Pengaruh Kadar Tepung Bungkil Kelapa Sawit dalam Pakan Ikan Lele (Clarias sp)

PENGARUH KADAR TEPUNG BUNGKIL KELAPA
SAWIT DALAM PAKAN IKAN LELE ( Clarias sp)

ZAENAL ABIDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PENGARUH KADAR TEPUNG BUNGKIL KELAPA
SAWIT DALAM PAKAN IKAN LELE ( Clarias sp)

ZAENAL ABIDIN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul Tesis
Nama
NIM

: Pengaruh Kadar Tepung Bungkil Kelapa Sawit dalam Pakan
Ikan Lele (Clarias sp)
: Zaenal Abidin
: C 151 040 141

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ing Mokoginta, M.Si.
Ketua

Dr. M. Agus Suprayudi, M.Si.

Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Enang Harris, M.Si.

Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Tanggal Ujian: 4 Oktober 2006

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Kadar
Tepung Bungkil Kelapa Sawit dalam Pakan Ikan Lele (Clarias sp) adalah karya saya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ma upun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 2 Oktober 2006
Zaenal Abidin
NIM C 151 040 141

ABSTRAK
ZAENAL ABIDIN. Pengaruh Kadar Tepung Bungkil Kelapa Sa wit dalam
Pakan Ikan Lele (Clarias sp). Dibimbing oleh ING MOKOGINTA DAN
MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan jumlah tepung bungkil kelapa
sawit (Palm Kernel Meal/PKM) yang dapat digunakan dalam pakan ikan lele
(Clarias sp). Pakan uji dicobakan pada ikan lele yang mempunyai bobot awal
18,4 +0,3 g dengan menggunakan tiga ulangan dan dipelihara selama 60 hari. Semua
pakan uji menggunakan 20% tepung ikan. Pakan kontrol menggunakan 31% tepung
bungkil kedelai sedangkan pakan lainnya menggunakan PKM berturut-turut sebanyak
8%, 12%, 16% dan 18% dalam pakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penggunaan PKM sebanyak 8% dalam pakan menghasilkan pertumbuhan, efisiensi
pakan, retensi protein, kecernaan pakan dan kecernaaan protein yang sama dengan

pakan kontrol (p>0,05). Penggunaan PKM diatas 8% menghasilkan efek yang negatif
terhadap pertumbuhan dan parameter kualitas pakan. Ketidakseimbangan komposisi
asam amino dalam pakan tidak mempengaruhi eskresi total amonia nitrogen. Hasil
pene litian ini menyimpulkan bahwa PKM dapat digunakan sebanyak 8% dalam
pakan ikan lele (Clarias sp).

© Hak cipta milik Zaenal Abidin, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya atas
rahmat dan karunia serta ridho-Nyalah tesis yang berjudul “Pengaruh Kadar Tepung
Bungkil Kelapa Sawit dalam Pakan Ikan Lele (Clarias sp)” dapat terselesaikan.
Pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kas ih
yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ing Mokoginta, M.Si. dan Bapak Dr. M. Agus Suprayudi, M.Si.
selaku komisi pembimbing atas pengarahan dan bimbingan yang telah diberikan
selama

penelitian

dan

penulisan

tesis

ini

sehingga

penulis

dapat


menyelesaikannya dengan baik.
2. Ketua Program Studi Ilmu Perairan, Ketua dan Staf Laboratorium Nutrisi Ikan,
Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian
Bogor yang telah membantu dalam penyediaan fasilitas hingga terlaksananya
penelitian ini.
3. Ayahanda Syamsuddin Arief dan Ibunda Sitti Amirah Amin yang telah
memberikan dukungan, pengorbanan dan doa tiada henti selama penulis
menjalani pendidikan.
4. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Perairan atas
persahabatan dan kerjasamanya selama ini.
Akhirnya semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Amin..

Bogor, 1 Oktober 2006

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 7 Juni 1980 putra pasangan
Syamsuddin Arief dan Sitti Amirah Amin. Penulis merupakan anak ke tiga dari lima
bersaudara.

Penulis lulus SMA pada tahun 1998 dan melanjutkan pendidikan di program
diploma (D3) Politekhnik Pertanian Negeri Pangkep dan selesai pada tahun 2001.
Penulis mengambil program sarjana (S1) di Universitas Dr. Soetomo Surabaya pada
tahun 2002 dan selesai pada tahun 2004. Pada bulan Agustus 2004, penulis
melanjutkan kuliah ke Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogo r Program Studi
Ilmu Perairan.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………………….

iii

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….

iv

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….

v


PENDAHULUAN
Latar Belakang ..………..…………………………………………

1

Perumusan Masalah ………..………………………………………

2

Perumusan Hipotesis ….…..………………………………………..

4

Tujuan dan Manfaat ………..………………………………………

4

TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Nutrien Ikan lele ………………………………………..


5

Bahan Pakan Sumber Nutrien/Protein ………………………………

7

Tepung Bungkil Kedelai (Soybean Meal/SBM) …………..….
Tepung Bungkil Sawit (Palm Kernel Meal/PKM) ………..…..
Tepung Tulang dan Daging (Meat and Bone Meal/MBM) …….

7
9
11

BAHAN DAN METODE
Pakan Uji ………………………………………………………….

14


Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data …………………………

15

Analisis Kimia

……………………………………………….…..

16

Histolo gi Hati …………………………………………………..…..

16

Uji Kecernaan Pakan ………………………………………….…..

17

Pengukuran Eskresi Total Amonia Nitrogen (TAN) ………………


17

Analisis Data ………………………………………..…………….

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ……………………………………….……………………….

20

Pembahasan ……………………………………………………….

26

KESIMPULAN
Kesimpulan

………………………………………………………

31

Saran ………………………………………………………………

31

i

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..

33

LAMPIRAN ………………………………………………………………..

38

ii

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Komposisi proksimat SBM …………………….……………………

7

2.

Komposisi asam amino esensial SBM (% protein) …………………….

7

3.

Komposisi proksimat PKM ……………….…………………………

9

4.

Komposisi asam amino esensial PKM (% protein) …………………….

9

5.

Komposisi proksimat MBM ……………………..…………………..

6.

Komposisi asam amino esensial MBM (% protein) ……………………. 11

7.

Komposisi pakan uji (g/100 g pakan) ……………………………….

14

8.

Komposisi proksimat pakan (% bobot kering) ………………………

15

9.

Rata-rata Konsumsi Pakan (KP), Laju Pertumbuhan Harian (LPH),
Efisiensi Pakan (EF), Retensi Protein (RP) dan
Retensi Lemak (RL) …………………………………………………

21

Komposisi proksimat tubuh (% bobot kering) dan hati
(% bobot basah) ikan lele (Clarias sp) ……..………………………

22

Kecernaan Pakan (KP), Kecernaan Protein Pakan (KPP)
dan eskresi Total Amonia Nitrogen (TAN) ………………………..

22

Komposisi asam amino esensial pakan perlakuan dan
tubuh ikan (% protein) ………….…………………………………..

27

10.
11.
12.

11

iii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bobot rata-rata ikan lele (Clarias sp) pada awal dan akhir
penelitian ……………………………………………………………..

20

Histologi hati ikan lele (Clarias sp ) yang diberi perlakuan
A(0) (pembesaran 1000x) …………………………………..………..

23

Histologi hati ikan lele (Clarias sp ) yang diberi perlakuan
B(8) (pembesaran 1000x) …………………………………..………..

24

Histologi hati ikan lele (Clarias sp ) yang diberi perlakuan
C(12) (pembesaran 1000x) ………………………………….………..

24

Histologi hati ikan lele (Clarias sp ) yang diberi perlakuan
D(16) (pembesaran 1000x) ………………………………….………..

25

Histologi hati ikan lele (Clarias sp ) yang diberi perlakuan
E(18) (pembesaran 1000x) ………………………………….………..

25

Perbandingan (%) asam amino esensial pakan
dan asam amino esensial tubuh ikan lele (Clarias sp) ……………….

27

iv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Prosedur analisa proksimat

…………………………………………

2.

Proses pembuatan preparat histologi

3.

Perhitungan rata-rata laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan

4.

Perhitungan retensi protein

………………………………..

38
41

..

43

………………………………………….

44

5.

Perhitungan retensi lemak ……………………………………………

45

6.

Komposisi proksimat tubuh dan hati ikan lele (Clarias sp)

……….

46

7.

Kecernaan protein dan kecernaan pakan …………………………….

47

8.

Eskresi Total Amonia Nitrogen (TAN)

……………………………..

48

9.

Analisa statistik konsumsi pakan ……………………………………..

49

10. Analisa statistik laju pertumbuhan harian ……………………………

49

11. Analisa statistik efisiensi pakan ……………………………………..

49

12. Analisa statistik retensi protein ………………………………………

50

13. Analisa statistik retensi lemak ……………………………………….

50

14. Analisa statistik kandungan protein tubuh (bobot basah) ……………

50

15. Analisa statistik kandungan lemak tubuh (bobot basah) …………….

50

16. Analisa statistik kandungan abu tubuh (bobot basah) ………………..

51

17. Analisa statistik kandungan air tubuh …………………………………

51

18. Analisa statistik kandungan protein hati (bobot basah) ………………

52

19. Analisa statistik kandungan lemak hati (bobot basah) ……………….

52

20. Analisa statistik kandungan air hati …………………………………..

52

21. Analisa statistik kecernaan pakan

…………………………………..

53

22. Analisa statistik kecernaan protein pakan ……………………………

53

23. Analisa statistik eskresi Total Amonia Nitrogen (TAN) …………….

53

v

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ikan lele (Clarias sp) adalah ikan yang hidup di perairan umum dan
merupakan ikan yang bernilai ekonomis serta disukai oleh masyarakat. Budidaya
ikan ini banyak dilakukan dengan sistem tradisional maupun dengan sistem
intensif. Semakin meningkatnya kegiatan budidaya ikan pada umumnya dan ikan
lele pada khususnya telah meningkatkan permintaan akan penyediaan pakan
buatan.
Pakan buatan umumnya menggunakan tepung ikan (fish meal/FM) sebagai
sumber protein dalam pakan yang berkisar 30 sampai 80% dari total bahan
(Utomo et al. 1999). Penggantian tepung ikan dengan bahan lain sebagai sumber
protein sudah berhasil dilakukan dengan menggunakan tepung bungkil kedelai
(SBM/soybean meal) (Suprayudi et al. 1999; Pebriyadi 2004; Elangovan dan
Shim 2000; Cheng et al. 2003; Catacutan dan Pagador 2004).
Walaupun SBM mampu mengganti sebagian tepung ikan, namun
ketersediaan SBM masih bergantung dari impor. Tingginya komponen impor
yakni tepung ikan dan SBM dalam pakan akan berdampak terhadap harga pakan.
Indonesia harus mengimpor SBM lebih dari 1 juta ton per tahun sejak tahun 2000
(Siagian dan Danang 2003; Suara Pembaharuan 2004; Ritonga 2002) dan pada
tahun 2005 sudah mencapai 1,8 juta ton (Riady 2006), sedangkan volume impor
tepung ikan rata-rata 32.000 ton perbulan dan 40% diantaranya diolah menjadi
pakan ikan (Kompas 2005). Produksi tepung ikan yang dipergunakan sebagai
bahan pakan ikan meningkat sekitar 35% pada tahun 2000 dan diperkirakan akan
mencapai 44% pada tahun 2010 (Baruah et al. 2004). Semakin tingginya
permintaan akan tepung ikan dan SBM menyebabkan semakin tingginya harga
pakan ikan.
Salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku
impor dalam hal ini SBM, dapat dilakukan dengan penggunaan bahan baku
alternatif lokal yang harganya murah serta dapat disediakan dalam jumlah yang
besar dan terus menerus.

2

Sumber protein nabati selain tepung bungkil kedelai yang dapat digunakan
dalam pakan ikan adalah tepung bungkil sawit (palm kernel meal/PKM) yang
merupakan produk sampingan dari pembuatan minyak kelapa sawit. Ketersediaan
PKM dalam negeri sangat melimpah bahkan 94% PKM yang diproduksi di
ekspor. Indonesia adalah negara penghasil PKM nomor dua setelah Malaysia
(Gelder et al. 2005). Penggunaan PKM dalam pakan ikan diharapkan dapat
mengurangi penggunaan bahan baku impor sehingga dapat menurunkan harga
pakan.
Penggunaan PKM dalam pakan dibatasi oleh tiga faktor yaitu: (1)
Rendahnya kandungan protein (4 sampai 18%), (2) kekurangan asam amino
esensial khususnya asam amino sulphur dan kemungkinan juga lisin, (3) adanya
antinutrien (Ng 2003). PKM mengandung 74,3 % non-starch polysaccharides
(NSP) yang sulit dicerna (Choct 2001). Walaupun demikian, penggunaan PKM
dalam pakan ikan sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian yang
dilakukan oleh Ng et al. (2002) menunjukkan bahwa penggunaan PKM 20% pada
pakan ikan tilapia (Oreochromis sp) dapat memberikan pertumbuhan dan efisiensi
pakan yang tidak berbeda nyata dengan pakan yang menggunakan FM 21% dan
SBM 23,83%. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa penggunaan PKM yang
optimal dalam pakan ikan nila tilapia (Oreochromis mosambicus) dapat mencapai
30% (Lim et al. 2001), juvenile Labeo senegalensis 10% (Omoregie 2000) dan
pada juvenil patin jambal (Pangasius djambal) dapat mencapai 27% (Afifah,
2006). Hertrampf dan Felicitas (2000) merekomendasikan penggunaan PKM
dalam pakan sebesar 3 sampai 8% untuk ikan karnivora sedangkan untuk ikan
herbivora 5 sampai 10%. Penggunaan PKM dengan komposisi yang tepat dalam
pakan diharapkan dapat memberikan pakan yang harganya relatif lebih murah
namun tetap menghasilkan efisiensi pakan dan pertumbuhan yang tinggi bagi ikan
lele (Clarias sp).

Perumusan Masalah
Penggunaan bahan baku alternatif (selain tepung ikan) dalam pakan sering
menyebabkan terjadinya pertumbuhan yang rendah. Pertumbuhan sangat
bergantung pada tingkat retensi protein. Retensi protein dapat terjadi jika protein

3

dapat dimanfaatkan oleh ikan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan. Pemanfaatan
protein ini sangat dipengaruhi oleh kualitas protein. Suatu protein dikatakan
berkualitas apabila mengandung asam amino esensial yang komposisinya serta
jumlahnya sesuai dengan kebutuhan tubuh, serta asam amino tersebut dapat
digunakan oleh tubuh (tersedia bagi tubuh). Dengan demikian, kualitas suatu
protein ditentukan juga oleh daya cerna atau nilai cernanya yang pada akhirnya
menentukan ketersediaan asam aminonya secara biologis. Keseimbangan jumlah
asam amino esensial dalam pakan akan mempengaruhi tingkat sintesis protein
yang akan diretens i.
Selain dari protein itu sendiri, jumlah energi total yang terkandung dalam
pakan juga akan mempengaruhi tingkat retensi protein. Keseimbangan antara
energi total pakan yang dapat dicerna dan kadar protein pakan sangat penting
untuk pertumbuhan ikan, karena apabila energi kurang, maka protein akan
dipecah dan digunakan sebagai sumber energi. Pemakaian sebagian protein
sebagai sumber energi ini akan menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat,
karena protein sangat berperan dalam pembentukan sel baru. Ketersediaan energi
non protein harus didukung oleh kecernaan total pakan yang tinggi.
Kualitas protein pakan yang meliputi keseimbangan komposisi asam
amino esensial serta kecernaannya sangat dipengaruhi oleh bahan baku
penyumbang protein dalam pakan. Bahan baku pakan yang terbaik saat ini adalah
tepung ikan karena memiliki komposisi dan jumlah asam amino yang seimbang,
namun hal ini tidak berarti bahwa semua sumber protein selain tepung ikan tidak
dapat dipergunakan sebagai bahan baku pakan, paling tidak dapat menggantikan
sebagian dari tepung ikan.
Penggunaan PKM sebagai bahan baku alternatif harus menjamin bahwa
pakan yang dibentuk mempunyai kecernaan total dan kecernaan protein yang
yang tinggi dan mempunyai komposisi asam amino yang seimbang agar dapat
dimanfaatkan dalam proses metabolisme. Jumlah PKM yang tepat dalam pakan
diharapkan dapat membentuk pakan yang dapat dimanfaatkan secara optimal
untuk pertumbuhan dan efisiensi pakan pada ikan lele.

4

Perumusan Hipotesis
Jumlah PKM yang tepat dalam pakan dapat menghasilkan pakan yang
memberikan tingkat pertumbuhan dan efisiensi pakan yang tinggi pada ikan lele
(Clarias sp.).
Tujuan dan Manfaat
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan jumlah PKM yang dapat
memberikan pertumbuhan serta efisiensi pakan yang optimal pada ikan lele
(Clarias sp).
Manfaat

penelitian

adalah

untuk

memberikan

informasi

tentang

penggunaan PKM sebagai bahan baku alternatif dalam pakan ikan lele
(Clarias sp).

5

TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Nutrien Ikan Lele
Protein adalah merupakan komponen utama jaringan dan organ dari tubuh
hewan dan juga senyawa nitrogen lainnya seperti asam nukleat, enzim, hormon
dan vitamin, sehingga keberadaannya harus secara terus menerus disuplai dari
makanan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh (Furuichi 1988).
Jumlah protein yang diperlukan dalam pakan secara langsung dipengaruhi oleh
komposisi asam amino pakan. Ikan membutuhkan 10 jenis asam amino esensial
untuk menghasilkan pertumbuhan yang maksimal yaitu arginin, histidin,
metionin, lisin, fenilalanin, isoleusin, treonin, triptofan dan valin. Asam amino
esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga harus
tersedia dalam pakan (NRC 1983).
Kualitas suatu protein sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari
asam amino khususnya bioavailabilitas dari asam amino tersebut. Asam amino
yang terserap dalam usus akan digunakan untuk: 1) Mengganti dan memelihara
jaringan protein dan senyawa nitrogen; 2) pertumbuhan (peningkatan protein
tubuh); dan 3) sebagai sumber energi. Peranan paling penting adalah untuk
memelihara jaringan tubuh dan untuk pertumbuhan sedangkan sebagai sumber
energi dapat diganti oleh karbohidrat dan lemak (Furuichi 1988).
Jumlah asam amino yang digunakan untuk pertumbuhan akan semakin
menurun seiring dengan penurunan tingkat pertumbuhan. Jumlah asam amino
yang dapat digunakan untuk pertumbuhan dan maintenance sangat tergantung dari
kualitas protein, tingkat asupan protein dan kandungan energi yang dapat dicerna
dari pakan serta keadaan fisiologi ikan itu sendiri. Asam amino yang digunakan
sebagai sumber energi akan dideaminasi dan dilepaskan sebagai amonia yang
akan dikeluarkan melalui insang. Pakan yang mempunyai kualitas protein yang
baik akan menghasilkan eskresi nitrogen yang lebih sedikit dari pada pakan yang
mempunyai kualitas protein yang buruk (Furuichi 1988).
Protein atau asam amino dibutuhkan secara terus menerus oleh ikan untuk
membentuk jaringan baru (pertumbuhan dan reproduksi) atau untuk mengganti
protein yang hilang (pemeliharaan). Ketidakcukupan protein dalam makanan akan

6

menurunkan pertumbuhan atau hilangnya bobot badan karena diambilnya protein
dari jaringan yang kurang penting untuk memelihara jaringan yang lebih penting.
Disisi lain jika protein terlalu banyak disuplai dari makanan, maka hanya sebagian
kecil yang akan digunakan untuk membuat protein baru dan sisanya akan
dikonversi menjadi energi (Halver dan Hardy 2002). Hal ini berarti bahwa
pemanfaatan protein untuk pertumbuhan menjadi tidak efisien.
Respon biologi yang penting dari organisme akuatik yang diberi pakan
yang mengandung bahan pengganti tepung ikan antara lain adalah feed intake,
perolehan bobot tubuh, rasio konversi pakan, komposisi tubuh, karakteristik
sensory, tingkat kelulusan hidup dan respon imun (Yu 2005).
Ikan, seperti juga dengan hewan lainnya, tidak mempunyai kebutuhan
protein yang pasti, tapi membutuhkan komposisi asam amino esensial dan non
esensial yang seimbang. Tingkat protein yang optimal dalam pakan untuk ikan
dipengaruhi oleh keseimbangan protein dengan energi total pakan, komposisi
asam amino dan kecernaan protein. Kebutuhan akan protein dipengaruhi oleh
spesies, ukuran dan umur serta suhu air. Kebutuhan akan protein akan menurun
seiring dengan peningkatan ukuran dan pertambahan umur dan meningkat seiring
dengan peningkatan suhu (Halver dan Hardy 2002).
Kebutuhan protein ikan salah satunya dipengaruhi oleh ukuran dan umur
ikan. Kebutuhan protein kasar Clarias batrachus adalah 30% sedangkan untuk
Clarias gariepinus adalah 40%, dengan energi total 18,6 kJ/g dan rasio energi
protein 21,5 (mg/Kj) (Hasan 2000). Nursyam (1991) yang melakukan penelitian
dengan menggunakan Clarias batrachus yang berukuran 1 g mengatakan bahwa
bahwa secara umum kadar protein yang paling baik untuk Clarias batrachus
adalah 40% dengan menggunakan kasein dan gelatin sebagai sumber protein
dengan kandungan energi pakan adalah 3000 kkal/kg pakan. Penelitian yang
dilakukan oleh Suhenda (1988) mendapatkan bahwa pakan dengan kadar protein
40% dan energi 3000 kkal/kg dapat digunakan untuk budidaya Clarias batrachus
dengan bobot 1,5 g.
Kebutuhan asam amino esensial ikan dapat diperkirakan berdasarkan
komposisi asam amino otot ikan (Cho 1983). Pada beberapa penelitian diperoleh
bahwa komposisi asam amino ikan tidak jauh berbeda dengan ik an lainnya,
seperti pada ikan flat fish (atlantic halibut, yellowtail flounder dan japanese

7

flounder) (Kim dan Santosh 2000). Lemak berfungsi sebagai sumber energi dan
sumber asam lemak esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan. Lemak juga
dapat membantu penyerapan vitamin yang larut dalam lemak. Ikan lele (Clarias
batrachus Linn) memerlukan asam linoleat dan asam linolenat sebesar 1,53 – 1,56
% dan 0,60 – 0,73 % dalam pakannya (bobot kering) (Mokoginta 1986).

Bahan Pakan Sumber Nutrien/Protein
Tepung Bungkil Kedelai (Soybean Meal/SBM)
Komposisi proksimat SBM dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi proksimat SBM
Komposisi proksimat
Air
Abu
Protein
Lemak
Serat kasar
BETN

Kandungan (%)
10,57
6,95
35,21
3,12
10,57
33,58

Hasil analisa (2006).

SBM mempunyai profil asam amino yang terbaik dibanding semua
sumber protein nabati. Asam amino pembatas pada SBM adalah metionin dan
lisin sedangkan arginin dan phenilalanin mempunyai jumlah yang cukup
(Tabel 2). SBM memiliki makromineral dan mikromineral yang rendah termasuk
fosfor jika dibandingkan dengan tepung ikan (NRC 1983). SBM adalah
merupakan sumber vitamin B (Hertrampf dan Felicitas 2000; Bureau 2005: Cheng
et al. 2003).
Tabel 2. Komposisi asam amino esensial SBM (% protein)
Asam Amino Esensial
Arginin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Phenilalanin
Threonin
Tryptophan
Valin
Sumber : SBM (Yamamoto et al. 1994).

SBM
7,15
1,93
4,66
8,22
6,28
1,29
5,33
4,09
0,49
4,42

8

Selain itu SBM memiliki kandungan anti nutrien yaitu protease inhibitors,
lektin, phytic acid, saponin, phytoestrogen, antivitamin dan allergens. Anti nutrien
ini dapat mempengaruhi penggunaan dan pencernaan protein, penggunaan
mineral, antivitamin dan bersifat racun (Francis 2001).
Tingkat kecernaan energi SBM oleh ikan pada umumnya berkisar antara
2,572 sampai 3,340 kkal/kg (10,8 sampai 14,0 MJ/kg). Pada ikan channel catfish
tingkat kecernaan protein kasar SBM adalah sebesar 81,8%, dan tingkat kecernaan
energinya adalah 51,4%. Namun demikian kecernaan protein tidak selalu
menunjukkan kecernaan asam amino esensial. Berdasarkan data yang tersedia,
kecernaan asam amino dari SBM oleh ikan channel catfish lebih baik dari pada
kecernaan proteinnya (Hertrampf dan Felicitas 2000). Tingkat kecernaan nutrien
SBM pada ikan- ikan salmon air tawar lebih tinggi dibandingkan ikan salmon yang
ada di air laut (Usher et al. 1990).
Penggantian tepung ikan sebanyak 50% dengan menggunakan SBM pada
pakan rainbow trout menghasilkan pertumbuhan yang tidak berbeda nya ta dengan
pakan kontrol (fish meal/FM 32,8%). Penggantian tepung ikan sampai 75% akan
menghambat pertumbuhan namun tingkat FCR tidak berbeda secara signifikan
dengan pakan yang mengandung FM 32,8%. Penggantian total FM akan
menurunkan pertumbuhan dan mempertinggi nilai FCR sedangkan penambahan
asam amino metionin hidroxy analog pada pakan ikan rainbow trout yang
menggunakan SBM sebagai pengganti FM tidak mempengaruhi pertumbuhan dan
FCR (Cheng et al. 2003). Pada ikan red snapper (Lutjanus argentimaculatus)
penggunaan SBM untuk mengganti FM juga dapat mencapai 50% (Catacutan dan
Pagador 2004). Suprayudi et al. (1999) menyatakan bahwa penggantian tepung
ikan dengan defatted soybean meal pada ikan gurami (Osphronemus gouramy)
sebesar 50% memberikan palatabilitas yang baik. Peningkatan SBM sebesar
75% akan mereduksi palatabilitas dan acceptabilitas.

9

Tepung Bungkil Sawit (Palm Kernel Meal/PKM)
Tepung bungkil sawit adalah merupakan produk sampingan dari minyak
sawit. PKM lebih tepat disebut sebagai sumber karbohidrat dibanding sebagai
sumber protein karena kandungan proteinnya yang rendah sedangkan kandungan
karbohidratnya tinggi.
Komposisi proksimat PKM dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi proksimat PKM
Komposisi proksimat
Air
Abu
Protein
Lemak
Serat kasar
BETN

Kandungan (%)
4,92
4,95
14,27
9,51
25,19
41,17

Hasil analisa (2006).

PKM mempunyai kandungan protein yang berkisar antara 15 sampai 18%
dan mengalami kekurangan lisine dan metionin (Tabel 4). Kandungan serat kasar
dari PKM sangat tinggi dan rasio Ca:P adalah 1:2,4. PKM merupakan sumber
mangan yang baik (Hertrampf dan Felicitas 2000).
Tabel 4. Komposisi asam amino esensial PKM (% protein)
Asam Amino Esensial
Arginin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Phenilalanin
Threonin
Tryptophan
Valin
Sumber : PKM (Hertrampf dan Felicitas 2000).

PKM
2,32
0,32
0,64
1,19
0,54
0,33
0,79
0,61
0,20
0,82

PKM mengandung sedikitnya 60% NSP (non-starch polysaccharides)
yang merupakan faktor pembatas utama dalam penggunaannya pada pakan hewan
monogastric karena tidak dapat dicerna (Choct 2001; Choi et al. 2004 ). Pada
juvenil turbot (Psetta maxima) keberadaan NSP dan faktor anti nutrien lainnya
dalam pakan yang menggunakan tepung Lubinus albus sebagai pengganti tepung
ikan diduga memperlambat retensi pakan dalam lambung sehingga mempengaruhi

10

tingkat

pengambilan

pakan

(Fournier

2004).

NSP

dapat

mengganggu

pertumbuhan karena NSP akan terikat dalam air dan membentuk semacam gum di
dalam intestine, meningkatkan viskositas baha n-bahan yang ada dalam usus dan
menghalangi aktifitas enzim pencernaan sehingga berpotensi menjadi antinutrisi
jika berada dalam pakan ikan (Francis et al. 2001)
Penggunaan PKM 20% (bobot kering) dalam pakan ikan nila tilapia
(Oreocromis sp) tidak menunj ukkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan
efisiensi pakan bila dibandingkan dengan pakan kontrol yang menggunakan FM
21,19 dan SBM 30,73% sebagai sumber protein, namun jika PKM diberi
perlakuan dengan menggunakan enzim maka penggunaan PKM 40 % akan
memberikan pertumbuhan yang lebih baik dari penggunaan PKM tanpa ada
perlakuan. Semakin tinggi penggunaan PKM dalam pakan ikan nila tilapia
(Oreochromis sp) akan semakin menurunkan tingkat kecernaan protein, lemak
dan energi (Ng 2002).
Penelitian yang dilakukan oleh Lim (2001) pada ikan tilapia (Oreocromis
mossambicus) menunjukkan bahwa penggunaan PKM 30% dalam pakan
memberikan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata dengan ikan yang diberi
pakan kontrol yang menggunakan tepung ikan 43% dan SBM 20,75% sebagai
sumber protein walaupun tingkat kecernaan proteinnya lebih rendah dari pakan
kontrol. Semakin tinggi penggunaan PKM dalam pakan akan menurunkan
kecernaan bahan kering pakan dan kecernaan proteinnya.
Pada juvenil Labeo senegalensis pemberian pakan yang menga ndung
PKM 10% dalam pakan menunjukkan pertumbuhan dan tingkat konversi pakan
yang sama dengan pakan kontrol yang hanya menggunakan tepung ikan sebagai
sumber protein meskipun tingkat kecernaan pakannya lebih rendah. Penggunaan
PKM lebih dari 10% akan menekan pertumbuhan juvenil Labeo senegalensis
(Omoregie 2001). Juvenil patin jambal siam (Pangasius djambal) dapat
menggunakan PKM sebanyak 27% dalam pakan dengan sumbangan protein dari
PKM dapat mencapai 11% (Afifah 2006).
Hertrampf dan Felicitas (2000) menyarankan penggunaan PKM dalam
pakan sebanyak 5 sampai 10 % untuk ikan herbivora dan 3 sampai 8 % untuk ikan
karnivora.

11

Tepung Tulang dan Daging (Meat and Bone Meal/MBM)
MBM adalah merupakan suatu sumber protein hewani yang mempunyai
komposisi kimia yang sangat bervariasi yang bergantung pada kualitas dari bahan
bakunya. Tingginya bagian tulang dan/atau lemak dalam bahan dasar MBM akan
menyebabkan tingginya kadar abu dan/atau kandungan lemak yang dapat
mereduksi kandungan protein yang dihasilkan (Hertrampf dan Felicitas 2000).
Komposisi proksimat MBM dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi proksimat MBM
Komposisi Proksimat
Air
Abu
Protein
Lemak
Serat kasar
BETN

Kandungan (%)
9,36
2,21
58,06
5,36
2,02
22,98

Hasil analisa (2006).

Kisaran komposisi nutrien MBM sangat tinggi, sehingga dalam
penggunaannya sebaiknya MBM terlebih dahulu dianalisa pada setiap kali akan
menggunakan tepung tersebut. Hal ini disebabkan karena terjadinya perbedaan
bahan baku (daging) dan pengolahan yang dilakukan terhadap bahan baku
(Hertrampf dan Felicitas 2000; Yu 2005).
Pakan dengan sumber protein hewani yang berasal dari produk sampingan
hewan seperti, tepung darah, tepung bulu, dan MBM kemungkinan kekurangan
beberapa asam amino karena bahan-bahan ini cenderung mempunyai profile asam
amino (Tabel 6) yang tidak sempurna dan pola kecernaan asam amino yang
bervariasi (Bureau 2005).
Tabel 6. Komposisi asam amino esensial MBM (% protein)
Asam Amino Esensial
Arginin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Phenilalanin
Threonin
Tryptophan
Valin
Sumber : Diolah dari data Allan et al. (2000).

MBM
7,93
1,63
2,64
5,49
5,08
1,42
3,05
3,25
2,24
4,07

12

Isoleusin dan metionin+sistein adalah merupakan asam amino pembatas
jika dibandingkan dengan komposisi asam amino pada protein telur. Semakin
tinggi kandungan abu maka kandungan makromineral juga akan meningkat
sedangkan kandungan mikromineral (trace) lebih sedikit karena umumnya
mikromineral disimpan dalam daging. Kandungan vitamin MBM sangat rendah
(Hertrampf dan Felicitas 2000).
Tingkat kecernaan energi MBM secara umum pada ikan lebih rendah 8
sampai 10% dari pada tepung ikan sedangkan kecernaan fosfornya adalah 63
sampai 70%. Kecernaan semu protein MBM pada ikan trout, salmon, Japanese
seabass dan striped bass adalah sebesar 83% sedangkan kecernaan energinya
sebesar 73% (Yu 2005). Pada ikan silver perch (Bidyanus bidyanus) tingkat
kecernaan semu proteinnya adalah 71,5%, energi 75,2% dan bahan kering 50,1%
(Allan et al. 2000). Kecernaan protein MBM pada berbagai pene litian relatif
tinggi namun demikian kecernaan bahan kering MBM relatif rendah (40 sampai
50%) yang disebabkan karena tingginya kadar abu (25 sampai 30% dan fosfor 4
sampai 5 %) (Bureau 2005).
Pada pakan benih ikan nila (Oreochromis niloticus), MBM dapat
menggantikan 25% tepung ikan tanpa menimbulkan efek negatif terhadap
pertumbuhannya (Tacon et al. 1984). Pada benih tilapia (Oreochromis
mossambicus) penggantian sebagian tepung ikan dengan menggunakan MBM
memperlihatkan pertumbuhan yang sama dengan ikan yang diberi pakan dengan
menggunakan 100% tepung ikan, akan tetapi apabila dilakukan penggantian total
tepung ikan dengan menggunakan MBM akan memberikan pertumbuhan yang
buruk. Pertumbuhan yang tidak baik akan ditunjukkan oleh juvenil ikan common
carp jika dalam pakannya digunakan MBM dengan tingkat substitusi FM lebih
dari 70% (Hertrampf dan Felicitas 2000). Tepung ikan pada pakan catfish dapat
diganti dengan MBM sebanyak 80%, tilapia 70%, eel 30%, juvenil common carp
20%; dan yearling common carp 70% (Yu 2005).
Beberapa literatur menunjukkan bahwa penggunanan MBM dibawah 50%
sebagai substitusi protein FM tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap konsumsi pakan, survival rate, komposisi tubuh dan sensor ikan namun
efisiensi konversi pakan pada umumnya akan menurun sebanyak 5% yang

13

kemungkinan disebabkan oleh menurunnya kecernaan pakan, profile asam amino,
kandungan energi dan kandungan lemak (Yu 2005).
Kandungan asam amino ensensial pada MBM lebih rendah daripada FM,
namun demikian perbedaan kandungan tersebut dapat diperbaiki dengan
penggunaan asam amino kristallin atau dengan mencampurnya dengan bahan
protein lainnya. MBM tidak mengandung faktor anti nutrien, phytate fosforus,
karbohidrat kompleks, non-palatabel dan tidak berbahaya (Yu 2005).
Penggunaan MBM di dalam pakan dibatasi oleh kandungan abunya yang
tinggi. Jumlah MBM yang direkomendasikan untuk digunakan dalam pakan
budidaya ikan adalah 10,0 sampai 15,0% (Hertrampf dan Felicitas 2000).

14

BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Basah Nutrisi Ikan Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2006.
Pakan Uji
Pakan uji berbentuk pelet dan terdiri dari lima jenis pakan dengan
komposisi jumlah bahan baku yang berbeda. Kandungan protein pakan berkisar
30% dengan CP ratio yang berkisar 14,28 kkal GE/g protein. Semua pakan
menggunakan 20% tepung ikan dalam pakan. Pakan A sebagai kontrol
menggunakan 31% SBM dalam pakan tanpa menggunakan PKM. Pakan B, C, D
dan E menggunakan PKM sebagai berikut :
Perlakuan A :

0% PKM

Perlakuan B

:

8 % PKM

Perlakuan C

:

12% PKM

Perlakuan D

:

16% PKM

Perlakuan E

:

18% PKM

Minyak ikan dan minyak kedelai digunakan sebagai sumber lemak dengan
perbandingan 0,8:1,4. Komposisi pakan uji dan hasil analisa proksimat pakan uji
disajikan pada Tabel 7 dan 8.
Tabel 7. Komposisi pakan uji (g/100 g pakan)
Bahan Penyusun
Tepung ikan
Bungkil kedelai
Bungkil kelapa sawit
Tepung tulang dan daging
Pollard
Tapioka
Minyak ikan
Minyak kedelai
Vitamin mix
Cholin clorida
Mineral mix

A(0)
20,0
31,0
0,0
0,0
36,0
3,0
1,8
3,2
1,5
0,5
3,0

Perlakuan (% PKM)
B(8)
C(12)
D(16)
20,0
20,0
20,0
24,0
16,0
8,0
8,0
12,0
16,0
3,0
7,0
11,0
32,0
32,0
32,0
3,0
3,0
3,0
1,8
1,8
1,8
3,2
3,2
3,2
1,5
1,5
1,5
0,5
0,5
0,5
3,0
3,0
3,0

E(18)
20,0
0,0
18,0
15,0
34,0
3,0
1,8
3,2
1,5
0,5
3,0

15

Tabel 8. Komposisi proksimat pakan (% bobot kering)
Komposisi Proksimat
Protein
Lemak
BETN 1
Serat kasar
Abu
Kadar Air
Energi
(kkal GE/100g) 2
Energi/protein
(kkal DE/g protein)
1
2

A(0)
30,69
9,37
40,86
9,67
9,42
6,38
427,42
13,93

Perlakuan (% PKM)
B(8)
C(12)
D(16)
30,74
30,41
30,43
9,32
9,44
10,65
41,34
43,81
42,08
9,08
7,96
8,56
9,51
8,32
8,28
7,17
9,08
9,20
429,27
438,89
443,05
13,96

14,43

14,56

E(18)
30,65
10,74
42,20
8,54
7,87
8,67
445,61
14,54

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
Total energi tercerna (GE/ Gross Energy) dihitung berdasarkan nilai ekuivalen untuk protein 5,6
kkal g -1 , lemak 9,4 kkal g -1 , dan BETN 4,1 kkal g -1 .

Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data
Ikan uji yang digunakan adalah ikan lele (Clarias sp) dengan bobot
18,4+0,3 g dengan kepadatan 10 ekor per akuarium. Wadah pemeliharaan
menggunakan 15 akuarium yang berukuran 50×40×35 cm dengan volume 60 liter
yang dilengkapi dengan sistem aerasi dan sirkulasi air. Ikan yang akan dijadikan
sampel diadaptasikan selama 20 hari sebelum diberi pakan uji.
Air yang digunakan untuk pemeliharaan terlebih dahulu diendapkan dan
diaerasi minimal selama 24 jam dalam bak penampungan. Pengukuran kualitas air
dilakukan tiga kali yaitu pada awal, pertengahan dan akhir penelitian. Hasil
pengukuran kualitas air : Suhu 30 sampai 32o C, pH 6,15 sampai 7,2, amonia 0,5
sampai 1,05 mg/l. Kisaran hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh masih
dalam batas toleransi yang dapat mendukung pertumbuhan ikan lele (Clarias sp).
Pemeliharaan ikan dilakukan selama 60 hari. Selama masa pemeliharaan
ikan diberi pakan sesuai perlakuan sampai kenyang (at satiation) sebanyak tiga
kali sehari yaitu pada jam 06.00, 12.00 dan 18.00 WIB.
Pengukuran bobot dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Bobot yang
diukur adalah bobot biomassa yang kemudian dirata-ratakan untuk setiap ekor
ikan. Pada saat penimbangan, ikan terlebih dahulu dibius dengan menggunakan
2-phenoxy ethanol 0,5 mg/liter untuk mengurangi stress pada ikan. Sebelum
penimbangan dilakukan, ikan terlebih dahulu dipuasakan selama 24 jam.

16

Pengukuran bobot dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan. Jumlah
pakan yang diberikan selama penelitian dihitung untuk mengetahui tingkat
konsumsi pakan dan perhitungan efisiensi pakan.
Analisis Kimia
Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui komposisi proksimat bahan
baku pakan, pakan, tubuh ikan, hati dan feses. Bahan baku pakan diproksimat
sebagai dasar penyusunan pakan sedangkan pakan yang telah dibentuk juga
diproksimat untuk mengecek komposisi proksimatnya. Analisa proksimat tubuh
dan hati dilakukan pada awal dan akhir penelitian yang bertujuan untuk
menghitung tingkat retensi protein dan retensi lemak tubuh sedangkan proksimat
hati dilakukan untuk mengetahui terjadinya penumpukan lemak pada hati. Analisa
proksimat feses dilakukan untuk menghitung kecernaan total pakan dan kecernaan
protein pakan. Analisa proksimat yang dilakukan terdiri atas : protein, lemak,
sarat kasar, abu, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan kadar air. Khusus
untuk hati, analisa proksimatnya hanya menghitung kandungan lemak, protein dan
air sedangkan analisa proksimat feses hanya mengukur kandungan protein.
Analisa proksimat untuk protein kasar dilakukan dengan metode Kjeldhal
lemak dengan metode ekstraksi menggunakan alat Soxhlet; abu dengan
menggunakan pemanasan dalam tanur pada suhu 400 sampai 600 o C, serat kasar
menggunakan metode pelarutan sampel dengan asam dan basa kuat serta
pemanasan, dan; kadar air dengan menggunakan metode pemanasan dalam oven
pada suhu 105 sampai 110o C. Lemak hati diproksimat dengan menggunakan
metode Folch et al. (Takeuchi 1988). Prosedur analisa dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Histologi Hati
Histologi hati dilakukan untuk melihat terjadinya penumpukan lemak dan
perbedaan keadaan hepatosit pada setiap perlakuan. Pengambilan sampel hati
dilakukan pada akhir penelitian. Hati langsung diambil sesaat setelah ikan mati
dan dimasukkan dalam larutan Bouin. Pembuatan preparat histologi hati

17

dilakukan dengan metode pewarnaan hematoksilin-eosin. Prosedur histologis hati
dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil histologi selanjutnya diamati dengan
mikroskop pada pembesaran 1000x.
Uji Kecernaan Pakan
Uji kecernaan pakan dilakukan setelah masa perlakuan untuk respon
pertumbuhan selesai (setelah 60 hari). Pakan yang diberikan adalah pakan
perlakuan

yang telah diberi Cr2 O3 0,7%. Sebelum pengambilan feses, ikan

diadaptasikan selama 10 hari dengan pakan uji. Pemberian pakan uji dilakukan
sampai kenyang dan pengambilan feses dilakukan 2 jam setelah pemberian pakan.
Pengambilan feses dilakukan dengan metode penyiponan. Pengumpulan feses
dilakukan selama 10 hari.
Pengukuran Eskresi Total Amonia Nitrogen (TAN)
Pengukuran total amonia nitrogen (TAN) dilakukan untuk mengetahui
besarnya total amonia nitrogen (NH3 -N) yang dieskresikan oleh ikan. Pengukuran
TAN dalam air menggunakan metode Phenate. Ikan uji ditimbang kemudian
dipuasakan selama 24 jam. Koreksi konsentrasi amonia di air selama pengukuran
TAN dilakukan dengan menyediakan akuarium yang diisi air tanpa ikan sebagai
kontrol. Pengambilan sampel air dilakukan setelah ikan diberi pakan sampai
kenyang (jam ke 0). Pengukuran TAN berikutnya dilakukan setiap jam sampai
jam kelima. Selama pengukuran berlangsung, aerasi dan sistem sirkulasi
dihentikan. Untuk menghindari terjadinya pengaruh dari luar (difusi oksigen atau
lepasnya amonia) maka akuarium ditutup dengan stirofoam.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas 5
perlakuan dan 3 ulangan dengan jumlah satuan percobaan 15 yang berupa
akuarium. Uji kecernaan dan total eskresi amonia hanya menggunakan 2 ulangan.
Parameter yang akan diuji secara statistik adalah tingkat konsumsi pakan, retensi
protein, retensi lemak, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, tingkat kecernaan
pakan, kecernaan protein dan TAN. Untuk mengetahui pengaruh pakan uji

18

terhadap setiap peubah yang diukur digunakan analisis ragam (uji F). Jika terdapat
perbedaan antara perlakuan dilanjutkan dengan uji BNT (Duncan test). Histologi
hati dianalisa secara deskriptif.
Variabel yang diuji secara statistik adalah sebagai berikut :
1. Retensi protein dan lemak (Takeuchi 1988)
RP

= bobot protein tubuh akhir (g) – bobot protein tubuh awal (g) x 100 %
bobot total konsumsi protein (g)

RL

= bobot lemak tubuh akhir (g) – bobot lemak tubuh awal (g) x 100 %
bobot total konsumsi lemak (g)
Keterangan :
RP

= Retensi protein (%)

RL

= Retensi lemak (%)

2. Laju pertumbuhan (Huisman 1976)
Wt = Wo (1 + 0,01 a )t
Keterangan :
a

= Laju pertumbuhan harian

Wo

= Bobot rata-rata ikan pada awal percobaan (g)

Wt

= Bobot rata-rata ikan pada akhir percobaan (g)

t

= Waktu pemeliharaan (hari)

3. Efisiensi pakan (Takeuchi 1988)

EP =

[(Bt + Bd ) − Bo ] x100%
F

Keterangan :
Bt

= Bobot ikan pada akhir percobaan (g)

Bo

= Bobot ikan pada awal percobaan (g)

Bd

= Jumlah bobot ikan yang mati selama percobaan (g)

F

= Jumlah pakan yang dikonsumsi selama percobaan (g)

4. Kecernaan pakan (Apparent Digestibility Coeficient/ADC) (Takeuchi 1988)

% Nutrient dalam feses
% Cromium oksida dalam pakan 
ADC (%) =  1 ×
 ×100
 % Nutrient dalam pakan % Cromium oksida dalam feses 

19

5. Eskresi amonia nitrogen/NH3 -N
Ekskresi NH3 -N (mg/g tubuh/jam) =

[NH 3 − N ]t − [NH 3 − N ]t
i

0

xV

g x t

Keterangan :
[NH3 -N]ti
[NH3 -N]to
V
t
g

= Konsentrasi amonia pada akhir pengamatan (mg/l)
= Konsentrasi amonia pada awal pengamatan (mg/l)
= Volume air di dalam wadah (liter)
= Lama pengambilan sampel (jam)
= Bobot ikan (g)

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Hasil percobaan penggunaan tepung bungkil kelapa sawit (PKM) dalam
pakan dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan lele (Clarias sp). Data perubahan
bobot rata-rata ikan per ekor dapat dilihat pada Gambar 1. Data selengkapnya

Bobot rata-rata (g)

dapat dilihat pada Lampiran 3.

140
120
100
80
60
40
20
0

Awal
Akhir

A(0)

B(8)

C(12)

D(16)

E(18)

Perlakuan
Gambar 1. Bobot rata-rata ikan lele (Clarias sp) pada awal dan akhir percobaan
Penggunaan PKM dalam pakan dapat mempengaruhi (p0,05) oleh perlakuan
(Lampiran 9,10,11,12 dan 13). Data mengenai tingkat konsumsi pakan, laju
pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein dan retensi lemak untuk
setiap perlakuan disajikan pada Tabel 9 dan data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 3,4 dan 5.

21

Tabel 9. Rata-rata Konsumsi Pakan (KP), Laju Pertumbuhan Harian (LPH),
Efisiensi Pakan (EP), Retensi Protein (RP) dan Retensi Lemak (RL).
Parameter

A(0)

B(8)

Perlakuan (% PKM)
C(12)
D(16)

E(18)

KP (g) 113,71 + 11,54a 1
LPH (%) 3,11 + 0,22a
EP (%) 79,01 + 4,19ab
RP (%) 34,22 + 2,26a
RL (%) 55,42 + 9,49a

05,40 + 7,09a 85,00 + 6,63b 62,66 + 2,00c 62,39 + 5,38c
3,01 + 0,13a
2,56 + 0,13b
2,09 + 0,06c
2,00 + 0,19c
a
b
bc
82,05 + 2,83
73,38 + 2,47
68,39 + 1,50
63,34 + 6,81c
a
b
b
36,13 + 2,29
30,59 + 2,23
31,23 + 1,51
27,52 + 1,57c
a
a
a
58,72 + 6,50
55,32 + 4,03
53,42 + 1,01 50,77 + 16,22a
Keterangan: Huruf superskrip dibelakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris
menunjukkan adanya perbedaan nyata antara perlakuan (p0,05). Kemudian menurun seiring dengan semakin meningkatnya
penggunaan PKM yaitu pada perlakuan C(12) kemudian D(16)=E(18) (p>0,05)
(Lampiran 9).
Laju pertumbuhan harian tertinggi diperoleh pada perlakuan A(0) dan B(8)
(p>0,05). Laju pertumbuhan semakin menurun seiring dengan semakin tingginya
penggunaan PKM. Laju pertumbuhan ikan yang terendah terjadi pada perlakuan
D(16) dan E(18) (p>0,05) (Lampiran 10). Perlakuan A(0) dan B(8) memiliki
tingkat efisiensi paling tinggi (p>0,05) dan semakin menurun pada perlakuan
C(12), D(16) dan E(18) (p0,05).
Retensi protein selanjutnya akan semakin menurun pada perlakuan C(12) dan
D(16) (p>0,05) dan paling rendah pada perlakuan E(18) (Lampiran 12),
sedangkan retensi lemak tidak dipengaruhi (p>0,05) oleh penggunaan PKM
dalam pakan (Lampiran 13).
Hasil analisa proksimat tubuh ikan pada awal dan akhir penelitian
menunjukkan bahwa secara umum terjadi peningkatan kandungan protein dan
lemak tubuh selama pemberian pakan perlakuan. Pengaruh pakan percobaan
terhadap komposisi proksimat tubuh ikan pada setiap perlakuan disajikan pada
Tabel 10 dan untuk proksimat selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6.

22

Tabel 10. Komposisi proksimat tubuh (% bobot kering) dan hati (% bobot basah)
ikan lele (Clarias sp).
Parameter

Awal

Tubuh :
Protein
Lemak
Abu
Air
Hati :
Protein
Lemak
Air
Keterangan:

51,45
14,93
17,11
74,50

A(0)
55,15+1,94a
25,28+2,44a
15,23+0,22a
76,00+0,50a

Perlakuan (% PKM)
B(8)
C(12)
D(16)
56,16+1,13a
24,87+2,38a
15,05+0,56a
75,01+0,38a

54,01+2,25a
26,94+2,23a
15,41+1,33a
76,15+0,48a

53,96+0,64a
27,52+0,44a
15,59+0,41a
74,78+0,38a

E(18)
52,66+4,46a
27,82+5,25a
16,17+1,06a
74,83+1,01a

13,58 13,38+4,25a
14,81+5,60a
11,99+0,42a
12,18+1,19a
11,65+0,99a
a
a
b
b
4,97
17,03+5,50
15,77+6,81
7,69+0,85
8,60+0,59
10,06+0,56b
a
a
a
a
67,62 69,10+10,33
67,36+11,94 78,85+1,40
77,17+0,46
73,78+3,07a
Huruf superskrip dibelakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris
menunjukkan adanya perbedaan nyata antara perlakuan (p0,05) (Lampiran 14, 15, 16 dan 17).
Kandungan lemak tubuh mengalami peningkatan yang cukup tinggi dibandingkan
dengan peningkatan kandungan protein. Hasil proksimat hati ikan lele
menunjukkan adanya pengaruh (p0,05) (Lampiran 18, 19 dan 20).
Hasil pengukuran eskresi total amonia nitrogen (NH3 -N), kecernaan
protein serta kecernaan pakan disajikan pada Tabel 11. Data untuk setiap ulangan
dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8.
Tabel 11.Kecernaan Pakan (KP), Kecernaan Protein Pakan (KPP) dan eskresi
Total Amonia Nitrogen (TAN)
Parameter

A(0)

% Protein SBM:% Protein PKM: % Protein MBM
B(8)
C(12)
D(16)
E(18)

KP (%)
69,09 + 1,10a
KPP (%) 87,64 + 0,48a
TAN
0,017 + 0,002a
(mg/g tubuh/
jam)

68,93 + 1,80a
86,76 + 1,10a
0,018 + 0,003a

66,55 + 0,67a
83,78 + 0,26b
0,021 + 0,003a

59,01 + 1,81b
80,99 + 0,47c
0,020 + 0,010a

60,37 + 3,39b
80,05 + 2,16c
0,021 + 0,001a

Keterangan: Huruf superskrip dibelakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris
menunjukkan adanya perbedaan nyata antara perlakuan (p0,05). Perlakuan A(0) dan B(8) (p>0,05) memiliki kecernaan protein
paling tinggi dan kemudian menurun pada perlakuan C(12) dan paling rendah
pada perlakuan D(16) dan E(18) (p>0,05) (Lampiran 21 dan 22).
Total ekskresi NH3 -N yang diukur selama lima jam menunjukkan tidak
adanya pengaruh (p>0,05) perlakuan terhadap total eskresi amonia (Lampiran
23). Pengaruh penggunaan PKM dalam pakan terhadap hati ikan lele dilakukan
dengan mengamati preparat histologi hati ikan pada pembesaran 1000 kali seperti
yang ditampilkan pada Gambar 2 sampai Gambar 6. Preparat hati ikan lele yang
diberi perlakuan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam hal jumlah sel
persatuan luas dan ukuran vakuola yang berbeda.

Gambar 2. Histologi hati ikan lele (Clarias sp) yang diberi perlakuan A(0)
(pembesaran 1000 x).

24

Gambar 3. Histologi hati ikan lele (Clarias sp) yang diberi perlakuan B(8)
(pembesaran 1000 x).

Gambar 4. Histologi hati ikan lele (Clarias sp) yang diberi perlakuan C(12)
(pembesaran 1000 x).

25

Gambar 5. Histologi hati ikan lele (Clarias sp) yang diberi perlakuan D(16)
(pembesaran 1000 x).

Gambar 6. Histologi hati ikan lele (Clarias sp) yang diberi perlakuan E(18)
(pembesaran 1000 x).
Berdasarkan ga mbar histologi hati di atas dapat diketahui bahwa, hepatosit
ikan pada perlakuan A(0) dan B(8) memiliki vakuola dengan ukuran yang lebih
besar jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan C(12), D(16) dan
E(18) hampir tidak memiliki vakuola dan memiliki kerapatan yang lebih tinggi
dibanding dengan perlakuan A(0) dan B(8).

26

Pembahasan
Parameter uji yang digunakan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan
tepung bungkil kelapa sawit (PKM) menunjukkan bahwa tingkat penggunaan
PKM yang optimal dalam pakan adalah sebesar 8%. Terjadinya pertumbuhan
pada semua perlaku