PERBEDAAN LAMA RAWAT INAP PADA PASIEN SINDROM KORONER AKUT DENGAN STRES HIPERGLIKEMIA DAN Perbedaan Lama Rawat Inap Pada Pasien Sindrom Koroner Akut Dengan Stres Hiperglikemia Dan Tanpa Stres Hiperglikemia Non Diabetik Di Rsud Dr. Moewardi.

(1)

PERBEDAAN LAMA RAWAT INAP PADA PASIEN SINDROM KORONER AKUT DENGAN STRES HIPERGLIKEMIA DAN

TANPA STRES HIPERGLIKEMIA NON DIABETIK DI RSUD DR. MOEWARDI

HALAMAN JUDUL

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh :

YUNIANA NUR REZKI J 500 130 074

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017


(2)

i ii i

HALAMAN PERSETUJUAN

PERBEDAAN LAMA RAWAT INAP PADA PASIEN SINDROM KORONER AKUT DENGAN STRES HIPERGLIKEMIA DAN

TANPA STRES HIPERGLIKEMIA NON DIABETIK DI RSUD DR. MOEWARDI

PUBLIKASI ILMIAH

oleh:

YUNIANA NUR REZKI J 500 130 074

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Pembimbing Utama

Dr. Iin Novita Nurhidayati Mahmuda, M.Sc, Sp.PD. NIK. 1013


(3)

i ii i

HALAMAN PENGESAHAN

PERBEDAAN LAMA RAWAT INAP PADA PASIEN SINDROM KORONER AKUT DENGAN STRES HIPERGLIKEMIA DAN

TANPA STRES HIPERGLIKEMIA NON DIABETIK DI RSUD DR. MOEWARDI

OLEH

YUNIANA NUR REZKI J 500 130 074

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji dan Pembimbing Utama Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari ..., ... 2017

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Dr. Anika Candrasari, M.Kes. (………..) (Ketua Dewan Penguji)

2. Dr. Nur Hidayat, Sp.PD. (………..)

(Anggota I Dewan Penguji)

3. Dr. Iin Novita Nurhidayati Mahmuda, M.Sc, Sp.PD. (………..)

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan

DR. Dr. EM. Sutrisna, M.Kes. NIK. 919


(4)

i ii i

PERNYATAAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi manapun. Sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, yang tertulis dalam naskah ini kecuali disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan penulis di atas, maka akan penulis pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, Januari 2017 Penulis

YUNIANA NUR REZKI J 500 130 074


(5)

1

PERBEDAAN LAMA RAWAT INAP PADA PASIEN SINDROM KORONER AKUT DENGAN STRES HIPERGLIKEMIA DAN

TANPA STRES HIPERGLIKEMIA NON DIABETIK DI RSUD DR. MOEWARDI

Yuniana Nur Rezki, Iin Novita Nurhidayati Mahmuda Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstrak

Sindrom Koroner Akut (SKA) dalam beberapa studi terakhir dihubungkan dengan hiperglikemia pada saat masuk rumah sakit dengan angka mortalitas yang semakin tinggi. Hiperglikemia pada pasien SKA menggambarkan respon akut dari keadaan hiperadrenergik dengan peningkatan risiko trombosis. Sehingga dapat memperburuk kondisi pasien SKA selama masa perawatan di rumah sakit. Untuk mengetahui perbedaan lama rawat inap pada pasien SKA dengan stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik. Dengan desain penelitian observasional analitik dan pendekatan secara cross sectional.Subjek penelitian adalah penderita SKA non diabetik di RSUD Dr. Moewardi. Data diperoleh dari rekam medis dengan teknik purposive sampling,dengan jumlah sampel sebanyak 68 pasien, 34 pasien SKA dengan hiperglikemia dan 34 pasien SKA tanpa hiperglikemia. Data dianalisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan lama rawat inap pasien SKA dengan stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik. Dengan nilai median untuk kelompok SKA dengan hiperglikemia adalah 6 hari sedangkan kelompok SKA tanpa hiperglikemia adalah 4 hari. Dengan nilai signifikansi p= 0.002. Terdapat perbedaan lama rawat inap pasien SKA dengan stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik di RSUD Dr. Moewardi.

Kata kunci: Lama Rawat Inap, Sindrom Koroner Akut (SKA), Stres Hiperglikemia, Non Diabetik.

Abstract

Acute Coronary Syndrome (ACS) in several recent studies related to hyperglycemia on admission to the higher mortality rates. Hyperglycemia in patients with ACS describes the acute response of hyperadrenergic state with an increasing risk of thrombosis. So it can worsen the condition of patients with ACS during hospitalization. To determine differences between length of stay in ACS in patients with and without non-diabetic stress hyperglycemia. In an observational study design and analytic approach cross sectional. Subject study were patients of ACS non diabetic RSUD Dr. Moewardi. Data obtained from medical records by using purposive sampling, with a total sample of 68 patients, 34 patients with hyperglycemia and 34 patients without hyperglycemia ACS. Data were analyzed


(6)

2

using the Mann-Whitney test. The result shows that there are differences in length of stay of ACS patients with and without the stress of non-diabetic hyperglycemia. With a median value for the group ACS with hyperglycemia is 6 days, while group ACS without hyperglycemia is 4 days. With the significant value of p = 0.002. There are differences in length of stay in ACS in patients with and without non-diabeti stress hyperglycemia in RSUD Dr. Moewardi.

Keyword: Lenght of stay, Acute Coronary Syndrome (ACS), Stress hyperglycemia, Non-diabetic.

1. PENDAHULUAN

Penyakit Jantung Koroner (PJK) masih menjadi masalah kesehatan utama baik di negara maju maupun negara berkembang. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2012, dari 17,5 juta kematian akibat penyakit tidak menular, terdapat 7,4 juta kematian akibat PJK, dan diperkirakan angka kematian ini akan terus meningkat hingga mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030.

Data epidemiologi di Indonesia pada tahun 2013, berdasarkan diagnosis dokter menunjukkan prevalensi penderita PJK sebanyak 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 kasus dari seluruh pasien penyakit tidak menular, dan untuk prevalensi PJK di Jawa Tengah sebesar 0,5% atau sekitar 120.447 kasus (Riskesdas, 2013). Sementara Kota Surakarta menempati posisi tertinggi kedua di Jawa Tengah setelah Kabupaten Klaten yaitu sekitar 917 kasus (Depkes, 2014).

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan bagian manifestasi klinis dari Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan merupakan kegawatan jantung yang serius. Beberapa studi selama dekade terakhir ini telah menghubungkan hiperglikemia pada saat masuk rumah sakit dengan angka mortalitas yang cukup tinggi pada pasien dengan sindrom koroner akut (SKA), termasuk Infark Miokard Akut (IMA). Pada penderita infark miokard akut non diabetik dengan hiperglikemia pernah dilaporkan angka kematian rata-rata selama perawatan di rumah sakit sebesar 25%, sedangkan yang tanpa hiperglikemia sebesar 6% (Irawan, et al., 2005). Penelitian bagian unit kardiologi Universitas Indonesia di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta juga melaporkan bahwa stress hiperglikemia pada


(7)

3

pasien infark miokard akut non DM (Diabetes Melitus) meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung dan kematian (Oktarina, et al., 2013).

Hiperglikemia yang terjadi pada pasien Sindroma Koroner Akut (SKA) menggambarkan respon akut dari keadaan hiperadrenergik dengan peningkatan risiko thrombosis. Sehingga hiperglikemia tidak hanya dapat meningkatkan risiko terjadinya SKA, melainkan juga dapat memperburuk kondisi pasien SKA. Hal tersebut yang diduga juga mempengaruhi lama hari rawat pasien SKA baik secara langsung maupun tidak langsung selama masa perawatan di rumah sakit (Oktarina, et al., 2013).

Dalam penelitian sebelumnya menghubungkan lama hari rawat inap pasien SKA non diabetik dengan kadar glukosa darah saat masuk rumah sakit, dimana diperoleh rerata lama hari rawat pasien jika kadar glukosa darah saat masuk rumah sakit sebesar < 140 mg/dl adalah 7,43 ± 2,152 hari (n=28), sedangkan pasien dengan kadar glukosa darah saat masuk rumah sakit sebesar 140 – 199 mg/dl memiliki rerata lama hari rawat selama 6,94 ± 2,536 hari (n=17) (Oktarina, et al., 2013). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa stres hiperglikemia memberikan efek yang lebih buruk terkait dengan lama rawat inap pada pasien SKA.

Berdasarkan uraian diatas peneliti merasa perlu lebih lanjut melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan lama rawat inap pada pasien Sindrom Koroner Akut dengan stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik di RSUD Dr. Moewardi.

Tujuan penelitian iniadalah untuk mengetahui perbedaan lama rawat inap pada pasien Sindrom Koroner Akut dengan stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik di RSUD Dr. Moewardi.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross sectional yang dilakukan di Unit Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUD Dr. Moewardi pada bulan November sampai Desember 2016. Populasi pada penelitian ini yaitu Pasien Sindrom Koroner Akut


(8)

4

(SKA) yang menjalani rawat inap di Unit Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler di RSUD Dr. Moewardi dan sesuai kriteria restriksi antara bulan Januari 2013 sampai Oktober 2016 dengan teknik penelitian ini diambil dengan purposive sampling,

Berdasarkan rumus besar sampel untuk studi analitis numerik tidak berpasangan didapatkan besar minimal masing-masing kelompok adalah 34 subjek. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pasien stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah lama rawat inap pada pasien sindom koroner akut. Lama rawat inap, diagnosis penyakit, dan kadar gula darah saat masuk rumah sakit didapatkan berdasarkan hasil data rekam medis dan didiagnosis oleh dokter spesialis penyakit dalam di RSUD Dr. Moewardi.

Data yang sudah terkumpul akan dianalisa menggunakan program SPSS. Normalitas sebaran data pada penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk karena besar sampel masing-masing kelompok kurang dari 50. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji T tidak berpasangan jika data normal, jika data tidak normal maka akan digunakan uji Mann Whitney.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta terhadap pasien yang telah di diagnosis oleh dokter Sindrom Koroner Akut dengan stress hiperglikemia dan tanpa stress hiperglikemia non diabetik. Subjek penelitian ini telah diseleksi berdasarkan kriteria restriksi yang telah dibuat oleh peneliti. Data keseluruhan yang didapatkan berjumlah 86 rekam medis, namun hanya terdapat 70 rekam medis yang sudah memenuhi kriteria restriksi yang telah dibuat oleh peneliti. Dari data tersebut terdapat 34 rekam medis pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) dengan stres hiperglikemia non diabetik dan 34 rekam medis pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) tanpa stres hiperglikemia non diabetik.


(9)

5

Tabel 1. Distribusi Subjek Penelitian Hiperglikemia Tanpa

Hiperglikemia P value Total

n (%) n (%)

Diagnosis NSTEMI STEMI UAP Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tekanan Darah Normal Prehipertensi Hipertensi Tahap 1 Hipertensi Tahap 2 Rerata±SD (mmHg) IMT Gizi Kurang Gizi Normal Berisiko Obesitas Obesitas 1 Obesitas 2

Rerata±SD (Kg/m2)

14 (20.6%) 13 (19.1%) 7 (10.3%) 21 (30.9%) 13 (19.1%) 9 (13.2%) 10 (14.1%) 8 (11.8%) 7 (10.3%) 134.82±27.16 2 (2.9%) 17 (25.0%) 5 (7.4%) 9 (13.2%) 1 (1.5%) 23.50±3.76 13 (19.1%) 4 (5.9%) 17 (25.0%) 25 (36.8%) 9 (13.2%) 9 (13.2%) 13 (19.1%) 7 (10.3%) 5 (7.4%) 131.97±23.13 2 (2.9%) 15 (22.1%) 7 (10.3%) 7 (10.3%) 3 (4.4%) 23.85±3.84 0.011 0.300 0.852 0.789 27 17 24 46 22 18 23 15 12 4 32 12 16 4

Berdasarkan hasil distribusi subjek penelitian pada tabel 2 diatas diketahui bahwa menurut diagnosisnya untuk pasien dengan hiperglikemia diperoleh jumlah lebih banyak yaitu dengan diagnosis NSTEMI sebesar 14 (20.6%) pasien, sedangkan untuk pasien tanpa hiperglikemia yang memperoleh jumlah lebih banyak yaitu dengan diagnosis UAP sebesar 17 (25.0%) pasien, dan dengan nilai signifikansi p= 0.011.

Pada karakteristik jenis kelamin yang memperoleh jumlah lebih banyak yaitu pada jenis kelamin laki-laki, dimana ada 21 (30.9%) pasien dengan hiperglikemia dan 25 (36.8%) pasien tanpa hiperglikemia, serta memperoleh nilai p= 0.300.

Dari hasil tekanan darah yang diketahui, yang memperoleh jumlah lebih banyak yaitu pada klasifikasi prehipertensi dimana ada 10 (14.1%) pasien dengan hiperglikemia dan 13 (19.1%) pasien tanpa hiperglikemia, serta


(10)

6

memperoleh nilai p= 0.852. Sedangkan untuk rerata tekanan darahnya pada pasien yang disertai hiperglikemia sebesar 134.82±27.16 mmHg, dan yang tanpa hiperglikemia yaitu 131.97±23.13 mmHg.

Berdasarkan Indeks Masa Tubuhnya yang memperoleh jumlah lebih banyak yaitu pada klasifikasi gizi normal dimana ada 17 (25.0%) pasien dengan hiperglikemia dan 15 (22.1%) pasien tanpa hiperglikemia, serta memperoleh nilai p= 0.789. Sedangkan untuk rerata IMTnya pada pasien yang disertai hiperglikemia sebesar 23.50±3.76 Kg/m2, dan yang tanpa hiperglikemia yaitu 23.85±3.84 Kg/m2.

Tabel 2. Perbedaan lama rawat inap pasien SKA dengan stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik.

Gula Darah Sewaktu

Lama Rawat Inap

Total Rerata±SD (hari)

≥ 7 hari < 7 hari

n(%) n% N

Hiperglikemia 14 (20.6%) 20 (29.4%) 34 6.18±3.12 Tanpa Hiperglikemia 2 (2.9%) 32 (47.1%) 34 4.15±1.42

Jumlah 16 52 68

Berdasarkan data pada tabel 3 di atas diketahui bahwa kelompok lama rawat inap ≥ 7 hari dengan hiperglikemia berjumlah 14 (20.6%) pasien yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok lama rawat inap ≥ 7 hari tanpa hiperglikemia hanya sejumlah 2 (2.9%) pasien saja. Sedangkan kelompok lama rawat inap < 7 hari dengan hiperglikemia berjumlah 20 (29.4%) pasien yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok lama rawat inap < 7 hari tanpa hiperglikemia yang berjumlah 32 (47.1%) pasien.

Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk pada kelompok lama rawat inap dengan hiperglikemia dan tanpa hiperglikemia, masing-masing diperoleh signifikansi 0.002 dan 0.023 karena nilai signifikansi dari kedua variabel masih < 0.05 maka data dinyatakan berdistribusi tidak normal sehingga diperlukan transformasi data terlebih dahulu. Namun setelah ditransformasi data masih berdistribusi tidak normal sehingga untuk uji beda tidak berpasangan menggunakan uji alternatif yaitu uji Mann-Whitney.


(11)

7

Tabel 4. Uji Mann-Whitney

N Median

(minimum-maksimum) P Lama Rawat Inap dengan Hiperglikemia 34 6 (2-17) 0.002

Lama Rawat Inap tanpa Hiperglikemia 34 4 (2-8)

Berdasarkan data pada tabel 6 Diperoleh nilai signifikansi ( p= 0.002), karena nilai p<0.05 secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan lama rawat inap pasien SKA dengan stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik, yang bisa dilihat dari rata-rata lama rawat inap untuk pasien dengan hiperglikemia lebih tinggi daripada pada pasien tanpa hiperglikemia.

3.2 Pembahasan

Pada penelitian ini diketahui bahwa menurut diagnosisnya untuk pasien dengan hiperglikemia diperoleh jumlah lebih banyak yaitu dengan diagnosis NSTEMI sebesar 14 (20.6%) pasien, sedangkan untuk pasien tanpa hiperglikemia yang memperoleh jumlah lebih banyak yaitu dengan diagnosis UAP sebesar 17 (25.0%) pasien dan dengan nilai signifikansi p= 0.011. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan untuk pasien SKA dengan hiperglikemia lebih banyak terdapat pada diagnosis STEMI yaitu terdapat 106 (59.9%) pasien, sedangkan untuk NSTEMI dan UAP hanya memperoleh masing-masing 26 (14.7%) dan 45 (25.4%) pasien. Dan pada pasien SKA tanpa hiperglikemia lebih banyak terdapat pada diagnosis STEMI juga yaitu sebesar 51 (46.4%) pasien dengan nilai p= 0.071 (Mansour, et al., 2011).

Berdasarkan hasil tekanan darah yang diperoleh dari penelitian ini untuk pasien SKA dengan stres hiperglikemia dan tanpa stress hiperglikemia yang memperoleh jumlah lebih banyak yaitu pada klasifikasi prehipertensi dimana ada 10 (14.1%) pasien dengan hiperglikemia dan 13 (19.1%) pasien tanpa hiperglikemia, serta memperoleh nilai p= 0.852. Sedangkan untuk rerata tekanan darahnya pada pasien yang disertai hiperglikemia sebesar 134.82±27.16 mmHg,


(12)

8

dan yang tanpa hiperglikemia yaitu 131.97±23.13 mmHg. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Marfella, et al., (2003) yang mengungkapkan bahwa rerata tekanan darah untuk pasien infark miokard akut non diabetik dengan hiperglikemia adalah 128±10 mmHg dan pasien infark miokard akut non diabetic tanpa hipergikemia sebesar 119±12 mmHg, dengan memperoleh nilai p= < 0.01.

Secara teoritis, kadar insulin secara signifikan mengalami peningkatan pada subyek dewasa muda dengan hipertensi esensial dan hipertensi ringan dibandingkan dengan subyek normotensif. Individu dengan resistensi insulin cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi. Peningkatan tekanan darah pada resistensi insulin terjadi karena insulin meningkatkan retensi natrium pada ginjal. Resistensi insulin juga berhubungan dengan peningkatan aktivitas saraf simpatis dan hipertrofi otot polos pada dinding pembuluh darah (Sulistyoningrum, 2010).

Berdasarkan Indeks Masa Tubuhnya yang memperoleh jumlah lebih banyak yaitu pada klasifikasi gizi normal dimana ada 17 (25.0%) pasien dengan hiperglikemia dan 15 (22.1%) pasien tanpa hiperglikemia, serta memperoleh nilai p= 0.789. Sedangkan untuk rerata IMT pada pasien yang disertai hiperglikemia sebesar 23.50±3.76 Kg/m2, dan yang tanpa hiperglikemia yaitu 23.85±3.84 Kg/m2. Terdapat kesesuaian dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya dimana tidak terdapat perbedaan yang bermakna untuk rerata IMT pada pasien SKA dengan hiperglikemia dan tanpa hiperglikemia yang masing-masing diperoleh sebesar 23.8±3.5 Kg/m2 dan 23.7±3.1 Kg/m2(Ishihara, et al., 2006). Pada penelitian Marfella, et al., (2003) diperoleh rerata IMT sebesar 26±0.5 Kg/m2 untuk pasien SKA dengan hiperglikemia dan 25±0.3 Kg/m2 untuk pasien SKA tanpa hiperglikemia.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menjelaskan bahwa obesitas dapat menimbulkan resistensi insulin melalui peningkatan produksi asam lemak bebas. Asam lemak bebas yang terakumulasi di jaringan akan menginduksi resistensi insulin terutama pada hati dan otot. Oksidasi asam lemak akan menyebabkan peningkatan asetil koA pada mitokondria dan inaktivasi enzim piruvat dehidrogenase. Mekanisme ini akan menginduksi peningkatan kadar sitrat


(13)

9

intraselular yang akan menghambat akumulasi fosfo-fruktokinase dan glukosa-6 phosphat yang menyebabkan akumulasi glukosa interselular dan mengurangi uptake glukosa dari ekstrasel (Sulistyoningrum, 2010).

Pada kelompok lama rawat inap ≥ 7 hari dengan hiperglikemia berjumlah 14 (20.6%) pasien yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok lama rawat inap ≥ 7 hari tanpa hiperglikemia hanya sejumlah 2 (2.9%) pasien saja. Sedangkan kelompok lama rawat inap < 7 hari dengan hiperglikemia berjumlah 20 (29.4%) pasien yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok lama rawat inap < 7 hari tanpa hiperglikemia yang berjumlah 32 (47.1%) pasien. Dengan rerata kelompok rawat inap disertai hiperglikemia sebesar 6.18±3.12 hari sedangkan pada kelompok rawat inap tanpa disertai hiperglikemia selama 4.15±1.42 hari, serta dengan menggunakan uji Mann-Whitney diperoleh nilai signifikansi ( p= 0.002), karena nilai p<0.05 secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan lama rawat inap pasien SKA dengan stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa rerata kelompok lama rawat inap pada dengan hiperglikemia memiliki rerata 9.0±0.7 hari sedangkan untuk rerata kelompok rawat inap tanpa disertai hiperglikemia dijumpai rerata selama 4.5±0.1 hari (Guillermo, et al., 2009).

Pada penelitian ini masih terdapat beberapa kelemahan, meskipun hasil hipotesis sesuai dengan yang diharapkan. Kelemahan dalam penelitan ini yaitu dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional, dimana faktor resiko dan efek hanya diamati dalam satu waktu saja sehingga tidak menggambarkan hubungan sebab-akibat yang kuat. Masih terlalu sedikitnya jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan jumlah sampel total sebesar 68 orang. Kelemahan lain dari penelitian ini dikarenakan keterbatasan data yang tercantum dalam rekam medis pasien serta pengukuran kadar glukosa darah yang digunakan hanya menggunakan kadar glukosa darah sewaktu sehingga tidak bisa mengetahui dengan pasti riwayat hiperglikemia pada pasien.


(14)

10 4. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan lama rawat inap pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) dengan stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik di RSUD Dr. Moewardi. Sehingga dengan adanya perbedaan pada penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan estimasi besar sampel yang lebih besar sehingga bisa didapatkan distribusi data yang normal serta hasil yang lebih akurat, menentukan definisi dan diagnosis dari stress hiperglikemia non diabetik dengan jelas dengan literatur yang mendukung juga, dan dalam pengambilan sampel harus dilihat terlebih dahulu untuk riwayat penyakit dahulu dan komplikasi-komplikasi yang menyertai pada diagnosis dalam rekam medik tersebut agar tidak adanya bias dalam penelitian selanjutnya, serta diharapkan pula pada penelitian selanjutnya untuk alat ukur kadar gula darah bisa menggunakan Glukosa Darah Puasa maupun HbA1C agar data yang didapat lebih akurat.

PERSANTUNAN

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada DR. Dr. EM. Sutrisna, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, segenap dosen dan staf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kepada Dr. Iin Novita Nurhidayati Mahmuda, M.Sc, Sp. PD., Dr. Anika Candrasari, M.Kes., Dr. Nur Hidayat, Sp.PD, yang telah membimbing, memberikan kritik dan saran dalam penelitian ini. Teman-teman angkatan 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes (Departemen Kesehatan)., 2014. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun2014.http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_K ES_PROVINSI_2014/13_Jateng_2014.pdf [diakses tanggal 22 Maret 2016]


(15)

11

Guillermo, E.. Umpierrez, S.D., Isaacs., Niloofar B., Xiangdong Y., Leonard, M.T., Dan Abbas, E.K., Hyperglycemia: An Independent Marker of In-Hospital Mortality in Patients with Undiagnosed Diabetes. J Clin Endocrinol Metab, March 2002, 87(3):978–982

Irawan, B., Rochmah, W., Suharno., 2005. Hubungan Kadar Gula Darah Saat Masuk Rumah Sakit Dengan Cardiac Event Pada Penderita Infark Miokard Akut Di RS Dr. Sardjito. Junal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXI, No.1.

Ishihara, M., Inoue, I., Kawagoe, T., Shimatani, Y., Kurisu, S., Hata, T., Nakama, Y., Kijima, Y., Kagawa, E., Is Admission Hyperglycaemia in Non-Diabetic Patiens with Acute Myocardial Infarction a Surrogate for Previously Undiagnosed Abnormal Glucose Tolerance. European Heart Journal 2006, 27, 2413-2419.

Ishihara, M., Kojima, S., Sakamoto, T., Kimura, K., Kosuge, M., Asada, Y., et al. Comparison of blood glucose values on admission for acute myocardial infarction in patients with versus without diabetes mellitus. Am J Cardiol. 2009;104:769-74.

Mansour, A.A., Wanoose, H.L., Acute Phase Hyperglycemia Among Patients Hospitalized with Acute Coronary Syndrome: Prevalence and Prognostic Significance. Oman Medical Journal 2011, Vol 26, No.2:85-90

Marfella, R., Siniscalchi, M., Esposito, K., Sellitto, A., De Fanis, U., Romano, C., Portoghese, M., Siciliano, S., et al. Effect of Stress Hyperglycemia on Acute Myocardial Infarction. Diabetes Care 2003, Volume 26, Number 11.

Oktarina, R., Karani, Y., Edward, Z., 2013. Hubungan Kadar Glukosa Darah Saat Masuk Rumah Sakit Dengan Lama Hari Rawat Pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) Di RSUP Dr.M. Djamil Padang. Padang: Jurnal Kesehatan Andalas, 2(2).

RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar)., 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Depkes RI. Jakarta. http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/i nfodatin-jantung.pdf [diakses tanggal 22 Maret 2016]

Sulistyoningrum, E., 2010. Tinjauan Molekular Dan Aspek Klinis Resistensi Insulin. Mandala Of Health. Volume 4, Nomor 2, Mei 2010.

WHO (World Health Organization)., 2012. Media Centre. Non-communicable diseases. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs355/en/ [diakses tanggal 15 Maret 2016]


(1)

memperoleh nilai p= 0.852. Sedangkan untuk rerata tekanan darahnya pada pasien yang disertai hiperglikemia sebesar 134.82±27.16 mmHg, dan yang tanpa hiperglikemia yaitu 131.97±23.13 mmHg.

Berdasarkan Indeks Masa Tubuhnya yang memperoleh jumlah lebih banyak yaitu pada klasifikasi gizi normal dimana ada 17 (25.0%) pasien dengan hiperglikemia dan 15 (22.1%) pasien tanpa hiperglikemia, serta memperoleh nilai p= 0.789. Sedangkan untuk rerata IMTnya pada pasien yang disertai hiperglikemia sebesar 23.50±3.76 Kg/m2, dan yang tanpa hiperglikemia yaitu 23.85±3.84 Kg/m2.

Tabel 2. Perbedaan lama rawat inap pasien SKA dengan stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik.

Gula Darah Sewaktu

Lama Rawat Inap

Total Rerata±SD (hari) ≥ 7 hari < 7 hari

n(%) n% N

Hiperglikemia 14 (20.6%) 20 (29.4%) 34 6.18±3.12

Tanpa Hiperglikemia 2 (2.9%) 32 (47.1%) 34 4.15±1.42

Jumlah 16 52 68

Berdasarkan data pada tabel 3 di atas diketahui bahwa kelompok lama rawat inap ≥ 7 hari dengan hiperglikemia berjumlah 14 (20.6%) pasien yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok lama rawat inap ≥ 7 hari tanpa hiperglikemia hanya sejumlah 2 (2.9%) pasien saja. Sedangkan kelompok lama rawat inap < 7 hari dengan hiperglikemia berjumlah 20 (29.4%) pasien yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok lama rawat inap < 7 hari tanpa hiperglikemia yang berjumlah 32 (47.1%) pasien.

Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk pada kelompok lama rawat inap dengan hiperglikemia dan tanpa hiperglikemia, masing-masing diperoleh signifikansi 0.002 dan 0.023 karena nilai signifikansi dari kedua variabel masih < 0.05 maka data dinyatakan berdistribusi tidak normal sehingga diperlukan transformasi data terlebih dahulu. Namun setelah ditransformasi data masih berdistribusi tidak normal sehingga untuk uji beda tidak berpasangan menggunakan uji alternatif yaitu uji Mann-Whitney.


(2)

Tabel 4. Uji Mann-Whitney

N Median

(minimum-maksimum) P

Lama Rawat Inap dengan Hiperglikemia 34 6 (2-17) 0.002

Lama Rawat Inap tanpa Hiperglikemia 34 4 (2-8)

Berdasarkan data pada tabel 6 Diperoleh nilai signifikansi ( p= 0.002), karena nilai p<0.05 secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan lama rawat inap pasien SKA dengan stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik, yang bisa dilihat dari rata-rata lama rawat inap untuk pasien dengan hiperglikemia lebih tinggi daripada pada pasien tanpa hiperglikemia.

3.2 Pembahasan

Pada penelitian ini diketahui bahwa menurut diagnosisnya untuk pasien dengan hiperglikemia diperoleh jumlah lebih banyak yaitu dengan diagnosis NSTEMI sebesar 14 (20.6%) pasien, sedangkan untuk pasien tanpa hiperglikemia yang memperoleh jumlah lebih banyak yaitu dengan diagnosis UAP sebesar 17 (25.0%) pasien dan dengan nilai signifikansi p= 0.011. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan untuk pasien SKA dengan hiperglikemia lebih banyak terdapat pada diagnosis STEMI yaitu terdapat 106 (59.9%) pasien, sedangkan untuk NSTEMI dan UAP hanya memperoleh masing-masing 26 (14.7%) dan 45 (25.4%) pasien. Dan pada pasien SKA tanpa hiperglikemia lebih banyak terdapat pada diagnosis STEMI juga yaitu sebesar 51 (46.4%) pasien dengan nilai p= 0.071 (Mansour, et al., 2011).

Berdasarkan hasil tekanan darah yang diperoleh dari penelitian ini untuk pasien SKA dengan stres hiperglikemia dan tanpa stress hiperglikemia yang memperoleh jumlah lebih banyak yaitu pada klasifikasi prehipertensi dimana ada 10 (14.1%) pasien dengan hiperglikemia dan 13 (19.1%) pasien tanpa hiperglikemia, serta memperoleh nilai p= 0.852. Sedangkan untuk rerata tekanan darahnya pada pasien yang disertai hiperglikemia sebesar 134.82±27.16 mmHg,


(3)

dan yang tanpa hiperglikemia yaitu 131.97±23.13 mmHg. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Marfella, et al., (2003) yang mengungkapkan bahwa rerata tekanan darah untuk pasien infark miokard akut non diabetik dengan hiperglikemia adalah 128±10 mmHg dan pasien infark miokard akut non diabetic tanpa hipergikemia sebesar 119±12 mmHg, dengan memperoleh nilai p= < 0.01.

Secara teoritis, kadar insulin secara signifikan mengalami peningkatan pada subyek dewasa muda dengan hipertensi esensial dan hipertensi ringan dibandingkan dengan subyek normotensif. Individu dengan resistensi insulin cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi. Peningkatan tekanan darah pada resistensi insulin terjadi karena insulin meningkatkan retensi natrium pada ginjal. Resistensi insulin juga berhubungan dengan peningkatan aktivitas saraf simpatis dan hipertrofi otot polos pada dinding pembuluh darah (Sulistyoningrum, 2010).

Berdasarkan Indeks Masa Tubuhnya yang memperoleh jumlah lebih banyak yaitu pada klasifikasi gizi normal dimana ada 17 (25.0%) pasien dengan hiperglikemia dan 15 (22.1%) pasien tanpa hiperglikemia, serta memperoleh nilai p= 0.789. Sedangkan untuk rerata IMT pada pasien yang disertai hiperglikemia sebesar 23.50±3.76 Kg/m2, dan yang tanpa hiperglikemia yaitu 23.85±3.84 Kg/m2. Terdapat kesesuaian dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya dimana tidak terdapat perbedaan yang bermakna untuk rerata IMT pada pasien SKA dengan hiperglikemia dan tanpa hiperglikemia yang masing-masing diperoleh sebesar 23.8±3.5 Kg/m2 dan 23.7±3.1 Kg/m2(Ishihara, et al., 2006). Pada penelitian Marfella, et al., (2003) diperoleh rerata IMT sebesar 26±0.5 Kg/m2 untuk pasien SKA dengan hiperglikemia dan 25±0.3 Kg/m2 untuk pasien SKA tanpa hiperglikemia.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menjelaskan bahwa obesitas dapat menimbulkan resistensi insulin melalui peningkatan produksi asam lemak bebas. Asam lemak bebas yang terakumulasi di jaringan akan menginduksi resistensi insulin terutama pada hati dan otot. Oksidasi asam lemak akan menyebabkan peningkatan asetil koA pada mitokondria dan inaktivasi enzim piruvat dehidrogenase. Mekanisme ini akan menginduksi peningkatan kadar sitrat


(4)

intraselular yang akan menghambat akumulasi fosfo-fruktokinase dan glukosa-6 phosphat yang menyebabkan akumulasi glukosa interselular dan mengurangi uptake glukosa dari ekstrasel (Sulistyoningrum, 2010).

Pada kelompok lama rawat inap ≥ 7 hari dengan hiperglikemia berjumlah 14 (20.6%) pasien yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok lama rawat inap ≥ 7 hari tanpa hiperglikemia hanya sejumlah 2 (2.9%) pasien saja. Sedangkan kelompok lama rawat inap < 7 hari dengan hiperglikemia berjumlah 20 (29.4%) pasien yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok lama rawat inap < 7 hari tanpa hiperglikemia yang berjumlah 32 (47.1%) pasien. Dengan rerata kelompok rawat inap disertai hiperglikemia sebesar 6.18±3.12 hari sedangkan pada kelompok rawat inap tanpa disertai hiperglikemia selama 4.15±1.42 hari, serta dengan menggunakan uji Mann-Whitney diperoleh nilai signifikansi ( p= 0.002), karena nilai p<0.05 secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan lama rawat inap pasien SKA dengan stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa rerata kelompok lama rawat inap pada dengan hiperglikemia memiliki rerata 9.0±0.7 hari sedangkan untuk rerata kelompok rawat inap tanpa disertai hiperglikemia dijumpai rerata selama 4.5±0.1 hari (Guillermo, et al., 2009).

Pada penelitian ini masih terdapat beberapa kelemahan, meskipun hasil hipotesis sesuai dengan yang diharapkan. Kelemahan dalam penelitan ini yaitu dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional, dimana faktor resiko dan efek hanya diamati dalam satu waktu saja sehingga tidak menggambarkan hubungan sebab-akibat yang kuat. Masih terlalu sedikitnya jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan jumlah sampel total sebesar 68 orang. Kelemahan lain dari penelitian ini dikarenakan keterbatasan data yang tercantum dalam rekam medis pasien serta pengukuran kadar glukosa darah yang digunakan hanya menggunakan kadar glukosa darah sewaktu sehingga tidak bisa mengetahui dengan pasti riwayat hiperglikemia pada pasien.


(5)

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan lama rawat inap pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) dengan stres hiperglikemia dan tanpa stres hiperglikemia non diabetik di RSUD Dr. Moewardi. Sehingga dengan adanya perbedaan pada penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan estimasi besar sampel yang lebih besar sehingga bisa didapatkan distribusi data yang normal serta hasil yang lebih akurat, menentukan definisi dan diagnosis dari stress hiperglikemia non diabetik dengan jelas dengan literatur yang mendukung juga, dan dalam pengambilan sampel harus dilihat terlebih dahulu untuk riwayat penyakit dahulu dan komplikasi-komplikasi yang menyertai pada diagnosis dalam rekam medik tersebut agar tidak adanya bias dalam penelitian selanjutnya, serta diharapkan pula pada penelitian selanjutnya untuk alat ukur kadar gula darah bisa menggunakan Glukosa Darah Puasa maupun HbA1C agar data yang didapat lebih akurat.

PERSANTUNAN

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada DR. Dr. EM. Sutrisna, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, segenap dosen dan staf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kepada Dr. Iin Novita Nurhidayati Mahmuda, M.Sc, Sp. PD., Dr. Anika Candrasari, M.Kes., Dr. Nur Hidayat, Sp.PD, yang telah membimbing, memberikan kritik dan saran dalam penelitian ini. Teman-teman angkatan 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes (Departemen Kesehatan)., 2014. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun2014.http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_K ES_PROVINSI_2014/13_Jateng_2014.pdf [diakses tanggal 22 Maret 2016]


(6)

Guillermo, E.. Umpierrez, S.D., Isaacs., Niloofar B., Xiangdong Y., Leonard, M.T., Dan Abbas, E.K., Hyperglycemia: An Independent Marker of In-Hospital Mortality in Patients with Undiagnosed Diabetes. J Clin Endocrinol Metab, March 2002, 87(3):978–982

Irawan, B., Rochmah, W., Suharno., 2005. Hubungan Kadar Gula Darah Saat Masuk Rumah Sakit Dengan Cardiac Event Pada Penderita Infark Miokard Akut Di RS Dr. Sardjito. Junal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXI, No.1.

Ishihara, M., Inoue, I., Kawagoe, T., Shimatani, Y., Kurisu, S., Hata, T., Nakama, Y., Kijima, Y., Kagawa, E., Is Admission Hyperglycaemia in Non-Diabetic Patiens with Acute Myocardial Infarction a Surrogate for Previously Undiagnosed Abnormal Glucose Tolerance. European Heart Journal 2006, 27, 2413-2419.

Ishihara, M., Kojima, S., Sakamoto, T., Kimura, K., Kosuge, M., Asada, Y., et al. Comparison of blood glucose values on admission for acute myocardial infarction in patients with versus without diabetes mellitus. Am J Cardiol. 2009;104:769-74.

Mansour, A.A., Wanoose, H.L., Acute Phase Hyperglycemia Among Patients Hospitalized with Acute Coronary Syndrome: Prevalence and Prognostic Significance. Oman Medical Journal 2011, Vol 26, No.2:85-90

Marfella, R., Siniscalchi, M., Esposito, K., Sellitto, A., De Fanis, U., Romano, C., Portoghese, M., Siciliano, S., et al. Effect of Stress Hyperglycemia on Acute Myocardial Infarction. Diabetes Care 2003, Volume 26, Number 11.

Oktarina, R., Karani, Y., Edward, Z., 2013. Hubungan Kadar Glukosa Darah Saat Masuk Rumah Sakit Dengan Lama Hari Rawat Pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) Di RSUP Dr.M. Djamil Padang. Padang: Jurnal Kesehatan Andalas, 2(2).

RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar)., 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Depkes RI. Jakarta. http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/i nfodatin-jantung.pdf [diakses tanggal 22 Maret 2016]

Sulistyoningrum, E., 2010. Tinjauan Molekular Dan Aspek Klinis Resistensi Insulin. Mandala Of Health. Volume 4, Nomor 2, Mei 2010.

WHO (World Health Organization)., 2012. Media Centre. Non-communicable diseases. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs355/en/ [diakses tanggal 15 Maret 2016]