Rancang Bangun Alat Pengkarbitan Buah (Degreening)
49
Lampiran 1.Flow Chart plaksanaan penelitian
Mulai
Merancang
b
k l
Menggambardan
menentukan dimensi alat
Memilih bahan
Mengukur
yang
digunakan
bahan
akan
Memotong bahan yang
digunakan sesuai dengan
gambar
Merangkai alat
Pengeboran
Menggerinda permukaan
k
Pengecatan
a
b
50
a
b
Pengujian alat
Layak?
Pengukuran
data
Analisis data
Selesai
51
Lampiran 2 PerhitunganSusut bobot
K1
Berat buah awal = 1.880 gr
Lama waktu pengeraman = 10 jam
Berat buah akhir = 1.720 gr
Susut bobot =
=
�� −��
��
x 100 %
1.880 �� −1.720 ��
1.880 ��
� 100 %
= 8,51 %
K2
Berat buah awal = 1.820 gr
Lama waktu pemeraman 10 jam
Berat buah akhir= 1.680 gr
Susut bobot =
=
�� −��
��
x 100 %
1.820 �� −1.680��
1.820 ��
� 100 %
= 7,69 %
K3
Berat buah awal = 1.900 gr
Lama waktu pemeraman 10 jam
Berat buah akhir= 1.750 gr
52
Susut bobot =
=
�� −��
��
x 100 %
1.900 �� −1.750��
1.900 ��
= 7,89 %
� 100 %
53
Lampiran 3.Persentase kerusakan
K1
Berat buah awal
= 1.880 gr
Berat buah rusak
= 140 gr
% Kerusakan
= 1.880 �� � 100 %
140 ��
= 7,45 %
K2
Berat buah awal
= 1.820 gr
Berat buah rusak
= 120 gr
% Kerusakan
= 1.820 �� � 100 %
120 ��
= 6,59 %
K3
Berat buah awal
= 1.900 gr
Berat buah rusak
= 120 gr
% Kerusakan
= 1.900 �� � 100 %
= 6,32 %
120 ��
54
Lampiran 4. Tabel Uji organoleptic
TabelUji organoleptik untuk tingkat Warna, Aroma dan rasa
Skala Hedonik
Sangat suka
Suka
Agak suka
Tidak suka
Skala Numerik (skor)
4
3
2
1
K1
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nama
Taufik Sitepu
Armin
Agra Izwan
Martin Marpaung
Agustami
Asri Bernitzky
Ahmad Yani
Dolly
Doni
Josafat Simanjuntak
Total
% Organoleptik
Warna
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
38
3,8
Suka
Aroma
4
4
5
4
3
4
4
4
4
5
42
4,2
Suka
Rasa
5
4
5
5
4
4
5
4
4
5
45
4,5
Suka
Nama
Yudi
Bobby
Made
Winda
Indah
Siti
Sejahtera
Jani
Safri
Reymond
Total
% Organoleptik
Warna
4
5
4
4
4
4
4
3
4
4
40
4,0
Suka
Aroma
4
4
4
4
3
4
5
4
5
4
41
4,1
Suka
Rasa
4
4
5
4
5
4
4
4
5
4
43
4,3
Suka
K2
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
55
K3
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nama
Iqbal
Jonathan
Zulhaji
Nico
Doni
Ridho
Made
Sejahtera
Dea
Fahmil
Total
% Organoleptik
Warna
4
3
3
4
4
4
5
4
4
4
39
3,9
Suka
Aroma
4
4
4
4
5
4
4
3
4
4
40
4,0
Suka
Rasa
5
4
4
5
4
4
5
4
4
4
43
4,3
Suka
56
Lampiran 5. Dokumentasi penelitian
Tabung Gas
57
Selang
Kran
58
Rak alumunium
Buah pisang yang akan dilakukan pengkarbitan
59
Buah setelah dipotong menjadi perbiji
Perlakuan K1 pemeraman jam ke 7
60
Perlakuan K2 pemeraman jam ke 7
Perlakuan K3 pemeraman jam ke 7
61
Buah hasil pengkarbitan perlakuan K1
Buah hasil pengkarbitan perlakuan K2
62
Buah hasil pengkarbitan perlakuan K3
Buah yang rusak perlakuan K1
63
Buah yang rusak hasil perlakuan K2
Buah yang rusak hasil perlakuan K3
64
65
66
67
DAFTAR PUSTAKA
Adyana, M. O. dan A. Suryana, 1996.Pengkajian dan Pengembagan Sistem SUP
Berorientasi Agribisnis.Manakala disampaikan pada Rakor Badan
Agribisnis. Bogor.
Broto, W., S. Prabawati, dan Soedibyo.1990.Kajian Pengaruh Konsentrasi Aselin
Terhadap Efektifitas Degreening. Penelitian Hortikultura. 4(1):76-85.
Efendi, R., 2007. Pengaruh dosis dan lama pemeraman dengan karbid (kalsium
karbida) dalam proses degreening. Jurnal Pasca Panen, VI (2) : 22-27.
Girisonto, 1975. Bertanam Pohon Buah-buahan 1. Kanisius, Yogyakarta.
Hadiwiyoto, S, dan Soehardi., 1981. Penanganan Lepas Panen 2. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Hadiwiyoto, S., 1980. Penaganan Lepas Panen 1. Departemen pendidikan dan
kebudayaan, Jakarta.
Handoko, et al., 2000.Pengantar Produksi Tanaman dan Renangan Pasca Panen.
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hendro, S, 1990. Teknik Memanen Buah Pisang Agar Berkualitas Baik. Sinar
Baru, Bandung.
Kader, A. A. 199. Fruit Maturity, Ripening, and Quality Relationship.Departemen
of
Phonology-University
of
California.
Davis.
http://ucce.ucdavis.edu[14 Sepetember 2013].
Kalie, M. B., 1997. Mengatasi Buah Rontok, Busuk, dan Berulat. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Khumaidi, M., 1994. Gizi Masyarakat. PT BPK Gunung Mulia, Jakarta.
Napitupulu, B., S. Simatupang, B. Karo-karo, A. Simanjuntak dan S. Sembiring.
1990. Pengaruh Penggunaan Ethre terhadap Mutu Jeruk Siem Madu
Berastagi Selama Penyimpanan. Buletin Pascapanen Hortikultura.
1(3):7–12
Patnaik, P. 2003. Handbook of Anorganik Chemical Compounds. Mc Grow-Hill.
USA
Roedyarto, 1997. Budi Daya Pepaya. Trubus Agrisana, Surabaya.
Simbolon, S. T., 2008. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Pust Pengembangan Teknologi Pangan. IPB-Press, Bogor.
47
48
Sovica,
F.Cara
Membeddakan
Karbitan.www.budidayapisang.co.id.[diakses
November 2015].
Pisang
Hasil
pada
tanggal
12
Sutopo, H. H. 2011. Budidaya Pepaya dengan Bibit Kultur Jaringan. Penebar
Swadaya, Jakarta.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukanpada bulan Oktober 2015 di Laboratorium
Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan dan Alat
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah buah pisang, karbit, larutan
ben late dan air. Adapun alat-alat yang digunakan yaitu, tabung asetilen, wadah
kaleng,timbangan, ember, kamera,stopwatch, komputer, alat tulis, dan kalkulator.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pisang yang
masih hijau yang diperoleh langsung dari pasar. Penelitian dilakukan di bulan
oktober 2015 di laboratorium Keteknikan Pertanian USU. Penelitian terdiri atas
dua
tahap,
yaitu
memodifikasi
peralatan
degreeningdan
tahap
kedua,
menggunakan peralatan tersebut untuk memacu pematangan buah dengan gas
etilen. Buah dicuci dengan air untuk membersihkan dari debu yang menempel,
direndam dalam larutan benlate 500 ppm selama 30-60 detik, disusun buah ke
dalam rak degreening (tanpa dikeringkan), ditutup alat degreening, dialirkan gas
asetilen melalui selang karet ke dalam rak selama seng waktu 7 jam sampai lama
total 21 – 24 jam, dibuka dan dibiarkan terbuka selama 30 menit alat degreening
agar kadar CO2 dalam rak tidak terlalu tinggi sehingga tidak menghambat proses
degreening. Setelah waktu pemeraman tercapai, dilakukan penguningan sampai
total waktu 21-22 jam dengan 3 kali perulangan.
37
38
Persiapan Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan
untuk penelitian yaitu merancang alat degreening dan disajikan dalam gambar
teknik.
Persiapan Alat
Adapun langkah-langkah pembuatan alat degreeningyaitu :
a. Merancang bentuk alat degreening.
b. Menggambar serta menentukan bahan-bahan dengan ukuran.
c. Menyediakan bahan-bahan dengan ukuran.
d. Melakukan pengukuran terhadap bahan.
e. Memotong bahan sesuai ukuran yang ditentukan.
f. Melakukan pengeboran (pelubangan) sesuai gambar disajikan.
g. Merangkai bahan sesuai gambar.
Prosedur penelitian
1. Dicuci bahan dengan air lalu direndam dengan larutan benlate 500 ppm
selama 60 detik.
2. Disusun bahan ke dalam rak degreening (tanpa dikeringkan).
3. Ditutup alat degreening
4. Dialirkan gas asetilen melalui selang ke dalam rak alumunium selama 7
jam sampai lama total 24 jam melihat waktu pematangan.
5. Dibuka dan dibiarkan terbuka selama beberapa menit alat degreening agar
kadar CO2 dalam rak tidak terlalu tinggi sehingga tidak menghambat
proses degreening setelah waktu pemeraman tercapai.
39
6. Dilakukan penguningan sampai total waktu 24 jam dengan 3 kali
perulangan.
Parameter Penelitian
1. Uji Organoleptik warna, aroma, dan rasa (soekarta, 1985).
Penentuan nilai organoleptik dilakukan oleh penulis sebanyak 5
orangterhadap warna dengan uji kesukaan secara hedonic sesuai tabel
Skala uji hedonic terhadap warna, aroma, dan rasa (numeric)
Skala Hedonik
Sangat Suka
5
Suka
4
Agak Suka
3
Tidak suka
2
Sangat tidak suka
1
2. Penentuan Susut Bobot
Ditimbang berat awal bahan sebelum penyimpanan dan berat akhir
bahan setelah penyimpanan. Kemudian dihitung dengan rumus:
Susut bobot =
�� − ��
��
�100%.................................................................(1)
Wa
=beratawal sebelum penyimpanan.
Wb
=berat akhir setelah penyimpanan.
3. Penentuan persentase kerusakan
Penentuan derajat kerusakan dilakukan secara visual.Perhitungan
dilakukan sebagai berikut
40
�������� ℎ �����
% Kerusakan =��������
ℎ������ ℎ���
�100%...........................................(2)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 5. Alat pengkarbitan buah (Degreening)
Alat pengkarbitan buah ( Degreening)
Alat pengkarbitan buah ini adalah alat yang di desain dan dirancang untuk
digunakan sebagai alat untuk melakukan percepatan pematangan buah dengan
bantuan gas asetilen dari dalam tabung yang dialirkan ke dalam rak pemeraman
buah. Adapun komponen – komponen alat pengkarbitan buah ini antara lain :
1. Tabung gas ukuran 7,5 kg
2. Selang panjang 3 m
3. Rak alumunium
4. Keran
Pada alat ini tabung gas di masukka dengan batu karbit yang terlebih
dahulu dipecah guna pecahan dapat dimasukan melalui lubang tabung. Karbit
41
42
yang dimasukan total sebanyak 5 kg untuk melakukan pemeraman 6 sisir pisang.
Setelah karbit dimasukan keran tabung harus dalam keadaan tertutup agar gas
tidak mengalir keluar. Setelah dipastikan keran tertutup tabung dibiarkan dulu
selama 30 menit untuk menunggu sampai volume tabung sudah terisi penuh oleh
gas ditandainya dengan naikanya tekanan yang ditunjukan oleh barometer pada
tabung. Setelah tekanan naik dimulai penelitian sesuai prosedur yang ada dibahan
dan metode.
Hasil penelitian buah pisang terhadap pengkarbitan pada alat pengkarbit
buah terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Hasil pengkarbitan buah terhadap parameter yang diamati
Persentase
Susut
Bobot (%)
Persentase
Kerusakan
(%)
K1
8,51
7,45
K2
7,69
K3
7,89
Perlakuan
Uji Organoleptik
Warna
Aroma
Rasa
3,8
4,1
4,5
6,59
4,0
4,1
4,3
6,32
3,9
4,0
4,3
Dari Tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa susut bobot tertinggi diperoleh
pada perlakuan K1 yaitu sebesar 8,51% dan terendah pada perlakuan K2 yaitu
sebesar 7,69 %. Persentase kerusakan tertinggi diperoleh dari perlakuan K1yaitu
sebesar 7,45 % dan terendah pada K3 yaitu sebesar 6,32 %. Nilai uji organoleptik
secara keseluruhan tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 yaitu sebesar
3.477(sangat suka) dan terendah pada perlakuan K3 yaitu sebesar 3.230 (suka),
peroses penggorengan vakum ini dapat menghasilkan keripik sehat tanpa
mengubah bentuk aslinya hal ini sesuai dengan literatur (Massinai, dkk., 2005)
43
Uji organoleptik
Uji organoleptik digunakan untuk menguji kualitas pisang yang di peram
yang meliputi uji keadaan hasil pemeramann secara fisik yaitu uji warna, rasa, dan
aroma.Uji menggunakan panelis sebanyak 30 orang.
Dalam uji organoleptik ini satu orang panelis memakan satu buah pisang
hasil pemeraman. Lalu panelis di minta untuk menilai kualitas pisang yang di
coba. Pengujian dilakukan secara inderawi organoleptik yang ditentukan
berdasarkan skala numerik.
Tabel 6. Hasil uji organoleptik terhadap warna, aroma dan rasa
Perlakuan
Warna
Aroma
Rasa
K1
3,8
4,1
4,5
K2
4,0
4,1
4,3
K3
3,9
4,0
4,3
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai organoleptik warna tertinggi
diperoleh pada perlakuan K2 yaitu 4,0 (Suka), terendah pada perlakuan K1 yaitu
4,0 (Suka).Nilai organoleptik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 dan
K2 yaitu 4,1 (Suka), terendah pada perlakuan K3
yaitu 4,0 (Suka).Nilai
organoleptik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 yaitu 4,5 (Sangat Suka),
terendah pada perlakuan K2 dan K3 yaitu 4,3 (Suka). Dari hasil penelitian uji
organoleptik dapat disimpulkan bahwa alat pengkarbitan buah ini sangat sesuai
digunakan untuk buah pisang sesuai rata-rata penilaian panelis pada warna dengan
penilaian rata-rata suka, pada aroma dengan rata-rata suka, dan pada rasa dengan
rata-rata suka.
44
Susut Bobot
Penentuan persentase susut bobot dapat diperoleh dari perbandingan antara
berat buah awal sebelum dikarbit dengan berat buah akhir setelah dikarbit dikali
100%. Susut bobot terjadi karena adanya hilang zat klorofil pada buah selama
proses pengkarbitan dan selama proses penguningan.
Tabel 7. Persentase susut bobot buah hasil pengkarbitan
Perlakuan
Berat awal (gr)
Berat akhir (gr)
Waktu (jam)
Susut bobot
(%)
K1
1.880
1.720
10
8,51 %
K2
1.820
1.680
10
7,69 %
K3
1.900
1.750
10
7,89 %
Dari tabel diatas dapat dilihat persetase susut bobot tertinggi pada
perlakuan K1 yaitu 8,51%, dan persentase susut bobot terendah pada K2 yaitu
7,69%. Susut bobot terjadi karena hilangnya zat klorofil pada buah pisang akibat
proses pengkarbitan yang mengurai zat klorofil pada buah pisang tersebut sesuai
dengan literatur Sovica, 2015 yang menyatakan bahwa senyawa dalam karbit
memang efektif menekan zat klorofil dalam buah, membuat warna buah matang
cepat muncul. Namun dalam prosesnya, senyawa tidak dapat memproses zat gula
dalam daging buah saat proses penekanan zat klorofil itu. Proses tidak seimbang
terjadi, dimana zat klorofil sudah habis tergantikan oleh warna matang buah
akibat senyawa karbit, namun zat gula tetap tidak terbentuk.
45
Persentase Kerusakan
Persentase kerusakan dapat diperoleh dari perbandingan berat buah yang
rusak setelah proses pengkarbitan dan proses penguningan dengan berat buah
yang sebelum dikarbit dikali 100%.
Tabel 8. Persentase kerusakan buah hasil pengkarbitan
Perlakuan
Berat awal (gr)
Berat buah rusak
(gr)
Kerusakan (%)
K1
1.880
140
7,45 %
K2
1.820
120
6,59 %
K3
1.900
120
6,32 %
Dari Tabel diatas dapat dilihat persentase kerusakan tertinggi pada K1
yaitu 7,45% dan persentase kerusakan terendah pada K3 yaitu 6,32%. Kerusakan
pada buah pisang diakibatkan oleh temperatur dan kelembapan yang tidak sesuai
seperti yang dinyatakan oleh Hendro (1990) bahwa agar diperoleh keseragaman
dalam tingkat kemasakan sebaiknya disimpan pada kondisi suhu 18-23 oC dan
kelembapan 90-95 %. Dari hasil penelitian buah yang rusak adalah buah pisang
yang membusuk pada daging buah dan aroma buah pisang sudah terlalu pekat dan
pada kulit buah pisang terlalu banyak bagian kulit yang berubah menjadi warna
coklat dan terbuka.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Alat pengkarbitan buah ini terdiri dari komponen-komponen antara lain
tabung gas, selang, keran dan rak alumunium.
2. Dari hasil penelitian nilai organoleptik warna tertinggi diperoleh pada
perlakuan K2 yaitu 4,0 (Suka), terendah pada perlakuan K1 yaitu 4,0
(Suka).Nilai organoleptik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan K1
dan K2 yaitu 4,1 (Suka), terendah pada perlakuan K3 yaitu 4,0
(Suka).Nilai organoleptik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 yaitu
4,5 (Sangat Suka), terendah pada perlakuan K2 dan K3 yaitu 4,3 (Suka)
3. persetase susut bobot tertinggi pada perlakuan K1 yaitu 8,51%, dan
persentase susut bobot terendah pada K2 yaitu 7,69%
4. persentase kerusakan tertinggi pada K1 yaitu 7,45% dan persentase
kerusakan terendah pada K3 yaitu 6,32%
Saran
1. Perlu dilakukan pengujian alat pengkarbitan buah menggunakan komoditi
yang lain
2. Perlu dimodifikasi lubang pemasukan agar segala jenis buah yang
beukuran besar dapat masuk.
3. Diperlukan pengujian terhadap tekanan gas asetilen yang dihasilkan oleh
karbit didalam tabung.
46
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pisang
Pisang adalah
nama umum yang diberikan pada tumbuhan raksasa
berdaun besar memanjang dari suku musaceae. Beberapa jenisnya Musa
acuminata, M. balbisiana menghasilkan buah konsumsi yang dinamakan sama.
Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari,
yang disebut sisir.Hampir semua buah pisang memiliki kulit berwarna kuning
ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, hijau, ungu,
atau bahkan hampir hitam. Buah pisang sebagai bahan pangan merupakan sumber
energy, karbohidrat dan mineral, terutama kalium.
Gambar 1. Tanaman Pisang
(Sumber : Murtiningsih, et al., 1991)
3
4
Indonesia merupakan wilayah tropis, beriklim basah, berada antara 23o17’
lintang utara dan 23o 17’ lintang selatan dimana cocok untuk wilayah pertanian
hortikultura. Salah satu contoh sub-sektor pertanian hortikultura adalah
pisang.Tanaman pisang paling cocok tumbuh di daerah tropis. Curah hujan yang
optimal berkisar 2000 - 4000 mm/tahun dengan 1 bulan kering, dengan suhu rata rata tahunan antara 25-27° C. Tanaman pisang tumbuh pada daerah dengan curah
hujan 1500-2000 mm/tahun atau 4000-5000 mm/tahun dengan suhu rata-rata
tahunan 22-25° C atau 27-300° C (Puslittan, 1983). Curah hujan yang merata
sepanjang tahun paling baik bagi pertumbuhan tanaman pisang. Kekeringan dapat
mengurangi kualitas buah yang dihasilkan (Sys, 1993).
Klasifikasi botani tanaman pisang adalah
Kingdom
:
Plantae
Divisi
:
Magnoliophyta
Kelas
:
Liliopsida
Ordo
:
Musales
Keluarga
:
Musaceae
Genus
:
Musa
Spesies
:
M. acuminata
M. balbisiana
Asal Usul Tanaman Pisang di Indonesia
Tanaman pisang adalah tumbuhan asli Indonesia, ini bisa dibuktikan
dengan banyak jenis pisang di seluruh Indonesia.
Selain tumbuhan asli dari Indonesia, di Indonesia di tanam juga pisang
dari luar negri seperti pisang Manila (Manila Henep) dan pisang Madagaskar yang
5
didatangkan dari Madagaskar (Afrika). Di Indonesia pisang Madagaskar
digunakan sebagai tanaman hias karena pelepahnya yang indah seperti bentuk
kipas.
Pisang Kalidoni yang terdapat di jawa tengah ialah sejenis pisang yang
dibawa oleh para mantan pekerja Indonesia dari New Calidonia (jajahan Prancis
di Pasific). Pisang ini bonggolnya dapat dimakan rasanya seperti ubi talas dan
buahnya enak dimakan. Pisang ini juga terdapat di kepulauan Loyalty di Pasific.
Sejak dulu nenek moyang kitan mengenal pisang dengan baik dan menggunakan
nya sebagai kebutuhan sehari-hari. Antara lain:
a. Diwaktu membangun rumah dan sekerjaan nya sudah pada taraf “naik
kap” biasa di atas wuwungan rumahnya digantung setandan buah pisang
b. Untuk landasan (bantal) memandikan mayat biasanya digunakan batang
atau pohon pisang
c. Pada upacara perkawinan, pohon pisang sealu digunakan sebagai
pelengkap peralatan atau upacara dan sebagainya (kuwwanto,2007)
Jenis – Jenis Pisang
Jenis pisang dibagi menjadi menjadi 5:
1. Pisang yg dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var
Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya
pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan & mas.
2. Pisang yg dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma
typicaatau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka,
tanduk & kepok.
3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yg di Indonesia dimanfaatkan daunnya.
Misalnya pisang batu & klutuk.
4. Pisang yg diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca)
5. Pisang yang hanya dijadikan tanaman hias. Misalnya pisang kipas
6
Banyak jenis tanaman pisang di Indonesia yang telah dibudidayakan oleh
masyarakat. Akan tetapi tidak semua jenis pisang memiliki nilai komersial yang
tinggi terutama untuk tujuan ekspor. Ada beberapa varietas tanaman pisang yang
hanya ditanam untuk tujuan kesenagan saja, ditanam sebagai penghias taman.
Jenis pisang hias ini antara lain pisang kipas serta pisang-pisangan yang tumbuh
kerdil dan berumpun serta memiliki bunga yang sangat menarik dengan bentuk
dan warna yang beragam (Banbang cahyono,2009)
Gambar 2. Tanaman pisang hias
7
Jenis pisang lain adalah pisang serat atau yang lebih dikenal dengan pisang
manila atau abaca. Jenis pisang asli Filipina ini hanya bisa dimanfaatkan untuk
keperlun bahan tekstil dan buahnya tidak dapat dimakan. Pada umumnya serat
yang dihasilkan tanaman pisang manila lebih banyak digunakan sebagai bahan
untuk pembuatan tali perangkat kapal laut, senar gitar serta serat dari tanaman ini
digunakan menjadi bahan untuk membuat pakaian tradisional Filipina (Bambang
cahyono,2009).
Gambar 3. Tanaman Pisang abaka
Sementara, jenis pisang yang lain adalah pisang yang termasuk dalam
jajaran buh komersil yaitu jenis pisang buah yang sangat disukai oleh masyarakat
karena keistimewaan rasa dan aroma buahnya.
Jenis-jenis pisang buah antara lain :
1. Pisang ambon
Pisang ambon lumut
Pisang ambon kuning
2. Pisang raja
Pisang raja seleh/ pisang susu
Pisang raja bulu
3. Pisang tanduk
8
4. Pisang mas
5. Pisang barangan
6. Pisang kepok
Pisang kepok putih
Pisang kepok kuning
7. Dll
(Bambang Cahyono,2009)
Diperkirakan di Indonesia terdapat 80 jenis pisang lagi, dan setiap jenis
terbagi atas beberapa macam lagi (Kuswanto, 2007).
Manfaat pisang
Pada umumnya tanaman pisang adalah tanaman serba guna karena hampir
semua bagiannya berguna bagi manusia, anatara lain :
a. Batang pisang
Batang pisang sesungguhnya bukannya batang yang sejati, tetapi
merupakan batang yang semu. Batang pisang sebagian besar terdiri
dari lapisan-lapisan pelepah pisang yang membentuk dirinya
menjadi batang pisang. Disebelah dalam batang pisang terdapat
hati batang pisang yang lunak. Pelepah pisang yang muda dapat
digunakan senagai bahan pembungkus tembakau, pembungkus
gula aren. Batang pisang juga dimanfaatkan sebagai kendaraan
rakit untuk menyebrangi sungai, batang disusun dan diikat untuk
bisa mengapung di atas air.
9
b. Bonggol pisang
Bonggol dapat dimanfaatkan sebagai makanan manusia dan ternak.
Didedsa-desa yang belum terdapat kulkas, bonggol pisang jadi
alternatif untuk menyimpan obat suntik.
c. Ontong pisang
Bagian ontong yang sebelah ujungnya tak akan jadi buah lagi, dari
sisa ontong itu harus dipotong.
Sisa ontong iitu masih dapat digunakan sebagai bahan sayur mayur
lalapan matang, gado-gado, pecel dsb.
d. Daun pisang
Daun pisang yang sangat muda dapat digunakan sebagai sayur dan
obat-obatan, sebagai bungkus makanan, daun pisang yang agak tua
dapat juga menjadi pakan ternak selain jadi pembungkus maanan.
e. Buah pisang
-
Buah pisang yang mud dapat digunakan sebagai bahan
makanan manusia dan ternak
-
Buah pisang yang agak tua dapat digunakan sebagai bahan
keripik atau tepung pisang
-
Buah pisang yang tua dapat digunakan untu berbagai macam
keperluan, antara lain:
a. Untuk bahan tepung pisang
b. Untuk bahan keripik pisang
c. Dibiarkan sam[ai matang dan dimakan sebagai makanan
buah
10
d. Untuk pembuat sale
f. Kulit pisang
Selain untuk pakan ternak, kulit pisang juga dapaat dijadian sebagai
bahan campuran cream anti nyamuk. Kulit buah juga dapat di
ekstrak untuk dibuat pectin. Bagian dalam kulit pisang matang
yang dikerok dan dihancuran dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku pembuatan nata pisang. Sementara tepung kulit pisang yang
dicampur dengan ampas tahu dapat digunakan sebagai pakan ayam
buras untuk meningkatkan pertumbuhannya.
(kuswanto,2007)
Nilai gizi buah pisang
Buah pisang sangat banyak manfaatnya antara lain buah pisang sangat
berkhasiat sebagai obat penyembuh penderita anemia karena dengan konsumsi
buah pisang dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah. Kandungan
kalium pada buah pisang juga dapat mengurangi tekanan stress menurunkan
tekanan darah, menghindari penyumbatan darah, mencegah stroke, menghindari
kepikunan, sementara serat buah pisang bermanfaat membantu orang yang sedang
diet, perokok yang ingin berhenti merokok, mengontrol suhu badan, meneralkan
asam lambung, dan lain sebagainya (Astuti sulilo, 1989).
Buah pisang memiliki kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan
energi yang cukup tinggi dibandingkan buah yang lain, pisang kaya akan mineral
seperti kalium, magnesium. Besi, fosfor dan kalsium, mengandung B, B6 dan C,
serta mengandung serotonin yang aktif sebagai neutransmitter untuk kelancaran
fungsi otak. Bila dibandingkan dengan buah apel nilai energi pisang bernilai lebih
11
tinggi, yakni 136 kalori per 100 g, sedangkan apel hanya 54 kalori per 100 g.
Karbohidrat pada pisang mampu menyuplai energi lebih cepat daripada nasi dan
biskuit sehingga para atlet olahraga banyak yang mengkonsumsi pisang saat jeda
untuk me recharge energi mereka (Djamal,1989).
Nilai izi beberapa varietas pisang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Nilai gizi beberapa varietas pisang diindonesia
Sumber : Direktori Gizi, 1977
Varietas pisang
Kalori (kalori)
karbohidrat
Vitamin (SI)
Air (%)
Ambon
99
25,80
140
72
Angleng
68
17,20
76
80,30
Lampung
99
25,60
61,80
72,10
Raja
120
33,60
79
4,20
Raja sere
118
31,80
950
65,80
Raja uli
146
31,10
112
67
mas
127
38,20
75
59,10
Tabel 2. Kandungan Gizi buah pisang/ 100 g
Kandungan Gizi
Kalori
Karbohidrat
Gula
Serat
Jumlah
90 kkal
-
23,84 g
-
12,23 g
-
2,26 g
-
12
Lemak
Protein
Vitamin A
Tilamin (Vit B1)
Riboflavin (Vit B2)
Niasin (Vit B3)
Asam fantothanik (Vit B5)
Vitamin (Vit B6)
Folat (vit B 9)
Kalsium
Besi
Vitamin c
Magnesium
Posfor
Potasium
seng
0,33 g
-
1,09 g
-
3 µg
0%
0,031 mg
2%
0,073 mg
5%
0,665 mg
4%
0,334 mg
7%
0,367 mg
28%
20 g
5%
8,7 mg
15 %
5 mg
1%
0,26 mg
2%
27 mg
7%
22 mg
3%
358 mg
8%
0,15 mg
1%
Sumber :USDA Nutrient Data Base,2007
Standar mutu Pisang.
Standar mutu pisang dapat di lihat berdasarkan beberapa parmeter antara
lain dapat dilihat dari keutuhan pisang, kekenyalan pisang, pisang harus segar dan
tidak berbau busukatau rusak, pisang harus bersih dan bebas dari benda asing,
bebas dari benturan dan memar akibat goresan, bebas dari hama dan penyakit
yang mempengaruhi penampilan umum buah, bila dalam bentuk sisiran tidak ada
buah dempet dan harus bebas dari cendawan dan kering, pistil (bekas putik bunga)
sudah lepas, bentuk buah sempurna sesuai dengan karakter jenis buah., bebas dari
13
kerusakan akibat temperature rendah, bebas dari kerusakan akibat kelembaban,
bebas dari aroma dan rasa asing (Direktori gizi 1977).
Upaya peningkatan mutu produk untuk memastikan kualitas produk yang
dihasilkan hingga sampai pada konsumen.Standar mutu produk yang dihasilkan
harus ditetapkan untuk menyamaratakan kualitas produk yang dihasilkan
sehingga, dapat menjembatani kepentingan berbagai pihak dalam rantai agribisnis
yang terlibat baik pasar domestik maupun internasional (Poewarto, 2004).
Panen
Penentuan Buah untuk Dipanen
Beberapa tanda atau ciri sering digunakan sebagai kriteria untuk
memutuskan buah pisang dapat dipanen. Petani seringkali menentukan
berdasarkan pengalaman dengan ciri-ciri fisik pada buah, meliputi bentuk buah,
ukuran, dan warna kulit buahnya. Untuk memastikan ketuaan panen yang tepat
juga perlu didukung analisis komponen penting sebagai penentu seperti kadar
padatan terlarut total, kadar pati, dan kadar asamnya. Namun, analisis kimiawi
harus mengambil buah dan menghancurkannya, oleh kerena itu analisis dilakukan
sebagai pengendali mutu buah dan diambil pada beberapa contoh saja. Cara
lainnya adalah melalui umur buah yang umumnya pada buah pisang ditentukan
sejak bunga mekar. Cara ini dikenal dengan cara fisiologis, yang mudah
dilakukan. Pada perkebunan besar, petugas pemanen selalu memberi tanda pada
bunga pisang yang mekar dengan warna-warna yang berbeda, dan berdasarkan
varietas pisangnya yang telah diketahui sebelumnya berapa umur panen yang
tepat, maka pada umur tertentu tersebut dapat dilakukan panen.
Tingkat ketuaan buah merupakan faktor penting pada mutu buah
14
pisang.Buah yang dipanen kurang tua, meskipun dapat matang, namun
kualitasnya kurang baik karena rasa dan aromanya tidak berkembang baik.
Sebaliknya bila buah dipanen terlalu tua, rasa manis dan aroma buah kuat, tetapi
memiliki masa segar yang pendek. Oleh karena itu tingkat ketuaan panen sangat
erat kaitannya dengan jangkauan pemasaran dan tujuan penggunaan buah
(Muhajir dan Sanuki, 1998).
1.Cara Panen
Setelah buah yang akan dipanen ditentukan tingkat ketuaannya dan sudah
memenuhi syarat, maka batang pohon dipotong pada posisi ketinggian sekitar 1
meter, kemudian dipotong setengah diameter batangnya dan pohon direbahkan.
Tandan pisang dipotong setelah pohon rebah, dan dijaga agar buah pisang tidak
terkena getah. Untuk menjaga agar tandan buah pisang tidak kontak dengan
tanah, maka di perkebunan besar biasanya panen ditangani oleh dua orang, satu
orang memotong tandan dan orang lainnya langsung menerima dan
memanggulnya untuk menggantungkan tandan tersebut pada kabel-kabel yang
telah diinstalasi di perkebunan, terhubung ke bangsal pengemasan.Melalui kabel
tersebut buah pisang sampai ke bangsal pengemasan untuk penanganan
selanjutnya.
Petani melakukan panen pisang dengan memotong tandan dan kemudian
diletakkan di tempat pengumpulan. Disarankan untuk meletakkan tandan pisang
pada tempat yang teduh, tidak terkena sengatan matahari, dan buah pisang tidak
menyentuh tanah.Secara sederhana dapat digunakan alas daun pisang
kering.Tandan harus diposisikan sedemikian rupa, sehingga buah pisang tidak
terkena getah yang keluar dari bekas tandan yang dipotong. Setelah terkumpul
15
beberapa tandan, biasanya petani membawa dengan menggunakan pikulan ke
rumah atau langsung menjualnya kepada pedagang pengumpul(Muhajir dan
Sanuki, 1998).
2. Pengumpulan dan Pengangkutan
Penanganan buah pisang oleh petani maupun pedagang pengumpul masih
sederhana. Untuk mempertahankan mutu buah pisang setelah panen, maka
penanganan yang baik harus dilakukan sejak panen.Buah setelah panen
dikumpulkan di tempat yang teduh, terlindung dari panas. Umumnya para
pedagang pengumpul memiliki ruangan di depan atau di samping rumahnya
untuk menampung buah pisang. Tandan buah pisang diletakkan berjajar, tidak
bertumpuk, dan harus dihindari penetesan getah dari tangkai yang menodai buah
pisang, karena penampilan buah menjadi kotor.
Buah pisang di Indonesia diperdagangkan dalam bentuk tandan, sisir atau
satu gandeng terdiri dua buah. Umumnya, buah pisang dari sentra produksi
diangkut masih dalam bentuk tandan dan keadaannya masih mentah.
Pengangkutan dilakukan menggunakan truk atau mobil dengan bak pengangkut
(pick up) dengan menumpuk tandan pisang hingga bak tersebut penuh, kemudian
menutupnya dengan terpal atau kain penutup lainnya atau tanpa penutup sama
sekali. Kondisi ini dapat mengakibatkan tingkat kerusakan yang tinggi. Pisang
yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi mendapat perlakuan yang lebih baik,
dengan membungkus tandan pisang menggunakan daun pisang kering yang
dililitkan dari sisir terbawah ke sisir paling atas sehingga menutup sempurna
seluruh bagian. Cara tersebut umumnya diterapkan untuk buah pisang dalam
tandan yang sudah matang atau mengalami pemeraman terlebih dahulu (Muhajir
16
dan Sanuki, 1998).
Di perkebunan besar, tandan buah pisang dari kebun diangkut
menggunakan kabel atau fasilitas lainnya menuju bangsal pengemasan. Bangsal
pengemasan merupakan bangunan yang dilengkapi dengan fasilitas berupa
perlengkapan pemotongan sisir, bak pencucian, meja-meja sortasi, penimbangan,
perlakuan pengendalian hama dan penyakit pascapanen, dan fasilitas pengemasan.
Untuk buah pisang yang mengalami pembrongsongan, tandan diangkut
bersama dengan plastik pembungkusnya, yang kemudian dilepaskan.Ternyata
pembrongsongan dengan kantong plastik warna biru bermanfaat mengurangi scab
akibat serangan serangga dan memberikan penampilan buah yang baik dan mulus
serta tidak memengaruhi rasa buah pisang (Muhajir dan Sanuki, 1998).
3. Pemotongan sisir dan pencucian
Untuk menjaga kualitas buah pisang, cara terbaik dalam pengiriman buah
adalah dalam bentuk sisir yang dikemas dalam peti karton atau peti plastik yang
bisa digunakan ulang. Pekerjaan pemotongan sisir dilakukan oleh pekerja di
bangsal pengemasan menggunakan pisau khusus (dehander). Biasanya pada saat
dipotong, tiap sisir akan mengeluarkan getah. Untuk membekukan getah dan
sekaligus membersihkan debu dan kotoran yang melekat pada permukaan buah,
sisir-sisir pisang segera dimasukkan dalam bak berisi air. Jika satu sisir pisang
berukuran besar dan berisi banyak, maka perlu dipotong lagi atau dalam bentuk
klaster, agar lebih mudah penanganannya saat pengemasan. Air dalam bak harus
sering diganti. Jika tidak, dapat merupakan sumber inokulum yang kemudian
menginfeksi bagian crown dan menyebabkan busuk yang dikenal dengan crown
rot yang dapat menjalar ke buah pisang. Untuk mencegahnya, dalam air pencucian
17
dapat ditambahkan chlorin, berupa natrium hipochlorit 75-125 ppm untuk
membunuh spora Fusarium, Cholletotrichum, dan Botryodiplodia serta fungi lain
yang sering menyerang crownpisang. Buah kemudian ditiriskan.Perlakuan
pengendalian penyakit pascapanen menggunakan fungisida dapat dilakukan
setelah pencucian, baik melalui perendaman atau penyemprotan (Muhajir dan
Sanuki, 1998).
4. Penyakit pascapanen yang menyerang buah pisang
Kualitas buah pisang di Indonesia kadang kurang baik, yang disebabkan
oleh panen tidak tepat waktu (ketuaan tidak memenuhi syarat), kurangnya
perawatan tanaman dan buruknya penanganan di kebun dan selama pengangkutan
yang mengakibatkan kerusakan mekanis dan memberi peluang infeksi
mikroorganisme penyebab busuk pascapanen lebih besar.Selain mikroorganisme
yang masuk ke dalam buah melalui luka, serangan busuk buah juga sudah dimulai
penetrasinya sejak buah masih di pohon. Mikroorganisme yang telah melakukan
penetrasi tersebut adalah Colletotrichum sp, yang kemudian berada dalam
keadaan laten, dan spora berkecambah saat buah menjadi matang. Pada umumnya
busuk pada pisang di Indonesia adalah antraknos, tip rot, dan crown rot
(Muhajir dan Sanuki, 1998).
Tabel 3.Serangan busuk pascapanen pada buah pisang
No
Kultur pisang
Jenis
kerusakan/ Intensitas
busuk
1
Pisang Raja Sere
Antraknos
Tip rot
Crown rot
Stem-end rot
Penyebab
serangan
57%
13 %
10 %
20%
Colletotrichium sp
Botryodiplodia sp
Collecttotrichium sp
Botryodiplodia sp
Colletrotrichium sp
18
Botryodiplodia sp
2
Pisang Emas
Antraknos
Tip rot
Crown rot
Stem-end rot
46%
20%
20%
24%
Sama dengan pada
pisang Raja Sere
3
Pisang Lampung
Antraknos
Tip rot
Crown rot
Stem-end rot
15%
40%
10%
35%
Sama dengan pada
pisang Raja Sere
Sumber : Murtiningsih, et al., 1991
Antraknos pada pisang menyerang permukaan buah, pada awalnya berupa
bintik-bintik coklat, kemudian makin melebar, cekung, kemudian muncul spora
berwarna merah bata di tengah noda tersebut. Semakin lama bintik-bintik tersebut
saling menyambung dan penampilan buah menjadi buruk. Antraknos muncul
setelah buah matang kemudian menyebar dengan cepat, dan dalam 2-3 hari
permukaan kulit buah telah rusak. Antraknos disebabkan oleh infeksi laten
Colletotrichum sp yang telah menginfeksi buah sejak di kebun.
Serangan crown rot pada buah pisang Raja Bulu dipengaruhi oleh cara
penanganan buah, lokasi dan tempat pemasarannya. Buah yang diambil langsung
dari kebun, kemudian mendapat perlakuan hati-hati dan bersih, pada bagian crown
hanya terserang oleh Colletotrichum sp dan Rhizopus sp. Selanjutnya, mulai dari
pedagang pengumpul, pasar tradisional dan pasar swalayan mengalami
penambahan mikroorganisme perusaknya. yaitu terdapat Botryodiplodia sp,
Fusarium sp. dan Penicillium sp. (Murtiningsih, et al., 1995).
Hal ini memperlihatkan bahwa, buah pisang yang mendapat perlakuan
hati-hati dan terjaga kebersihannya selama penanganan dapat mencegah infeksi
mikroorganisme. Busuk pada crown banyak terjadi pada buah pisang yang
19
ditransportasikan dalam bentuk sisiran, karena infeksi lebih mudah berlangsung
dan umumnya buah tidak mendapatkan perlakuan pencegahan terhadap infeksi.
Infeksi yang masuk melalui crown dapat menjalar sampai pangkal buah, bahkan
seluruh buah hingga menyebabkan buah rontok (Murtiningsih, et al., 1995).
5. Cara mengatasi serangan penyakit pascapanen
Untuk mengendalikan busuk yang disebabkan serangan penyakit
pascapanen dapat digunakan salah satu dari beberapa fungisida atau tanpa bahan
kimia yaitu menggunakan pencelupan dengan air panas. Jika tidak ingin
menggunakan fungisida, maka perlakuan dengan air panas sudah dapat membantu
mengurangi dan menunda serangan busuk pada buah pisang. Pengendalian busuk
pada pisang Raja Sere, Emas dan Lampung telah dilakukan penelitiannya
menggunakan beberapa perlakuan yaitu benomil 500 ppm, zineb 1000 ppm,
mankozeb 1000 ppm, dan perlakuan perendaman dalam air panas 55oC selama 2
menit. Hasilnya memperlihatkan bahwa, benomil dan perlakuan air panas dapat
menunda serangan penyakit pascapanen pada tiga kultivar pisang tersebut. Pada
pisang Raja Sere yang mendapat perlakuan benomil mulai terserang setelah 11,4
HSP (HSP=hari setelah perlakuan) sementara perlakuan air panas memberikan
gejala awal serangan setelah 11 HSP dengan buah tanpa perlakuan mulai terserang
pada 8 HSP. Buah mulai matang pada 7,4 HSP. Pada pisang Emas dan pisang
Lampung gejala awal serangan muncul lebih awal, dibandingkan dengan kontrol,
hanya benomil yang efektif hingga 9,8 HSP (Emas) dan 8,6 HSP untuk pisang
Lampung (Murtiningsih, et al., 1991).
Kutipan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, buah pisang yang
tidak mendapat perlakuan fungisida atau air panas, saat buah menjadi matang
20
sudah mulai terdapat bintik-bintik serangan penyakit pascapanen pada permukaan
buahnya, namun, jika buah mendapat perlakuan, awal serangan baru mulai paling
cepat 3 hari setelah buah matang. Hal ini berarti, ketika buah dalam pemajangan/
pemasaran hingga sampai konsumen dalam keadaan mulus. Untuk mengatasi
serangan busuk pada crown, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain
pencelupan dalam air panas, pelapisan lilin+benomil, dan pengolesan dengan
kapur sirih. Ternyata, yang paling mudah dan murah namun cukup efektif adalah
pengolesan dengan kapur sirih pada crown.
Gejala serangan pada crown muncul setelah 11,62 HSP, sementara pada
kontrol, gejala muncul pada 4,50 HSP. Buah mulai matang setelah 10,50 HSP dan
terserang pada 11,57 HSP. Jika digunakan perlakuan pelapisan lilin yang
mengandung benomil, gejala serangan pada crown baru muncul setelah 13 HSP.
Penggunaan fungisida prochloraz 0,55 ml/liter juga sudah diteliti, dapat menunda
munculnya serangan penyakit pascapanen sampai 5 hari dibandingkan perlakuan
kontrol yang membutuhkan waktu 10-11 hari pada suhu kamar (Suyanti dan
Sabari, 1988). Hanya saja prochloraz merupakan fungisida yang tidak beredar di
Indonesia.
Pengemasan
Pengemasan buah pisang ditujukan untuk melindungi buah dari kerusakan
mekanis dan memudahkan penanganan selama pengangkutan untuk distribusi dan
pemasaran. Beberapa persyaratan kemasan yaitu: kemasan harus mampu
melindungi isi terhadap kerusakan selama distribusi dan mampu mempertahankan
bentuk dan kekuatan kemasan meski terkena kelembaban dan ditumpuk selama
waktu penggunaannya. Kemasan yang baik juga mampu mengeluarkan panas dan
21
uap air yang dihasilkan oleh buah pisang yang tetap melakukan respirasi
(Murtiningsih, et al., 1995).
Untuk kemasan buah pisang, terdapat bermacam-macam bentuk, ukuran,
dan bahan kemasan.Paling sederhana dan masih banyak digunakan adalah
keranjang terbuat dari anyaman bambu, kotak dari kayu, dan kotak dari
karton.Untuk kemasan karton biasanya digunakan oleh perusahaan atau swasta
yang memiliki perkebunan buah pisang (Murtiningsih, et al., 1995).
Apapun kemasan yang digunakan, terdapat beberapa hal penting yang
harus mendapat perhatian, pertama, kemasan harus mampu memberikan
perlindungan pada buah pisang dari kerusakan seperti luka, tertusuk, dan
memar.Memar pada buah pisang yang sering terjadi selama penanganan dan
distribusi dapat merupakan kerusakan yang merugikan.Memar mengakibatkan
rusak pada kulit dan daging buah yang sangat nampak ketika buah telah matang
(Murtiningsih, et al., 1995).
Berikut beberapa penyebab memar:
a. Memar karena benturan.
Terjadi karena terbentur akibat dijatuhkan pada permukaan yang
lebih keras, misalnya buah pisang yang dilemparkan saat pemuatan dalam
kemasan, atau buah pisang yang telah berada dalam kemasan jatuh atau
dilemparkan saat memuat dalam angkutan.Untuk mengurangi kerusakan
tersebut, dapat digunakan lapisan atau bantalan pada dasar kemasan dan
penanganan yang lebih hati-hati.
b. Memar akibat tekanan.
Buah pisang dalam kemasan dapat mengalami kerusakan jika
22
kemasan tidak kuat menahan tumpukan dari kemasan di atasnya.Memar
akibat tekanan juga dapat terjadi akibat tumpukan antar buah pisang dalam
kemasan.Buah pada bagian bawah tertekan pisang yang berada di atasnya
jika tanpa disusun dengan baik dan diberi lapisan penyekat.
c. Memar akibat gesekan.
Kerusakan ini dapat dihindari bila penyusunan buah pisang dalam
kemasan rapat dan tidak memungkinkan buah bergerak. Contoh kerusakan
buah pisang yang terlihat setelah buah matang adalah: ujung buah
menekan dan melukai buah lainnya, buah pecah, dan buah memar karena
tekanan terlihat setelah buah matang adalah: ujung buah menekan dan
melukai buah lainnya, buah pecah, dan buah memar karena tekanan.
Gambar 4.Kerusakan akibat memar dan tekanan dalam kemasan
(a) Memar akibat tekanan oleh ujung buah pisang yang berada di
atasnya.
(b)Tekanan menyebabkan buah pecah dan kulit terbuka
23
(c) Posisi ujung jari pisang yang dapat menekan jari pisang di
bawahnya bila tidak diberi pelapis.
Kemasan yang digunakan cukup memiliki ventilasi atau lubang-lubang
untuk membuang panas yang dihasilkan oleh buah pisang.Panas tidak boleh
terakumulasi di sekeliling buah yang dapat menstimulasi respirasi yang lebih
cepat.Umumnya, kemasan dengan ventilasi sekitar 5% sudah mencukupi.
Kemasan harus mampu menekan kehilangan air yang berarti juga susut bobot dan
penampilan buah seperti layu atau kurang segar. Untuk mengatasi susut bobot
tersebut, dapat digunakan lembaran plastik polietilen tipis yang diberi lubang/
perforasi untuk membungkus seluruh buah pisang sebelum dimuat dalam kotak
karton berkorugasi.
7. Pemeraman
Buah pisang sampai tempat tujuan pengiriman diharapkan masih dalam
keadaan
hijau.Pemeraman
dikerjakan
oleh
pedagang
di
pasar-pasar
tujuan.Pemeraman pada lingkungan suhu sejuk dapat menghasilkan pisang
matang dengan penampilan kulit buah kuning, namun daging buah masih keras.
Teknik Pematangan Buah
Buah pisang yang telah matang sangat mudah dikenali melalui perubahan
warna kulitnya, oleh karena itu indeks warna kulit menjadi penting, dan
digunakan sebagai penanda tingkat kematangan buah pisang.
Pisang merupakan jenis buah-buahan yang tergolong sebagai buah
klimakterik, sehingga setelah dipanen masih melangsungkan proses fisiologi
dengan menghasilkan etilen dan karbon dioksida dalam jumlah yang meningkat
drastis, serta terjadi proses pematangan buah (Wills et al., 1999). Diketahui bahwa
24
hormon yang berpengaruh terhadap proses pematangan adalah etilen. Beberapa
daun tanaman menghasilkan etilen sehingga sering digunakan sebagai pemacu
pematangan.
Tabel 4.Kematangan buah pisang berdasar indeks warna kulit
25
Buah pisang dapat dipanen tua sebelum matang kemudian dilakukan
pemeraman untuk mendapatkan buah matang.Pemeraman setidaknya dilakukan
sampai buah memiliki indeks warna 3, dimana kondisi buah sudah mulai
menguning namun tekstur masih keras dan tahan untuk dikirimkan ke tempat
pemasaran. Stimulasi pematangan sering dilakukan dengan menggunakan gas
etilen, gas karbit atau ethrel. Jika menggunakan gas etilen dengan waktu kontak
cukup 24 jam. Kesempurnaan hasil pemeraman dipengaruhi oleh dosis bahan
pemacu pematangan, suhu, kelembaban dan sirkulasi udara. Proses pematangan
yang berjalan sempurna (suhu sejuk, kelembaban tinggi, ventilasi udara di tempat
pemeraman baik, dosis bahan pemacu pematangan tepat) menghasilkan warna
kulit buah pisang kuning merata, rasa buah manis, aroma kuat dan tidak mudah
rontok. Proses pematangan tersebut terjadi pemecahan khlorofil, pati, pektin, dan
tanin yang diikuti dengan pembentukan senyawa etilen, pigmen, flavor, energi dan
polipeptida (Pantastico, 1975). Senyawa etilen inilah yang merupakan hormon
yang aktif dalam proses pematangan buah (Murtiningsih, et al., 1995).
Cara pemeraman sederhana dilakukan dengan menempatkan buah pisang
26
di dalam tanah, selanjutnya dilakukan pengasapan dari bahan pertanian, misalnya
daun kelapa, sabut kelapa yang dikenal dengan cara pengomposan. Disamping itu,
yang juga banyak dilakukan pedagang pisang, yakni menggunakan peti kayu yang
dilapisi kertas semen, kemudian ditambahkan karbit, dan selanjutnya ditutup
menggunakan kertas bekas pembungkus semen.
1. Pemeraman dengan daun tanaman
Petani memiliki cara pemeraman buah dengan menutup buah dengan daun
dari beberapa jenis tumbuhan. Beberapa daun yang memiliki kemampuan
merangsang pematangan buah adalah daun gamal atau Gliricidia sapium dan
Albizzia fulcata (Murtiningsih, et al., 1993). Jika akan menggunakan daun
tersebut, perlu dipetik satu hari sebelumnya, karena pada saat tersebut produksi
etilen tertinggi dengan periode waktu yang lama (24-48 jam), masing masing
0,73-0,89 ppm pada daun Albizzia dan 0,20-0,24 ppm pada Gliricidia
(Murtiningsih, et al., 1993).
Penggunaan daun gamal (Gliricidia sapium), guna mempercepat
kematangan buah pisang Raja Sere dan Emas yang dilakukan Yulianingsih dan
Dasuki (1989), menyatakan bahwa daun gamal muda menghasilkan etilen cukup
banyak dibandingkan daun tua, penggunaan daun sejumlah 20-40% dari berat
buah yang diperam dengan lama pemeraman 24-48 jam dapat mempercepat
pematangan sekitar 2-4 hari (diperam: matang dalam 3-4 hari, tanpa diperam:
matang antara 6-7 hari). Pematangan yang lebih cepat tersebut ditunjukkan oleh
perubahan warna kulit dari hijau menjadi kuning, perubahan tingkat kekerasan,
penurunan kadar pati dan peningkatan kandungan gula. Perubahan tersebut tidak
signifikan antara penggunaan daun sebanyak 20 dan 40% untuk pemeraman buah
27
pisang Raja Sere dan pisang Emas. Berdasarkan uraian di atas, pemeraman
menggunakan daun, cukup dengan menggunakan 10% dari berat buah
pisangnya.Daun dapat diletakkan sebagai bantalan pada dasar kemasan buah,
kemudian diletakkan pisang, daun, dan pisang secara berselang-seling, kemudian
ditutup dan dibiarkan 36 jam.Setelah waktu tersebut, buah dapat dikeluarkan dan
dibiarkan matang sempurna.Penggunaan jumlah daun yang semakin banyak
makin cepat buah menjadi matang dan akibatnya buah juga cepat rontok.Karena
buah terpacu cepat matang, maka respirasi berjalan cepat, karbohidrat yang
dirombak juga banyak dan menghasilkan air dan gas karbondioksida sehingga
menyebabkan susut bobotnya cukup besar.
Hal yang terjadi pada komposisi buah adalah penurunan kandungan
vitamin C seiring dengan kenaikan dosis daun. Pada penggunaan daun 40% dari
berat buah mengakibatkan susut bobot hingga 16,8% (Murtiningsih, et al, 1993).
Pemeraman menggunakan daun dapat dilakukan bersamaan waktunya dengan
pengiriman buah, dan sesampainya di tempat tujuan (tidak lebih dari 36 jam) buah
dapat dikeluarkan dari kemasan dan dibiarkan selama satu hari kemudian dapat
dipasarkan dan dikonsumsi.
2. Pemeraman dengan ethrel
Ethrel atau ethepon adalah suatu larutan yang mengandung bahan aktif 2
chloro ethyl phosponic acid yang dapat menghasilkan etilen secara langsung pada
jaringan tanaman. Dengan timbulnya etilen maka kematangan buah dapat
dipercepat. Penggunaan ethrel (500, 1000, dan 1500) ppm, mempercepat buah
pisang menjadi matang pada hari ke-4, sedangkan kontrol menjadi matang pada
hari ke-10. Semakin tinggi konsentrasi ethrel yang digunakan perubahan warna
28
dan pelunakan buah semakin cepat, dan pemacuan tersebut mempercepat
penurunan kadar pati diiringi dengan peningkatan kadar gula dan kadar asamnya.
Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa penggunaan ethrel dapat
menyeragamkan kematangan pada pisang Raja Sere yang seringkali tidak merata.
Dalam penerapannya, buah dicelup dalam larutan ethrel 1000 ppm selama 30
detik (1 ml dalam 1 liter air bersih), dan menjadi matang penuh dalam waktu 3-4
hari (Murtiningsih, et al., 1995).
3. Pemeraman dengan kalsium karbida
Para pedagang pengumpul sering menggunakan batu karbit atau kalsium
karbida untuk mempercepat pematangan buah pisang, karena mudah diperoleh,
murah dan praktis. Caranya, batu karbit sebanyak 0,05% dari berat buah pisang,
dibungkus dengan kertas koran dan dipercikkan air. Karbit kemudian diletakkan
pada bagian bawah kemasan, kemudian diletakkan buah pisang dan ditutup rapat.
Kondisi demikian dibiarkan selama 36 jam dalam ruangan dengan sirkulasi udara
yang baik. Setelah waktu stimulasi tercapai, buah dikeluarkan dan diatur pada rakrak untuk memberi kesempatan matang sempurna. Salah satu keuntungan
pemeraman dengan kalsium karbida adalah dapat diterapkan bersamaan
pengemasan dan selama pengiriman yang tidak melebihi 36 jam. Sampai di
tempat tujuan, buah pisang dikeluarkan dari kemasan dan diangin-anginkan paling
tidak satu hari, baru dapat dipasarkan dan dikonsumsi. Namun, kelemahannya,
karena buah cepat matang maka buah pisang mudah rontok dan cepat rusak
ditandai dengan bintik-bintik coklat pada permukaan kulit
(Murtiningsih, et al., 1995).
29
4. Pemeraman dengan gas etilen atau asetilen
Pemeraman pisang dapat pula dilakukan menggunakan gas etilen atau
asetilen. Asetilen adalah gas yang sering digunakan untuk keperluan mengelas.
Penggunaan gas dalam pemeraman lebih baik dibanding dengan karbit.
Penggunaan gas lebih efektif bila buah yang diperam mengandung enzim
oksidase, karena gas berfungsi sebagai koenzim.Disamping itu, gas berfungsi
untuk mengubah warna kulit buah dari hijau menjadi kuning dan mempercepat
kematangan buah. Buah pisang dalam bentuk tandan atau sisir diatur di rak yang
diberi tutup plastik atau dalam ruang tertutup sehingga udara tidak dapat keluar.
Gas asetilen atau etilen dialirkan ke dalam ruangan, jumlahnya tergantung ruang
pemeraman yang digunakan.Untuk ruangan yang penuh, dianjurkan banyaknya
gas
yang
dialirkan
sebanyak
1/10
cuft
untuk
setiap
isi
1000
cuft
ruangan.Pemberian gas sebanyak satu kali sehari selama 2 hari berturut-turut.Gas
dialirkan perlahan-lahan melewati pipa dengan lubang kecil di bagian belakang.
Etilen dan gas asetilen tidak berwarna, agak berbau dan mudah terdeteksi
pada konsentrasi rendah, tidak beracun untuk manusia dan hewan selama
kepekatannya dibawah 1000 ppm (0,1%). Campuran udara dan gas etilen lebih
dari 27.000 ppm (2,7%) dapat meledak. Karena itu, harus diperhatikan benarbenar petunjuk penggunaannya. Bila gas etilen kurang mencukupi, maka
pematangan tidak merata dan warna kulit buah pucat dan ujung buah tetap
b
Lampiran 1.Flow Chart plaksanaan penelitian
Mulai
Merancang
b
k l
Menggambardan
menentukan dimensi alat
Memilih bahan
Mengukur
yang
digunakan
bahan
akan
Memotong bahan yang
digunakan sesuai dengan
gambar
Merangkai alat
Pengeboran
Menggerinda permukaan
k
Pengecatan
a
b
50
a
b
Pengujian alat
Layak?
Pengukuran
data
Analisis data
Selesai
51
Lampiran 2 PerhitunganSusut bobot
K1
Berat buah awal = 1.880 gr
Lama waktu pengeraman = 10 jam
Berat buah akhir = 1.720 gr
Susut bobot =
=
�� −��
��
x 100 %
1.880 �� −1.720 ��
1.880 ��
� 100 %
= 8,51 %
K2
Berat buah awal = 1.820 gr
Lama waktu pemeraman 10 jam
Berat buah akhir= 1.680 gr
Susut bobot =
=
�� −��
��
x 100 %
1.820 �� −1.680��
1.820 ��
� 100 %
= 7,69 %
K3
Berat buah awal = 1.900 gr
Lama waktu pemeraman 10 jam
Berat buah akhir= 1.750 gr
52
Susut bobot =
=
�� −��
��
x 100 %
1.900 �� −1.750��
1.900 ��
= 7,89 %
� 100 %
53
Lampiran 3.Persentase kerusakan
K1
Berat buah awal
= 1.880 gr
Berat buah rusak
= 140 gr
% Kerusakan
= 1.880 �� � 100 %
140 ��
= 7,45 %
K2
Berat buah awal
= 1.820 gr
Berat buah rusak
= 120 gr
% Kerusakan
= 1.820 �� � 100 %
120 ��
= 6,59 %
K3
Berat buah awal
= 1.900 gr
Berat buah rusak
= 120 gr
% Kerusakan
= 1.900 �� � 100 %
= 6,32 %
120 ��
54
Lampiran 4. Tabel Uji organoleptic
TabelUji organoleptik untuk tingkat Warna, Aroma dan rasa
Skala Hedonik
Sangat suka
Suka
Agak suka
Tidak suka
Skala Numerik (skor)
4
3
2
1
K1
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nama
Taufik Sitepu
Armin
Agra Izwan
Martin Marpaung
Agustami
Asri Bernitzky
Ahmad Yani
Dolly
Doni
Josafat Simanjuntak
Total
% Organoleptik
Warna
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
38
3,8
Suka
Aroma
4
4
5
4
3
4
4
4
4
5
42
4,2
Suka
Rasa
5
4
5
5
4
4
5
4
4
5
45
4,5
Suka
Nama
Yudi
Bobby
Made
Winda
Indah
Siti
Sejahtera
Jani
Safri
Reymond
Total
% Organoleptik
Warna
4
5
4
4
4
4
4
3
4
4
40
4,0
Suka
Aroma
4
4
4
4
3
4
5
4
5
4
41
4,1
Suka
Rasa
4
4
5
4
5
4
4
4
5
4
43
4,3
Suka
K2
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
55
K3
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nama
Iqbal
Jonathan
Zulhaji
Nico
Doni
Ridho
Made
Sejahtera
Dea
Fahmil
Total
% Organoleptik
Warna
4
3
3
4
4
4
5
4
4
4
39
3,9
Suka
Aroma
4
4
4
4
5
4
4
3
4
4
40
4,0
Suka
Rasa
5
4
4
5
4
4
5
4
4
4
43
4,3
Suka
56
Lampiran 5. Dokumentasi penelitian
Tabung Gas
57
Selang
Kran
58
Rak alumunium
Buah pisang yang akan dilakukan pengkarbitan
59
Buah setelah dipotong menjadi perbiji
Perlakuan K1 pemeraman jam ke 7
60
Perlakuan K2 pemeraman jam ke 7
Perlakuan K3 pemeraman jam ke 7
61
Buah hasil pengkarbitan perlakuan K1
Buah hasil pengkarbitan perlakuan K2
62
Buah hasil pengkarbitan perlakuan K3
Buah yang rusak perlakuan K1
63
Buah yang rusak hasil perlakuan K2
Buah yang rusak hasil perlakuan K3
64
65
66
67
DAFTAR PUSTAKA
Adyana, M. O. dan A. Suryana, 1996.Pengkajian dan Pengembagan Sistem SUP
Berorientasi Agribisnis.Manakala disampaikan pada Rakor Badan
Agribisnis. Bogor.
Broto, W., S. Prabawati, dan Soedibyo.1990.Kajian Pengaruh Konsentrasi Aselin
Terhadap Efektifitas Degreening. Penelitian Hortikultura. 4(1):76-85.
Efendi, R., 2007. Pengaruh dosis dan lama pemeraman dengan karbid (kalsium
karbida) dalam proses degreening. Jurnal Pasca Panen, VI (2) : 22-27.
Girisonto, 1975. Bertanam Pohon Buah-buahan 1. Kanisius, Yogyakarta.
Hadiwiyoto, S, dan Soehardi., 1981. Penanganan Lepas Panen 2. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Hadiwiyoto, S., 1980. Penaganan Lepas Panen 1. Departemen pendidikan dan
kebudayaan, Jakarta.
Handoko, et al., 2000.Pengantar Produksi Tanaman dan Renangan Pasca Panen.
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hendro, S, 1990. Teknik Memanen Buah Pisang Agar Berkualitas Baik. Sinar
Baru, Bandung.
Kader, A. A. 199. Fruit Maturity, Ripening, and Quality Relationship.Departemen
of
Phonology-University
of
California.
Davis.
http://ucce.ucdavis.edu[14 Sepetember 2013].
Kalie, M. B., 1997. Mengatasi Buah Rontok, Busuk, dan Berulat. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Khumaidi, M., 1994. Gizi Masyarakat. PT BPK Gunung Mulia, Jakarta.
Napitupulu, B., S. Simatupang, B. Karo-karo, A. Simanjuntak dan S. Sembiring.
1990. Pengaruh Penggunaan Ethre terhadap Mutu Jeruk Siem Madu
Berastagi Selama Penyimpanan. Buletin Pascapanen Hortikultura.
1(3):7–12
Patnaik, P. 2003. Handbook of Anorganik Chemical Compounds. Mc Grow-Hill.
USA
Roedyarto, 1997. Budi Daya Pepaya. Trubus Agrisana, Surabaya.
Simbolon, S. T., 2008. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Pust Pengembangan Teknologi Pangan. IPB-Press, Bogor.
47
48
Sovica,
F.Cara
Membeddakan
Karbitan.www.budidayapisang.co.id.[diakses
November 2015].
Pisang
Hasil
pada
tanggal
12
Sutopo, H. H. 2011. Budidaya Pepaya dengan Bibit Kultur Jaringan. Penebar
Swadaya, Jakarta.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukanpada bulan Oktober 2015 di Laboratorium
Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan dan Alat
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah buah pisang, karbit, larutan
ben late dan air. Adapun alat-alat yang digunakan yaitu, tabung asetilen, wadah
kaleng,timbangan, ember, kamera,stopwatch, komputer, alat tulis, dan kalkulator.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pisang yang
masih hijau yang diperoleh langsung dari pasar. Penelitian dilakukan di bulan
oktober 2015 di laboratorium Keteknikan Pertanian USU. Penelitian terdiri atas
dua
tahap,
yaitu
memodifikasi
peralatan
degreeningdan
tahap
kedua,
menggunakan peralatan tersebut untuk memacu pematangan buah dengan gas
etilen. Buah dicuci dengan air untuk membersihkan dari debu yang menempel,
direndam dalam larutan benlate 500 ppm selama 30-60 detik, disusun buah ke
dalam rak degreening (tanpa dikeringkan), ditutup alat degreening, dialirkan gas
asetilen melalui selang karet ke dalam rak selama seng waktu 7 jam sampai lama
total 21 – 24 jam, dibuka dan dibiarkan terbuka selama 30 menit alat degreening
agar kadar CO2 dalam rak tidak terlalu tinggi sehingga tidak menghambat proses
degreening. Setelah waktu pemeraman tercapai, dilakukan penguningan sampai
total waktu 21-22 jam dengan 3 kali perulangan.
37
38
Persiapan Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan
untuk penelitian yaitu merancang alat degreening dan disajikan dalam gambar
teknik.
Persiapan Alat
Adapun langkah-langkah pembuatan alat degreeningyaitu :
a. Merancang bentuk alat degreening.
b. Menggambar serta menentukan bahan-bahan dengan ukuran.
c. Menyediakan bahan-bahan dengan ukuran.
d. Melakukan pengukuran terhadap bahan.
e. Memotong bahan sesuai ukuran yang ditentukan.
f. Melakukan pengeboran (pelubangan) sesuai gambar disajikan.
g. Merangkai bahan sesuai gambar.
Prosedur penelitian
1. Dicuci bahan dengan air lalu direndam dengan larutan benlate 500 ppm
selama 60 detik.
2. Disusun bahan ke dalam rak degreening (tanpa dikeringkan).
3. Ditutup alat degreening
4. Dialirkan gas asetilen melalui selang ke dalam rak alumunium selama 7
jam sampai lama total 24 jam melihat waktu pematangan.
5. Dibuka dan dibiarkan terbuka selama beberapa menit alat degreening agar
kadar CO2 dalam rak tidak terlalu tinggi sehingga tidak menghambat
proses degreening setelah waktu pemeraman tercapai.
39
6. Dilakukan penguningan sampai total waktu 24 jam dengan 3 kali
perulangan.
Parameter Penelitian
1. Uji Organoleptik warna, aroma, dan rasa (soekarta, 1985).
Penentuan nilai organoleptik dilakukan oleh penulis sebanyak 5
orangterhadap warna dengan uji kesukaan secara hedonic sesuai tabel
Skala uji hedonic terhadap warna, aroma, dan rasa (numeric)
Skala Hedonik
Sangat Suka
5
Suka
4
Agak Suka
3
Tidak suka
2
Sangat tidak suka
1
2. Penentuan Susut Bobot
Ditimbang berat awal bahan sebelum penyimpanan dan berat akhir
bahan setelah penyimpanan. Kemudian dihitung dengan rumus:
Susut bobot =
�� − ��
��
�100%.................................................................(1)
Wa
=beratawal sebelum penyimpanan.
Wb
=berat akhir setelah penyimpanan.
3. Penentuan persentase kerusakan
Penentuan derajat kerusakan dilakukan secara visual.Perhitungan
dilakukan sebagai berikut
40
�������� ℎ �����
% Kerusakan =��������
ℎ������ ℎ���
�100%...........................................(2)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 5. Alat pengkarbitan buah (Degreening)
Alat pengkarbitan buah ( Degreening)
Alat pengkarbitan buah ini adalah alat yang di desain dan dirancang untuk
digunakan sebagai alat untuk melakukan percepatan pematangan buah dengan
bantuan gas asetilen dari dalam tabung yang dialirkan ke dalam rak pemeraman
buah. Adapun komponen – komponen alat pengkarbitan buah ini antara lain :
1. Tabung gas ukuran 7,5 kg
2. Selang panjang 3 m
3. Rak alumunium
4. Keran
Pada alat ini tabung gas di masukka dengan batu karbit yang terlebih
dahulu dipecah guna pecahan dapat dimasukan melalui lubang tabung. Karbit
41
42
yang dimasukan total sebanyak 5 kg untuk melakukan pemeraman 6 sisir pisang.
Setelah karbit dimasukan keran tabung harus dalam keadaan tertutup agar gas
tidak mengalir keluar. Setelah dipastikan keran tertutup tabung dibiarkan dulu
selama 30 menit untuk menunggu sampai volume tabung sudah terisi penuh oleh
gas ditandainya dengan naikanya tekanan yang ditunjukan oleh barometer pada
tabung. Setelah tekanan naik dimulai penelitian sesuai prosedur yang ada dibahan
dan metode.
Hasil penelitian buah pisang terhadap pengkarbitan pada alat pengkarbit
buah terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Hasil pengkarbitan buah terhadap parameter yang diamati
Persentase
Susut
Bobot (%)
Persentase
Kerusakan
(%)
K1
8,51
7,45
K2
7,69
K3
7,89
Perlakuan
Uji Organoleptik
Warna
Aroma
Rasa
3,8
4,1
4,5
6,59
4,0
4,1
4,3
6,32
3,9
4,0
4,3
Dari Tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa susut bobot tertinggi diperoleh
pada perlakuan K1 yaitu sebesar 8,51% dan terendah pada perlakuan K2 yaitu
sebesar 7,69 %. Persentase kerusakan tertinggi diperoleh dari perlakuan K1yaitu
sebesar 7,45 % dan terendah pada K3 yaitu sebesar 6,32 %. Nilai uji organoleptik
secara keseluruhan tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 yaitu sebesar
3.477(sangat suka) dan terendah pada perlakuan K3 yaitu sebesar 3.230 (suka),
peroses penggorengan vakum ini dapat menghasilkan keripik sehat tanpa
mengubah bentuk aslinya hal ini sesuai dengan literatur (Massinai, dkk., 2005)
43
Uji organoleptik
Uji organoleptik digunakan untuk menguji kualitas pisang yang di peram
yang meliputi uji keadaan hasil pemeramann secara fisik yaitu uji warna, rasa, dan
aroma.Uji menggunakan panelis sebanyak 30 orang.
Dalam uji organoleptik ini satu orang panelis memakan satu buah pisang
hasil pemeraman. Lalu panelis di minta untuk menilai kualitas pisang yang di
coba. Pengujian dilakukan secara inderawi organoleptik yang ditentukan
berdasarkan skala numerik.
Tabel 6. Hasil uji organoleptik terhadap warna, aroma dan rasa
Perlakuan
Warna
Aroma
Rasa
K1
3,8
4,1
4,5
K2
4,0
4,1
4,3
K3
3,9
4,0
4,3
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai organoleptik warna tertinggi
diperoleh pada perlakuan K2 yaitu 4,0 (Suka), terendah pada perlakuan K1 yaitu
4,0 (Suka).Nilai organoleptik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 dan
K2 yaitu 4,1 (Suka), terendah pada perlakuan K3
yaitu 4,0 (Suka).Nilai
organoleptik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 yaitu 4,5 (Sangat Suka),
terendah pada perlakuan K2 dan K3 yaitu 4,3 (Suka). Dari hasil penelitian uji
organoleptik dapat disimpulkan bahwa alat pengkarbitan buah ini sangat sesuai
digunakan untuk buah pisang sesuai rata-rata penilaian panelis pada warna dengan
penilaian rata-rata suka, pada aroma dengan rata-rata suka, dan pada rasa dengan
rata-rata suka.
44
Susut Bobot
Penentuan persentase susut bobot dapat diperoleh dari perbandingan antara
berat buah awal sebelum dikarbit dengan berat buah akhir setelah dikarbit dikali
100%. Susut bobot terjadi karena adanya hilang zat klorofil pada buah selama
proses pengkarbitan dan selama proses penguningan.
Tabel 7. Persentase susut bobot buah hasil pengkarbitan
Perlakuan
Berat awal (gr)
Berat akhir (gr)
Waktu (jam)
Susut bobot
(%)
K1
1.880
1.720
10
8,51 %
K2
1.820
1.680
10
7,69 %
K3
1.900
1.750
10
7,89 %
Dari tabel diatas dapat dilihat persetase susut bobot tertinggi pada
perlakuan K1 yaitu 8,51%, dan persentase susut bobot terendah pada K2 yaitu
7,69%. Susut bobot terjadi karena hilangnya zat klorofil pada buah pisang akibat
proses pengkarbitan yang mengurai zat klorofil pada buah pisang tersebut sesuai
dengan literatur Sovica, 2015 yang menyatakan bahwa senyawa dalam karbit
memang efektif menekan zat klorofil dalam buah, membuat warna buah matang
cepat muncul. Namun dalam prosesnya, senyawa tidak dapat memproses zat gula
dalam daging buah saat proses penekanan zat klorofil itu. Proses tidak seimbang
terjadi, dimana zat klorofil sudah habis tergantikan oleh warna matang buah
akibat senyawa karbit, namun zat gula tetap tidak terbentuk.
45
Persentase Kerusakan
Persentase kerusakan dapat diperoleh dari perbandingan berat buah yang
rusak setelah proses pengkarbitan dan proses penguningan dengan berat buah
yang sebelum dikarbit dikali 100%.
Tabel 8. Persentase kerusakan buah hasil pengkarbitan
Perlakuan
Berat awal (gr)
Berat buah rusak
(gr)
Kerusakan (%)
K1
1.880
140
7,45 %
K2
1.820
120
6,59 %
K3
1.900
120
6,32 %
Dari Tabel diatas dapat dilihat persentase kerusakan tertinggi pada K1
yaitu 7,45% dan persentase kerusakan terendah pada K3 yaitu 6,32%. Kerusakan
pada buah pisang diakibatkan oleh temperatur dan kelembapan yang tidak sesuai
seperti yang dinyatakan oleh Hendro (1990) bahwa agar diperoleh keseragaman
dalam tingkat kemasakan sebaiknya disimpan pada kondisi suhu 18-23 oC dan
kelembapan 90-95 %. Dari hasil penelitian buah yang rusak adalah buah pisang
yang membusuk pada daging buah dan aroma buah pisang sudah terlalu pekat dan
pada kulit buah pisang terlalu banyak bagian kulit yang berubah menjadi warna
coklat dan terbuka.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Alat pengkarbitan buah ini terdiri dari komponen-komponen antara lain
tabung gas, selang, keran dan rak alumunium.
2. Dari hasil penelitian nilai organoleptik warna tertinggi diperoleh pada
perlakuan K2 yaitu 4,0 (Suka), terendah pada perlakuan K1 yaitu 4,0
(Suka).Nilai organoleptik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan K1
dan K2 yaitu 4,1 (Suka), terendah pada perlakuan K3 yaitu 4,0
(Suka).Nilai organoleptik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan K1 yaitu
4,5 (Sangat Suka), terendah pada perlakuan K2 dan K3 yaitu 4,3 (Suka)
3. persetase susut bobot tertinggi pada perlakuan K1 yaitu 8,51%, dan
persentase susut bobot terendah pada K2 yaitu 7,69%
4. persentase kerusakan tertinggi pada K1 yaitu 7,45% dan persentase
kerusakan terendah pada K3 yaitu 6,32%
Saran
1. Perlu dilakukan pengujian alat pengkarbitan buah menggunakan komoditi
yang lain
2. Perlu dimodifikasi lubang pemasukan agar segala jenis buah yang
beukuran besar dapat masuk.
3. Diperlukan pengujian terhadap tekanan gas asetilen yang dihasilkan oleh
karbit didalam tabung.
46
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pisang
Pisang adalah
nama umum yang diberikan pada tumbuhan raksasa
berdaun besar memanjang dari suku musaceae. Beberapa jenisnya Musa
acuminata, M. balbisiana menghasilkan buah konsumsi yang dinamakan sama.
Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari,
yang disebut sisir.Hampir semua buah pisang memiliki kulit berwarna kuning
ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, hijau, ungu,
atau bahkan hampir hitam. Buah pisang sebagai bahan pangan merupakan sumber
energy, karbohidrat dan mineral, terutama kalium.
Gambar 1. Tanaman Pisang
(Sumber : Murtiningsih, et al., 1991)
3
4
Indonesia merupakan wilayah tropis, beriklim basah, berada antara 23o17’
lintang utara dan 23o 17’ lintang selatan dimana cocok untuk wilayah pertanian
hortikultura. Salah satu contoh sub-sektor pertanian hortikultura adalah
pisang.Tanaman pisang paling cocok tumbuh di daerah tropis. Curah hujan yang
optimal berkisar 2000 - 4000 mm/tahun dengan 1 bulan kering, dengan suhu rata rata tahunan antara 25-27° C. Tanaman pisang tumbuh pada daerah dengan curah
hujan 1500-2000 mm/tahun atau 4000-5000 mm/tahun dengan suhu rata-rata
tahunan 22-25° C atau 27-300° C (Puslittan, 1983). Curah hujan yang merata
sepanjang tahun paling baik bagi pertumbuhan tanaman pisang. Kekeringan dapat
mengurangi kualitas buah yang dihasilkan (Sys, 1993).
Klasifikasi botani tanaman pisang adalah
Kingdom
:
Plantae
Divisi
:
Magnoliophyta
Kelas
:
Liliopsida
Ordo
:
Musales
Keluarga
:
Musaceae
Genus
:
Musa
Spesies
:
M. acuminata
M. balbisiana
Asal Usul Tanaman Pisang di Indonesia
Tanaman pisang adalah tumbuhan asli Indonesia, ini bisa dibuktikan
dengan banyak jenis pisang di seluruh Indonesia.
Selain tumbuhan asli dari Indonesia, di Indonesia di tanam juga pisang
dari luar negri seperti pisang Manila (Manila Henep) dan pisang Madagaskar yang
5
didatangkan dari Madagaskar (Afrika). Di Indonesia pisang Madagaskar
digunakan sebagai tanaman hias karena pelepahnya yang indah seperti bentuk
kipas.
Pisang Kalidoni yang terdapat di jawa tengah ialah sejenis pisang yang
dibawa oleh para mantan pekerja Indonesia dari New Calidonia (jajahan Prancis
di Pasific). Pisang ini bonggolnya dapat dimakan rasanya seperti ubi talas dan
buahnya enak dimakan. Pisang ini juga terdapat di kepulauan Loyalty di Pasific.
Sejak dulu nenek moyang kitan mengenal pisang dengan baik dan menggunakan
nya sebagai kebutuhan sehari-hari. Antara lain:
a. Diwaktu membangun rumah dan sekerjaan nya sudah pada taraf “naik
kap” biasa di atas wuwungan rumahnya digantung setandan buah pisang
b. Untuk landasan (bantal) memandikan mayat biasanya digunakan batang
atau pohon pisang
c. Pada upacara perkawinan, pohon pisang sealu digunakan sebagai
pelengkap peralatan atau upacara dan sebagainya (kuwwanto,2007)
Jenis – Jenis Pisang
Jenis pisang dibagi menjadi menjadi 5:
1. Pisang yg dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var
Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya
pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan & mas.
2. Pisang yg dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma
typicaatau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka,
tanduk & kepok.
3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yg di Indonesia dimanfaatkan daunnya.
Misalnya pisang batu & klutuk.
4. Pisang yg diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca)
5. Pisang yang hanya dijadikan tanaman hias. Misalnya pisang kipas
6
Banyak jenis tanaman pisang di Indonesia yang telah dibudidayakan oleh
masyarakat. Akan tetapi tidak semua jenis pisang memiliki nilai komersial yang
tinggi terutama untuk tujuan ekspor. Ada beberapa varietas tanaman pisang yang
hanya ditanam untuk tujuan kesenagan saja, ditanam sebagai penghias taman.
Jenis pisang hias ini antara lain pisang kipas serta pisang-pisangan yang tumbuh
kerdil dan berumpun serta memiliki bunga yang sangat menarik dengan bentuk
dan warna yang beragam (Banbang cahyono,2009)
Gambar 2. Tanaman pisang hias
7
Jenis pisang lain adalah pisang serat atau yang lebih dikenal dengan pisang
manila atau abaca. Jenis pisang asli Filipina ini hanya bisa dimanfaatkan untuk
keperlun bahan tekstil dan buahnya tidak dapat dimakan. Pada umumnya serat
yang dihasilkan tanaman pisang manila lebih banyak digunakan sebagai bahan
untuk pembuatan tali perangkat kapal laut, senar gitar serta serat dari tanaman ini
digunakan menjadi bahan untuk membuat pakaian tradisional Filipina (Bambang
cahyono,2009).
Gambar 3. Tanaman Pisang abaka
Sementara, jenis pisang yang lain adalah pisang yang termasuk dalam
jajaran buh komersil yaitu jenis pisang buah yang sangat disukai oleh masyarakat
karena keistimewaan rasa dan aroma buahnya.
Jenis-jenis pisang buah antara lain :
1. Pisang ambon
Pisang ambon lumut
Pisang ambon kuning
2. Pisang raja
Pisang raja seleh/ pisang susu
Pisang raja bulu
3. Pisang tanduk
8
4. Pisang mas
5. Pisang barangan
6. Pisang kepok
Pisang kepok putih
Pisang kepok kuning
7. Dll
(Bambang Cahyono,2009)
Diperkirakan di Indonesia terdapat 80 jenis pisang lagi, dan setiap jenis
terbagi atas beberapa macam lagi (Kuswanto, 2007).
Manfaat pisang
Pada umumnya tanaman pisang adalah tanaman serba guna karena hampir
semua bagiannya berguna bagi manusia, anatara lain :
a. Batang pisang
Batang pisang sesungguhnya bukannya batang yang sejati, tetapi
merupakan batang yang semu. Batang pisang sebagian besar terdiri
dari lapisan-lapisan pelepah pisang yang membentuk dirinya
menjadi batang pisang. Disebelah dalam batang pisang terdapat
hati batang pisang yang lunak. Pelepah pisang yang muda dapat
digunakan senagai bahan pembungkus tembakau, pembungkus
gula aren. Batang pisang juga dimanfaatkan sebagai kendaraan
rakit untuk menyebrangi sungai, batang disusun dan diikat untuk
bisa mengapung di atas air.
9
b. Bonggol pisang
Bonggol dapat dimanfaatkan sebagai makanan manusia dan ternak.
Didedsa-desa yang belum terdapat kulkas, bonggol pisang jadi
alternatif untuk menyimpan obat suntik.
c. Ontong pisang
Bagian ontong yang sebelah ujungnya tak akan jadi buah lagi, dari
sisa ontong itu harus dipotong.
Sisa ontong iitu masih dapat digunakan sebagai bahan sayur mayur
lalapan matang, gado-gado, pecel dsb.
d. Daun pisang
Daun pisang yang sangat muda dapat digunakan sebagai sayur dan
obat-obatan, sebagai bungkus makanan, daun pisang yang agak tua
dapat juga menjadi pakan ternak selain jadi pembungkus maanan.
e. Buah pisang
-
Buah pisang yang mud dapat digunakan sebagai bahan
makanan manusia dan ternak
-
Buah pisang yang agak tua dapat digunakan sebagai bahan
keripik atau tepung pisang
-
Buah pisang yang tua dapat digunakan untu berbagai macam
keperluan, antara lain:
a. Untuk bahan tepung pisang
b. Untuk bahan keripik pisang
c. Dibiarkan sam[ai matang dan dimakan sebagai makanan
buah
10
d. Untuk pembuat sale
f. Kulit pisang
Selain untuk pakan ternak, kulit pisang juga dapaat dijadian sebagai
bahan campuran cream anti nyamuk. Kulit buah juga dapat di
ekstrak untuk dibuat pectin. Bagian dalam kulit pisang matang
yang dikerok dan dihancuran dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku pembuatan nata pisang. Sementara tepung kulit pisang yang
dicampur dengan ampas tahu dapat digunakan sebagai pakan ayam
buras untuk meningkatkan pertumbuhannya.
(kuswanto,2007)
Nilai gizi buah pisang
Buah pisang sangat banyak manfaatnya antara lain buah pisang sangat
berkhasiat sebagai obat penyembuh penderita anemia karena dengan konsumsi
buah pisang dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah. Kandungan
kalium pada buah pisang juga dapat mengurangi tekanan stress menurunkan
tekanan darah, menghindari penyumbatan darah, mencegah stroke, menghindari
kepikunan, sementara serat buah pisang bermanfaat membantu orang yang sedang
diet, perokok yang ingin berhenti merokok, mengontrol suhu badan, meneralkan
asam lambung, dan lain sebagainya (Astuti sulilo, 1989).
Buah pisang memiliki kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan
energi yang cukup tinggi dibandingkan buah yang lain, pisang kaya akan mineral
seperti kalium, magnesium. Besi, fosfor dan kalsium, mengandung B, B6 dan C,
serta mengandung serotonin yang aktif sebagai neutransmitter untuk kelancaran
fungsi otak. Bila dibandingkan dengan buah apel nilai energi pisang bernilai lebih
11
tinggi, yakni 136 kalori per 100 g, sedangkan apel hanya 54 kalori per 100 g.
Karbohidrat pada pisang mampu menyuplai energi lebih cepat daripada nasi dan
biskuit sehingga para atlet olahraga banyak yang mengkonsumsi pisang saat jeda
untuk me recharge energi mereka (Djamal,1989).
Nilai izi beberapa varietas pisang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Nilai gizi beberapa varietas pisang diindonesia
Sumber : Direktori Gizi, 1977
Varietas pisang
Kalori (kalori)
karbohidrat
Vitamin (SI)
Air (%)
Ambon
99
25,80
140
72
Angleng
68
17,20
76
80,30
Lampung
99
25,60
61,80
72,10
Raja
120
33,60
79
4,20
Raja sere
118
31,80
950
65,80
Raja uli
146
31,10
112
67
mas
127
38,20
75
59,10
Tabel 2. Kandungan Gizi buah pisang/ 100 g
Kandungan Gizi
Kalori
Karbohidrat
Gula
Serat
Jumlah
90 kkal
-
23,84 g
-
12,23 g
-
2,26 g
-
12
Lemak
Protein
Vitamin A
Tilamin (Vit B1)
Riboflavin (Vit B2)
Niasin (Vit B3)
Asam fantothanik (Vit B5)
Vitamin (Vit B6)
Folat (vit B 9)
Kalsium
Besi
Vitamin c
Magnesium
Posfor
Potasium
seng
0,33 g
-
1,09 g
-
3 µg
0%
0,031 mg
2%
0,073 mg
5%
0,665 mg
4%
0,334 mg
7%
0,367 mg
28%
20 g
5%
8,7 mg
15 %
5 mg
1%
0,26 mg
2%
27 mg
7%
22 mg
3%
358 mg
8%
0,15 mg
1%
Sumber :USDA Nutrient Data Base,2007
Standar mutu Pisang.
Standar mutu pisang dapat di lihat berdasarkan beberapa parmeter antara
lain dapat dilihat dari keutuhan pisang, kekenyalan pisang, pisang harus segar dan
tidak berbau busukatau rusak, pisang harus bersih dan bebas dari benda asing,
bebas dari benturan dan memar akibat goresan, bebas dari hama dan penyakit
yang mempengaruhi penampilan umum buah, bila dalam bentuk sisiran tidak ada
buah dempet dan harus bebas dari cendawan dan kering, pistil (bekas putik bunga)
sudah lepas, bentuk buah sempurna sesuai dengan karakter jenis buah., bebas dari
13
kerusakan akibat temperature rendah, bebas dari kerusakan akibat kelembaban,
bebas dari aroma dan rasa asing (Direktori gizi 1977).
Upaya peningkatan mutu produk untuk memastikan kualitas produk yang
dihasilkan hingga sampai pada konsumen.Standar mutu produk yang dihasilkan
harus ditetapkan untuk menyamaratakan kualitas produk yang dihasilkan
sehingga, dapat menjembatani kepentingan berbagai pihak dalam rantai agribisnis
yang terlibat baik pasar domestik maupun internasional (Poewarto, 2004).
Panen
Penentuan Buah untuk Dipanen
Beberapa tanda atau ciri sering digunakan sebagai kriteria untuk
memutuskan buah pisang dapat dipanen. Petani seringkali menentukan
berdasarkan pengalaman dengan ciri-ciri fisik pada buah, meliputi bentuk buah,
ukuran, dan warna kulit buahnya. Untuk memastikan ketuaan panen yang tepat
juga perlu didukung analisis komponen penting sebagai penentu seperti kadar
padatan terlarut total, kadar pati, dan kadar asamnya. Namun, analisis kimiawi
harus mengambil buah dan menghancurkannya, oleh kerena itu analisis dilakukan
sebagai pengendali mutu buah dan diambil pada beberapa contoh saja. Cara
lainnya adalah melalui umur buah yang umumnya pada buah pisang ditentukan
sejak bunga mekar. Cara ini dikenal dengan cara fisiologis, yang mudah
dilakukan. Pada perkebunan besar, petugas pemanen selalu memberi tanda pada
bunga pisang yang mekar dengan warna-warna yang berbeda, dan berdasarkan
varietas pisangnya yang telah diketahui sebelumnya berapa umur panen yang
tepat, maka pada umur tertentu tersebut dapat dilakukan panen.
Tingkat ketuaan buah merupakan faktor penting pada mutu buah
14
pisang.Buah yang dipanen kurang tua, meskipun dapat matang, namun
kualitasnya kurang baik karena rasa dan aromanya tidak berkembang baik.
Sebaliknya bila buah dipanen terlalu tua, rasa manis dan aroma buah kuat, tetapi
memiliki masa segar yang pendek. Oleh karena itu tingkat ketuaan panen sangat
erat kaitannya dengan jangkauan pemasaran dan tujuan penggunaan buah
(Muhajir dan Sanuki, 1998).
1.Cara Panen
Setelah buah yang akan dipanen ditentukan tingkat ketuaannya dan sudah
memenuhi syarat, maka batang pohon dipotong pada posisi ketinggian sekitar 1
meter, kemudian dipotong setengah diameter batangnya dan pohon direbahkan.
Tandan pisang dipotong setelah pohon rebah, dan dijaga agar buah pisang tidak
terkena getah. Untuk menjaga agar tandan buah pisang tidak kontak dengan
tanah, maka di perkebunan besar biasanya panen ditangani oleh dua orang, satu
orang memotong tandan dan orang lainnya langsung menerima dan
memanggulnya untuk menggantungkan tandan tersebut pada kabel-kabel yang
telah diinstalasi di perkebunan, terhubung ke bangsal pengemasan.Melalui kabel
tersebut buah pisang sampai ke bangsal pengemasan untuk penanganan
selanjutnya.
Petani melakukan panen pisang dengan memotong tandan dan kemudian
diletakkan di tempat pengumpulan. Disarankan untuk meletakkan tandan pisang
pada tempat yang teduh, tidak terkena sengatan matahari, dan buah pisang tidak
menyentuh tanah.Secara sederhana dapat digunakan alas daun pisang
kering.Tandan harus diposisikan sedemikian rupa, sehingga buah pisang tidak
terkena getah yang keluar dari bekas tandan yang dipotong. Setelah terkumpul
15
beberapa tandan, biasanya petani membawa dengan menggunakan pikulan ke
rumah atau langsung menjualnya kepada pedagang pengumpul(Muhajir dan
Sanuki, 1998).
2. Pengumpulan dan Pengangkutan
Penanganan buah pisang oleh petani maupun pedagang pengumpul masih
sederhana. Untuk mempertahankan mutu buah pisang setelah panen, maka
penanganan yang baik harus dilakukan sejak panen.Buah setelah panen
dikumpulkan di tempat yang teduh, terlindung dari panas. Umumnya para
pedagang pengumpul memiliki ruangan di depan atau di samping rumahnya
untuk menampung buah pisang. Tandan buah pisang diletakkan berjajar, tidak
bertumpuk, dan harus dihindari penetesan getah dari tangkai yang menodai buah
pisang, karena penampilan buah menjadi kotor.
Buah pisang di Indonesia diperdagangkan dalam bentuk tandan, sisir atau
satu gandeng terdiri dua buah. Umumnya, buah pisang dari sentra produksi
diangkut masih dalam bentuk tandan dan keadaannya masih mentah.
Pengangkutan dilakukan menggunakan truk atau mobil dengan bak pengangkut
(pick up) dengan menumpuk tandan pisang hingga bak tersebut penuh, kemudian
menutupnya dengan terpal atau kain penutup lainnya atau tanpa penutup sama
sekali. Kondisi ini dapat mengakibatkan tingkat kerusakan yang tinggi. Pisang
yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi mendapat perlakuan yang lebih baik,
dengan membungkus tandan pisang menggunakan daun pisang kering yang
dililitkan dari sisir terbawah ke sisir paling atas sehingga menutup sempurna
seluruh bagian. Cara tersebut umumnya diterapkan untuk buah pisang dalam
tandan yang sudah matang atau mengalami pemeraman terlebih dahulu (Muhajir
16
dan Sanuki, 1998).
Di perkebunan besar, tandan buah pisang dari kebun diangkut
menggunakan kabel atau fasilitas lainnya menuju bangsal pengemasan. Bangsal
pengemasan merupakan bangunan yang dilengkapi dengan fasilitas berupa
perlengkapan pemotongan sisir, bak pencucian, meja-meja sortasi, penimbangan,
perlakuan pengendalian hama dan penyakit pascapanen, dan fasilitas pengemasan.
Untuk buah pisang yang mengalami pembrongsongan, tandan diangkut
bersama dengan plastik pembungkusnya, yang kemudian dilepaskan.Ternyata
pembrongsongan dengan kantong plastik warna biru bermanfaat mengurangi scab
akibat serangan serangga dan memberikan penampilan buah yang baik dan mulus
serta tidak memengaruhi rasa buah pisang (Muhajir dan Sanuki, 1998).
3. Pemotongan sisir dan pencucian
Untuk menjaga kualitas buah pisang, cara terbaik dalam pengiriman buah
adalah dalam bentuk sisir yang dikemas dalam peti karton atau peti plastik yang
bisa digunakan ulang. Pekerjaan pemotongan sisir dilakukan oleh pekerja di
bangsal pengemasan menggunakan pisau khusus (dehander). Biasanya pada saat
dipotong, tiap sisir akan mengeluarkan getah. Untuk membekukan getah dan
sekaligus membersihkan debu dan kotoran yang melekat pada permukaan buah,
sisir-sisir pisang segera dimasukkan dalam bak berisi air. Jika satu sisir pisang
berukuran besar dan berisi banyak, maka perlu dipotong lagi atau dalam bentuk
klaster, agar lebih mudah penanganannya saat pengemasan. Air dalam bak harus
sering diganti. Jika tidak, dapat merupakan sumber inokulum yang kemudian
menginfeksi bagian crown dan menyebabkan busuk yang dikenal dengan crown
rot yang dapat menjalar ke buah pisang. Untuk mencegahnya, dalam air pencucian
17
dapat ditambahkan chlorin, berupa natrium hipochlorit 75-125 ppm untuk
membunuh spora Fusarium, Cholletotrichum, dan Botryodiplodia serta fungi lain
yang sering menyerang crownpisang. Buah kemudian ditiriskan.Perlakuan
pengendalian penyakit pascapanen menggunakan fungisida dapat dilakukan
setelah pencucian, baik melalui perendaman atau penyemprotan (Muhajir dan
Sanuki, 1998).
4. Penyakit pascapanen yang menyerang buah pisang
Kualitas buah pisang di Indonesia kadang kurang baik, yang disebabkan
oleh panen tidak tepat waktu (ketuaan tidak memenuhi syarat), kurangnya
perawatan tanaman dan buruknya penanganan di kebun dan selama pengangkutan
yang mengakibatkan kerusakan mekanis dan memberi peluang infeksi
mikroorganisme penyebab busuk pascapanen lebih besar.Selain mikroorganisme
yang masuk ke dalam buah melalui luka, serangan busuk buah juga sudah dimulai
penetrasinya sejak buah masih di pohon. Mikroorganisme yang telah melakukan
penetrasi tersebut adalah Colletotrichum sp, yang kemudian berada dalam
keadaan laten, dan spora berkecambah saat buah menjadi matang. Pada umumnya
busuk pada pisang di Indonesia adalah antraknos, tip rot, dan crown rot
(Muhajir dan Sanuki, 1998).
Tabel 3.Serangan busuk pascapanen pada buah pisang
No
Kultur pisang
Jenis
kerusakan/ Intensitas
busuk
1
Pisang Raja Sere
Antraknos
Tip rot
Crown rot
Stem-end rot
Penyebab
serangan
57%
13 %
10 %
20%
Colletotrichium sp
Botryodiplodia sp
Collecttotrichium sp
Botryodiplodia sp
Colletrotrichium sp
18
Botryodiplodia sp
2
Pisang Emas
Antraknos
Tip rot
Crown rot
Stem-end rot
46%
20%
20%
24%
Sama dengan pada
pisang Raja Sere
3
Pisang Lampung
Antraknos
Tip rot
Crown rot
Stem-end rot
15%
40%
10%
35%
Sama dengan pada
pisang Raja Sere
Sumber : Murtiningsih, et al., 1991
Antraknos pada pisang menyerang permukaan buah, pada awalnya berupa
bintik-bintik coklat, kemudian makin melebar, cekung, kemudian muncul spora
berwarna merah bata di tengah noda tersebut. Semakin lama bintik-bintik tersebut
saling menyambung dan penampilan buah menjadi buruk. Antraknos muncul
setelah buah matang kemudian menyebar dengan cepat, dan dalam 2-3 hari
permukaan kulit buah telah rusak. Antraknos disebabkan oleh infeksi laten
Colletotrichum sp yang telah menginfeksi buah sejak di kebun.
Serangan crown rot pada buah pisang Raja Bulu dipengaruhi oleh cara
penanganan buah, lokasi dan tempat pemasarannya. Buah yang diambil langsung
dari kebun, kemudian mendapat perlakuan hati-hati dan bersih, pada bagian crown
hanya terserang oleh Colletotrichum sp dan Rhizopus sp. Selanjutnya, mulai dari
pedagang pengumpul, pasar tradisional dan pasar swalayan mengalami
penambahan mikroorganisme perusaknya. yaitu terdapat Botryodiplodia sp,
Fusarium sp. dan Penicillium sp. (Murtiningsih, et al., 1995).
Hal ini memperlihatkan bahwa, buah pisang yang mendapat perlakuan
hati-hati dan terjaga kebersihannya selama penanganan dapat mencegah infeksi
mikroorganisme. Busuk pada crown banyak terjadi pada buah pisang yang
19
ditransportasikan dalam bentuk sisiran, karena infeksi lebih mudah berlangsung
dan umumnya buah tidak mendapatkan perlakuan pencegahan terhadap infeksi.
Infeksi yang masuk melalui crown dapat menjalar sampai pangkal buah, bahkan
seluruh buah hingga menyebabkan buah rontok (Murtiningsih, et al., 1995).
5. Cara mengatasi serangan penyakit pascapanen
Untuk mengendalikan busuk yang disebabkan serangan penyakit
pascapanen dapat digunakan salah satu dari beberapa fungisida atau tanpa bahan
kimia yaitu menggunakan pencelupan dengan air panas. Jika tidak ingin
menggunakan fungisida, maka perlakuan dengan air panas sudah dapat membantu
mengurangi dan menunda serangan busuk pada buah pisang. Pengendalian busuk
pada pisang Raja Sere, Emas dan Lampung telah dilakukan penelitiannya
menggunakan beberapa perlakuan yaitu benomil 500 ppm, zineb 1000 ppm,
mankozeb 1000 ppm, dan perlakuan perendaman dalam air panas 55oC selama 2
menit. Hasilnya memperlihatkan bahwa, benomil dan perlakuan air panas dapat
menunda serangan penyakit pascapanen pada tiga kultivar pisang tersebut. Pada
pisang Raja Sere yang mendapat perlakuan benomil mulai terserang setelah 11,4
HSP (HSP=hari setelah perlakuan) sementara perlakuan air panas memberikan
gejala awal serangan setelah 11 HSP dengan buah tanpa perlakuan mulai terserang
pada 8 HSP. Buah mulai matang pada 7,4 HSP. Pada pisang Emas dan pisang
Lampung gejala awal serangan muncul lebih awal, dibandingkan dengan kontrol,
hanya benomil yang efektif hingga 9,8 HSP (Emas) dan 8,6 HSP untuk pisang
Lampung (Murtiningsih, et al., 1991).
Kutipan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, buah pisang yang
tidak mendapat perlakuan fungisida atau air panas, saat buah menjadi matang
20
sudah mulai terdapat bintik-bintik serangan penyakit pascapanen pada permukaan
buahnya, namun, jika buah mendapat perlakuan, awal serangan baru mulai paling
cepat 3 hari setelah buah matang. Hal ini berarti, ketika buah dalam pemajangan/
pemasaran hingga sampai konsumen dalam keadaan mulus. Untuk mengatasi
serangan busuk pada crown, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain
pencelupan dalam air panas, pelapisan lilin+benomil, dan pengolesan dengan
kapur sirih. Ternyata, yang paling mudah dan murah namun cukup efektif adalah
pengolesan dengan kapur sirih pada crown.
Gejala serangan pada crown muncul setelah 11,62 HSP, sementara pada
kontrol, gejala muncul pada 4,50 HSP. Buah mulai matang setelah 10,50 HSP dan
terserang pada 11,57 HSP. Jika digunakan perlakuan pelapisan lilin yang
mengandung benomil, gejala serangan pada crown baru muncul setelah 13 HSP.
Penggunaan fungisida prochloraz 0,55 ml/liter juga sudah diteliti, dapat menunda
munculnya serangan penyakit pascapanen sampai 5 hari dibandingkan perlakuan
kontrol yang membutuhkan waktu 10-11 hari pada suhu kamar (Suyanti dan
Sabari, 1988). Hanya saja prochloraz merupakan fungisida yang tidak beredar di
Indonesia.
Pengemasan
Pengemasan buah pisang ditujukan untuk melindungi buah dari kerusakan
mekanis dan memudahkan penanganan selama pengangkutan untuk distribusi dan
pemasaran. Beberapa persyaratan kemasan yaitu: kemasan harus mampu
melindungi isi terhadap kerusakan selama distribusi dan mampu mempertahankan
bentuk dan kekuatan kemasan meski terkena kelembaban dan ditumpuk selama
waktu penggunaannya. Kemasan yang baik juga mampu mengeluarkan panas dan
21
uap air yang dihasilkan oleh buah pisang yang tetap melakukan respirasi
(Murtiningsih, et al., 1995).
Untuk kemasan buah pisang, terdapat bermacam-macam bentuk, ukuran,
dan bahan kemasan.Paling sederhana dan masih banyak digunakan adalah
keranjang terbuat dari anyaman bambu, kotak dari kayu, dan kotak dari
karton.Untuk kemasan karton biasanya digunakan oleh perusahaan atau swasta
yang memiliki perkebunan buah pisang (Murtiningsih, et al., 1995).
Apapun kemasan yang digunakan, terdapat beberapa hal penting yang
harus mendapat perhatian, pertama, kemasan harus mampu memberikan
perlindungan pada buah pisang dari kerusakan seperti luka, tertusuk, dan
memar.Memar pada buah pisang yang sering terjadi selama penanganan dan
distribusi dapat merupakan kerusakan yang merugikan.Memar mengakibatkan
rusak pada kulit dan daging buah yang sangat nampak ketika buah telah matang
(Murtiningsih, et al., 1995).
Berikut beberapa penyebab memar:
a. Memar karena benturan.
Terjadi karena terbentur akibat dijatuhkan pada permukaan yang
lebih keras, misalnya buah pisang yang dilemparkan saat pemuatan dalam
kemasan, atau buah pisang yang telah berada dalam kemasan jatuh atau
dilemparkan saat memuat dalam angkutan.Untuk mengurangi kerusakan
tersebut, dapat digunakan lapisan atau bantalan pada dasar kemasan dan
penanganan yang lebih hati-hati.
b. Memar akibat tekanan.
Buah pisang dalam kemasan dapat mengalami kerusakan jika
22
kemasan tidak kuat menahan tumpukan dari kemasan di atasnya.Memar
akibat tekanan juga dapat terjadi akibat tumpukan antar buah pisang dalam
kemasan.Buah pada bagian bawah tertekan pisang yang berada di atasnya
jika tanpa disusun dengan baik dan diberi lapisan penyekat.
c. Memar akibat gesekan.
Kerusakan ini dapat dihindari bila penyusunan buah pisang dalam
kemasan rapat dan tidak memungkinkan buah bergerak. Contoh kerusakan
buah pisang yang terlihat setelah buah matang adalah: ujung buah
menekan dan melukai buah lainnya, buah pecah, dan buah memar karena
tekanan terlihat setelah buah matang adalah: ujung buah menekan dan
melukai buah lainnya, buah pecah, dan buah memar karena tekanan.
Gambar 4.Kerusakan akibat memar dan tekanan dalam kemasan
(a) Memar akibat tekanan oleh ujung buah pisang yang berada di
atasnya.
(b)Tekanan menyebabkan buah pecah dan kulit terbuka
23
(c) Posisi ujung jari pisang yang dapat menekan jari pisang di
bawahnya bila tidak diberi pelapis.
Kemasan yang digunakan cukup memiliki ventilasi atau lubang-lubang
untuk membuang panas yang dihasilkan oleh buah pisang.Panas tidak boleh
terakumulasi di sekeliling buah yang dapat menstimulasi respirasi yang lebih
cepat.Umumnya, kemasan dengan ventilasi sekitar 5% sudah mencukupi.
Kemasan harus mampu menekan kehilangan air yang berarti juga susut bobot dan
penampilan buah seperti layu atau kurang segar. Untuk mengatasi susut bobot
tersebut, dapat digunakan lembaran plastik polietilen tipis yang diberi lubang/
perforasi untuk membungkus seluruh buah pisang sebelum dimuat dalam kotak
karton berkorugasi.
7. Pemeraman
Buah pisang sampai tempat tujuan pengiriman diharapkan masih dalam
keadaan
hijau.Pemeraman
dikerjakan
oleh
pedagang
di
pasar-pasar
tujuan.Pemeraman pada lingkungan suhu sejuk dapat menghasilkan pisang
matang dengan penampilan kulit buah kuning, namun daging buah masih keras.
Teknik Pematangan Buah
Buah pisang yang telah matang sangat mudah dikenali melalui perubahan
warna kulitnya, oleh karena itu indeks warna kulit menjadi penting, dan
digunakan sebagai penanda tingkat kematangan buah pisang.
Pisang merupakan jenis buah-buahan yang tergolong sebagai buah
klimakterik, sehingga setelah dipanen masih melangsungkan proses fisiologi
dengan menghasilkan etilen dan karbon dioksida dalam jumlah yang meningkat
drastis, serta terjadi proses pematangan buah (Wills et al., 1999). Diketahui bahwa
24
hormon yang berpengaruh terhadap proses pematangan adalah etilen. Beberapa
daun tanaman menghasilkan etilen sehingga sering digunakan sebagai pemacu
pematangan.
Tabel 4.Kematangan buah pisang berdasar indeks warna kulit
25
Buah pisang dapat dipanen tua sebelum matang kemudian dilakukan
pemeraman untuk mendapatkan buah matang.Pemeraman setidaknya dilakukan
sampai buah memiliki indeks warna 3, dimana kondisi buah sudah mulai
menguning namun tekstur masih keras dan tahan untuk dikirimkan ke tempat
pemasaran. Stimulasi pematangan sering dilakukan dengan menggunakan gas
etilen, gas karbit atau ethrel. Jika menggunakan gas etilen dengan waktu kontak
cukup 24 jam. Kesempurnaan hasil pemeraman dipengaruhi oleh dosis bahan
pemacu pematangan, suhu, kelembaban dan sirkulasi udara. Proses pematangan
yang berjalan sempurna (suhu sejuk, kelembaban tinggi, ventilasi udara di tempat
pemeraman baik, dosis bahan pemacu pematangan tepat) menghasilkan warna
kulit buah pisang kuning merata, rasa buah manis, aroma kuat dan tidak mudah
rontok. Proses pematangan tersebut terjadi pemecahan khlorofil, pati, pektin, dan
tanin yang diikuti dengan pembentukan senyawa etilen, pigmen, flavor, energi dan
polipeptida (Pantastico, 1975). Senyawa etilen inilah yang merupakan hormon
yang aktif dalam proses pematangan buah (Murtiningsih, et al., 1995).
Cara pemeraman sederhana dilakukan dengan menempatkan buah pisang
26
di dalam tanah, selanjutnya dilakukan pengasapan dari bahan pertanian, misalnya
daun kelapa, sabut kelapa yang dikenal dengan cara pengomposan. Disamping itu,
yang juga banyak dilakukan pedagang pisang, yakni menggunakan peti kayu yang
dilapisi kertas semen, kemudian ditambahkan karbit, dan selanjutnya ditutup
menggunakan kertas bekas pembungkus semen.
1. Pemeraman dengan daun tanaman
Petani memiliki cara pemeraman buah dengan menutup buah dengan daun
dari beberapa jenis tumbuhan. Beberapa daun yang memiliki kemampuan
merangsang pematangan buah adalah daun gamal atau Gliricidia sapium dan
Albizzia fulcata (Murtiningsih, et al., 1993). Jika akan menggunakan daun
tersebut, perlu dipetik satu hari sebelumnya, karena pada saat tersebut produksi
etilen tertinggi dengan periode waktu yang lama (24-48 jam), masing masing
0,73-0,89 ppm pada daun Albizzia dan 0,20-0,24 ppm pada Gliricidia
(Murtiningsih, et al., 1993).
Penggunaan daun gamal (Gliricidia sapium), guna mempercepat
kematangan buah pisang Raja Sere dan Emas yang dilakukan Yulianingsih dan
Dasuki (1989), menyatakan bahwa daun gamal muda menghasilkan etilen cukup
banyak dibandingkan daun tua, penggunaan daun sejumlah 20-40% dari berat
buah yang diperam dengan lama pemeraman 24-48 jam dapat mempercepat
pematangan sekitar 2-4 hari (diperam: matang dalam 3-4 hari, tanpa diperam:
matang antara 6-7 hari). Pematangan yang lebih cepat tersebut ditunjukkan oleh
perubahan warna kulit dari hijau menjadi kuning, perubahan tingkat kekerasan,
penurunan kadar pati dan peningkatan kandungan gula. Perubahan tersebut tidak
signifikan antara penggunaan daun sebanyak 20 dan 40% untuk pemeraman buah
27
pisang Raja Sere dan pisang Emas. Berdasarkan uraian di atas, pemeraman
menggunakan daun, cukup dengan menggunakan 10% dari berat buah
pisangnya.Daun dapat diletakkan sebagai bantalan pada dasar kemasan buah,
kemudian diletakkan pisang, daun, dan pisang secara berselang-seling, kemudian
ditutup dan dibiarkan 36 jam.Setelah waktu tersebut, buah dapat dikeluarkan dan
dibiarkan matang sempurna.Penggunaan jumlah daun yang semakin banyak
makin cepat buah menjadi matang dan akibatnya buah juga cepat rontok.Karena
buah terpacu cepat matang, maka respirasi berjalan cepat, karbohidrat yang
dirombak juga banyak dan menghasilkan air dan gas karbondioksida sehingga
menyebabkan susut bobotnya cukup besar.
Hal yang terjadi pada komposisi buah adalah penurunan kandungan
vitamin C seiring dengan kenaikan dosis daun. Pada penggunaan daun 40% dari
berat buah mengakibatkan susut bobot hingga 16,8% (Murtiningsih, et al, 1993).
Pemeraman menggunakan daun dapat dilakukan bersamaan waktunya dengan
pengiriman buah, dan sesampainya di tempat tujuan (tidak lebih dari 36 jam) buah
dapat dikeluarkan dari kemasan dan dibiarkan selama satu hari kemudian dapat
dipasarkan dan dikonsumsi.
2. Pemeraman dengan ethrel
Ethrel atau ethepon adalah suatu larutan yang mengandung bahan aktif 2
chloro ethyl phosponic acid yang dapat menghasilkan etilen secara langsung pada
jaringan tanaman. Dengan timbulnya etilen maka kematangan buah dapat
dipercepat. Penggunaan ethrel (500, 1000, dan 1500) ppm, mempercepat buah
pisang menjadi matang pada hari ke-4, sedangkan kontrol menjadi matang pada
hari ke-10. Semakin tinggi konsentrasi ethrel yang digunakan perubahan warna
28
dan pelunakan buah semakin cepat, dan pemacuan tersebut mempercepat
penurunan kadar pati diiringi dengan peningkatan kadar gula dan kadar asamnya.
Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa penggunaan ethrel dapat
menyeragamkan kematangan pada pisang Raja Sere yang seringkali tidak merata.
Dalam penerapannya, buah dicelup dalam larutan ethrel 1000 ppm selama 30
detik (1 ml dalam 1 liter air bersih), dan menjadi matang penuh dalam waktu 3-4
hari (Murtiningsih, et al., 1995).
3. Pemeraman dengan kalsium karbida
Para pedagang pengumpul sering menggunakan batu karbit atau kalsium
karbida untuk mempercepat pematangan buah pisang, karena mudah diperoleh,
murah dan praktis. Caranya, batu karbit sebanyak 0,05% dari berat buah pisang,
dibungkus dengan kertas koran dan dipercikkan air. Karbit kemudian diletakkan
pada bagian bawah kemasan, kemudian diletakkan buah pisang dan ditutup rapat.
Kondisi demikian dibiarkan selama 36 jam dalam ruangan dengan sirkulasi udara
yang baik. Setelah waktu stimulasi tercapai, buah dikeluarkan dan diatur pada rakrak untuk memberi kesempatan matang sempurna. Salah satu keuntungan
pemeraman dengan kalsium karbida adalah dapat diterapkan bersamaan
pengemasan dan selama pengiriman yang tidak melebihi 36 jam. Sampai di
tempat tujuan, buah pisang dikeluarkan dari kemasan dan diangin-anginkan paling
tidak satu hari, baru dapat dipasarkan dan dikonsumsi. Namun, kelemahannya,
karena buah cepat matang maka buah pisang mudah rontok dan cepat rusak
ditandai dengan bintik-bintik coklat pada permukaan kulit
(Murtiningsih, et al., 1995).
29
4. Pemeraman dengan gas etilen atau asetilen
Pemeraman pisang dapat pula dilakukan menggunakan gas etilen atau
asetilen. Asetilen adalah gas yang sering digunakan untuk keperluan mengelas.
Penggunaan gas dalam pemeraman lebih baik dibanding dengan karbit.
Penggunaan gas lebih efektif bila buah yang diperam mengandung enzim
oksidase, karena gas berfungsi sebagai koenzim.Disamping itu, gas berfungsi
untuk mengubah warna kulit buah dari hijau menjadi kuning dan mempercepat
kematangan buah. Buah pisang dalam bentuk tandan atau sisir diatur di rak yang
diberi tutup plastik atau dalam ruang tertutup sehingga udara tidak dapat keluar.
Gas asetilen atau etilen dialirkan ke dalam ruangan, jumlahnya tergantung ruang
pemeraman yang digunakan.Untuk ruangan yang penuh, dianjurkan banyaknya
gas
yang
dialirkan
sebanyak
1/10
cuft
untuk
setiap
isi
1000
cuft
ruangan.Pemberian gas sebanyak satu kali sehari selama 2 hari berturut-turut.Gas
dialirkan perlahan-lahan melewati pipa dengan lubang kecil di bagian belakang.
Etilen dan gas asetilen tidak berwarna, agak berbau dan mudah terdeteksi
pada konsentrasi rendah, tidak beracun untuk manusia dan hewan selama
kepekatannya dibawah 1000 ppm (0,1%). Campuran udara dan gas etilen lebih
dari 27.000 ppm (2,7%) dapat meledak. Karena itu, harus diperhatikan benarbenar petunjuk penggunaannya. Bila gas etilen kurang mencukupi, maka
pematangan tidak merata dan warna kulit buah pucat dan ujung buah tetap
b