Model Konektivitas Sosial Ekologi Perikanan Cumi Cumi (Loligo edulis Hoyle, 1885) di Pulau Salura Sumba Timur (Kasus Migrasi Nelayan Andon)

MODEL KONEKTIVITAS SOSIAL EKOLOGI PERIKANAN
CUMI-CUMI (Loligo edulis Hoyle,1885) DI PULAU SALURA
SUMBA TIMUR (KASUS MIGRASI NELAYAN ANDON)

DEWI SUSILONINGTYAS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Konektivitas Sosial
Ekologi Perikanan Cumi-Cumi (Loligo edulis Hoyle, 1885) di Pulau Salura Sumba
Timur (Kasus Migrasi Nelayan Andon) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Dewi Susiloningtyas
NRP C262100011

RINGKASAN
DEWI SUSILONINGTYAS. Model Konektivitas Sosial Ekologi Perikanan CumiCumi (Loligo edulis Hoyle, 1885) di Pulau Salura Sumba Timur (Kasus Migrasi
Nelayan Andon). Dibimbing oleh MENNOFATRIA BOER, LUKY ADRIANTO dan
FREDINAN YULIANDA.
Pulau Salura merupakan satu dari pulau kecil terluar yang terletak di sebelah
tenggara Pulau Sumba. Secara administrasi Pulau ini masuk di Kecamatan Karera
Kabupaten Sumba Timur. Pulau yang dikelilingi Samudera Hindia ini memiliki
topografi pantai landai di bagian utara dan curam di bagian selatan. Sebagian besar
bentuk lahan adalah perbukitan batuan dan hanya sekitar 25% lahan dataran yang
dihuni masyarakat Desa Salura. Pulau Salura dihuni oleh 568 penduduk dengan jumlah
rumah tangga sebanyak 138 KK. Kepadatan penduduk berkisar 52 orang tiap km
persegi, dengan luas wilayah 29 km2. Keberadaan Pulau Salura menjadi daya tarik bagi

nelayan andon dari Tanjung Luar Pulau Lombok di Provinsi Nusa Tenggara Barat
untuk melakukan aktivitas penangkapan cumi-cumi. Migrasi musiman dilakukan pada
saat musim angin timur, yaitu pada bulan Maret sampai November. Meningkatnya
aktivitas penangkapan dan pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di pesisir dan lautan
Pulau Salura Sumba Timur, maka hampir sebagian besar kebutuhan masyarakat
pendatang dan penduduk lokal bergantung kepada alam sebagai penyedia jasa ekologi,
sosial serta ekonomi sehari-hari. Hal ini menimbulkan permasalahan untuk
keberlanjutan sumberdaya cumi-cumi yang ada di lokasi aktivitas penangkapan, karena
kelimpahan dan ketersediaannya akan terus berkurang.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menyusun model konektivitas sosial
ekologi perikanan cumi-cumi berbasis pendekatan Sistem Sosial Ekologi atau Social
Ecology System (SES) secara berkelanjutan. Secara rinci dan spesifik, tujuan dari
penelitian ini adalah mengidentifikasi konektivitas sosial ekologi Pulau Salura dengan
mengestimasi daya dukung lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
perikanan, mendeskripsikan pola migrasi musiman nelayan andon, mengkaji tingkat
ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya, merumuskan strategi pemberdayaan
nelayan andon dan penduduk lokal di pesisir dan perairan Pulau Salura. Perumusan
model pengelolaan sistem perikanan cumi-cumi berdasarkan tingkat konektivitas dan
adaptasi di Pulau Salura dilakukan menggunakan metode ABM (Agent Based Model),
dibantu oleh perangkat lunak Anylogic dan Netlogo Program.

Tujuan pertama adalah menilai daya dukung perairan sumberdaya cumi-cumi
yang dilakukan dengan metode EF (Ecological Footprint). Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa EF lokal rata-rata yang diperoleh adalah sebesar 0,00407
ha/kapita, dengan kebutuhan area seluas 2040,3 ha atau seluas 70,4 kali luas daratan
Pulau Salura. Adapun untuk rata-rata EF regional, yaitu EF Kabupaten Sumba Timur
adalah sebesar 0,0004 ha/kapita dengan kebutuhan ruang seluas 85040,8 ha atau seluas
dengan 12,1 kali daratan Kabupaten Sumba Timur. Kebutuhan ruang ekologis untuk
Pulau Salura masih lebih rendah daripada kebutuhan ruang untuk skala regional, yaitu
Sumba Timur. Hal ini berarti bahwa intensitas kegiatan penangkapan di Salura masih
rendah, terindikasi dari skala kegiatan, jumlah, serta variasi alat tangkap yang dimiliki
nelayan. Nilai EF ini mengindikasikan bahwa skala lokal maupun regional berada
dalam kondisi undershoot, yaitu EF lebih kecil dari biocapacity (EF< BC). Hasil ini
menunjukkan bahwa masih terdapat ruang ekologis yang dapat dilakukan untuk

kegiatan pemanfaatan perikanan, sehingga merupakan indikator bagi keberlanjutan
kegiatan perikanan Pulau Salura dan Kabupaten Sumba Timur.
Tujuan kedua adalah menganalisis pola migrasi nelayan andon. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nelayan andon yang melakukan migrasi sampai ke Pulau Salura
sebagian besar didominasi oleh nelayan Suku Bajo, yaitu sebesar 88,6%. Lama tinggal
nelayan andon di daerah tujuan migrasi sebagian besar adalah antara 6 – 10 hari, yaitu

sebesar 65,7 persen. Lama tinggal migrasi pada saat musim berlimpah cumi-cumi
berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang diperoleh. Pada saat musim tidak
berlimpah, hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan hasil tangkapan.
Kepemilikan alat tangkap berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang diperoleh, baik
pada saat musim berlimpah dan tidak berlimpah. Aset kepemilikan kapal dan mesin
kapal , pada variasi musim berlimpah dan tidak berlimpah tidak berpengaruh terhadap
hasil tangkapan.
Tujuan ketiga adalah mengidentifikasi tingkat ketergantungan masyarakat
terhadap sumberdaya yang dapat digunakan untuk merumuskan strategi pemberdayaan
masyarakat nelayan andon dan penduduk lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
aset alam ternyata merupakan aset yang penting untuk mendukung keberlanjutan
matapencaharian. Pulau Salura sebagai daerah tujuan migrasi mempunyai nilai aset
tinggi jika dibandingkan dengan daerah asal migrasi. Kondisi aset penghidupan seperti
aset sosial, manusia, keuangan, serta fisik/buatan mempunyai kondisi lebih rendah
daripada Tanjung Luar.
Tujuan keempat adalah merumuskan dan menentukan strategi pengelolaan
terhadap sistem perikanan cumi-cumi. Hasil pemodelan ditentukan dari pengaturan
terhadap jumlah armada alat tangkap dan pengurangan populasi nelayan andon. Kondisi
pada saat keterlibatan kapal berjumlah 2 unit merupakan kondisi terbaik, yaitu dengan
pemanenan sebesar 87 kuintal akan menciptakan kelimpahan cumi-cumi sebanyak 416

kuintal. Pemodelan ini juga mengatur populasi nelayan andon, dengan melakukan
pengurangan jumlah nelayan andon untuk proyeksi waktu lima tahun kedepan. Hasil
simulasi menunjukkan bahwa dari 3 kondisi yang dibuat, dalam kurun waktu lima
tahun mendatang akan tercipta nelayan cumi-cumi dari Pulau Salura sebesar 36,3%,
83,7% serta 68,8% dari total jumlah penduduk yang berpotensi.
Kata kunci: nelayan andon, netlogo, cumi-cumi, konektivitas, migrasi, Salura, sistim
sosial ekologi, model berbasis agen

SUMMARY
DEWI SUSILONINGTYAS. Social Ecology Connectivity Model of Squid Fishery at
Salura Island East Sumba (Case of Migrant Fishermen Migration). Supervised by
MENNOFATRIA BOER, LUKY ADRIANTO and FREDINAN YULIANDA.
Salura Island is one of the Indonesian outer islands located in Karera District,
East Sumba Regency, Sumba Province. This island is in the same group with Kotak and
Noni Island. Salura has sloping topography in the coast area, north part of the island
while steep in the south part of the island. The terrain is dominated by hilly rocks and
only about 25% of the area has a flat surface. That flat Surface area is inhabited by
Salura Village Community with a population of 568.138 households. The population
density ranges is 52 person/km2 in 29 km2 area. The existence of Salura Island attracts
the fishermen from TanjungLuar, Lombok, West Nusa Tenggara. The fishermen do

seasonal migration to Salura for fishing, especially squid fishing. The increasing fishing
activity and continuously squid exploitation in Salura, make most of the local and
migrant community needs depend on nature as a ecological, social and economic
provider. This raises concern for squid sustainability in the squid catchment area,
because the abundance and availability will continue to decrease.
The general objective of this research is to develop a socio-ecological
connectivity model of squid fishery in Lombok-Sumba's coastal area based on
sustainably social ecological system (SES). The specific purpose of this study are to
identify the socio ecological connectivity of Salura's coastal and marine area, estimate
the carrying capacity of the environment and squid resources for fishing activities
purpose, defined seasonal migration patterns of squid fishery, assess the level of people
dependency on the resources and formulate strategies for empowering andonfishermen
and local communities in marine and coastal area of Salura and also formulate the
management model of integrated squid fishery system based on connectivity and
adaptation level in Salura Island using ABM (Agent Based Model). The software used
isAnylogic and Netlogo.
Carrying capacity of squid resources was conducted by EF (Ecological Footprint).
The calculation show the average of local EF obtained was 0,00407 ha/capita with
2040,3 ha area needed or about 70,4 times of Salura Island area. The regional EF
average, wich is Sumba Timur Regency EF was 0,0004 ha/capita with 850408 ha area

needed or about 12,1 times of Sumba Timur Regency area. The need of ecological
space in Salura is lower than the regional scale. This means that the intensity of fishing
activity in Salura still low, indicated by the scale of activities, the amount and variety of
fishing gear owned by fishermen. The EF value indicates that both local and regional
scale are in the undershoot condition, which is EF is smaller than bio capacity (BC) or
the available land area (EF