HUBUNGAN ANTARA FIQH PRIORITAS DAN FIQH PERTIMBANGAN oleh Dr. Yusuf Al Qardhawy
II. HUBUNGAN ANTARA FIQH PRIORITAS DAN FIQH PERTIMBANGAN oleh Dr. Yusuf Al Qardhawy
FIQH prioritas memiliki hubungan yang sangat erat dengan bentuk fiqh lainnya, dalam beberapa hal, seperti yang pernah kami tulis sebelumnya.
Ia berkaitan dengan fiqh pertimbangan (muwazanah), yang pernah saya bahas dalam buku saya Prioritas Gerakan Islam. Di dalam buku itu saya mengutip beberapa pokok pikiran Syaikh Islam, Ibn Taimiyah, yang saya pandang sangat berguna.
Peran terpenting yang dapat dilakukan oleh fiqh pertimbangan ini ialah:
1) Memberikan pertimbangan antara berbagai kemaslahatan dan manfaat dari berbagai kebaikan yang disyariatkan.
2) Memberikan pertimbangan antara berbagai bentuk kerusakan, madharat, dan kejahatan yang dilarang oleh agama.
3) Memberikan pertimbangan antara maslahat dan kerusakan, antara kebaikan dan kejelekan apabila dua hal yang bertentangan ini bertemu satu sama lain. PERTIMBANGAN ANTARA BERBAGAI KEMASLAHATAN SATU DENGAN LAINNYA
Pada kategori pertama (kemaslahatan), kita dapat menemukan kemaslahatan yang telah ditetapkan oleh syari'ah agama, bahwa kemaslahatan tidak berada pada satu peringkat. Tetapi ia bertingkat-tingkat, sebagaimana peringkat utama yang telah ditetapkan oleh para ahli usul fiqh. Mereka membagi kemaslahatan itu menjadi tiga tingkatan dengan urutan sebagai berikut: dharuriyyat, hajjiyyat, dan tahsinat. Yang
http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Prioritas/Hubungan.html (1 of 14)20/10/2004 6:45:20 http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Prioritas/Hubungan.html (1 of 14)20/10/2004 6:45:20
Fiqh pertimbangan --dan pada gilirannya, fiqh prioritas--mengharuskan kita:
* Mendahulukan dharuriyyat atas hajjiyyat, apalagi terhadap tahsinaf;
* Dan mendahulukan hajjiyyat atas tahsinat dan kamaliyyat.
Pada sisi yang lain, dharuriyyat sendiri terbagi-bagi lagi menjadi beberapa bagian. Para ulama menyebutkan bahwa dharuriyyat itu ada lima macam: agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta kekayaan. Sebagian ulama menambahkan dharuriyyat yang keenam, yaitu kehormatan.
Agama merupakan bagian pertama dan terpenting daripada dharuriyyat. Ia harus didahulukan atas berbagai macam dharuriyyat yang lain, sampai kepada jiwa manusia. Begitu pula, jiwa harus diutamakan atas dharuriyyat yang lain di bawahnya.
Dalam memberikan pertimbangan terhadap berbagai kepentingan tersebut, kita dapat mempergunakan kaidah berikut ini:
Mendahulukan kepentingan yang sudah pasti atas kepentingan yang baru diduga adanya, atau masih diragukan.
Mendahulukan kepentingan yang besar atas kepentingan yang kecil.
Mendahulukan kepentingan sosial atas kepentingan individual.
Mendahulukan kepentingan yang banyak atas kepentingan yang sedikit.
http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Prioritas/Hubungan.html (2 of 14)20/10/2004 6:45:20
Mendahulukan kepentingan yang berkesinambungan atas kepentingan yang sementara dan insidental.
Mendahulukan kepentingan inti dan fundamental atas kepetingan yang bersifat formalitas dan tidak penting.
Mendahulukan kepentingan masa depan yang kuat atas kepentingan kekinian yang lemah.
Pada Perjanjian Perdamaian Hudaibiyah, kita dapat melihat Nabi saw yang mulia memenangkan kepentingan inti dan fundamental, serta kepentingan masa depan atas kepentingan yang bersifat formalitas dan tidak penting, yang seringkali menipu manusia. Rasulullah saw menerima syarat-syarat yang pada awalnya diduga bahwa penerimaan itu tidak adil bagi kaum Muslim, sehingga mereka harus menerima bagian yang kurang ... Pada saat itu baginda Nabi saw yang mulia menerima permintaan orang kafir untuk menghapuskan "basmalah" yang tertulis pada lembar perjanjian, dan sebagai gantinya ditulislah "bismika allahumma." Selain itu, beliau juga merelakan untuk menghapuskan sifat kerasulan yang tertulis setelah nama Nabi saw yang mulia "Muhammad Rasulullah" dan cukup hanya dengan menuliskan nama beliau saja "Muhammad bin Abdullah". Semua itu dilakukan oleh Rasulullah saw untuk mendapatkan ketenangan dan perdamaian di balik itu, sehingga memungkinkannya untuk menyiarkan da'wah Islam, dan mengajak raja-raja di dunia ini untuk memeluk Islam. Tidak diragukan lagi bahwa tindakan Rasulullah saw itu disebut di dalam al-Qur'an al-Karim dengan istilah kemenangan yang nyata (fath mubin). Contoh-contoh serupa itu banyak kita temukan pada kehidupan beliau.