PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP TEKS TENTANG PERCERAIAN DALAM FIQIH ISLAM (Studi Terhadap Alumni Pondok Pesantren A.P.I. Margodadi Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus)

(1)

PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP TEKS TENTANG

PERCERAIAN DALAM FIQIH ISLAM

(Studi Terhadap Alumni Pondok Pesantren A.P.I. Margodadi

Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus)

(Skripsi)

Oleh:

Rifah Laaliyah

SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

ABSTRACK

THE SOCIETY COMPREHENSION TO THE TEXT ABOUT DIVORCE IN ISLAMIC LAW

( A Case Study Alumni To A.P.I Islamic Boarding House Margodadi Sumberejo Tanggamus)

By Rifah Laaliyah

Divorce as a sacred thing, becomes common phenomenon in our society. Some problems occurred in family are easily solved by divorce. Even though divorce is

legal in Islam but it’s the hateful thing by Allah SWT. Divorce is the final

solution, if the relationship between husband and wife can not be maintained. There is a rule in Islamic law to make divorce process run well so it will not hurt a couple.

The objective of the research is to find out the society comprehension to the text about divorce in Islamic law by conducting descriptive method and interview the respondent are taken from Alumni of A.P.I Islamic boarding house that has stayed 5 years minimally. The location of the research is in Margodadi village Sumberejo Tanggamus by interview and documentation technique Based on the research conducted, the writer concludes:

1. The societies know that divorce is legal but it’s hateful in Islam.

2. The society don’t know that divorce consists of Talaq, Khulu’ and Fasakh. They only understand about the definition of Talaq.

3. Generally the societies know is a solution of divorce so that a husband

divorces a wife at their prescribed period. But society don’t know the steps

should be done by a husband to divorce the wife based on Surah An-Nisa’: 34, the lack of comprehension to Surah An-Nisa’: 34 a husband is easily divorce the wife.


(3)

ABSTRAK

PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP TEKS TENTANG PERCERAIAN DALAM FIQIH ISLAM

(Studi Terhadap Alumni Pondok Pesantren A.P.I Margodadi Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus)

Oleh Rifah Laaliyah

Perceraian sebagai sesuatu yang sakral, kini menjadi fenomena yang biasa dalam masyarakat. Permasalahan dalam keluarga begitu mudahnya diselesaikan dengan jalan perceraian. Meskipun cerai ini diperbolehkan dalam Islam, tetapi cerai adalah perkara yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Perceraian merupakan jalan terakhir apabila sebuah keluarga yang telah dibina akan semakin memburuk jika tetap dilanjutkan. Ada kaidah dan peraturan hukum yang telah diatur dalam Islam, supaya proses perceraian itu berjalan dengan cara yang baik (ma’ruf) supaya tidak semakin menyakiti (mendzalimi) salah satu pihak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana pemahaman masyarakat terhadap teks tentang perceraian dalam fiqih Islam, dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif melalui wawancara. Dengan pemilihan informannya yang pernah tinggal dipon-pes minimal 5 tahun. Lokasi penelitian di desa Margodadi kecamatan Sumberejo kabupaten Tanggamus, dengan teknik wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian disimpulkan : (1) Masyarakat memahami bahwa cerai adalah sesuatu yang halal tetapi dibenci dalam Islam. (2) Pemutusan ikatan perkawinan dalam Islam yang meliputi talak, khuluk dan fasakh, masyarakat tidak mengetahuinya. Pemahaman dan pengetahuan itu sebatas pada pengertian talak. (3) Perceraian yang diatur dalam surat ath-Tholaq ayat 1, sebagian besar masyarakat mengetahui dan memahami bahwa ayat tersebut mengatur supaya suami menceraikan istri dengan baik supaya dapat dihitung masa ‘iddahnya. Akan tetapi, pemahaman masyarakat terhadap surat An-Nisa’ ayat 34, masyarakat tidak mengetahui tahapan yang mesti dilakukan oleh suami terhadap istri sebelum memutuskan untuk bercerai. Karena kekurang fahaman terhadap teks surat An-Nisa’ ayat 34 ini, maka hal yang wajar jika pasangan (suami) mudah sekali menceraikan istrinya.


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya, Tesis/Skripsi/Tugas Akhir, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Magister/Sarjana/Ahli Madya), baik di Universitas Lampung maupun di perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan dari Tim Pembimbing dan Penguji. 3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau

dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, Agustus 2010

Rifah Laaliyah NPM. 0516011060


(5)

PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP TEKS TENTANG PERCERAIAN DALAM FIQIH ISLAM

(Studi Terhadap Alumni Pondok Pesantren A.P.I Margodadi Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus)

Oleh :

Rifah Laaliyah

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(6)

Judul Skripsi : PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP TEKS TENTANG PERCERAIAN DALAM FIQIH ISLAM (Studi di Desa Margodadi Kecamatan Sumberjo Tanggamus) Nama Mahasiswa : Rifah Laaliyah

No. Pokok Mahasiswa : 0516011060

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Endry Fatimaningsih, S.Sos. M.Si NIP. 197207182003122002

2. Ketua Jurusan

Drs. Benjamin, M.Si NIP. 195604171986031001


(7)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Endry Fatimanungsih, S.Sos. M.Si ...

Penguji : Drs. Abdul Syani, M. Ip ...

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si NIP. 195801091986031002


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Margoyoso Sumberejo Tanggamus pada tanggal 30 Maret 1987. Anak ke dua dari delapan bersaudara pasangan dari bapak Hi. Nasruddin dan Ibu Hj. Siti Fatonah.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK RAMA MATHLA'UL ANWAR Margodadi selama 2 tahun, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di Madrasah Ibtida'iyah Margodadi pada tahun 1993-1999, dilanjutkan dengan pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Pertama di Madrasah Tsanawiyah Al-Ma'ruf Margodadi pada tahun 1999-2002, dan pada tahun 2002 penulis melanjutkan Sekolah Menengah Atas di Madrasah Aliyah Al-Ma'ruf Margodadi lulus tahun 2005. Kemudian pada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi melalui jalur SPMB.

Selama kuliah, penulis aktif di Forum Studi Pengembangan Islam (FSPI) FISIP UNILA. Pada tahun 2007-2008 penulis dipercaya sebagai Sekretaris Biro BBQ. Penulis juga pernah aktif sebagai anggota kajian intelektual pada Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosiologi. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan eksternal kampus dengan aktif mengikuti organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Forum Mahasiswa Nahdlatul Ulama (FORMANU).


(9)

Saat ini, penulis aktif sebagai pengajar pada mata pelajaran Sosiologi di Madrasah Aliyah Al-Ma'ruf Margodadi Sumberejo Tanggamus. Pada sore harinya, penulis aktif berkiprah di Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) Riyadlussolihin desa Margodadi. Setiap malam Sabtu dan Minggu penulis belajar Risalatul Mahid (kajian Fiqih Haidl) di Pondok Pesantren Putri Al-Falah Margodadi.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Yayasan Pengembangan Pendidikan Al-Ma'ruf (YPPAM) pada Juli 2008 sampai Agustus 2008. pada tahun 2010 ditandai dengan selesainya skripsi ini, penulis berhasil menyelesaikan studi pada jenjang tinggi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada jurusan Sosiologi.


(10)

MOTTO

Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ?

(Q.S. Ar-Rahman)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

(Q.S. Alam Nasyrah : 6)


(11)

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Segala puji kepada Dzat yang Agung, Maha segala Maha, Alloh SWT.

Atas Berkah, Rahmat dan HidayahNya

Sholawat serta salam, teruntuk junjunganku, suri tauladanku,

Muhammad SAW yang ku nanti syafa'atnya di Yaumil Qiyamah

Bapak dan Ummi yang telah banyak memberikan dukungan dan kasih

sayang, serta doa, cucuran keringat dan air mata untuk kesuksesanku

Mamasku (mas Farhan) yang selalu memberi semangat, dan adi- adikku

(Hilyah, Afif, Kholil,Fuadi, Hasbi, dan Hikam) yang selalu menghibur

dan mendukungku serta memberikan semangat untukku.

Mas Mufid yang selalu setia jadi teman curhatku, Teman dalam

dakwahku, memberikan dukungan serta selalu mendo'akanku.

N' special buat seseorang yang setia menungguku, mas Nasihin

(Akhibbakum..)


(12)

SANWACANA

Assalamu‟alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Alhamdulillah….., segala Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya. Dengan segala kemampuan dan do‟a, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana di Universitas Lampung, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada jurusan Sosiologi. Tanpa bantuan berbagai pihak, kiranya penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Terutama kepada :

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;

2. Bapak Drs. A Efendi, M.M, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;

3. Bapak Dr. Yulianto, M.S, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;

4. Bapak Drs. Ikram, M.Si, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;


(13)

5. Bapak Drs. Benjamin, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;

6. Bapak Drs. Susetyo, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;

7. Ibu Endry Fatimaningsih, S.Sos. M.Si sebagai Pembimbing Utama, terima kasih banyak atas kesediaannya dalam memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

8. Bapak Drs. Abdul Syani, M.Ip, selaku Pembahas dan Penguji Utama, terima kasih atas saran dan kritiknya, baik pada seminar proposal, seminar hasil dan pada ujian skripsi;

9. Bapak dan Ibu Staf bagian Akademik;

10.Bapak dan Ibu Staf dan Karyawan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik;

11.Bapak Kasino M dan seluruh Staf dan Karyawan di Pekon Margodadi kecamatan Sumberejo Tanggamus.

12. Bapak dan Ummi tersayang, terima kasih atas do‟a yang tiada henti, harapan dan segala perhatian yang tercurahkan (ma‟af Fa bandel dinasehati ya….)

13.Mas Farhan syakur S.Hum, makasih selalu ajari aku tuk jadi yang terbaik. (semester sepuluh dilawan….! Hehe…) buat adik-adikku, Hilyah, Afif, Kholil, Fuadi, Hasbi dan I‟am, makasih atas do‟a dan dukungannya..(jangan berhenti tuk buat hari-hari mbak tambah rame..)

14.Pakdeku semua. Pakde Hi. Amir, Pakde Hi. Bahroni, Pakde Hi. Hamdan, Pakde Hi. Masruri, Pakde Hi. Amat serta Bukdeku Hj. Hamimah, Bukde Hj


(14)

Muntahanah, Bukde Hj. Marfu‟ah Bukde Hj. Maimunah, Bukde Hj. Rima terima kasih atas bimbingan tausiah dan ngajinya selama ini, ku yakin semua demi kebaikanku, do‟a-do‟a yang terpanjatkan setiap bertanya sudah selesai Fa? Kapan wisuda….. segara mungkin. Amin..

15.Pamanku, Paman Hi. Shonif (matur nuwun kathah man, sampun nganter lan bantu kulo daftar ulang ten Unila), Lek Hi. Iwik (jangn berhenti tuk sampaikan aspirasi rakyat Sumberejo) , lek Dini (ku jadi tambah gak ngerti dengan ambisi dan harapanmu lek, kapan kembali seperti dulu..?), lek Nandar (jauh…jauh…, semoga apa yang diharapkan jadi nyata) lek Top (jauh di negara Jiran, Ku yakin lek selalu do‟akan tuk kesuksesanku), paman Munir, bibi Niroh, paman Izin (makasih banyak atas semuanya, semuanya pokok‟e. sakeng sederenge kulo daftar ten Unila. Kira-kira saget dados PNS ugi mboten nggih….?) buat Om Amin (kapan mbojo Om..? ngomonge moh dilangkahi ponakane…) buat Bibi dan Bulekku, Bibi Hj. Khodimah (matur nuwun Kathah), Bulik Sri (makasih tuk Salonnya Ya…) Bik Lasoh, Bik Tun, Bik Rus, bulik Ina, Bik Anik, Bulik Rahma (matur nuwun selalu bantu Fa, nyuwun ngapunten sering ngrepoti);

16.keluarga Az-Zahra, Om Manan, Bulik Tutik, Hanif, Zahra, Dita (makasih yang tak terhingga, sudah banyak membantu, ma'af bila selalu merepotkan), mas BQ yang sering mengantarkanku kalau ada perlu, mas Rofi', Ova, Mas Imam, Mbak Eni, Mbak Muk, makasih banyak sudah menemani dalam suka dan duka selama ku g' betah tinggal di Bandar Lampung..

17.Sepupuku, mbak Siti, mas Amadin, mas Latif, ayuk Khot, mbak Umi, mas Nasrul, mas Ato, mas Herus, mas Arif, mbak Fahri, mas Ojan, mas Nurul, mas Dayah


(15)

mas Hakim, mas Bahrul, mbak Elul, mbak Ni‟mah, mbak Zaroh, mbak Faiz, mbak Firoh, mbak Itul, mbak Matsna, mas Mar‟I, mas Auni, mas Yusron, mas zidni,mbak Izah, mbak Luhen, mbak Ulfa, mbak Kiki, mbak Fifi, mbak Dinan, mas Rafa, dek Juroh, dek Tsalis, dik Opick, Ela (rampungke kuliahe El..), Aman, Nunun, Labib, „Asiq, Dayati, Anis, Najib, Heti, Apis, Rofiqi, Arin, Sihah, Umroh, Riroh, Enjik, Nisa‟, Aya, Fara.. (sinten malih nggih….?)

18.Ponakanku, Topik, Imas, Naswa, Farhat, A‟yun, Kafah, Najwa, Halwa, Ahmad, Muhammad, Nela, Farel, Salwa, Salma (??? Bulik sampe bingung, sampun keabsen sedanten dereng…?)

19.Anak anakku di YPPAM, terutama kelas 10.2, (maaf ya bila ibu sering buat kalian kapok. Kalian emang pinter buat ibu kesal..);

20.Adik-adik TPA Riyadlussholihin (jadi anak sholeh sholehah ya…. Ingat…! Syurga dibawah telapak kaki ibu,,);

21.Seseorang yang insya Alloh jadi teman sejatiku (ku tak sanggup lagi menggambarkan tentang dirimu, makasih udah blajari adek tuk mengerti makna sebuah kehidupan, semoga Alloh bukakan jalan buat q-ta tuk mengikuti Sunnah Rosul-Nya);

22.Mas Mufid (afwan Ustad, bila ku tak sanggup bantu wujudkan misi dan cita-cita njenengan. Insya Alloh ada yang lebih indah dan lebih baik, ada pelangi yang lebih indah di ujung sana….);

23. Sahabat kampusku, Linda dan Desi (insya Alloh riva segera nyusul wisuda), umi.. (semangat…!). dan temen-teman Sos 05, Jundi (makasih udah bantuin konsumsi seminar hasil) Rhey (ternyata U yang duluan wisuda, maaf riva g bisa


(16)

bareng), Mia (makasih udah bersedia jadi moderator seminar usul) Acep, Rahmat, Hendra (makasih banyak ya… atas saran dan kritiknya di seminar), Endha, Martha, dan semua angkatan 05 (saking lamanya ku sampe pada lupa dengan nama kalian, ma‟af buat yang belum tersebut namanya). Buat Wulan 06 (makasih udah bersedia jadi moderator seminar hasil);

24.Semua yang pernah hadir dalam sejarah hidupku.

Semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat kepada kalian semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, namun harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua….

Wassalamu‟alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Bandar Lampung, Agustus 2010 Penulis


(17)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

PERNYATAAN ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan Penelitian... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Pemahaman ... 12

B. Tinjauan tentang Masyarakat ... 14

C. Tinjauan tentang Perceraian ... 14

D. Teks atau Dalil tentang Perceraian ... 20

E. Landasan Teori ... 26


(18)

III.METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian ... 31

B. Fokus Penelitian ... 32

C. Penentuan Informan ... 32

D. Lokasi Penelitian ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 34

F. Teknik Analisis Data ... 34

G. Teknik Uji Validitas Data Kualitatif ... 35

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Desa Margodadi ... 37

B. Sejarah Pondok Pesantren A.P.I di Desa Margodadi ... 44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 49

B. Pembahasan ... 63

VI.SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 71

B. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 40

2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Usia ... 41

3. Tingkatan Kelas dan Pembelajaran Kitab ... 47

4. Daftar Alumni A.P.I Margodadi ... 77

5. Identitas Informan ... 78

6. Pemahaman Masyarakat Terhadap Konsep Cerai... 78


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Kerangka Pemikiran ... 30

2. Struktur Pemerintahan Pekon Margodadi ... 38

3. Struktur Kelembagaan Pon-Pes A.P.I Margodadi ... 46


(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan unit pergaulan hidup yang terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri dari ayah atau suami, istri atau ibu, dan anak-anak. Hubungan antar individu di dalam keluarga umumnya didasarkan atas hubungan darah dan perkawinan. Hubungan antar anggota dijiwai oleh suasana kasih sayang dan tanggung jawab. Keluarga mempunyai fungsi merawat, memelihara serta melindungi anak-anaknya dalam rangka sosialisasinya dengan masyarakat yang lebih luas.

Keluarga merupakan sebuah institusi sosial yang memainkan peranan yang besar dalam pewarisan nilai-nilai sosial dari satu individu kepada individu yang lain. Keluarga merupakan institusi sosial pertama dan utama yang akan melahirkan satu generasi yang baru sebagai penerus generasi sebelumnya.

Dalam keluarga masing-masing anggota keluarga mempunyai posisi yang berbeda. Perbedaan ini didasari oleh beberapa pertimbangan seperti perbedaan jenis kelamin, perbedaan peranan dan perbedaan kedudukan. Menurut pandangan tradisional, menyatakan bahwa ada perbedaan biologis dan emosional antara laki-laki dan wanita, dimana laki-laki-laki-laki lebih kuat, aktif dan agresif, sehingga wajar apabila ia melakukan pekerjaan di luar rumah untuk menghidupi keluarganya.


(22)

Sedangkan wanita lemah lembut, sehingga wajar apabila ia melakukan pekerjaan di dalam rumah untuk mengasuh anak, mengurus rumah dan mengurus suami. Perbedaan antara laki-laki dan wanita secara emosional dan biologis memang mempengaruhi peranannya dalam kehidupan masyarakat. Menurut William J. Goode (1985:239) perbedaan itu adalah peranan suami atau ayah sebagai instrument dimana kegiatannya dititik beratkan pada dunia luar rumah, sedangkan peranan istri disebut sebagai peranan ekspresif karena dititik beratkan pada kegiatan rumah tangga dan mereka bertanggungjawab atas kualitas hubungan keluarga.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka peranan antara seorang suami dengan seoranng istri adalah saling berkaitan dan tidak dapat terpisahkan satu dengan yang lainnya, maka keduanya akan menjadi titik tolak bagi berkelangsungan hidup rumah tangga dalam keluarga. Oleh karena itu, manusia pada hakikatnya tidak dapat hidup secara terpisah atau menyendiri, melainkan selalu ingin hidup bersama dan bergaul satu sama lainnya. Kehidupan dalam suatu rumah tangga tidak selamanya mulus tanpa gangguan dan rintangan. Ada keluarga yang berhasil mengatasi rintangan-rintangan tersebut, tetapi ada juga keluarga yang mesti memutuskan ikatan perkawinan antara suami dan istri akibat tidak terselesaikannya rintangan dalam perjalanan rumah tangga.

Salah satu asas perkawinan yang disyariatkan adalah perkawinan untuk selama-lamanya yang diliputi oleh rasa kasih sayang dan saling cinta mencintai. Karena itu agama Islam mengharamkan perkawinan yang tujuannya untuk sementara, dalam waktu-waktu yang tertentu sekedar untuk melepaskan hawa nafsu saja,


(23)

seperti nikah mut‟ah, nikah muhallil, nikah muwaqqat, dan sebagainya. ( Muchtar, 1974 : 157 ) dari pernikahan tersebut terjadi sebuah keluarga yang baru.

Dalam sebuah perkawinan akan terjalin hubungan kerja sama yang baik untuk mencapai tujuan hidup dan kebutuhan hidup yang diinginkan oleh kedua pasangan suami istri. Hal ini selaras dengan apa yang dinyatakan oleh Kastasapoetra dan L. J. B. Krimers (1987:76) bahwa perkawinan pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kerja sama antar pria dan wanita dalam masyarakat di bawah suatu peraturan khusus dan keduanya berada dalam satu ikatan yang sah.

Sebagaimana pengertian perkawinan yang tercantum di dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 1 yang menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Oleh karena itu seorang suami dan seorang istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiaanya, membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

Dengan demikian terjalinnya ikatan lahir dan batin, merupakan pondasi yang kuat dalam membentuk dan membina keluarga yang bahagia dan kekal, maka dapat diartikan bahwa perkawinan itu harus berlangsung seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja.


(24)

Namun demikian, perkawinan yang selalu diharapkan oleh kedua pasangan suami istri agar dapat berlangsung mulus dan kekal belum dapat berhasil seluruhnya, karena kenyataan tidak sedikit perkawinan yang mengalami kegagalan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunarsah (1984 : 28) bahwa sepasang suami istri telah bertekad untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia. Namun dalam perkembangannya perkawinan tersebut mengalami pertentangan dan perselisihan faham sehingga terasa tidak ada keutuhan antara suami dan istri, serta tidak ada ikatan keluarga seperti yang diidam-idamkan pada awal perkawinan mereka. Dalam menjalankan kehidupan suami istri kemungkinan terjadi kesalahfahaman antara suami istri. Salah seorang atau kedua-duanya tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya, tidak percaya-mempercayai, dan sebagainya. Keadaan tersebut adakalanya dapat diatasi dan diselesaikan, dan adakalanya tidak dapat diselesaikan, didamaikan bahkan kadang-kadang menimbulkan kebencian dan pertengkaran yang terus menerus antara suami dan istri. Apabila dalam kondisi tersebut perkawinan tetap dipertahankan tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan perceraian dan perusuhan diantara anggota keluarga lainnya.

Akan tetapi dalam kenyataannya tujuan perkawinan tidak terwujud secara utuh, hal ini disebabkan karena salah satu pihak diantara suami dan istri tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang telah ditentukan, sehingga dapat menimbulkan perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga. Suami istri yang terlibat dalam perselisihan dan pertengkaran harus mengupayakan jalan penyelesaian secara damai dengan musyawarah, apabila perselisihan tersebut tidak bisa didamaikan lagi maka jalan keluarnya adalah melakukan perceraian.


(25)

Sedangkan keadaan keluarga yang demikian menurut syariat Islam memberikan kemungkinan bagi kedua pasangan untuk melaksanakan perceraian dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

Dengan demikian, apabila perkawinan seperti itu dilanjutkan, maka pembentukan rumah tangga yang damai dan tentram seperti yang disyariatkan oleh agama tidak tercapai, walaupun usaha-usaha untuk mencapai tujuan perkawinan tersebut telah dilaksanakan semaksimal mungkin.

Menurut Thoha (1987:84) menyatakan tentang adanya kemungkinan terjadinya perceraian antara suami istri, bahwa suami istri tidak sebapak dan seibu tentu ada perbedaan darah, karakter dan pendidikan serta terdapat pertentangan yang sangat prinsip. Kalau pertentangan itu sudah memuncak dan merubah rumah menjadi neraka, maka menurut syariat Islam memungkinkan cerai antara suami dan istri sebagai jalan terakhir untuk menjamin perikemanusiaan dan kemurnian jiwa.

Dengan demikian, agama Islam mensyariatkan perceraian sebagai jalan keluar bagi suami istri yang telah gagal membina bahtera keluarga. Sehingga dengan demikian hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya, antara famili dengan

famili, dan dengan masyarakat sekeliling tetap berjalan dengan baik.

Solidaritas pasangan suami isteri di Indonesia untuk menjaga ikatan perkawinan ternyata masih sangat rendah. Lemahnya solidalitas menjaga komitmen agar suami isteri tersebut tampak dari tingginya angka kasus perceraian di Indonesia sepanjang tahun. Demikian menurut Dirjen bimas Islam (Bimbingan Masyarakat Islam) Departemen Agama Prof. Dr. Nasaruddin Umar


(26)

(http://www.cyberman.cbn.net. Diakses Rabo 7 Juni 2009). Menurutnya, penyebab perceraian tersebut antara lain karena ketidakharmonisan rumah tangga mencapai 46. 723 kasus, faktor ekonomi 24.252 kasus, krisis keluarga 4.916 kasus, cemburu 4.708 kasus, poligami 879 kasus, kawin paksa 1.692 kasus, kawin bawah umur 284 kasus, penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 916 kasus.

Menurut data Departemen agama, kasus perceraian yang meningkat tersebut karena suami atau isteri dihukum lalu kawin lagi 153 kasus, cacat biologis (tidak bisa memenuhi biologis) 581 kasus, perbedaan politik 157 kasus, gangguan pihak keluarga 9.071 kasus, dan tidak ada lagi kecocokan (selingkuh) sebanyak 54.138 kasus.

Meskipun Islam mensyariatkan perceraian, bukan berarti bahwa agama Islam menyukai perceraian atau pasif terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadi perceraian dari suatu perkawinan, atau boleh dilakukan setiap saat yang dikehendaki, tetapi agama Islam memandangnya sebagai sesuatu yang Musykil, yaitu sesuatu yang bertentangan dengan asas dari suatu peraturan atau pokok dasar dari undang-undang.

Sesuatu yang tidak diinginkan terjadi karena bertentangan dengan asas-asas hukum Islam, sebagaimana pernyataan Rasullullah saw :

يلص ينلا نع ه يضر رمع نبا نع

قاطلا ّلجو ّزع ه يا لاحا ضغبأ :لاق ملس و هيلع ه

(ميكحلا حيحص ابيح نب ا دوو ا د ب ا هاو )

Artinya : Dari Ibnu „Umar ra. Dari Nabi saw. Bersabda: “ Perkara halal yang paling dibenci Allah „Azza Wa Jalla ialah perceraian,”


(27)

(H.R. Abu Daud, dan dinyatakan shohih oleh Al-Hakim) (Muhtar, 1974:158)

Sementara itu Prof. H. Mukhtar Yahya (1961:3-4) menyatakan:

“…..Jadi thalaq itu disyariatkan bukan sebagaimana yang terfaham oleh kebanyakan kaum Muslimin. Dia disyariatkan sebagai obat, dan sebagai jalan keluar bagi suatu kesulitan yang tidak dapat dipecahkan lagi; atau sebagai obat bagi suatu penyakit parah yang tidak ada obatnya lagi. Dalam pada itu biarpun keadaan sudah sampai kepada sedemikian namun talaq itu masih dibenci Tuhan.

Menurut George Levingen (dalam Ihromi 1999:153-154) pada tahun 1966 menyusun 12 kategori keluhan yang diajukan untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya perceraian, yaitu:

1. Karena pasangan sering mengabaikan kewajiban terhadap rumah tangga dan anak. Seperti jarang pulang ke rumah, tidak ada kepastian untuk berada di rumah, serta tidak adanya kedekatan emosional dengan anak dan pasangan.

2. Masalah keuangan (tidak cukupnya penghasilan yang diterima untuk menghidupi keluarga dan kebutuhan rumah tangga)

3. Adanya penyiksaan fisik terhadap pasangan

4. Pasangan sering berteriak dan mengeluarkan kata-kata kasar serta menyakitkan.

5. Tidak setia, seperti punya kekasih lain dan sering berzina dengan orang lain.

6. Ketidakcocokan dalam masalah hubungan seksual dengan pasangan seperti adanya keengganan atau sering menolak melakukan senggama dan tidak bisa memberikan kepuasan.

7. Sering mabuk

8. Adanya keterlibatan atau campur tangan dan tekanan sosial dari pihak kerabat pasangan.

9. Sering muncul kecurigaan, kecemburuan serta ketidakpercayaan dari pasangan.

10.Berkurangnya perasaan cinta sehingga jarang berkomunikasi, kurangnya perhatiaan dan kebersamaan diantara pasangan.

11.Adanya tuntutan yang dianggap terlalu berlebihan sehingga pasangannya sering menjadi tidak sabar, tidak ada toleransi dan dirasakan terlalu menguasai.


(28)

Dengan demikian maka dapat dinyatakan bahwa apabila dalam keluarga sudah tidak ada lagi kesatuan antara seorang suami dan seorang istri, maka diantara keduanya dapat melakukan perceraian. Namun, meskipun pintu perceraian dibuka, banyak aturan-aturan yang mesti difahami oleh masing-masing pihak yang akan bercerai.

Islam sangat berkeinginan agar kehidupan berumah tangga itu tenteram dan terhindar dari keretakan, bahkan diharapkan dapat mencapai suasana pergaulan yang baik dan saling mencintai. Karenanya dalam Islam banyak hukum yang mengatur dalam masalah rumah tangga termasuk masalah perceraian atau talak. Pemegangan pada hak talak ada pada pihak laki-laki. Akan tetapi perempuan (istri) dapat menuntut cerai dari suaminya (dalam Islam dikenal dengan istilah khulu‟) apabila suami adalah seorang tukang mabuk, mencuri, lacur, penipu, pemukul keras, tidak mau sholat, menghina Islam dan sebagainya. Meskipun isteri dapat menuntut cerai (khulu’) namun perceraian akan jatuh bila suami menjatuhkannya. Meskipun istri menuntut cerai, akan tetapi suami belum menjatuhkannya maka perceraian tersebut belum terjadi. Sebuah perceraian akan terjadi apabila suami yang menjatuhkannya. Yaitu dengan mengucapkan kata-kata cerai, baik secara sighat ataupun terang-terangan. Jadi, cerai tidak akan jatuh apabila suami tidak berniat menceraikan isteri meskipun isteri menuntut cerai sampai beberapa kali. Hal ini disebabkan karena wewenang suami sebagai pemimpin keluarga. Sehingga suami lebih berhak sebagai yang menjatuhkan cerai kepada istrinya.


(29)

Wewenang ini adalah karena :

a. Akad nikah dipegang oleh suami.

Suami menerima ijab dari pihak isteri diwaktu dilaksanakannya akad nikah Sabda Rasul saw :

كلما اميف قاط او كلم ا اميف قاتع او كلما اميف رذن ا

( م تو دوواد بأ هاو )

“ Tidak ada (kewajiban membayar) nadzar bagi yang tidak memilikinya, dan tidak memerdekakan (budak) bagi yang tidak memilikinya dan tidak pula (hak menjatuhkan) talak bagi yang tidak memilikinya”.

b. Suami membayar mahar kepada isterinya diwaktu akad, dan dianjurkan membayar mut’ah kepada bekas isterinya yang telah diceraikannya.

c. Suami membayar nafkah Isterinya (di masa perkawinan, masa iddah) d. Perintah menthalaq dalam Al-Qur‟an dan Hadist banyak ditunjukan

kepada suami-suami (Al-Baqoroh ayat 227, 229, 230, 231, 232). e. Laki-laki lebih menggunakan pikiran dibanding perempuan.

Syekh Ali akhmad Al- Jarjani berkata:

“Ketahui bahwa wanita itu lemah irodahnya, tidak dapat menggunakan pikirannya dalam masalah yang pelik, Apabila ia dalam keadaan benci dan marah; ia akan gembira dan sedih karena keadaan yang sedikit. Lain halnya laki-laki ia sanggup tabah dan sabar menanggung kesukaran; ia tidak menetapkan dan memutuskan sesuatu urusan, kecuali setelah memikirkan urusan tersebut. Karena Allah menentapkan talak ditangan laki-laki adalah untuk menjamin kekalnya perkawinan dan memelihara keperluan kehidupan.”

(Ali Akhmad Al-Jarjani Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh. Jil. 11. hal. 68.)


(30)

Selama ini, alumni dari pondok pesantren diharapkan menguasai mendalam dan memahami pengetahuan tentang agama Islam. Tidak hanya sekadar tahu dan menguasai, tetapi dituntut untuk dapat mengaplikasikan ilmunya dalam masyarkat. Seperti hal perceraian yang sebisa mungkin untuk dihindari. Berdasarkan informasi awal dan pengamatan penulis, ada suami yang dengan mudah mengucapkan kata cerai kepada istrinya. Tetapi tidak terjadi cerai diantara pasangan suami istri tersebut. Menurut Abu Dzar R.A (dalam Ibrahim Muhammad Al-Jamal : 394) bahwa barang siapa mentalak (istrinya) dengan main-main, maka talaknya itu jadi.

Oleh karena itu, untuk mengetahui permasalahan yang menarik ini, peneliti mengambil lokasi di Desa Margodadi Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pemahaman masyarakat tentang konsep perceraian dalam Islam?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan pemahaman masyarakat tentang konsep cerai dan pemahaman masyarakat terhadap teks tentang perceraian dalam fiqih Islam.


(31)

D. Kegunaan Penelitian

1. Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan sosial yang bertema sama khususnya dalam masalah fiqih Islam.

2. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak baik pemerintah khususnya Departemen Agama, masyarakat dan semua pihak yang ingin memperdalam pengetahuan tentang masalah talak.


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Pemahaman

Menurut Bimo Walgito pemahaman yaitu sebagai kemampuan untuk menyerap arti atau materi dari bahan yang dipelajari (Bimo Walgito; 2002:111), sedang dalam kamus besar bahasa Indonesia pemahaman sebagai prose perbuatan, cara memehami atau memahamkan.

Proses terbentuknya pemahaman berawal dari penyebaran informasi. Dalam teori stimulus - organisme – respon (SOR) dijelaskan bahwa respon yang ditimbulkan pada sebuah proses komunikasi tergantung pada proses yang terjadi pada individu, yang mencakup proses perhatian, pengertian dan penerimaan.

Pertama perhatian berkaitan dengan masalah stimulus dan persepsi.

Stimulus merupakan pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau ditolak, dan komunikan akan berlangsung jika komunikan memberikan perhatian atau menerima stimulus tersebut.

Menurut Denais Coon (dalam Jalaluddin Rahmat, 49), Proses penerimaan rangsangan dari luar oleh panca indra kita disebut sebagai sensasi.


(33)

Sensasi berasal dari kata „sense‟ yang artinya alat pengindraan yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya.

Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis atau konseptual, dalam berhubungan dengan kegiatan alat indera (Benyamin B, Wolmad dalam Jalaludin Rahmat, 49).

Kedua, pada proses berikutnya komunikan mengerti, yang selanjutnya komunikan mempersepsi informasi yang telah diterimanya.

Persepsi diartikan sebagai proses dimana kita mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus didalam lingkungan. (Rita, L. Atkinson, dkk; 1997:20). Persepsi tersebut kemudian memicu timbulnya perasaan-perasaan atau emosi tertentu dari seseorang (aspek afektif) yang selanjutnya mendorong seseorang untuk mengambil sikap atau merespon apa yang diterimanya (aspek konatif)

Menurut teori analisis dengan sintesis disebutkan bahwa persepsi adalah merupakan proses aktif yang dipengaruhi konteks dan pengalaman lampau. Analisis ini berasumsi bahwa tidak harus menyimpan suatu skema dalam ingatannya untuk setiap stimulus yang telah dialaminya pada masa lalu.

Berdasarkan pendapat tersebut diatas, pemahaman merupakan sebuah kemampuan untuk menyerap arti atau materi dari bahan yang dipelajari. Pemahaman diperolah dari pnyebaran informasi, dimana terjadi komunikasi antara individu. Kemudian, tercipta sebuah sensasi. Proses selanjutnya komunikan mengerti dan akan memberikan umpan balik atau respon terhadap stimuli tersebut.


(34)

B. Tinjauan tentang Masyarakat

Pengertian masyarakat menurut Mac Iver dan Page, masyarakat adalah sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu berubah ini dinamakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah. Ralp Linton mengatakan: masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.

Sedangkan Selo Soemardjan mengatakan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan (Soerjono Soekanto, 2002:24).

C. Tinjauan tentang Perceraian

a. Pengertian Perceraian

Secara umum pengertian perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami istri (Muhammad Al-Jamal, 1981 : 386).

Menurut Lili Rassidi (1979:76) Perceraian adalah suatu perbuatan hukum yang menyebabkan putusnya perkawinan. Menurut R. Subekti dan R. Tjitrosudibio (1985:42) perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dari perkawinan.


(35)

Dalam fiqih perceraian lebih dikenal dengan istilah thalaq atau furqoh. Thalaq

yaitu membuka ikatan atau membatalkan perjanjian, yaitu pembatalan akad nikah oleh suami dan berpisah. Sedangkan furqoh adalah bercerai, lawan dari berkumpul yang oleh ahli fiqh diistilahkan perceraian antara suami istri (Mukhtar, Kamal, 1993 : 156).

Dalam skripsi Ramdan (2004) putusnya perkawinan karena perceraian adalah putusnya perkawinan karena dijatuhkannya talak oleh suami kepada isterinya pada perkawinan yang dilangsungkan menurut agama Islam. Sedangkan putusnya perkawinan karena putusan pengadilan adalah putusnya perkawinan berdasarkan suatu keputusan pengadilan dikarenakan adanya suatu gugatan dari suami atau istri.

Dari pendapat dan analisis pengertian perceraian di atas, secara singkat perceraian dapat diartikan putusnya ikatan perkawinan antara suami dan istri karena sebab-sebab tertentu baik dari pihak cerai dari suami, gugatan istri, atau cerai oleh keputusan hakim.

Dalam hukum Islam ada tiga macam pemutusan ikatan perkawinan (Anwar, 1981 : 62) yaitu thalaq (talak), khuluk dan fasakh.

1. Talak adalah pemutusan ikatan atau melepas ikatan yang dijatuhkan oleh suami terhadap istrinya (Zayyinatun, 2006:125).

Dalam Islam talak diberikan kepada suami, karena seorang pria pada umumnya mempunyai pembawaan kodrati lebih mampu berfikir dalam mempertimbangkan mana yang lebih baik antara berpisah atau bertahan hidup bersuami istri daripada seorang wanita (Basyir, 1980:65).


(36)

2. Khuluk

Menurut bahasa adalah menanggalkan. Dalam istilah fiqih khuluk adalah perceraian yang dijatuhkan oleh seorang suami terhadap isterinya atas permintaan istri dengan adanya tebusan dari pihak istri kepada suami (Zayyinatun, 2006 ; 128). Dalam Ensiklopedi Islam (2003) dijelaskan bahwa khuluk adalah perceraian atas permintaan pihak istri dengan mengembalikan mas kawin yang diterimanya. Pengembalian mas kawin ini bisa seluruh atau sebagian yang pernah diterima sang istri, tetapi juga bisa dengan harta lain selain mas kawin.

Jadi dapat disimpulkan bahwa khuluk adalah perceraian yang terjadi atas kehendak istri dengan syarat istri memberikan ganti rugi atau imbalan kepada suami. Dalam khuluk ini, ganti rugi dari pihak istri merupakan unsur penting. Karena unsur ini yang membedakannya dengan cerai biasa. 3. Fasakh

Fasak yaitu batal (rusaknya) akad nikah dan putusnya ikatan perkawinan antara suami istri, atau dengan bahasa lain pemisahan pernikahan oleh hakim karena adanya alasan tertentu yang diajukan oleh salah satu pihak dari suami istri yang bersangkutan (Zayyinatun, 2006:129). Menurut Anwar (1981:67), adalah pemutusan ikatan perkawinan yang diselenggarakan oleh hakim berdasarkan atas gugatan salah satu pihak dari suami atau istri.

Pembatalan perkawinan atau fasakh terjadi, karena terdapat hal-hal yang membatalkan akad nikah yang telah berlangsung dan dapat juga terjadi,


(37)

karena adanya hal-hal yang baru diketahui oleh suami atau istri setelah perkawinan berlangsung. Setelah pihak suami atau istri tahu keadaan suami atau istri dan salah satunya merasa dirugikan. Jika diperhatikan, adanya fasakh ini merupakan konvergensi dari adanya talak dan khuluk, dimana dalam fasakh ini masing-masing pihak memiliki hak yang sama untuk mengajukan gugatan kepada hakim.

b. Sebab-sebab Putusnya Ikatan Perkawinan (Perceraian)

Dalam sebuah perkawinan terdapat dua kepentingan ikatan lahir dan batin yang merupakan pondasi bagi terbentuknya keluarga yang kekal, abadi, dan bahagia. Oleh karena itu, perkawinan tidak dibolehkan kalau hanya dimaksudkan untuk sementara saja. Perkawinan harus benar-benar bertujuan untuk hidup bersama seumur hidup sebagai suami istri dan tidak boleh diputuskan tanpa sebab yang benar-benar dapat dijadikan alasan putusnya ikatan perkawinan.

Di dalam pasal 38 UU perkawinan No. 1 tahun 1974 menyatakan, bahwa perkawinan dapat putus karena:

1. Kematian

Putusnya perkawinan karena perkawinan berarti, bahwa salah satu pihak baik suami ataupun istri meninggal dunia, kematian itu telah memutuskan ikatan perkawinan dengan sendirinya.


(38)

2. Perceraian

Putusnya perkawinan, karena dijatuhkannya talak oleh suaminya kepada istrinya pada perkawinan yang dilangsungkan menurut agama Islam. Putusnya perkawinan seperti ini disebut cerai talak sebagaimana dikatakan pada pasal 14 sampai pasal 18 PP No. 9 tahun 1975.

3. Keputusan Pengadilan

Putusnya perkawinan berdasarkan keputusan pengadilan berdasarkan suatu gugatan dari suami atau istri atau karena perceraian.

Berdasarkan pendapat di atas, maka ada tiga yang menyebabkan putusnya ikatan perkawinan (perceraian) dalam sebuah keluarga, yaitu karena kematian, perceraian, dan putusan pengadilan.

c. Macam-macam Perceraian

Dalam Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 tentang peraturan pelaksanaan perkawinan, dapat diketahui ada dua bentuk perceraian yaitu cerai talak dan cerai gugat (Saleh, 1982: 37).

1. Cerai talak adalah cerai yang dijatuhkan atau diucapkan oleh suami terhadap istri didepan sidang pengadilan agama. Peraturan ini khusus berlaku bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam. Dalam pasal 14 PP No. 9 tahun 1975 bahwa seorang suami yang telah melakukan perkawinan secara agama Islam, yang akan menceraikan istrinya mengajukan surat kepada pengadilan agama di tempat tinggal


(39)

berisikan pemberitahuan, bahwa ia menceraikan istrinya disertai alasan serta meminta kepada pengadilan agama agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

2. Cerai gugat adalah cerai yang didasarkan atas suatu gugatan terlebih dahulu dari salah satu pihak antara suami istri kepada pihak pengadilan. Adanya perceraian demikian itu ditujukan kepada semua pihak atau penganut agama atau kepercayaan. Khusus bagi umat Islam hak cerai gugat ini berada pada pihak istri. Hal ini ditegaskan pada penjelasan pasal 20 PP no. 9 Tahun 1975 bahwa gugatan perceraian yang dimaksud dapat dilakukan oleh seorang istri yang melakukan perkawinan agama Islam dan oleh seorang istri atau suami yang melangsungkan perkawinannya menurut agama dan kepercayaannya itu selain Islam.

d. Konsep Perceraian dalam Islam

Dalam Islam, perceraian lebih dikenal dengan istilah Talak. Meskipn halal talak ini sangat dibenci. Problem yang terjadi dalam sebuah rumah tangga oleh agama tidak diperkenankan langsung untuk menjatuhkan talak, baik atas dasar kehendak suami ataupun atas dasar permintaan istri. Dalam penyelesaian masalah yang terjadi dapat diselesaikan menurut beberapa langkah, seperti yang tercantum dalam kandungan surat an-Nisa' ayat 34 yaitu:

a. Langkah pertama, berpisah tempat tidur dengan isteri (scheiding van bed) sebagai peringatan baginya, apabila ia menunjukkan tanda-tanda nusyuz


(40)

b. Langkah kedua, bila si isteri masih tetap nusyuz, suami boleh memukul isterinya dengan pukulan yang tidak terlalu menyakiti (apalagi menyebabkan cacat)

c. Langkah ketiga, ditempuh apabila isteri tidak berubah. Langkah ini ditempuh apabila isteri sudah syiqaq (durhaka), suami bisa melakukan inisiatif minta bantuan pihak ketiga sebagai hakim penengah baik dari kalangan keluarga isteri atau kalangan keluarga suami. Apabila langkah ketiga ini tidak menyadarkan pasangan suami isteri dan tidak menyelesaikan masalah, maka baru diperkenankan terjadinya sebuah perceraian (thalaq), dan cerai ini harus dengan cara yang baik (ma'ruf).

Berdasarkan kandungan surat an-Nisa‟ ayat 34 dapat disimpulkan bahwa seorang suami yang akan menjatuhkan talak hendaknya melalui langkah-langkah untuk menyadarkan istri agar tidak durhaka. Langkah tersebut yang pertama, berpisah tempat tidur apabila istri sudah menampakkan tanda-tanda

Nusyuz. Langkah kedua boleh memukul dengan tidak menyakiti apabila istri tetap nusyuz. Dan langkah ketiga ditempuh apabila istri sudah syiqaq

(durhaka), suami boleh menceraikannya. D. Teks atau dalil tentang Perceraian

Dalam kamus besar bahasa Indonesia teks adalah naskah yang serupa dengan kata-kata asli dari pengarang. Teks juga dapat diartikan sebagai kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan. Dalam pemahaman terhadap permasalahan


(41)

dalam ilmu fiqih (dalam hal ini masalah talak atau cerai) teks atau dalil yang digunakan adalah yang bersumber dari nash Al-Qur‟an dan Hadist.

Dalam Al-Qur‟an surah Ath-Thalaaq ayat 1 Allah SWT berfirman :

                                               Artinya :

"Hai Nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru" (Q.S. Ath-Thalaaq : 1) (Asy Syarifain, 1420 H : Al-Qur'an dan Terjemahnya)

Dalam ayat ini, maksud menceraikan "bagi 'iddahnya' ialah supaya perceraian itu dilakukan jangan sampai membuat susah kepada isteri yang telah diceraikan itu dalam dia menunggu 'iddahnya (Hamka, 1985:260-264). Untuk ini ahli fiqih menjelaskan bahwa menceraikan isteri itu ada yang menurut sunnah dan ada yang


(42)

bid'ah (yaitu talak yang tidak sesuai dengan Islam), meskipun talak yang bid'ah

itu jatuh juga.

Dalam masa 'iddah itu, isteri masih diberi hak untuk tinggal di rumah suaminya. Seorang suami boleh mengeluarkan isteri dari dalam rumahnya, apabila masa

'iddah telah selesai dan suami tersebut tidak rujuk kembali.

Dan firman-Nya pada ayat 20 Surah An-Nisaa‟ :

 

 

 



 

 

 

 

 

 

Artinya :

"Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ?" (Q.S. An-Nisaa' : 20) (Asy Syarifain, 1420 H : Al-Qur'an dan Terjemahnya)

Dalam ayat 20 surah An-Nisaa' ini ada sebuah anjuran kepada seorang suami, jika terpaksa bercerai dengan yang lama dan mengganti dengan isteri yang baru, entah bersalah atau tidak, suami tidak boleh bersikap kasar kepada isteri. Sebab isteri diceraikan, maka harta-harta yang telah diberikan seorang suami kepada isteri tidak boleh diminta dan diambil kembali. Entah itu perhiasan, pakaian, alat rumah tangga atau lainnya.


(43)

Q.S. Al-Baqarah ayat 230-231 dan ayat 236-237 :                                                                                     "Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) Mengetahui. Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan


(44)

hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta Ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu" (Q.S. Al-Baqarah:230-231) (Asy Syarifain 1420 H : Al-Qur'an dan Terjemahnya)

Pada surah Al Baqarah ayat 230, dimaksudkan kepada orang yang sudah bercerai dua kali, tetapi terjadi talak yang ketiga kalinya, maka suami tidak boleh surut lagi. Selepas masa 'iddah isteri, suami tidak boleh rujuk lagi dan isteri sudah boleh kawin dengan laki-laki yang lain. Suami tersebut boleh menikah lagi (rujuk) dengan mantan isterinya itu apabila isteri telah menikah dengan laki-laki lain dan diceraikan oleh suaminya.

Menurut riwayat Ibnu Mardawaihi (Hamka, 1983:218) turunnya ayat 230 surah Al Baqarah ini sebab seorang laki-laki mentalak isterinya secara main-main saja, kemudian dimungkirinya. Padahal perkara talak bukan perkara main-main. Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa menthalaq isteri janganlah dijadikan permainan atau senda gurau.

                                              


(45)

                    Artinya :

" Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. Jika kamu menceraikan Isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka bayarlah seperdua dari mahar yang Telah kamu tentukan itu, kecuali jika Isteri-isterimu itu mema'afkan atau dima'afkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pema'afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan". (Q.S. Al-Baqarah : 236-237) (Asy Syarifain , 2420 H : Al-Qur'an dan Terjemahnya).

Kedudukan ayat ini, yaitu boleh menceraikan isteri sebelum "disentuh", tegasnya sebelum dicampuri, dan boleh pula sebelum maharnnya dibayar. Akan tetapi, ada kewajiban suami untuk memberikan isteri bekal ala kadarnya sesuai dengan kemampuannya, sepantasnya dengan cara yang baik sebagai pengobat hati. Tentang mahar yang belum dibayar, apabila perceraian itu terjadi sebelum bercampur, maka mahar yang telah ditentukan hanya wajib dibayarkan separo.

Q.S. Al-Ahzab ayat 49 :

               


(46)

 

 

 

 

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya". (Q.S. Al-Ahzab:49) (Asy Syarifain 1420 H : Al-Qur'an dan Terjemahnya)

E. Landasan Teori

Dalam pendekatan konflik, diasumsikan bahwa manajemen konflik, penghindarannya dan penyelesaian konflik adalah proses yang normal dan berkelanjutan dalam sistem keluarga. Karena, setiap anggota menyandang atau menduduki kedudukan dan status yang berbeda – hal tersebut tersebut merupakan akibat/konsekuensi dari jenis kelamin atau gender dan umur yang berbeda – maka keluarga itu mewujudkan suatu sistem yang hirarkis. Ini mennghasilkan suatu sistem yang tidak sama atau asimestris yang permanen. Akses para anggota terhadap kekuasaan dan sumber daya, berbeda. Ketidaksamaan atau asimetris yang melekat pada sistem keluarga inilah yang merupakan dasar dari konflik, dan ini muncul pada waktu para anggota keluarga mengadakan tawar-menawar dan bersaing untuk meraih kedudukan dan hal-hal yang dinilai tinggi. Walaupun ketegangan dan potensi konflik terus-menerus hadir, tujuan-tujuan bersama dan cinta yang timbal-balik menyebabkan para anggota keluarga saling terikat.


(47)

Asumsi yang lain adalah bahwa konflik dalam keluarga dapat membawa akibat positif atau negatif dan bila konflik ditekan maka, hal demikian menimbulkan akibat yang buruk bagi anggota keluarga, bila konflik tidak muncul maka, tidak berarti bahwa kebahagiaan sudah terjamin (Ihromi, 1999: 279)

Menurut Ihromi, 1999:284 dalam setiap masyarakat, keluarga merupakan pranata sosial yang sangat penting artinya bagi kehidupan sosial. Betapa tidak, para warga masyarakat menghabiskan paling banyak waktunya dalam keluarga dibandingkan dengan di tempat bekerja misalnya, dan keluarga adalah wadah dimana sejak dini para warga masyarakat dikondisikan dan dipersepsikan untuk kelak dapat melakukan peranan-peranannya dalam dunia orang dewassa. Melalui pelaksaaan peran-perannya itu pelestarian berbagai lembaga dan nilai-nilai budaya pun akan dapat tercapai dalam masyarakat bersangkutan. Dapatlah diibaratkan bahwa keluarga adalah jembatan yang menghubungkan individu yang berkembang dengan kehidupan sosial di mana ia sebagai orang dewasa kelak harus melakukan peranannya.

Keluarga memiliki penurunan kualitas atau bahkan disorganisasi (perpecahan keluarga sebagai suatu unit, karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban-kewajiban yang sesuai dengan peranan sosialnya).

Menurut Goode, bahwa secara sosiologis bentuk-bentuk disorganisasi keluarga antara lain:

a. Unit keluarga yang tidak lengkap karena hubungan di luar perkawinan. Walaupun dalam hal ini secara yuridis dan sosial belum terbentuk suatu keluarga. Tetapi, bentuk ini dapat digolongkan sebagai disorganisasi


(48)

keluarga. Sebab ayah (biologis) gagal dalammengisi peranan sosialnya dan demikian juga halnya dengan keluarga pihak ayah maupun keluarga ibu. b. Disorganisasi keluarga karena putusnya perkawinan sebab perceraian,

perpisahan meja dan tempat tidur, dan seterusnya.

c. Adanya kekurangan dalam keluarga tersebut, yaitu dalam hal komunikasi antara anggota-anggotanya.

d. Krisis keluarga, oleh karena salah satu yang bertindak sebagai keluarga di luar kemampuannya sendiri meninggalkan rumah tangga. Mungkin karena meninggal dunia, dihukum, hilang karena peperangan, dan lain sebagainya.

e. Krisis keluarga yang disebabkan oleh karena faktor-faktor intern. Misalnya karena terganggu kseimbangan jiwa salah seorang anggota keluarga (Soekanto, 1994:370).

Adanya kekurangan dalam keluarga, yaitu dalam hal suami atau istri tidak menjalankan kewajibannya dengan peranan statusnya, sering mengakibatkan perceraian. Kekurangan komunikasi antara anggota keluarga (suami-isteri) juga merupakan permasalahan yang sering terjadi dalam keluarga dan dibiarkan tetap berlarut.

F. Kerangka Pemikiran

Keluarga sebagai sebuah institusi sosial yang memainkan peranan yang besar dalam pewarisan nilai-nilai sosial dari satu individu kepada individu yang lain. Keluarga merupakan institusi sosial yang pertama dan utama yang akan


(49)

melahirkan satu generasi yang baru atau justru relatif sama dengan generasi sebelumnya.

Perkawinan yang sah, baik menurut agama maupun ketentuan perundang-undangan yang berlaku merupakan wadah kehidupan berkeluarga. Dari sini akan tercipta hubungan yang harmonis, tentram, dan sejahtera lahir dan batin yang didambakan oleh setiap insan manusia. Tujuan perkawinan secara garis besar adalah untuk menciptakan ketenangan hidup disamping untuk mendapatkan keturunan. Hal ini seperti yang tercantum dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 1 yang menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan begitu tujuan dari perkawinan itu sendiri adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

Akan tetapi dalam kenyataannya tujuan perkawinan tidak terwujud secara utuh, hal ini disebabkan karena salah satu pihak diantara suami dan istri tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang telah ditentukan, sehingga dapat menimbulkan perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga. Suami istri yang terlibat dalam pertengkaran harus mengupayakan jalan penyelesaian secara damai dengan musyawarah, apabila perselisihan tersebut tidak bisa didamaikan lagi maka jalan keluarnya adalah melakukan perceraian. Sedangkan keadaan keluarga yang demikian menurut syari‟at Islam memberikan kemungkinan bagi kedua pasangan untuk melaksanakan perceraian dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.


(50)

Dengan demikian, keluarga yang merupakan sebuah institusi penting tidak selamanya berjalan mulus tanpa ada perselisihan. Sebuah perkawinan yang dibentuk untuk mewujudkan sebuah rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa adakalanya timbul perselisihan dalam membangun keluarga tersebut. Sehingga keluarga yang diharapkan dapat berjalan utuh dan kekal terkadang timbul perpecahan yang tidak bisa didamaikan lagi, dan satu-satunya jalan yang mungkin dapat ditempuh adalah jalan perceraian.

Gambar. Bagan Kerangka Fikir

Perceraian

Konsep Perceraian Secara Umum

Konsep Perceraian dalam Islam ; Talak

Fasakh, Khulu'

Konsep cerai dalam Teks. Surat annisaa

ayat 34

Pemahaman Terhadap Teks Cerai


(51)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Menurut Moleong (2005 : 9-10) karakteristik penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara, atau penelaah dokumen.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hadari Nawawi menjelaskan bahwa deskriptif kualitatif adalah cara yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan menjawab permasalahan dilapangan dengan teori-teori, konsep-konsep dari data penelitian di lapangan. Menurut Sudipan Sadi Hatomo dalam Bungin (2003 : 56) deskriptif kualitatif artinya mencatat secara teliti segala gejala atau fenomena yang dilihat dan didengar serta dibacanya via wawancara atau bukan, catatan lapangan, foto, videotipe, dokumen pribadi, catatan atau memo, dokumen resmi atau bukan, dan lain-lain. Penelitian harus membanding-bandingkan, mengkombinasikan, mengabstraksikan, dan menarik kesimpulan.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menjelaskan secara jelas pemahaman masyarakat terhadap konsep cerai dan pemahaman terhadap teks tentang perceraian dalam fiqih Islam, dan selanjutnya peneliti akan melakukan proses


(52)

analisis terhadap perceraian dalam fiqih Islam. Oleh karena itu data dalam penelitian ini data yang diperoleh dinyatakan dalam bentuk kalimat uraian.

B. Fokus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif fokus penelitian sangat penting untuk membatasi peneliti agar data yang diperoleh tidak melimpah ruah. Menurut Moleong (2005 : 12) penelitian kualitatif menghendaki ditetapkan adanya batas dalam penelitian atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. Hal tersebut disebabkan beberapa hal :

1. Tidak dapat dibayangkan sebelumnya tentang kenyataan-kenyataan jamak yang kemudian mempertajam fokus.

2. Penetapan fokus yang lebih dekat dihubungkan oleh interaksi antara peneliti dan fokus.

Adapun yang menjadi fokus penelitian ini antara lain : 1. Pemahaman masyarakat terhadap konsep cerai.

2. Pemahaman masyarakat terhadap cerai dalam Islam, yang meliputi pemahaman tentang talak, khulu' dan fasakh.

3. Pemahaman masyarakat tehadap teks tentang perceraian dalam fiqih Islam. C. Penentuan Informan

Informan merupakan sumber data yang akan dihubungi atau dikontak oleh peneliti atau pengumpul data. Informan adalah sumber data utama dalam memperoleh informasi utama yang dibutuhkan. Menurut Moleong (2005:132) informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberi informasi tentang situasi dan kondisi


(53)

latar penelitian. Berdasarkan rincian diatas, maka kriteria yang digunakan untuk memilih informan penelitian ini adalah alumni pondok pesantren salaf A.P.I. yang berada di desa Margodadi Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus. Oleh karena itu, kedudukan informan sangat sentral dalam penelitian kualitatif. Sehingga, pemilihannya menjadi sangat penting. Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan kriteria :

1. Informan berusia antara 20-40 tahun.

2. Informan pernah tinggal di pondok atau mengaji di pondok pesantren minimal selama 5 tahun.

Berdasarkan kriteria-kriteria di atas selanjutnya peneliti akan menentukan informan. Dari jumlah alumni yang ada tentu tidak seluruhnya menjadi informan. Dengan demikian, peneliti mengambil informan yang memenuhi criteria di atas untuk dijadikan salah satu sumber data. Informan tersebut tentunya masuk dalam kriteria informan yang dipilih karena telah dilakukannya pre riset terlebih dahulu. D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di desa Margodadi kecamatan Sumberejo kabupaten Tanggamus. Desa Margodadi adalah desa dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Di desa ini terdapat sebuah pondok pesantren putra, sebuah pondok pesantren putri, serta madrasah sebagai sarana pembelajaran agama Islam. Penduduknya banyak yang merupakan alumni pondok pesantren salaf, dengan pemahaman kajian fiqh sebagai materi pembelajaran yang pokok.


(54)

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode :

1. Wawancara Mendalam

Merupakan alat pengumpul data utama yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini. Wawancara mendalam digunakan untuk memperoleh data mengenai pemahaman masyarakat terhadap teks tentang perceraian dalam fiqih Islam.

2. Dokumen

Teknik dokumentasi penulis gunakan untuk memperoleh data skunder mengenai permasalahan penelitian. Dokumen yang digunakan diantaranya adalah: buku, artikel, skripsi, jurnal melelui internet, dan koran.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data, atau melalui tiga tahapan yaitu ;

1. Reduksi Data

Pada tahap ini, peneliti memusatkan perhatian pada data lapangan yang telah terkumpul. Data lapangan tersebut selanjutnnya dipilih, dalam arti menentukan derajat relevansinya dengan maksud penelitian. Selanjutnya data yang terpilih disederhanakan, dalam arti mengklasifikasikan data atas dasar tema untuk


(55)

merekomendasikan data tambahan. Kemudian peneliti melakukan abstraksi data kasar tersebut menjadi uraian singkat atau ringkasan.

2. Tahap Penyajian Data

Pada tahap ini, peneliti melakukan penyajian informasi melalui bentuk teks naratif terlebih dahulu. Selanjutnya hasil teks naratif tersebut diringkas ke dalam bentuk bagan yang menggambarkan alur proses perubahan kultural, kemudian peneliti menyajikan informasi hasil penelitian berdasarkan pada susunan yang telah diabstraksikan dalam bagan tersebut.

3. Tahap Kesimpulan (Verifikasi)

Pada tahap ini peneliti menfokuskan pada abstraksi data yang tertuang dalam bagan, disamping menyandarkan pada klarifikasi data.

G. Teknik Uji Validitas Data Kualitatif

Laporan penelitian kualitatif dikatakan ilmiah jika persyaratan validitas, reliabilitas, dan objektifitasnya sudah terpenuhi. Beberapa usaha agar persyaratan tersebut terpenuhi dalam Usman dan Setiadi Akbar (1995: 88-89) langkah-langkah yang dilakukan antara lain :

1. Kredibilitas

Kredibilitas adalah kesesuaian antara konsep peneliti dengan konsep responden. Agar kredibilitas terpenuhi dalam Usman dan Setiadi Akbar (1995: 88-89) langkah-langkah yang dilakukan antara lain :

a. Waktu yang digunakan peneliti harus cukup lama b. Pengamatan yang terus menerus


(56)

c. Mengadakan triangulasi yaitu memeriksa kebenaran data yang telah diperoleh kepada pihak-pihak lainnya yang dapat dipercaya

d. Mendiskusikan dengan teman seprofesi

e. Menganalisis kasus negatif, yaitu kasus-kasus yang bertentangan dengan hasil penelitiannya pada saat-saat tertentu

f. Menggunakan alat-alat bantu dalam mengumpulkan data seperti tape recorder, tustel, video dan sebagainnya

g. Menggunakan member check, yaitu memeriksa kembali informasi responden dengan mengadakan pertanyaan ulang atau mengumpulkan sejumlah responden untuk dimintai pendapatnya tentang data yang telah dikumpulkan h. Transferabilitas, ialah apabila hasil penelitian kualitatif itu dapat digunakan

atau diterapkan pada kasus atau situasi lainnya. Dalam penelitian kualitatif biasanya menggunakan sampel yang kecil mengakibatkan sangat sukar untuk mengadakan generalisasi sepenuhnya yang ddapat dipercauya. Transferabilitas dapat ditingkatkan dengan cara melakukan penelitian dibeberapa lokasi. Suatu yang berlaku pada lokasi lain belum tentu sama dengan lokasi lainnya. Oleh sebab itu, perlu mempelajari beberapa kelompok lain sampai terdapat kesamaan kesimpulan mengenai suatu gejala atau konsep.

2. Dependabilitas dan Komfirmabilitas

Dependabilitas ialah apabila hasil penelitian kita memberikan hasil yang sama dengan penelitian yang diulangi oleh pihak lain, karena desain yang emergen lahir selama penelitian berlangsung. Untuk membuat penelitian kualitatif dependabilitas maka perlu disatukan dengan komfirmabilitas. Hal ini dikerjakan dengan cara audit trail yang dilakukan oleh pembimbing.


(57)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Desa Margodadi

Desa Margodadi adalah pemekaran dari desa Margoyoso. Dulu dikepalai oleh kepala desa yang bernama Sait Supardi. Dan dengan perundingan yang matang beserta musyawarah dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama desa Margodadi memekarkan diri menjadi desa persiapan. Pada tahun 1986, terbentuklah desa Margodadi dengan status desa persiapan selama 7 tahun.

Pada tahun 1992 desa Margodadi diresmikan menjadi desa definitif hingga sekarang ini. Sedangkan yang menjadi kepala desa pada waktu itu adalah bapak Hadi supomo dengan status kepala desa sementara (PJS) berjalan hingga lebih kurang 8 tahun.

Pada tahun 1997 bapak Hadi Supomo mencalonkan diri menjadi kepala desa Margodadi, dan yang menjadi PJS adalah Puji Atmoko, kurang lebih berjalan selama 6 bulan.

Dengan upaya yang maksimal maka PJS membentuk panitia pemilihan kepala desa. Dan yang mencalonkan menjadi kepala desa bapak Hadi supomo dan bapak sunarso sebagai calon pendamping. Namun, pemilihan tersebut dapat dimenangkan oleh bapak hadi Supomo hingga masa jabatannya habis sampai tanggal 22 April 2001. Dan pada tanggal 26 juni 2001 terbentuklah PJ baru lagi,


(58)

yaitu bapak Kasino M, sebagai PJ desa Margodadi. Bapak Kasino memimpin hingga tahun 2007. di tahun yang sama bapak Kasino memenangkan pemilihan kepala desa sehingga terpilih kembali untuk memimpin desa Margodadi hingga tahun 2012 nanti.

1. Struktur Pemerintahan

Bagan 2. Struktur Pemerintahan Pekon Margodadi Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus

(Sumber : Monografi Desa Margodadi Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus 2010)

BHP Kepala pekon Kasino M Juru tulis Safrul latif Kaur Pemb Basiran Kaur Kesra Suyatno Kaur keuagn M.Ghufron Kaur Umum sugeng Kaur pemr. Aryuli S Kadus M.Utara Timin Kadus M. Tengh Suyanto Kadus M.Barat Nasiman Kadus M.Timur Nasihan Kadus K.Tengah Suyitno Kadus S.Agung Sarjuni BA RT 01 RT 02

RT 03 RT 04 RT 11 RT 12 RT 09 RT 10 RT 07 RT 08 RT 05 RT 06


(59)

2. Letak dan Keadaan Geografis

a. Luas Wilayah

Desa Margodadi mempunyai luas wilayah/kampong 255,00 (km) menurut penggunaan tanah :

- Persawahan sawah irigasi setengah teknis : 136,94 ha - Sawah tadah hujan : 56 ha

-tegal/lading : 22,63 ha -pemukiman : 34,43 ha

-Perkantoran pemerintah : 1 ha - lainnya : 6 ha

b. Batas Wilayah

Adapun batas-batas wilayah desa Margodadi sebagai berikut : Sebalah Utara berbatasan dengan desa Argopeni

Sebalah Selatan berbatasan dengan desa Margoyoso

Sebelah Timur berbatasan dengan desa Argopeni dan Dadapan Sebalah Barat berbatasan dengan desa Argopeni

c. Kondisi Geografis

Desa Margodadi keadaan geografis wilayahnya berada pada bentangan lereng gunung Tanggamus. Berada pada ketinggian 700 dpl dengan curah hujan 30mm dan suhu rata-rata 30 derajat celcius. d. Orbitrasi

Jarak desa Margodadi ke ibukota kecamatan 1 km. Jarak ke ibukota kabupaten 30 km.


(60)

e. Tingkat Kesuburan Tanah

Kesuburan tanah di desa Margodadi cukup subur untuk usaha pertanian seperti padi dan palawija lainnya seperti jagung, cabe, tomat, sawi, kubis dan mentimun.

f. Air

Di desa Margodadi mayoritas penduduknnya mengkonsumsi air dari sumur galian, dimana kedalaman sumur yang paling dalam adalah 10 meter. Tetapi ada juga penduduk yang memanfaatkan air sungai untuk keperluan sehari-hari.

(Sumber : monografi Desa Margodadi Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun 2010)

3. Keadaan Demografi

a. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Jumlah penduduk di desa Margodadi adalah sebanyak 2280 orang, dengan jumlah keluarga 533 KK.

Dengan rincian menurut jenis kelamin sebagai berikut : Tabel 1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 1074 47,1 %

Perempuan 1206 52,9 %

Jumlah 2280 100 %

(Sumber : monografi Desa Margodadi Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus 2010)


(61)

b. Keadaan Penduduk Menurut Agama

Masing-masing penduduk di Desa Margodadi merupakan penganut agama. Dan agama yang dianut oleh penduduk Desa Margodadi adalah agama Islam.

c. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Usia

Keadaan penduduk Desa Margodadi dengan jumlah 2280 jiwa berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Usia Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Persentase

0-4 tahun 71 3,1 %

5-6 tahun 84 3,7 %

7-13 tahun 250 11 %

14-16 tahun 72 3,2 %

17-24 tahun 191 8,4 %

25-50 tahun 1013 44,4 %

51-58 tahun 475 20,8 %

>59 tahun 124 5,4 %

Total 2280 100 %

(Sumber : Monografi Desa Margodadi Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus 2010)


(1)

Deskripsi Hasil Penelitian Dalam Bentuk Tabel

Tabel 4. Identitas Informan

No Latar Belakang Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5

1 Nama Nur Hafid Saliman Mufid Sulaiman Nur Fitri Diah Fitria

2 Usia 34 tahun 26 tahun 36 tahun 24 tahun 25 tahun

3 Suku Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa

4 Alamat Dusun

Margodadi Barat

Dusun

Margodadi Barat

Dusun

Margodadi Utara

Dusun

Margodadi Barat

Dusun

Margodadi Barat 5 Pendidikan terakhir sebelum

mondok di pesantren

Madrasah Tsanawiyah

Madrasah Aliyah Madrasah Aliyah Madrasah Tsanawiyah

Madrasah Tsanawiyah 6 Lama tinggal di pesantren 7 tahun 8 tahun 9 tahun 6 tahun 6 tahun

Tabel 5. Pemahaman Masyarakat Terhadap Konsep Cerai

No Konsep Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5

1 Pandangan tentang

meningkatnya fenomena cerai

Karena faktor ekonomi. Banyak istri yang

menuntut nafkah lahir diluar kemampuan suami.

Berawal dari ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Karena kurangnya komunikasi, keegoisan diri, sehingga

Pelaku

memandang nilai pernikahan tanpa dilandasi agama. Disebabkan kurang memiliki landasan agama yang kuat.

Karena unsur kecewa, tidak mencoba mengkaji masalah karena sikap terburu-buru untuk menyelesaikan

Rasa kecewa dari masing-masing pihak. Tidak mencintai karena

dijodohkan, selingkuh, nusyuz, atau


(2)

kewajiban-kewajiban sebagai suami istri tidak dijalankan dengan baik.

masalah dengan jalan cerai.

perbedaan pendapat.

2 Pemahaman terhadap konsep cerai secara umum

Tidak ada perbedaan dengan cerai dalam Islam. Sama dengan talak, yaitu sudah tidak ada ikatan dalam nikah.

Cerai sama dengan bahasa jawanya pegat, yaitu memutuskan suatu pertalian akad nikah.

Memutuskan suatu hubungan yang hubungan tersebut sudah dibangun sebelumnya untuk mencapai suatu tujuan. Dalam proses mencapai tujuan itu ada rintangan yang

menimbulkan suatu masalah. Jika masalah ini tidak

diselesaikan, dapat

menimbulkan perceraian, sehingga tujuan awal tidak tercapai.

Talak. Talak tidak ada

bedanya dengan cerai. Talak itu bahasa Arab, kalau dalam bahasa Jawanya pegat.

Tidak ada perbedaan dengan talak (cerai dalam Islam). Pisahnya hubungan suami istri.


(3)

3 Pandangan terhadap konsep cerai secara Islam

Sama dengan cerai secara umum, dalam Islam hukumnya makruh, tetapi perkara ini lebih baik tidak dikerjakan. Bila sebuah rumah tangga tidak dapat

dipertahankan lagi lebih baik cerai.

Sesuatu yang tidak boleh dikerjakan, tetapi sering dilakukakan. Ada cerai raja'i dan cerai ba'in.

Cerai dalam Islam yaitu sesuatu yang halal tapi dibenci Alloh. Karena akan

menimbulkan permusuhan.

Saat atau ketika suami

mengucapkan talak, saat itulah dalam Islam terjadi cerai. Semua hubungan antara suami istri menjadi haram.

Pisahnya

hubungan suami istri. Yang berasal dari kata Ath-Tholaaqu yaitu menolak, cerai atau pisah.

a. Pemahaman tentang talak Cerai. Cerai. Cerai. Cerai. Cerai.

b. Pemahaman tentang khuluk Cerai yang terjadi karena aib.

Tidak tahu. Belum pernah mendengar istilah khuluk. Masih asing kata bahasanya.

Tidak tahu kalau khuluk bagian dari perkara talak. Setahu Mufid talak itu talak raja'i dan talak bai'in.

Istri/wanita yang meminta cerai.

Tidak tahu.

c. Pemahaman tentang fasakh Gugatan cerai dari istri.

Tidak tahu. Belum pernah mendengar istilah fasakh.

Tidak tahu kalau fasakh bagian dari perkara talak.

Tidak tahu. Tidak tahu.

4 Pandangan untuk/agar masyarakat tidak melanggar

Seorang suami atau istri agar

Meningkatkan keharmonisan

Diawal sebelum menikah

Hendaklah suami istri saling

Setiap suami atau istri harus


(4)

aturan-aturan berkaitan dengan kebiasaan masyarakat mudah mengucapkan kata-kata cerai

lebih memahami dalil-dalil yang ada tentang masalah cerai.

dalam berumah tangga, sifat saling mengalah dan menggunakan kata-kata manis terhadap

pasangannya. Suami dan istri harus bisa menjaga nama baik pasangannya, menumbuhkan rasa saling percaya.

memahami makna sebuah pernikahan. Dan bagi yang sudah menikah agar diberi pedoman cara-cara membina keluarga.

intropeksi, melihat diri sendiri. Suami tidak perhatian ke istri, bisa jadi karena istri kurang perhatian ke suami. Atau, istri tidak perhatian ke suami mungkin karena suami kurang perhatian ke istri.

bisa menjaga diri dan bersabar. Apabila salah satu pasangan sedang marah, maka salah satu pihak harus mengalah.

5 Pandangan terhadap hambatan menerapkan hukum Islam tentang cerai

Kurang memahami hukum Islam yang ada, atau malas belajar tentang Islam.

Rasa egois dalam diri pasangannya, merasa yang paling benar.

Kurang memahami tentang Islam.

Tidak ada

hambatan. Bukan karena

hukumnya tidak berlaku, tetapi karena

keawaman dan kurang faham terhadap hukum-hukum Islam.

Keawaman terhadap hukum-hukum Islam.


(5)

Tabel 6. Pemahaman Masyarakat Terhadap Teks Tentang Cerai

No Konsep Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5

1 Pemahaman terhadap surat Ath-Tholaq ayat 1.

Ketika menceraikan istrinya harus pada waktu istri dalam keadaan suci, atau istri tersebut tidak sedang haid, juga sedang tidak hamil.

Suami yang akan menceraikan istrinya harus menghitung waktu yang tepat untuk

menentukan masa 'iddah istrinya.

Seorang suami yang akan menceraikan istrinya harus tahu persis

permasalahannya, supaya suami dan istri tersebut bisa menghitung 'iddahnya.

Mengatur tentang 'iddah. Meskipun hafal, saya kurang faham kandungan maknanya.

Tanggung jawab yang harus diemban oleh suami sebagai kepala keluarga. Bila tidak bertanggung jawab, maka dapat terjadi sebuah

perceraian. Bila sebuah

perceraian itu terjadi, dan suami menyesal dan ingin kembali, maka masih

diperbolehkan selagi masih dalam masa 'iddah. 2 Pemahaman terhadap surat

An-Nisa' ayat 34.

Hal yang harus dilakukan sebelum

Masalah talak. Tapi belum terjadi cera9

Masalah talak. Mengatur tentang nusyuz, seperti kinayah. Bila

Laki-laki sebagai kepala keluarga, maka


(6)

menjatuhkan cerai/talak. Yaitu dinasehati. Jika masih nusyuz, maka cerai. Menurut saya pisah ranjang merupakan cara dan indikator suami istri tersebut sudah bercerai.

antar suami istri tersebut. Masih talak satu atau talak dua (talak raja'i).

istri sampai minggat, atau keluar rumah tanpa izin suaminya maka talak itu bisa jatuh.

istri tidak boleh melawan suami. Bila istri nusyuz, suami boleh membiarkan istrinya atau pisah ranjang.

3 Pemahaman terhadap hadist Nabi SAW yang

berbunyi..."Barang siapa mentalak (istrinya) dengan main-main maka talaknya itu jadi".

Cerai bukan sebatas kata-kata. Jadi talaknya jatuh, meskipun hanya dikatakan dengan main-main.

Kata talak, walaupun diucapkan dengan main-main tetap jatuh talaknya.

Meskipun suami itu menggunakan bahasa sindiran ataupun sumpah.

Talak itu sesuatu yang sakral. Maka tidak boleh bermain-main dengan kata-kata cerai. Begitu kata cerai diucapakan, maka jatuhlah talak/cerai.

Belum pernah dengar hadistnya. Tapi, talaknya tetap jatuh.

Talaknya jatuh dan terjadi cerai meskipun diucapkan dengan main-main. Istri juga tidak boleh menuntut cerai tanpa alasan yang syar'i.


Dokumen yang terkait

Perbandinagn Pembelajaran Fiqih di Pondok Pesantren Modern Dengan pndok Pesantren Salaf Dalam Persepsi Ssntri: studi kasus pondok pesantren daarul ahsan dan pondok pesantren Al-Musayyadah

1 14 91

Perspektif Alumni Terhadap Metode Pembelajaran Tradisioanal di Pondok Pesantren Al-Qur'an Assanusiah

0 11 93

THE SOCIETY COMPREHENSION TO THE TEXT ABOUT DIVORCE IN ISLAMIC LAW ( A Case Study Alumni To A.P.I Islamic Boarding House Margodadi Sumberejo Tanggamus)

0 12 15

MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER SANTRI (Studi Kualitatif di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Margodadi Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus)

13 86 94

Fungsi Dakwah Pondok Pesantren Muhammadiyah Sabilil Muttaqien dalam Pengembangan Masyarakat Islam Gisting Bawah Kabupaten Tanggamus

0 10 109

SISTEM PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN LIFE SKILL SANTRI (STUDI KASUS PONDOK PESANTREN AL-FALAH GUNUNG KASIH KECAMATAN PUGUNG KABUPATEN TANGGAMUS) - Raden Intan Repository

0 2 155

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG BAGI HASIL DALAM KERJA SAMA PENGEMBANGBIAKAN TERNAK SAPI (Studi Kasus di Pekon Margodadi Dusun Sumber Agung Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus) - Raden Intan Repository

0 1 113

PERANAN KOMUNIKASI ORANG TUA DALAM MENCEGAH KENAKALAN REMAJA DI DESA MARGODADI KECAMATAN SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS - Raden Intan Repository

0 1 99

PONDOK PESANTREN MADINAH (STUDI HISTORIS TENTANG PERANANNYA TERHADAP PENGEMBANGAN ISLAM DI MAKASSAR)

0 0 88

STUDI KOMPARASI KEPERCAYAAN DIRI MAHASISWA ALUMNI PONDOK PESANTREN DAN NON PONDOK PESANTREN DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI

0 0 17