Status Gizi Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) di RSU Swadana Daerah Tarutung Tahun 2012

(1)

STATUS GIZI PASIEN RAWAT INAP YANG MENDAPAT DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP)

DI RSU SWADANA DAERAH TARUTUNG TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

RIAMA L.I. RAJAGUKGUK NIM. 081000113

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

STATUS GIZI PASIEN RAWAT INAP YANG MENDAPAT DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP)

DI RSU SWADANA DAERAH TARUTUNG TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

RIAMA L.I. RAJAGUKGUK NIM. 081000113

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

STATUS GIZI PASIEN RAWAT INAP YANG MENDAPAT DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP)

DI RSU SWADANA DAERAH TARUTUNG TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh RIAMA L.I. RAJAGUKGUK

NIM. 081000113

Telah Diuji dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 21 Juni 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

(Ernawati Nasution, SKM, M.Kes ) (dr. Mhd. Arifin Siregar, MS) NIP.19700212199501 2 001 NIP.19581111198703 1 004

Penguji II Penguji III

(Dr.Ir. Evawani Y. Aritonang, Msi) (Fitri Ardiani, SKM, MPH) NIP. 19680616 199303 2 003 NIP. 19820729200812 2 002

Medan, Juni 2012

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S) NIP.196108311989031001


(4)

ABSTRAK

Pada umumnya status gizi pasien yang menjalani perawatan inap di rumah sakit sangat bervariasi. Biasanya, pasien yang menderita penyakit infeksi akan mengalami penurunan status gizi. Peningkatan kebutuhan gizi dan penurunan selera makan (anoreksia) merupakan faktor penyebab penurunan status gizi pada pasien rawat inap. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah asupan makanan dari rumah sakit. Pemberian diet TKTP bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang bertambah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran status gizi pasien rawat inap yang mendapat diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) di RSU Swadana Daerah Tarutung serta jumlah kalori dan protein diet TKTP yang diberikan oleh rumah sakit tersebut. Jenis penelitian adalah deskriptif. Sebanyak 32 pasien rawat inap yang mendapat diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung dipilih sebagai sampel dengan menggunakan metode purposive sampling. Pengukuran status gizi dengan menggunakan indikator IMT WHO tahun 2004.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien berstatus gizi normal (56,3%), sisanya 18,8% berstatus gizi kurus, dan 25% berstatus gizi berat badan berlebih. Jumlah kalori dan protein diet TKTP yang diberikan pihak rumah sakit kepada pasien tidak ada yang sesuai dengan standar diet TKTP I yang dianjurkan. Terjadi perubahan berat badan pada 21,9% pasien sejak awal perawatan sampai pasien pulang.

Disarankan kepada pihak rumah sakit agar melakukan pengukuran status gizi serta meningkatkan kuantitas instrumen pengukuran status gizi, meningkatkan mutu pelayanan gizi, memberikan diet TKTP I sesuai dengan standar yang dianjurkan.


(5)

ABSTRACT

Genera lly, the nutritiona l sta tus of inpa tient ha s highly va ria ble. Usua lly, pa tients suffering from infectious disea ses will experience a decline in nutritiona l sta tus. Increa sed nutritiona l needs and decrea se of a ppetite (a norexia ) is a fa ctor in the ca uses of decline in the nutritiona l sta tus of inpa tient. Other fa ctors tha t a lso a ffect food inta ke is from the hospita l. Gra nting high in ca lorie a nd high in protein a ims to meet the needs of ca lories a nd protein.

The purpose of this resea ch is to give nutritiona l sta tus overview of inpa tient who gets on high in ca lorie a nd high in protein diet in genera l hospita l of Ta rutung regency a nd a lso the number of ca lories a nd protein of high in ca lorie a nd high in protein diet. The type of resea ch wa s the descriptive study. 32 inpa tient who get on high in ca lorie and high in protein diet were chosen a s sa mple a nd use prposive sa mpling techniques. Mea surement of the nutritiona l sta tus used BMI of WHO 2004 indica tor.

The results of this study showed tha t most pa tients a re norma l nutrition (56.3%), the rema ining 18.8% were undernourished, a nd 25% over weight. The number of ca lories and protein of high in ca lorie and high in protein diet which is from the hospita l were still not in a ccorda nce with the diet sta nda rd . Weight cha nges occurred a t 21.9% of pa tients since the beginning of the trea tment to the pa tient's home.

It is recommended to hospita l in order to mea sure the nutritiona l sta tus a nd to improve the qua ntity of its instrument mea surement, improve the service qua lity of nutrition, give the high in ca lorie a nd high in protein diet in a ccorda nce with the sta nda rds recommended.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Riama L.I. Rajagukguk

NIM : 081000113

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : 5 orang

Alamat Rumah : Jln. Puyuh 12 No. 226 Perumnas Mandala, Medan

Alamat Orang Tua :Jln. Jeruk No. 209 Perumnas Pagar Beringin Permai, Kec. Sipoholon, TAPUT.

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1995-2001 : SD NEGERI NO. 178492 PAGAR BATU 2. Tahun 2001-2004 : SMP NEGERI 1 SIPOHOLON

3. Tahun 2004-2007 : SMA NEGERI 1 TARUTUNG

4. Tahun 2008-2012 :Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Status Gizi Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) di RSU Swadana Daerah Tarutung Tahun 2012.”

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda L. Rajagukguk dan Ibunda T. Br. Simorangkir yang telah membesarkan dan mendidik, memotivasi, dan selalu mendoakan penulis serta memberikan dukungan moril maupun materil.

Selanjutnya tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr., Ir., Albiner Siagian, MSi selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat.

3. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang selalu sabar dan telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

4. Bapak dr. Mhd. Arifin Siregar, MS selaku dosen pembimbing II dan Penguji I yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Ir. Evawani Y Aritonang, Msi. selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberi kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH selaku Dosen Penguji III yang telah banyak memberi kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak R. Kintoko Rochadi Drs., MKM, Dr. selaku dosen Pembimbing Akademik.

8. Seluruh dosen dan staf/ pegawai yang banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Bang Marihot.

9. Bapak dr. Bobby Simanjuntak selaku Direktur RSU Swadana Daerah Tarutung. 10. Ibu Lerdiana Tobing selaku Kepala Instalasi Gizi RSU Swadana Daerah

Tarutung beserta staf.

11. Kakakku Puji Rajagukguk, Amd. beserta adikku Bora Rajagukguk atas semua doa dan dukungan semangatnya untuk penulis.

12. Sahabat-sahabatku ada Dewi, Merlin, Nursiani, Ririn, Fera, Fitri yang selalu memberi motivasi dan dukungan semangat pada penulis.

13. Teman-teman dari peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat, ada Fitri Yusnita, Diza, Nazwa, Ervina, Kak Icut, Kak Cempaka, Riska, Kak Tuti dan lainnya yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan serta kritikan yang


(9)

menambah semangat penulis serta seluruh teman-teman stambuk 2008 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Medan, Juni 2012 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT. ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... .. xii

BAB I PENDAHULUAN... ... 1

1.1. Latar Belakang... .... 1

1.2. Perumusan Masalah... .... 4

1.3. Tujuan Penelitian... .... 4

1.3.1. Tujuan Umum... 4

1.3.2. Tujuan Khusus... ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... ... 6

2.1.Status Gizi Pasien Rawat Inap... 6

2.1.1. Klasifikasi Status Gizi... 7

2.1.2. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi... 8

2.2.Penilaian Status Gizi... 10

2.2.1. Penilaian Status Gizi Secara Langsung...11

2.2.2. Penilaian Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung... 12

2.3. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein... 13

2.3.1. Tujuan Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein... 17

2.3.2. Syarat Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein... 17

2.3.3. Jenis Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein... 17

2.3.4. Indikasi Pemberian Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein... 18

2.3.4.1.Pasien Sebelum dan Sesudah Operasi... 18

2.3.4.2.Pasien Baru Sembuh dari Penyakit dengan Panas Tinggi... 19

2.3.4.3. Pasien Hamil dan Post Par tum (Nifas)... 20

2.4. Manfaat Pemberian Diet bagi Proses Penyembuhan... 21

2.5. Kerangka konsep... 23

BAB III METODE PENELITIAN... 24

3.1. Jenis Penelitian... 24

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian... 24

3.2.1.Lokasi Penelitian... 24

3.2.2.Waktu Penelitian... 24


(11)

3.3.1. Populasi... 25

3.3.2. Sampel... 25

3.4. Metode pengumpulan data... 25

3.4.1. Data Primer... 25

3.4.2. Data Sekunder... 26

3.5. Instrumen Penelitian... 26

3.6. Defenisi Operasional... 26

3.7. AspekPengukuran... 27

3.8.Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 28

3.8.1. Pengolahan Data... 28

3.8.2. Analisis Data... 28

BAB VI HASIL PENELITIAN……… 29

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 29

4.1.1. Wilayah Cakupan... 31

4.1.2. Produk Palayanan Kesehatan... 31

4.1.3. Gambaran Umum Instalasi Gizi RSU Swadana Daerah Tarutung... 32

4.2. Karateristik Pasien Rawat Inap Yang Mendapat Diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung... 33

4.3. Status Gizi Awal dan Akhir Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung... 36

4.3.1.Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung... 37

4.4. Diet Tinggi Kalori Tinggi protein di RSU Swadana Daerah Tarutung... 39

4.4.1.Kesesuaian Kandungan Zat Gizi Diet TKTP yang Diberikan RSU Swadana Daerah Tarutung... 40

4.5. Perubahan Berat Badan Pasien Rawat Inap Yang Mendapat Diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung... 43

BAB V PEMBAHASAN……… 48

5.1.Status Gizi Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung... 48

5.2.Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) di RSU Swadana Daerah Tarutung... 51

5.2.1. Jumlah Kalori dalam Diet TKTP... 53

5.2.2. Jumlah Protein dalam Diet TKTP... 54

5.3. Perubahan Berat Badan Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………..…....60

6.1. Kesimpulan... 60

6.2. Saran... 61 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kategori Ambang Batas IMT... 8 Tabel 2.2. Bahan Makanan untuk Makanan Biasa dalam Sehari... 14 Tabel 2.3. Bahan Makanan untuk Diet TKTP yang ditambahkan

pada Makanan Biasa... 14 Tabel 2.4. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan

dalam Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)... 15 Tabel 4.1. Daftar Ketenagaan Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum

Swadana Daerah Tarutung Tahun 2012... 33 Tabel 4.2.

Karakteristik Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet

TKTP Di RSU Swadana Daerah Tarutung... 34 Tabel 4.3. Distribusi Status Gizi Awal Pasien di RSU Swadana Daerah

Tarutung... 36 Tabel 4.4. Status Gizi Awal Berdasarkan Karakterisrik Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung.. 37 Tabel 4.5. Jumlah Kalori Diet TKTP yang Diberikan RSU Swadana

Daerah Tarutung... 41 Tabel 4.6. Jumlah Protein Diet TKTP yang Diberikan RSU Swadana

Daerah Tarutung... 42 Tabel 4.7. Perubahan Berat Badan Pasien Rawat Inap yang Mendapat

Diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung... 43 Tabel 4.8. Perubahan Berat Badan Pasien Berdasarkan Lama Rawat Inap


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian... 27


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Pengukuran Antropometri dan Status Gizi Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) di RSU Swadana Daerah Tarutung

Lampiran 2 Karakteristik Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) di RSU Swadana Daerah Tarutung

Lampiran 3 Menu Diet TKTP I Selama Seminggu Yang Diberikan Kepada Pasien Kelas di RSU Swadana Daerah Tarutung

Lampiran 4 Kesesuaian Kandungan Kalori dan Protein dalam Diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung

Lampiran 5 Hasil Analisis Data Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

Surat Keterangan Permohonan Izin Survei Pendahuluan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

Surat Keterangan Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan Penelitian dari RSU Swadana Daerah Tarutung


(15)

ABSTRAK

Pada umumnya status gizi pasien yang menjalani perawatan inap di rumah sakit sangat bervariasi. Biasanya, pasien yang menderita penyakit infeksi akan mengalami penurunan status gizi. Peningkatan kebutuhan gizi dan penurunan selera makan (anoreksia) merupakan faktor penyebab penurunan status gizi pada pasien rawat inap. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah asupan makanan dari rumah sakit. Pemberian diet TKTP bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang bertambah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran status gizi pasien rawat inap yang mendapat diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) di RSU Swadana Daerah Tarutung serta jumlah kalori dan protein diet TKTP yang diberikan oleh rumah sakit tersebut. Jenis penelitian adalah deskriptif. Sebanyak 32 pasien rawat inap yang mendapat diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung dipilih sebagai sampel dengan menggunakan metode purposive sampling. Pengukuran status gizi dengan menggunakan indikator IMT WHO tahun 2004.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien berstatus gizi normal (56,3%), sisanya 18,8% berstatus gizi kurus, dan 25% berstatus gizi berat badan berlebih. Jumlah kalori dan protein diet TKTP yang diberikan pihak rumah sakit kepada pasien tidak ada yang sesuai dengan standar diet TKTP I yang dianjurkan. Terjadi perubahan berat badan pada 21,9% pasien sejak awal perawatan sampai pasien pulang.

Disarankan kepada pihak rumah sakit agar melakukan pengukuran status gizi serta meningkatkan kuantitas instrumen pengukuran status gizi, meningkatkan mutu pelayanan gizi, memberikan diet TKTP I sesuai dengan standar yang dianjurkan.


(16)

ABSTRACT

Genera lly, the nutritiona l sta tus of inpa tient ha s highly va ria ble. Usua lly, pa tients suffering from infectious disea ses will experience a decline in nutritiona l sta tus. Increa sed nutritiona l needs and decrea se of a ppetite (a norexia ) is a fa ctor in the ca uses of decline in the nutritiona l sta tus of inpa tient. Other fa ctors tha t a lso a ffect food inta ke is from the hospita l. Gra nting high in ca lorie a nd high in protein a ims to meet the needs of ca lories a nd protein.

The purpose of this resea ch is to give nutritiona l sta tus overview of inpa tient who gets on high in ca lorie a nd high in protein diet in genera l hospita l of Ta rutung regency a nd a lso the number of ca lories a nd protein of high in ca lorie a nd high in protein diet. The type of resea ch wa s the descriptive study. 32 inpa tient who get on high in ca lorie and high in protein diet were chosen a s sa mple a nd use prposive sa mpling techniques. Mea surement of the nutritiona l sta tus used BMI of WHO 2004 indica tor.

The results of this study showed tha t most pa tients a re norma l nutrition (56.3%), the rema ining 18.8% were undernourished, a nd 25% over weight. The number of ca lories and protein of high in ca lorie and high in protein diet which is from the hospita l were still not in a ccorda nce with the diet sta nda rd . Weight cha nges occurred a t 21.9% of pa tients since the beginning of the trea tment to the pa tient's home.

It is recommended to hospita l in order to mea sure the nutritiona l sta tus a nd to improve the qua ntity of its instrument mea surement, improve the service qua lity of nutrition, give the high in ca lorie a nd high in protein diet in a ccorda nce with the sta nda rds recommended.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap pasien yang berobat ke rumah sakit memiliki status gizi berbeda-beda, ada yang sangat kurus, kurus, normal hingga pasien yang berbadan gemuk. Pada umumnya, pasien yang menderita penyakit infeksi akan mengalami penurunan status gizi disebabkan hilangnya nafsu makan maupun akibat meningkatnya kebutuhan oleh karena proses infeksi. Misalnya saja pada penderita tuberculosis paru, penurunan status gizi tampak jelas dengan bertambah kurusnya penderita dari hari ke hari. Di samping itu, lama rawat inap juga memberi pengaruh terhadap status gizi pasien. Semakin lama seseorang dirawat di rumah sakit, maka akan semakin berpengaruh pada kondisi fisiologisnya. Semakin lama dirawat inap, seseorang akan mengalami a trofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot mengecil yang berarti menurun pula status gizi pasien. Hal ini biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit non infeksi dengan masa rawat lebih dari satu bulan seperti pasien diabetes mellitus, kanker, jantung, dan sebagainya (Syamsiatun, 2004).

Pada keadaan sakit, terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan, dan meningkatnya pembentukan zat anti, yang akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan gizi. Hal ini akan berpengaruh terhadap status gizi pasien. Disamping itu, menurunnya pemasukan makanan akibat penurunan selera makan (anoreksia ) adalah hal yang lazim terjadi pada pasien. Kondisi ini dapat memperburuk status gizi mereka.


(18)

Kasus penurunan status gizi pasien rawat inap di rumah sakit atau hospital ma lnutrition masih terjadi di kebanyakan rumah sakit. Malnutrisi merupakan suatu keadaan tidak terpenuhinya kebutuhan kalori, protein atau keduanya dari asupan makanan. Malnutrisi pada pasien rawat inap dapat mengakibatkan meningkatnya lama rawat inap, biaya, bahkan komplikasi penyakit. Sebaliknya, konsumsi makanan yang seimbang sesuai kebutuhan akan mempercepat proses penyembuhan pasien.

Dari hasil berbagai penelitian, ditemukan angka prevalensi malnutrisi di rumah sakit cukup tinggi, tidak hanya di negara berkembang tapi juga negara maju. Di Belanda, prevalensi malnutrisi di rumah sakit 40%, Swedia 17%-47%, di negara lain seperti Amerika dan Inggris angkanya antara 40%-50%. Sebanyak 46% pasien yang dirawat di rumah sakit di Indonesia menderita malnutrisi (Lipoeto, 2006). Di Jakarta, dari beberapa studi yang dilakukan (1995-1999) juga menunjukkan sekitar 20%-60% pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum dalam kondisi malnutrisi saat masuk perawatan, dan 69% pasien cenderung menurun status gizinya selama rawat inap di rumah sakit. Penelitian oleh mahasiswa tingkat V Fakultas Kedokteran UI di unit luka bakar menunjukkan prevalensi malnutrisi sebesar 52% (Reza, 2007).

Asupan makanan dari rumah sakit merupakan salah satu faktor penyebab perubahan status gizi yang terjadi pada pasien rawat inap. Malnutrisi terjadi karena tidak adekuatnya asupan kalori makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Misalnya, apabila kebutuhan kalori, protein atau keduanya tidak terpenuhi dari asupan makanan maka akan menyebabkan malnutrisi.

Malnutrisi pada pasien juga bisa terjadi karena proses penyakit yang dideritanya yang bisa mempengaruhi asupan makanan, meningkatkan kebutuhan,


(19)

merubah metabolisme dan bisa terjadi malabsorpsi. Berbagai penyakit dengan resiko tinggi akan malnutrisi adalah diabetes mellitus (kencing manis), gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, penyakit saluran cerna, keganasan/ kanker, anemia, luka bakar, dan penyakit infeksi (Suandi, 1997).

Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) bertujuan memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang bertambah guna mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh atau guna menambah berat badan hingga mencapai normal. Diet ini diberikan kepada pasien KEP, sebelum dan setelah operasi tertentu, multitrauma, pasien yang menjalani radioterapi dan kemoterapi. Pasien luka bakar dan baru sembuh dari penyakit dengan panas tinggi juga mendapat diet TKTP untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang meningkat akibat proses evaporasi yang terjadi pada tubuh. Selain itu, pasien hipertiroid dan post pa rtum (nifas) juga membutuhkan diet ini, sebab kebutuhan kalori dan protein meningkat.

Praktek pemberian diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung dinilai belum memuaskan dimana berdasarkan survei awal yang dilakukan standar porsi untuk jenis diet TKTP masih belum mencukupi jumlahnya sehingga ketersediaan zat gizi makro seperti kalori, protein, lemak, dan karbohidrat masih kurang atau tidak sesuai dengan standar diet seharusnya. Diet TKTP yang diberikan oleh pihak rumah sakit tersebut adalah diet TKTP I sedangkan diet TKTP II tidak diberikan. Pengukuran status gizi pasien seperti pengukuran BB, TB, LILA ataupun indikator antropometri lainnya tidak pernah dilakukan. Begitu juga dengan perhitungan kebutuhan gizi pasien juga tidak dilakukan sehingga setiap pasien dianggap sama dan


(20)

hanya diberikan diet TKTP I. Pasien yang mendapat diet ini tahun 2011 berjumlah rata-rata 30 orang per bulan.

Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang status gizi pasien rawat inap yang mendapat diet tinggi kalori tinggi protein di RSU Swadana Daerah Tarutung.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah status gizi pasien rawat inap yang mendapat diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung tahun 2012. 1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui status gizi pasien rawat inap yang mendapat diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui status gizi awal dan akhir pasien rawat inap yang mendapat diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung.

2. Mengetahui jumlah kalori diet TKTP yang diberikan pada pasien rawat inap di RSU Swadana Daerah Tarutung.

3. Mengetahui jumlah kandungan protein diet TKTP yang diberikan pada pasien rawat inap di RSU Swadana Daerah Tarutung.


(21)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan informasi status gizi pasien rawat inap yang mendapat diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP).

2. Sebagai bahan informasi kepada pihak rumah sakit tentang perubahan berat badan pasien rawat inap yang mendapat diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP).

3. Sebagai bahan informasi bagi semua pihak rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan gizi rumah sakit, khususnya pada pemberian diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP).


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi Pasien Rawat Inap

Menurut Almatsier (2004), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi merupakan ekspresi keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Zat gizi berguna untuk memenuhi kebutuhan tubuh, produksi kalori dan proses yang terjadi dalam tubuh (Supariasa, 2001).

Rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan dimana penderita tinggal/mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan kesehatan. Rawat inap merupakan pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan yaitu rumah sakit pemerintah dan swasta, serta puskesmas perawatan dan rumah bersalin (Budiningsari, 2004).

Status gizi pasien rawat inap dipengaruhi oleh asupan makanan selama dirawat di rumah sakit. Asupan makanan harus dapat memenuhi kebutuhan kalori tubuh yang semakin meningkat akibat proses metabolisme yang meningkat. Disamping itu, kebutuhan kalori pasien selama sakit akan meningkat dikarenakan terjadinya kerusakan jaringan, dan meningkatnya pembentukan zat anti. Besarnya kalori yang diperlukan sangat tergantung pada macam penyakit, berat penyakit, dan lama sakit. Bila besar kalori yang dibutuhkan dihitung dengan metebolisme basal sebagai patokan, maka diperkirakan peningkatannya 10 - 25% atau bahkan sampai 100% , terutama pada keadaan luka bakar dan trauma mayor. Misalnya saja pada


(23)

penderita infeksi, kerusakan jaringan berat menyebabkan kenaikan kebutuhan kalori sebesar 10% dari kebutuhan metabolisme basal. Lain halnya pada pasien demam tinggi, kenaikan kebutuhan kalori mencapai 13% setiap kenaikan suhu tubuh 10C (Suandi, 1997).

Selain asupan makanan, proses penyakit juga dapat mempengaruhi status gizi pasien. Beberapa penyakit dapat menyebabkan terjadinya anoreksia nervosa (penurunan selera makan) maupun malabsorbsi zat gizi. Malabsorbsi zat gizi merupakan kelainan yang terjadi akibat penyerapan zat gizi yang tidak adekuat dari usus kecil ke dalam aliran darah. Kelainan ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami gangguan pencernaan (gastroentritis).

2.1.1. Klasifikasi Status Gizi

Status gizi dibedakan menjadi gizi baik, gizi kurang dan gizi lebih. Gizi baik adalah keadaan yang seimbang antara konsumsi pangan dengan kebutuhan zat gizi. Gizi kurang (under nutrition) adalah kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk periode tertentu. Gizi lebih (over nutrition) adalah kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu (Supariasa, 2001).

Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan konsekuensi berupa penyakit defisiensi. Bila kekurangan dalam batas marginal dapat menimbulkan gangguan yang sifatnya lebih ringan atau menurunkan kemampuan fungsional. Karena itu, untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal mutlak diperlukan sejumlah zat gizi yang harus didapatkan dari makanan dalam jumlah sesuai dengan yang dianjurkan setiap hari. Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan zat gizi, diperlukan konsumsi makanan yang seimbang baik jumlah maupun kualitasnya.


(24)

Pada orang dewasa, masalah kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu juga dapat mempengaruhi produktifitas kerja. Oleh karena itu pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan memantau perbandingan antara berat dan tinggi badan (IMT). Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan.

IMT = Berat Badan kg

Tinggi Badan m x Tinggi badan m

Kategori ambang batas IMT untuk masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Kategori Ambang Batas IMT

Kategori IMT

Kurus (underweight) < 18,5

Berat badan normal 18,5 – 24,9

Berat badan berlebih (overweight) 25 – 29,9

Obesitas – kelas 1 30 – 34,9

Obesitas – kelas 2 35 – 39,9

Obesitas – kelas 3 (obesitas morbid) ≥ 40,0 sumber: WHO, 2004

2.1.2. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Faktor yang mempengaruhi status gizi secara langsung adalah tingkat konsumsi dan tingkat kesehatan (penyakit infeksi) (Depkes, 2003).

1. Faktor Tingkat Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap status gizi seseorang, keluarga dan masyarakat. Untuk mendapatkan status gizi yang baik diperlukan keseimbangan antara asupan zat gizi


(25)

yang berasal dari makanan dengan kebutuhan tubuh. Rendahnya konsumsi pangan atau kurang seimbangnya masukan zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi mengakibatkan terlambatnya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, terjadinya penyakit dan atau lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit serta menurunnya kemampuan kerja (Marsetyo, 1991).

Menurut Marsetyo (1991), konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, tersedianya bahan makanan, pendidikan, dan pengetahuan gizi. Terjadinya masalah gizi disebabkan oleh tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Oleh karena itu pangan dengan jumlah dan mutu yang memadai harus selalu tersedia dan dapat diakses oleh semua orang pada setiap saat.

Keadaan ekonomi keluarga mempunyai pengaruh besar terhadap konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin. Pada golongan miskin, mereka menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan makanan. Faktor ekonomi yang paling berperan adalah pendapatan keluarga dan harga (baik harga pangan maupun harga komoditas kebutuhan dasar). Bila pendapatan keluarga berubah maka secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Pendapatan meningkat berarti peluang untuk membeli bahan pangan dengan kuantitas dan kualitas yang baik menjadi lebih besar, namun bila pendapatan menurun akan terjadi sebaliknya.

Pengetahuan keluarga terhadap bahan makanan yang bergizi, yang banyak ragamnya, dan yang dapat diperoleh dengan kemampuannya akan berpengaruh baik terhadap tingkat konsumsi pangan keluarga. Dengan demikian, maka setiap keluarga dapat menyusun suatu hidangan makanan yang mempunyai nilai gizi yang cukup


(26)

setiap harinya, sehingga kebutuhan tubuh masing- masing anggota keluarga akan zat gizi dapat terpenuhi.

2. Faktor Tingkat Kesehatan (Penyakit infeksi)

Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan konsekuensi berupa penyakit defisiensi. Bila kekurangan dalam batas marginal dapat menimbulkan gangguan yang sifatnya lebih ringan atau menurunkan kemampuan fungsional misalnya menyebabkan badan cepat merasa lelah, menurunnya prestasi kerja dan prestasi belajar, serta menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.

Pada orang sehat, absorbsi zat gizi akan berlangsung secara optimal dan proses metabolisme tubuh pun normal. Sebaliknya pada orang sakit, akan terjadi gangguan proses metabolisme sehingga menyebabkan malabsorbsi gizi dan penurunan persediaan gizi dalam tubuh. Terjadinya peningkatan kebutuhan kalori selama sakit dikarenakan terjadinya kerusakan jaringan, meningkatnya pembentukan zat anti, dan meningkatnya metabolisme juga sangat mempengaruhi pemakaian zat gizi dalam tubuh. Apabila orang sakit mengalami penurunan nafsu makan sehingga asupan makanan tidak adekuat, maka kondisi ini akan memperburuk status gizi mereka (Marsetyo, 1991).

2.2. Penilaian Status Gizi

Peran dan kedudukan penilaian status gizi adalah untuk mengetahui keadaan gizi yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu atau masyarakat. Karena terjadinya kesakitan dan kematian terkait dengan status gizi, maka dengan melakukan penilaian status gizi pada individu atau masyarakat kita akan dapat mengetahui kelainan tersebut.


(27)

Metode penilaian status gizi dibedakan menjadi dua cara (Supariasa, 2001) : a. Penilaian status gizi secara langsung : antropometri, biokimia, klinis dan

biofisik.

b. Penilaian status gizi secara tidak langsung : secara konsumsi, statistik vital, faktor ekologi.

2.2.1. Penilaian Status Gizi Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu (Supriasa, 2002) :

1. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

2. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

3. Klinis

Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh.


(28)

4. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak bawah kulit.

Cara penilaian status gizi adalah yang paling sering digunakan adalah metode antropometri. Penilaian status gizi dengan cara antropometri banyak digunakan dalam berbagai penelitian atau survei. Pengukuran antropometri diakui sebagai indeks yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi untuk negara berkembang. Pengukuran ini merupakan cara pengukuran yang sederhana, sehingga pelaksanaannya tidak hanya di rumah sakit atau puskesmas, tetapi dapat dilakukan di posyandu atau rumah penduduk (Pudjiadi, 2000).

Pengukuran status gizi orang dewasa menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) . IMT merupakan hasil hitung dari berat badan (dalam kg) dibagi kuadrat tinggi badan (dalam cm). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

2.2.2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Salah satu


(29)

metode pengukuran konsumsi makanan tingkat individu atau perorangan adalah metode penimbangan makanan (food weighing) (Supariasa, 2001).

Pada metode penimbangan makanan (food weighing), responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama satu hari. Kemudian, jumlah makanan yang dikonsumsi sehari dianalisis dengan menggunakan Daftar komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau Daftar Kandungan Zat Gizi Makanan Jajanan (DKGJ). Setelah itu, hasilnya dibandingkan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG).

2.3. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet adalah makanan ditentukan dan dikendalikan untuk tujuan tertentu. Dalam diet jenis dan banyaknya suatu makanan ditentukan (Budiyanto, 2001). Makanan adalah bahan yang jika dimakan, dicerna dan diserap akan menghasilkan paling sedikit satu macam nutrien. Nutrien adalah istilah yang dipakai secara umum pada setiap zat yang dicerna, diserap dan digunakan untuk mendorong kelangsungan faal tubuh (Beck, 1995). Zat-zat nutrien ini dibagi dalam dua golongan besar yakni ma kronutrien (zat gizi makro) dan mikronutrien (zat gizi mikro)(Paath dkk, 2005).

Diet tinggi kalori tinggi protein adalah diet yang mengandung kalori dan protein di atas kebutuhan normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur dan daging,formula komersial dan gula pasir. Diet ini diberikan bila pasien telah mempunyai cukup nafsu makan dan dapat menerima makanan lengkap (Almatsier, 2004).


(30)

Tabel 2.2. Bahan Makanan untuk Makanan Biasa dalam Sehari

Bahan Makanan Berat URT

Beras Daging Telur ayam Tempe Kacang hijau Sayuran Buah pepaya Gula pasir Minyak 300 100 50 100 25 200 200 25 30

4 ½ gls nasi 2 ptg sdg

1 btr 4 ptg sdg

2 ½ sdm 2 gls 2 ptg sdg

2 ½ sdm 3 sdm Sumber: Alma tsier, 2004

Selanjutnya, untuk bahan makanan TKTP adalah bahan makanan biasa seperti yang terdapat pada Tabel 2.2. ditambahkan dengan bahan makanan seperti pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Bahan Makanan untuk Diet TKTP yang Ditambahkan pada Makanan Biasa

Bahan Makanan TKTP I TKTP II

Berat (g) URT Berat (g) URT

Susu Telur ayam Daging Formula komersial Gula pasir 200 50 50 200 30 1 gls 1 btr 1 ptg sdg 1 gls 3 sdm 400 100 100 200 30 2 gls 2 btr 2 ptg sdg 1 gls 3 sdm Sumber: Alma tsier, 2004

Menurut Almatsier (2004), ada beberapa bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan berdasarkan golongan bahan makanan dalam diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Adapun bahan makanan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4.


(31)

(32)

Tabel 2.4. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan dalam Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)

Golongan Bahan Makanan

Dianjurkan Tidak Dianjurkan Sumber Karbohidrat Sumber Protein Hewani Sumber Protein Nabati Sayuran Buah-buahan

Lemak dan Minyak

Minuman

Bumbu

Nasi, roti, mi, makaroni, dan hasil olah tepung-tepungan lain, seperti cake, tarcis, puding, dan pastry; dodol; ubi; karbohidrat sederhana seperti gula pasir.

Daging sapi, ayam, ikan, telur, susu, dan hasil olah seperti keju dan yoghurt custard dan es krim

Semua jenis kacang-kacangan dan hasil olahnya, seperti tahu, tempe, dan pindakas

Semua jenis sayuran, terutama jenis B, seperti bayam, buncis, daun singkong, kacang

panjang, labu siam, dan wortel direbus, dikukus, dan ditumis Semua jenis buah segar, buah kaleng, buah kering, dan jus buah

Minyak goreng, mentega, margarin, santan encer Soft drink, madu, sirup, teh, kopi encer

Bumbu tidak tajam seperti bawang merah, bawang putih, laos, salam, dan kecap

Dimasak dengan banyak minyak atau kelapa/ santan kental

Dimasak dengan banyak minyak atau kelapa/ santan kental Dimasak dengan banyak minyak atau kelapa/ santan kental

Santan kental

Minuman rendah energi

Bumbu yang tajam seperti cabe dan merica Sumber: Alma tsier, 2004


(33)

Dalam upaya pemenuhan zat gizi yang optimal pada pelaksanaan asuhan gizi diperlukan keterlibatan dan kerjasama yang erat antar berbagai profesi terkait yang bergabung dalam tim asuhan gizi. Profesi yang terlibat adalah dokter, perawat, dietisien, dan profesi kesehatan lainnya sebagai pendukung seperti farmakolog, ahli patologi klinik, radiologi rekam medik dan administrasi. tiap anggota tim memberikan sumbangan spesifik sesuai dengan keahliannya yang diharapkan saling mengisi dalam upaya memberikan asuhan gizi yang optimal. Agar efektif diperlukan koordinasi yang baik melalui komunikasi secara teratur, baik secara tertulis melalui rekam medik, secara lisan melalui diskusi sewaktu-waktu, atau melalui kunjungan keliling (rounde) bersama yang dilakukan secara periodik. Tim asuhan gizi ini dibentuk di setiap unit rawat inap (Budiningsari, 2004)

Upaya pemenuhan kebutuhan gizi untuk pasien rawat inap dilakukan melalui pelayanan gizi dengan penyediaan makanan atau diet. Bagi sejumlah pasien dengan penyakit berat (critically ill patients) upaya pelayanan gizi tersebut tidak dapat dilaksanakan, karena berbagai keterbatasan pada penerimaan, pencernaan, dan penyerapan berbagai makanan (zat gizi). Untuk pasien demikian, diperlukan pelayanan gizi dengan pemberian makan enteral (enteral feeding) atau makanan parenteral (parenteral feeding) yang dikenal sebagai pemberian zat gizi pendukung (nutritional support). selain itu mungkin diperlukan pemberian zat gizi pelengkap (suplemen) dalam bentuk beraneka jenis vitamin dan mineral (Almatsier, 2004). 2.3.1. Tujuan Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet tinggi kalori tinggi protein bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan


(34)

tubuh. Selain itu, pemberian diet ini juga dimaksudkan untuk menambah berat badan hingga mencapai berat badan normal (Almatsier, 2004).

2.3.2. Syarat Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Syarat – syarat diet tinggi kalori tinggi protein adalah menurut Almatsier (2004) adalah sebagai berikut :

1. Kalori tinggi, yaitu 40-45 kkal/ kg BB 2. Protein tinggi, yaitu 2,0 - 2,5 g/kg BB

3. Lemak cukup, yaitu 10 – 25% dari kebutuhan kalori total 4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan kalori total 5. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal 6. Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna 2.3.3. Jenis Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Ada dua jenis diet tinggi kalori tinggi protein yang dibedakan berdasarkan jumlah kalori dan protein yang dikandung, yaitu (Almatsier, 2004):

1. Diet tinggi kalori tinggi protein I (2600 kkal/hari, 100 gr protein/hari) 2. Diet tinggi kalori tinggi protein II (3000 kkal/hari, 125 gr protein/hari)

Berdasarkan keadaan, pasien dapat diberikan salah satu dari dua jenis diet tinggi kalori tinggi protein tersebut (Almatsier, 2004).

2.3.4. Indikasi Pemberian Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet tinggi kalori tinggi protein ini dapat diberikan kepada beberapa pasien dengan kondisi tertentu, yaitu pasien yang Kurang Energi Protein (KEP), pasien penyakit infeksi tertentu, pasien sebelum dan sesudah operasi tertentu, pasien lama radioterapi dan kemoterapi, pasien yang terkena luka bakar, pasien yang baru sembuh


(35)

dari penyakit dengan panas tinggi, pasien yang sedang hamil dan post partum(nifas) dimana dalam keadaan tersebut kebutuhan akan kalori dan protein meningkat. Diet ini diberikan dengan tujuan agar dapat mencegah, mempertahankan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak serta menambah berat badan pasien hingga mencapai berat badan normal, untuk itu diharapkan agar pemberiannya sesuai dengan anjuran agar mencapai hasil yang optimal (Almatsier, 2004).

2.3.4.1. Pasien Sebelum dan Sesudah Operasi

Bagi pasien yang akan menjalankan pembedahan maupun yang sudah dilakukan pembedahan, diet merupakan faktor yang pening baik untuk mengurangi resiko pembedahan maupun untuk mempercepat waktu rekonvalesensinya. Jika tindakan pembedahan merupakan pengobatan kausal, maka diet merupakan pengobatan penunjangnya (Suandi, 1997).

Pada pembedahan yang harus dilakukan secara darurat seperti pada a pendisitis a kuta (radang usus buntu), hernia inkarserata (penonjolan rongga perut), stra ngula si usus (penyumbatan usus), dan sebagainya, kesempatan untuk memperbaiki keadaan umum penderita tidak ada. Akan tetapi banyak kasus yang dapat ditunda pembedahannya seperti bibir sumbing, tonsilektomia (amandel), dan sebagainya. Untuk mengurangi resiko pembedahan, keadaan gizi penderita harus diperbaiki dulu. Penderita yang sedang menderita gizi buruk atau kurang gizi maupun obesitas mempertinggi resiko pembedahan. Pada mereka harus diberikan diet untuk memperbaiki status gizinya. Penderita gizi kurang atau buruk harus diberi makanan yang mengandung cukup kalori, banyak karbohidrat dan cukup protein. Jumlah


(36)

karbohidrat yang tinggi dapat mengurangi kebutuhan protein dan memberi kesempatan bagi hepar (hati) untuk menimbun glukosa dan glikogen.

Proses pembedahan mengakibatkan hilangnya protein tubuh yang kadang-kadang tidak sedikit. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena tubuh berusaha untuk memenuhi kebutuhan bagi penyembuhan luka-lukanya. Pada penderita pasca bedah harus diberi makanan yang mengandung cukup kalori dan protein. Jika jumlah kalori yang didapati dari karbohidrat dan lemak tidak cukup, maka tubuh memakai protein yang sudah terdapat dalam tubuh sebagai gantinya.

2.3.4.2. Pasien Baru Sembuh dari Penyakit dengan Panas Tinggi

Panas tinggi atau demam diartikan sebagai peningkatan suhu tubuh diatas batas normal. Pada keadaan demam (diatas 370C), terjadi peningkatan kebutuhan kalori sebesar 12% untuk setiap kenaikan suhu tubuh 10C (Suandi, 1997).

Panas tinggi merupakan gejala penting pada penyakit infeksi. Pada penyakit infeksi kebutuhan kalori menjadi lebih tinggi untuk mengganti jaringan yang rusak, juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan zat anti yang semakin meningkat. Beberapa penyakit infeksi yang paling berbahaya di Indonesia antara lain: demam berdarah, demam chikungunya, diare, filiariasis, flu burung, malaria, pneumonia , polio, SARS, dan tuberculosis.

Menurut Satari (2004) untuk mendukung perawatan medis yang dilakukan dokter, penderita DBD membutuhkan diet kalori dan protein tinggi serta cairan dalam jumlah yang cukup. Pada tahap gejala awal DBD, diet ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Sedangkan pada tahap lanjut, terjadi mual, nyeri perut, muntah, sakit kepala hebat, dan terjadi kebocoran plasma. Keadaan ini


(37)

diantisipasi dengan pemberian cairan yang cukup melalui oral dan infus, serta makanan yang berkalori dan berprotein tinggi.

Penderita penyakit infeksi akut seperti influenza , cacar air, campak, bronkitis a kut disertai kenaikan suhu tubuh membutuhkan tambahan kalori, protein, air dan elektrolit. Protein yang cukup harus diasup guna mengimbangi kehilangan protein yang berlebihan dikarenakan destruksi (perusakan) protein sel. Kerusakan jaringan berat menyebabkan kenaikan kebutuhan kalori sebesar 10% dari kebutuhan metabolisme basal.

2.3.4.3. Pasien Hamil dan Post Partum (Nifas)

Pola makan yang baik bagi ibu hamil harus memenuhi sumber karbohidrat, protein dan lemak serta vitamin dan mineral. Demi suksesnya kehamilan, keadaan gizi ibu pada waktu konsepsi harus dalam keadaan baik dan selama hamil harus mendapatkan tambahan protein, mineral, vitamin dan kalori (Paath, 2005).

Tambahan kalori selama hamil diperlukan baik bagi komponen janin maupun perubahan yang terdapat pada dirinya sendiri. Kurang lebih 27.000 kkal atau 100 kkal/hari dibutuhkan selama mengandung. Kebutuhan protein tergantung pada kecepatan pertumbuhan janinnya. Menurut WHO tambahan protein ibu hamil adalah 0,75 gram/kg berat badan.

Periode post partum atau masa nifas pada ibu adalah masa dimana seorang ibu yang baru melahirkan mengalami waktu penyembuhan. Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan pada masa nifas, maka ibu nifas membutuhkan diet yang cukup kalori dan protein, membutuhkan istirahat yang cukup dan


(38)

sebagainya. Ibu nifas memproduksi 600-800 ml ASI per hari, oleh karena itu diperlukan tambahan kalori sebanyak 500 kkal dan 20 gr protein (Paath, 2005). 2.4. Manfaat Pemberian Diet bagi Proses Penyembuhan

Pemberian diet merupakan upaya pemenuhan kebutuhan gizi pasien yang dilakukan melalui pelayanan gizi rawat inap. Pelayanan gizi rawat inap adalah serangkaian kegiatan terapi gizi medis yang dilakukan di institusi kesehatan (rumah sakit) untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Depkes, 2005).

Pelayanan gizi yang baik akan menunjang terapi selama perawatan berlangsung. Pelayanan gizi rawat inap sering disebut juga dengan terapi gizi medik. Terapi gizi harus disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Terapi gizi menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan yang harus diperhatikan. Hal ini dapat diartikan bahwa dengan pelayanan makanan yang baik diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan penyakit pasien (Depkes, 2003).

Setiap pasien yang masuk rumah sakit memiliki kondisi yang berbeda-beda. Umumnya bagi pasien yang penyakitnya ringan, tidak banyak terkait dengan kebiasaan makan yang salah, pelayanan gizi dilakukan dengan lebih sederhana yaitu mengkaji status gizi, identifikasi kebutuhan gizi yang adekuat, memberikan pendidikan gizi, misalnya dengan mensosialisasikan pedoman umum gizi seimbang untuk pencegahan.


(39)

Pasien yang kondisinya sedang dan berat/kompleks yang dalam pelayanannya bukan sekedar memberikan makanan 3 kali sehari, namun harus melakukan pengkajian konsumsi gizi. Jika diketahui bahwa pasien menderita penyakit yang memerlukan diet untuk menunjang upaya penyembuhannya, atau jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien menderita penyakit yang memerlukan perubahan makanan, maka kepadanya diberikan terapi diet (Moehyi, 1997).

Konsumsi makanan yang seimbang sesuai kebutuhan akan berpengaruh terhadap proses penyembuhan yang cepat bagi pasien yang dirawat di rumah sakit, sebaliknya pemberian makanan yang tidak sesuai akan memperlambat penyembuhan pasien bahkan bisa juga berakibat fatal terhadap pasien.

Pemberian diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein pasien yang semakin meningkat akibat proses penyakit.

Kalori diperlukan oleh tubuh dalam proses pertumbuhan dan mempertahankan jaringan tubuh, dalam proses mempertahankan suhu tubuh serta

dalam proses gerakan otot. Pemberian protein yang adekuat adalah penting untuk membantu proses penyembuhan luka, sintesis protein, dan sel kekebalan aktif (Made, 2007).

Rumah sakit ditujukan untuk mencapai status gizi yang baik bagi pasien, makanan yang dikelola secara baik diharapkan dapat membantu untuk tercapainya gizi yang baik disamping mendukung proses penyembuhan (Depkes, 2003).


(40)

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Dalam kerangka konsep di atas dijelaskan bahwa peneliti ingin mengetahui status gizi pasien rawat inap yang mendapat diet TKTP yang dapat diukur melalui indikator IMT. Setelah melakukan pengukuran, maka perubahan berat badan pasien rawat inap dapat dilihat dari selisih berat badan awal dan akhir pasien. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui jumlah kalori dan protein diet TKTP yang diberikan oleh rumah sakit.

Status gizi awal (IMT) pasien yang mendapat diet TKTP

Diet TKTP yang diberikan rumah sakit:

TKTP I

Perubahan berat badan yang dilihat dari berat badan awal dan akhir.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui status gizi pasien rawat inap yang mendapat diet tinggi kalori tinggi protein di RSU Swadana Daerah Tarutung.

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSU Swadana Daerah Tarutung. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena praktek pemberian diet TKTP di rumah sakit ini dinilai belum memuaskan dimana berdasarkan survei awal yang dilakukan standar porsi untuk jenis diet TKTP masih belum mencukupi jumlahnya sehingga ketersediaan zat gizi makro seperti kalori, protein, lemak, dan karbohidrat masih kurang atau tidak sesuai dengan standar diet seharusnya. Diet TKTP yang diberikan oleh pihak rumah sakit tersebut adalah diet TKTP I sedangkan diet TKTP II tidak diberikan. Pengukuran status gizi pasien seperti pengukuran BB, TB, LILA ataupun indikator antropometri lainnya tidak pernah dilakukan. Begitu juga dengan perhitungan kebutuhan gizi pasien juga tidak dilakukan sehingga setiap pasien dianggap sama dan hanya diberikan diet TKTP I. Pasien yang mendapat diet ini tahun 2011 berjumlah rata-rata 30 orang per bulan.

3.2.2. Waktu Penelitian


(42)

3.3. Populasi dan sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang mendapat diet TKTP yang dirawat inap di RSU Swadana Daerah Tarutung pada bulan Maret sampai dengan April 2012. Pemilihan pasien dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Dimana pasien yang dipilih adalah pasien dewasa yang dapat berdiri, dirawat minimal 3 hari. Pasien rawat inap yang mendapatkan diet TKTP di rumah sakit tersebut tahun 2011 berjumlah rata-rata 30 orang per bulan.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi. Berdasarkan syarat yang telah ditentukan, diperoleh sampel dalam penelitian ini sebanyak 32 orang.

3.4. Metode pengumpulan data 3.4.1. Data Primer

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data berat badan diperoleh dengan melakukan penimbangan berat badan pasien secara langsung.

2. Data tinggi badan diperoleh dengan mengukur tinggi badan pasien secara langsung.

3. Data jumlah kalori dan protein diet TKTP diperoleh dengan menimbang makanan diet TKTP yang disajikan oleh pihak rumah sakit.


(43)

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder meliputi data karakteristik pasien yang mendapat diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) yang diperoleh dari RSU Swadana Daerah Tarutung. 3.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :  Alat timbang berat badan (Bath Room Scale)  Alat ukur tinggi badan (Microtoise)

 Timbangan makanan digital (Weighing Scale)  Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) 3.6. Defenisi Operasional

1. Status gizi awal adalah keadaan yang menggambarkan petunjuk tentang keadaan gizi pasien yang diukur secara antropometri dengan Indeks Massa Tubuh (IMT).

2. Pasien rawat inap adalah pasien dewasa yang mendapatkan pelayanan rawat inap di RSU Swadana Daerah Tarutung, dirawat minimal tiga hari, mendapat Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein, dan dapat berdiri.

3. Diet TKTP I adalah diet TKTP dengan kandungan kalori 2600 kkal dan protein 100 g (2 g/kg BB).

4. Perubahan berat badan adalah perubahan jumlah kilogram berat badan pasien yang dilihat dari selisih antara BB awal dengan BB akhir pasien.

5. Jumlah kalori diet TKTP adalah banyaknya kalori yang terkandung pada diet TKTP yang diberikan kepada pasien.


(44)

6. Jumlah protein diet TKTP adalah banyaknya protein yang terkandung pada diet TKTP yang diberikan kepada pasien.

3.7. Aspek Pengukuran

1. Status gizi pasien diperoleh dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu berat badan (kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (meter), kemudian disesuaikan dengan kategori ambang batas klasifikasi IMT menurut WHO (2004), yaitu:

 IMT < 18,5 : Kurus (underweight)  IMT 18,5 – 24,9 : Berat badan normal

 IMT 25 – 29,9 : Berat badan berlebih (overweight)  IMT 30 – 34,9 : Obesitas – kelas 1

 IMT 35 – 39,9 : Obesitas – kelas 2

 IMT ≥ 40,0 : Obesitas – kelas 3 (obesitas morbid)

2. Perubahan berat badan dilihat dari selisih antara BB awal dan BB akhir pasien, kemudian dikategorikan menjadi:

 Naik : Apabila terdapat kenaikan kilogram berat badan dari awal sampai akhir pasien dirawat inap.

 Tetap : Apabila tidak terdapat kenaikan dan penurunan kilogram berat badan dari awal sampai akhir pasien dirawat inap.

 Turun : Apabila terdapat penurunan kilogram berat badan dari awal sampai akhir pasien dirawat inap.

3. Makanan berupa diet TKTP ditimbang dengan menggunakan alat timbang makanan dan dianalisis kandungan gizi (kalori dan protein) dengan menggunakan DKBM. Kesesuaian diet TKTP dapat dilihat dari kandungan gizi menurut jenis diet TKTP yang diberikan (Mayasari, 2011) yaitu:


(45)

TKTP I

- Kalori ± 10% dari 2600 kkal (2340-2860) kkal : Sesuai - Kalori < 2340 kkal dan > 2860 kkal : Tidak sesuai - Protein ± 10% dari 100 g (90-110) g : Sesuai - Protein < 90 g dan > 110 g : Tidak sesuai 3.8. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.8.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dimulai dengan memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Data yang sudah lengkap diberi kode tertentu (angka) untuk lebih memudahkan dalam menganalisis data. Setelah itu, data yang telah dikumpulkan dimasukkan ke dalam master tabel untuk dianalisis .

3.8.2. Analisis Data

Data yang diperoleh melalui proses pengamatan dianalisis secara deskriptif dan diuji secara statistik. Hasil data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang disertai dengan narasi.


(46)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum (RSU) Swadana Daerah Tarutung didirikan pada tahun 1918 yang berlokasi di daerah Kabupaten Tapanuli Utara tepatnya berada di pusat kota Tarutung. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pertama dan satu -satunya di daerah tersebut, sehingga rumah sakit ini menjadi pusat rujukan seluruh puskesmas di Tapanuli Utara. Selain menjadi pusat rujukan puskesmas di sekitar Tapanuli Utara, rumah sakit ini juga menjadi tujuan rujukan rumah sakit daerah yang ada di kabupaten sekitarnya.

Pada awalnya, pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Tarutung dilaksanakan oleh Zending Jerman, yang merupakan pendiri rumah sakit tersebut. Keadaan ini berlangsung selama puluhan tahun hingga pada tahun 1952, pengelolaan rumah sakit ini dikelola oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Pelayanan kesehatan disesuaikan dengan keadaan masyarakat yaitu pelayanan yang bersifat murni sosial. Namun pada perkembangan selanjutnya, kemampuan untuk memberikan pelayanan murni sosial tidak dapat dipertahankan lagi. Sehingga pada era 80-an, pemerintah Provinsi Sumatera Utara memberikan beban target Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi RSU Tarutung, sehingga pelayanan demi pelayanan diatur dengan Peraturan Daerah (Perda).

Sampai dengan tahun 1983, RSU Tarutung masih berstatus kelas/ tipe D, dengan pelayanan yang diberikan oleh dokter umum dan dokter gigi dibantu oleh paramedis perawatan dan non perawatan serta administrasi manajemen lainnya. Sejak


(47)

tahun 1984, RSU Tarutung disahkan menjadi RSUD kelas/ tipe C dengan pelayanan diberikan oleh 4 dokter spesialis dasar, dokter umum, dokter gigi, paramedis perawatan dan non perawatan serta administrasi manajemen lainnya.

Pada tanggal 26 Desember tahun 2000, RSU Tarutung disahkan menjadi rumah sakit kelas/ tipe B sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia No.1809/ Menkes-Kessos /SK/ XII/ 2000. Sesuai klasifikasi tersebut, kondisi obyektif RSU Tarutung masih jauh dari standar rumah sakit kelas B, dimana pada saat ini RSU Tarutung hanya mempunyai 165 tempat tidur dari yang seharusnya minimal 200 tempat tidur.

Pada tahun 2003, melalui perda No. 07 tahun 2003 sistem pengelolaan keuangan RSU tarutung berubah dari sistem pengelolaan secara APBD menjadi sistem pengelolaan secara swadana. Dengan demikian sejak tahun 2003, nama RSU Tarutung berubah menjadi RSU Swadana Daerah Tarutung.

RSU Swadana Daerah Tarutung merupakan satu-satunya rumah sakit milik pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara yang mengadakan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat baik masyarakat umum, peserta askes, jamkesmas, jamkesda maupun jampersal. Dalam perjalanannya, disamping menjalankan fungsi pelayanan kesehatan, RSU Swadana Daerah Tarutung juga melakukan fungsi pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan yang kemudian para lulusan tenaga kesehatan ini disebarkan di daerah Tapanuli dan sekitarnya bahkan ke luar Tapanuli.


(48)

4.1.1. Wilayah Cakupan

Pelayanan kesehatan RSU Swadana Daerah Tarutung dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat yang berasal dari Kabupaten Tapanuli Utara dan sekitarnya. Adapun 10 daerah asal pasien terbanyak di rumah sakit tersebut adalah : Tarutung, Sipoholon, Siborong-borong, Sipahutar, Lintong Nihuta, Dolok Sanggul, Pahae, Pangaribuan, Pakkat, dan Parmonangan.

4.1.2. Produk Palayanan Kesehatan

RSU Swadana Daerah Tarutung memberikan produk pelayanan kesehatan kepada pasien berupa pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan penunjang medis, serta pelayanan rujukan. Rumah sakit ini memiliki pelayanan rawat jalan seperti IGD, poliklinik penyakit dalam, poliklinik bedah, poliklinik obgyn, poliklinik anak, poliklinik THT, poliklinik mata, poliklinik gigi, poloklinik saraf, serta poliklinik jiwa. Pelayanan rawat inap yang terdapat di RSU Swadana Daerah Tarutung meliputi ruang rawat inap super VIP, VIP A, VIP B, VIP C, VIP bedah, kelas III bedah, kebidanan, anak/ Neonati, neurologi, ruang kelas IV, kelas V, ruang ICU, serta ICCU.

Pelayanan penunjang medis yang dimiliki oleh RSU Swadana Daerah Tarutung meliputi instalasi bedah sentral, farmasi, radiologi, instalasi gizi, instalasi pemulasaraan Jenazah, serta unit transfusi darah. Pelayanan rujukan spesialis yang terdapat di RSU Swadana Daerah Tarutung yaitu pelayanan spesialis obgyn, bedah, penyakit dalam, penyakit anak, dan THT.


(49)

4.1.3. Gambaran Umum Instalasi Gizi RSU Swadana Daerah Tarutung

Penyelenggaraan makanan di rumah sakit merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat.

Tujuan dari penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah menyediakan makanan yang berkualitas baik, dan dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak bagi pasien maupun karyawan rumah sakit.

Bentuk penyelenggaraan makanan di RSU Swadana Daerah Tarutung menggunakan sistem swakelola dimana pengelolaan dan penyelenggaraan makanan sepenuhnya dilaksanakan oleh instalasi gizi RSU Swadana Daerah Tarutung. Di rumah sakit ini terdapat beberapa orang staf instalasi gizi yang secara bergantian bertanggung jawab dalam melaksanakan rounde ke ruangan setiap pagi dan menetapkan jenis diet pasien sesuai dengan hasil diagnosa dokter yang tercatat di kartu status pasien. Namun, adakalanya jenis diet pasien direkomendasikan oleh dokter yang menangani pasien.

Pelayanan gizi rawat inap di RSU Swadana Daerah Tarutung dilaksanakan oleh 10 orang staf instalasi gizi dan 9 orang pekarya gizi yaitu 3 orang bertugas sebagai tukang masak, serta 6 orang sisanya sebagai petugas kebersihan dan pengantar makanan ke ruangan.

Berikut ini adalah tabel daftar ketenagaan Instalasi Gizi RSU Swadana Daerah Tarutung Tahun 2011.


(50)

Tabel 4.1. Daftar Ketenagaan Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung Tahun 2012

NO Nama Pendidikan Jabatan Status

1 Lerdiana Tobing Akd. Gizi Ka. Instalasi Gizi PNS 2 Katrina L. Pakpahan Akd. Gizi Staff Instalasi Gizi PNS 3 Rebecca C. Situmeang Akd. Gizi Staff Instalasi Gizi PNS 4 Juliana Siregar Akd. Gizi Staff Instalasi Gizi CPNS 5 Lenny Simanjuntak Akd. Gizi Staff Instalasi Gizi CPNS 6 Hormida Sinurat Akd. Gizi Staff Instalasi Gizi PNS 7 Tiurmaida Naibaho SPAG Staff Instalasi Gizi PNS 8 Linda Siregar SPAG Staff Instalasi Gizi PNS 9 Pesta Lumbantoruan SPAG Staff Instalasi Gizi PNS 10 Dumaria Sianipar SPAG Staff Instalasi Gizi PNS

11 Jernih Rajagukguk SMA Pekarya Gizi Honor

12 Rusida Simanjuntak SMA Pekarya Gizi Honor

13 Mei Siahaan SMA Pekarya Gizi Honor

14 Lenni Tampubolon SMEA Pekarya Gizi Honor

15 Rosmelya Lumbantobing SMEA Pekarya Gizi Honor

16 Sinur Siahaan SMP Pekarya Gizi Honor

17 Kia Hutabarat SMP Pekarya Gizi Honor

18 Rumiris Simanjuntak SMP Pekarya Gizi Honor 19 Riris Lumbantobing SMP Pekarya Gizi Honor Sumber : Profil Instalasi Gizi RSU Swadana Daerah Tarutung, 2011

4.2. Karateristik Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet TKTP Di RSU Swadana Daerah Tarutung

Dari kartu status pasien rawat inap yang mendapat diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung pada bulan Maret hingga bulan April 2012, diketahui karateristik pasien yang meliputi umur, jenis kelamin, penyakit, pekerjaan, sumber biaya perawatan dan lama rawat inap pasien. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(51)

Tabel 4.2. Karakteristik Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet TKTP Di RSU Swadana Daerah Tarutung

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa distribusi pasien berdasarkan umur, terbanyak berada pada kelompok umur 18 – 39 tahun yaitu sebanyak 16 orang (50%).

No Karakteristik Jumlah

n %

1 Umur :

 18-39 tahun (dewasa awal) 16 50,0

 40-60 tahun (dewasa madya)  60 – 64 tahun (dewasa lanjut)

14 2

43,8 6,3

Total 32 100,0

2 Jenis kelamin :

 Laki-laki 19 59,4

 Perempuan 13 40,6

Total 32 100,0

3 Jenis penyakit :

 TB Paru 10 31,3

 Operasi Apendic  Demam Tifoid  Kecelakaan  Lainnya 8 4 7 3 25,0 12,5 21,9 9,4

Total 32 100,0

4 Pekerjaan :

 PNS 2 6,3

 Petani  Wiraswasta  Mahasiswa  Pengangguran 21 4 4 1 65,6 12,5 12,5 3,1

Total 32 100,0

5 Sumber biaya perawatan :

 Gakin 22 68,8

 Askes 2 6,3

 Umum 8 25,0

Total 32 100,0

6 Lama rawat inap : 3 – 4 hari

5 – 6 hari ≥ 7 hari

13 14 5 40,6 43,8 15,6


(52)

Artinya, pasien yang mendapat diet TKTP mayoritas berada pada periode dewasa awal. Periode ini disebut juga usia kerja, saat dimana seseorang memiliki kemampuan bekerja yang sangat produktif.

Dilihat dari jenis kelamin, pasien penerima diet TKTP lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 19 orang (59,4%) daripada berjenis kelamin perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kebutuhan gizi akibat proses penyakit lebih banyak dialami oleh pasien laki- laki.

Distribusi pasien berdasarkan jenis penyakit, sebagian besar (31,3%) pasien yang mendapat diet TKTP menderita TB paru. Pada pasien penderita TB paru, diet TKTP ditujukan untuk mengimbangi kenaikan kebutuhan kalori dan protein. Sedangkan yang paling sedikit adalah kategori penyakit lainnya (bedah kista, kanker paru, dan benjolan di leher) berjumlah masing- masing 1 orang pasien.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa secara umum sebagian besar pasien bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 21 orang (65,6%). Hal ini berarti pekerjaan rutin mereka sebelum menjalani perawatan merupakan pek erjaan dengan aktivitas berat.

Distribusi pasien menurut sumber biaya perawatan yang terbanyak adalah gakin (jamkesmas, jamkesda) yaitu sebanyak 22 orang (68,8%). Artinya pelayanan kesehatan di RSU Swadana Daerah Tarutung dimanfaatkan oleh semua golongan masyarakat terutama masyarakat miskin.

Dari tabel 4.2. dapat diketahui bahwa mayoritas (43,8%) pasien yang mendapat diet TKTP menjalani perawatan selama 5-6 hari. Lama rawat inap biasanya diasumsikan sebagai kecepatan proses kesembuhan karena pada umumnya pasien


(53)

dengan jenis penyakit infeksi baru diperbolehkan pulang oleh dokter setelah pasien dinyatakan sembuh. Hal ini berarti mayoritas pasien sembuh dalam waktu 5-6 hari. 4.3. Status Gizi Awal Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet TKTP di RSU

Swadana Daerah Tarutung

Data mengenai status gizi pasien diperoleh dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) dimana berat badan (kg) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (m) pasien. Berat dan tinggi badan pasien diukur secara langsung. Pengukuran berat badan dilakukan pada hari pertama pasien mulai dirawat di ruangan dan pada hari dimana pasien akan pulang. Lain halnya pada tinggi badan, pengukuran variabel antropometri ini hanya dilakukan pada hari dimana pasien akan pulang. Setelah dilakukan penghitungan IMT, diperoleh data status gizi pasien berdasarkan IMT yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.3. Distribusi Status Gizi Awal Pasien di RSU Swadana Daerah Tarutung

Status Gizi Awal Awal

n %

Kurus (<18,5) 6 18,8

Normal (18,5 – 24,9) 18 56,3

Berat badan berlebih (25 – 29,9) 8 25,0

Total 32 100,0

Hasil pengukuran status gizi pasien yang pada hari pertama pasien mulai dirawat di ruangan adalah sebagian besar pasien yaitu 18 orang berstatus gizi normal. Artinya pemberian diet TKTP ditujukan untuk mempertahankan status gizi pasien. Namun, masih terdapat 6 orang pasien (18,8%) yang kurus. Kepada mereka, harus diberikan diet TKTP untuk meningkatkan berat badan dan memperbaiki status gizinya.


(54)

4.3.1.Status Gizi Awal Berdasarkan Karakterisrik Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung

Faktor- faktor yang mempengaruhi status gizi pasien pada awal perawatan dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi status gizi antara lain: usia,jenis kelamin, kondisi fisik, serta penyakit infeksi. Sedangkan faktor eksternalnya adalah pendapatan, pendidikan, pekerjaan, dan budaya.

Tabel 4.4. Status Gizi Awal Berdasarkan Karakterisrik Pasien Rawat Inap yang Mendapat Diet TKTP di RSU Swadana Daerah Tarutung

No Karakteristik Pasien

Status Gizi Awal

Kurus Normal berat badan lebih

n % n % n %

1 Umur :

 18-39 tahun (dewasa awal) 3 50,0 10 55,6 3 37,5  40-60 tahun (dewasa madya)

 60 –64 tahun (dewasa lanjut)

3 0 50,0 0 6 2 33,3 11,1 5 0 62,5 0

Total 6 100,0 18 100,0 8 100,0

2 Jenis kelamin :

Laki-laki 3 50,0 9 50,0 7 87,5 Perempuan 3 50,0 9 50,0 1 12,5

Total 6 100,0 18 100,0 8 100,0

3 Jenis penyakit :

TB Paru 3 50,0 7 38,9 0 0 Operasi apendic

Demam Tifoid Kecelakaan Lainnya 1 1 0 1 16,7 16,7 0 16,7 4 2 4 1 22,2 11,1 22,2 5,6 3 1 3 1 37,5 12,5 37,5 12,5

Total 6 100,0 18 100,0 8 100,0

4 Pekerjaan :

PNS 0 0 0 0 2 25,0

Petani Wiraswasta Mahasiswa Pengangguran 6 0 0 0 100,0 0 0 0 13 2 3 0 72,2 11,1 16,7 0 2 2 1 1 25,0 25,0 12,5 12,5

Total 6 100,0 18 100,0 8 100,0

5 Lama rawat inap:  3-4 hari  5-6 hari  ≥ 7 hari

2 2 2 33,3 33,3 33,3 8 7 3 44,4 38,9 16,7 3 5 0 37,5 62,5 0


(55)

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa proporsi pasien berstatus gizi normal lebih banyak berada pada usia dewasa awal (18-39 tahun) yaitu 10 orang (55,6%). Usia dewasa awal merupakan usia kerja, saat dimana seseorang bekerja sebanyak mungkin. Hal ini berbanding lurus dengan tingkat kebutuhan gizi yang cukup tinggi pada usia ini. Sehingga dapat diasumsikan bahwa status gizi mereka normal disebabkan oleh asupan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan gizinya.

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kondisi berat badan berlebih mayoritas dialami oleh pasien laki- laki yaitu sebanyak 7 orang (87,5%). Biasanya porsi makan laki-laki lebih besar dari perempuan. Sehingga dapat diasumsikan bahwa berat badan pasien yang berlebih disebabkan porsi makan yang besar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi pasien yang kurus lebih banyak menderita TB paru yaitu berjumlah 3 orang (50%). Hal ini sejalan dengan ciri-ciri penderita TB paru yang semakin hari semakin kurus.

Dari tabel 4.4. dapat diketahui bahwa seluruh pasien yang berbadan kurus (6 orang) bekerja sebagai petani. Hal ini berarti pekerjaan rutin mereka sebelum menjalani perawatan merupakan pekerjaan dengan aktivitas berat.

Tabel di atas menunjukkan bahwa kondisi berat badan berlebih mayoritas (62,5%) dialami oleh pasien yang dirawat selama 5-6 hari. Artinya, sebagian besar pasien dengan berat badan berlebih sembuh setelah menjalani perawatan selama 5-6 hari.


(56)

4.4. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) di RSU Swadana Daerah Tarutung

Diet TKTP yang diberikan di RSU Swadana Daerah Tarutung adalah berbentuk makanan biasa sama seperti makanan sehari-hari. Namun berdasarkan tekstur, diet TKTP yang diberikan dibedakan menjadi dua yaitu MB TKTP yaitu terdiri dari nasi, ikan dan sayur, serta M II TKTP yang terdiri dari bubur nasi, ikan dan sayur.

Pemberian diet ini disesuaikan dengan kemampuan pasien menerima makanan tersebut. Menurut kemampuan pasien dalam menerima makanan, ada dua macam diet TKTP yaitu diet TKTP murni dan diet TKTP yang pemberiannya dikombinasikan dengan diet lain seperti diet jantung, diet rendah serat, dsb. Diet kombinasi ini diberlakukan sesuai dengan hasil diagnosa dokter dan biasanya pasien yang mendapat diet ini dirawat di ruang VIP. Oleh sebab itu, penelitian dilakukan hanya kepada pasien yang mendapat diet TKTP murni yang biasanya dirawat di ruangan kelas atau bangsal.

Siklus menu yang ditetapkan adalah menu tujuh hari. Kerangka menu yang diperuntukkan bagi pasien yang mendapat diet TKTP diterapkan secara berbeda antara ruang Super VIP, VIP dan kelas (bangsal). Perbedaan terletak pada jenis bahan makanannya. Lauk hewani dan nabati pada makan siang dan malam diberikan untuk pasien di ruang Super VIP serta VIP. Sedangkan pasien yang dirawat di ruang kelas atau bangsal hanya mendapatkan lauk hewani. Selain itu, susu akan diberikan kepada pasien yang direkomendasikan menu dietnya oleh dokter serta kepada pasien yang dirawat di ruang Super VIP.


(1)

Frequencies

Frequency Table

Crosstabs

sumber pembiayaan rawat inap pasi en

22 68.8 68.8 68.8

2 6.3 6.3 75.0

8 25.0 25.0 100.0

32 100.0 100.0

gakin askes umum Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

katego rik l ama rawat in ap pasi en

13 40.6 40.6 40.6

14 43.8 43.8 84.4

5 15.6 15.6 100.0

32 100.0 100.0

3-4 hari 5-6 hari >=7 hari Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Stat istics

32 32

0 0

Valid Missing N

status gizi awal pasien

status gizi akhir pasien

statu s gizi awal pasien

6 18.8 18.8 18.8

18 56.3 56.3 75.0

8 25.0 25.0 100.0

32 100.0 100.0

kurus normal

berat badan berlebih Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ e Percent

status gizi akhir pasien

6 18.8 18.8 18.8

18 56.3 56.3 75.0

8 25.0 25.0 100.0

32 100.0 100.0

kurus normal

berat badan berlebih Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulativ e Percent

Case Processing Summary

32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

kategorik umur pasien * status gizi awal pasien jenis kelamin pasien * status gizi awal pasien Jenis peny akit pasien * status gizi awal pasien pekerjaan pasien *

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total


(2)

kategorik umur pasien * status gizi awal pasien

jenis kelamin pasien * status gizi awal pasien

Crosstab

3 10 3 16

18.8% 62.5% 18.8% 100.0%

50.0% 55.6% 37.5% 50.0% 9.4% 31.3% 9.4% 50.0%

3 6 5 14

21.4% 42.9% 35.7% 100.0%

50.0% 33.3% 62.5% 43.8% 9.4% 18.8% 15.6% 43.8%

0 2 0 2

.0% 100.0% .0% 100.0%

.0% 11.1% .0% 6.3%

.0% 6.3% .0% 6.3%

6 18 8 32

18.8% 56.3% 25.0% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 18.8% 56.3% 25.0% 100.0% Count

% wit hin kategorik umur pasien % wit hin st at us gizi awal pasien % of Total Count

% wit hin kategorik umur pasien % wit hin st at us gizi awal pasien % of Total Count

% wit hin kategorik umur pasien % wit hin st at us gizi awal pasien % of Total Count

% wit hin kategorik umur pasien % wit hin st at us gizi awal pasien % of Total dewasa dini

dewasa mady a

dewasa lanjut kategorik

umur pasien

Total

kurus normal

berat badan berlebih status gizi awal pasien

Total

Crosstab

3

9

7

19

15.8%

47.4%

36.8%

100.0%

50.0%

50.0%

87.5%

59.4%

9.4%

28.1%

21.9%

59.4%

3

9

1

13

23.1%

69.2%

7.7%

100.0%

50.0%

50.0%

12.5%

40.6%

Count

% within jenis

kelamin pasien

% within status

gizi awal pasien

% of Total

Count

% within jenis

kelamin pasien

% within status

gizi awal pasien

laki-laki

perempuan

jenis kelamin

pasien

kurus

normal

berat badan

berlebih

status gizi awal pasien


(3)

Jenis penyakit pasien * status gizi awal pasien

Crosstab

3 7 0 10

30.0% 70.0% .0% 100.0%

50.0% 38.9% .0% 31.3%

9.4% 21.9% .0% 31.3%

1 4 3 8

12.5% 50.0% 37.5% 100.0%

16.7% 22.2% 37.5% 25.0%

3.1% 12.5% 9.4% 25.0%

1 2 1 4

25.0% 50.0% 25.0% 100.0%

16.7% 11.1% 12.5% 12.5%

3.1% 6.3% 3.1% 12.5%

0 4 3 7

.0% 57.1% 42.9% 100.0%

.0% 22.2% 37.5% 21.9%

.0% 12.5% 9.4% 21.9%

1 1 1 3

33.3% 33.3% 33.3% 100.0%

16.7% 5.6% 12.5% 9.4%

3.1% 3.1% 3.1% 9.4%

6 18 8 32

18.8% 56.3% 25.0% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

18.8% 56.3% 25.0% 100.0%

Count % wit hin Jenis peny akit pasien % wit hin st atus gizi awal pasien % of Total Count % wit hin Jenis peny akit pasien % wit hin st atus gizi awal pasien % of Total Count % wit hin Jenis peny akit pasien % wit hin st atus gizi awal pasien % of Total Count % wit hin Jenis peny akit pasien % wit hin st atus gizi awal pasien % of Total Count % wit hin Jenis peny akit pasien % wit hin st atus gizi awal pasien % of Total Count % wit hin Jenis peny akit pasien % wit hin st atus gizi awal pasien % of Total TB paru

Apendic

Demam Tif oid

Kecelakaan

lainny a Jenis

peny akit pasien

Total

kurus normal

berat badan berlebih status gizi awal pasien


(4)

pekerjaan pasien * status gizi awal pasien

Crosstab

0 0 2 2

.0% .0% 100.0% 100.0%

.0% .0% 25.0% 6.3%

.0% .0% 6.3% 6.3%

6 13 2 21

28.6% 61.9% 9.5% 100.0%

100.0% 72.2% 25.0% 65.6%

18.8% 40.6% 6.3% 65.6%

0 2 2 4

.0% 50.0% 50.0% 100.0%

.0% 11.1% 25.0% 12.5%

.0% 6.3% 6.3% 12.5%

0 3 1 4

.0% 75.0% 25.0% 100.0%

.0% 16.7% 12.5% 12.5%

.0% 9.4% 3.1% 12.5%

0 0 1 1

.0% .0% 100.0% 100.0%

.0% .0% 12.5% 3.1%

.0% .0% 3.1% 3.1%

6 18 8 32

18.8% 56.3% 25.0% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

18.8% 56.3% 25.0% 100.0%

Count % wit hin pekerjaan pasien % wit hin st at us gizi awal pasien % of Total Count % wit hin pekerjaan pasien % wit hin st at us gizi awal pasien % of Total Count % wit hin pekerjaan pasien % wit hin st at us gizi awal pasien % of Total Count % wit hin pekerjaan pasien % wit hin st at us gizi awal pasien % of Total Count % wit hin pekerjaan pasien % wit hin st at us gizi awal pasien % of Total Count % wit hin pekerjaan pasien % wit hin st at us gizi awal pasien % of Total PNS

petani

wiraswat a

mahasiswa

lainny a pekerjaan

pasien

Total

kurus normal

berat badan berlebih status gizi awal pasien


(5)

perubahan berat badan pasien

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid

naik

2

6,3

6,3

6,3

tetap

25

78,1

78,1

84,4

turun

5

15,6

15,6

100,0

Total

32

100,0

100,0

perubahan berat badan pasien * kategorik lama rawat inap pasien Crosstabulation

kategorik lama rawat inap pasien

Total

3-4 hari

5-6 hari

>=7 hari

3-4 hari

perubahan

berat badan

pasien

naik

Count

0

2

0

2

% within perubahan berat

badan pasien

,0%

100,0%

,0%

100,0%

% within kategorik lama

rawat inap pasien

,0%

14,3%

,0%

6,3%

tetap

Count

13

10

2

25

% within perubahan berat

badan pasien

52,0%

40,0%

8,0%

100,0%

% within kategorik lama

rawat inap pasien

100,0%

71,4%

40,0%

78,1%

turun

Count

0

2

3

5

% within perubahan berat

badan pasien

,0%

40,0%

60,0%

100,0%

% within kategorik lama

rawat inap pasien

,0%

14,3%

60,0%

15,6%

Total

Count

13

14

5

32

% within perubahan berat

badan pasien

40,6%

43,8%

15,6%

100,0%

% within kategorik lama


(6)

Lampiran 6