PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN HERBISIDA TERHADAP ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI PADA PERTANAMAN SINGKONG DI LABORATORIUM LAPANG TERPADU FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN HERBISIDA TERHADAP
ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI PADA PERTANAMAN SINGKONG
DI LABORATORIUM LAPANG TERPADU FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh
M. KHORY ANDREAWAN

PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

ABSTRACT

THE EFFECT OF TILLAGE SYSTEM AND HERBICIDE ON
SURFACE RUNOFF AND EROSION FOR CASSAVA CROP
FIELD IN LABORATORIUM LAPANG TERPADU OF
AGRICULTURE FACULTY UNIVERSITY OF LAMPUNG

By
M. KHORY ANDREAWAN

Land degradation is a major factor in decreasing the productivity of the land. The
most frequently land degradation occurred is due to surface runoff and erosion.
One of the causes of the surface runoff and erosion is human treatment. Human
treatment of the land can accelerate or reduce surface runoff and erosion. This
study aims to determine the effect of both tillage systems and herbicide on surface
runoff and erosion on crop cassava field in laboratorium lapang terpadu
Agriculture Faculty, University of Lampung. The experiment was design as a
factorial in randomized complete block design with four block. This experiment
used multislot devicer method with size 4 x 4 meter. Treatment consists of two
factors which are tillage system and herbicide. The results of this experiment
indicate that tillage system did not affect surface runoff and erosion significantly
and herbicide treatment increase surface runoff compare to treatment without
herbicide, which is 32,8 mm and 24,6 mm, but did not significantly affect erosion.
Keywords : Tillage, herbicide, run off, erosion

ABSTRAK


PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN HERBISIDA
TERHADAP ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI PADA
PERTANAMAN SINGKONG DI LABORATORIUM LAPANG
TERPADU FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
LAMPUNG
Oleh
M. KHORY ANDREAWAN

Degradasi lahan merupakan faktor utama penyebab menurunnya produktivitas
suatu lahan. Degradasi lahan yang paling sering terjadi adalah akibat aliran
permukaan dan erosi. Salah satu faktor penyebab terjadinya aliran permukaan dan
erosi adalah perlakuan manusia. Perlakuan manusia terhadap lahan dapat
mempercepat atau menekan aliran permukaan dan erosi yang terjadi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah dan herbisida terhadap
aliran permukaan dan erosi pada pertanaman singkong di laboratorium lapang
terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Percobaan ini menggunakan
metode petak kecil dengan ukuran 4 x 4 meter. Percobaan ini disusun secara
faktorial dalam rancangan acak kelompok lengkap dengan empat kelompok.
Perlakuan terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah sistem olah tanah, dan
faktor kedua adalah herbisida. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem

olah tanah tidak mempengaruhi aliran permukaan dan erosi, dan pemberian
herbisida nyata memperbesar aliran permukaan,dibandingkan dengan perlakuan
tanpa herbisida, yaitu 32,8 mm dan 24,6 mm, tetapi tidak mempengaruhi erosi
yang terjadi.
Kata kunci : Sistem olah tanah, herbisida, aliran permukaan, erosi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Baturaja, tanggal 13 Januari
1993 dari pasangan Irwan Bagoes dan Susilawati
sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara : Vakatyan
Goespan, Goestyari Kurnia Amantha dan saya sendiri
M. Khory Andreawan.
Riwayat pendidikan formal dimulai ketika penulis
memasuki SD N 1 Sukarame, Kecamatan Sukarame, Bandar Lampung tahun
1998. Tahun 2004 penulis menamatkan SD dan memasuki jenjang pendidikan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 2 Bandar Lampung sampai tamat
pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di MAN 1
Bandar Lampung sampai tamat pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis


diterima sebagai mahasiswa di jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Penelusuran Kemampuan Akademik
dan Bakat).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi. Pada tahun
2011-2012 penulis menjadi anggota Bidang Departemen Pengabdian Masyarakat
Perhimpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP). Pada tahun 20112012 juga penulis dipercayakan menjadi Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa
– Universitas Taekwondo (UKM-U) Universitas Lampung. Pada tahun 2012 –
2013 penulis juga dipercaya menjadi Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat

Perhimpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP). Penulis juga menjadi
atlet Taekwondo Universitas Lampung di beberapa kejuaran daerah (kejurda)
tingkat Provinsi dan menjadi salah satu pelatih di dojang Taekwondo Universitas
Lampung..

Sebagai Wujud Ungkapan Rasa Cinta, Kasih dan Sayang Serta Bakti yang Tulus
Kupersembahkan Karya Kecil Terindah ini
Teruntuk:

Papaku Irwan Bagoes, Mamaku Susilawati

Yang Selalu mencurahkan Cinta, Kasih, dan Sayang serta selalu membimbing penulis ke arah
yang lebih baik
Kakakku Vakatyan Goespan dan ayukku Goestyari Kurnia Amantha, serta Mifta Rizki Mardika
Yang Telah Memberikan Semangat dan Motivasi Untuk
Menjadi Lebih Baik di Masa Depan

Guru-guru dan Dosen-dosenku
yang Telah Memberikan Ilmu yang Bermanfaat Sebagai
Bekal Kehidupan Saat ini
dan Masa yang Akan Datang
Sahabat, Teman-teman Seperjuanganku TETA’10
yang Selalu Memberikan Semangat dan Motivasi

SANWACANA

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :
“Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Herbisida terhadap Aliran Permukaan dan Erosi pada
Pertanaman Singkong di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas
Lampung”

Shalawat beriring salam senantiasa tercurah kepada Rosulullah Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Bersamaan dengan selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku dosen pembimbing utama yang telah
sabar, tekun, tulus, dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran memberikan
bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama
menyusun skripsi;
2. Bapak Ir. Iskandar Zulkarnain, M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan
bimbingan, masukan, nasihat, arahan serta kritik dan saran kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini;
3. Bapak Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku penguji sekaligus pembimbing akademik yang
telah banyak ilmu selama masa studi dan memberikan kritik, saran, dan pengarahan kepada
penulis selama proses penyelesaian skripsi ini;

4. Tim kerjasama penelitian Yokohama National University dan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung atas izin melakukan penelitian.
5. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian Universitas
Lampung;
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung;

7. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan, pengetahuan, teladan
dan arahan yang telah diberikan;
8. Papa (Irwan Bagoes) dan Mama (Susilawati) tercinta yang senantiasa memberikan nasehat,
do’a, perhatian, motivasi, dukungan dan dorongan baik material maupun spiritual, serta cinta
dan kasih sayang yang tulus dalam penyelesaian skripsi ini;
9. Kakak dan Ayuk (Vakatyan Goespan, Goestyari Kurnia Amantha) serta keluarga besarku
terimakasih atas do’a dan dukungannya;
10. Mifta Rizki Mardika yang senantiasa memberikan semangat, dukungan dan do’a dan teman
seperjuanganku selama penelitian Burhanuddin yang senantiasa membantu dalam
penyelesaian skripsi ini;
11. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2010 (Denta, Kiki, Anwar, Adam, Rendy, Tita,
Memey, Tia, Jureni, Yesi, Iis) dan yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terimakasih atas dukungan kalian;
12. Teman-teman UKM Taekwondo Universitas Lampung (Tommy, Adi, Yoga, Tono, Anis,
Hari, Eko, Ines) dan yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas
dukungan kalian.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua, Amin.
Bandar Lampung, September 2014


M. KHORY ANDREAWAN

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab
menurunnya produktivitas suatu lahan. Degradasi lahan adalah kondisi lahan
yang tidak mampu menjadi tempat tanaman pertanian berproduksi secara optimal
(Banuwa, 2013). Menurut Arsyad (2010), degradasi lahan adalah hilangnya
fungsi dari tanah, yaitu sebagai sumber air dan hara bagi tanaman, sebagai matriks
akar tanaman berjangkar, serta sebagai tempat air dan unsur hara ditambahkan.
Selanjutnya Arsyad (2010) menyatakan bahwa degradasi/kerusakan lahan
disebabkan oleh empat faktor, yaitu :
1. Hilangnya unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran.
2. Terkumpulnya garam atau senyawa racun bagi tanaman di daerah
perakaran.
3. Penjenuhan tanah oleh air (water logging).
4. Erosi.

Dari keempat faktor tersebut, kerusakan yang paling sering terjadi pada tanah
adalah terkikisnya lapisan atas tanah akibat aliran permukaan (surface run off)
yang mengakibatkan hilangnya lapisan tanah atas yang banyak mengandung unsur
hara dan mineral yang sering disebut dengan erosi (Arsyad, 2010). Menurut

2

Banuwa (2013), erosi merupakan faktor utama penyebab terjadinya degradasi
lahan. Erosi dapat menyebabkan : 1) hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan
baik untuk pertumbuhan tanaman ; 2) berkurangnya kemampuan tanah untuk
menyerap dan menahan air.
Perpindahan tanah atau erosi tersebut akan menimbulkan beberapa dampak yang
tidak diinginkan di tempat asal tanah tersebut dan di tempat tanah mengendap.
Perpindahan atau pengikisan tersebut akan membuat tanah lebih terbuka dan
unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dapat hilang seiring dengan tanah yang
berpindah. Sedangkan di tempat pengendapannya, tanah hasil erosi dapat
mengganggu saluran-saluran air dan dapat mengakibatkan pendangkalan wadukwaduk ataupun daerah-daerah aliran sungai. Dampak yang nyata dari erosi pada
kegiatan pertanian adalah menurunnya hasil produksi suatu lahan. Dampak lain
dari erosi adalah kerugian akibat hilangnya unsur hara pada tanah. Menurut hasil
penelitian Kalsim (2005, dalam Banuwa 2013) yang dilakukan di DAS

Sekampung, kerugian yang dapat diakibatkan oleh erosi di lahan (on site) di lahan
seluas 253.390 ha, bisa mencapai Rp 130 Miliar/tahun.
Besarnya laju erosi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor iklim, tanah,
bentuk wilayah (topografi), dan perlakuan manusia. Hujan merupakan faktor
iklim yang paling berpengaruh pada erosi tanah (Arsyad, 2010). Hujan juga
menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap erosi di Indonesia. Besarnya
curah hujan (intensitas) dan lamanya hujan menentukan kekuatan dispersi hujan
terhadap tanah serta kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi. Air hujan
yang jatuh menimpa tanah di lahan yang terbuka akan menyebabkan tanah

3

terdispersi. Jika intensitas hujan melebih kapasitas infiltrasi tanah atau telah
melewati titik jenuhnya, maka sebagian besar kelebihan air tersebut akan mengalir
menjadi aliran permukaan. Kekuatan erosi akan semakin besar dengan semakin
curam dan panjangnya lereng permukaan tanah (Banuwa, 1994). Menurut Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) tahun 2012, lahan miring dan
berpotensi terjadi erosi di Bandar Lampung mencapai 35 % dan lahan curam
mencapai 4 % dari keseluruhan wilayah Kota Bandar Lampung yang memiliki
luas 19.722 ha.

Faktor lain yang berpengaruh besar terhadap besarnya laju erosi adalah perlakuan
manusia, salah satu bentuk perlakuan yang dilakukan manusia adalah pengolahan
tanah. Pengolahan tanah secara signifikan dapat mempengaruhi kerentanan tanah
terhadap erosi yang dapat mempercepat dan memperbesar laju erosi (Meijer, dkk.,
2013). Pengolahan tanah dapat diartikan dengan kegiatan manipulasi mekanik
tanah. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk membolak-balik tanah dan
mencampur tanah, mengontrol tanaman penggangu, mencampur sisa tanaman
dengan tanah dan menciptakan kondisi tanah yang baik untuk daerah perakaran
tanaman. Menurut Putte, dkk. (2012), pengolahan tanah dapat merubah struktur
tanah yang mengakibatkan peningkatan ketahanan tanah terhadap penetrasi
gerakan vertikal air tanah atau yang lebih sering disebut daya infiltrasi tanah. Hal
tersebut dapat mengakibatkan air menggenang di permukaan yang kemudian
dapat berubah menjadi aliran permukaan (surface run off). Oleh karena itu
diperlukan sistem olah tanah konservasi untuk menekan besarnya aliran
permukaan dan erosi.

4

Penelitian Banuwa (1994) juga menunjukkan tindakan konservasi tanah terutama
perlakuan penanaman pada guludan mengikuti kontur sangat efektif dalam
menekan besarnya aliran permukaan dan laju erosi tanpa menurunkan produksi
tanaman. Tindakan konservasi tersebut dapat menekan aliran permukaan sebesar
71,4 % dan erosi sebesar 87,3 %.
Selain pengolahan tanah, perlakuan yang biasa dilakukan manusia terhadap lahan
adalah pemberian herbisida. Pemberian herbisida biasa dilakukan pada areal
lahan yang luas yang bertujuan untuk mematikan gulma yang terdapat di lahan.
Menurut Sakalena (2009), pemberian herbisida berbahan aktif Glyfosat sangat
dianjurkan karena terbukti sangat efektif dalam mematikan gulma dalam waktu
yang singkat. Namun pemberian herbisida dalam jangka waktu yang lama dapat
merusak tanah, hal tersebut juga dapat memicu terjadinya erosi pada suatu lahan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian tentang pengaruh sistem olah tanah
dan penggunaan herbisida terhadap aliran permukaan dan erosi penting dilakukan.
Salah satu metode pengukuran aliran permukaan dan erosi adalah dengan
melakukan pengukuran melalui pembuatan petak-petak erosi yaitu metode petak
kecil (multislot devicer). Oleh karena itu, Yokohama National University dan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung mengadakan kerjasama dalam bentuk
penelitian jangka panjang terhadap pengaruh pengolahan tanah dan penggunaan
herbisida yang dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Penelitian ini telah berjalan selama satu masa periode
tanam, yaitu dengan menggunakan tanaman jagung. Pada periode pertama
pertanaman jagung didapat hasil bahwa pengolahan tanah dan penggunaan

5

herbisida tidak berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi yang terjadi.
Perbedaan kebutuhan air dan morfologi pada setiap tanaman yang menghasilkan
aliran permukaan dan erosi yang berbeda (Hidayat, dkk., 2004), menyebabkan
perlunya penelitian lanjutan mengenai pengaruh pengolahan tanah dan herbisida
dengan menggunakan tanaman lain. Pada peneltian ini digunakan tanaman
singkong sebagai vegetasi penutup.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah dan
penggunaan herbisida terhadap aliran permukaan dan erosi pada pertanaman
singkong.

1.3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pengaruh pengolahan
tanah dan penggunaan herbisda yang menekan aliran permukaan dan erosi serta
dapat dijadikan pedoman untuk penelitian lanjutan.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :
Sistem olah tanah minimum dengan penggunaan herbisida dapat menekan aliran
permukaan dan erosi pada pertanaman singkong.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Olah Tanah

Pengelolaan kesuburan tanah terletak dari pengaturan keseimbangan empat faktor,
yaitu oksigen, air, unsur toksik, dan unsur hara (Indranada, 1994). Salah satu
bentuk upaya pengaturan keempat faktor tersebut dengan melakukan pengolahan
tanah.
Pengolahan tanah adalah salah satu kegiatan persiapan lahan (land preparation)
yang bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah ditujukan untuk memperbaiki daerah
perakaran tanaman, kelembaban dan aerasi tanah, memperbesar kapasitas infiltrasi
serta mengendalikan tumbuhan pengganggu.
Sistem pengolahan tanah modern dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengolahan
tanah konvensional dan pengolahan tanah konservasi (Gajri, dkk., 2002).
Pengolahan tanah konvensional dikenal juga dengan istilah Olah Tanah Intensif
(OTI) yang menjadi pilar intensifikasi pertanian sejak program Bimas
dicanangkan, dan secara turun menurun masih digunakan oleh petani. Pada
pengolahan tanah intensif, tanah diolah beberapa kali baik menggunakan alat
tradisional seperti cangkul maupun dengan bajak singkal. Pada sistem OTI,
permukaan tanah dibersihkan dari rerumputan dan mulsa, serta lapisan olah tanah

7

dibuat menjadi gembur agar perakaran tanaman dapat berkembang dengan baik
(Utomo, 2012). Namun, pengolahan tanah yang dilakukan terus menerus dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap produktivitas lahan. Pengolahan tanah
secara berlebihan dan terus menerus juga dapat memacu emisi gas CO2 secara
signifikan (Utomo, 2012). Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) tentang
pengolahan tanah minimum (minimum tillage) tahun 1994 juga menyatakan
bahwa pengolahan tanah dapat mempercepat kerusakan sumber daya tanah
contohnya meningkatkan laju erosi dan kepadatan tanah. Hal tersebut
dikarenakan permukaan tanah yang bersih dan gembur tidak mampu menahan laju
aliran permukaan yang mengalir deras, sehingga banyak partikel tanah yang
mengandung humus dan hara tergerus dan terbawa air ke hilir (Utomo, 2012).
Sedangkan pemadatan tanah biasanya disebabkan oleh penggunaan alat berat
untuk kegiatan pertanian di lahan. Selain itu pengolahan tanah secara intensif
memerlukan biaya yang tinggi (LIPTAN, 1994).
Oleh karena itu diperlukan sistem pengolahan tanah konservasi yang dapat
membuat produktivitas lahan berlangsung lama. Salah satu pengolahan tanah
konservasi adalah pengolahan tanah minimum, yaitu pengolahan tanah yang
dilakukan secara terbatas atau seperlunya tanpa melakukan pengolahan tanah pada
seluruh areal lahan (LIPTAN, 1994). Olah tanah minimum merupakan sistem
Tanpa Olah Tanah (TOT) yang berkembang sesuai dengan kemampuan dan
kondisi lokal petani. Pada olah tanah minimum, pengendalian gulma biasanya
cukup dilakukan secara manual atau dilakukan penyemprotan herbisida ketika
pembersihan secara manual tidak berhasil. Mulsa gulma atau tanaman
sebelumnya juga diperlukan untuk menutupi permukaan lahan (Utomo, 2012).

8

Pada olah tanah minimum bobot isi tanah lebih rendah dibandingkan olah tanah
intensif maupun tanpa olah tanah karena tanah hanya diolah seperlunya sehingga
masih terdapat bongkah-bongkahan tanah yang cukup besar, sehingga tanah tidak
mudah hancur dan terbawa erosi (Endriani, 2010). Pengolahan tanah minimum
juga memberi keuntungan dari segi pembiayaan karena menggunakan pekerja,
bahan bakar dan peralatan yang lebih sedikit (Bowman, dkk., 2005). Menurut
LIPTAN (1995), selain menghemat biaya, pengolahan tanah minimum juga
bermanfaat untuk : 1) mencegah kerusakan tanah akibat aliran permukaan dan
erosi ; 2) mengamankan dan memelihara produktivitas tanah agar tercapai
produksi maksimal dalam kurun waktu yang tidak terbatas ; 3) meningkatkan
produksi lahan usahatani.

2.2. Herbisida

Salah satu bentuk perlindungan terhadap tanaman adalah membersihkan lahan
dari organisme pengganggu tanaman (OPT). Selain dari hama dan penyakit,
organisme pengganggu lain yang merugikan adalah gulma. Menurut Sembodo
(2004), gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan
kepentingan manusia dalam hal produktivitas tanaman yang ditanam. Tujuan
perlindungan tersebut adalah untuk mencegah kerugian pada tanaman yang akan
berdampak pada kerugian ekonomis kepada petani yang mengusahakannya
(Djafaruddin, 2004).
Pengendalian gulma (Weed control) adalah tindakan pengelolaan gulma dengan
cara menekan keberadaan atau populasi gulma hingga tingkat tidak merugikan

9

secara ekonomis. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanis, yaitu
dengan bantuan alat dan mesin pertanian, secara biologis, yaitu dengan cara
penanaman tanaman pendamping sehingga mencegah gulma untuk tumbuh, dan
secara kimia, yaitu dengan penggunaan herbisida (Sembodo, 2010).
Herbisida adalah bahan kimia atau kultur hayati yang dapat menghambat
pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida tersebut mempengaruhi satu
atau lebih proses – proses yang sangat diperlukan tumbuhan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya, misalnya proses pembelahan sel,
perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi,
metabolisme nitrogen, aktivitas enzim, dan sebagainya (Sembodo, 2010).
Bahan aktif herbisida yang digunakan pada penelitian ini adalah glyfosat dan 2,4
D. USDA menganjurkan penggunaan herbisida bahan aktif glyfosat karena
sangat efektif memberantas gulma dalam waktu yang singkat (Sakalena, 2009).
Bahan aktif 2,4 D pada herbisida juga dapat mengendalikan gulma dengan baik
karena herbisida tersebut bersifat efektif, selektif, dan sistemik (Sembodo, 2010).

2.3. Aliran Permukaan

Aliran permukaan adalah bagian dari hujan yang mengalir pada permukaan tanah
yang masuk ke sungai atau saluran, atau ke danau atau ke laut (Arsyad, 2010).
Aliran permukaan terjadi akibat dari air hujan yang tidak terabsorbsi oleh tanah
dan tidak tergenang di permukaan tanah dan mengalir ke tempat yang lebih
rendah dan mengendap di suatu tempat, seperti parit atau saluran (Hillel, 1980
dalam Banuwa, 2013).

10

Menurut Schawab, dkk (1981 dalam Banuwa 2013), beberapa faktor yang
memepengaruhi aliran permukaan adalah :
1. Faktor presipitasi, yaitu lamanya hujan, distribusi dan intensitas hujan.
2. Faktor DAS, yaitu ukuran, bentuk, topografi, geologi, dan kondisi permukaan.
Menurut Sucipto (2007), sifat-sifat aliran permukaan yang dapat mempengaruhi
laju erosi adalah :
1. Jumlah aliran permukaan
Jumlah aliran permukaan adalah total air yang mengalir di permukaan
tanah untuk suatu masa hujan atau masa tertentu yang dinyatakan dalam
tinggi air (mm) dan volume air m3.
2. Laju aliran permukaan
Laju aliran permukaan adalah volume air yang mengalir melalui suatu titik
per satuan waktu. Laju aliran permukaan dikenal juga dengan istilah debit.
3. Kecepatan aliran permukaan
Kecepatan aliran permukaan dipengaruhi oleh kekasaran permukaan dan
kecuraman lereng.
4. Gejolak aliran permukaan
Gejolak atau turbulensi merupakan peristiwa yang sangat berpengaruh
sebagai penyebab erosi, Yang dapat dinyatakan dalam bilangan Reynolds
(Re) atau bilangan Froude (F).
Re = VR/U
F = V/√gR

11

Di mana Re adalah bilangan Reynolds atau indeks turbulensi, F adalah
bilangan Froude, V adalah kecepatan aliran, R adalah kedalaman air atau
radius hidraulik, U adalah viskositas kinetik air, dan g adalah gravitasi
(Arsyad, 2010). Gejolak aliran permukaan yang terjadi dapat
memperbesar jumlah erosi yang terjadi .

2.4. Erosi

Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya atau bagian-bagian tanah dari suatu
tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain kemudian diendapkan di
suatu tempat lain (Arsyad, 2010). Proses erosi terjadi dimulai dari proses
penghancuran tanah hingga berpindahnya tanah atau bagian dari tanah akibat
bantuan dari air atau angin kemudian mengendap.
Proses erosi tanah yang disebabkan oleh air sering terjadi di daerah – daerah tropis
lembab dengan curah hujan rata – rata melebihi 1.500 mm per tahun. Sedangkan
erosi yang disebabkan oleh angin berlangsung di daerah yang kering.
Erosi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a.

Normal/Geological Erosion, yaitu erosi yang berlangsung secara alamiah.
Erosi secara alamiah tidak menimbulkan kerusakan yang besar,
keseimbangan lingkungan pada saat terjadi erosi secara alamiah masih dapat
terjaga, karena banyaknya partikel – partikel tanah yang terkikis dan
terangkut seimbang dengan banyaknya tanah yang terbentuk di tempat –
tempat partikel tanah tersebut terkikis.

12

b.

Accelerated Erosion, yaitu proses terjadinya erosi dipercepat akibat tindakan
- tindakan yang dilakukan oleh manusia, seperti kesalahan dalam pengolahan
tanah dan pelaksanaan kegiatan pertanian.

Besarnya laju erosi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Faktor Iklim, hujan merupakan faktor utama iklim paling berpengaruh
terhadap terjadinya erosi. Karakteristik hujan yang mempunyai pengaruh
terhadap erosi tanah adalah jumlah atau kedalaman hujan, intensitas dan
lamanya hujan. Kelembaban udara dan radiasi ikut berperan dalam
mempengaruhi suhu udara, demikian juga kecepatan angin menentukan
kecepatan arah jatuhnya butir hujan (Baver, 1959 dalam Banuwa 2013).
Kemampuan hujan yang mempengaruhi besarnya erosi biasa disebut
dengan erosivitas. Erosivitas adalah kemampuan air hujan untuk
menghancurkan dan menghanyutkan partikel tanah. Kemampuan air hujan
menghancurkan dan menghanyutkan partikel tanah ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu jumlah hujan, lama hujan, ukuran butir dan
kecepatan jatuh hujan. Keempat faktor tersebut saling mempengaruhi
dalam hal potensi terjadinya erosi. Jumlah hujan yang tinggi belum tentu
berpotensi menimbulkan erosi apabila lama hujannya tersebar sepanjang
tahun, namun berbeda hal ketika hujan jumlah hujan tersebut terjadi
selama 2-3 bulan secara terus menerus. Energi kinetik yang ditimbulkan
oleh jatuhnya butiran – butiran air hujan menjadi hal terpenting karena
merupakan kekuatan utama penghancur agregat – agregat tanah. Energi
kinetik berkaitan dengan massa dan kecepatan jatuh air hujan. Semakin

13

besar massa dan cepat jatuhnya hujan, maka daya tumbuk air hujan akan
semakin besar ke permukaan tanah (Sutedjo, 2010).
Menurut Banuwa (1994), semakin besar besarnya curah hujan maka
enenrgi tumbuk atau energi dispersi hujan terhadap tanah semakin besar,
sehingga kemampuannya memecah agregat tanah semakin besar.
Jumlah curah hujan rata-rata yang tinggi tidak selalu menyebabkan erosi
jika curah hujannya tinggi, demikian juga kalau curah hujannya tinggi
terjadi dalam waktu singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit
terjadinya erosi karena jumlah hujannya sedikit (Arsyad, 2010).
2. Tanah, berdasarkan sifat – sifat fisiknya menentukan laju pengikisan
(erosi) dan dinyatakan sebagai faktor erodibilitas tanah (kepekaan tanah
terhadap erosi). Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap daya
menghancurkan dan tekanan aliran air. Semakin tinggi nilai erodibilitas
tanah maka akan semakin mudah tanah tersebut tererosi, dan sebaliknya
semakin rendah nilai erodibilitas tanah maka akan semakin tinggi daya
tahan atau resistensi tanah tersebut (Kartasapoetra, dkk., 1991). Menurut
Arsyad (2010), Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi
adalah :
1. Sifat – sifat tanah yang mempengaruhi laju peresapan (infiltrasi),
permeabilitas dan kapasitas tanah menahan air.
2. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap
dispersi dalam pengikisan oleh butir-butir hujan dan limpasan
permukaan.

14

3. Bentuk wilayah (topografi), menentukan kecepatan laju alir di permukaan
yang mampu mengangkut atau menghanyutkan partikel – partikel tanah.
Pada lahan datar, percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke
udara ke segala arah secara acak, sedangkan pada lahan miring partikel
tanah lebih banyak terlempar ke arah bawah daripada terlempar ke atas,
dengan proporsi yang makin besar dengan meningkatnya kemiringan
lereng. Panjang lereng juga mengakumulasikan partikel yang terbawa,
semakin panjang lereng maka semakin banyak partikel dan aliran
permukaan yang terakumulasi dari segi kedalaman dan kecepatannya
(Arsyad, 2010).
4. Tanaman penutup (vegetasi), menurut Arsyad (2010), pengaruh vegetasi
dalam memperkecil laju erosi adalah sebagai berikut :
-

Vegetasi mampu menangkap (intersepsi) butir air hujan sehingga
energi kinetik dari tetesan air hujan terserap oleh tanaman dan tidak
menghantam langsung pada tanah. Pengaruh intersepsi air hujan oleh
vegetasi penutup pada erosi melalui dua cara, yaitu : pertama,
memotong butir air hujan sehingga tidak jatuh langsung ke tanah dan
memberikan kesempatan terjadinya penguapan langsung dari dedaunan
dan dahan. Kedua, menangkap butir hujan dan meminimalkan
kerusakan terhadap struktur tanah.

-

Vegetasi penutup mengurangi energi aliran, meningkatkan kekasaran
sehingga mengurangi kecepatan aliran permukaan, dan selanjutnya
memotong kemampuan aliran permukaan untuk melepas dan
mengangkut partikel tanah.

15

-

Perakaran tanaman dapat mengikat butir-butir tanah, meningkatkan
stabilitas dan memperbaiki porositas tanah.

-

Aktivitas biologi yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman
memberikan dampak positif pada porositas tanah.

-

Tanaman mendorong transpirasi air, sehingga lapisan tanah atas
menjadi kering.

-

Tanaman meningkatkan kehilangan air dengan proses evaporasi dan
transpirasi.

5. Perlakuan manusia, kegiatan yang dilakukan manusia kebanyakan
berkaitan dengan perubahan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
erosi, seperti perubahan penutup tanah akibat penggundulan atau
pembabatan hutan untuk pemukiman dan lahan pertanian. Perubahan
topografi secara mikro akibat penerapan terasering, penggemburan tanah
dengan pengolahan lahan, serta pemakaian pupuk yang berpengaruh pada
struktur tanah.
Proses pengolahan tanah dan pelaksanaan pertanian yang kurang baik
dapat mempercepat laju erosi. Namun dampak dari hal tersebut dapat
dipekecil dengan tindakan konservasi pengolahan tanah (Sinukaban,
2007).

16

Dari kelima faktor diatas, Soil Conservation Service USDA memperhitungkan
kelima faktor tersebut dalam menentukan metode pendugaan besar erosi tanah.
E = f (C,T,V,S,H)
Keterangan :
E

= Erosi

f

= Faktor-faktor yang mempengaruhi

C

= Iklim (climate)

T

= Topografi

V

= Vegetasi

S

= Sifat-sifat tanah (soil)

H

= Peranan manusia (human activities) (Kartasapoetra, dkk., 1991).

2.5. Upaya Penanggulangan Erosi
Tindakan dan perlakuan yang salah dapat mendorong terjadinya erosi, yang
berakibat menurunnya kesuburan tanah. Menurut Sutedjo (2010), pengaruh erosi
terhadap menurunnya kesuburan tanah dapat dicirikan dengan terjadinya :
a.

Penghanyutan partikel tanah, berlangsungnya penghanyutan partikel tanah
biasanya terjadi pada lahan yang miring. Partikel-partikel tanah yang tererosi
akan mengendap disuatu tempat. Jauh dekatnya pengendapan yang terjadi
bergantung pada ukuran partikel. Debu dan liat akan terendapkan jauh dari
tempat semula, sedangkan partikel-partikel pasir yang umunya memiliki
ukuran yang lebih besar akan terendapkan dekat dari tempat pelepasannya.

b.

Perubahan struktur tanah, terlepasnya atau terkikisnya partikel-partikel tanah
akan menyebabkan terbentuknya struktur tanah yang jelek dan struktur
terlepas (polyeder) pada tanah yang tererosi.

17

c.

Penurunan kapasitas infiltrasi dan penampungan, penurunan kapasitas
infiltrasi dan daya tampung air disebabkan oleh menurunnya ruang pori yang
ada di dalam tanah akibat perubahan dari struktur tanah, dengan menurunnya
kapasitas infiltrasi tersebut, aliran pemukaan (surface run off) akan semakin
lancar.

d.

Perubahan profil tanah, pada tanah berlereng profil tanah akan tersusun tanah
subur, kurang subur dan tidak subur. Hal tersebut terjadi karena erosi
berlangsung hebat pada bagian tengah lereng yang umunya digunakan
sebagai lahan pertanian. Tanah endapan di bawah lereng juga akan menjadi
subur karena merupakan hasil endapan tanah horison A dan horison B pada
bagian tengah lereng.

Menurut Marston (1987), upaya penanggulangan erosi dapat dilakukan dengan
cara mengurangi pengolahan tanah, hal tersebut terdiri dari empat sistem, yaitu :
1. Reduced Cultivation, dengan mengembalikan tunggul tanaman dan
pertumbuhan gulma setelah panen kemudian diikuti dengan penyemaian
benih dengan sedikit budidaya. Aplikasi herbisida dimungkinkan sebelum
atau setelah tanam.
2. Direct Driling, budidaya dilakukan langsung tanpa adanya pengolahan
tanah sebelumnya. Budidaya tanaman dilakukan langsung ke dalam tanah
yang terganggu.
3. Minimum tillage, sebagian besar gulma dikendalikan dengan penggunaan
herbisida bersama-sama dengan pengolahan tanah mekanis.

18

4. No-tillage, adalah praktek pengelolaan budidaya tanaman tanpa
menggunakan pengolahan tanah apapun.

2.6. Singkong

2.6.1. Tanaman Singkong

Singkong atau ubi kayu merupakan tanaman tropis namun dapat juga beradaptasi
dan tumbuh dengan baik di daerah sub tropis. Singkong juga mempunyai banyak
nama lain, yaitu ketela, keutila, ubi kayee (Aceh), ubi parancih (Minangkabau),
ubi singkung (Jakarta), batata kayu (Manado), bistungkel (Ambon), huwi
dangdeur (Sunda), tela pohung (Jawa), tela belandha (Madura), sabrang sawi
(Bali), kasubi (Gorontalo), lame kayu (Makassar), lame aju (Bugis), kasibi
(Termate, Tidore) (Purwono, 2009). Tanaman singkong banyak dimafaatkan
sebagai makanan pokok pengganti nasi atau sebagai bahan makanan. Umur
optimal pemanenan singkong ditijau dari hasil tepung, kelembaban, abu dan kadar
protein kasar dari tepung yang dihasilkan adalah sebelum 12-13 bulan setelah
tanam (Apea-Bah, dkk., 2011).
Menurut Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) tahun 1995 mengenai tanaman
singkong, Secara umum tanaman singkong tidak menuntut iklim yang spesifik
untuk pertumbuhannya. Namun demikian singkong akan tumbuh dengan baik
pada iklim dan tanah sebagai berikut :

Iklim :
Curah hujan

: 750 – 1.000 mm/thn

Tinggi tempat : 0 – 1.500 m dpl

19

: 250 - 280 Celsius

Suhu
Tanah :
Tekstur

: berpasir hingga liat, tumbuh baik pada tanah lempung
berpasir yang cukup unsur hara

Struktur

: gembur

pH Tanah

: 4,5 – 8 optimal pada pH 5,8.

2.6.2. Taksonomi dan Morfologi

Dalam sistematika (taksonomi) tanaman singkong atau ubi kayu diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae (Tumbuh-tumbuhan)

Divisi

: Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

Subdivisi

: Angiospermae (Berbiji tertutup)

Kelas

: Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

Ordo

: Euphorbiales

Family

: Euphorbiaceae

Genus

: Manihot

Species

: Manihot utilissima Pohl (Hidayah, 2011).

III. METODOLOGI

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian
Universitas Lampung dan Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Lampung pada bulan Mei 2014 - September 2014.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah petak erosi, ombrometer,
timbangan, oven, gelas ukur, ember, seng, ajir, cangkul, mistar, saringan, drum
penampung, alat pengukur tutupan lahan, alat tulis, sprayer, dan seperangkat
komputer.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman singkong sebagai
vegetasi penutup, pupuk urea, pupuk SP 36, pupuk KCl, kompos, mulsa dari sisa
pertanaman sebelumnya, dan herbisida.

3.3. Metode Penelitian

Percobaan ini disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok
Lengkap (RAKL) dengan 4 kelompok. Perlakuan terdiri dua faktor, faktor

21

pertama adalah sistem olah tanah yaitu pengolahan tanah minimum (M) dan
pengolahan tanah penuh (F), dan faktor kedua yaitu pemberian herbisida (H1) dan
tanpa pemberian herbisida (H0).

Gambar 1. Tata Letak Unit Percobaan
Empat jenis perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :
M

: Pengolahan tanah minimum (Minimum tillage) tanpa herbisida

MH

: Pengolahan tanah minimum (Minimum tillage) dengan pemberian
herbisida

F

: Pengolahan tanah penuh (Full tillage) tanpa herbisida

FH

: Pengolahan tanah penuh (Full tillage) dengan pemberian herbisida

22

3.3.1. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian jangka panjang kerja
sama antara Yokohama National University dan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Penelitian ini merupakan periode tanam kedua setelah sebelumnya
dilakukan penelitian dengan menggunakan tanaman jagung pada bulan Desember
2013 hingga bulan April 2014.

3.3.1.1. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah :
1. Data curah hujan.
2. Data aliran permukaan.
3. Data erosi.
4. Data pertumbuhan tanaman (persentase tutupan lahan, diameter batang,
tinggi tanaman).
3.3.1.2. Tahapan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu :
1.

Persiapan Petak Erosi

Percobaan ini menggunakan petak erosi dengan ukuran 400 cm x 400 cm untuk
setiap unit percobaan (Gambar 2). Persiapan yang dilakukan meliputi
pembersihan bak penampung dan drum penampung dari penelitian sebelumnya.
Petak erosi ini menggunakan dinding semen sebagai pembatas dan plat seng yang
dipasang pada dinding di ujung petak yang berguna untuk mengalirkan air pada

23

bak penampung. Di bawah lereng dibuat bak penampung tanah dan aliran
permukaan berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 102 cm, lebar 30,8
cm dan tinggi 30 cm. Bak tersebut digunakan untuk menampung aliran air dan
sedimen yang terbawa akibat erosi, pada bagian sisi luar bak penampung tersebut
dibuat lima buah lubang saluran pembuangan air dengan tinggi 20 cm dari dasar
bak. Lubang tersebut dipasang pipa. Pipa pada lubang yang di tengah disambung
dengan selang plastik yang langsung dihubungkan ke dalam drum penampungan
dengan diameter 40 cm dan tingginya 22,5 cm, sedangkan keempat lubang
pembuangan lainnya aliran air dibiarkan keluar. Untuk memperlancar aliran air
ke dalam bak, dasar mulut plot erosi dibuat meruncing dengan dilapisi seng
didasarnya (Gambar 3). Volume air keseluruhan dapat diketahui dengan
menjumlahkan volume air yang ada di dalam bak penampung dengan air yang ada
di dalam drum penampung setelah dikalikan lima. Drum penampungan yang
digunakan dilengkapi dengan tutup untuk mencegah air hujan masuk ke dalam
drum.
Pada percobaan ini menggunakan 16 petak penelitian dengan kemiringan yang
sama (gambar 1) yang terdiri dari 4 perlakuan yang berbeda dengan 4 kali
pengulangan.

24

Gambar 2. Petak Erosi Tampak Samping
Kemiringan lereng yang digunakan adalah seragam untuk setiap perlakuan, yaitu
12,5 % (Gambar 2).

Gambar 3. Petak Erosi Tampak Atas

25

2.

Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah minimum atau minimum tillage (M) adalah pengolahan
tanah yang dilakukan seperlunya tanpa melakukan pengolahan tanah pada
seluruh areal petak lahan, pengolahan tanah cukup dilakukan di area
penanaman dan membesik tanah untuk membersihkan gulma yang ada dan
mempertahankan sisa pertanaman sebelumnya sebagai tutupan tanah pada
setiap petak. Sedangkan perlakuan pengolahan tanah minimum dengan
herbisida atau minimum tillage + herbisida (MH) adalah pengolahan tanah
minimum ditambah dengan penyemprotan herbisida pada petak. Perlakuan
Pengolahan tanah penuh atau full tillage (F) adalah pengolahan tanah yang
dilakukan secara menyeluruh pada lahan, yaitu dengan melakukan sekali
pencangkulan dan sekali penggaruan, kemudian dibuat guludan yang searah
kontur lereng sebanyak lima baris pada setiap petaknya. Pada perlakuan
pengolahan tanah penuh dengan pemberian herbisida atau full tillage +
herbisida (FH) sama halnya dengan perlakuan full tillage namun pada
perlakuan ini ditambahkan penyemprotan herbisida pada lahan untuk
membersihkan gulma pada petak. Herbisida yang digunakan dengan dosis
anjuran sebesar 2 liter/ha atau . Herbisida yang digunakan pada penelitian ini
adalah herbisida dengan merek dagang Bimastar dengan kandungan bahan
aktif : 24,02 g/liter iso propilamina glifosat +120 g/liter iso propilamina 2,4D. Herbisida diaplikasikan pada gulma pasca tumbuh.

26

3.

Budidaya Tanaman
Tanaman atau vegetasi penutup yang digunakan pada penelitian ini adalah
tanaman singkong.
a. Penanaman
Penanaman singkong dapat dilakukan setelah bibit atau stek dan tanah
disiapkan. Cara penanaman singkong dianjurkan stek tegak lurus atau
minimal membentuk sudut 60 derajat dengan tanah dan kedalaman 10 -15
cm. Jarak tanam yang digunakan adalah 70 x 40 cm (LIPTAN, 1995).
Jumlah tanaman pada setiap unit percobaan adalah 45 batang.
b. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan meliputi pembersihan tanaman pengganggu,
penyiangan,pembuangan tunas dan pemupukan. Menurut LIPTAN
(1995), untuk mencapai hasil yang tinggi tanaman singkong perlu diberi
pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (Urea, KCl, SP 36).
Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah 300 kg urea/ha atau
0,48 kg Urea/petak, 100 kg SP 36/ha atau 0,16 kg SP 36/petak, 200 kg
KCl/ha atau 0,32 kg KCl/petak, dan 10 ton kompos/ha atau 16 kg
kompos/petak. Pemberian pupuk dilakukan sebelum penanaman bibit
singkong. Dalam kegiatan pemeliharaan tidak digunakan insektisida atau
fungisida.

4.

Pengamatan dan Pengambilan Data
Pengamatan dan pengukuran dilakukan selama masa vegetatif tanaman
singkong, yaitu dari tanggal 7 Mei 2014 – 7 September 2014.

27

a. Pengamatan curah hujan
Pengamatan curah hujan dilakukan setiap hari dengan melakukan pengukuran
pada ombrometer di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas Lampung.
b. Pengukuran aliran permukaan
Untuk mengukur volume air aliran permukaan setiap petak dengan cara
mengukur volume air di dalam bak penampung ditambah dengan volume air
di dalam drum penampung. Untuk mengukur volume air di dalam bak
penampung dilakukan dengan menggunakan gelas ukur. Sedangkan untuk
mengukur air di dalam drum penampung, volume air yang telah diukur
menggunakan gelas ukur dikalikan lima. Pengukuran dilakukan setelah
terjadinya hujan.
c. Pengukuran Erosi
Pengukuran erosi dilakukan dengan cara mengambil tanah yang tertinggal di
dalam bak penampung. Seluruh tanah tersebut ditimbang sehingga didapat
berat tanah basah. Dari keseluruhan tanah tersebut kemudian diambil sampel
tanah sebanyak 15 gram, sampel tersebut kemudian di oven selama 24 jam
dengan suhu 1050 C sehingga didapat berat kering tanah dan dapat dihitung
kadar airnya.

28

3.4. Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap aliran permukaan dan erosi. Data
yang diperoleh diuji dengan analisis ragam. Sebelumnya data dianalisis terlebih
dahulu keseragamannya dengan uji Bartlet, aditivitas data diuji dengan uji Tukey.
Kemudian data dianalisis lebih lanjut dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada
taraf 5 %.

V. KESIMPULAN

5.1.Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengolahan tanah tidak mempengaruhi aliran permukaan dan erosi.
2. Pemberian herbisida meningkatkan aliran permukaan, tetapi tidak
mempengaruhi erosi yang terjadi.
3. Akumulasi aliran permukaan yang terjadi selama masa percobaan 124 hari
berturut – turut adalah 23,0 mm, 26,4 mm, 31,4 mm, dan 34,4 mm untuk
perlakuan M, F, MH, dan FH. Erosi yang terjadi selama periode tersebut
berturut turut adalah 0,25 ton/ha, 0,27 ton/ha, 0,57 ton/ha, dan 0,82 ton/ha
untuk perlakuan MH, M, F, dan FH.

5.2.Saran

Untuk menyempurnakan hasil penelitian ini perlu dilakukan penelitian lanjutan
pada masa tanam yang berbeda atau menggunakan tanaman yang berbeda di
percobaan selanjutnya.

44

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. IPB Press. Bogor. 472
hal.
Apea-Bah, F.B., I. Oduro, W.O. Ellis, and O. Safo-Kantanka. 2011. Factor
Analysis and age at Harvest Effect on the Quality of Flour from Four
Cassava Varieties. World Jurnal of Dairy and Food Science. Vol.6, No.1 :
43-54.
Bappeda Kota Bandar Lampung. 2010. Buku Putih Sanitasi Kota Bandar
Lampung. Lampung. Tidak Dipublikasikan. 13 hal.
Banuwa, I.S. 1994. Dinamika Aliran Permukaan dan Erosi Akibat Tindakan
Konservasi Tanah pada Andosol Pangalengan Jawa Barat. Tesis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 85 hal.
Banuwa, I.S. 2013. Erosi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 206 hal.
Banuwa, I.S., Andhi, U. Hasanudin, and K. Fujie. 2014. Erosi and Nutrient
Enrichment under Different Tillage and Weed Control Systems. Procedings
9th IWA International Sypomsium on Waste Management Problems in
Agro-Industries. Vol. 2 : 120 – 125.
Bowman, M.T., P.A. Beck, K.S. Lusby, S.A. Gunter, and D.S. Hubbell. 2005. Notill, Reduced Tillage, and Conventional Tillage Systems for Small-grain
Forage Production.Arkansas Animal Science Department Report : 80 – 82.
Dariah, A., F. Agus, S. Arsyad, Sudarsono., dan Maswar. 2003. Erosi dan Aliran
Permukaan pada Lahan Pertanian Berbasis Tanaman Kopi di Sumberjaya,
Lampung Barat. Jurnal : 52 – 60.
Djafaruddin. 2004. Dasar – Dasar Perlindungan Tanaman (Umum). PT. Bumi
Aksara. Jakarta. 130 hal.
Endriani. 2010. Sifat Fisika dan Kadar Air Tanah Akibat Penerapan Olah Tanah
Konservasi. Jurnal Hodrolitan. Vol. 1, No.1 : 26 – 34.

45

Gajri, P.R., V.K. Arora, and S.S. Prihar. 2002. Tillage for Suistainable Cropping.
The Haworth Press. New York.
Hidayah, N. 2011. Klasifikasi Kesesuaian Lahan Tanaman Singkong (Manihot
utilissima) Berbasis Produksi dan Kadar Pati Daerah Bogor, Sukabumi dan
Karawang dalam Rangka Pengembangan Bioenergi. Skripsi.69 hal.
Hidayat, Y., N. Sinukaban, H. Pawitan, dan K. Murtilaksono. 2004. Modifikasi
Faktor C-USLE dalam Model Answers Untuk Memprediksi Erosi di daerah
Tropika Basah (Studi Kasus : DAS Nopu Hulu, Sulawesi Tengah).Jurnal
Tanah dan Iklim. Vol. 26, No. 32 : 43 – 53.
Indranada, H.K. 1994. Pengelolaan Kesuburan Tanah.Bumi Aksara Jakarta.
Jakarta. 90 hal.
Jamila., Kaharuddin. 2007. Efektivitas Mulsa dan Sistem Olah Tanah terhadap
Produktivitas Tanah Dangkal dan Berbatu untuk Produksi Kedelai. Jurnal
Agrisistem. Vol. 3, No. 2 : 65 – 75.
Kartasapoetra, G., A.G. Kartasapoetra, dan M. M. Sutedjo. 1991. Teknologi
Konservasi Tanah dan Air Edisi Kedua. PT Rineka Cipta. Jakarta. 212 hal.
Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) BIP Irian Jaya. 1994. Pengolahan Tanah
Minimum (Minimum Tillage). Balai Informasi Pertanian Irian Jaya.
Jayapura. 3 hal.
Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) BIP Irian Jaya. 1995. Budidaya Ubi Kayu.
Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. Jayapura. 4 hal.
Marston, D. 1978. Conventional tillage systems as they affect soil erosion – in
northern New South Wales. Journal of the Soil Conservation. Vol. 34, No. 4
:194 -198.
Meijer, A.D., J.L. Heitman, J.G. White, and R.E. Austin. 2013. Measuring
Erosion in Long Term Tillage Plots Using Grounds Based Lidar. Journal
Soil and Erosion. Vol. 126 : 1 – 10.
Nurmi, O. Haridjaja, S. Arsyad, dan S. Yahya. 2012. Infiltrasi dan Aliran
Permukaan sebagai Respon Perlakuan Konservasi Vegetatif pada
Pertanaman Kakao. Jurnal. Vol. 1, No. 1 : 1-8.
Purwono. 2009. Budidaya 8 Jenis Tanaman Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
144 hal.

46

Putte, A.V.D., G. Govers, J. Diels, C. Langhans, W. Clymans, E. Vanuytrecht, R.
Merckx, and D. Raes. 2012. Soil Functioning and Conservation Tillage in
Belgian Loam Belt. Journal. Vol. 122 : 1 – 11.
Sakalena, F. 2009. Efektivitas Herbisida Glysofat Terhadap Alang-Alang
(Imperata cylindrica. L). Jurnal Agronobis.Vol. 1, No. 2 : 12 – 18.
Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 168
hal.
Simandjuntak, T.P.S. 1987. Pengaruh Penutupan Mulsa Jerami terhadap
Konsentrasi Sedimen dan Beberapa Unsur Hara dalam Aliran Permukaan.
Skripsi. 46 hal.
Sinukaban, N. 2007. Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan
Berkelanjutan. Direktorat Jendral RLPS dan Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 334 hal.
Sofyan, M. 2011. Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi terhadap Sifat Fisik
dan Hidrologi Tanah (Studi Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. 49 hal.
Sucipto. 2007. Analisis Erosi yang Terjadi di Lahan Karena Pengaruh Kepadatan
Tanah. Jurnal. Vol. 12, No. 1 : 51 – 60.
Sutedjo, M.M. 2010. Pengantar Ilmu Tanah Terbentuknya Tanah dan Tanah
Pertanian. PT Rineka Cipta. Jakarta. 152 hal.
Suwardjo. 1981. Peranan Sisa – Sisa dalam Konservasi Tanah dan Air pada Lahan
Usahatani Tanaman Semusim. Disertasi. 240 hal.
Utomo, M. 2012. Tanpa Olah Tanah Teknologi Pengelolaan Pertanian Lahan
Kering. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung. 110 hal.