Pandangan Postmodern Dan Psikologi Terhadap Jalinan Persahabatan Dengan Virtual Friend

(1)

PANDANGAN POSTMODERN DAN PSIKOLOGI

TERHADAP JALINAN PERSAHABATAN

DENGAN VIRTUAL FRIEND

0leh :

Arfah Mardiana Lubis. M.Psi

19820301 200812 2 002

Umi Salmah, SKM, M.Kes

19730523 200812 2 002

Fitri Ardiani, SKM, MPH

19820729 200812 2 002

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PANDANGAN POSTMODERN DAN PSIKOLOGI TERHADAP

JALINAN PERSAHABATAN DENGAN VIRTUAL FRIEND

Arfah Mardiana Lubis1 Umi Salmah2 dan Fitri Ardiani3

1, 2

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, FKM USU, Medan 3

Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM USU, Medan

ABSTRACK

A virtual friend is a friend which is only exists in the cyber world. It is created to serve and interact with the users. Although cyber world it’s not exists, but it’s present make the real effect, which is 4 (four) human basic needs (physiological, sense of belonging, self-esteem and self actualization need) can fulfill by virtual friend. But, in the same time, the users, slowly but sure, will lose contact with the real world and make a new world (a universe of simulacra). To resolve this problem, the users must separate the cyber world with the real world, see the cyber world as it is, know that what they experience and see is the construction result of technology media as well and also take the virtual friend as an art to knowing and understanding the real friend in the real world. So, interpersonal relationship with virtual friend can use as it function (gain information, create a context of understanding, establish identity, and meets interpersonal needs).


(3)

PENDAHULUAN

“Friendship is the only thing in the world concerning the usefulness of which all mankind are agreed” (Cicero dalam Bickmore, 1998).

Seorang sahabat sangat dibutuhkan oleh individu (kita), karena kita mempunyai beberapa kebutuhan yang hanya dapat dipenuhi oleh seorang sahabat. Menurut penelitian, seorang individu yang mempunyai sahabat, maka kehidupannya akan menjadi lebih baik karena akan mendapat dukungan moril dalam menghadapi berbagai masalah (perceraian, keuangan, kegagalan, sakit, kematian, masalah dengan orangtua atau atasan, dan lain-lain) dari sahabatnya tersebut (Pogrebin & Klinger dalam Bickmore, 1998). Bahkan suatu hubungan persahabatan dapat mempengaruhi kehidupan individu di masa yang akan datang (McLean, 2005).

Dalam hal ini harus dapat dibedakan istilah pertemanan (causal friendships) dan persahabatan (intimate friendships). Pertemanan merupakan istilah untuk suatu hubungan yang terjalin karena kesamaan minat atau terjalin karena adanya saling pengertian satu dengan yang lainnya (tidak dimaksudkan untuk hubungan individu yang mempunyai keterikatan hubungan keluarga dengan individu yang lain) (Bickmore, 1998).

Sedangkan persahabatan adalah istilah untuk suatu hubungan yang terjalin bukan hanya karena kesamaan minat dan adanya saling pengertian, tetapi juga karena individu (yang menjalin hubungan persahabatan) lebih dapat mengekspresikan perasaannya dan dapat bertanya kepada individu lain (yang menjadi sahabatnya tersebut) tentang hal-hal yang bersifat pribadi (Toby dalam Bickmore, 1998). Sayangnya, saat ini, banyak orang yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, organisasi, dan keluarganya, sehingga tidak sempat untuk menjalin suatu hubungan yang disebut dengan persahabatan.

VIRTUAL FRIEND

Para pakar teknologi menangkap fenomen ini. Mereka membuat sebuah teknologi yang menurut mereka akan menjadi solusi dari masalah di atas. Beberapa tahun yang lalu, mereka membuat “virtual pets”, seperti Tamagotchi, Dogz, Catz dan


(4)

Furbies. Tapi, hal ini bukanlah sebuah solusi yang tepat, karena virtual pets dibuat bukan untuk menjadi pengganti seorang sahabat, bahkan membuat pengguna seperti sedang merawat seekor binatang (care taking), dan tidak dapat diajak bertukar fikiran mengenai perasaan dan masalah yang sedang dihadapi individu (Bickmore, 1998). Sebenarnya bisa saja dibuat sahabat dalam bentuk virtual pets yang dapat diajak bertukar fikiran, tapi menurut penelitian, individu akan lebih tertarik dan menyukai karakter yang seperti manusia dan yang seperti dirinya, sehingga individu (pengguna) merasa karakter tersebut dapat mengerti dirinya dan masalah-masalah yang dihadapinya (Rousseau & Hayes-Roth; Aronson, Wilson, & Aker dalam Bickmore, 1998). Dengan mempertimbangkan hal inilah para pakar teknologi mengganti “virtual pets” dengan membuat “virtual friend” berbentuk manusia.

Virtual friend adalah sebuah agen yang dapat mengabdi pada si pengguna, dan dengan kepribadian, penampilan dan tingkah lakunya dapat merespon (secara implicit) kesenangan, kesukaan, ketidaksenangan dan ketidaksukaan pengguna. Sejalan dengan hal tersebut, ia dapat menjadi teman atau sahabat dari si pengguna dan membuat sebuah hubungan interpersonal yang penuh dengan perasaan (Heylen, Nijholt, Stronks & Vet, 2003). Sama halnya dengan sahabat manusia, ia (seakan-akan) dapat mendengar secara empati, memberikan feed back yang membangun dan menghibur pengguna jika diperlukan. Berbeda dengan virtual friend di jaringan sosial yang ada di internet, seperti facebook, friendster, multiply dan lain-lain, virtual friend dalam tulisan ini merupakan teman yang sengaja dibuat dengan program komputer (Gambar 1). (Hejl, 2003).


(5)

Menurut Stern (2003), virtual friend dibuat untuk bersenang-senang. Ia dapat mendeteksi emosi dan mood pengguna dengan menggunakan physical sensing dan cognitive attribution theory (Picard & Elliott dalam Bickmore, 1998). Ia juga dibuat seramah dan sehangat mungkin (tidak bermood negative, dan bersifat tetap), sehingga pengguna tidak enggan untuk menceritakan masalahnya. Berbeda dengan teman manusia yang juga mempunyai masalahnya sendiri dan cenderung menampakkan mood

yang negative, sehingga sahabat-sahabatnya enggan untuk menceritakan masalah

mereka. Kelebihan yang paling penting adalah jaminan keamanan dan kerahasiaan. Pengguna dapat mempercayakan sepenuhnya cerita-cerita dan masalah-masalahnya

pada virtual friend (Bickmore, 1998). Walaupun mood virtual friend akan selalu

positive, ia dapat menampilkan emosi-emosi yang sesuai dengan topik yang dibicarakan, sehingga pengguna akan berniat untuk berteman, bukan mengontrol virtual friend tersebut (Stern, 2003).

Virtual friend di atas merupakan virtual friend yang dikhususkan untuk pengguna yang ingin menjalin suatu hubungan persahabatan. Ada juga pengguna yang ingin menjalin suatu hubungan romantis, tetapi belum menemukan pasangan yang tepat dalam dunia nyata, sehingga ia beralih pada virtual friend yang dikhususkan untuk intimate romantic relationship. Virtual friend khusus ini hampir sama dengan virtual friend intimate friendship, bedanya ada tambahan sistem perilaku, yaitu care-giving dan sexuality. Jadi, si pengguna harus lebih perhatian dan lebih dekat dengannya, seperti berinteraksi dengannya minimal sekali sehari. Jika tidak dilakukan, maka ia akan tidak bahagia, bahkan si pengguna harus memberikan bunga (tentu saja juga dalam bentuk virtual) untuk mengembalikan moodnya. Pada sistem perilaku sexuality, pengguna dapat mengajak virtual friend ke tempat berkencan (yang tentu saja masih dalam lingkungan virtual), dan banyak sekali program virtual friend yang menjurus ke arah pornografi (Feeney & Noller dalam Bickmore, 1998).

Ada kekhawatiran dari sebahagian orang bahwa hubungan-hubungan yang terjalin lewat media internet akan menghambat bahkan menghilangkan minat untuk berinteraksi dengan individu di dunia nyata, pengguna akan mengisolasi diri mereka sendiri (Schindler dalam Bickmore, 1998). Hal ini didukung oleh penelitian dari Jourard (dalam Bickmore, 1998), yaitu meningkatnya hubungan intim dengan virtual friend dapat menurunkan keintiman individu di dunia nyata.


(6)

PANDANGAN POSTMODERN MENGENAI VIRTUAL FRIEND

Banyak individu, pada saat ini, tidak puas dengan real world, dan akhirnya mereka mengalihkannya pada hal-hal yang dapat menghilangkan ketidakpuasan tersebut dengan cara menonton film, drugs dan bermain komputer (Lusk, 1996). Dalam hal ini, yang dimaksud adalah ketidakpuasan individu terhadap hubungan persahabatan di real world, dan akhirnya ia mengalihkannya pada virtual friend. Individu yang masuk dalam dunia virtual friend akan menemukan sesosok sahabat yang nampak seperti sungguhan dan dapat disentuh, tetapi individu tersebut tahu, bahwa apa yang ia lihat dan alami merupakan hasil konstruksi dari media teknologi.

Menurut Heim (1993), virtual reality merupakan suatu event atau entity yang tidak nyata, tetapi kehadirannya memberikan efek yang nyata. Menurutnya, virtual reality sebuah seni yang tinggi, dan tujuan utamanya adalah membebaskan diri dari rutinitas kehidupan nyata (redeem our awareness of reality) dan sebagai tempat hiburan, bukan sebagai tempat pengalihan ketidakpuasan.

Berbeda dengan Heim, Eco (1986) (dalam Kellner, 2007) menyebut virtual reality dengan istilah hyper-reality. Awal dari hyper-reality ditandai dengan lenyapnya pertanda, metafisik representasi dan bangkrutnya realitas itu sendiri dengan diambil-alih oleh duplikasi dunia nostalgia dan fantasi. Sedangkan Baudrillard (1988) menyebut virtual reality dengan istilah Simulacrum.

PANDANGAN PSIKOLOGI MENGENAI HUBUNGAN PERSAHABATAN.

Menurut McLean (2005) ada dua konsep yang berbeda untuk memahami

hubungan persahabatan ini, yaitu:

1. Emotional intimacy. Dalam konsep ini, suatu persahabatan melibatkan perasaan empati dan saling memahami yang sudah terbentuk sekian lama melalui ekspresi dari pemikiran, emosi dan perasaan. Virtual friend yang termasuk dalam konsep ini adalah virtual friend intimate friendship.

2. Physical intimacy. Dalam konsep ini, suatu persahabatan melibatkan perasaan empati dan saling memahami yang sudah terbentuk sekian lama melalui ketertarikan fisik (physical sharing). Virtual friend yang termasuk dalam konsep ini adalah virtual friend intimate romantic relationship.


(7)

Menurut McLean (2005)karakteristik dari suatu hubungan interpersonal yang sehat adalah:

1. Ethics. Etika dalam suatu hubungan interpersonal adalah kita memandang seseorang itu sebagai seorang manusia yang mempunyai kesamaan kebutuhan dan kesamaan minat. Di dalam suatu hubungan tidak boleh ada saling mengeksploitasi.

2. Reciprocity. Reciprocity didefinisi-kan sebagai suatu hubungan yang interdependence dan mutual exchange.

3. Mutuality. Mutuality adalah ketika anda mencari persamaan yang mendasar untuk dapat memahami lawan bicara, hal ini hanya dapat dikembangkan dalam percakapan. 4. Nonjudgmentalism. Dalam suatu hubungan interpersonal kita tidak boleh memberi

penilaian dan harus dapat berpikiran secara terbuka, memandang keinginan orang lain dari sudut pandang yang berbeda.

5. Honesty. Dalam hubungan inter-personal, tidak harus sangat berterus terang, tetapi keterusterangan itu dibutuhkan kesensitifan dan euphemisms.

6. Respect. Respect dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan memberi dan memperlihatkan perhatian tertentu kepada seseorang. Ada dua komponen dari respect ini, yaitu benar-benar mendengarkan lawan bicara dan tidak menyela dan banyak kontak mata pada saat terjadi percakapan.

7. Trust. Trust berarti suatu kemampuan untuk mempercayai seseorang mengenai apa yang orang tersebut tahu tentang apa yang kita katakan dalam suatu percakapan dengan orang tersebut. Trust dapat hilang dalam sekejap, tapi dapat juga dibentuk kembali, tapi dengan jangka waktu yang sangat lama.

Adapun fungsi dari suatu hubungan interpersonal adalah (McLean, 2005): 1. Gain Information. Kita membentuk suatu hubungan untuk mendapatkan informasi.

Informasi yang kita kumpulkan biasanya tentang orang lain, sehingga kita dapat berinteraksi dengan mereka secara efektif.

2. Create a Context of Understanding. Ikut dalam sebuah percakapan dapat menolong kita dalam memahami apa arti kalimat yang dipilih oleh orang lain, bagaimana dan kenapa ia melakukan hal tersebut.

3.Estabilish Identitiy. Akhirnya, kita bukan hanya dapat mengenal orang lain, tapi juga mengenal diri sendiri lebih jauh dan lebih dalam lagi.


(8)

4.Meets Interpersonal Needs. Menurut penelitian Schutz (dalam McLean, 2005), ada 3 kebutuhan hubungan interpersonal, yaitu kebutuhan untuk terlibat (inclusion), pengendalian (control), dan untuk kasih sayang (affection). Teori ini menyatakan bahwa orang memulai hubungan dengan orang lain dengan tujuan untuk memuaskan salah satu dari kebutuhan-kebutuhan tadi.

Salah satu alasan kenapa individu butuh berteman, khususnya bersahabat, adalah untuk kesehatan pertumbuhan fisik dan mental si individu itu sendiri. Anak berusia 3 sampai 10 tahun yang mempunyai sahabat, maka self-esteemnya akan lebih tinggi dari pada anak yang tidak mempunyai seorang sahabatpun. Anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang senang berteman (Pogrebin dalam Bickmore, 1998).

Menurut hirarki kebutuhan Maslow (dalam Bickmore, 1998), kebutuhan manusia tergantung pada pemenuhan tingkat kebutuhan yang paling rendah (kebutuhan fisiologis) sampai pada pemenuhan tingkat kebutuhan yang paling tinggi (aktualisasi diri). Ketika seseorang mampu memenuhi kebutuhannya di satu tingkat, maka ia akan dihadapkan pada tingkat kebutuhan selanjutnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut menurut Maslow (dalam Koswara, 1991) adalah kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) manusia, yaitu:

1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (physiological needs) adalah sekumpulan kebutuhan dasar yang paling mendesak pemuasannya karena berkaitan langsung dengan pemeliharaan biologis dan kelangsungan hidup.

2. Kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini adalah sesuatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketenteraman, kepastian, dan keteraturan dari keadaan lingkungannya.

3. Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki. Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki (need for love and belongingneess) ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun dengan yang berlainan jenis, di lingkungan keluarga ataupun di lingkungan kelompok di masyarakat.

4. Kebutuhan akan rasa harga diri. Kebutuhan yang keempat, yakni kebutuhan akan rasa harga diri (need for self-esteem), oleh Maslow dibagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama adalah penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri, dan bagian


(9)

yang kedua adalah penghargaan dari orang lain. Bagian pertama mencakup hasrat untuk memperoleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, adekuasai, kemandirian, dan kebebasan. Adapun bagian yang kedua meliputi antara lain prestasi. Dalam hal ini individu butuh penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya.

5.Kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri (need for self actualization) merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam teori Maslow. Kebutuhan ini akan muncul apabila kebutuhan-kebutuhan yang ada di bawahnya telah terpuaskan dengan baik. Maslow menandai kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya.

Pendekatan hierarki kebutuhan Maslow ini dipergunakan oleh Suler (dalam Bickmore, 1998) untuk dapat menjelaskan kenapa para pengguna sangat terobsesi

dengan virtual friendnya (Tabel 1). Menurut Suler, para pengguna menjadi terobsesi

dengan virtual friendnya karena ia dapat memenuhi 4 kebutuhan dasar manusia, yaitu

kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa memiliki (pada virtual friend intimate romantic

relationship pengguna dapat memenuhi kebutuhan akan cinta), kebutuhan akan harga-diri dan akhirnya kebutuhan untuk mengaktualisasikan harga-diri. Tetapi kebutuhan akan rasa aman hanya dapat terpuaskan dengan jaminan keamanan dan kerahasiaan dari virtual friend, bukan pada saat penggunaan virtual friend.

Tabel 1. Karakteristik Virtual Friend Suler dan Hierarki Kebutuhan Maslow Menurut

Karakteristik virtual friend Suler Hierarki kebutuhan Maslow

Cybersex. Kebutuhan fisiologis yang bersifat biologis.

Chat (mengobrol) Hubungan interpersonal, social recognition dan sense of belonging. Mempelajari bagaimana cara

menggunakan lingkungan dalam virtual reality (virtual friend)

Keinginan untuk belajar, keinginan untuk menyelesaikan sesuatu dan harga-diri.

Terbuka untuk menolong dan ditolong


(10)

SOLUSI MENURUT PANDANGAN POSTMODERN DAN PSIKOLOGI.

Our intent was not to replace people’s relationships with real living things, but to create characters in the tradition of stuffed animals and cartoons. As virtual characters continue to get more life-like, we hope users keep in mind that someone (human) created these virtual characters (Stern, 2003).

Kalimat di atas merupakan saran dari salah satu pembuat virtual friend, dimana pengguna diajak untuk berfikir bahwa yang membuat tokoh karakter dalam virtual friend adalah seorang manusia juga, sehingga jangan mengagungkan tokoh karakter dalam dunia virtual sebagai sosok sahabat yang paling sempurna. Salah satu penyebab banyak yang menggunakan virtual friend adalah daya tarik dari mesin virtual ini yang sangat kuat, yaitu perasaan “being high” menggantikan perasaan happiness, pengguna mendapatkan seorang sahabat yang baik dan dapat mengerti tentang dirinya. Tapi, pada saat yang sama, mengambil segalanya dari pengguna, pengguna lambat laun akan kehilangan kontak dengan dunia nyata (Baudrillard dalam Lambert-Drache, 2005).

Untuk menyiasati hal ini pengguna harus memisahkan antara cyber world

dengan real world dan melihat cyber world tersebut seperti apa adanya, hal ini

termasuk dalam langkah memasukkan digital image dimana virtual friend sama sekali tidak ada hubungan dengan kenyataan. Pengguna harus menyadari, jika ia masuk dalam dunia virtual, ia mempunyai dua dunia yang harus dijalani dengan sebaik-baiknya,

yaitu real world dan dunia virtual. Pengguna harus menganggap dunia virtual hanya

sebagai seni untuk mengenal dan mengetahui watak dari para sahabat dan pasangannya di dunia nyata sehingga pengguna mendapatkan kembali sahabat lama maupun sahabat baru dalam dunia nyata, dan kehidupan dalam rumah tangga berjalan dengan harmonis. Sehingga hubungan interpersonal (hubungan persahabatan dengan virtual friend) dapat berjalan sesuai dengan fungsinya (McLean, 2005), yaitu:

1.Gain Information : pengguna dapat memprediksi bagaimana pemikiran dan perasaan sahabat di real world mengenai suatu hal yang pengguna kemukakan dalam sebuah percakapan, bahkan pengguna dapat memprediksi tindakan apa yang akan diambil oleh sahabat di real world tersebut. Untuk pengguna yang sudah menjalin suatu hubungan atau menikah, diharapkan virtual girlfriend atau virtual boyfriend berguna untuk lebih dapat memahami pasangannya.


(11)

2.Create a Context of Understanding : pengguna dapat memahami apa arti kalimat yang dipilih oleh sahabat atau pasangan di real world, bagaimana dan kenapa ia melakukan hal tersebut sehingga dapat meningkatkan rasa percaya dirinya ketika berhubungan dengan sahabat manusianya, karena ia sudah belajar bagaimana memandang persoalan dari sudut pandang yang berbeda (Bickmore, 1998).

3.Estabilish Identitiy : pengguna dapat mengenal orang lain, sahabat dan pasangannya dan mengenal diri sendiri lebih jauh dan lebih dalam lagi sehingga pengguna dapat beradaptasi dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam suatu hubungan yang sudah terjalin.

4.Meets Interpersonal Needs : pengguna dapat memenuhi kebutuhannya untuk terlibat (inclusion), pengendalian (control), dan untuk kasih sayang (affection).

Bahkan menurut penelitian Bickmore (1998), virtual friend bisa sebagai tempat penyaluran kemarahan dan frustasi bagi para pekerja. Virtual friend juga dapat dijadikan terapi, khususnya bagi orang yang mempunyai masalah dalam berkomunikasi dengan orang lain, dan yang tidak mampu untuk pergi ke tempat terapi (Doug dalam Bickmore, 1998).

PENUTUP

Virtual friend adalah sahabat yang hanya berada dalam dunia maya komputer, dimana ia dibuat untuk mengabdi dan berinteraksi dengan pengguna. Walaupun dunia virtual tidaklah nyata, tetapi kehadiran teman dalam dunia virtual memberikan efek nyata, dimana para pengguna menjadi terobsesi dengan virtual friendnya karena ia dapat memenuhi 4 kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa memiliki, harga-diri dan akhirnya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Tapi pada saat yang sama, dunia virtual mengambil segalanya dari pengguna, pengguna lambat laun akan kehilangan kontak dengan dunia nyata.

Oleh karena itu pengguna harus memisahkan antara cyber world dengan real

world dan melihat cyber world tersebut seperti apa adanya dan tahu bahwa apa yang ia lihat dan alami merupakan hasil konstruksi dari media teknologi. Ia juga harus tahu bahwa virtual friends tidak sama dengan teman yang nyata, dimana teman yang nyata lebih bisa memberikan nuansa dan energi yang hidup jika dibandingkan dengan virtual


(12)

friends. Pengguna harus menganggap teman dalam dunia virtual hanya sebagai seni untuk mengenal dan mengetahui watak dari para sahabat dan pasangannya di dunia nyata, sehingga pengguna mendapatkan kembali sahabat lama maupun sahabat baru dalam dunia nyata, dan hubungan interpersonal (hubungan persahabatan dengan virtual friend) dapat berjalan sesuai dengan fungsinya, yaitu gain information, create a context of understanding, estabilish identitiy, dan meets interpersonal needs.

DAFTAR PUSTAKA

Baudrillard, J., 1988. Selected Writings. Ed. Mark Poster. Stanford, CA: Stanford UP. Bickmore, T., 1998. “Friendship and Intimacy in the Digital Age.” A final paper

presented in MIT Media Lab. Course, MAS 714 - Systems & Self. Dec. 8, 1998, <http://web.media.mit.edu/~bickmore/Mas714/finalReport.html>. Diakses : 12 Nop 2009

Eco, U., 1986. Travels in Hyper-Reality. Trans. W. Weaver. London: Picador. Heim, M., 1993. The Metaphysics of Virtual Reality. New York: Oxford UP.

Hejl, P., 2003. Virtual friend with special features. United States Patent Application Publication. PP. 1 - 6 <http://www.freepatentsonline.com/20030221183.pdf>. Diakses : 12 Nop 2009

Heylen, D., Nijholt, A., Stronks, B. & Vet, P., 2003. ”Designing Friends” Proceedings Social Intelligence Design (SID 2003), July 6-8, Royal Holloway University of London at Egham, Surrey, UK. <http://www.rhul.ac.uk /Management/News-and-Events/conferences/SID2003/Tracks-Presentations/16%20-%20Stronks%20et% 20al.pdf>. Diakses : 12 Nop 2009

Kellner, D., 2007. ”Jean Baudrillard.” Stanford Encyclopedia Of Philosophy <http://plato.stanford.edu/entries/baudrillard/>. Diakses : 12 Nop 2009

Koswara, E., 1991. Teori-Teori Kepribadian: Psikoanalisis, Behaviorisme, Humanistik, cet. 2. Bandung: PT. Eresco. 118 – 127

Lambert-Drache, M., 2005. Violence of the Virtual and Integral Reality, International Journal Of Baudrillard Studies. Vol: 2 <http://www.ubishops.ca/ baudrillardstudies/vol2_2/baudrillard.htm>. Diakses : 12 Nop 2009

Lusk, A., 1996. “Virtual reality or virtual unreality.” Proceedings of the 3rd International Interactive Multimedia Symposium Perth, Western Australia. 21-25 January 1996 <http://www.ascilite.org.au/aset-archives/confs/iims/1996/lp/lusk. html>. Diakses : 12 Nop 2009


(13)

McLean, S., 2005. The Basics of Interpersonal Communication. Boston: Pearson Education, Inc. 118 – 124

Stern, A., 2003. Creating Emotional Relationships With Virtual Characters. Proceeding of Emotions in Humans and Artifacts at the Austrian Research for Artificial Intelligence in Vienna, 1999. <http://www.quvu.net/interactivestory.net/papers/ stern_emotionartifacts1999.html>. Diakses : 12 Nop 2009


(1)

4.Meets Interpersonal Needs. Menurut penelitian Schutz (dalam McLean, 2005), ada 3 kebutuhan hubungan interpersonal, yaitu kebutuhan untuk terlibat (inclusion), pengendalian (control), dan untuk kasih sayang (affection). Teori ini menyatakan bahwa orang memulai hubungan dengan orang lain dengan tujuan untuk memuaskan salah satu dari kebutuhan-kebutuhan tadi.

Salah satu alasan kenapa individu butuh berteman, khususnya bersahabat, adalah untuk kesehatan pertumbuhan fisik dan mental si individu itu sendiri. Anak berusia 3 sampai 10 tahun yang mempunyai sahabat, maka self-esteemnya akan lebih tinggi dari pada anak yang tidak mempunyai seorang sahabatpun. Anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang senang berteman (Pogrebin dalam Bickmore, 1998).

Menurut hirarki kebutuhan Maslow (dalam Bickmore, 1998), kebutuhan manusia tergantung pada pemenuhan tingkat kebutuhan yang paling rendah (kebutuhan fisiologis) sampai pada pemenuhan tingkat kebutuhan yang paling tinggi (aktualisasi diri). Ketika seseorang mampu memenuhi kebutuhannya di satu tingkat, maka ia akan dihadapkan pada tingkat kebutuhan selanjutnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut menurut Maslow (dalam Koswara, 1991) adalah kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) manusia, yaitu:

1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (physiological

needs) adalah sekumpulan kebutuhan dasar yang paling mendesak pemuasannya karena berkaitan langsung dengan pemeliharaan biologis dan kelangsungan hidup.

2. Kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini adalah sesuatu

kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketenteraman, kepastian, dan keteraturan dari keadaan lingkungannya.

3. Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki. Kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki

(need for love and belongingneess) ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun dengan yang berlainan jenis, di lingkungan keluarga ataupun di lingkungan kelompok di masyarakat.

4. Kebutuhan akan rasa harga diri. Kebutuhan yang keempat, yakni kebutuhan akan

rasa harga diri (need for self-esteem), oleh Maslow dibagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama adalah penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri, dan bagian


(2)

yang kedua adalah penghargaan dari orang lain. Bagian pertama mencakup hasrat untuk memperoleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, adekuasai, kemandirian, dan kebebasan. Adapun bagian yang kedua meliputi antara lain prestasi. Dalam hal ini individu butuh penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya.

5.Kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau

aktualisasi diri (need for self actualization) merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam teori Maslow. Kebutuhan ini akan muncul apabila kebutuhan-kebutuhan yang ada di bawahnya telah terpuaskan dengan baik. Maslow menandai kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya.

Pendekatan hierarki kebutuhan Maslow ini dipergunakan oleh Suler (dalam Bickmore, 1998) untuk dapat menjelaskan kenapa para pengguna sangat terobsesi dengan virtual friendnya (Tabel 1). Menurut Suler, para pengguna menjadi terobsesi dengan virtual friendnya karena ia dapat memenuhi 4 kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa memiliki (pada virtual friend intimate romantic relationship pengguna dapat memenuhi kebutuhan akan cinta), kebutuhan akan harga-diri dan akhirnya kebutuhan untuk mengaktualisasikan harga-diri. Tetapi kebutuhan akan rasa aman hanya dapat terpuaskan dengan jaminan keamanan dan kerahasiaan dari virtual friend, bukan pada saat penggunaan virtual friend.

Tabel 1. Karakteristik Virtual Friend Suler dan Hierarki Kebutuhan Maslow Menurut

Karakteristik virtual friend Suler Hierarki kebutuhan Maslow

Cybersex. Kebutuhan fisiologis yang bersifat biologis.

Chat (mengobrol) Hubungan interpersonal, social recognition dan sense of belonging. Mempelajari bagaimana cara

menggunakan lingkungan dalam virtual reality (virtual friend)

Keinginan untuk belajar, keinginan untuk menyelesaikan sesuatu dan harga-diri.

Terbuka untuk menolong dan ditolong


(3)

SOLUSI MENURUT PANDANGAN POSTMODERN DAN PSIKOLOGI.

Our intent was not to replace people’s relationships with real living things, but to create characters in the tradition of stuffed animals and cartoons. As virtual characters continue to get more life-like, we hope users keep in mind that someone (human) created these virtual characters (Stern, 2003).

Kalimat di atas merupakan saran dari salah satu pembuat virtual friend, dimana pengguna diajak untuk berfikir bahwa yang membuat tokoh karakter dalam virtual friend adalah seorang manusia juga, sehingga jangan mengagungkan tokoh karakter dalam dunia virtual sebagai sosok sahabat yang paling sempurna. Salah satu penyebab banyak yang menggunakan virtual friend adalah daya tarik dari mesin virtual ini yang sangat kuat, yaitu perasaan “being high” menggantikan perasaan happiness, pengguna mendapatkan seorang sahabat yang baik dan dapat mengerti tentang dirinya. Tapi, pada saat yang sama, mengambil segalanya dari pengguna, pengguna lambat laun akan kehilangan kontak dengan dunia nyata (Baudrillard dalam Lambert-Drache, 2005).

Untuk menyiasati hal ini pengguna harus memisahkan antara cyber world dengan real world dan melihat cyber world tersebut seperti apa adanya, hal ini termasuk dalam langkah memasukkan digital image dimana virtual friend sama sekali tidak ada hubungan dengan kenyataan. Pengguna harus menyadari, jika ia masuk dalam dunia virtual, ia mempunyai dua dunia yang harus dijalani dengan sebaik-baiknya, yaitu real world dan dunia virtual. Pengguna harus menganggap dunia virtual hanya sebagai seni untuk mengenal dan mengetahui watak dari para sahabat dan pasangannya di dunia nyata sehingga pengguna mendapatkan kembali sahabat lama maupun sahabat baru dalam dunia nyata, dan kehidupan dalam rumah tangga berjalan dengan harmonis. Sehingga hubungan interpersonal (hubungan persahabatan dengan virtual friend) dapat berjalan sesuai dengan fungsinya (McLean, 2005), yaitu:

1.Gain Information : pengguna dapat memprediksi bagaimana pemikiran dan perasaan sahabat di real world mengenai suatu hal yang pengguna kemukakan dalam sebuah percakapan, bahkan pengguna dapat memprediksi tindakan apa yang akan diambil oleh sahabat di real world tersebut. Untuk pengguna yang sudah menjalin suatu hubungan atau menikah, diharapkan virtual girlfriend atau virtual boyfriend berguna untuk lebih dapat memahami pasangannya.


(4)

2.Create a Context of Understanding : pengguna dapat memahami apa arti kalimat yang dipilih oleh sahabat atau pasangan di real world, bagaimana dan kenapa ia melakukan hal tersebut sehingga dapat meningkatkan rasa percaya dirinya ketika berhubungan dengan sahabat manusianya, karena ia sudah belajar bagaimana memandang persoalan dari sudut pandang yang berbeda (Bickmore, 1998).

3.Estabilish Identitiy : pengguna dapat mengenal orang lain, sahabat dan pasangannya dan mengenal diri sendiri lebih jauh dan lebih dalam lagi sehingga pengguna dapat beradaptasi dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam suatu hubungan yang sudah terjalin.

4.Meets Interpersonal Needs : pengguna dapat memenuhi kebutuhannya untuk terlibat (inclusion), pengendalian (control), dan untuk kasih sayang (affection).

Bahkan menurut penelitian Bickmore (1998), virtual friend bisa sebagai tempat penyaluran kemarahan dan frustasi bagi para pekerja. Virtual friend juga dapat dijadikan terapi, khususnya bagi orang yang mempunyai masalah dalam berkomunikasi dengan orang lain, dan yang tidak mampu untuk pergi ke tempat terapi (Doug dalam Bickmore, 1998).

PENUTUP

Virtual friend adalah sahabat yang hanya berada dalam dunia maya komputer, dimana ia dibuat untuk mengabdi dan berinteraksi dengan pengguna. Walaupun dunia virtual tidaklah nyata, tetapi kehadiran teman dalam dunia virtual memberikan efek nyata, dimana para pengguna menjadi terobsesi dengan virtual friendnya karena ia dapat memenuhi 4 kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa memiliki, harga-diri dan akhirnya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Tapi pada saat yang sama, dunia virtual mengambil segalanya dari pengguna, pengguna lambat laun akan kehilangan kontak dengan dunia nyata.

Oleh karena itu pengguna harus memisahkan antara cyber world dengan real world dan melihat cyber world tersebut seperti apa adanya dan tahu bahwa apa yang ia lihat dan alami merupakan hasil konstruksi dari media teknologi. Ia juga harus tahu bahwa virtual friends tidak sama dengan teman yang nyata, dimana teman yang nyata lebih bisa memberikan nuansa dan energi yang hidup jika dibandingkan dengan virtual


(5)

friends. Pengguna harus menganggap teman dalam dunia virtual hanya sebagai seni untuk mengenal dan mengetahui watak dari para sahabat dan pasangannya di dunia nyata, sehingga pengguna mendapatkan kembali sahabat lama maupun sahabat baru dalam dunia nyata, dan hubungan interpersonal (hubungan persahabatan dengan virtual friend) dapat berjalan sesuai dengan fungsinya, yaitu gain information, create a context of understanding, estabilish identitiy, dan meets interpersonal needs.

DAFTAR PUSTAKA

Baudrillard, J., 1988. Selected Writings. Ed. Mark Poster. Stanford, CA: Stanford UP. Bickmore, T., 1998. “Friendship and Intimacy in the Digital Age.” A final paper

presented in MIT Media Lab. Course, MAS 714 - Systems & Self. Dec. 8, 1998, <http://web.media.mit.edu/~bickmore/Mas714/finalReport.html>. Diakses : 12 Nop 2009

Eco, U., 1986. Travels in Hyper-Reality. Trans. W. Weaver. London: Picador. Heim, M., 1993. The Metaphysics of Virtual Reality. New York: Oxford UP.

Hejl, P., 2003. Virtual friend with special features. United States Patent Application Publication. PP. 1 - 6 <http://www.freepatentsonline.com/20030221183.pdf>. Diakses : 12 Nop 2009

Heylen, D., Nijholt, A., Stronks, B. & Vet, P., 2003. ”Designing Friends” Proceedings Social Intelligence Design (SID 2003), July 6-8, Royal Holloway University of London at Egham, Surrey, UK. <http://www.rhul.ac.uk /Management/News-and-Events/conferences/SID2003/Tracks-Presentations/16%20-%20Stronks%20et% 20al.pdf>. Diakses : 12 Nop 2009

Kellner, D., 2007. ”Jean Baudrillard.” Stanford Encyclopedia Of Philosophy <http://plato.stanford.edu/entries/baudrillard/>. Diakses : 12 Nop 2009

Koswara, E., 1991. Teori-Teori Kepribadian: Psikoanalisis, Behaviorisme, Humanistik, cet. 2. Bandung: PT. Eresco. 118 – 127

Lambert-Drache, M., 2005. Violence of the Virtual and Integral Reality, International Journal Of Baudrillard Studies. Vol: 2 <http://www.ubishops.ca/ baudrillardstudies/vol2_2/baudrillard.htm>. Diakses : 12 Nop 2009

Lusk, A., 1996. “Virtual reality or virtual unreality.” Proceedings of the 3rd International Interactive Multimedia Symposium Perth, Western Australia. 21-25 January 1996 <http://www.ascilite.org.au/aset-archives/confs/iims/1996/lp/lusk. html>. Diakses : 12 Nop 2009


(6)

McLean, S., 2005. The Basics of Interpersonal Communication. Boston: Pearson Education, Inc. 118 – 124

Stern, A., 2003. Creating Emotional Relationships With Virtual Characters. Proceeding of Emotions in Humans and Artifacts at the Austrian Research for Artificial Intelligence in Vienna, 1999. <http://www.quvu.net/interactivestory.net/papers/ stern_emotionartifacts1999.html>. Diakses : 12 Nop 2009