Arsyad, 2010)

Dalam penelitian ini, erosi yang dapat ditoleransi (Etol) dihitung berdasarkan

persamaan yang dikemukakan oleh Wood dan Dent (1983, dalam Banuwa, 2008) yang memperhitungkan kedalaman minimum tanah, laju pembentukan tanah, kedalaman ekuivalen (equivalent depth), dan umur guna tanah (resources life). Adapun persamaannya adalah sebagai berikut :

Etol= LPT

D De

  min


(34)

Keterangan :

De = kedalaman ekuivalen

= kedalaman efektif tanah (mm) x faktor kedalaman tanah Dmin = kedalaman tanah minimum (mm)

UGT = umur guna tanah (th)

LPT = laju pembentukan tanah (mm/th)

Analisis Agroteknologi

Pemilihan agroteknologi untuk setiap satuan penggunaan lahan dilakukan berdasarkan erosi yang diprediksi dengan menggunakan model USLE (Wischmeier dan Smith (1978).

Pemilihan agroteknologi ditetapkan berdasarkan kriteria yang digunakan untuk menetapkan nilai CP maksimum yang dijadikan alternatif agroteknologi adalah nilai CP yang mengakibatkan erosi lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi. Kriteria tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

A ≤ Etolatau RKLSCP ≤ Etol

CP ≤

RKLS Etol

atau CP ≤ CPmax

D. Metode Konservasi Tanah dan Air

Metode konservasi tanah dan air dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu (1) metode konservasi secara fisik/mekanis, (2) metode konservasi secara biologis, dan (3) metode konservasi secara kimia.


(35)

1. Metode Konservasi Secara Fisik/Mekanis

Pada dasarnya konservasi secara fisik bertujuan untuk menghambat laju aliran air, mengurangi daya rusak butir-butir hujan, serta menampung sejumlah volume air pada saat tertentu.

Untuk menghambat laju aliran air, dapat dilakukan dengan membangun penghambat seperti bendung, teras, serta membuat saluran air yang memotong arah lereng (sejajar dengan garis kontur). Pada saluran air juga biasanya dibuat terjunan, yang berfungsi untuk memecah energi aliran air. Untuk mengurangi daya rusak (tumbuk) air hujan, misalnya dengan menutup permukaan tanah dengan bahan-bahan tertentu seperti aspal, semen, plastik, serasah dan bahan lainnya.

Secara umum metode konservasi secara fisik digambarkan adalah dengan membuat bangunan fisik, baik yang menggunakan bahan bahan alami maupun buatan (batu, kayu, bambu, pasir, beton, plastik, serasah, dan lain lain). Tujuan menggunakan metode ini antara lain untuk menghambat laju kecepatan air, menampung kelebihan air pada saat hujan (misalnya waduk, embung), kemudian mendistribusikannya kembali pada saat dibutuhkan. Penampungan air hujan biasanya berbentuk embung, parit, waduk, petakan sawah, biopori, atau bentuk penampungan lain, baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah.


(36)

Metode konservasi tanah secara biologis bertujuan untuk mengurangi daya rusak butir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah, serta memperbaiki struktur dan ruang pori tanah.

Ada beberapa metode yang sering digunakan antara lain: menanam tanaman penutup tanah, umumnya menggunakan jenis leguminosa (Peuraria javanica dan

Calopogonium pubescens) terutama pada perkebunan kelapa sawit, karet, dan kelapa. Khususnya pada lahan yang berlereng curam atau tepian sungai, biasaya dilakukan dengan penanaman bambo (Bambusa bamboo), Pisang (Musa paradisiaca), serta tanaman keras lainnya seperti Durian, Tangkil, Petai, Nangka, Damar, Mangga, Manggis, Duku, Rambutan, Mahoni, dan lain lain.

Penanaman tanaman perdu seperti Kopi, Cokelat dan Tebu akan lebih bermanfaat bagi konservasi tanah apabila ditanami juga dengan tanaman pelindung seperti Dadap, Kapuk Randu, dan lain lain.

3. Metode Konservasi Secara Kimiawi

Metode konservasi secara kimiawi bertujuan untuk membentuk tanah agar lebih kompak, sehingga tidak mudah hancur karena pukuan air hujan. Bahan yang digunakan biasanya disebut soil conditioner. Penggunaan metode ini sangat jarang, karena memerlukan biaya yang mahal serta residu yang ditimbulkan belum tentu ramah lingkungan.


(37)

Karbon merupakan penyusun bahan organik. Oleh karena itu peredarannya selama pelapukan jaringan tanaman sangat penting. Sebagian besar energi yang diperlukan oleh flora dan fauna tanah berasal dari oksidasi karbon. Akibat dari hal tersebut maka CO2 terus menerus dibentuk. Berbagai perubahan yang terjadi dan

menyertai reaksi karbon tersebut di dalam dan di luar tanah disebut peredaran karbon (Soepardi, 1983 dalam Sukmawati, 2006). Karbon masuk ke dalam tanah melalui fotosintesis, dengan mengubah CO2 atmosfer menjadi senyawa organik yang

akhirnya masuk ke dalam tanah sebagai serasah tanaman, akar dan eksudat akar (Young, 1997, dalam Sukmawati, 2006).

Sukmawati (2006), menyatakan bahwa kandungan karbon organik tanah merupakan hasil bersih dari nilai masukan karbon dari fotosintesis dan karbon yang hilang. Kandungan bahan organik pada tanah aerob berkisar antara 0,5% atau kurang untuk tanah berpasir sampai 5% untuk permukaan mineral horizon pada tanah alami pada daerah beriklim sedang. Jumlah bahan organik menurun tajam dengan semakin dalamnya permukaan tanah. Pengolahan tanah biasanya menyebabkan kehilangan 1/3 sampai ½ bahan organik. Kandungan karbon organik pada tanah secara umum meningkat dengan semakin meningkatnya curah hujan dan dengan semakin menurunnya suhu. Suhu dingin meningkatkan kandungan karbon organik tanah dengan mengurangi nilai kehilangan karbon di dalam tanah (Bohn, dkk., 1979, dalam Sukmawati, 2006).

Selanjutnya, Sukmawati (2006), menyatakan bahwa penggunaan tanaman penutup tanah seperti rumput-rumputan, semak dan terutama pohon-pohonan dapat


(38)

meningkatkan periode pertumbuhan aktif dan menghasilkan proporsi yang lebih besar karbon dalam tanah. Jumlah C organik dalam tanah dipengaruhi oleh jenis tanaman yang ada pada lahan tersebut. Pertanian dengan tanaman tahunan merupakan cara yang efektif untuk menjaga kandungan karbon tanah. Tingkat akumulasi karbon akan menurun berdasarkan waktu, sebagian penyerapan karbon terjadi melalui akar dan serasah tanaman (Widjaja, 2002, dalam Sukmawati, 2006).

Selanjutnya (Kloepper, 1993, dalam id.wikipedia.org/wiki/Karbon, 2012) menyatakan bahwa berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah, yaitu 2%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan karbon organik sekitar 2,5%. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan.

Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Marpaung, 2009). Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007, dalam Marpaung, 2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik


(39)

Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Marpaung, 2009).

Masalah karbon dan pemanasan global tidak bisa dipisahkan. Karbon dioksida merupakan salah satu gas rumah kaca (GRK) dan termasuk dalam kelompok gas rumah kaca utama (CO2, CH4, N2O5). Menurut Hairiah (2007, dalam Banuwa dan

Buchari, 2010), tiga jenis gas tersebut akhir-akhir ini konsentrasinya di atmosfer terus meningkat hingga dua kali lipat.

Selanjutnya Banuwa dan Buchari (2010), melaporkan bahwa jumlah karbon tersimpan pada setiap penggunaan lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman, kerapatan tumbuhan, jenis tanah, cara pengelolaan, dan lain-lain.

Pengolahan tanah dan pemupukan N berpengaruh terhadap kadar karbon organik tanah. Hal ini seperti hasil penelitian Utomo, dkk. (2012), setelah penanaman selama 23 tahun, karbon organik tanah pada kedalaman 0 – 5 cm dengan perlakuan no tillage

dengan kombinasi pemupukan N 200 kg/ha, ternyata 46,1% lebih besar dibandingkan dengan no tillage dan tanpa pemupukan N. Karbon organik tanah pada perlakuan


(40)

intensive tillage. Pada kedalaman 10 – 20 cm, pemberian N 200 kg/ha, menyebabkan karbon organik tanah 20,3% dan 25,8% lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian N 0 kg/ha dan N 100 kg/ha.

Adalah sangat strategis dan wajar bagi Indonesia yang telah mengesahkan Konvensi Perubahan Iklim, yang menunjukkan kepedulian Indonesia terhadap masalah global tanpa harus mengorbankan kepentingan nasional, melalui pengesahan Protokol Kyoto (Murdiyarso, 2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa untuk mencapai target penurunan emisi gas CO2, negara-negara industri dapat melakukannya secara

domestik yang akan memakan biaya yang tinggi. Alternatifnya adalah mereka akan ke pasar karbon global di luar negeri melalui proyek-proyek investasi baru di berbagai sektor dengan menggunakan mekanisme Kyoto (JI, ET dan CDM).

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2001, dalam Murdiyarso, 2003), permintaan pasar karbon global adalah sekitar 800 juta ton CO2/th, 125 juta ton

diantaranya dapat dilakukan melalui CDM. Harga karbon di pasar global tersebut sekitar USD 8/ton CO2. Sedangkan Belanda menawarkan harga Euro 5,5/ton CO2

melalui program CERUPT. Selanjutnya dinyatakan bahwa Bank Dunia telah memfasilitasi pembeli dan penjual karbon melalui skema Portfolio Carbon Fund, Community Development Carbon Fund, danBio Carbon Fund(Murdiyarso, 2003).

Mengacu pada Protokol Kyoto Pasal 3 ayat 2 maka upaya agroteknologi yang dapat menekan laju erosi merupakan suatu tindakan nyata dalam meningkatkan cadangan karbon yang diserap oleh rosot.


(41)

Tanah yang tererosi diangkut oleh aliran permukaan akan diendapkan di tempat-tempat aliran air melambat atau berhenti, baik di dalam sungai, saluran-saluran irigasi, waduk, danau dan muara sungai. Endapan tersebut akan menyebabkan sungai, waduk, saluran-saluran irigasi dan sebagainya mendangkal. Unsur usur hara dan bahan organik yang terbawa dalam peristiwa erosi dan kemudian diendapkan di dalam waduk dan danau akan mengakibatkan terjadinya eutrofikasi yaitu proses pengkayaan yang dipercepat badan-badan air dengan unsur hara, yang akan mempercepat pertumbuhan vegetatif berbagai jenis mikroba dan tumbuhan air (Arsyad, 2010).

Selanjutnya, Arsyad (2010), menyatakan bahwa tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi secara umum disebut sedimen. Sebagian saja dari sedimen yang akan sampai dan masuk ke dalam sungai dan terbawa keluar daerah tampung atau daerah aliran sungai. Nisbah sedimen yang betul-betul terbawa oleh sungai dari dari suatu daerah terhadap jumlah tanah yang tererosi daerah tersebut, disebut Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS).

Menurut Asdak (2002), hasil sedimen per satuan luas dapat dihitung dengan rumus berikut:

Y = E (NPS) Ws

Dimana:

Y = hasil sedimen per satuan luas E = erosi total

NPS =nisbah pelepasan sedimen Ws = luas daerah tangkapan


(42)

Menurut Arsyad (2010), NPS merupakan fungsi luas daerah aliran. Nilai NPS mendekati satu berarti semua tanah yang tererosi masuk ke dalam sungai. NPS untuk beberapa luas daerah aliran disajikan pada Tabel 2. berikut:

Tabel 2. Pengaruh luas daerah aliran sungai terhadap Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS)

Luas Daerah Aliran Sungai (km2) Nisbah Pelepasan Sedimen (%)

0,1 53,0

0,5 39,0

1,0 35,0

5,0 27,0

10,0 24,0

50,0 15,0

100,0 13,0

200,0 11,0

500,0 8,5

26.000,0 4,9

Sumber: Arsyad (2010) G. Satuan Lahan

Satuan lahan, sebagai ungkapan lanskap sebagai suatu sistem, adalah konsep mendasar dalam ekologi lansekap. Satuan lahan memberikan dasar untuk mempelajari topologic serta hubungan lanskap ekologi chorologic. Sebuah survei satuan lahan bertujuan untuk pemetaan satuan lahan tersebut. Hal ini dilakukan dengan secara simultan menggunakan karakteristik (mappable) atribut tanah yang paling jelas: bentuk lahan, tanah dan vegetasi (termasuk perubahan manusia dari ketiga). Satuan lahan adalah dasar dari legenda peta tetapi dapat dinyatakan melalui tiga atribut tanah tersebut. Atribut yang tanah lebih dinamis, seperti populasi hewan tertentu dan fluks air, kurang cocok sebagai kriteria diagnostik, tetapi sering


(43)

Satuan lahan adalah bagian dari lahan yang mempunyai karakteristik yang spesifik. Peta satuan lahan dibuat dan dipetakan melalui survey sumberdaya alam, dan dijadikan sebagai dasar untuk evaluasi lahan (Dent dan Young, 1981). Selanjutnya dinyatakan oleh Dent dan Young (1981), bahwa istilah satuan lahan (land units), tidak memiliki definisi yang baku. Namun demikian evaluasi lahan akan lebih mudah dilakukan apabila satuan lahan didefinisikan atas kriteria kriteria karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan (FAO, 1973). Pembuatan peta satuan lahan dapat menggunakan pendekatan geomorfologi, yaitu dengan memperhatikan kemiringan lereng, bentuk lahan, tanah dan penggunaan lahan (Tim Asisten, 2010). Satuan lahan digunakan untuk satu paket pengelolaan.

Lereng atau kondisi topografi suatu wilayah merupakan hal yang penting dalam pembuatan peta satuan lahan. Kemiringan lereng dapat dihitung dari peta topografi. Besarnya indek panjang dan kemiringan lereng dapat ditentukan dengan cara menghitung kerapatan garis kontur per satuan panjang.

Informasi geomorfologis suatu daerah sangat penting untuk diketahui dan dipahami terutama kaitannya dengan permasalahan lingkungan yang pernah, sedang atau akan terjadi. Proses-proses geomorfologis yang mencakup proses endogenik dan eksogenik yang terjadi pada skala umur manusia dapat dipahami dan diinterpretasikan dari satuan-satuan bentuk lahan yang menyusun suatu daerah. Analisis morfoometri, morfogenesis, morfokronologi dan morfoaransemen merupakan kunci dalam memahami proses-proses geomorfologi suatu daerah. Untuk itu, informasi geomorfologi ini sangat pening dalam penyusunan dan pembuatan peta


(44)

Faktor iklim dan organisme yang merupakan proses geomorfologi pada satuan bentuk lahan tercermin pada proses pembentukan tanah. Proses geomorflogi merupakan hasil interaksi yang kompleks antara ikliim, organisme, batuan serta relief. Pemahaman yang komprehensif mengenai satuan tanah akan menggambarkan persebaran lahan yang ada di suatu daerah.

Dalam konteks tulisan ini, unit lahan adalah sebidang lahan yang secara ekologi homogen pada skala tingkat yang bersangkutan. Tanah istilah, ekologi, homogen dan skala tingkat dan juga konsep holisme layak penjelasan.

Dengan demikian unit tanah sering digunakan oleh ahli ekologi lanskap dan ilmuwan terkait untuk tiga tujuan:

1. Sebagai konsep sentral dalam hipotesis ekologi lansekap 2. Sebagai alat pemetaan.

3. Sebagai sarana mentransfer pengetahuan lansekap, melalui evaluasi, untuk aplikasi (Zonneveld, 1989).


(45)

III. METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012, bertempat di laboratoium lapang terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Jalan Sumantri Brojonegoro No. 1 Gedung Meneng Bandar Lampung.

Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive), mengingat laboratoium lapang terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung merupakan tempat civitas akademika Unila melakukan berbagai penelitian, percobaan, praktik serta kegiatan lainnya yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan dan pengabdian masyarakat. Secara geografis, lokasi penelitian terletak antara 526.650 mT dan 9.406.450 mU sampai – 527.200 mT dan 9.406.850 mU (Koordinat UTM) atau 5O 22’ 11.38” LS dan 105O14’ 25.96” BT sampai 5O21’ 58.35” LS dan 105O14’ 43.83” BT. Ketinggian tempat antara 110 – 130 m dpl. (The Worldwide Coordinate Converter, 2012).

B. Bahan dan Alat Penelitian


(46)

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Seperangkat peralatan survey seperti peta kerja, Global Positioning System(GPS), clinometer, munsell soil color chart, pisau pandu tanah, meteran, kompas, bor tanah, ring sample, kantong plastik, dan kamera. Alat-alat lain adalah peralatan laboratorium, alat tulis kantor (ATK), dan seperangkat personal komputer lengkap.

C. Jenis dan sumber data

Data yang dihimpun dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder yang meliputi data biofisik. Data sekunder berupa peta-peta yang akan digunakan untuk membuat satuan lahan. Dari data satuan lahan yang ada kemudian ditetapkan lokasi pengambilan sampel tanah yang dianggap mewakili masing-masing satuan lahan. Sampel tanah diambil dari lokasi pada 9 titik, sampel tanah utuh 5 titik sampel dengan kedalaman 0 – 20 cm dan 20 – 40 cm, dan contoh tanah komposit diambil dari 5 titik sampel.

Data biofisik yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data vegetasi dan bangunan permanen dan semi permanen, data tanah dan iklim yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik biofisik laboratorium lapang terpadu FP Unila. Data tanah dan iklim digunakan untuk prediksi erosi, dan penentuan agroteknologi. Data tanah yang diperlukan meliputi data sifat-sifat fisik dan kimia tanah.

Data iklim yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data curah hujan, yang. diperlukan untuk menentukan indeks erosivitas hujan dalam perhitungan prediksi erosi. Data curah hujan diperoleh dari stasiun Klimatologi Masgar, Tegineneng.


(47)

D. Penetapan Satuan Lahan

Satuan lahan ditetapkan berdasarkan sifat-sifat atau karakteristik lahan yang homogen. Sebagai faktor pembeda adalah:

• jenis tanah, • penutupan lahan,

• iklim dalam hal ini curah hujan, dan • kemiringan lereng.

Karena jenis tanah relatif homogen untuk seluruh wilayah penelitian, demikian pula curah hujan, oleh karena itu faktor kemiringan lereng dan penutupan lahan merupakan faktor pembeda dalam penetapan satuan lahan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Tanah

Data tanah diperoleh dari pengamatan lapang dan analisis sampel tanah di laboratorium tanah Politeknik Negeri Lampung (sampel komposit) dan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung (sampel utuh). Pengamatan lapang meliputi pengamatan tanah dan pengambilan sampel tanah pada setiap satuan lahan. Sampel tanah yang diambil terdiri dari sampel tanah utuh dan komposit. Sampel tanah utuh diambil sebanyak 5 (lima) titik, masing-masing diambil pada kedalaman 0 – 20 cm dan 20 – 40 cm dengan dua ulangan. Sampel tanah utuh digunakan untuk analisis sifat fisik tanah seperti bobot isi dan tekstur tanah. Sedangkan sampel tanah komposit digunakan untuk analisis sifat-sifat tanah. Sampel


(48)

tanah komposit diambil dari 5 (lima) titik pengamatan, dengan 3 (tiga) profil tanah dan 2 (dua) titik pengeboran.

Vegetasi

Data vegetasi diperoleh dari hasil pengamatan lapang. Data vegetasi yang diperlukan antara lain: jenis vegetasi, perkiraan jumlah, perkiraan luas tutupan, serta penyebaran di lokasi penelitian secara visual.

Curah Hujan

Data curah hujan diperoleh dari stasiun klimatologi terdekat, yaitu stasiun penakar hujan Kemiling. Data dari stasiun ini diperoleh melalui Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Masgar, Tegineneng, Kabupaten Pesawaran.


(49)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan:

a. Erosi aktual tanpa tindakan konservasi tanah dan air: satuan lahan 2 adalah 8,88 ton/ha/th, satuan lahan 3 adalah 100,29 ton/ha/th, satuan lahan 4 sebesar 831,74 ton/ha/th, dan satuan lahan 5 sebesar 381,81 ton/ha/th.

b. Agroteknologi untuk satuan lahan 3 adalah P1C2 (teras bangku sempurna dan tegalan tidak di despesifikasi), P1C6 (teras bangku sempurna dan perladangan), dan P2C1 (teras tradisional dan padang rumput bagus). Dengan agroteknologi P0 (teras bangku tanpa tanaman), erosi sudah berada di bawah nilai erosi yang masih dapat ditoleransi.

c. Agoteknologi untuk satuan lahan 4 adalah P1C1 (teras bangku sempurna dan padang rumput bagus), P1C2 (teras bangku sempurna dan tegalan tidak di desifikasi), dan P2C1 (teras tradisional dan padang rumput bagus).

d. Agroteknologi untuk satuan lahan 5 adalah P1C3 (teras bangku sempurna dan kebun campuran dengan kerapatan tinggi) dan P1C4 (teras bangku sempurna dan kebun campuran dengan kerapatan sedang).


(50)

(P2C1); pada satuan lahan 4 menjadi 2,66 ton/ha/th (P1C1), 6,65 ton/ha/th (P1C2), 13,31 ton/ha/th (P1C5), dan 26,62 ton/ha/th (P2C1);, dan satuan lahan 5 menjadi 7,64 ton/ha/th (P1C3), dan 15,27 ton/ha/th (P1C4).

f. Erosi juga menyebabkan kehilangan karbon organik dalam tanah sebesar 38,6 ton/th atau sebesar 15,32 % dari total karbon organik tersimpan dalam tanah di laboratorium lapang terpadu FP Unila, dengan kehilangan terbesar terjadi pada satuan lahan 4 yaitu sebesar 30,28 ton/th. Dengan agroteknologi, kehilangan karbon organik dapat ditekan menjadi 0,85 ton/th atau sebesar 0,34 % dari total karbon organik tersimpan dalam tanah di laboratorium lapang terpadu FP Unila.

g. Kehilangan unsur hara makro akibat erosi pada satuan lahan 3, 4 dan 5 berturut-turut mencapai Rp. 2.560.176/ha/th, Rp. 21.678.136/ha/th, dan Rp. 11.095.073/ha/th tanpa agroteknologi. Dengan agroteknologi maka kerugian dapat ditekan menjadi Rp. 217.615/ha/th, Rp. 164.754/ha/th, dan Rp. 332.852/ha/th.

B. SARAN

a. Tindakan konservasi tanah dan air untuk satuan lahan 3 adalah dengan pembuatan teras bangku sempurna. Teras bangku sempurna dapat dikombinasikan dengan perladangan atau tegalan yang ditanami dengan tanaman semusim.


(51)

c. Satuan lahan 5 dengan lereng 30 – 45 % dan luas lebih kurang 0,351 ha, dapat ditanami berbagai jenis tanaman tahunan permanen, dengan rumput di bawahnya untuk tempat penelitian dosen dan praktik mahasiswa jurusan kehutanan. Satuan lahan 5 juga dapat dibuat teras bangku dengan mempertimbangkan aspek estetikadan biaya.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Serial Pustaka IPB Press. Bogor.

Asdak Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan kedua, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Banuwa, I.S. 1994. Dinamika Aliran Permukaan dan Erosi Akibat Tindakan Konservasi Tanah Pada Andosol Pangalengan Jawa Barat. Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Banuwa, I.S. 2001. Kajian Dampak Kerugian Petani Sayuran dataran Tinggi Akibat Hilangnya Unsur Hara oleh Erosi. Jurnal Penelitian Pengembangan Wilayah Kering. Vol. 23. No.1. ISSN:0215-0638.

Banuwa, I.S. 2008. Pengembangan Alternatif Usahatani Berbasis Kopi Untuk Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan Di DAS Sekampung Hulu. Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Banuwa, I.S. 2009. Selektivitas Erosi. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Banuwa, I.S. 2009. Optimalisasi Lahan Usahatani Untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Orasi Ilmiah sebagai Guru Besar Tetap Bidang Konservasi Tanah dan Air Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung, 14 Desember 2009.

Banuwa, I.S. 2009. Efektivitas Hutan dalam Menekan Erosi di DAS Sekampung Hulu. Prosiding Penelitian-Penelitian Agroforestry di Indonesia tahun 2006-2009. Hal. 212-217. ISBN 978-979-18755-8-5. Bandar Lampung.

Banuwa, I.S. 2011. Kehilangan Hara dan Selektivitas Erosi pada Pola Usahatani Berbasis Kopi. Prosiding Semirata Bidang Ilmu-Ilmu Pertanian BKS-PTN Wilayah Barat tahun 2011. Vol. III Hal. 301-309. ISBN 978-979-8389-18-4. Palembang.

Banuwa, I.S. 2012. Konservasi Tanah dan Pengelolaan DAS. Penuntun Praktikum. Jurusan Agroteknologi Fak. Pertanian Unila. Bandar Lampung.


(53)

Banuwa, I.S. dan H. Buchari. 2010. C-tersimpan pada Berbagai Pola Usahatani Berbasis kopi. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia. Hal. 3-595 – 3-609. ISBN 978-602-97051-3-3. Jambi.

Banuwa, I.S., T. Syam, dan D. Wiharso, 2011. Karakteristik Lahan Laboratorium Lapang Terpadu FP UNILA (Laporan Penelitian). Bandar Lampung.

Dent, D., and A. Young. 1981. Soil Survey and Land Evaluation. George Allen & Unwin. London. ISBN. 0-04-631013-4

Eppink. L.A.A.J. 1985. Soil Conservation and Erosion Control. Dept. of Land and Water Use, Agric. Univ. Wageningen.

FAO. 1973. Soil Survey interpretation for engineering purposes. FAO. Soil Bull. 19. Rome

Haryati, U., W. Hartatik, dan A. Rachman, 2008. Teknologi Konservasi Tanah dan Air Untuk Usahatani Berbasis Tanaman Hias di Lahan Kering. Prosiding

Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Buku II: Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan. Bogor, 18-20 November 2008. BPPP, Departemen Pertanian.

Herudjito, S.H.D., Sudarmo, dan P. Djojoprawiro, 1984. Fisika Tanah Dasar. Jurusan Konservasi Tanah dan Air, Faperta IPB, Bogor.

IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). 2001. Climate change 2001: The scientific basis. Contribution of working group I to the third assessment

report of the IPCC. Cambridge University Press, U.K.

Juarsah, R.D. Yustika, dan A. Abdurachman. 2008. Pengendalian Erosi dan Kahat Bahan

Organik Tanah Pada Lahan Kering Berlereng Mendukung Produksi Pangan Nasional. Prosiding Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Pertanian.

Buku II: Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan. Bogor, 18-20 November 2008. BPPP, Departemen Pertanian.

Manik, K.E.S., 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penerbit Djambatan, Jakarta

Marpaung, Boy, 2009. Sifat Kimia Tanah. http://boymarpaung.wordpress.com/2009/02/19/

sifat-kimia-tanah/ diakses tanggal 13 juni 2012 pukul 23:06

Moyo, A. 1998. The effect of soil erosion on soil productivity as influenced by tillage with special reference to clay and organic matter losses. Advances in

GeoEcology 31:363–368.


(54)

Nurpilihan Bafdal, K. Amaru, dan E. Suryadi. 2011. Buku Ajar Teknik Pengawetan Tanah dan Air. Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Unpad. Bandung. ISBN 978-602-9234-02-2. Priyono, C.N.S dan S.A. Cahyono. 2004. Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai: Cakupan, Permasalahan dan Upaya Penerapannya. Prosiding Seminar Multifungsi Pertanian dan Konservasi Sumberdaya Lahan. ISBN 979-9474-34-5. Bogor.

Suganda, H. dan Ai Dariah. 2008. Pengkajian Penerapan Teknik Konservasi Tanah pada Lahan Usahatani Berbasis Tanaman Sayuran di Sentra Tembakau.

Prosiding Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Buku II: Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan. Bogor, 18-20 November 2008. BPPP, Departemen Pertanian.

Sukmawati, Nelly, 2006. Analisis Distribusi Spasial C Organik Tanah di Wilayah Sekitar Bogor. Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Susanto, K.S., 1992. Karakteristik Sub Daerah Tampung Wai Kandis Kabupaten Lampung Selatan dan Kodya Bandar Lampung, Tesis Magister, FPS-IPB. Bogor.

The Worldwide Coordinate Converter, 2012. http://twcc.free.fr/converter-en.php. diakses pada 18 Mei 2012 pukul 11.02 WIB.

Tim Asisten, 2010. Bahan Ajar Praktikum Survey Tanah, Erosi dan Perencanaan Konservasi. Yogyakarta : Lab. Geomorfologi Terapan F. Geografi Universitas Gadjah Mada. http://geoenviron.blogspot.com/2011/12/

pembuatan-peta-satuan-lahan.htmldiakses 12 Juli 2012 at 00:24

Utomo, M., H. Buchari, I.S. Banuwa, L.K. Fernando, and R. Saleh. 2012. Carbon Storage and Carbon Dioxide Emission as Influenced by Long-term Conservation Tillage and Nitrogen Fertilization in Corn-Soybean Rotation. Jurnal TANAH TROPIKA. Vol.17 No.1. Tahun 2012. ISSN.0852-257X. hal. 75-84.

Wischmeier, W. H. and D. D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses: A

Guide to Erosion Planning. USDA, Washington, D.C.

Zonneveld. I. S. 1989. The land unit - A fundamental concept in landscape ecology, and its applications. Landscape Ecology vol. 3 no. 2 pp 67-86 (1989). SPB


(55)

Tabel Lampiran 1. Penilaian struktur tanah

Tipe struktur Kode

Granular sangat halus (very fine granular) 1

Granular halus (fine granular) 2

Granular sedang dan kasar (medium, coarse granular) 3 Gumpal, lempeng, pejal (blocky, platty, massive) 4 Sumber : Arsyad (2010)

Tabel Lampiran 2. Kode permeabilitas profil tanah

Kelas Permeabilitas (cm/jam) Nilai Kode

Cepat (rapid) > 25,4 1

Sedang sampai cepat (moderate to rapid) 12,7 – 25,4 2

Sedang (moderate) 6,3 – 12,7 3

Sedang sampai lambat (moderate to slow) 2,0 – 6,3 4

Lambat (slow) 0,5 – 2,0 5

Sangat lambat (very slow) < 0,5 6 Sumber : Arsyad (2010)


(56)

Tabel Lampiran 3. Nilai faktor C

No. Macam Penggunaan *) Nilai Faktor

1 Tanah terbuka/tanpa tanaman 1,0

2 Sawah 0,01

3 Tegalan tidak dispesifikasi 0,7

4 Ubikayu 0,8

5 Jagung 0,7

6 Kedelai 0,399

7 Kentang 0,4

8 Kacang tanah 0,2

9 Padi 0,561

10 Tebu 0,2

11 Pisang 0,6

12 Akar wangi (sereh wangi). 0,4

13 Rumput Bede (tahun pertama) 0,287

14 Rumput Bede (tahun kedua) 0,002

15 Kopi dengan penutupan tanah buruk 0,2

16 Talas 0,85

17 Kebun campuran : - Kerapatan tinggi 0,1

- Kerapatan sedang 0,2

- Kerapatan rendah 0,5

18 Perladangan 0,4

19 Hutan alam : - Serasah banyak 0,001

- Serasah kurang 0,005

20 Hutan produksi : - Tebang habis 0.5

- Tebang pilih 0,2

21 Semak belukar/padang rumput 0,3

22 Ubikayu + Kedelai 0,181

23 Ubikayu + Kacang tanah 0,195

24 Padi – Sorghum 0,345

25 Padi – Kedelai 0,417

26 Kacang tanah + Gude 0,495

27 Kacang tanah + Kacang tunggak 0,571

28 Kacang tanah + Mulsa jerami 4 ton/ha 0,049

29 Padi + Mulsa jerami 4 ton/ha 0,096

30 Kacang tanah + Mulsa jagung 4 ton/ha 0,128

31 Kacang tanah + Mulsa Crotalaria 0,136

32 Kacang tanah + Mulsa kacang tunggak 0,259

33 Kacang tanah + Mulsa jerami 2 ton/ha 0,377

34 Padi + Mulsa Crotalaria 3 ton/ha 0,387

35 Pola tanam tumpang gilir**) + Mulsa jerami 0,079

36 Pola tanam berurutan ***) + Mulsa sisa tanaman 0,357

37 Alang-alang murni subur 0,001

*) Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981 tidak dipublikasikan)

**

) Pola tanam tumpang gilir : jagung + padi + ubikayu setelah panen padi ditanami kacang tanah

***


(57)

Tabel Lampiran 4. Nilai faktor P dan CP

No Tindakan Konservasi Tanah dan Pengelolaan Tanaman Nilai Faktor 1 Teras bangku

a. sempurna 0,04

b. sedang 0,15

c. jelek 0,35

2 Teras tradisional 0,40

3 Padang rumput

a. bagus 0,04

b. jelek 0,40

4 Hill side ditch atau sil pits 0,40

5 Contour cropping

a. kemiringan 0-8% 0,50

b. kemiringan 9-20% 0,75

c. kemiringan > 20% 0,90

6 Limbah jerami

a. 6 ton/ha/thn 0,30

b. 3 ton/ha/thn 0,50

c. 1 ton/ha/thn 0,80

7 Tanaman perkebunan

a. penutup tanah rapat 0,10

b. penutup tanah sedang 0,50

8 Strip cropping-kacang tanah sisa tanaman dijadikan mulsa 0,05

9 Jagung-kedelai, sisa tanaman dijadikan mulsa 0,087

10 Jagung-mulsa jerami padi 0,008

11 Padi gogo-kedelai, mulsa jerami 4 ton/ha 0,193

12 Kacang tanah-kacang hijau 0,730

13 Kacang tanah-kacang hijau, mulsa jerami 0,013

14 Padi gogo-jagung-kacang tanah + mulsa jerami 0,267

15 Jagung+padi gogo+kacang tanah+mulsa (sisa tanaman) 0,159

16 Teras gulud : padi-jagung 0,013

17 Teras gulud : sorghum-sorghum 0,041

18 Teras gulud : ketela pohon 0,063

19 Teras gulud : jagung-kacang tanah + mulsa (sisa tanaman) 0,006

20 Teras gulud : Kacang tanah – kedelai 0,105

21 Teras gulud : padi-jagung-kacang tunggak, kapur 2 ton/ha 0,012

22 Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,056

23 Teras bangku : sorghum-sorghum 0,026

24 Teras bangku : kacang tanah-kacang tanah 0,009

25 Teras bangku : tanpa tanaman 0,039

26 Serai wangi 0,537

27 Alang-alang 0,021

28 Ubi kayu 0,0461

29 Sorghum-sorghum 0,341

30 Padi gogo-jagung 0,502

31 Padi gogo-jagung-mulsa jerami 0,083

32 Padi gogo-jg-kapur 2 ton/ha. Mulsa/P. kandang 10-20 ton/ha 0,030 33 Jagung-padi gogo + ubi kayu-kedelai/kacang tanah 0,421


(58)

Tabel Lampiran 5. Data jumlah hujan bulanan stasiun Kemiling (mm)

Th\Bln JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES Total 2006 291 385 169 262 95 59 104 - - 35 95 290 1.785 2007 150 262 226 379 273 148 133 20 - 48 48 303 1.990 2008 223 239 386 148 90 95 7 140 151 136 274 419 2.308 2009 285 178 464 169 179 219 - 166 79 116 225 222 2.302 2010 381 524 318 114 279 249 409 172 229 187 124 311 3.297 2011 300 192 118 146 91 6 79 4 6 92 77 144 1.255 rata2 272 297 280 203 168 129 122 84 78 102 141 282 2.156

Sumber: BMKG (Stasiun Klimatologi Masgar, Tegineneng), (2012).

Tabel Lampiran 6. Data jumlah hujan maksimum harian stasiun Kemiling (mm)

Th\Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

2006 50 80 45 148 32 18 25 - - 20 25 75

2007 31 47 48 50 42 42 41 20 - 36 37 75

2008 70 45 105 42 42 23 7 50 87 33 75 95

2009 55 45 95 50 60 73 - 66 45 45 48 41

2010 40 94 70 30 34 36 88 30 65 38 40 166

2011 112 54 35 82 30 6 60 4 6 30 30 39

rata2 60 61 66 67 40 33 37 28 34 34 43 82

Sumber: BMKG (Stasiun Klimatologi Masgar, Tegineneng), (2012).

Tabel Lampiran 7. Data jumlah hari hujan stasiun Kemiling tahun 2006 – 2011 (hari)

Th\Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

2006 15 11 10 7 6 4 7 - - 2 6 13

2007 9 10 9 16 11 6 5 1 - 3 2 11

2008 10 13 9 8 6 7 1 7 6 7 8 12

2009 11 8 12 6 6 7 - 5 4 6 8 8

2010 20 17 13 6 17 12 11 11 10 9 8 8

2011 10 7 6 4 5 1 4 1 1 4 5 11

rata2 13 11 10 8 9 6 5 4 4 5 6 11


(59)

Tabel Lampiran 8. Perhitungan nilai R (Erosivitas Hujan)

BULAN Rain (cm) Days Maxp(cm) EI30

JAN 27,17 12,50 5,97 261,49

FEB 29,67 11,00 6,08 312,08

MAR 28,02 9,83 6,63 321,37

APR 20,30 7,83 6,70 243,45

MEI 16,78 8,50 4,00 141,60

JUN 12,93 6,17 3,30 108,48

JUL 12,20 4,67 3,68 122,14

AGT 8,37 4,17 2,83 71,02

SEP 7,75 3,50 3,38 77,19

OKT 10,23 5,17 3,37 89,74

NOP 14,05 6,17 4,25 137,12

DES 28,15 10,50 8,18 350,30

215,62 90,00

R (tahunan) 2.236 Sumber data: BMKG Masgar, Tegineneng (2012). R dihitung dengan persamaan: R =

 12 1 ) 30 ( i i EI

Untuk menduga nilai EI30, Bols (1978, dalam Arsyad 2010) menggunakan persamaan sebagai berikut :

EI30 = 6,119 (Rain)1,21(Days)-0,47(Maxp)0,53 dimana :

EI30 = indeks erosi hujan bulanan

Rain = curah hujan rata-rata bulanan (cm) Days = jumlah hari hujan rata-rata per bulan

Maxp = curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan bersangkutan (cm) EI30 tahunan adalah jumlah EI30 bulanan


(60)

Tabel Lampiran 9. Perhitungan Nilai K (erodibilitas tanah) Sampel Pasir

SH

Pasir Debu Liat C. Org.

Struktur Permeabilitas Nilai K (%) (%) (%) (%) (a) (b) (cm/jam) (c)

B1 14,77 18,05 17,25 49,94 1,51 4 6,725 3 0,193

B2 14,64 17,90 15,90 51,57 B3 15,22 18,60 12,33 53,86 B5 14,85 18,14 16,80 50,22 B6 14,57 17,80 16,33 51,30

B7 13,13 16,05 16,15 54,67 1,84 4 11,530 4 0,190

P1 12,47 15,24 15,76 56,54 1,59 4 4,945 3 0,159

P2 14,67 17,93 12,77 54,62 1,89 4 10,890 4 0,183

P3 14,56 17,80 15,22 52,42 1,96 4 6,725 3 0,172

100K = {1,292 (2,1 M1,14(10-4)(12 - a) + 3,25 (b - 2) + 2,5 (c - 3)} Keterangan

K = erodibilitas tanah

M = kelas tekstur tanah (% pasir halus + % debu)(100 - % liat) a = % bahan organik

b = kode struktur tanah (Tabel Lampiran 1)

c = kode permeabilitas profil tanah (Tabel Lampiran 2)

Tabel Lampiran 10. Klasifikasi Nilai K

Kelas Nilai K Harkat

1 0,00 - 0,10 Sangat rendah

2 0,11 - 0,20 Rendah

3 0,21 - 0,32 Sedang

4 0,33 - 0,40 Agak Tinggi

5 0,44 - 0,55 Tinggi

6 0,56 - 0,64 Sangat Tinggi


(61)

Tabel Lampiran 11. Tabel perhitungan erosi pada laboratorium lapang terpadu FP Unila.

Lokasi R Slope K LS CP Prediksi Erosi (ton/ha/th)

Erosi

rata-rata (%) 1 6 12 18 24 1 6 12 18 24

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) Satuan Lahan 2 2.235,98 3 0,172 0,012 0,029 0,041 0,050 0,058 0,300 1,35 3,32 4,69 5,75 6,63 4,35 Luas(ha) 0,246 4 0,172 0,016 0,039 0,055 0,067 0,078 0,300 1,83 4,48 6,33 7,76 8,96 5,87 Sampel tanah P3 5 0,172 0,021 0,050 0,071 0,087 0,101 0,300 2,37 5,81 8,21 10,06 11,61 7,61 Lmax 120 6 0,172 0,026 0,063 0,090 0,110 0,127 0,300 2,98 7,30 10,32 12,64 14,60 9,57 7 0,172 0,032 0,078 0,110 0,135 0,156 0,300 3,66 8,96 12,67 15,51 17,91 11,74 8 0,172 0,038 0,094 0,132 0,162 0,187 0,300 4,40 10,78 15,25 18,68 21,56 14,13 Rata-rata 2,77 6,77 9,58 11,73 13,55 8,88

1 30 60 90 120 1 30 60 90 120

Satuan Lahan 3 2.235,98 8 0,181 0,038 0,209 0,296 0,363 0,419 0,200 3,09 16,95 23,97 29,36 33,90 21,45 Luas(ha) 3,417 9 0,181 0,045 0,248 0,351 0,430 0,496 0,200 3,67 20,08 28,40 34,78 40,16 25,42 Sampel tanah P2,B7,B1 10 0,181 0,053 0,290 0,410 0,502 0,580 0,200 4,28 23,47 33,19 40,65 46,94 29,71 Lmax 47 11 0,181 0,061 0,335 0,474 0,580 0,670 0,200 4,95 27,12 38,35 46,97 54,24 34,33 12 0,181 0,070 0,383 0,542 0,664 0,767 0,200 5,67 31,03 43,89 53,75 62,07 39,28 13 0,181 0,350 1,918 2,713 3,323 3,837 0,200 28,35 155,28 219,60 268,96 310,56 196,55 14 0,181 0,387 2,120 2,999 3,672 4,241 0,200 31,33 171,62 242,71 297,26 343,24 217,23 15 0,181 0,425 2,327 3,291 4,031 4,655 0,200 34,39 188,37 266,40 326,27 376,75 238,44 Rata-rata 14,47 79,24 112,06 137,25 158,48 100,30


(62)

Tabel Lampiran 11. (lanjutan)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) 1 20 40 60 80 1 20 40 60 80

Satuan Lahan

4 2.235,98 15 0,176 0,425 1,900 2,687 3,291 3,800 0,500 83,61 373,90 528,77 647,61 747,79 476,33 Luas(ha) 2,034 16 0,176 0,464 2,073 2,932 3,591 4,146 0,500 91,22 407,93 576,90 706,56 815,87 519,70 Sampel tanah P3,P2,P1,B1,B7 17 0,176 0,503 2,250 3,182 3,897 4,500 0,500 99,00 442,72 626,11 766,82 885,45 564,02 Lmax 78 18 0,176 0,543 2,430 3,437 4,210 4,861 0,500 106,94 478,24 676,33 828,33 956,48 609,26 19 0,176 0,585 2,615 3,698 4,528 5,229 0,500 115,03 514,45 727,54 891,06 1.028,90 655,40 20 0,176 0,627 2,802 3,963 4,853 5,604 0,500 123,28 551,34 779,71 954,94 1.102,67 702,39 21 0,176 0,669 2,993 4,232 5,184 5,986 0,500 131,68 588,87 832,79 1.019,96 1.177,75 750,21 22 0,176 0,713 3,187 4,507 5,520 6,373 0,500 140,21 627,04 886,77 1.086,07 1.254,09 798,84 23 0,176 0,757 3,384 4,785 5,861 6,768 0,500 148,88 665,82 941,62 1.153,24 1.331,65 848,24 24 0,176 0,801 3,584 5,068 6,208 7,168 0,500 157,69 705,20 997,30 1.221,44 1.410,40 898,41 25 0,176 0,847 3,787 5,356 6,559 7,574 0,500 166,62 745,15 1.053,81 1.290,64 1.490,31 949,31 26 0,176 0,893 3,993 5,647 6,916 7,986 0,500 175,68 785,67 1.111,11 1.360,82 1.571,34 1.000,92 27 0,176 0,940 4,202 5,942 7,277 8,403 0,500 184,86 826,74 1.169,18 1.431,95 1.653,48 1.053,24 28 0,176 0,987 4,413 6,241 7,644 8,826 0,500 194,17 868,34 1.228,02 1.504,01 1.736,68 1.106,24 29 0,176 1,035 4,627 6,544 8,014 9,254 0,500 203,59 910,47 1.287,59 1.576,97 1.820,93 1.159,91 30 0,176 1,083 4,844 6,850 8,390 9,688 0,500 213,12 953,10 1.347,89 1.650,83 1.906,21 1.214,23 Rata-rata 145,97 652,81 923,22 1.130,70 1.305,62 831,67


(1)

Bentuk Wilayah : Berombak - bergelombang Bahan Induk : Batuan beku vulkanik Drainase : Muka air tanah > 72 cm

Penggunaan Lahan : Kelapa sawit dan Tanaman campuran

Lokasi : Lab. Lapang Terpadu FP Unila

Elevasi : 126 m dpl

Deskripsi profil

Lapisan Kedalaman (cm)

Uraian

I 0 - 18 Coklat gelap, 7,5 YR 3/4, tekstur lempung Konsistensi lekat,

II 18 - 52 Coklat kuat, 7,5 YR 4/6, tekstur lempung berpasir Konsistensi lekat,

III 52 - 72 Coklat kuat 5 YR 3/4, tekstur lempung berpasir Konsistensi lekat,

IV > 72 Coklat kemerahan 5 YR 4/6, tekstur lempung berpasir Konsistensi lekat,

Batu diamater 10 - 25 cm, jumlah sedikit Mengandung gambut


(2)

Tabel Lampiran 13. (Lanjutan) Nomor profil Tanah : B5 Klasifikasi Tanah : Ultisol

Bentuk Wilayah : Topografi datar, fisiografi lembah Bahan Induk : Batuan beku vulkanik

Drainase : Buruk

Penggunaan Lahan : Bekas sawah, genangan, rumput rawa

Lokasi : Lab. Lapang Terpadu FP Unila

5o22'8,21" LS, 105o14'40,66" BT: (526997 mT; 9406647 mU)

Elevasi : 123 m dpl

Deskripsi profil

Lapisan Kedalaman (cm)

Uraian I 0 - 10 Abu-abu, 10 YR 5/8, tekstur liat

Konsistensi lekat,

II 10 - 27 Abu abu, 10 YR 4/1, tekstur lempung Konsistensi lekat,

III 27 - 62 Abu abu gelap, 10 YR 5/1, tekstur lempung Konsistensi lekat,

IV 62 - 90 Warna merah kekuningan, 10 YR 6/1, tekstur lempung, senyawa Mg yang terkonsentrasi dalam bentuk butiran Konsistensi lekat,

V >90 Warna kuning kemerahan, 10 YR 7/1, lumpur berliat, senyawa Mg yang terkonsentrasi dalam bentuk butiran Konsistensi lekat,


(3)

Bentuk Wilayah : Topografi Landai Bahan Induk : Batuan beku vulkanik

Drainase : Baik

Penggunaan Lahan :

Lokasi : Lab. Lapang Terpadu FP Unila

5o22'5,83" LS, 105o14'34,65" BT: (526812 mT; 9406720 mU)

Elevasi : 128 m dpl

Deskripsi profil

Lapisan Kedalaman (cm)

Uraian

I 0 - 14 Coklat Gelap, 5 YR 3/3, tekstur lempung Konsistensi lekat,

II 14 - 43 Coklat terang, 7,5 YR 3/6, tekstur lempung Konsistensi lekat,

III 43 - 81 Coklat terang, 2,5 YR 4/6, tekstur liat Konsistensi lekat,

IV 81 - 110 coklat terang, 2,5 YR 4/8, tekstur liat Konsistensi lekat,


(4)

Tabel Lampiran 13. (Lanjutan) Nomor profil Tanah : B7 Klasifikasi Tanah : Ultisol

Bentuk Wilayah : Landai sampai bergelombang Bahan Induk : Batuan beku vulkanik

Drainase : Baik

Penggunaan Lahan :

Lokasi : Lab. Lapang Terpadu FP Unila

5o22'8,50" LS, 105o14'32,73" BT: (526753 mT; 9406638 mU)

Elevasi : 129 m dpl

Deskripsi profil

Lapisan Kedalaman (cm)

Uraian

I 0 - 16 Warna Coklat gelap, 7,5 YR 3/3, Tekstur lempung Konsistensi lekat,

II 16 - 41 Warna coklat gelap, 7,5 YR 3/4, Tekstur lempung Konsistensi lekat,

III 41 - 63 Warna Coklat gelap kemerahan 5 YR 3/4, Tekstur liat Konsistensi lekat,

IV 63 - 95 Warna merah kekuningan, 5 YR 4/6, Tekstur liat Konsistensi lekat,


(5)

(6)

Tabel Lampiran 15. Hubungan antara kecuraman lereng dengan lebar teras, jumlah teras, dan persentase luas areal yang bisa ditanami, dengan jarak vertikal (VI) 1 meter (Constatinesco, 1976)

1 Kecuraman lereng (%) 5 10 15 20 25 30 35

2 Lebar areal yang dapat ditanami (m) 18,50 8,50 5,17 3,50 2,50 1,83 1,36 3 Lebar teras (m) 20,00 10,00 6,67 5,00 4,00 3,33 2,86

4 Jumlah teras per 100 m lereng 5 10 15 20 25 30 35

5 Persentase areal yang dapat ditanami 0,925 0,850 0,775 0,700 0,625 0,550 0,475 Sumber : Arsyad (2010)