Secara umum kata jaminan dapat diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung
pembayaran kembali suatu utang. Dengan demikian jaminan mengandung adanya kekayaan materiil
maupun pernyataan kesanggupan immaterial yang dapat dijadikan sumber pelunasan utang. Di sini, kata “Jaminan” mengandung pengertian
sebagai suatu transaksi, suatu penyerahan atau kesanggupan untuk menyerahkan barangnya sebagai pelunasan hutangnya. Dalam pemberian
kredit, jaminan merupakan keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai kemampuan dan kesanggupan
debitur untuk melunasi hutangnya.
20
2. Istilah dan Pengertian Hukum Jaminan
Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerhei-dessteling atau security of law. Dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional
tentang lembaga Hipotek dan Jaminan Lainnya yang diselenggarakan di Yogyakarta, pada tanggal 20 sampai dengan 30 Juli 1977, disebutkan
bahwa hukum jaminan, meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini mengacu pada
jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan. Definisi ini menjadi tidak jelas, karena yang dilihat hanya dari penggolongan jaminan. Sri Soedewi
Masjhoen Sofwan dalam H. Salim HS, SH, MS mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah :
“Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai
jaminan. Peraturan demikian harus harus cukup menyakinkan dan memberikan kepastian hukum jaminan bagi lembaga-lembaga kredit, baik
dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit
20
Ibid, hal. 233
dengan jumlah besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah.”
21
Sebenarnya, apa yang dikemukan oleh Sri Soedewi Masjhoen
Sofwan, ini merupakan sebuah konsep yuridis yang berkaitan dengan penyusunan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
jaminan pada masa yang akan datang. Sedangkan saat ini telah dibuat berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jaminan, J.
Satrio mengartikan hukum jaminan adalah “Peraturan hukum yang yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur.”
Definisi yang terakhir ini difokuskan pada pengaturan hak-hak kreditur. Padahal subjek kajian hukum jaminan tidak hanya menyangkut
kreditur semata-mata, tetapi juga erat kaitannya dengan debitur. Sedangkan yang menjadi objek kajian adalah benda jaminan. Dari
berbagai kelemahan definisi tersebut, maka ketiga definisi di atas perlu dilengkapi dan disempurnakan. Menurut H. Salim HS, bahwa hukum
jaminan adalah : “Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan
hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.”
22
Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah : 1.
Adanya kaidah hukum.
21
H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia,PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 5.
22
Ibid, hal 6.
Kaidah hukum dalam bidang jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum
jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis, adalah kaidah- kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan,
traktat dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis, adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup dan
berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan;
2. Adanya pemberi dan penerima jaminan. Pemberi jaminan, adalah orang-orang atau badan hukum yang
menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini, adalah orang atau badan hukum
yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang
menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini, adalah orang atau badan hukum. Badan
hukum, adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank.
3. Adanya jaminan. Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah
jaminan materiil dan immateriil. Jaminan materiil, merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak
dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil, merupakan jaminan nonkebendaan
4. Adanya fasilitas kredit. Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan
untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit, merupakan pemberian uang berdasarkan
kepercayaaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan non bank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman
dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit padanya.
3. Objek dan Ruang Lingkup Kajian Hukum Jaminan