Kajian Teknologi Irigasi Bawah Tanah Dalam Pengelolaan Lahan Pasir (Studi Kasus di Desa Karangwuni, Kulon Progo, Yogyakarta)

KAJIAN TEKNOLOGI IRIGASI BAWAH TANAH
DALAM PENGELOLAAN LAHAN PASIR
(Studi Kasus di Desa Karangwuni, Kulon Progo, Yogyakarta)

OLEH :
AGUNG RIYADI

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

AGUNG RIYADI. Kajian Teknologi Irigasi Bawah Tanah Dalam Pengelolaan
Lahan Pasir (Studi Kasus di Desa Karangwuni, Kulon Progo, Yogyakarta).
Dibimbing oleh JOKO PURWANTO dan AWAL SUBANDAR.
Penelitian ini bertujuan untuk: (a) mengevaluasi teknologi irigasi bawah
tanah peranan bio-teknologi dalam konservasi tanah dan air untuk lahan berpasir
khususnya di lingkungan pesisir, (b) melihat ketersediaan airtanah dan
keseimbangan airtanah daerah pesisir serta (c) melihat kedalaman intrusi air laut
di wilayah pesisir.
Metoda yang digunakan adalah dengan plot percobaan tanaman cabai
merah keriting, dimana masing-masing mempunyai luas 6 x 3 sebanyak 16 buah

dengan 2 kali ulangan. Setiap plot terdapat tingkat perbedaan perlakukan
pemberian pupuk dan sistem penyiramannya (gembor dan irigasi bawah tanah).
Melihat ketersediaan airtanah dan keberadaannya untuk konsumsi domestik dan
pertanian serta kedalaman intrusi air laut dengan metode pumping test data dan
geolistrik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem penyiraman gembor dengan
pemberian pupuk 20 tonlha memberikan hasil produksi yang lebih baik
dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Penyiraman dengan gembor dapat
membasahi seluruh tanaman sehingga debu yang menempel di daun dapat hilang
sehingga tidak mengganggu proses fotosistesis.
Kedalaman intrusi air laut 45 m di bawah permukaan tanah dan debit
airtanahnya 191 1.96 m3/hari. Penggunaan airtanah untuk pertanian dan domestik
sebesar 1084.09 m3/hari. Ketersediaan airtanah masih 827.06 m h a r i , ini
merupakan airtanah yang dapat ciimanfaatkan untuk berbagai aktivitas lain di
wilayah pesisir tersebut.

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama


: Agung Riyadi

Status

: Mahasiswa Program Pascasarjana

Nomor Pokok Mahasiswa

: P 3 1500017

Program Studi

: Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Perguruan Tinggi

: Institut Pertanian Bogor

Kami menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul


"

Kajian Teknologi Irigasi Bawah Tanah Dalam Pengelolaan Lahan Pasir, Studi
Kasus di Desa Karangwuni, Kulon Progo, Yogyakarta", adalah hasil penelitian
dan penulisan kami.
Demikian pernyataan i n 1 kami buat dengan sesungguhnya.
Bogor, Agustus 2002
Yang menyatakan,

Agung Riyadi

KAJIAN TEKNOLOGI IRIGASI BAWAH TANAH DALAM
PENGELOLAAN LAHAN PASIR
(Studi Kasus di Desa Karangwuni, Kulon Progo, Yogyakarta)

AGUNG RIYADI

Thesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul

: Kajian Teknologi Irigasi Bawah Tanah Dalam Pengelolaan

Nama
NRP
Program Studi

Lahan Pasir (Studi Kasus di Desa Karangwuni,
Kulon Progo, Yogyakarta)
: Agung Riyadi
: P31500017
: Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan


Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

S
DEA
Dr. Ir. J O ~Purwanto,
Ketua

c
Dr. Ir. N
Anggota

Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan

r Program Pascasarjana


Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS
,

Tanggal Lulus: 20 Agustus 2002

-

ZOO2 d3S

Z1

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta tanggal 21 Desember 1968 sebagai anak
kedua dari lima bersaudara. Ayah Drs. Soenarso Simoen dan Ibu Sri
Minggarningsih. Pendidikan sarjana di tempuh di Fakultas Geografi UGM,
Jurusan Geografi Fisik dan mengambil program studi Hidrology. Angkatan tahun
1988 dan lulus tahun 1994.
Tahun 1996 sampai sekarang penulis bekerja sebagai peneliti di Pusat
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL) di Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta. Saat ini penulis menekuni bidang

kelautan terutama di dalam pemodelan khususnya yang berhubungan dengan datadata kelautan.
Selama mengikuti program S2 di IPB banyak hal-ha1 baru yang penulis
dapatkan, terutama di dalam sifat dan karaktrristik masyarakat pesisir di
Indonesia. Kegiatan yang paling berkesan dan menambah ilmu serta pengalaman
adalah kerja lapangan di Pulau Pramuka, kepulauan Seribu.

PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun judul
yang dipilih adalah Kajian Teknologi Irigasi Bawah Tanah Dalam Pengelolaan
Lahan Pasir (Studi Kasus di Desa Karangwuni, Kulon Progo, Yogyakarta).
Penelitian ini merupakan sumbangan pikiran dalam mengkaji teknologi
penyiraman melalui bawah perrnukaan tanah, di dalam pengembangan usaha tani
lahan kering daerah pesisir, khususnya bagi petani di sepanjang pesisir selatan
Pulau Jawa. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan pendidikan magister sains pada program studi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Program Pascasqana Institut Pertanian Bogor.
Dengan segala ketulusan, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Joko Purwanto, DEA dan Bapak Dr. Awal Subandar, MSc, selaku
pembimbing yang telah banyak mencurahkan perhatian, serta Bapak Dr. Ernan

Rustiadi, M.Agr yang telah banyak memberikan saran.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sudaryono
dari P3TL-BPPT yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data serta
Saudara Noor Nedi, Slamet Tarno, Sinung Rustijarno dan Mbak Diah yang
banyak memberikan dorongan serta rekan-rekan SPL IPB angkatan V yang turut
membantu dalam penyusunan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ayah dan Ibu di Yogyakarta, Aditya Wisnu dan Irfandita
Kusumastuti yang telah banyak membantu dalam semangat dan doa.
Akhir kata, pemulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua
pihak.
Bogor, Agustus 2002
Agurzg Riyadi

DAFTAR IS1

DAFTAR TABEL ........................................................................

....................................................................
DAFI'AR LAMPIRAN .................................................................
PENDAHULUAN .......................................................................

Latar Belakang ...................................................................
DAFTAR GAMBAR

Tujuan .......................................................................... ....
Hasil yang Diharapkan ...........................................................
Hipotesa ...........................................................................

Halaman
xi
xii
xiv
1
1
3
3
4

KAJIAN PUSTAKA
Sifat Fisika dan Kimia Tanah Pasiran ..........................................
Bahan Organik Tanah ...........................................................

Lengas Tanah .....................................................................
Unsur Hara ........................................................................
Unsur Hara Makro ...............................................................
Unsur Hara Mikro ................................................................
Pupuk Kandang ...................................................................
Kompos ............................................................................
Seresah ..............................................................................
Iklim Mikro ........................................................................
Pengelolaan Terpadu Wilayah Pesisir .........................................
Sistem Informasi Geografi ......................................................
Karakteristik Airtanah ............................................................
Sistem Akuifer Lahan Pesisir ...................................................
Siklus Hidrologi di Daerah Beting Gisik ......................................
Potensi Airtanah di Kawasan Beting Gisik ...................................
Penggunaan Airtanah ............................................................
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi Penelitian ..................................................................
Langkah-langkah Penelitian .....................................................
Plot Percobaan ....................................................................
Potensi Airtanah ..................................................................

Tebal Lapisan Jenuh Airtanah dan Intmsi Air Laut ..........................

27
28
29
33
35

KONDISI GEOGRAFI DAERAH PENELITIAN
Iklim ................................................................................
Curah Hujan .......................................................................
Tipe Iklim ..........................................................................
Kependudukan .....................................................................
Gumuk Pasir .......................................................................
Swale (Cekungan) ................................................................
Jenis Tanah ........................................................................
Geologi .............................................................................
Beting Gisik .......................................................................
HASIL PERBANDINGAN PENYIRAMAN GEMBOR DAN IRIGASI
BAWAH TANAH
Keadaan Tanah Sebelum Percobaan ...........................................
Kandungan Mikrobia .............................................................
Berat Volume Tanah .............................................................
Porositas Tanah ...................................................................
Permeabilitas Tanah ..............................................................
Kadar Lengas Tanah .............................................................
Iklim Mikro ........................................................................
Temperatur ........................................................................
Temperatur Udara ................................................................
Intensitas Radiasi Sinar Matahari ...............................................
Albedo ..............................................................................
Kelembaban Udara ...............................................................
Kecepatan Angin .................................................................
Fisiologi Tanaman ...............................................................
Tinggi Tanaman ..................................................................
Diameter Tanaman ...............................................................
Jumlah Daun .......................................................................
Panjang Akar ......................................................................
Produksi Cabai ....................................................................
Pemberian Air .....................................................................
PEMBAHASAN HASIL
Sifat Fisik dan Kimia Tanah .....................................................
Iklim Mikro Tanaman ............................................................
Fisiologi Tanaman ...............................................................
Produksi Cabai ....................................................................
Hubungan antara Kecepatan Angin dan Tingkat Kelembaban
Tanah ................................................................................
Posisi Pendugaan Geolistrik dan Hasil Interpretasi Ketebalan
Akuifer .............................................................................
Penggunaan Airtanah ............................................................
Penggunaan Airtanah untuk Keperluan Domestik ...........................

Penggunaan Airtanah untuk Pertanian .........................................
Penggunaan Airtanah di Seluruh Daerah Penelitian .........................
Evaluasi Ketersediaan Airtanah dan Penggunaannya ........................
Tanggapan Masyarakat terhadap Keberadaan Teknologi
Alternatif ...........................................................................
Pengelolaan Kawasan Pesisir Berlahan Kering ..............................
Dinamika Pemanfaatan Ruang ..................................................
Perhitungan Ekonomi terhadap Keberadaan Teknologi Alternatif dan
Jumlah Produksi ..................................................................

SARAN ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................

DAFTAR TABEL

Halaman
Suhu udara rerata tahunan (1 989 .
1998) ......................................

38

Data curah hujan rata-rata tahunan (1 989 .
1998) ............................

39

.........................
Kepemilikan ternak desa Karangwuni .........................................

41

Hasil analisis laboratorium pada tanah penelitian .............................

48

Jenis mikrobia dan jumlahnya ..................................................

50

Perubahan berat volume (bv) selama percobaan .............................

51

Tipe hujan di indonesia menurut Schmidt-Ferguson

.......

53

..........

54

Porositas (%) rerata berbagai perlakuan pada kedalaman 0 -20 cm
Perubahan permeabilitas tanah (cmtjam) pada 21 hst dan 45 hst

43

Tinggi tanaman selama penelitian ..............................................

65

Diameter tanaman selama 70 hari ..............................................

67

Perkembangan jumlah daun

.....................................................

68

Panjang akar semua perlakuan ..................................................

69

Produksi cabai (gram) dalam 8 kali panen ....................................

70

DAFTAR GAMBAR
Halaman

........................................................

22

....................................................................

26

1.

Sistem akuifer beting pantai

2.

Lokasi penelitian

3.

Skema lahan percobaan

4.

Skema irigasi sub-sugace tamp* samping .....................................

29

5.

Drum tampungan air irigasi sub sugace

.........................................

30

6.

Susunan elektroda geolistrik dengan cara schlumberger

......................

35

7.

Pembagian tipe iklim menurut schmidt-ferguson

..............................

38

8.

Diagram pembagian tipe iklim a menurut koppen ..............................

40

9.

Berat volume tanah pada kedalaman 0 -10 cm .................................

50

...............................

50

Porositas (96)rerata berbagai perlakuan .........................................

52

Tingkat permeabilitas tanah .......................................................

53

13. Kadar lengas pagi ...................................................................

53

14. Kadar lengas sore ...................................................................

54

............................................................

Berat volume tanah pada kedalaman 10 - 20 cm

15. Suhu tanah (oc) pada kedalaman 0 - 10 cm .....................................

16. Suhu tanah (oc) pada kedalaman 10 -20 cm ....................................
17. Fiuktuasi suhu tanah ...............................................................
18. Fluktuasi suhu udara selama 24 jam .............................................

19. Fluktuasi suhu udara selama penelitian .........................................
20. Fluktuasi intensitas radiasi matahari selama 24 jam ...........................
21 . Fluktuasi intensitas radiasi matahari selama penelitian ........................
22. Albedo pada berbagai perlakuan ..................................................

23. Fluktuasi kelembaban udara selama 24 jam .....................................
24. Fluktuasi kelembaban udara selama penelitian .................................
25. Fluktuasi kecepatan angin selama 24 jam .......................................
26 . Fluktuasi kecepatan angin selama penelitian ....................................

28

Grafik pertumbuhan tanaman ......................................................
Pertumbuhan diameter batang .....................................................
Pertumbuhan jumlah daun .........................................................
Perkembangan panjang akar .......................................................

...................................................
Produski cabai merah ulangan 2 ...................................................
Produksi cabai merah ulangan 1

Rerata pertumbuhan batang ........................................................
Rerata pertumbuhan jumlah daun ................................................
Hubungan jumlah daun dan panjang akar .......................................
Penampang j-k hasil pendugaan geolistrik .......................................

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Wilayah pesisir dan lautan merupakan bagian dari bumi yang mempunyai
siklus alam yang sangat kompleks. Wilayah ini terdiri dari daerah pantai berpasir,
teluk, muara, hutan bakau, padang rumput laut dan terumbu karang, dan
berhubungan erat dengan danau dan sungai air tawar serta dengan laut terbuka. Di
wilayah pesisir tersebut dijumpai berbagai macam jenis lahan baik lahan basah
terutama di daerah estuari dan pesisir utara Jawa dan lahan kering yang ada di
bagian selatan Jawa.
Lahan kering daerah pesisir tersebar hampir merata di seluruh pantai selatan
Pulau Jawa.

Kualitas lahan kering khususnya di daerah pesisir selatan Jawa

Tengah pada umumnya adalah rendah. Tanahnya kurang subur oleh karena
adanya pencucian (leaching) unsur hara oleh air hujan ke bawah zone akar. Selain
itu teksturnya kasar sehingga kemampuan mengikat air untuk tanaman menjadi
berkurang.
Keberadaan lahan kering di Indonesia sangat luas, terutama di pesisir selatan
Pulau Jawa, khususnya Kabupaten Kulon Progo, produksi rata-rata padi gogo
sangat rendah sebesar 1,70 tonlha, dan jagung sebesar 1,80 tonlha (Mink dkk.,

1985).

Lahan pesisir ini tidak layak dipakai sebagai daya dukung usaha tani

lahan kering dengan tingkat sosial ekonomi petani yang layak.
Kegiatan penduduk kebanyakan di desa Karangwuni ini adalah bertani dengan
menanam palawija yang dapat tumbuh di tanah berpasir. Kegiatan pertanian

tersebut dilakukan dengan mengambil air dari sumur gali yang kemudian
disirarnkan ke tanaman dari sumur-sumur penampungan. Kegiatan petemakan
sebagian besar dengan skala kecil oleh berbagai kelompok petemak sapi, dan ini
tidak banyak membutuhkan air. Pemenuhan kebutuhan air minum bagi penduduk,
sampai saat ini masih mengandalkan dari airtanah yang diambil dar sumur gali.
Dengan demikian maka semua kebutuhan air untuk mendukung semua kegiatan
dan aktivitas penduduk berasal dari airtanah.
-41ih teknologi untuk usaha tani memerlukan pertimbangan khusus. Hal ini
berkaitan erat dengan watak khas usaha tani kecil, yaitu (1) sumberdaya fisik
(lahan), hayati, ekonomi, dan manusia sangat terbatas yang sangat membatasi
kesanggupannya menerapkan teknologi, (2) tenaga kerja terbatas yang tersedia
dalam keluarga petani sendiri dan kadang-kadang ditambah dengan tenaga hewan,
dan (3) hasil panen rendah, Misal di Indonesia 71% usaha tani ~nenggunakan
lahan seluas 1 ha atau lebih sempit (Brady, 1985). Alternatif teknologi yang
dipergunakan adalah teknologi penyiraman bawah tanah menggunakan pipa
pralon dari plastik yang ditaman lebih kurang 10 cm dari permukaan. Teknologi
ini herupa integrasi antara teknik konservasi tanah dan air, pemberian air dan
peningkatan kesuburan tanah, serta melihat keterkaitan antara airtanah yang
tersedia
Di dalam pemanfaatan sumberdaya alam, khususnya di wilayah pesisir yang
sangat dinamis, diperlukan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Atas dasar
hal-ha1 tersebut di atas maka perlu dikaji teknologi alternatif yang optimal, untuk
pemulihan kualitas lahan kering terutama kawasan pesisir selatan Jawa, sebagai

wadah usaha petani daerah pesisir untuk meningkatkan hasil dan pola
pemanfaatan airtanah yang seimbang.

PERMASALAHAN
1. Keberadaan lahan kering khususnya di kawasan pesisir kurang efektif
dimanfaatkan

2. Kondisi lingkungan pesisir yang dinamis memerlukan sentuhan teknologi
terten tu

3. Terjadi kenaikan intrusi air laut apabila penurapan airtanah khususnya
untuk pertanian tidak diperhatikan

TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari teknologi alternatif peranan bioteknologi dalam konservasi tanah dan air untuk lahan pesisir, melihat keberadaan
airtanah daerah pesisir serta memberdayakan masyarakat petani khususnya daerah
pesisir melalui sosialisasi teknologi tersebut.

HASIL YANG DIHARAPKAN
1. Teknologi yang adaftif bagi petani di kawasan pesisir dalam pengelolaan
lahan kering.
2. Mengetahui kombinasi pupuk yang optimal dan ramah lingkungan serta
sistem penyiraman terhadap keberhasilan produksi.

3. Pola pemanfaatan airtanah yang seimbang untuk keperluan domestik dan
pertanian

HIPOTESA
1. Teknologi pemberian air bawah tanah (sub-surface irrigation) di lahan

pesisir kurang efektif karena tingkat kehilangan air yang cukup tinggi.

2. Masyarakat petani lahan kering daerah pesisir kurang berminat dalam
mengembangkan teknologi tersebut.

3. Telah terjadi intrusi air laut yang diakibatkan oleh penurapan airtanah
yang berlebihan.

KAJIAN PUSTAKA

SIFAT FISIKA DAN KIMIA TANAH PASIRAN
Budidaya pertanian pada tanah pasiran di kawasan pesisir akan menjumpai
kendala yang berkaitan dengan sifat fisik, kimia dan hidrologi tanah, serta iklim
yang kurang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Tanah pasiran tersebut
mempunyai sifat mudah meloloskan air, kandungan bahan organik rendah serta
suhu tanah yang tinggi, sehingga keadaan demikian tidak menguntungkan bagi
pertumbuhan tanaman
Tanah pasiran terutama di daerah pesisir merupakan tanah yang kandungan
fraksi pasirnya dominan atau lebih besar dari 50 % fraksi total. Oleh karena itu
sifat-sifat fisika dan kimia tanahnya lebih banyak didominasi oleh sifat-sifat fisika
dan kimia pasir. Gustafon (1962) menyatakan bahwa secara umum tanah pasiran
mempunyai tekstur kasar, agregatnya lemah sampai tak beragregasi, bersifat
porus, kapasitas penyimpanan lengasnya rendah, serta rentan terhadap erosi air
dan angin.
Dalam kaitannya dengan daya simpan air, tanah pasiran mempunyai daya
pengikatan terhadap lengas tanah yang relatif rendah, karena permukaan kontak
antara permukaan tanah dengan air pada tanah yang teksturnya lebih halus dan
tanah pasiran ini didominasi oleh pori-pori makro (Buckman dan Brady, 1982;
Islami dan Utomo, 1995). Oleh karena itu air yang jatuh ke tanah pasiran akan
segera mengalami perkolasi, sementara itu air kapiler akan mudah lepas karena
evaporasi. Laju evaporasi

ini sangat penting dalam kaitannya dengan

penghematan lengas tanah, sehingga penekanan laju evaporasi pada tanah pasiran
akan bisa menghemat lengas yang disimpannya, dan bisa dimanfaatkan untuk
pertumbuhan tanaman.

BAHAN ORGANIK TANAH
Bahan organik di dalam tanah akan mengalami penguraian (dekomposisi) oleh
organisme tanah. Dekomposisi bahan organik di dalam tanah melepaskan unsur
hara yang terikat menjadi senyawa sederhana yang mendekati kebutuhan
bagi

hara

tanaman (Mulyani, 1997; Kohnke, 1968). Selanjutnya kedua sumber

tersebut menyatakan bahwa fungsi dari bahan organik adalah sebagai: (i) sumber
makanan dan energi bagi mikroorganisme, (ii) membantu keharaan tanaman
melalui perombakan dirinya sendiri melalui kapasitas pertukaran humusnya, (iii)
menyediakan zat-zat yang dibutuhkan dalam pembentukan dan pemantapan
agregat-agregat tanah, (iv) memperbaiki kapasitas mengikat air dan melewatkan
air, (v) serta membantu dalam pengendalian limpasan permukaan dan erosi.
Salah satu produk bahan organik yang dihasilkan dengan pendekatan
teknologi adalah biomikro. Biomikro merupakan pupuk hayati (biofertilizer) yang
dihasilkan melalui pengembangan bioteknologi terapan dengan memanfaatkan
berbagai jenis mikroorganisme alami yang bersifat menguntungkan. Pupuk
Biomikro merupakan teknologi pengkayaan nutrisi, sehingga dapat bermanfaat
bagi peningkatan produktifitas tanah dan tanaman secara berkelanjutan serta
ramah lingkungan (Wibisono, 2000).

LENGAS TANAH
Air mutlak dibutuhkan tanaman untuk mempertahankan hidupnya. Peranan air
bagi tanaman antara lain sebagai pengangkut hara tanaman dari tanah ke tempat
fotosintesa, mengedarkan hasil fotosintesa dan metabolisme tanaman. Air juga
berfungsi mempertahankan ketegangan sel-sel tanaman sehingga tetap menjamin
berlangsungnya berbagai mekanisme dalam tubuh tanaman. Air juga merupakan
bahan yang dibutuhkan dalam fotosintesa karbohidrat. Bagian terbesar kebutuhan
air tanaman diserap dari tubuh tanah dan sebagian lagi dari udara dalam bentuk
uap air (Purwowidodo, 1982)
Dalam tanah, air berada di antara partikel-partikel tanah dan mengalami
jerapan oleh partikel-partikel tersebut. Menurut Kramer (1978) tanaman dapat
menyerap airtanah bila jerapan oleh partikel-pertikel tanah lebih kecil daripada
daya serap tanaman. Hal ini berarti jika air yang terdapat dalam tanah sangat
sedikit, tanaman tidak dapat menyerap air dan layu.
Sebaliknya pada keadaaan jenuil air, meskipun oleh partikel tidak ada, tetapi
ha1 inipun tidak menguntungkan bagi sebagian besar tanaman, karena hampir
semua pori-pori tanah terisi air sehingga akar akan kekurangan oksigen dan
kegiatan bakteri seperti ni trifikasi, fiksasi N dan amonifi kasi ban yak terganggu
(Soepardi, 1983)
Air yang dengan mudah dapat diambil tanaman berada dalam pori-pori
berukuran sedang. Setelah air ini dipakai oleh tumbuhan, air yang tersisa berada
dalam pori-pori yang lebih halus atau merupakan lapisan tipis menyelimuti zarahzarah tanah. Daya tarik menarik antar zarah tanah dengan air sangat kuat dan

ikatan ini dapat mengatasi daya hisap tanaman, akibatnya tidak semua air yang
ditahan tanah tersedia bagi tanaman.
Menurut Soepardi (1983) air tanah yang tersedia bagi tanaman adalah air yang
terikat antara kapasitas lapang (pF 2.7) dan titik layu permanen (pF 4.2). Besarnya
airtanah tersebut bervariasi tergantung pada tekstur tanah, makin halus makin
besar kisarannya. Tanah liat paling besar kisaran air tersedianya, disusul berturutturut lempung liat, lempung berdebu, lempung, lempung berpasir (Buckman dan
Brady. 1982). Di samping struktur tanah, kandungan bahan organik, kcseragaman
dan kedalaman tanah turut mempengaruhi pula terhadap ketersediaan air
(Anonim, 1982)
Sebagai salah satu upaya pengelolaan ketersediaan air bagi tanaman adalah
kemampuan tanah menahan air merupakan faktor yang penting dan dapat
ditingkatkan dengan memperbaiki sifat fisik tanah (Indrawati, 1999).
Kegagalan pertanian lahan kering untuk dapat memanfaatkan kemampuan
iahan sepanjang tahun lebih disebabkan ketidakmampuan mengatur penyediaan
air bagi tanaman yang diusahakan. Masih banyak petani lahan kering yang
melakukan pengolahan secara konvensional, yaitu dengan mengolah seluruh areal
pertanian. Selama curah hujan cukup tindakan ini lebih menguntungkan, terutama
untuk inengatur tata air dan tata udara dalam tanah. Tetapi bila curah hujan mulai
berkurang pengolahan tanah secara konvensional ini hanya akan meningkatkan
kehilangan air dari tanah.
Kekurangan air dalam tanah akan mengurangi laju serapan air oleh tanaman,
sehingga kandungan air dalam tanaman akan menurun. Kekurangan air dalam

tanaman akan mengharnbat perkembangan daun dan perpanjangan batang,
mengurangi produksi bahan kering serta polongnya. Hsiao et a1 (1980)
menyebutkan

bahwa kekurangan

air atau kekeringan akan mengurangi

pertumbuhan vegetatif dan reproduktif, namun demikian nisbah akar dan bagian
tanaman di atas tanah meningkat. Hal ini disebabkan oleh kemarnpuan akar untuk
mengatur kandungan air secara osmotik untuk mempertahankan pertumbuhannya.
UNSUR HARA
Ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman adalah merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat produksi suatu tanaman.
Macam dan jumlah unsur hara yang tersedia di dalam tanah bagi pertumbuhan
tanaman pada dasarnya hams berada pada keadaan yang cukup dan seimbang agar
tingkat produksi yang diharapkan akan dapat tercapai dengan baik.
Tanaman pada umumnya mempunyai batas-batas toleransi terhadap masalahmasalah kesuburan tanah secara spesifik. Maka atas dasar sifat-sifat ini,
sebenarnya dapat disusun pola pertanaman yang sesuai dengan masalah yang
dihadapi. Pengolahan tanah yang baik dan teratur dapat meningkatkan kesuburan
fisik tanah tersebut. Pemupukan yang sesuai dengan unsur hara tanah dapat
meningkatkan kesuburan kimiawi tanah, sehingga sesuai dengan kebutuhan
tanaman.

Unsur Hara Makro
Terdapat lebih kurang 5 unsur hara makro yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman yaitu nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium. Nitrogen adalah

"

merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman sebab merupakan
penyusun semua protein dan asam nukleik, dengan demikian merupakan
penyusun protoplasma secara keseluruhan. Pada umumnya unsur nitrogen tersebut
dihisap tanaman dalam bentuk ammonium (NH4') dan nitrat (N03-).
Tetapi nitrat
yang terisap segera tereduksi menjadi ammonium melalui enzym yang
mengandung molibdenum. Ion-ion ammonium dan beberapa karbohydrat
mengalami sistesis dalam daun dan dirubah menjadi asarn amino, terutama dalam
hijau daun. Dengan demikian apabila unsur nitrogen yang tersedia lebih banyak
dari unsur lainnya, maka dapat dihasilkan protein lebih banyak dan daun dapat
tumbuh lebih lebar sebagai akibat fotosistesis lebih banyak. Oleh sebab itu diduga
lebar daun yang tersedia bagi proses fotosintesis secara kasar sebanding dengan
jumlah nitrogen yang diberikan (Saifuddin Sarief, 1980).
Unsur hara makro kedua adalah fosfor. Fosfor sebagai ortho-fosfat memegang
peranan yang penting dalam kebanyakan reaksi-reaksi enzim yang tergantung
kepada fosforilasi. Hal ini karena fosfor merupakan bagian dari inti sel, sangat
penting dalam pembelahan sel dan juga untuk perkembangan jaringan meristem.
Sehingga dengan demikian fosfor dapat merangsang pertumbuhan akar dan
tanaman muda, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah.
Selain itu juga sebagai penyusun lemak dan protein (Saifuddin Sarief, 1980).
Unsur hara makro selanjutnya adalah kalium yang salah satu dari beberapa
unsur utama yang diperlukan tanaman dan sangat mempengaruhi tingkat produksi
tanaman. Kalium sangat penting dalam setiap proses metabolisme dalam tanaman,
yaitu dalam sintesis asam amino dan protein dari ion-ion ammonium. Kalium juga

berperan untuk meningkatkan resistensi terhadap penyakit dan kualitas buahbuahan.
Unsur hara kalsium (ca) temyata merupakan unsur utama (esensial) yang
sangat diperlukan untuk pertumbuhan meristem dan ujung-ujung a k a yang wajar.
Kalsium penting dalam pembentukan zat putih telur, mencegah kemasaman pada
cairan sel, mengatur permeabilitas dinding sel atau daya tembus cairan. Zat kapur
ini terdapat pada daun dan batang dan berpengaruh baik pada pertumbuhan ujung
dan bulu akar (Saifuddin Sarief, 1980).
Magnesium (Mg) diperlukan oleh semua bagian hijau dari tanaman sebab
merupakan bagian penyusun klorofil. Kandungan fosfat dalam tanaman dapat
dinaikkan dengan jalan menambah magnesium daripada pemberian pupuk fosfat
itu sendiri.

Unsur Hara Mikro
Tanaman memerlukan sedikit sekali unsur-unsur hara mikro tertentu seperti
besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu), boror. (Bo), kcbal (Co) dan
lain-lain. Unsur mikro ini mempunyai sifat yang khusus yaitu sangat bei-acun bagi
tanaman apabila tersedia dalam jumlat~ yang berlebihan. Oleh sebab itu harus
berhati-hati dalam pemberian pupuk mikro ini agar tidak berlebihan.

PUPUK KANDANG
Ketersediaan unsur-unsur hara makro maupun mikro selain dari pupuk
biomikro dapat juga berasal dari pupuk kandang dan kompos. Pupuk kandang

adalah pupuk yang berasal dari campuran kotoran ternak atau urine dari hewan,
serta sisa-sisa makanan yang tidak dihabiskan. Pupuk kandang ini dapat dibagi
kedalam dua bentuk. Bentuk yang pertarna yaitu sebagai bahan padat (faeces
kotoran) dan bentuk kedua adalah bahan cair (urine atau air kencing)
Pupuk kandang mempunyai beberapa sifat yang lebih baik dari pupuk alam
lainnya maupun dari pupuk buatan. Sifat-sifat baik ini ar~taralain:
a. Merupakan humus atau zat-zat organik yang terdapat di dalam tanah yang
terjadi karena proses pemecahan sisa-sisa tanaman dan hewan, terdiri dari
zat organik yang sedang mengalami pelapukan, zat organik peralihan yang
masih dan sedang mengalami pemecahan yang tidak dapat pecah lagi
menjadi susunan yang lebih sederhana.
b. Sebagai sumber hara nitrogen, fosfor dan kalium yang amat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
c. Menaikkan daya menahan air, tanah akan lebih mampu menahan banyak
air, sehingga air hujan tidak langsung mengalir ke tempat yang lebih
rendah atau meresap ke dalam tanah
d. Banyak mengandung jasad-jasad renik (micro organisme). Jasad renik ini
dapat menghancurkan sampah-sampah yang ada dalam tanah hingga
berubah menjadi humus.

KOMPOS
Kompos juga banyak mengandung unsur hara makro yang sangat dibutuhkan
oleh tanaman. Kompos adalah jenis pupuk yang terjadi karena proses

penghancuran oleh alam atas bahan-bahan organis terutarna daun tumbuhtumbuhan, seperti jerami, kacang-kacangan, sampah, dan lain-lain.
Kompos yang terjadi dengan sendirinya mempunyai kualitas yang kurang
baik, karena dalam proses penghancuran sering terjadi hal-hal yang merugikan
seperti pencucian kandungan unsur-unsur penting dan penguapan oleh sinar
matahari.

Penambahan bahan organik banyak membantu dalam memperbaiki

perubahan kualitas tanah.
Pembenaman bahan organik seperti pupuk hijau, kompos atau pupuk kandang
dilaporkan dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Koloid organik sebagai hasil
perobakan bahan organik oleh jasad renik tanah dan cairan yang dikeluarkan oleh
jasad renik itu berfungsi sebagai perekat yang mempersatukan partikel-partikel
tanah menjadi butir-butir tanah (Soepardi, 1983). Menurut Hafez (1977)
menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang dapat mendorong agregasi tanah,
mengurangi berat isi atau kepadatan tanah (Tiarks et a1 1974). Terbentuknya
agregat-agregat tanah dengan ukuran butir yang cukup besar akan menghasilkan
porositas tanah yang lebih tinggi dan akan memperbesar daya serzip tanah
terhadap air (Prayoo dan Herujito, 1989)
Di dalam tanah, air mengisi ruang antara partikel-parikel tanah. Dengan
semakin banyaknya ruang pori dalam tanah akan memperbesar air meresap dan
mengisi pori-pori dalam tanah yang akhirnya akan meningkatkan jumlah air yang
dapat ditahan oleh tanah. Pengolahan tanah adalah suatu tindakan mekanik
terhadap tanah dengan tujuan untuk menciptakan kondisi gembur dan aerasi yang
cukup untuk tanaman. Tindakan ini akan menghasilkan perbaikan sifat-sifat tanah
diantaranya meningkatkan total ruang pori dan menurunkan berat isi tanah

SERESAH
Salah satu pengolahan tanah selain dengan pemberian kompos dan pupuk
kandang adalah pemberian serasah dari daun ataupun jerami. Dalam budidaya
tanaman pangan, teknologi mulsa dilaporkan telah dapat meningkatkan hasil
terutama dalarn musim kemarau (Purwowidodo, 1982). Menurut Utomo (1983)
penghamparan mulsa di musim hujan dapat menyelamatkan tanah dari erosi
percikan hujan, sehingga dari segi konservasi sangat menguntungkan. Pada
umumnya praktek pemulsaan dilakukan untuk memperoleh satu atau beberapa
keuntungan yang dapat memperbaiki sifat-sifat tanah yang nantinya akan
mempengaruhi produktivitas tanah yang bersangkutan. Beberapa kebaikan
praktek pemulsaan antara lain (1) melindungi agregat-agregat tanah dari butir
hujan, (2) meningkatkan penyerapan air oleh tanah, (3) mengurangi volume dan
kecepatan aliran permukaan, (4) memelihara temperatur dan kelembaban tanah,
(5) memelihara kandungan bahan organik tanah, dan (6) mengendalikan
pertumbuhan tanaman pengganggu

IKLIM MIKRO
Di dalam pengamatan pertumbuhan tanaman tidak terlepas dari iklim mikro
yang ada di daerah tersebut. Iklim mikro ini meliputi temperatur udara, kecepatan
angin, kelembababn udara, radiasi matahari dan lain - lain. Pada pagi hari hingga
siang hari terjadi penyerapan energi sinar matahari yang menyebabkan suhu
permukaan tanah meningkat dan juga terjadi aliran panas secara konduksi dari
permukaan tanah menuju ke lapisan bawah tanah. Menjelang sore hari sudut
penyinaran matahari makin kecil sehingga penerimaan dan pemancaran panas

juga menurun. Pada keadaan ini pemancaran panas lebih besar daripada
penerimaan panas yang diakibatkan oleh reaksi permukaan bumi untuk
melepaskan kalor ke atmosfer sehingga baik suhu udara maupun suhu permukaan
tanah akan terus turun. Pengamatan sebaiknya dilakukan selama 24 jam dalam
jangka waktu penelitian.
Energi matahari sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air dalam
tumbuhan dan tanah permukaan. Kecepatan hilangnya air pada tanah-tanah basah
dikendalikan oleh kekuatan evaporasi udara dan energi matahari yang diterima
permukaan tanah dan sejauh tanah masih dapat mensuplai air ke permukaan
dengan cepat sehingga permukaan tanah cukup lembab. Kecepatan akan menurun
tajam jika kecepatan mensuplai air untuk pemukaan lebih lambat dari kecepatan
hilangnya air dari permukaan. Permukaan tanah akan kering dan kemudian uap air
akan terbentuk dan segera berdifusi ke dalam udara akibat daya dorong arus udara
yang dibentuk di lapisan bawah permukaan, (Indrawati 1999).

PENGELOLAAN TERPADU WILAYAH PESISIR
Pengelolaan terpadu wilayah pesisir direferensikan sebagai perilaku untuk
mengkoordinasikan

dan

mengarahkan

berbagai

kegiatan

yang

sinergis.

Keterpaduan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan sangat penting, karena
wilayah pesisir merupakan kawasan yang rentan, sebagai akibat dari agregasi
berbagai komponen ekologi dan biologi yang masing-masing memiliki peranan
dan fungsi yang spesifik dalam mempengaruhi stabilitas ekosistem di wilayah
pesisir.

Koordinasi

keterpaduan

yang

sinergis ini

perlu

dilakukan

karena

pembangunan yang berkelanjutan di wilayah pesisir menghadapi berbagai
fenomena sebagai berikut:
1. Terdapat keterkaitan ekologis atau hubungan fungsional, baik antara

ekosistem

dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir

dengan lahan atas (up land) dan laut lepas.
2. Terdapat lebih dari dua macam sumberdaya d a m dan jasa lingkungan
di kawasan pesisir dan lautan yang dapat dikembangkan untuk
kepentingan pembangunan.
3. Terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki

ketrampilan, keahlian, kesenangan, dan bidang kerja yang berbeda.
4. Secara ekologis dan ekonomis, pemanfaatan secara monokultur (single
use) sangat rentan terhadap perubahan internal dan eksternal yang
mengarah kepada kegagalan usaha (Bengen, 2000).

Kesinambungan (sustainability) dalam pengelolaan wiiayah pesisir dan lautan
terpadu didasarkan pada prinsip normatif bahwa upaya pembangunan yang
dilakukar? untuk memenuhi kebutuhan masa kini, tidak boleh mengganggu
pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang. Oleh karena itu kesinambungan
pembangunan di kawasan pesisir dan lautan perlu berpijak pada beberapa kriteria
laju pemanfataan sumberdaya sebagai berikut:
1. Pemanfaatan sumberdaya yang terbaharukan (renewable resources)

berpedoman pada kriteria bahwa laju pemanfaatan yang berlangsung
tidak boleh melebihi laju regenerasi.

2. Pemanfaatan sumberdaya yang tidak terbaharukan (non-renewable
resources) yang berpedoman pada kriteria bahwa eksploitasi dan
pemanfaatan

yang

berlangsung

hams

diimbangi

dengan

pengembangan komoditi substitusinya

3. Laju produksi limbah tidak melebihi kapasitas lingkungan dalam
proses penyerapan (Rustiadi, 2001)

Konsep kesinambungan pembangunan berkelanjutan yang dinyatakan oleh
Dahuri, et a 1 (1996)adalah:
1. Dimensi ekologis, yaitu bahwa pengelolaan kegiatan pembangunan di

suatu wilayah pesisir agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas
lingkungannya.
2. Dimensi sosial ekonomi, yakni pola dan laju pembangunan harus
dikelola sedemikian rupa sehingga total permintaan ( d e m a n d ) terhadap
sumberdaya alarn dan jasa lingkungan tidak melebihi daya dukung
(SUPP~Y).

3. Dimensi sosial politik, yakni pembangunan berkelanjutan hanya dapat
dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang demokratis dan
transparan. Dimensi ini lebih diprioritaskan pada permasalahan
eksternalitas akibat dampak yang ditimbulkan

oleh

aktivitas

pemanfaatan satuan sumberdaya yang berada di wilayah pesisir dan
lautan.

4. Dimensi hukum dan kelembagaan, yakni pembangunan berkelanjutan
mensyaratkan pengendalian diri dari setiap warga untuk tidak merusak

lingkungan. Apabila perusalcan terjadi maka pelaku hams berhadapan
dengan hukum yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten.
Berbagai pendekatan perlu dilakukan untuk mewujudkan pembangunan
wilayah pesisir yang berkelanjutan. Secara komprehensif pendekatan tersebut
bertumpu pada ketaatan pada azas-azas perencanaan yang telah disusun secara
cermat dengan memperhatikan berbagai interelasi antara komponen-komponen
pembangunan, seperti penekanan pada nilai manfaat yang besar bagi masyarakat
lokal, keselarasan antara kegiatan dengan skala, kondisi, dan karakter kawasan
yang akan dikembangkan.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem berbasis komputer yang dapat
digunakan untuk menyimpan, mengolah, mengelola dan menganalisis data, baik
spasial maupun non-spasial (atribut), serta menyajikannya secara visual. Pada
dasarnya SIG adalah suatu sistem referensi spasial, yang dipakai untuk proses
analisis dan manipulasi berbagai macam data. Sehingga dengan demikian analisis
dan penyajian data keruangan dapat ciilakukan dengan cepat.
Dalam teknologi SIG dikenal adanya dua jenis data, yaitu data spasial
keruangan dan atribut. Kedua jenis data tersebut saling terkait dan saling
mendukung. Data spasial mengacu kepada entitas, dimana lokasi itu berada di
permukaan bumi atau jenis data yang merepresentasikan aspek-aspek keruangan
dari suatu fenomena. Sementara itu data atribut merupakan karakteristik atau
deskripsi dari fenomena yang dimodelkan entitas lokasi tersebut. Salah satu

keunggulan SIG terletak pada data base atau atributnya yang dapat diedit maupun
ditampilkan sewaktu-waktu diperlukan.
Salah satu kemudahan dalam menggunakan SIG adalah di dalam pemodelan.
Peranan model dalam merumuskan kriteria ke dalam bahasa SIG memegang
peranan penting, bahkan inti persoalan dan kinerja SIG sangat ditentukan oleh
sejauh mana merumuskan itriteria dan mentejemahkan ke dalam suatu model.
Sistem Informasi Geografi diharapkan akan membantu dalam mengatasi berbagai
masalah pembangunan wilayah pesisir. Berdasarkan andisis SIG terhadap
bentang alam setidaknya dapat dihasilkan (1) perencanaan tata ruang yang
melestarikan keberadaan ekosistem; (2) evaluasi lahan untuk penggunaan lahan
yang sesuai dengan daya dukungnya; dan (3) studi tentang dampak lingkungan
suatu aktivitas yang rentan terhadap dampak lingkungan
Pertimbangan yang melandasi pemakaian Sistem Informasi Geografi dalam
pengelolaan sumberdaya alam pesisir adalah : (1) pembangunan berkelanjutan
mempersyaratkan bahwa perencanaan dan pengambilan keputusan hendaknya
berdasarkan informasi yang sah dan akurat, (2) hampir semua permasalahan
dalam pengelolaan sumberdaya alam berkaitan dengan dimensi ruang dan waktu,
dan (3) perencanaan sumberdaya alam memerlukan kombinasi berbagai macam
informasi dari peta tematik.

KARAKTERISTIK AIRTANAH
Pemanfaatan airtanah untuk berbagai keperluan tergantung pada keberadaan
airtanah yang terkait dengan karakteristik suatu wilayah. Salah satu karakteristik
tersebut adalah akuifer, tempat keberadaan airtanah. Akuifer adalah suatu lapisan

batuan atau formasi geologi yang mempunyai stmktur yang dapat memungkinkan
air untuk masuk dan bergerak melaluinya dalam kondisi normal (Todd, 1959).
Kondisi akuifer tersebut berbeda-beda pada setiap tempat, sehingga menyebabkan
adanya perbedaan

ketersediaan airtanahnya, Pengambilan airtanah yang

berlebihan dapat mengakibatkan intrusi air laut. Akibat dari intrusi tersebut,
airtanah yang semula berasa tawar dapat menjadi payau atau asin.
Karakteristik akuifer merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
mempelajari airtanah. Seberapa banyak airtanah yang dapat disimpan dan
dipergunakan dapat diketahui lebih dahulu dengan mengetahui karakteristik
akuifernya. Ketebalan lapisan jenuh air di atas permukaan air laut dapat diketahui
dari tinggi muka airtanah terhadap permukaan air laut. Sedangkan untuk
mengetahui ketebalan lapisan jenuh air tawar sarnpai batas tertentu di bawah
permukaan air laut dapat diketahui berdasarkan hasil pendugaan bawah
permukaan. Faktor musim berpengaruh terhadap tinggi muka airtanah di atas
permukaan air laut. Muka airtanah pada musim hujan akan lebih tinggi daripada
saat musim kemarau. Ketika kawasan ini mendapat imbuh dari air hujzn, &an
menyebabkan perbedaan volume airtanah yang dapat ditampung oleh akuifernya.
Daya simpan air oleh akuifer ini sangat dipengaruhi oleh tingkat porositas
batuannya.
Porositas batuan yaitu ukuran dari ruang di antara material dalam batuan
tersebut (Todd, 1980). Nilai porositas merupakan persentase dari perbandingan
antara volume rongga dengan volume total batuan. Semakin besar porositas suatu
akuifer, maka semakin besar pula air yang dapat tersimpan dalam akuifer tersebut.
Porositas batuan berkisar antara 0 - 50%. Nilai porositas tergantung pada bentuk

susunan partikel, ukuran partikel, derajat sementasi, dan tipe dari material
(Tolman, 1973).
Salah satu karakteristik akuifer yang harus diperhitungkan adalah nilai
koefisien transmisibilitas dan koefisien permeabilitas. Koefisien transmisibilitas
adalah besar aliran di bawah gradien hidrolik yang sama melalui suatu penampang
pada seluruh tebal akuifer (Krusseman, 1970). Definisi ini menyiratkan
banyaknya air yang dapat mengalir melalui suatu penampang akuifer sebesar satu
satuan panjang selama satu hari. Nilai koefisien transmisibilitas dapat dicari
dengan menggunakan uji pemompaan.
Sedangkan koefisien permeabilitas adalah besarnya aliran airtanah yang
melalui akuifer dengan penampang 1 m2 di bawah pengaruh gradien hidrolik
(Krusseman, 1970). Nilai koefisien permeabilitas sangat dipengaruhi oleh
porositas dan sifat cairan yang melaluinya. Pengukuran nilai koefisien ini salah
satunya dapat menggunakan metode Shallow Dug-Well Recovery Test (Bouwer &
Rice, 1976). Pada prinsipnya pengukuran ini satria seperti pada recovery test
hanya membutuhkan beberapa tambahan data untuk menghitung tingkat
permeabilitasnya.

SISTEM AKUIFER LAHAN PESISIR
Akuifer gumuk pasir pantai yang menumpang pada akuifer beting gisik
sampai batas tertentu di wilayah pantai dengan konfigurasi reliefnya. Akuifer ini
berada di bagian selatan Pulau Jawa yang membentang dari Pantai Cilacap (Jawa
Tengah) sampai Pantai Parang Tritis di Bantu1 (Daerah Istimewa Yogyakarta).

Gumuk pasir pantai tersebut terdiri atas pasir berukuran halus pada daerah yang
dekat dengan laut dan semakin kasar pada daerah yang jauh dengan laut.
Bagian bawah gumuk pasir terdiri dari pasir berukuran halus sampai kasar
yang cenderung menebal ke arah laut (selatan) dan terdapat endapan lempung
fluvial yang merupakan bagian dari Formasi Wates. Endapan ini membentuk
suatu lapisan impermeable terhadap pasir sehingga airtanah dari daerah pengisian
(recharge area) berakumulasi di beting gisik. Sistem akuifer beting pantai dapat
dilihat di Gambar 1.

Gambar 1. Sistem akuifer beting pantai
(Mac Donald and Partners, 1984)

Kondisi hidrologi daerah pantai ditandai dengan adanya penyusupan air asin
dari laut dengan penyebaran yang terbatas (Suharyadi, 1986). Dalam keadaan
normal, aliran airtanah yang menuju ke laut akan membatasi penyusupan air laut.
Artinya, dalam keadaan seimbang antara air laut dengan air tanah, maka airtanah
tersebut akan terus mengalir ke laut. Hal ini berlangsung karena permukaan
airtanah terletak lebih tinggi dari muka air laut.

Apabila di dapat airtanah yang asin, selain disebabkan penyusupan air asin
dari laut, dapat juga disebabkan adanya air connate, seperti yang terdapat di
sebagian dataran aluvial pantai antara Sungai Serang dan Sungai Progo (Ismidasi,

1989). Adanya air connate tersebut disebabkan oleh adanya air laut yang terjebak
dalam lapisan batuan sedimen selama proses pembentukan formasi batuan
tersebut. Air asin yang pernah berada di daerah ini terjebak dalam waktu yang
cukup lama karena pada dataran aluvial pantai terdapat lapisan yang didominasi
oleh lempung. Kejadian ini banyak dijumpai di pesisir utara Pulau Jawa. Sifat
lempung yang sulit meluluskan air menyebabkan air laut yang terjebak sulit
terbilas, sehingga air yang diperoleh pada lapisan ini berasa payau atau asin.
Adanya perbedaan berat jenis antara airtanah dan air laut mengakibatkan
keduanya sukar untuk bercampur. Sesuai dengan nilai berat jenis air laut yang
lebih besar daripada airtanah, maka menjadikan air laut berada di bawah airtanah.
Pertemuan antara air laut dengan air tawar biasa disebut interface (batas antara air
laut dengan airtanah yang tawar). Penganlbilan airtanah yang dilakukan secara
berlebihan akan berakibat bagi turunnya muka airtanah dan menyebabkan
bergesernya interface lebih condong ke daratan.
Keberadaan interface ini dapat diketahui berdasarkan pendugaan geolistrik,
dan hasilnya kemudian dikorelasikan dengan data bor. Hasil pendugaan geolistrik,
yang didasarkan pada tahanan jenis (resistivity), dapat digunakan untuk menduga
kedalaman interface dengan mengetahui keberadaan air asin. Air asin mempunyai
tahanan jenis yang lebih rendah bila dibandingkan air tawar.
Tahanan jenis pada formasi batuan, ditentukan oleh kesarangan batuan
(porosity), kandungan air dan kualitas airnya. Makin tinggi kesarangan batuan

yang jenuh air, akan lebih rendah tahanan jenisnya. Batuan yang jenuh air akan
mempunyai tahanan jenis lebih rendah daripada bagian yang kering. Makin tinggi
salinitas air yang menjenuhi batuan akan rendah tahanan jenisnya. Adanya
lempung pada formasi batuan juga aka