Masyarakat Mandailing
2.1.5 Kesenian
Kesenian sudah dikenal oleh masyarakat Mandailing sejak zaman dahulu, seni musik yang hidup pada saat itu sangat berkaitannya dengan sistim kepercayaan lama atau dengan pele begu (menyembah roh nenek moyang). Setiap melakukan upacara ritual atau keagamaan pada masa itu musik digunakan sebagai perantaraan dalam upacara. Didalam kehidupan masyarakat Mandailing pada masa pra islam, musik merupakan sebahagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan keagamaan (religi) dan upacara – upacara adat, baik itu upacara yang bersifat suka cita yang dinamakan siriaon, ataupun upacara adat siluluton, yaitu upacara adat duka cita. Sistim kepercayaan animisme yang dikenal dengan pele begu tersebut menempatkan musik (yang dipergunakan untuk upacara religi) pada kedudukan yang tinggi. Seperti penjelasan yang dibuat oleh koentjaraningrat bahwa : hal itu disebabkan karena suara, nyanyian dan musik, merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam upcara keagamaan sebagai hal yang biasa menambah suasana keramat atau sakral. (Koentjaraningrat 1980:245). Dalam tradisi di Mandailing pada masa
Pra Islam pemujaan itu selalu menggunakan seorang perantara yang dinamakan si baso . Sedangkan bunyi – bunyian suci diperkirakan adalah ensambel gondang maupun gordang. Dan pemain musik yang ahli pada masa itu dinamakan datu peruning-uningan atau datu pargondang. Dikarenakan mereka belajar bermain musik bukan dari manusia, melainkan dari begu. Yang secara khusus pula begu memberikan irama-irama gondang kepada datu paruning – uningan. Dan setelah masuk dan berkembangnya Agama Islam di daerah Mandailing, penggunaan musik yang ditujukan kepada roh nenek moyang tidak dibenarkan untuk ditampilkan, karena hal itu sangat bertentangan dengan ajaran Agama Islam. misalnya tradisi mengandung (meratap dihadapan jenazah) yang dilakukan pada upacara adat siluluton (duka cita).
Mengandung pada adat siluluton adalah suatu perbuatan yang tidak diperkenankan yang tidak sesaui dengan kaidah ajaran islam. Dalam bentuk nyanyian biasanya masyarakat dibawakan secara solo. Misalnya jenis nyanyian ungut-ungut . Nyanyian ini sering dibawakan oleh anak muda (meskipun siapa saja boleh membawakannya) sebagai nyanyian pelipur lara yang melukiskan tentang rasa duka dalam hal percintaan, dan dinyanyikan tidak didepan umum atau secara tertutup hanya secara pribadi. Masyarakat Mandailing, terutama ibu-ibu rumah tangga ataupun anak-anak gadis bila hendak menidurkan anak bayi biasanya akan dibawakan nyanyian khusus yang dinamakan bue-bue. Sambil membuei si bayi, ibunya ataupun anak-anak gadis akan mendendangkan nyanyian nyanyian agar buah hatinya tertidur. Tradisi bernyanyi seperti ini jarang hamper tidak dipergunakan oleh masyarakat terutama ibu rumah tangga. Hal ini disebabkan perkembangan zaman yang berubah ubah.
Secara khusus masyarakat Mandailing menggunakan istilah ende untuk menyebutkan segala jenis nyanyian atau seni vocal yang terdapat pada masyarakat tersebut. Walaupun pada tiap nyanyian yang dibawakan oleh masyarakat yang mempunyai fungsi berbeda-beda seperti contoh diatas.
Adapun jenis alat musik di masyarakat Mandailing yang sumber bunyinya dari udara yang disebut dengan aerofon yaitu, sebagai berikut: (a) tulila, merupakan alat musik tiup yang digunakan oleh para anak-anak muda untuk memikat anak gadis yang dilakukan pada malam hari. Sang pemuda mendatangi rumah si gadis untuk berdialog secara berbisik dari dibali dinding tentang rasa cinta antara keduanya.
(b) uyup-uyup, merupakan alat musik tiup yang terbuat dari batang padi. Digunakan oleh para pemuda sebagai hiburan di sawah-sawah, dan tidak jarang pula untuk menarik perhatian oleh para gadis-gadis.
(c) ole-ole atau olang-olang yang merupakan alat musik tiup ini terdapat lilitan daun kelapa yang berbentuk corong dan berfungsi untuk memperbesar suara.
(d) suling, yang terbuat dari bambu dan digunakan untuk hiburan (e) sordam. Merupakan alat musik bambu. Alat musik ini kegunaannya sama
dengan suling yang dilakukan ditempat bernaungan seperti di bawah – bawah pohon.
(f) Sarune, merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Jenis alat musik membranofon yang sumber bunyi berasal dari kulit atau membran yaitu sebagai berikut: (a) Gondang dua. Ensambel ini juga dinamakan gondang boru. Alat musik ini terdiri dari dua buah gondang. Keduanya memliki ukuran dan bentuk yang (f) Sarune, merupakan alat musik yang terbuat dari bambu. Jenis alat musik membranofon yang sumber bunyi berasal dari kulit atau membran yaitu sebagai berikut: (a) Gondang dua. Ensambel ini juga dinamakan gondang boru. Alat musik ini terdiri dari dua buah gondang. Keduanya memliki ukuran dan bentuk yang
(b) gordang tano, gordang tanoh ini terbuat dari tanah yang dikorek kemudian ditutup dengan papan dan dibuat tiang penyangga yang fungsinya untuk mengikat rotan. Rotan inilah yang dipukul untuk menghasilkan bunyi. Gordang tano digunakan uttuk menurunnkan hujan, tetapi pada saat sekarang sudah sulit untuk ditemui.
(c) gordang sambilan, ensambel ini terdiri dari sembilan buah gordang yang bentuknya panjang dan besar dengan ukuran yang berbeda – beda. Dan nama - nama gordang ini tidak sama di wilayah madailing seperti di daerah pakantan, huta pungkut, dan tamiang. untuk sepasang gordang yang paling besar di daerah Pakantan disebut : jangat (1,2), hudong-kudong (3,4),
panduai (5,6), patolu (7,8) dan enek-enek (9), sedangkan di daerah Hutapungkut dan Tamiang disebut jangat yang dibagi dalam tiga bagian yaitu (1) jangat siangkaan, (2) jangat silitonga , dan (3) jangat sianggian, (4,5) pangaloi, (6,7) paniga, (8) hudong-kudong, (9) teke-teke (Hutapungkut), eneng-eneng (Tamiang). Gordang sambilan terbuat dari pohon ingul tetapi pada saat sekarang tidak jarang memakai batang pohon kelapa di karenakan pohon ingul sulit ditemukan. Untuk membrannya yaitu kulit lembu yang diikat dengan rotan yang besarnya jari kelingking orang dewasa dan cara memainkannya dipukul dengan sepasang batang kayu. Gordang sambilan digunakan didalam upacara siriaon (suka cita) misalnya upacara pernikahan, menyambut tamu, memasuki rumah baru, panduai (5,6), patolu (7,8) dan enek-enek (9), sedangkan di daerah Hutapungkut dan Tamiang disebut jangat yang dibagi dalam tiga bagian yaitu (1) jangat siangkaan, (2) jangat silitonga , dan (3) jangat sianggian, (4,5) pangaloi, (6,7) paniga, (8) hudong-kudong, (9) teke-teke (Hutapungkut), eneng-eneng (Tamiang). Gordang sambilan terbuat dari pohon ingul tetapi pada saat sekarang tidak jarang memakai batang pohon kelapa di karenakan pohon ingul sulit ditemukan. Untuk membrannya yaitu kulit lembu yang diikat dengan rotan yang besarnya jari kelingking orang dewasa dan cara memainkannya dipukul dengan sepasang batang kayu. Gordang sambilan digunakan didalam upacara siriaon (suka cita) misalnya upacara pernikahan, menyambut tamu, memasuki rumah baru,
Jenis kesenian alat musik Mandailing yang sumber bunyinya berasal dari dirinya sendiri (idiofhon) terdiri dari yaitu (a) tali sasayak, (b) ogung jantan (lebih kecil dari ogung boru ), (c) ogung betina atau ogung boru, (d) doal , (e) momongan yang terdiri dari (1) pamulusi, (2) panduai, dan (3) panolongi . Yang sebenanya tor – tor menurut aslinya bukanlah tarian tetapi sebagai pelengkap gondang berdasarkan kepada falsafah adat. Tor – tor yang dilakukan dengan gerakan tertentu mempunyai ciri khas, makna, dan tujuan tertentu.
2.1.6 Organisasi Masyarakat Mandailing di Kota Medan
Masyarakat Mandailing yang berdomisili di kota Medan memiliki organisasi atau perkumpulan. Dalam penelitian ini organisasi masyarakat yang menjadi gambaran mengenai masyarakat Mandailing di Kota Medan terdapat pada beberapa organisasi masyarakat yang didasarkan oleh pekumpulan marga maupun asal daerah. Organisasi masyarakat penting untuk dijelaskan dalam Masyarakat Mandailing yang berdomisili di kota Medan memiliki organisasi atau perkumpulan. Dalam penelitian ini organisasi masyarakat yang menjadi gambaran mengenai masyarakat Mandailing di Kota Medan terdapat pada beberapa organisasi masyarakat yang didasarkan oleh pekumpulan marga maupun asal daerah. Organisasi masyarakat penting untuk dijelaskan dalam
Organisasi lainnya pada umumnya organisasi masyarakat ini berbasiskan kepada garis keturuan yang didasarkan pada marga ataupun tempat asal (daerah Mandailing).
2.1.7 Sistem Pencaharian Masyarakat Mandailing di Kota Medan
Umumnya mata pencaharian masyarakat mandailing di mandailing adalah bertani (mandailing godang) dan berkebun (mandailing julu). Sementara masyarakat mandailing yang sudah berdomisili di Kota Medan, sisitem mata pencaharian yang mereka kerjakan adalah kebanyakan pegawai negeri maupun swasta ataupun sebagai pejabat-pejabat lainnya. Selain itu, ada juga pekerjaan yang dikerjakan masyakat mandailing sebagai pedagang, pemain musik, atau pekerjaan lainnya seperti supir angkot, becak dan pengusaha itu semua yang mereka kerjakan untuk mencukupi kebutuhan kehidupan sehari-hari keluarga mereka.