Fungsi Dakwah Pondok Pesantren Muhammadiyah Sabilil Muttaqien dalam Pengembangan Masyarakat Islam Gisting Bawah Kabupaten Tanggamus

(1)

TESIS

Diajukan Kepada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Komunikasi Islam dalam Program Studi Ilmu Dakwah

Konsentrasi Pengembangan Masyarakat Islam Oleh

HUSNUL MAEMANAH NPM. 1424010017

PROGRAM STUDI ILMU DAKWAH

KONSENTRASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA (PPs)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

RADEN INTAN LAMPUNG

1437 H / 2016 M


(2)

TESIS

Diajukan Kepada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Komunikasi Islam dalam Program Studi Ilmu Dakwah

Konsentrasi Pengembangan Masyarakat Islam Oleh

HUSNUL MAEMANAH NPM. 1424010017

Pembimbing I : Prof. Dr. H. Bahri Ghozali Pembimbing II : Dr. Jasmadi, Ma

PROGRAM STUDI ILMU DAKWAH

KONSENTRASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA (PPs)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

RADEN INTAN LAMPUNG

1437 H / 2016 M


(3)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pesantren merupakan suatu lembaga Dakwah Islam yang melembaga di Indonesia, dimana kyai dan santri hidup bersama dalam suatu asrama yang memiliki bilik-bilik kamar sebagai ciri-ciri esensialnya dengan berdasarkan nilai-nilai agama Islam.Pondok pesantren mempunyai 5 elemen dasar yaitu pondok, mesjid, pengajaran kitab-kitab klasik Islam, santri dan kyai.

Kelima elemen di atas merupakan elemen dasar yang dimiliki sebuah pesantren.Pesantren dikatakan lengkap apabila telah memiliki kelima elemen di atas dan masing-masing mempunyai fungsi tersendiri dalam pembinaan santri melalui kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan baik dalam bidang fisik maupun mental santri di pondok pesantren.

Pondok Pesantren Muhammadiyah adalah lembaga dakwah Islam yang diselenggarakan oleh Persyarikatan Muhammadiyah dalam hal ini Majelis Pesantren, yang mempunyai minimal lima unsur, yaitu : adanya

kyai (ustadz), adanya santri, adanya pembelajaran kitab yang mu’tabar,

adanya dirosah islamiyah, adanya masjid sebagai pusat aktivitas peribadahan, dan adanya asrama sebagai tempat mukim bersama.

Pondok pesantren melaksanakan pendidikan keagamaan yang bersumber dari karya-karya Islam klasik.Pondok pesantren sebagai pusat pedalaman ilmu-ilmu agama Islam, pondok pesantren masih tetap diakui


(4)

oleh masyarakat karena beranggapan bahwa pendidikan keperibadian pesantren lebih unggul dibandingkan pendidikan sekolah atau madrasah.

Pesantren adalah lembaga dakwah Islam yang didirikan untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.Istilah pesantren telah akrab pemakaiannya di kalangan masyarakat untuk membedakan antara pendidikan Islam dan pendidikan umum.

Kata pondok pesantren terdiri dari dua kata, “pondok” dan “pesantren”.Jika ditelusuri, kata ini tidak seutuhnya berasal dari bahasa Indonesia.Akar kata pondok disinyalir terambil dari bahasa Arab,

funduk” yang berarti hotel atau asrama1. Menurut Manfred Dalam Ziemek kata pesantren berasal dari kata “santri” yang diimbuhi awalan pe- dan akhiran –an yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya adalah tempat para santri

Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya.Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan Islam, dakwah, pengembangan kemasyarakatan dan pendidikan lainnya yang sejenis.Para peserta didik pada pesantren disebut santri yang umumnya menetap di pesantren.Tempat dimana para santri menetap, di lingkungan pesantren,


(5)

disebut dengan istilah pondok. Dari sinilah timbul istilah pondok pesantren.

M. Arifin memberikan defenisi pondok pesantren sebagai berikut :

“Suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui

masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari Leadership seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta

independent dalam segala hal”2

Lembaga Research Islam (pesantren luhur), sebagaimana dikutip oleh Mujamil Qamar, mendefenisikan pesantren sebagai “suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama

Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya”.Dalam

penelitian ini, Mujamil Qamar memberikan defenisi pesantren yang lebih

singkat, yaitu “suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanent.3

Jadi, yang dimaksud dengan pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam dengan menetap dalam asrama (pondok) dengan seorang kyai, tuan guru sebagai tokoh utama dan masjid sebagai

2Mujamil Qamar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi

Institusi, (Jakarta : Erlangga, 2005), h. 2 3 Ibid 50


(6)

pusat lembaga dan menampung peserta didik (santri), yang belajar untuk memperdalami suatu ilmu agama Islam.

Pondok pesantren juga mengajarkan materi tentang Islam, mencakup tata bahasa Arab, membaca Al-Qur’an, Tafsir, Etika, Sejarah dan ilmu kebatinan Islam. Pondok pesantren tidak membedakan tingkat sosial ekonomi orang tua peserta didik (santri), pendidikan orang tua peserta didik (santri), dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman perilaku peserta didik (santri) sehari-hari, serta menekankan pentingnya moral keagamaan tersebut dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Untuk melihat pergeseran bentuk pondok pesantren pada zaman dahulu hingga sekarang, dapat diklafikasikan dari tiga tipologi pondok pesantren yang pernah berkembang, yaitu :

a) Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal (sistem bandungan dan sorongan), dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut.

b) Pesantren adalah lembaga dakwah dan pengajaran agama Islam yang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tersebut di atas, tetapi para santrinya tidak disediakan pondokan di komplek pesantren, namun tinggal


(7)

tersebar di sekitar penjuru desa sekeliling pesantren tersebut (santri kalong) dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem weton, yaitu para santri dating berduyun-duyun pada waktu-waktu tertentu.

c) Pondok pesantren dewasa ini merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem bandungan, sorongan ataupun wetonan, dengan para santri disediakan pondokan ataupun merupakan santri kalong yang dalam istilah pendidikan pondok pesantren modern memenuhi kriteria pendidikan nonformal serta menyelenggarakan juga pendidikan formal berbentuk madrasah dan bahkan sekolah umum dalam berbagai bentuk tingkatan dan aneka kejuruan menurut kebutuhan masyarakat masing-masing4

Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa pondok pesantren memiliki program pendidikan yang disusun sendiri (mandiri) di mana program ini mengandung proses pendidikan formal, non formal maupun informal yang berlangsung sepanjang hari dalam satu pengkondisian di asrama. Sehingga dari sini dapat dipahami bahwa pondok pesantren secara institusi atau kelembagaan dikembangkan untuk mengefektifkan dampaknya, pondok pesantren bukan saja sebagai tempat belajar melainkan merupakan proses hidup itu sendiri, pembentukan watak dan pengembangan sumber daya Perubahan dan perkembangan sistem pendidikan pondok pesantren dipengaruhi beberapa faktor selain tuntutan zaman, seperti; tuntutan kesiapan


(8)

pondok pesantren mengimbangi lembaga pendidikan lain yang dianggap siap pakai. Di samping itu ada hal lain yang menyebabkan sistem pondok pesantren mengalami pergeseran, seperti; modernisasi sistem pendidikan, faktor penjajahan dan sebagainya. Kendatipun terdapat pergeseran dan perubahan, sistem yang dikembangkan pondok pesantren, subtansinya tidak mengalami perubahan.Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan masih tetap dipertahankan, sementara beberapa pondok pesantren berjalan dengan segala tradisi yang mewarisinya, secara turun temurun tanpa variasi.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia bermanfaat bagi masyarakat atau berhikmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau menjadi abdi masyarakat mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian. Adapun fokus masalahnya adalah pada fungsi Dakwah pondok pesantren muhammadiyah sabilil muttaqen gisting bawah dan relevansinya terhadap pengembangan masyarakat islam. Untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut akan dirumuskan dalam rumusan masalah.

C. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah


(9)

1. Bagaimana Fungsi Dakwah Pondok Pesantren Muhammadiyah Sabilil Muttaqien Dalam Pengembangan Masyarakat Islam Gisting Bawah Kabupaten Tanggamus ?

2. Bagaimana Bentuk Pengembangan Masyarakat Islam Melalui Kegiatan Dakwah Pondok Pesantren Muhammadiyah Sabilil Muttaqien?

D. Tujuan dan Kegunan Penelitian 1. Tujuan peneltian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis secara mendalam bagaimana fungsi Lembaga Pesantren Muhammadiyah terhadap pengembangan masyarakat islam dikecamatan Gisting Bawah . 2. Kegunaan Penelitian

a. Dari Segi Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dan sumbangan pemikiran mengenai fungsi lembaga pesantren terhadap pengembangan masyarakat khususnya bagi jurusan Dakwah sebagai bahan pertimbangan dan mengembangkan ilmu dakwah konsentrasi pengembangan masyarakat islam.

b. Dari Segi Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam mengoptimalkan fungsi pesantren sebagai alat atau sarana dakwah islamiyah bagi para kaum muslimin.


(10)

E. Kerangka Pikir

1. Pengertian Pesantren

Istilah pesantren bisa disebut pondok saja atau kata ini digabungkan menjadi pondok pesantren, secara esensial, semua istilah ini menggabungkan makna yang sama. Sesuai dengan namanya, pondok berarti tempat tinggal/menginap (asrama), dan pesantren berarti tempat para santri mengkaji agama islam dan sekaligus di asramakan.

Menurut M.Arifin (1991) dikutip oleh Mujamil Qomar. Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leader ship seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal. Penggunaan gabungan kedua istilah antara pondok dengan pesantren menjadi pondok pesantren, sebenarnya lebih mengakomodasikan karakter keduanya. Namun penyebutan pondok pesantren kurang jami’

ma’ni (singkat padat).

2. Fungsi Pesantren

Menurut keputusan hasil musyawarah/lokakarya intensifikasi pengembangan pondok pesantren yang dilakukan di Jakarta pada tanggal 2 s/d 6 mei 1978, tujuan umum pesantren yaitu membina warga negara


(11)

agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut. Pada segi kehidupannnya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan negara.

Adapun tujuan khusus pesantren adalah :

1. Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia,memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila.

2. Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah islam secara utuh dan dinamis.

3. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.

4. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya).

5. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual.


(12)

6. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.

Semua tujuan yang telah disebutkan diatas semuanya dirumuskan melalui pemikiran(asumsi), wawancara yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya maupun keputusan musyawarah/loka karyaFungsi-fungsi tersebut telah diaktualisasikan dengan kegiatan operasional yang sejalan dengan program pembangunan.

3. Pengertian Pengembangan Masyarakat Islam

Secara umum pengembangan masyarakat (community

development) adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang

dilakukan secara sistematis, terencana, dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi, dan kualaitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya.5

Selain itu, pengertian pengembangan masyarakat juga terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:

1. Menurut Yayasan Indonesia Sejahtera, Pengembangan Masyarakat adalah usaha-usaha yang menyadarkan dan menanamkan pengertian kepada masyarakat agar dapat menggunakan dengan lebih baik semua kemampuan yang dimiliki, baik alam maupun tenaga, serta

5Arif Budimanta dan Bambang Rudito, Metode dan Teknik Pengelolaan Community


(13)

menggali inisiatif setempat untuk lebih banyak melakukan kegiatan investasi dalam mencapai kesejahteraan yang lebih baik.6

2. Menurut Com.Dev. Handbook, Pengembangan Masyarakat adalah evolusi terencana dari aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya yang ada dalam masyarakat. Dia adalah sebuah proses dimana anggota masyarakat melakukan aksi bersama dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bersama.

3. Menurut Sudjana, Pengembangan Masyarakat mengandung arti sebagai upaya yang terencana dan sistematis yang dilakukan oleh, untuk dan dalam masyarakat guna meningkatkan kualitas hidup penduduk dalam semua aspek kehidupannya dalam suatu kesatuan wilayah.7 Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan dalam suatu kesatuan wilayah ini mengandung makna bahwa pengembangan masyarakat dilaksanakan dengan berwawasan lingkungan, sumberdaya manusia, sosial maupun budaya, sehingga terwujudnya pengembangan masyarakat yang berkelanjutan.

Manusia adalah makluk sosial yang hidup dalam kebersamaan sejak kelahiranya hingga kematianya tidak pernah hidup sendiri tetapi selalu dalam suatu lingkungan sosial yang saling membutuhkan dan saling melengkapi satu sama lain yang kemudian disebut masyarakat.

6Anninymous,:http://vivaldivena.wordpress.com/2008/08/21/pengembanganpengorganisa

sian-masyarakat/,diakses tanggal 20 Desember 2015 pukul 22.15 WIB.

7Abu Suhu, dkk., Islam Dakwah dan Kesejahteraan Sosial, (Fakultas Dakwah UIN Sunan


(14)

Masyarakat adalah kumpulan sekian banyak individu kecil atau besar yang terkaiT dengan adat, ritus atau ras yang hisup bersama untuk mencapai tujuan (qurais sihab,1996) dalam setiap masyarakat jumlah setiap kelompok dan kesatuan sosial tida untuk menunjukan hanya satu, hingga seorang warga masyarakat dapat menjadi anggota dari berbagai kesatuan atau kelompok sosial. (parsudi, 1986).

Dalam Al-Qur’an masyarakat digunakan kata al-mala, al-mustaqbirrin,

muatadh’afin dan lain– lain. Apapun namanya, manusia yang tergabung dalan kesatuan sosial di dalam usaha memenuhi kebutukan kehidupanya selalu mengalami perubahan dan perkembangan ke arah yang lebih baik, lebih maju, tentunya melaliu sebuah proses .

Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa tujuan perkembangan masyarakat islam yaitu memiliki akidah yang kuat, akhlak yang muliya dan istiqomah serta memiliki keahlian (skill) yang memadai. Secara sistematis arah tujuan perkembangan masyarakat islam tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis problem sosial secara umum dan keagamaan secara khusus yang muncul dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat adanya perubahan sosial.

2. Merancang kegiatan perkembangan masyarakat berdasarkan problem yang ada, berdasarkan skala prioritas.


(15)

3. Mengelola dan melaksanakan perkembangan masyarakat berdasarkan rencana yang disepakati kemampuan menjadi pendamping)

4. Mengevaluasi seluruh kegiatan perkembangan masyarakat (evaluasi pendampingan)

5. Melatih masyarakat dalam menganalisis problem yang mereka hadapi, merancang, mengelola dan mengeveluasi kegiatan perkembangan masyarakat (pelatihan- pelatihan pendampingan)

KERANGKA PIKIR

F. Sistematika Penulisan

Pada umumnya, suatu pembahasan karya ilmiah memerlukan suatu bentuk penulisan yang sistematis sehingga tampak adanya gambaran yang jelas, terarah, logis, dan saling berhubungan antara bab satu dengan bab berikutnya. Sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun ke dalam lima bagian.

PONPES MUHAMMADIYAH SABIILIL MUTTAQIEN

FUNGSI DAKWAH

1. TEMPAT PEMBINAAN

SANTRI

2. KADERISASI DA’I ATAU

ULAM

3. TEMPAT KEGIATAN DAKWAH

4. AGEN BERINTERAKSI SOSIAL

5. PEMBINAAN MASYARAKAT

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

1. PENGEMBANGAN

EKONOMI (BAITUL TANWIL)

2. PEMBERDAYAAN

YATIM PIYATU (PANTI ASUHAN)


(16)

Bagian pertama merupakan landasan umum penelitian dari tesis ini. Bagian ini memberikan gambaran umum mengenai penelitian ini. Isinya terdiri dari pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah mengapa judul ini menjadi menarik perhatian peneliti, dilanjutkan dengan identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tinjauan penelitian sebelumnya,kerangka fikir dan sistematika penulisan. Yang semua itu terangkum dalam BAB I.

Bagian kedua, merupakan kajian teori mengenai konsep dakwah secara umum dan juga konsep dakwah. yang diawali dengan pengertian konsep dakwah, konsep dakwah, definisi dawah, kemudian prinsip-prinsip dakwah, karakteristik dakwah, sasaran dakwah,metode-metode dakwah, tujuan dakwah. Bagian ketiga, bagian ini membicarakan tentang metode yang digunakan dalam melakukan penelitian, sehianga dititik beratkan pada beberapa alat penelitian, mulai dari jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data yang digunakan.

Bagian keempat, bagian ini merupakan hasil riset yang diperoleh dari kondisi riel lapangan, mengenai aktivitas dakwah yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Muhammadiyah Sabilil muttaqien dalam upayanya pengembangan Masyarakat Islam dengan berisikan gambaran umum Pondok Pesantren Muhammadiyah Sabilil Muttaqien, latar belakang sejarah berdirinya, struktur kepengurusannya, amal usaha yang dimilikinya, program kerjanya,agenda kegiatan rutin dalam bidang dakwah.


(17)

Sebagaimana lazimnya dalam sebuah laporan penelitian, dalam bagian

kelima dikemukakan beberapa kesimpulan yang di dasarkan atas pembahasan sebelumnya. Kemudian tesis ini diakhiri dengan beberapa saran dan penutup.


(18)

A. Batasan Tentang Pondok Pesantren 1. Pengertian Pondok Pesantren

Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang melembaga di Indonesia, dimana kyai dan santri hidup bersama dalam suatu asrama yang memiliki bilik-bilik kamar sebagai ciri-ciri esensialnya dengan berdasarkan nilai-nilai agama Islam. Pondok pesantren mempunyai 5 elemen dasar yaitu pondok, mesjid, pengajaran kitab-kitab klasik Islam, santri dan kyai.

Kelima elemen di atas merupakan elemen dasar yang dimiliki sebuah pesantren. Pesantren dikatakan lengkap apabila telah memiliki kelima elemen di atas dan masing-masing mempunyai fungsi tersendiri dalam pembinaan santri melalui kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan baik dalam bidang fisik maupun mental santri di pondok pesantren.

Kata pondok pesantren terdiri dari dua kata, “pondok” dan “pesantren”. Jika ditelusuri, kata ini tidak seutuhnya berasal dari bahasa

Indonesia. Akar kata pondok disinyalir terambil dari bahasa Arab,

funduk”yang berarti hotel atau asrama.1

Menurut Manfred Dalam Ziemek kata pesantren berasal dari kata

“santri” yang diimbuhi awalan pe- dan akhiran –an yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya adalah tempat para santri.

1


(19)

Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan Islam, dakwah, pengembangan kemasyarakatan dan pendidikan lainnya yang sejenis. Para peserta didik pada pesantren disebut santri yang umumnya menetap di pesantren. Tempat dimana para santri menetap, di lingkungan pesantren, disebut dengan istilah pondok. Dari sinilah timbul istilah pondok pesantren.

M. Arifin memberikan defenisi pondok pesantren sebagai berikut :

“Suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui

masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari Leadershipseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta

independent dalam segala hal”.2

Lembaga Research Islam (pesantren luhur), sebagaimana dikutip oleh

Mujamil Qamar, mendefenisikan pesantren sebagai “suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam

sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya”. Dalam penelitian ini,

Mujamil Qamar memberikan defenisi pesantren yang lebih singkat, yaitu

“suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama

2

Mujamil Qamar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta : Erlangga, 2005), h. 2


(20)

Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat

permanent”.3

Jadi, yang dimaksud dengan pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam dengan menetap dalam asrama (pondok) dengan seorang kyai, tuan guru sebagai tokoh utama dan masjid sebagai pusat lembaga dan menampung peserta didik (santri), yang belajar untuk memperdalami suatu ilmu agama Islam. Pondok pesantren juga mengajarkan materi tentang Islam, mencakup tata bahasa Arab, membaca Al-Qur’an, Tafsir, Etika, Sejarah dan ilmu kebatinan Islam. Pondok pesantren tidak membedakan tingkat sosial ekonomi orang tua peserta didik (santri), pendidikan orang tua peserta didik (santri), dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman perilaku peserta didik (santri) sehari-hari, serta menekankan pentingnya moral keagamaan tersebut dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Pada tahun 1979, Menteri Agama mengeluarkan peraturan No. 3 tahun 1979 yang mengungkapkan bentuk pondok pesantren :

a) Pondok pesantren tipe A, yaitu pondok pesantren di mana para santri belajar dan bertempat tinggal di asrama lingkungan pondok pesantren dengan pengajarannya yang berlangsung secara tradisional (wetonan atau sorongan). b) Pondok pesantren tipe B, yaitu pondok pesantren yang menyelenggarakan

pengajaran secara klasikal (madrasy) dan pengajaran oleh kyai bersifat

3


(21)

aplikasi dan diberikan pada waktu-waktu tertentu. Para santri tinggal di asrama lingkungan pondok pesantren.

c) Pondok pesantren tipe C, yaitu pondok pesantren yang hanya merupakan asrama, sedangkan para santrinya belajar di luar (madrasah atau sekolah umum) dan kyai hanya merupakan pengawas dan pembina mental para santri tersebut.

d) Pondok pesantren tipe D, yaitu pondok pesantren yang menyelenggarakan sistem pondok pesantren dan sekaligus sistem sekolah dan madrasah.4

Bentuk pondok pesantren seperti yang diungkapkan di atas merupakan upaya pemerintah dalam memberikan batasan atau pemahaman yang lebih mengarah kepada bentuk pondok pesantren. Walaupun demikian, sesungguhnya perkembangan pondok pesantren tidak terbatas pada empat bentuk tadi, namun dapat lebih beragam banyaknya. Bahkan dari tipe yang samapun terdapat perbedaan tertentu yang menjadikan satu sama lain tidak sama.

2. Aspek-Aspek Pondok Pesantren

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang pada umumnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran non klasikal, dimana seorang kiyai mengajar para santrinya menggunakan kitab-kitab berbahasa Arab karya ulama besar.

4

Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Proyek Peningkatan Pendidikan Luar Sekolah pada Pondok Pesantren, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, (Jakarta : 2003), h. 24-25


(22)

Tujuan pendidikan pesantren bukan untuk mengejar kepentingan duniawi, tetapi menanamkan bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada Allah SWT.

Persepsi sebagai orang dikalangan masyarakat tentang pondok pesantren hanya terbatas pada permasalahan agama(islam) saja, sehingga muncul suatu asumsi bahwa pendidikan islam tidak pernah mencapai pendidikan sains. Akibatnya kuatnya praduga itu lahirlah suatu pemikiran yang bersifat sekuler dalam masalah ilmu.5

Tujuan utama berdirinya, tidak lepas dari cita-cita da’wah Islam di Indonesia, yang sekaligus merupakan pembinaan kader ulama. Dengan demikian pondok pesantren merupakan benteng pertahanan yang dapat

menjamin keberlangsungan syiar da’wah Islamiyah di Indonesia.

Sebagai lembaga pendidikan Islam, setiap pesantren sedikitnya memiliki 5 hal:

1. Pondokan atau Asrama

Sebuah pondok pada dasarnya merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya (santri) tinggal bersama di bawah bimbingan seorang atau lebih guru yang lebih dikenal dengan Kyai 6 Dengan

5 M. Bahri Ghazali, Konsep Ilmu Menurut al-Gazali, Suatu Tinjauan Psikologikpedagogik

(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), h 6

6

Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES,1982), h. 59


(23)

istilah pondok pesantren dimaksudkan sebagai suatu bentuk pendidikan keislaman yang melembaga di Indonesia. Pondok atau asrama merupakan tempat yang sudah disediakan untuk kegiatan bagi para santri. Adanya pondok ini banyak menunjang segala kegiatan yang ada. Hal ini didasarkan jarak pondok dengan sarana pondok yang lain biasanya berdekatan sehingga memudahkan untuk komunikasi antara Kyai dan santri, dan antara satu santri dengan santri yang lain.

Dengan demikian akan tercipta situasi yang komunikatif di samping adanya hubungan timbal balik antara Kyai dan santri, dan antara santri dengan santri. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Zamakhsari Dhofir, bahwa adanya sikap timbal balik antara Kyai dan santri di mana para santri menganggap Kyai seolah-olah menjadi bapaknya sendiri, sedangkan santri dianggap Kyai sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi 7

Sikap timbal balik tersebut menimbulkan rasa kekeluargaan dan saling menyayangi satu sama lain, sehingga mudah bagi Kyai dan ustaz untuk membimbing dan mengawasi anak didiknya atau santri. Segala sesuatu yang dihadapi oleh santri dapat dimonitor langsung oleh Kyai dan ustaz, sehingga dapat membantu memberikan pemecahan ataupun pengarahan yang cepat terhadap santri, mengurai masalah yang dihadapi para santri.

7


(24)

2. Ulama, Kiai atau Ustad

Istilah Kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa. Kata Kyai mempunyai makna yang agung, keramat, dan dituahkan. Selain gelar Kyai diberikan kepada seorang laki-laki yang lanjut usia, arif, dan dihormati di Jawa. Gelar Kyai juga diberikan untuk benda-benda yang keramat dan dituahkan, seperti keris dan tombak. Namun pengertian paling luas di Indonesia, sebutan Kyai dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai muslim terhormat telah membaktikan hidupnya untuk Allah SWT serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran serta pandangan Islam melalui pendidikan8.

Kyai berkedudukan sebagai tokoh sentral dalam tata kehidupan pesantren, sekaligus sebagai pemimpin pesantren. Dalam kedudukan ini nilai kepesantrenannya banyak tergantung pada kepribadian Kyai sebagai suri teladan dan sekaligus pemegang kebijaksanaan mutlak dalam tata nilai pesantren. Dalam hal ini M. Habib Chirzin mengatakan bahwa peran kyai sangat besar sekali dalam bidang penanganan iman, bimbingan amaliyah, penyebaran dan pewarisan ilmu, pembinaan akhlak, pendidikan beramal, dan memimpin serta menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh santri dan masyarakat. Dan dalam hal pemikiran kyai lebih banyak berupa terbentuknya pola berpikir, sikap, jiwa, serta orientasi tertentu untuk memimpin sesuai dengan latar belakang kepribadian kyai

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa peran Kyai sangat menentukan keberhasilan pesantren yang diasuhnya. Demikianlah beberapa uraian tentang elemen-elemen umum pesantren, yang pada dasarnya merupakan syarat dan gambaran kelengkapan elemen sebuah pondok


(25)

pesantren yang terklasifikasi asli meskipun tidak menutup kemungkinan berkembang atau bertambah seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.

3. Santri

Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami agama di pesantren. Biasanya para santri ini tinggal di pondok atau asrama pesantren yang telah disediakan, namun ada pula santri yang tidak tinggal di tempat yang telah disediakan tersebut yang biasa disebut dengan santri kalong sebagaimana yang telah penulis kemukakan pada pembahasan di depan.

Menurut Zamakhsyari Dhofir berpendapat bahwa: “Santri yaitu murid -murid yang tinggal di dalam pesantren untuk mengikuti pelajaran kitab-kitab kuning atau kitab-kitab Islam klasik yang pada umumnya terdiri dari dua kelompok santri yaitu:

a. Santri Mukim yaitu santri atau murid-murid yang berasal dari jauh yang tinggal atau menetap di lingkungan pesantren.

b. Santri Kalong yaitu santri yang berasal dari desa-desa sekitar pesantren yang mereka tidak menetap di lingkungan kompleks peantren tetapi setelah mengikuti pelajaran mereka pulang9

Dalam menjalani kehidupan di pesantren, pada umumnya mereka mengurus sendiri keperluan sehari-hari dan mereka mendapat fasilitas yang

9


(26)

sama antara santri yang satu dengan lainnya. Santri diwajibkan menaati peraturan yang ditetapkan di dalam pesantren tersebut dan apabila ada pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan

4. Masjid atau Musholla

Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik ibadah lima waktu, khotbah dan salat Jumat dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Oleh karena itu seluruh kegiatan yang diambil tempat dimasjid tentu memiliki nilai ibadah yang tinggi.10Sebagaimana pula Zamakhsyari Dhofir berpendapat bahwa:

“Kedudukan masjid sebagai sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren

merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional. Dengan kata lain kesinambungan sistem pendidikan Islam yang

berpusat di masjid sejak masjid Quba’ didirikan di dekat Madinah pada masa

Nabi Muhammad SAW tetap terpancar dalam sistem pesantren. Sejak zaman Nabi, masjid telah menjadi pusat pendidikan Islam”11

10 Sidi Gazalba, Masjid: Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam (Jakarta;Pustaka , 1975) h. 117-127 11


(27)

5. Ada pengajaran kitab kuning atau kitab Islam berbahasa Arab klasik.

Sejak tumbuhnya pesantren, pengajaran kitab-kitab klasik diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren yaitu mendidik calon-calon ulama yang setia terhadap paham Islam tradisional. Karena itu kitab-kitab Islam klasik merupakan bagian integral dari nilai dan paham pesantren yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Penyebutan kitab-kitab Islam klasik di dunia pesantren lebih populer

dengan sebutan “kitab kuning”, tetapi asal usul istilah ini belum diketahui secara pasti. Mungkin penyebutan istilah tersebut guna membatasi dengan tahun karangan atau disebabkan warna kertas dari kitab tersebut berwarna kuning, tetapi argumentasi ini kurang tepat sebab pada saat ini kitab-kitab Islam klasik sudah banyak dicetak dengan kertas putih.

Pengajaran kitab-kitab Islam klasik oleh pengasuh pondok (Kyai) atau ustaz biasanya dengan menggunakan sistem sorogan, wetonan, dan bandongan. Adapun kitab-kitab Islam klasik yang diajarkan di pesantren menurut Zamakhsyari Dhofir dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok, yaitu: (1) Nahwu (syntax) dan Sharaf (morfologi), (2) Fiqih (hukum), (3) Ushul Fiqh


(28)

(yurispundensi), (4) Hadits, (5) Tafsir, (6) Tauhid (theologi), (7) Tasawuf dan Etika, (8) Cabang-cabang lain seperti Tarikh (sejarah) danBalaghah”12

3. Tripologi Pondok Pesantren

Pondok Pesantren sebagai lembanag pendidikan Islam mengalami perkembangan bentuk sesui dengan perubahan zaman,. Terutama adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan bentuk pesantren bukan berarti sebagai pondok pesantren yang telah hilang kekhasannya. Dalam hal ini pondok pesantren tetap merupakan lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat untuk masyarakat.

Secara factual ada beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang dalam masyarakat, yaitu :

a) Pondok Pesantren Tradisional (Salafiyah)

Salafartinya “lama”, ”dahulu”, atau “tradisional”. Pondok pesantren

salafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan tradisional, sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran agama Islam dilakukan secara individual atau kelompok dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik, berbahasa Arab. Pola pengajaranya dengan menerapkan sistem Halaqah yng dilaksanakan dimasjid atau disurau. Hakikat dari sistem pengajaran halaqah adalah penghafalan yang

12


(29)

titik akhirnya dari segi metodologi cenderung kepada santri yang menerima dan memiliki ilmu.13 Artinya ilmu ini tidak berkembanga kearah paripurnanya ilmu itu, melainkan hanya terbatas pada apa yang diberikan oleh kyainya. Kurikurumnya tergantung sepenuhnya kepada para kyiayi pengasuh pondoknya.

b) Pondok Pesantren Khalafiyah („Ashriyah)

Khalafartinya “kemudian” atau “belakangan”, sedangkan

ashri”artinya “sekarang” atau “modern”. Pondok pesantren khalafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan pendekatan modern, melalui satuan pendidikan formal, baik madrasah (MI, MTs, MA atau MAK), maupun sekolah (SD, SMP, SMA dan SMK) atau nama lainnya.

c) Pondok Pesantren Muhammadiyah

Pondok Pesantren Muhammadiyah adalah lembaga pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh Persyarikatan Muhammadiyah dalam hal ini Majelis Pesantren, yang mempunyai minimal lima unsur, yaitu : adanya kyai (ustadz), adanya santri, adanya pembelajaran kitab yang mu’tabar, adanya dirosah islamiyah, adanya masjid sebagai pusat aktivitas peribadahan, dan adanya asrama sebagai tempat mukim bersama.

13Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai


(30)

Pondok Pesantren Muhammadiyah menggunakan sistem kombinasi Pondok pesantren salafiyah (Tradisional) dan khalafiyah (Moderen). Pondok Pesantren Moderen memiliki konotasi yang bermacam-macam.

Ciri-ciri Khas Pesantren Moderen yaitu : 1. Penekanan pada bahasa Arab percakapan

2. Memiliki buku-buku literature bahasa Arab Kontemporee (buku Klasik/Kitab Kuning)

3. Memiiki sekolah formal dibawah kurikirum Dinas dan Kemenag, dari SD/MI, MTS/SMP, MA/SMA maupun sekolah tinggi

4. Tidak lagi memakai sistem Pengajian Tradisi seperti sorogan, wetonan, dan bandongan

Sedangkan menurut Zamakhsyari Dhofier pesantren terbagi dua yaitu: 1. Pesantren salaf adalah lembaga pesantren yang mempertahankan

pengajaran kitab-kitab Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan. Sedangkan sistem madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan sistem sorongan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum.

2. Pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren


(31)

yang menyelenggarakan tipe-tipe sekolah umum seperti SMP, SMA, dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya.14

Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa pondok pesantren memiliki program pendidikan yang disusun sendiri (mandiri) di mana program ini mengandung proses pendidikan formal, non formal maupun informal yang berlangsung sepanjang hari dalam satu pengkondisian di asrama. Sehingga dari sini dapat dipahami bahwa pondok pesantren secara institusi atau kelembagaan dikembangkan untuk mengefektifkan dampaknya, pondok pesantren bukan saja sebagai tempat belajar melainkan merupakan proses hidup itu sendiri, pembentukan watak dan pengembangan sumber daya.

B. Fungsi Dakwah Pondok Pesantren 1. Batasan Tentang Fungsi Dakwah

Dimensi fungsi pondok pesantren tidak bias dilepaskan dari hakekat dasarnya baghwa pondok pesantren tumbuh berawal dari masyarakat sebagai lembaga informal desa dalam bentuk yang sangat sederhana. Oleh karena itu perkembangan masyarakat sekitarnya tentang pemahaman keagamaan (islam) lebuh jauh mengarah kepada nilai-nilai normative, edukatif, progresif.

Nilai-nilai normative pada dasarnya meliputi kemampuan masyarakat dalam mengartikan dan mendalami ajaran-ajaran islam dalam istilahibadah

14

Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Alternatif Masa Depan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), Cet pertama, h. 83-87


(32)

mahdah sehingga masyarakat menyadari akan pelaksanaan ajaran agama yang selama ini dipupuknya. Kebanyakan masyarakatnya cenderung baru memiliki agama (Having religion) tetapi belum menghayati agama (being religion). Artinya secara kualitas banyak jumlah umat islam tetapi secara sangat terbatas.

Nilai-nilai edukatif meliputi tingkat pengetahuan dan pemahaman ,masyarakat muslim secara menyeluruh dapat dikata gorikan terbatas baik dalam masalah agama maupun ilmu pengetahuan pada umumnya. Sedangkan nilai-nilai progresif yang dimaksudnya adalah adanya kemampuan masyarakat dalam pemahami perubahan masyarakat seiring dengan adanya tingkat perkembangan ilmu dan teknologi. Dalam hal ini masyarakat sangat terbatas dalam mengenal perububahan itu sehubungan dengan arus perkembangan desa ke kota.

Adanaya fenomena social yang napak ini menjadikan pondok pesantern sebagaai milik desa yang tumbuh berkembang dari masyarakat desa itu, cenderung tanggap terhadap lingkunggan dari arti kata perubahaan lingkungan desa tidak bias dilepaskan dari perkembangan dari pondok pesantren oleh karena itu adanya perubahan dalam pesantren selan dengan derap pertumbuhan masyarakatnya, sesuai denhanhakekat pondok pesantren yang cenderung menyentu dengan masyarakat desa. Masalah menyatunya pondok pesantren yang tidak ada pemisahan antara batas desa denagn stuktur


(33)

banggunan fisik pesantren yang tanpak emiliki batas tegas. Tidak jelasnya batas lokasi ini memingkinkan untuk saling berhubungan antara kyai dan santri serta anggota masyarakat.

Dengan kondisi lingkungan desa dan pesantren yang sedemikian rupa, maka pondok pesantren memiliki funggsi :

1. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidik / Tarbiyah

Berawal dari bentuk pengajian yang sangat sederhana, pada akhirnya pesantren berkembang menjadi lembaga pendidikan secara regular dan diikuti oleh masyarakat dalam pengertian member pelajaran secara material maupun immaterial, yakni mengajarkan bacaan kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama abad pertengahan dalam wujud kitab kuning. Titik tekan pola pendidikkan secara material itu adalah diharapan setiap santri mampu menghatamkan kitab-kitab kuning sesuai dengan target yang diharapkan yakni membaca seluruh isi kiatb yang diajarkan secara materialnya terleta pada materi bacaanya tanpa dijharapkan pemahammanyang lebih jauh tentang isi yang terksndung didalamnya. Jadi saranya adalah kemampuan membaca yang tertera wujud tulisannya.

Sedang pendidikan dakam pengertian immaterial cenderung berbentuk suatu upaya perubhan sikap santri, agar santri menjadi seorang yang pribadi yang tangguh dalam kehidupannya sehari-hari. Atau dengan kata lain mengantarkan anak didik menjadi dewasa secara psikologi. Dewasa dalam bentk psikis mempunyai pengertian manusia itu dapat dikembangkan dirinya kearah


(34)

kematangan pribadi sehingga memiliki kemampuan yang konprehensip dalam mengembangkan dirinya.

Dalam perembangan nya, misi pendidikan pondok pesantren terus mengalami perubahan sesuai dengan arus kemajuan zaman yang ditandai dengan munculnya IPTEK. Sejarah dengan terjadinya perubahan system pendidikannya, maka makin jelas fungsi pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan, disampinng pola pendidikan secara tradisional diterapkan juga pola pola pendidikan modern. Hal ini Nampak dari kurikurum yang diajarkan yang merupakan integrasi pola lama dan baru.

Begitu pula pondok-pondok pesantren yang termasuk katagori berkembang akhir-akhir ini menerima dan menerapkan modernisasi kedalam masyarakat. Dibidang pendidikan umpamanya adanya pendidikan persekolahan mendampat sambutan hanggat dari pesantern, sehingga pesantren juga mengembangkan system pendidikan klasikal disamping bandongan, sorongan dan wetonan. Juga pendidikan keterampilan kursus-kursus yang semuanya sebagai bekal santri yang bersifat material.

Pola pelaksanaan pendidikan, tidak lain terlalu tergantung pada seseorang Kyai mempunyai otoritas sebagai figure sacral. Tetapi lebih jauh dari pada kyai berfungsi sebagai kordinastor sementara itu pelaksana atau operasionalisasi pendidikan dilaksanakan oleh para guru (ustadz) dengan menggunakan serangkai metode mengajar yang sesuai, sehingga dapat diterima dan dapat difahami oleh para santri pondok esantren yang mengembangkan sisten itu. Dalam kondisi itu


(35)

berarti pesantren telah berkembang dari bentuk salaf ke khalaf yang menunjukan perubahan arti tradisional ke moderen.15

Pemahamana fungsi pondok pesantren sebagai lembagapendidikan terletak kepada persiapan pesantren dalam menyiapkan diri untuk ikut serta dalam pembangunan dibandingkan pendidik dengan jalan adanya perubahan system pendidikan sesuai dengan arus perkembangan zaman dan erat tekhnologi secara gelobal. Hal ini juga terlihat bahwa system pendidikan pondok pesantren terus menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan dengan perinsip masih tetap dalam kawasan endidikan agama. Oleh karena itu pula kedudukan pesantren benar-benar sebagai partner yang intensif dalam pengembangan pendidikan yang dibuktikan dengan makin meluasnya pendidikan pesantren ke seantero dunia.

2. Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Da’wah

Pengertian sebagai lembaga dakwah benar melihat kiprah pesantren dalam kegiatan melakukan dakwah dikalangan masyarakat, dalam arti kata melakukan suatu aktifitas menumbuhkan kesadaran keberagam atau melaksanakan ajaran-ajaran agama secara konsisten sebagai pemeluk agama Islam.

Sebenarnya secara mendasar seluruh gerakan pesantren baik didalam maupun diluar pondok adalah bentuk-bentuk kegiatan dakwah sebab pada hakikatnya pondok pesantren berdiri tak lepas dari tujuan agama secara total. Keberadaan pesatren dimasyarakat merupakan suatu lembaga yang bertujuan menegakkan kalimat Allah dalam pengertian peyebaran Agama Islam agar pemeluknya

15


(36)

memahami dengan sebenarnya. Oleh karena itu ehadiran pesantren sebenarnya

dalam rangka da’wah islamiyah . hanya saja kegiatan-kegiatan pesantren dapat dikatakan sangat beragam dalam memberikan pelayanan untuk masyarakatnya dan tidak dapat dipungkiri bahwa seorang tidak lepas dari tujuan pengembangan agama.

Memiliki kegiatan-kegiatan itu dari aspek da’wah maka wujud riil dan da’wah yang dikembangkan oleh pesantren terdapat berbagai cara antara lain :

a. Pembentukan kelompok-kelompok pengajian bagi masyarakat

Kegiatan pembentukan kelompok pengajian oleh pesantren merupakan salah satu media menggembleng masyarakat tentang agama sesuai dengan pengertian agama itu sendiri. Bahkan pesantren bukan saja memanfaatkan sarana pengajian untuk mengkaji agama melainkan dijadikan sebagai mesia pengembanga masyarakat dalam arti menyeluruh. Oleh karena itu letak kepentingan pengajian ini sebagai media komunikasi melalui masyarakat. Dipondok Pesantren Muhammadiyah sabilil muttaqien mengadakan pengajian Rutin Seminggu sekali dengan masyarakat dan pengajian Akbar

b. Memadukan Kegiatan Dakwah melalui Kegiatan mayarakat

Pola pemaduan kegiatan ini berwujud seluruh aktifitas yang digemari masyarakat, diselipkan pula fatwa-fatwa agama yang cenderung bertujuan agama agar masyarakat sadar akan ajaran agamanaya, misalnya masyarakat gemar olah raga, gemar diskusi, maka seluruh kegiatan itu selalu senafas dengan dengan kegiatan Dakwah Islamaiyah. Begitu pula kegiatan seni seperti


(37)

Drama, seni suara, wayang, dan cenderung diwarnai oleh pola pengembanagan masyarakat.

Disamping itu kegiatan keagamaan yang memang dipelopori oleh masyarakat seperti majelis Ta’lim bagi kaum ibu dan remaja islam masjid bagi remaja juga tidak lepas dari lrmbaga pesantren sdalam mengembangkan masyarakat.

Denagn demikian dapat dikatakan bahwa wujud riil dari dakwah ala pesantren ada yang terterbentuk Dak’wah Billisan dan ada pula yang berbentuk Dakwah Bilhal yang menompang kegiatan masyarakat pada umunya, dan sisilain pula bahwa pesantren juga mewajibkan bagi santrinya untuk

mengabdi menjadi da’I baik untuk pesantren maupun masyarakat seperti

adanya da;i-da’I sukarelawan yang diseponsori oleh Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII)

3. Pesantren Sebagaia Lembaga sosal

Fungsi Pondok pesantren sebagai lembaga social menunjukkan keteribatan pesantren dalam menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Atau dapat dikatakan juga pesantren bukan saja sebagai lembaga

pendidikan dan da’wah tetapi lebih jauh dari pada itu ada kiprah yang besar dari

pesantren yang telah disaikan oleh pesantren untuk masyarakat.

Pengertian masalah-masalah social yang dimaksud oleh pesantren pada dasarnya bukan saja terbatas pada aspek kehidupan dunia melainkan tercangkup didalamnya masala-masalah kehidupan ukhrawi berupa bimbingan


(38)

rohani yang menurut Sudjoko Preasodjo merupakan jasa besar pesantren terhadap masyarakat desa yakni :

a) Kegiatan tabligh kepada masyarakat yang dilakukan dalam kompleks pesantren.

b) Majelis ta’lim atau pengajian yang bersifat pendidikan kepada umum c) Bimbingan hikmah berupa nasehat Kyai kepada orang yang dating untuk

member amalan-amalan apa yang harus dilakukan untuk mencapai suatu hajat, nasehat-nasehat agama dan sebagainya.16

2. Dasar dan Tujuan Dakwah a. Dasar Dakwah

Dakwah merupakan aktivitas yang bersifat urgen di dalam agama Islam, karena dengan dakwah Islam dapat tersebar serta diterima oleh masyarakat, dakwah juga berfungsi untuk menata kehidupan yang agamis menuju keharmonisan dan kebahagiaan masyarakat.17 Urgensi dakwah sebagai sebuah aktivitas yang bersifat wajib di dalam Islam sangat jelas karena pedoman dasar hukum pelaksanaan dakwah terkodifikasi di dalam kitab suci Alquran dan redaksi Hadis.

1. Dasar Kewajiban Dakwah dalam Alquran

Sangat banyak ayat-ayat Alquran yang menerangkan tentang

kewajiban umat Islam untuk berdakwah, terdapat lafal ma’ruf sebanyak 38

16 Kuntowijoyo, op.cit, h. 255 17


(39)

kali dan lafal munkar sebanyak 16 kali,18 dan dalil tentang kewajiban dakwah yang terdapat di dalam Alquran di antaranya adalah sebagai berikut:

a. QS. An-Nahl ayat 125

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”19

Kalimat "ud'uu" yang dalam kaidah bahasa Arab merupakan bentuk kata kerja perintah yang berarti ajaklah, menurut kaidah uşul

fiqh setiap kalimat perintah yang ada di dalam Alquran adalah perintah wajib yang harus dipatuhi selama tidak ada dalil lain yang mengubah atau membuat perintah tersebut menjadi sunnah atau ketetapan hukum yang lainnya.20

18

Ibn Taimiyah, Manhaj Dakwah Salafiyah, pent. Amiruddin, dari judul asli, Amru bi al-Ma’rûf wa al-Nahyi „an al-Munkar, Jakarta: Pustaka Azzam, 2001, h. 13.

19 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Jakart : PT Syaamil Cipta Media,

2005 ) h. 281 20


(40)

Sedangkan kalimat "bi al-hikmah" menurut Datuk Tombak Alam berarti kebijaksanaan, sehingga dakwah harus dilengkapi dengan beberapa hal sebagai berikut:21

1) Retorika; mempelajari ilmu seni berbicara.

2) Didaktika; pembicaraan yang mengandung pelajaran.

3) Mensen-kennis; ilmu pengetahuan tentang manusia yang dihadapi. 4) Etika; tata tertib serta sopan santun dalam berdakwah.

5) Aestetika; kata-kata yang indah dalam ajakan berdakwah. 6) Taktika; suatu taktik untuk memasukkan ide kepada orang lain.

Dalam pelaksanaan pengabdian dalam bentuk dakwah kepada masyarakat, diperlukan kemampuan untuk berkomunikasi dalam arti lain diperlukannya metode tertentu yang tepat dalam berdakwah agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat selaku sasaran dalam berdakwah.22 Surah an-Nahl ayat 125 tersebut, selain merupakan bentuk perintah yang ditujukan kepada seluruh umat Islam untuk berdakwah, juga merupakan tuntunan cara dalam melaksanakan aktivitas dakwah yang dapat relevan dengan petunjuk yang terdapat di dalam Alquran.

21

Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, h. 4.

22

Rosyidi, “Mujadalah sebagai Metode Dakwah”, Menara Intan, Vol. 22 no. 2, Desember 2004, h. 27.


(41)

b. QS. Ali Imrân : 110

Artinya: kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”23 Pada ayat diatas ditegaskan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik apabila dibandingkan dengan umat-umat yang lain atau umat yang sebelumya.Kelebihan diatas dikarenakan umat Islam memiliki tiga ciri dan itu sekaligus menjadi tugas pokok bagi umat Islam yaitu:

1). Beramar makruf yaitu mengajak kepada kebaikan. 2). Bernahi mungkar yaitu mencegah kemugkaran.

3). Beriman kepada Allah untuk landasan utama bagi segalanya

Dengan demikian manakala tiga ciri utama dalam kehidupan umat manusia diatas ditinggalkan ,maka lepaslah predikat khaira ummah dari umat Islam.Sebaliknya,jika umat Islam memegang teguh dan mengamalkan tiga ciri tersebut , maka umat Islam tetap berpredikat khaira ummah.

23


(42)

Pada ayat di atas dengan tegas dikatakan bahwa orang-orang yang melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar akan selalu mendapatkan keridhaan Allah karena berarti mereka telah menyampaikan ajaran Islam kepada manusia dan meluruskan perbuatan yang semula tidak benar menuju kepada aqidah yang lurus dan akhlaq yang Islamiyah.

b. Hukum Dakwah

Pada dasarnya berdakwah merupakan tugas pokok para Rasul yang diutus untuk berdakwah kepada kaumnya agar mereka beriman kepada Allah SWT,24 akan tetapi dengan berlandaskan kepada Alquran dan anjuran nabi Muhammad kepada umat Islam di dalam beberapa Hadis tentang keharusan untuk berdakwah, maka dakwah juga diwajibkan kepada seluruh umat Islam.

Mengenai hukum dakwah masih terjadi kontradiksi apakah jenis kewajiban dakwah ditujukan kepada setiap individu atau kepada sekelompok manusia, perbedaan pendapat tersebut disebabkan perbedaan pemahaman terhadap dalil naqli (Alquran dan Hadis), dan karena kondisi pengetahuan dan kemampuan manusia yang beragam dalam memahami Alquran.

Menurut Asmuni Syukir, hukum dakwah adalah wajib bagi setiap muslim, karena hukum Islam tidak mengharuskan umat Islam untuk selalu memperoleh hasil yang maksimal, akan tetapi usaha yang diharuskan maksimal sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki, sedangkan

24

Alwisral Imam Zaidalah dan Khaidir Khatib Bandaro, Strategi Dakwah dalam Membentuk Diri dan Khatib Profesional, Cetakan Kedua, Jakarta: Kalam Mulia, 2005, h. 9.


(43)

berhasil atau tidak dakwah merupakan urusan Allah25, hal ini berlandaskan kepada firman Allah di dalam Alquran surah at-Tahrîm : 6, sebagai berikut:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan

apa yang diperintahkan.”26

Ibn Taimiyah menyatakan bahwa dakwah merupakan kewajiban secara kolektif (fardhu kifayah), karena apabila sekelompok umat telah melaksanakan aktivitas dakwah, maka kewajiban dakwah sudah terlepas bagi kelompok umat yang lainnya. Ditambahkan oleh Muhammad Ghozali yang juga menyatakan bahwa umat Islam harus saling membantu untuk tercapainya tujuan dakwah.

Dari beberapa pendapat tentang hukum dakwah yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan berdakwah hukumnya wajib secara kolektif bagi yang mempunyai kemampuan dalam berdakwah, dan dakwah wajib secara individu dalam menuntut ilmu agar mempunyai kemampuan untuk berdakwah, karena tidak dapat secara menyeluruh umat Islam hanya berdakwah disebabkan selain dakwah juga banyak aspek yang harus dipenuhi

25 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983, h. 27. 26


(44)

oleh umat Islam. Selain itu, tidak dapat dikatakan bahwa dakwah hanya sekedar untuk orang-orang tertentu, akan tetapi pada dasarnya kewajiban dakwah berada pada bagian yang menjadi prioritas untuk umat Islam secara menyeluruh.

Nabi Muhammad SAW mewajibkan kepada semua umat Islam untuk saling mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran sesuai dengan kemampuannya masing-masing, sehingga dalam perilaku yang baik sudah termasuk dalam kategori berdakwah. Secara umum berdakwah atau dapat dikatakan pengembangan masyarakat ada empat strategi yaitu: 27

1. The Growth Strategy (strategi pertumbuhan);

dimaksudkan untuk mencapai peningkatan yang cepat dalam nilai ekonomis melalui peningkatan pendapatan perkapita penduduk, produktivitas, sektor pertanian, permodalan serta kesempatan kerja yang diiringi kemampuan konsumsi masyarakat, terutama di pedesaan. 2. The Welfare Strategy (strategi kesejahteraan)

pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

3. The Responsive Strategy (strategi reaksi atau respon)

27 Miftahur Rosyidah, “Konsep Dakwah Kontemporer (Suatu Landasan Aksi dalam


(45)

dimaksudkan untuk menanggapi kebutuhan yang dirumuskan masyarakat sendiri dengan bantuan pihak luar untuk memperlancar usaha mandiri melalui pengadaan teknologi dan sumber yang relevan.

4. The Integrated or Holistic Strategy (strategi gabungan atau

menyatukan)28

secara sistematis strategi ini mengintegrasikan seluruh komponen serta unsur yang diperlukan demi pencapaian tujuan.

Pihak yang mampu melakukan aktivitas dakwah dengan memaksimalkan kemampuan serta pengetahuan yang dimiliki, akan mendapatkan kedudukan yang terhormat dari Allah SWT29 seperti

yang tertera di dalam Alquran surah Fuşşilat (41) : 33 sebagai berikut:

Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang

yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah

diri?”30

Dakwah pada hakikatnya merupakan proses perubahan dan perbaikan, yaitu perubahan yang berazaskan cerminan dari nilai-nilai

28

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, dari judul asli, An English-Indonesian Dictionary, Cetakan XXV, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, h. 326.

29MH. Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern, Jakarta: Firdaus, 1993, h. 41-42.

30


(46)

Islam, sehingga aktivitas dakwah inherent31 dengan sisi antropologi masyarakat sehingga dakwah harus dapat berperan sebagai pemandu perkembangan budaya masyarakat.32

Sebagai kesimpulan, hukum berdakwah adalah wajib bagi seluruh umat Islam yang mampu melaksanakannya, dan wajib hukumnya untuk berusaha memperoleh kemampuan untuk berdakwah, sehingga dalam berdakwah untuk mencapai keberhasilan juga diharuskan untuk mempunyai strategi baik berupa metode atau model yang digunakan agar dakwah dapat diterima oleh masyarakat.

c. Sifat-Sifat Dasar Dakwah

Secara global, sifat-sifat dakwah telah disebutkan di dalam Alquran, antara lain sebagai berikut:33

1. Dakwah harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.

2. Dakwah kepada kebaikan akan selalu berhadapan dengan dakwah kepada kebathilan;

3. Tidak akan menemukan keridhaan seluruh manusia dalam berdakwah; 4. Jalan dakwah tidak mulus, akan tetapi selalu menghadapi hambatan.

Dalam mengajak manusia kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan sesuai dengan tuntunan Alquran dan Hadis tidak harus dengan cara memaksa,

31

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia…, h. 322.

32

Dudung Abdul Rohman, “Dakwah Kultural dalam Alquran”, Majalah Tabligh, No. 1 Th. VII, April 2009, h. 35.

33


(47)

melainkan dengan kebijaksanaan dan rasa toleransi dengan tujuan dakwah dapat diterima berdasarkan keinginan hati serta kesadaran. Jika memutar kembali fakta sejarah, maka dapat terlihat sejarah dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah dengan keteladanan sifat yang dimiliki oleh beliau, hal ini didukung dengan sifat-sifat kepemimpinan beliau yang dapat diterima oleh masyarakat, di antaranya:34

1. Disiplin Wahyu; sebagai gambaran, nabi Muhammad tidak pernah berkata kecuali didasarkan kepada Wahyu Allah SWT.

2. Memberikan teladan; sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin negara, nabi Muhammad memberikan teladan yang baik kepada masyarakat selaku umat dan rakyat.

3. Komunikasi yang efektif; nabi Muhammad merupakan seorang komunikator yang handal, karena setiap perkataan, perbuatan, serta persetujuan beliau dapat diterima oleh para sahabat kemudian diimplementasikan oleh para sahabat melalui jalur transmisi secara turun menurun.

Dekat dengan umat; nabi Muhammad berdakwah tidak hanya dengan cara menyampaikan kepada umatnya, melainkan juga mengadakan hubungan baik dengan umat sehingga terbina hubungan baik antara beliau dengan umatnya.

Pengkaderan dan pendelegasian wewenang; urgensi keberadaan kader yang dapat melanjutkan dakwah merupakan salah satu pemikiran Rasulullah agar perjuangan dakwah tidak terhenti hanya pada satu masa.

34


(48)

Dakwah dapat ditegakkan secara utuh apabila memiliki pondasi dua sayap, yaitu syar’iyahyang bermakna segala kebajikan dan arah dakwah bersandar kepada aturan Alquran dan Hadis, dan pondasi kauniyah yang bermakna segala aturan, sifat, kebiasaan atau ketentuan yang terjadi pada alam semesta, kedua pondasi tersebut saling melengkapi karena efektifitas dan dinamika Islam akan tidak terarah tujuannya apabila tidak didasarkan kepada rambu-rambu syar’iyah, begitu juga dengan perihal sebaliknya.35

Di dalam dialog internasional tentang Dakwah Islam dan Misi Kristen pada tahun 1976, Ismail al-Faruqi merumuskan sifat-sifat dasar dakwah secara umum menjadi 6 bagian, yaitu sebagai berikut:

1. Dakwah bersifat persuasif, bukan koershif; dakwah merupakan bentuk upaya untuk mempengaruhi manusia untuk menjalankan agama sesuai kesadaran dan kemauan sendiri, bukan secara paksa karena pemaksaan adalah bentuk pengambilan hak asasi manusia dalam beragama, sedangkan Islam menjunjung tinggi nilai dari hak asasi manusia.

2. Dakwah ditujukan kepada pemeluk Islam dan non-Islam; hal ini karena dakwah merupakan bentuk penyebarluasan ajaran Islam untuk seluruh umat di muka bumi, untuk orang yang sudah beragama Islam agar meningkatkan kualitas keimanan dan yang non-Islam agar mau menerima agama Islam sebagai agama kebenaran.

35

Suharna Surapranata, “Grand Strategy Dakwah PK Sejahtera”, Jurnal Badan Perencanaan Dakwah, Vol. 1. Th. 1, Juni 2006, h. 3.


(49)

3. Dakwah adalah anamesis atau berusaha mengembalikan fitrah manusia; relevan dengan firman Allah di dalam Alquran surah ar-Rûm (30) : 30, yang pada intinya fitrah manusia sejak lahir adalah menerima kebenaran Islam. 4. Dakwah bukan pembawa psikotrapik; dakwah Islam bukan berbentuk pemindahan emosi atau sebuah ilusi yang bersifat magis, melainkan suatu fakta yang dapat memberikan pemahaman dengan penuh kesadaran dan kerelaan.

5. Dakwah adalah rational intellection; dakwah tidak didasarkan kepada tradisi atau kewenangan seseorang, melainkan suatu proses kritis dari rasional intelektual yang berdasarkan dengan sifatnya yang tidak dogmatis, hal ini karena pelaku dakwah bukan sebagai perwakilan dari suatu sistem kekuasaan, akan tetapi para pemikir yang bekerjasama dengan mau menerima dakwah secara sadar tanpa terpaksa oleh kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pendakwah.

6. Dakwah adalah rationally necessary; dakwah merupakan suatu prestasi atau penyajian dan penilaian kritis bagi nilai-nilai kebenaran serta relevansinya adalah kepada manusia.

Dapat diketahui bahwa dakwah bersifat toleran terhadap kebutuhan manusia, sehingga dalam berdakwah tidak ada istilah pengambilan hak asasi manusia secara paksa, akan tetapi mempunyai tujuan yang jelas, dan dakwah bersifat relevan terhadap segala aspek kehidupan manusia karena merupakan


(50)

buah dari hasil berfikir kritis secara rasional untuk mempertemukan kebenaran agar bisa disampaikan kepada manusia.

Seorang pelaku dakwah bertanggung jawab terhadap agamanya dan harus yakin bahwa jalan untuk menegakkan agama Allah adalah dengan berdakwah.36 Setiap situasi selalu membutuhkan sikap yang tepat dengan landasan pengetahuan yang benar,37 sehingga tidak kalah penting apabila nilai moral menjadi pegangan dalam menyampaikan dakwah agar dapat diterima oleh masyarakat, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah ketika berdakwah menyebarkan ajaran Islam.

2. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah sebagai bagian dari seluruh aktivitas dakwah yang sama pentingya daripada unsur-unsur lainnya, seperti subyek dan obyek dakwah, metode dan sebagainya. Bahkan lebih dari tujuan dakwah sangat menentukan dan berpengaruh terhadap penggunaan metode dan media dakwah, sasaran dakwah sekaligus strategi dakwah juga ditentukan atau berpengaruh olehnya (tujuan dakwah). Ini disebabkan karena tujuan merupakan arah gerak yang hendak dituju seluruh aktivitas dakwah. Yang mana kesemuanya tersebut dimulai dari motivasi dan kesenangan di dalam berdakwah.38

c. Tujuan Umum Dakwah (Major Obyektive)

36

Majdi al-Hilali, 38 Sifat Generasi Unggulan, pent. Anggota LESPISI Kairo-Mesir, dari judul asli, Falnabda’ bi anfusinâ, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, h. 59.

37

M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, cetakan XX, Bandung: Mizan, 2000, h. 290.

38


(51)

Sebenarnya tujuan dakwah adalah tujuan yang diturunkannya agama islam bagi ummat manusia itu sendiri, yaitu untuk membuat manusia yang memiliki kualitas aqidah, ibadah, serta akhlak yang tinggi.

Bisri Affandi mengatakan bahwa yang diharapkan oleh dakwah adalah terjadinya perubahan dalam diri manusia, baik kelakuan adil maupun aktual, baik pribadi maupun keluarga masyarakat, cara berfikir berubah, cara hidupnya berubah menjadi lebih baik ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas. Yang dimaksud adalah nilai-nilai agama sedangkan kualitas adalah bahwa kebaikan yang bernilai agama itu semakin dimiliki banyak orang dalam segala situasi dan kondisi.39

Amrul Ahmad mengatakan tujuan dakwah adalah untuk memengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak manusia pada dataran individual dan sosio kultural dalam rangka terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan.40

Kedua pendapat diatas menekankan bahwa dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang kurang baik atau meningkatkan kualitas iman dan islam seseorang secara sadar dan timbul kemaunnya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapapun.

39Bisri Affandi, Beberapa Percikan Jalan Dakwah, (Surabaya: Fakultas Dakwah Surabaya,

1984), hlm. 3

40Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: Primaduta, 1983),


(52)

Salah satu tugas pokok dari Rasullah adalah membawa mission sacre (amanah suci) berupa menyempurnakan akhlak yang mulia bagi manusia. Dan akhlak yang dimaksudkan ini tidak lain adalah Al-quran sendiri-sebab hansya kepada Al-quran-lah setiap pribadi muslim itu akan berpedoman, atas dasar ini tujuan dakwah secara luas, dengan sendirinya adalah menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun masyarakat, sehingga ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan sesuai dengan ajaran tersebut.41

2. Tujuan Khusus Dakwah (Minor Obyectif)

Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai perincian dari pada tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh aktivitas dakwah dapat jelas diketahui kemana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa yang kehendak dikerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara menjelaskan informasi yang berwibawa.42dan terperinci. Sehingga tidak terjadi overlaping antara juru dakwah yang satu dengan yang lainnya yang hanya disebabkan karena massih umumnya tujuan yang hendak dicapai.

Oleh karena itu di bawah ini disajikan beberapa tujuan khusus dakwah sebagai terjemahan dari major obyektive yaitu:

41Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Baru Pertama, 1997), hlm. 47

42


(53)

a. Mengajak ummat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah swt. Artinya mereka diharapkan agar senantiasa mengerjakan segala perintah Allah dan selalu mencegah atau meninggalkan

b. perkara yang dilarangya. Sebagaimana firman Allah :

Artinya :

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (bagi orang yang tolong menolong dalam kejahatan)” Al-Maidah:2 43

Membina mental agama (Islam) bagi kaum yang mualaf. Muallaf artinya bagi mereka yang masih mengkhawatirkan tentang keislaman dan keimananya (baru beriman). Sebagaimana firman Allah :

43


(54)

Artinya: Tidaklah berarti oleh Allah akan sesuatu diri, melainkan sekedar kekuasaanya (kemampuanya).(Al-Qur’an Surat Al -Baqarah 286) 44

c.

Mengajak ummat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah (Memeluk Agama Islam). Tujuan ini bersandarkan atas firman Allah:

Artinya: Hai sekalian manusia, beribadahlah kamu kepada Tuhanmu, yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa kepada Allah. (Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 21)

d.

Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya. Dalam Al-Qur’an telah disebutkan bahwa manusia sejak lahir telah membawa fitrahnya yakni beragama islam (agama tauhid). Disebutkan dalam Al-Qur’an yang berbunyi sebagai berikut:


(55)

Artinya :

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui

(Al-Qur’an Surat Ar-Rum Ayat 30)

Wadah inilah sebagai penentu keberagamaan anak di masa depan. Kaitannya dengan Nabi saw bersabda dalam satu hadisnya:

"Dari Abi Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tualah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi".

Konteks hadis tersebut relevan dengan QS. al-Rum (30): 30 bahwa hakekat fitrah keimanan sebagai petunjuk bagi orang tua agar lebih mengarahkan fitrah yang dimiliki anak secara bijaksana.

Tujuan dakwah seperti di atas bila dihubungkan dengan tujuan umum pendidikan agama islam di lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia tampaknya sangat identik,45 karena tujuan utama dari dakwah adalah agar hasil yang ingin dicapai oleh keseluruhan tindakan dakwah yaitu terwujudnya kebahagian dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Sedangkan tujuan perantara dari dakwah adalah membentuk nilai yang dapat mendatangkan

45Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hlm.


(56)

kebahagian, keindahan dan dan kesejateraan yang diridhoi oleh Allah masing-masing sesuai sesuai dengan segi atau bidangnya.46

Tujuan umum dan tujuan khusus dari dakwah adalah terwujudnya individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran islam dalam semua lapangan hidupnya adalah tujuan yang sangat ideal dan memerlukan waktu serta tahap-tahap panjang. Oleh karena itu maka perlu ditentukan tujuan-tujuan perantara pada tiap-tiap tahap atau tiap-tiap bidang yang dapat menunjang tercapainya tujuan dari dakwah.47

C. Pengembangan Masyarakat Islam

1. Pengertian Pengembangan Masyarakat.

pengembangan artinya proses, cara, perbuatan mengembangkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia , 2002 : 538). Menurut Johnson (1984), PM merupakan spesialisasi atau setting praktek pekerjaan sosial yang bersifat makro (macro practice).

Menurut Edi Suharto dan Dwi Yuliani, community development adalah suatu pendekatan dalam meningkatkan kehidupan masyarakat melalui pemberian kekuasaan pada kelompok-kelompok masyarakat agar mampu

46Mohammad Hasan, Buku Ajar Ilmu Dakwah, (Pamekasan: STAIN Pamekasan, 2000), hlm.

29-30 47


(57)

membuat, menggunakan dan mengontrol sumber-sumber yang ada di lingkungan mereka.48

Pengertian Pengembanagan Masyarakat Menerut para tokoh

1. Menurut Devinisi Ibnu Kaldun

Secara etimologi pengembangan berarti membina dan meningkatkan kualitas. Masyarakat Islam berarti kumpulan manusia yang beragama Islam, yang meneliti hubungan dan keterkaitan ideologis yang satu dengan yang lainnya. Dalam pemikiran sosiologis, Ibnu Kaldun menjelaskan bahwa manusia itu secara individu diberikan kelebihan namun secara kodrati manusia memiliki kekurangan. Sehingga kelebihan itu perlu dibina agar dapat mengembangkan potensi pribadi untuk dapat membangun.

Contoh Datangnya para da’I atau penda’wah kemesjid atau pengajian.

Pengajian untuk menyebarkan dan mengeksiskan ajaran Islam di tengah masyarakat awam.

2. Menurut Amarullah Ahmad

Pengertian pengembangan masyarakat Islam adalah system tindakan nyata yang menawarkan alternatif modern pemecahan masalah Ummah dalam bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam perspektif Islam, dengan demikian penggabungan prilaku indiviidu dan kolektif dalam dimensi amal sholeh. Pemberdayaan rohaniyah masyarakat dengan adanya lembaga

48


(58)

kesejahteraan sosial yang dapat memfasilitasi para da’I, guru ngaji, dan

khatib.

3. Menurut Abdurrahman Wahid

PMI adalah usaha untuk membina dan mengembangkan masyarakat Islam dalam aspek social engencering dan kesejahteraan sosial melalui pengkajian, penelitian, dan rekayasa sosial untuk mewujudkan SDM yang bermutu dan berkualitas. Pengembangan diri dn masyarakat menjadi agent perubahan sosial dan kesejahteraan dalam sosial pembangunan masyarakat Islam. Adanya ponpes, sekolah-sekolah sebagai sarana untuk membina dan mewujudkan insane yang berkualitas.49

Sebagai sebuah metode pekerjaan sosial, pengembangan masyarakat menunjuk pada interaksi aktif antara pekerja sosial dan masyarakat dengan mana mereka terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi suatu program pembangunan kesejahteraan sosial. Pengembangan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama, mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Secara teoritis, pengembangan masyarakat (PM) dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pekerjaan sosial yang dikembangkan dari dua perspektif

49


(59)

yang berlawanan, yakni aliran kiri (sosialis-Marxis) dan kanan (kapitalis-demokratis) dalam spektrum politik. Dewasa ini, terutama dalam konteks menguatnya sistem ekonomi pasar bebas dan“swastanisasi” kesejahteraan sosial, PM semakin menekankan pentingnya swadaya dan keterlibatan informal dalam mendukung strategi penanganan kemiskinan dan penindasan, maupun dalam memfasilitasi partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.

Secara garis besar, Twelvetrees (1991) membagi perspektif PM ke dalam

dua bingkai, yakni pendekatan “profesional” dan pendekatan “radikal”.

Pendekatan profesional menunjuk pada upaya untuk meningkatkan kemandirian dan memperbaiki sistem pemberian pelayanan dalam kerangka relasi-relasi sosial. Sementara itsu, berpijak pada teori struktural neo-Marxis, feminisme dan analisis anti-rasis, pendekatan radikal lebih terfokus pada upaya mengubah ketidakseimbangan relasi-relasi sosial yang ada melalui pemberdayaan kelompok-kelompok lemah, mencari sebab-sebab kelemahan mereka, serta menganalisis sumber-sumber ketertindasannya.

Selajutnya pendekatan professional dan radikal bias dipecah menjadi enam ragam sesuai jenisnya yaitu perawatan masyarakat, pengorganisasian masyarakat, pembangunan masyarakat, aksi masyarakat berdasar kelas, aksi masyarakat berdasar jender dan aksi mayarakat berdasar ras.50


(60)

2. Model dan Metode Pengembangan Masyarakat Islam a. Model-Model Pengembangan Masyarakat

Jack Rothman dalam karya klasiknya yang terkenal, Three Models of Community Organization Practice (1968), mengembangkan tiga model yang berguna dalam memahami konsepsi tentang PM: Pengembangan masyarakat lokal (locality development), Perencanaan sosial (social planning) dan Aksi sosial (social action). Mengacu pada dua perspektif yang dikemukakan Mayo diatas, model pertama dan kedua lebih sejalan dengan perspektif profesional, sedangkan ketiga lebih dekat dengan perspektif radikal.

1. Pengembangan Masyarakat Lokal

Adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Pengembanagan masyarakat lokal pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat stempat yang di fasilitasi oleh pekerja sosial. Pengembangan masyarakat lokal lebih

berorientasi pada “tujuan proses” (proses goal) daripada tujuan tugas atau

tujuan hasil (task or product goal). Pengembangan kepemimpinan lokal, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat merupakan inti dari proses pengembangan masyarakat lokal yang bernuansa bottom-up ini.


(1)

102

Atas kritik dan saran dari para pembaca, penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Mudah-mudahan tesis yang sangat sderhana ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan penulis, semoga Allah SWT. membrikan inayah-Nya kepada kita Amin.


(2)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

PERNYATAN ORISINALITAS/KEASLIAN ... iii

ABSTRAK ... iv

PERSETUJUAN ... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 14

1. Identifikasi Masalah ... 14

2. Batasan Masalah... 14

C. Rumusan Masalah ... 15

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 15

1. Tujuan Penelitian ... 15

2. Kegunaan Penelitian... 16

E. Kerangka Pikir ... 16

BAB II : LANDASAN TEORI ... 23

A. Implementasi Supervisi Kepala Sekolah ... 23

1. Pengertian Supervisi... 23

2. Tujuan Supervisi ... 24

3. Implementasi Supervisi Kepala Sekolah ... 26

4. Teknik-teknik Supervisi ... 29

B. Kinerja Guru... 38

1. Pengertian Kinerja ... 38

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja ... 41

3. Kriteria Kinerja Guru ... 50

4. Tugas dan Tanggung Jawab Guru ... 54

BAB III : METODE PENELITIAN ... 58

A. Jenis Penelitian ... 58

B. Sumber Data ... 59

C. Teknik Pengumpulan Data ... 62


(3)

viii

BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 66

A. Gambaran Umum SMPN 1 Batanghari Lampung Timur ... 66

B. Penyajian dan Analisis Data ... 71

1. Implementasi Supervisi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam ... 71

a. Merencanakan Supervisi ... 71

b. Melaksanaan Supervisi ... 75

c. Tindak Lanjut Hasil Supervisi ... 79

2. Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam ... 83

a. Merencanaan Pembelajaran ... 83

b. Melaksanakan Pembelajaran ... 84

c. Evaluasi Pembelajaran ... 99

BAB V : PENUTUP ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Rekomendasi ... 101 DAFTAR PUSTAKA


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alex MA, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, Surabaya, Karya Harapan, 2005 Ali, Moh Aziz, Ilmu Dakwah, Jakarta, Prenada Media, 2004

Ancok, Djamaludin Dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi, Yagyakarta, Pustaka Pelajar, 1995

Arikunto, Suharsimi, 1990,. Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, (Jakarta: Rineka Cipta

Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta, Rajawali Pers, 1992

Bahri, Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, Jakarta, Prasasti, 2004 Bawani, Imam, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam, Surabaya, Al-Ikhlas,

1990.

Dawan, Raharjo, Pergulatan Dunia Pesantren membangun dari bawah, Jakarta, P3M 2010

Dawam, Ainurrafiq dan Ahmad Ta’arifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, Sapen, Lista Fariska Putra, 2004.

Departemen Agama RI, Al Qur’anulkarim Special For Women, Bogor, Sygma, 2007

Departemen Agama RI, Panduan Praktis Pelayanan Pondok Pesantren Pada Masyarakat Bidang Ta’lim, Jakarta, 2004

Departemen Agama RI, Pedoman Penyelenggaraan Program Paket A Pada Pondok Pesantren, Jakarta, 2004

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2003.

Darajat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 1993

Darajat, Zakiah, Kesehatan Mental, Jakarta, Toko Gunung Agung, 1995 Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi pesantren, Jakarta: LP3ES, 1982.

Geertz, Clifford, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, Jakarta, Dunia Pustaka Jaya, 1983


(5)

Hanafi, Abdillah, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, Surabaya, Usaha Nasional, 1987

Horikoshi, Hiroko, Kyai Dan Perubahan Sosial, Jakarta, P3M, 1987

Mubarok, Haya Binti Al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, Jakarta, Darul Falah, 1419 H

Muhyiddin, Asep dan Agus Ahmad Safei, Metode Pengembangan Dakwah, Bandung, Pustaka Setia, 2002

Munir, M, dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Jakarta, Prenada Media, 2006 Mustofa, A, Akhlak Tasawuf, Bandung, Pustaka Setia, 1999

Natawidjaja, Rochman , Memahami Tingkah laku Sosial, Bandung, FA.Hasmar, 1977

Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, Cet ke-5 Nasri, Muhammad Dan Sundarini, Kewirausahaan Santri Bimbingan Santri

Mandiri, Jakarta, Citrayudha Alamanda Perdana, 2004.

Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta, UI Press Jilid I Cetakan V

Pengertian Kyai. Sebelum meninjau lebih jauh tentang peranan Kyai dalam proses ... “Tradisi Pesantren”, mengatakan bahwa istilah Kyai dalam bahasaJawa.Hhtp/library.walisongo.ac.id/digilib/download.php?id= 4419/, 17/02/16, jam.09.45 Wib

Program Pasca Sarjana IAIN Raden Intan, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Makalah, Proposal, Tesis, Lampung, 2015.

Program Pasca Sarjana IAIN Raden Intan, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Makalah, Proposal, Tesis, Lampung, 2010.

septianidwii.blogspot.com/.../teknik-pengumpulan-data-dengan_5296.ht... 16 Des 2011, Jam. 15.46 Wib

Sina, Ibnu, Ilmu Akhlak, Mesir, Dar Al-Ma’arif

Singgih, Y, D.Gunarsa, Psikologi Remaja,Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002 Steenbrink, A. Karel. Pesantren, Madrasah, Sekolah; pendidikan Islam dalam


(6)

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D, Bandung, Alfabeta, 2011

Sulton, M dan M.Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantren Dalam Prespektif Global, Yogyakarta, Laksbang Pressindo, 2006

Suisyanto, Pengantar Filsafat Dakwah, Yogyakarta, Teras, 2006

Sunarto dan B.Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta, Rineka Cipta.

Tholchah, Muhammad Hasan, Dinamika Kehidupan Religius, Jakarta, Listafariska Putra, 2004, Cetakan Ketiga.

Tonny, Fredia Nasdian, Pengembangan Masyarakat, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014.

Zahruddin AR, Pengantar Ilmu Akhlak, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004, Cetakan Kesatu

Zubaedi, Pengembangan Masyarakat Wacana Dan Praktik, Jakarta, Fajar Interpratama Mandiri, 2013.


Dokumen yang terkait

Strategi bauran promosi Pondok Pesantren Darul Muttaqien

1 11 96

PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP TEKS TENTANG PERCERAIAN DALAM FIQIH ISLAM (Studi Terhadap Alumni Pondok Pesantren A.P.I. Margodadi Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus)

0 34 99

ADAT PERKAWINAN JAWA TENGAH (studi deskriptif di Desa Gisting Bawah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Tahun 2015)

1 25 87

PENGARUH KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP AKHLAK SISWA SMP MUHAMMADIYAH 1 GISTING KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS

0 7 132

KP TANGGAMUS ITERA indonesia yang mendunia

0 4 14

BAB 1 PENDAHULUAN - Fungsi Dakwah Pondok Pesantren Muhammadiyah Sabilil Muttaqien dalam Pengembangan Masyarakat Islam Gisting Bawah Kabupaten Tanggamus. - Raden Intan Repository

0 0 15

BAB II PONDOK PESANTREN, FUNGSI DAKWAH DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT A. Batasan Tentang Pondok Pesantren 1. Pengertian Pondok Pesantren - Fungsi Dakwah Pondok Pesantren Muhammadiyah Sabilil Muttaqien dalam Pengembangan Masyarakat Islam Gisting Bawah Kabupat

0 2 51

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian - Fungsi Dakwah Pondok Pesantren Muhammadiyah Sabilil Muttaqien dalam Pengembangan Masyarakat Islam Gisting Bawah Kabupaten Tanggamus. - Raden Intan Repository

0 0 7

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. PENYAJIAN DATA 1. Sejarah Singkat Pondok Pesantren Muhammadiyah Sabilil Muttaqien Gisting Bawah Kabupaten Tanggamus - Fungsi Dakwah Pondok Pesantren Muhammadiyah Sabilil Muttaqien dalam Pengembangan Masyarakat Islam G

0 0 26

PERENCANAAN DAKWAH PONDOK PESANTREN AL-IHYA KALIREJO DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN AGAMA MASYARAKAT SEKITAR PONDOK PESANTREN - Raden Intan Repository

0 0 89