meningkatkan tujuan pemanfaatan optimum dari jenis ikan bermigrasi jauh. Kerjasama yang dimaksu dapat secara langsung atau melalui organisasi
internasioanal dan harus dilakukan di seluruh wilayah, di dalam maupun diluar zona ekonomi eksklusif. Dalam hal ini juga dikatakan bahwa di daerah yang tidak
terdapat organisasi perikanan internasional, maka negara pantai dan negara lain yang memanen jenis ikan tersebut harus bekerjasama membentuk organisasi
tersebut. Dalam pasal 63 ayat 2 dan pasal 64 ayat 1 UNCLOS 1982 tidak
mencantumkan secara spesifik mengenai langkah-langkah dalam pengelolaan dan konservasi sumberdaya ikan bermigrasi terbatas dan bermigrasi jauh. Ketentuan
ini hanya menyebutkan langkah-langkah pengelolaan dan konservasi kedua jenis ikan tersebut melalui kerjasama yang harus ditetapkan dalam persetujuan dua atau
lebihnegara pantai atau persetujuan tentang pembentukan orgasnisasi internasional untuk menjamin tujuan pemanfaatan kedua jenis ikan tersebut.
52
2.2 Pengaturan Mengenai Status Negara dalam Pengelolaan Sumber Daya
Ikan Lintas Batas dan Perkembangannya
Sumber daya ikan merupakan salah satu sumber pangan dan komoditi industri kelautan yang sangat penting di dunia untuk dapat digunakan dalam
mendukung kesejahteraan rakyat. Salah satu masalah terbesar dalam dunia perikanan adalah adanya krisis perikanan global yang mulai dirasakan sejak awal
tahun 1990-an. Ketika permintaan ikan dunia meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia, maka intensitas penangkapan ikan duniapun
52
Ibid. hlm.5.
meningkat secara signifikan.
53
Karena kebutuhan antar bangsa yang timbal-balik sifatnya, maka untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan tersebut dibutuhkan hukum
guna menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur.
Penyebab meningkatnya kebutuhan ikan dunia, yaitu: 1 meningkatnya jumlah penduduk serta meningkatnya pendapatan
masyarakat dunia, 2 meningkatnya kualitas hidup yang diikuti dengan bergesernya komposisi makanan ke makanan sehat yang dicirikan dengan
rendahnya kandungan kolesterol pola red meat ke white meat, 3 masyarakat dunia semakin sibuk people on the run sehingga memerlukan makanan sehat dan
siap saji, 4 dampak globalisasi menyebabkan aktivitas perikanan melampaui batas-batas negara, sehingga dituntut pula penyediaan makanan yang dapat
diterima secara internasional, karena ikan merupakan alternatif komoditas makanan yang memenuhi syarat tersebut, dan 5 ketakutan akan tertularnya
penyakit kuku dan mulut, sapi gila, anthraks, flu burung akibat konsumsi daging- daging ternak dan unggas hewani semakin menguatkan asumsi bahwa alternatif
terbaik yang dapat dilakukan adalah mengkonsumsi ikan.
54
53
Lucky Andrianto, “Implementasi Code of Conduct For Responsible Fisheries dalam Perspektif Negara Berkembang”, dalam Jurnal Hukum Internasional Indonesian Jurnal of
International Law, Volume 2 Nomor 3 Jakarta: Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, April 2005, Hlm. 470.
Dikaitkan dalam permasalahan hukum laut yaitu dalam pemanfaatan sumberdaya hayati di laut lepas maka keberadaaan UNCLOS 1982 sebagai
Constitution of the Oceans, yang dalam mukadimah UNCLOS 1982 berfungsi sebagai suatu tertib hukum a legal order bagi laut dan samudera, merupakan
54
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Op.Cit., hlm 13.
sumbangan untuk memperkokoh “peace, security, cooperation abd friendly relations among all nations” dan untuk memajukan peningkatan ekonomi dan
social segenap masyarakat dunia. Kebebasan di laut lepas, terutama kebebasan menangkap ikan dengan adanya Pasal 87 UNCLOS 1982 maka kebebasan semua
negara, yaitu; kebebasan berlayar freedom of navigation; kebebasan penerbangan freedom of overflight; kebebasan memasang pipa kabel dibawah
laut freedom to lay submarine cables and pipelines; kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi lain freedom to construct artificial islands
and other installations permitted under international law; kebebasan menangkap ikan freedom of fishing; kebebasan melakukan riset ilmiah freedom of scientific
research. Namun segala hak atau kebebasan bagi warga negaranya dibatasi dengan adanya persyaratan yang tercantum dalam bagian 2 UNCLOS 1982 dan
kewajiban berdasarkan Pasal 87 ayat 2.
55
“States shall cooperate with each other in the conservation and management of living resources in the areas of the high seas. States whose
nationals exploit identical living resources, or different living resources in the same area, shall enter into negotiations with a view to taking the
measures necessary for the conservation of the living resources concerned. They shall, as appropriate, cooperate to establish subregional or regional
fisheries organizations to this end.” Kebebasan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 87 UNCLOS 1982 juga dibatasi dengan adanya Pasal 118 UNCLOS 1982, yang mengatakan;
55
Dr. Chomariyah, SH., MH., Op.Cit., hlm. 28-29
Kondisi perikanan dilaut lepas yang mengalami over fishing dan meningkatnya illegal fishing menimbulkan kekhawatiran masyarakat dunia yang
menginginkan penangkapan ikan yang bertanggungjawab dan lebih memperhatikan pengelolaan lingkungan maka dibuatlah the International
Conference on Responsible Fishing 1992, yang menghasilkan Declaration of Cancum berupa penangkapan ikan yang bertanggungjawab dan menjadi masukan
dalam United Nations Conference on Enviroment and Development selanjutnya disebut UNCED 1992. Kemudian UNCED 1922 atau sering disebut KTT Bumi
Earth Summit 1992 diadakan di Rio de Janerio, Brazil pada 3-14 juni 1992, menghasilkan: 1 Convention on Biological Diversity, 2 Convention on Climate
Change, 3 Agenda 21, 4 Rio Forestry Principles, dan 5 Rio Declaration. Pada Agenda 21 Bab 17 tentang Protection of the Oceans, All kinds of Seas,
including Enclosed and Semi-enclosed seas, and Coastal Areas and the Protection, Rational use and Development of their Living Resources, butir 17.1
mencantumkan 3 pendekatan baru, yaitu integrated, precautionary, dan anticipatory.
FAO Council tahun 1988 memberikan batasan pengertian prinsip sustainable development yang dikaitkan dengan pengelolaan dan konservasi
sumberdaya alam, sebagai berikut;
56
“Sustainable development is the management and conservation of the natural resource based on the orientation of technological and
institutional change in such a manner as to ensure the attainment of
56
Ibid., hlm. 36.
continued satisfaction of human needs for present an future generations. Such sustainable development conserves land, water, plans and animal
genetic resources, is environmentally nondegrading, technologically appropriate, economically viable and socially acceptable.”
Sedangkan dalam agenda 21 Bab 17 butir 17.46, menggunakan istilah sustainable use, sebagai berikut;
57
“States commit themselves to the concervation and sustainable use of marine kiving resources on the high seas. To this end, it is necessary :
a. Develop and increase the potential of marine living resources to meet human nutritional needs, as well as social, economic and development
goals; b. Maintain or restore populations of marine species at levels that can
produce the maximum sustainable yield as qualified by relevant eviromental and economic factor, taking into consideration
relationship among the species; c. Promote the development and use of target species and minimized
bycatch of non-target species; d. Ensure effective mentoring anf enforcement with respect to fishing
activities; e. Protect and restore endangered marine species;
f. Preserve habitats and other ecologically sensitive areas; g. Promote scientific research with respect to the marine living resources
in the high seas.
57
Ibid.
Kemudian Precautionary approach yang selanjutnya disebut pendekatan kehati-hatian ini digunakan dalam Agenda 21 berkaitan dengan perlindungan dan
pembangunan berkelanjutan untuk sumber daya di laut lepas, yang dijelaskan dalam Agenda 21 Bab 17 butir 17.49 sebagai berikut:
58
“States should take effective action, including bilateral and multilateral cooperation, where appropriate at the subregional, regional and global
levels, to that high seas fisheries are managed in accordance with the provisions of the United Nation Convention on the Law of the Sea. In
particular, they should: a give full effect …; b give full effect to these provisions with regard to highly migratory species; …”.
Berdasar penjelasan tersebut, maka negara-negara harus melakukan kerjasama secara bilateral dan multilateral ditingkat subregional, regional maupun
global, untuk menjamin bahwa penangkapan ikan di laut lepas dapat dikelola dengan ketentuan UNCLOS 1982, dan untuk huruf b berlaku ketentuan yang
berkaitan dengan jenis ikan bermigrasi jauh.
59
58
Ibid., hlm. 13-14.
Maka permasalahan tekanan yang terus berlanjut pada sumber daya ikan di laut lepas mengakibatkan terjadinya
penurunan hasil tangkapan. Menurut UNCLOS 1982 pengelolaan SDI di perairan negara pantai adalah tanggung jawab negara pantai sedangkan pengelolaan SDI di
laut lepas merupakan tanggung jawab bersama dari negara-negara. Dengan demikian harus ada komitmen yang kuat dari negara pantai, negara penangkap
ikan jarak jauh, dan kewajiban negara bendera untuk melakukan pengawasan
59
Lihat Ketentuan Pasal 64 ayat 1 UNCLOS 1982 yang mengatur tentang High Migratory Species.
terhadap warganegaranya yang menangkap ikan di laut lepas berdasarkan standar hukum internasional.
60
Selanjutnya, disebutkan bahwa, negara-negara harus mengkoordinasikan secara langsung kegiatan-kegiatan dan kerjasamanya, melalui organisasi
pengelola perikanan regional terkait, dalam mencegah, mengurangi dan menghapuskan IUU Fishing. Secara khusus, negara-negara harus:
a. Menukar data atau informasi, ditekankan dalam format yang distandarisasi, dari catatan-catatan kapal-kapal yang dimiliki mereka untuk menangkap
ikan, dengan cara yang konsisten dengan persyaratan-persyaratan pertimbangan yang berlaku;
b. Kerjasama dalam akuisisi yang efektif, pengelolaan dan verifikasi semua data dan informasi terkait dari penangkapan;
c. Mengijinkan dan membantu praktisi-praktisi SMK atau dorongan pribadi untuk bekerjasama dalam penyelidikan IUU Fishing, dan akhirnya negara-
negara harus mengumpulkan dan mengelola data dan informasi yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan;
d. Kerjasama dalam menyalurkan kemampuan dan teknologi; e. Kerjasama dalam membuat kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur
yang cocok.
60
Dr. Chomariyah, SH., MH., Op.Cit., hlm. 18.
f. Mengembangkan mekanisme kerjasama yang menyebabkan respon yang cepat terhadap IUU Fishing, dan
g. Kerjasama dalam monitoring, kontrol, dan pengawasan, termasuk melalui perjanjian internasional.
2.3 Pengelolaan Sumber Daya Ikan Beruaya Jauh Menurut Hukum