6. Ruang Kosong pada Vial
Terjadinya partikel serbuk
alloying
dikarenkan adanya gaya impek yang terjadi terhadap serbuk-serbuk itu. Dalam proses milling dibutuhkan tempat yang
kosong yang cukup untuk bola-bola
milling
dan partikel-partikel serbuk bergerak bebas didalam wadah.Jika ruang kosong pada vial dengan bola-bola dan serbuk
itu penting.Jika jumlah dari bola dan serbuk banyak dan tidak ada cukup tempat untuk bola-bola untuk bergerak, maka energi impek yang dihasilkan sedikit,maka
proses pemaduan tidak berjalan secara optimal dan membutuhkan waktu yang lama.
7. Atmosfer Milling
Untuk menjaga terjadinya oksidasi dan kontaminasi selama proses
mechanical alloying
biasanya proses MA dilakukan dalam keadaan atsmosfir yang inert atau keadaan vakum pada
ball mill
.
8. Temperatur milling
Temperatur
milling
adalah parameter lain yang penting dalam menentukan keadaan dari serbuk
milling
. Sejak proses difusi mempengaruhi dalam pembentukan fasa paduan dengan mengabaikan apakah hasil akhir fasanya
solid, intermetalic, nanostructure
atau fasa amorf yang diharapkan bahwa temperatur
milling
akan memiliki pengaruh yang signifikan pada sistem paduan apapun.
Semakin besar
kecepatan pencampuran,
semakin lama
waktu pencampuran, dan semakin kecil ukuran partikel yang dicampur, maka distribusi
partikel semakin homogen.
2.7 Tipe Milling
Peralatan
high energy milling
memiliki tipe berbeda yang digunakan untuk memproduksi serbuk
mechanical alloying
. Perbedaan pada kapasitasnya efisiensi
milling
dan peraturan dingin, panas dan lain-lain.
2.7.1
SPEX Shaker Mills
Shaker mill seperti SPEX mills, yang dapat memilling kira-kira 10-20 g serbuk dalam satu kali milling. SPEX mills digunakan untuk penelitian di
Universitas Sumatera Utara
laboratorium dan untuk tujuan
skenering alloy
. SPEX menggerakkan serbuk dan bola-bola pada tiga gerakan yang saling tegak lurus, kira-kira pada 1200 rpm.
Kapasitas wadah bias mencapai 55x10
-6
m
3
, persamaan pengurangan dan getaran bola-bola mill adalah energi yang tinggi. Energi tinggi milling bias diperoleh
dengan frekuensi yang tinggi dan amplitude yang besar dari getaran.
2.7.2
Planetary ball mill
PBM
Planetary ball mill
PBM adalah alat yang sering digunakan untuk
mecha nical alloying
. Khususnya di Eropa, Karena
Planetary ball mill
bisa memilling seratus gram dalam satu kali milling.Nama
Planetary ball mill
seperti pergerakan planet,dimana prinsip kerja dari
Planetary ball mill
didasarkan pada rotasi relatif pergerakan antara jar grinda dan putaran disk.Suryanarayana.C,2001
Ball mill
terdiri dari putaran diskkadang disebut putaran mejadan atau empat mangkok vial berotasi pada arah yang berlawanan. Gaya sentrifugal
dibuat dari vial yang mengelilingi sumbunya bersama-sama dengan rotasi arah yang dipakai oleh serbuk dan bola-bola mill didalam mangkok. Campuran serbuk
mengalami penghancuran dan pengelasan dinding dibawah impak energi tinggi
Gambar 2.3 Pergerakan Bola dan serbuk dalam vial irfan septiyan
Gambar 2.3 memperlihatkan gerakkan bola – bola dan serbuk selama arah rotasi
mangkok dan putaran disk berlawanan,gaya sentrifugal bertukaran secara singkron.Hasil gesekan dari bola-bola milling dan campuran serbuk digiling
bergantian berputar terhadap dinding mangkok dan hasil impek ketika bola-bola dan serbuk terangkat dan terlempar menyilang wadah yang menumbuk secara
berlawanan.Impek menguat ketika bola-bola menumbuk bola-bola yang
Universitas Sumatera Utara
lainnya.Energi impek bola-bola milling pada arah normal mencapai 40 kali lebih dari akselarasi gravitasi.Oleh karena itu p
lanetary ball mill
bisa digunakan untuk milling berkecepatan tinggi.
Selama proses
milling
terdapat empat gaya yang terjadi pada material yaitu tumbukkan
impact
, atrisi
attrition
, gesekan
shear
,dan kompresi
compression
. Tumbukkan berarti benturan instan dari dua objek yang saling bergerak atau salah
satunya dalam keadaan diam dengan persamaan sebagai berikut: m
1
V
1
+m
2
V
2
=m
1
V
1 ’
+m
2
V
2
’ 2.1
dengan : V
1
= kecepatan bola
1
sebelum tumbukan ms V
2
= kecepatan bola
2
sebelum tumbukan ms V
1
’= kecepatan bola
1
sesudah tumbukan ms V
2
’= kecepatan bola
2
sesudah tumbukan ms m
1
= massa bola
1
kg m
2
= massa bola
2
kg Tumbukan ada 3,yaitu:
1. Tumbukan lenting sempurna
syarat e = 1 2.
Tumbukkan lenting sebagian syarat 0 e 1
3. Tumbukkan tidak lenting sama sekali
syarat e = 0 dengan, e =
| |
2.2 Atrisi adalah gesekan yang menghasilkan serpihan biasanya terjadi pada bahan
yang rapuh dan biasanya dikombinasikan dengan gaya lain.Gesekan kontribusi pada peretakan atau pemecahan partikel menjadi partikel individu dan memilki
ukuran yang halus.Gaya gesek dirumuskan dengan 2.3
dengan : F
g
= Gaya gesek N = koefisien gesekan
N = gaya normal N
Universitas Sumatera Utara
2.7.2.1 Mekanisme
Milling
Menggunakan Ball-mill
Ball-mill merupakan salah satu instrumenalat yang dapat digunakan untuk memproduksi nanomaterial. Komponen ball-mill ini terdiri atas sebuah tabung
vial penampung material dan bola-bola penghancur. Pada proses pembuatan nanomaterial menggunakan ball-mill ini, material yang akan dibuat ukurannya
menjadi skala nano dimasukkan kedalam vial bersama bola-bola penghancur, lihat Gambar 2.4. Kemudian ball-mill digerakan bisa secara rotasi maupun vibrasi
dengan frekuensi tinggi. Gerakan rotasi atau vibrasi ini dapat divariasi sesuai kebutuhan. Akibatnya material yang terperangkap antara bola penghancur dan
dinding vial akan saling bertumbukkan menghasilkan deformasi pada material tersebut. Deformasi material tersebut menyebabkan fragmentasi struktur material
sehingga terpecah menjadi susunan yang lebih kecil.
Gambar 2.4 Material dan bola penghancur didalam vial dinding vial = lingkaran dengan garis putus-putus, bola penghancur = bulat hitam
besar, material = bulat hitam kecil.Fahlefi Diana,2010 Bola-bola yang saling bertumbukan tersebut menyebabkan perpatahan, kemudian
terjadi penyatuan dingin
cold welding
dari serbuk-serbuk secara elementer seperti yang di illustrasikan pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Proses tumbukan bola-bola di media
milling.
Prijo Sardjono,2013
Universitas Sumatera Utara
Ketika waktu
milling
meningkat, fraksi volume unsur unsur dari bahan dasar menurun, sedangkan fraksi volume paduan meningkat. Ukuran, bentuk,
kerapatan serbuk, dan derajat kemurnian mempengaruhi hasil akhir paduan. Ada empat tahapan dalam
mechanical alloying
menurut teorema Benyamin dan Volin Tahap petama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi bentuk
pipih
plat like
dan kemudian mengalami penyatuan
welding prodominance
. Serbuk yang sudah diratakan bentuk pipih disatukan membentuk sebuah
lembaran
lamellar
. Kemudian tahapan kedua adalah pembentukan serbuk pada arah yang
sama
equiaxed
, yaitu menyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan bulat. Perubahan bentuk ini disebabkan oleh pengerasan
hardening
dari serbuk. Tahap ketiga adalah orientasi penyatuan acak
welding orientation
yaitu fragmen- fragmen membentuk partikel-partikel
equaxed
kemudian disatukan dalam arah yang berbeda dan struktur lembaran mulai terdegradasi. Tahap keempat
mechanical alloying
ini adalah proses
steady state steady state processing
, struktur bahan perlahan-lahan menghalus menjadi fragmen-fragmen, kemudian
fragmen-fragmen tersebut disatukan dengan fragmen-fragmen yang lain dalam arah berlawanan.
Gambar 2.6 Skematik benturan antara ball mill dan partikelSuryanarayana
Gaya impak atau tekan kompaksi yang terjadi pada partikel selain menghancurkan atau mematahkan partikel juga dapat merusak pori yang ada pada
permukaan partikel, pori menjadi rusak karena adanya gaya tekan, terutama pori yang berdiameter kecil sangat rawan untuk rusak dan menghilang. Pada
penggilingan yang terlalu lama, partikel dapat mengalami aglomerasi. Setelah
Universitas Sumatera Utara
penggilingan yang lama dan dengan partikel yang sudah sangat halus maka coupling forces menjadi lebih besar serta adanya ikatan kimia atau gaya Van Der
Waals dengan kekuatan ikatan 40-400 kJmol dapat membuat partikel menyatu atau ber-aglomerasi. Atau apabila ada partikel-partikel yang terperangkap lalu
diberi gaya impak, partikel-partikel tersebut dapat juga teraglomerasi. Dengan semakin halusnya partikel karena waktu penggilingan yang lama, maka jarak
antara partikel akan semakin kecil serta kontak antar partikel semakin banyak yang memungkinkan aglomerasi dapat terjadi. Dengan demikian maka pada
partikel yang permukaannya berpori, terjadinyanya aglomerasi memungkinkan untuk
terbentuknya diameter
pori yang
membesar karena
adanya ‘penggabunganpenyatuan’ pori karena aglomerasi antar partikel.
Gambar 2.7 Skematis gaya tekan pada partikel-partikel yang terperangkap
diantaranya menyebabkan paryikel teraglomerasi
2.8 Karakterisasi Material Magnet