Sajak Zuhair

2. Sajak Zuhair

Sajak Zuhair dalam pada itu, menunjukkan kesejajaran ide dan gagasan. Ia mempergunakan ekspresi romantik dengan cara metaforis-personifikasi, yakni menggambarkan maut sebagai tamu yang datang tanpa permisi .

(Al-Mausu’ah al-syi’riyyah)

 Kujemu dengan segala beban hidup, siapa yang berumur

80 tahun merasa jemu tentu  Kutahu apa yang terjadi kini dan yang lalu Tapi tidak dengan esok  Kuliat maut datang tak permisi, siapa didatangi

Mati, siapa luput lanjut  Siapa jaga kehormatan, terhormat Siapa tak hindari celaan, tercela  Siapa tepati janji, terpuji, siapa hatinya Terpimpin berbuat baik  Siapa takut maut, pasti bertemu

Meski lari ke langit Sajak Zuhair di atas (bait 1) dapat diuraikan bahwa si aku telah jemu,

bosan dengan segala beban hidup yang harus ditanggung. Karena itu, siapapun jika ada orang yang hidup hingga tua (berumur 80 tahun) pastilah ia merasa bosan karena harus menanggung banyak urusan dunia. Berumur muda saja sudah menanggung berat beban, apalagi berumur hingga 80 tahun! //kujemu dengan beban hidup, siapa yang berumur// 80 tahun merasa jemu tentu//.

Si aku merasa memiliki kemampuan untuk mengetahui apa yang terjadi saat ini dan apa yang telah terjadi kemarin. Namun, ia tidak dapat mengetahui apa yang akan terjadi esok (bait 2). Karena itulah, si aku pasrah dengan kedatangan maut yang tanpa permisi //karena ia tak tahu kapan akan datang/. Ia pasrah, karena siapapun yang didatangi maut maka ia tidak dapat mengelak (bait 3).

Meski, si aku pasrah akan datangnya maut, tapi ia memiliki optimisme dalam kehidupannya. Agar hidupnya berisi dan makin hidup, ia akan selalu menjaga harga dirinya agar terhormat dan terhindar dari celaan (bait 4). Selain itu, ia akan menjadi orang yang menepati janji supaya terpuji (bait 5). Walaupun, ada rasa ketakutan akan maut, tapi maut tetap akan datang menemui, meski engkau lari ke ujung langit (bait 6).

Sajak Zuhair di atas bila diperhatikan berlewah dalam mengungkap gagasannya mengenai hidup dan mati. Dalam sajak itu kelihatan sikap Zuhair yang optimistis dalam memaknai hidup meski di satu sisi ia akan mati. Terdapat ironi antara beban hidup dan kematian. Namun, kepasrahan dalam menghadapi kematian itu ditanggapi dengan optimisme dalam hidup, agar ketika mati menjemput namanya tetap harum karena perbuatan baiknya semasa hidup.

Dalam menanggapi sajak zuhair itu, Thirrimah cukup berlawanan sikap dan gagasannya. Ia berpandangan realis pesimis. Kecuali itu, Thirrimah tidak ingin berpanjang lebar dalam menguraikan tentang hidup dan mati, hanya 3 bait!

Si aku sadar bahwa setiap makhluk hidup ingin agar hidupnya (umurnya) panjang dan bermakna /tiap makhluk hidup berusaha sempurnakan umur/. Mereka ingin menikmati dan menghabiskan masa hidupnya dengan sempurna hingga usianya benar-benar habis (mati). Akan tetapi, hal itu malah membuat si aku menjadi heran, mengapa orang-orang gemar mengumpulkan, menumpuk, dan menimbun harta, toh niscaya ia akan mati. Mengapa orang-orang membanggakan kekayaannya, toh ia akan mati. Mengapa orang-orang bekerja dan mengabdi hanya demi harta, toh ia akan mati (bait 2). Si aku tetap heran dan bertanya-tanya. Mengapa mereka menghilangkan dan menyia-nyiakan anugerah Nya untuk pekerjaan yang tidak diyakini manfaat dan kebenarannya.

Nilai-nilai yang tampak dari sajak Thirrimah di atas mengakui pandangan bahwa hidup di dunia itu bersifat sementara. Sementara kehidupan setelah mati adalah kehidupan yang abadi.

Thirrimah dalam hal ini jelas menentang gagasan Zuhair yang realis optimis. Thirrimah berpandangan realis pesimis. Ia menyadari memang ada hidup setelah mati. Dan kehidupan di dunia itu sifatnya fana. Karena itu bagi dia, keberlimpahan harta, mengejar dunia itu tidak ada gunanya. Lebih baik beribadah kepada Allah.

Kepasrahan dalam menghadapi kematian menggambarkan kepesimisannya dalam memaknai (menyempurnakan) hidupnya. Thirrimah dalam hal ini bersifat zuhud, yakni menjauhi hal keduniawian.

Dalam hal tema i , sajak Thirrimah yang merupakan tanggapan atas teks hipogramnya sajak Zuhair, memiliki perbedaan. Tema dalam sajak Thirrimah

adalah zuhud, menjauhi hal-hal keduniawian atau hedonisme. Karena itulah dalam sajaknya, ia mengekspresikan gagasan dan idenya dengan padat, tidak berbelit- belit dan berpanjang lebar.

Dalam pada itu, sajak zuhair bertemakan hikmah (wisdom), yakni berisi nasihat-nasihat dan anjuran-anjuran agar orang berbuat baik. Karena itu ia mengekspresikan gagasannya dengan panjang lebar, sebab banyak nasihat-nasihat yang disampaikan. Selain itu, ia lebih optimis dalam menghargai hidup dan mati.

Perbedaan tema dan pengekspresian gagasan itu terjadi karena latar historis. Zuhair hidup pada masa Jahiliyah, masa sebelum Islam datang. Meski ia hidup pada masa Jahiliyah, namun ia berbeda dengan orang-orang sezamannya yang umumnya berperilaku sesat dan cabul (mujun). Zuhair dikenal sebagai penyair hikmah, yang sajak-sajaknya berisi nasihat-nasihat dan anjuran-anjuran menuju kebaikan, meskipun ia seorang pagan.

Thirrimah di lain pihak, hidup pada masa Umayyah, yakni ketika ajaran- ajaran Islam telah diterapkan. Namun, ia cenderung memilih untuk berzuhud, meski Nabi tidak melarang umatnya berkerja dan mengumpulkan harta ii .

Secara tipografis, tampak ada perbedaan antara sajak Zuhair dan Thirrimah. Dalam sajaknya, Thirrimah menggunakan teknik pemutusan penulisan huruf pada setiap sadr iii nya. Ini berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Zuhair. Tampaknya Thirrimah menyimpangi konvensi tipografi sajak Arab yang pada masa Jahiliyah tidak ada penggunaan teknik pemutusan penulisan huruf pada bait- bait syiir.