Rekayasa Rematurasi Ikan Lele Clarias Sp. Menggunakan Hormon Gth Dan Penambahan Tepung Spirulina Sp. Pada Pakan
ABSTRACT
FAJARRUDDIN MANURUNG. Manipulation of catfish Clarias sp.
rematuration using gonadotropin hormone and Spirulina sp. powderenriched diet. Supervised by Agus Oman Sudrajat and Harton Arfah.
This experiment was done on May until August 2011 in experimental pond facility in Babakan, Fisheries and Marine Science Faculty, Bogor Agricultural University. This experiment was aimed to accelerate rematuration period of
Clarias sp. using gonadotropin hormone (GtH) at a dose of 5 IU and 10 IU that combined with feeding fish by Spirulina sp. powder 2% enriched diet. This experiment was consisted of 9 treatments and 5 replication, treatment 1 (GtH 0 IU without Spirulina sp. powder 2%), treatment 2 (GtH 0 IU and Spirulina sp.
powder 2% for 1 week), treatment 3 (GtH 0 IU dan Spirulina sp. powder 2% for 2 weeks), treatment 4 (GtH 5 IU without Spirulina sp. powder 2%), treatment 5 (GtH 5 IU dan Spirulina sp. powder 2% for 1 week), treatment 6 (GtH 5 IU and
Spirulina sp. powder 2% for 2 weeks), treatment 7 (GtH 10 IUwithout Spirulina sp. powder 2%), treatment 8 (GtH 10 IU and Spirulina sp. powder 2% for 1 week), treatment 9 (GtH 10 IUand Spirulina sp. powder 2% for 2 weeks). This experiment was succeed, marked by gravid fish rate reached 80% and 60% of fish reached gonadal maturation in 30 days. Combination of GtH 5 IU/kg/week for 4 weeks and 2% Spirulina sp. powder enriched diet for 1 week showed the best performance which fish produced was 51.720 eggs/kg broodstock, and fertilization rate, hatching rate, and survival rate more than 90%. Rematuration periode of catfish can be accelerated by using combination of GtH and Spirulina sp. powder.
(2)
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi perikanan budidaya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, kenaikan produksi dari tahun 2008 hingga 2009 rata-rata meningkat 74,87 persen atau sekitar 114.371 ton di tahun 2008 menjadi sekitar 200.000 ton di tahun 2009. Selain itu Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia memproyeksikan peningkatan produksi beberapa ikan budidaya yang sangat potensial. Salah satu komoditas yang diproyeksikan akan mengalami peningkatan adalah ikan lele. KKP RI memproyeksikan peningkatan produksi ikan lele hingga 900.000 ton pada tahun 2014 atau naik sebesar 35,10 persen/tahun (KKP, 2010).
Proyeksi peningkatan produksi ini akan berdampak terhadap peningkatan kebutuhan benih, yang hanya akan dapat dipenuhi apabila produksi benih ikan lele dapat dilakukan secara massal dan kontinyu. Pemenuhan kebutuhan benih tersebut bukan hal yang mudah, meskipun untuk memproduksi benih ikan lele dapat dilakukan dengan teknologi sederhana, yakni dengan pemijahan alami induk ikan lele yang telah matang gonad. Banyak kendala yang akan dihadapi dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satu kendala utama yang dihadapi adalah harus tersedianya induk dalam jumlah banyak.
Induk yang jumlahnya besar tersebut membutuhkan wadah yang cukup besar pula. Hal ini akan sulit untuk dilakukan, mengingat semakin sempitnya lokasi budidaya ikan akibat semakin meluasnya lokasi pemukiman karena jumlah penduduk Indonesia yang kian meningkat, terutama di daerah yang dekat dengan perkotaan. Selain itu permasalahan lain yang sering dihadapi adalah pemijahan ikan secara umum hanya terjadi musiman, sehingga pada saat diluar musim pemijahan ketersediaan benih menjadi faktor pembatas bagi keberlanjutan usaha budidaya ikan. Oleh karena itu, diperlukan teknologi yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan mempercepat masa rematurasi induk ikan lele yang dapat
(3)
2 dilakukan dengan induksi hormon dan penyediaan pakan berkualitas. Secara alami rematurasi ikan lele terjadi 2 hingga 3 bulan pasca pemijahan, sehingga satu ekor induk ikan lele hanya dapat memijah sebanyak 4 hingga 6 kali dalam setahun. Sedangkan dengan mempercepat masa rematurasi, pemijahan dapat dilakukan lebih dari 6 kali dalam setahun. Dengan demikian, percepatan masa rematurasi akan meningkatkan efisiensi penggunaan induk.
Salah satu teknik penyediaan pakan berkualitas dapat dilakukan dengan menambahkan tepung Spirulina sp. ke dalam pakan. Penambahan ekstrak ke dalam pakan ini dapat dilakukan sebagai salah satu cara menyediakan pakan berkualitas karena tiap kilogram keringnya mengandung protein antara 55% - 70% (Belay, 1997 dalam Vonshak, 2002), vitamin E 100 mg, dan asam lemak esensial linoleat dan linolenat, masing-masing sekitar 8 g dan 10 g. Penambahan tepung Spirulina sp. ini berfungsi sebagai bahan yang akan digunakan dalam proses vitelogenesis agar kualitas telur dan larva yang diperoleh lebih baik .
Rangsangan hormonal dapat dilakukan dengan penyuntikan hormon PMSG (pregnant mare serum gonadotropin) dan HCG (human chorionic Gonadotropin) (Samara, 2010; Febriana, 2010) atau LHRH (Wembiao et al., 1988 dalam Peteri
et al., 1992). Rangsangan hormonal berfungsi menginduksi terjadinya proses vitelogenesis dan proses pematangan akhir, sehingga rematurasi dapat terjadi lebih cepat dibanding tanpa pemberian hormon.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempercepat proses rematurasi induk ikan lele dan mengukur kinerja produksi benih yang dihasilkan oleh induk ikan yang diberi perlakuan.
(4)
3
II. BAHAN DAN METODE
2.1 Prosedur
Percobaan ini dilakukan di Kolam Percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, Dramaga. Percobaan dilakukan dari bulan Mei hingga Agustus 2011.
2.1.1 Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini berupa 12 unit kolam beton yang berukuran 2 m x 4 m x 0,75 m. Bak dikeringkan terlebih dahulu sebelum dibersihkan. Setelah bersih bak langsung diisi air dengan ketinggian 30-40 cm dan didiamkan beberapa hari hingga siap digunakan.
2.1.2 Persiapan dan Pemeliharaan Induk
Induk yang digunakan pada penelitian ini adalah induk ikan lele yang sudah pernah memijah (berumur 8 bulan atau lebih) sebanyak 45 ekor. Sebelum digunakan induk dipijahkan atau dilakukan ”stripping” terlebih dahulu agar
gonadnya kosong (tidak memiliki telur) dan dipastikan dengan pembedahan sampel dan kanulasi menggunakan kateter. Setelah itu induk ditimbang beratnya, kemudian ikan dimasukkan ke dalam bak yang telah disiapkan.
Sebelum diberi perlakuan ikan dipuasakan selama empat hari, kemudian diberi pakan komersial bermerek Hi Pro Vite 781-1 dengan kadar protein 31% - 33% tanpa penambahan ekstrak Spirulina sp. selama tiga hari.
2.1.3 Peracikan dan Pemberian Pakan
Setelah dipelihara selama seminggu, maka induk telah beradaptasi dengan baik dalam bak pemeliharaan. Selanjutnya ikan dipelihara dengan pemberian pakan yang telah ditambah dengan tepung Spirulina sp. dengan perekat atau
binder berupa putih telur. Tepung Spirulina sp. yang digunakan sebanyak 2% dari bobot pakan yang akan diberikan, adapun putih telur yang digunakan sebanyak tiga 3 butir/ kg pakan. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial dengan merek Hi ProVite 781-1 dengan kadar protein 31% - 33%. Penambahan tepung
(5)
4
Spirulina sp. ke dalam pakan pada penelitian ini dilakukan dengan ditebar merata di atas pakan kemudian ditambahkan putih telur dari tiga butir telur kemudian diaduk merata agar tepung Spirulina sp. menempel pada pakan dan dikering anginkan. Pakan pelet yang telah dikeringkan siap untuk disimpan dan diberikan ke ikan. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WIB dan pukul 16.00 WIB. Pemberian pakan yang telah ditambah tepung Spirulina sp.
dilakukan selama seminggu pertama pada perlakuan 2, 5, dan 8, dan hingga minggu ke-2 pada perlakuan 3,6, dan 9.
2.1.4 Penentuan Dosis dan Perlakuan
Penelitian ini dilakukan dengan penyuntikan hormon GtH dengan dosis 5 IU dan 10 IU/kg ikan disertai penambahan tepung Spirulina sp. sebanyak 2% dari jumlah pakan yang akan diberikan selama satu minggu dan dua minggu, yaitu perlakuan 1 (GtH 0 IU tanpa tepung Spirulina sp. 2%), perlakuan 2 (GtH 0 IU dan tepung Spirulina sp. 2% satu minggu), perlakuan 3 (GtH 0 IU dan tepung
Spirulina sp. 2% dua minggu), perlakuan 4 (GtH 5 IU tanpa tepung Spirulina sp.
2%), perlakuan 5 (GtH 5 IUdan tepung Spirulina sp. 2% satu minggu), perlakuan 6 (GtH 5 IU dan tepung Spirulina sp. 2% dua minggu), perlakuan 7 (GtH 10 IU tanpa tepung Spirulina sp. 2% dan), perlakuan 8 (GtH 10 IUdan tepung Spirulina sp. 2% satu minggu), perlakuan 9 (GtH 10 IU dan tepung Spirulina sp. 2% dua minggu). Pakan yang digunakan adalah pelet komersil dengan merek dagang Hi Pro Vite 781-1 dengan kadar protein 31% - 33%. Perekat atau binder yang digunakan adalah putih telur.
Hormon yang digunakan pada penelitian ini adalah hormon GtH yang berasal dari ekstrak porcin pituitary (EPP) yang merupakan produk dari Calier, S.A Laboratorios dengan merek dagang Pluset®. Tiap ampulnya mengandung 500 IU FSH dan 500 IU LH, terdiri dari 2 botol berisi bubuk kristal putih yang dibekukan dan 20 ml pelarut (solvent).
Penyuntikan dilakukan pada pukul 6.00 WIB untuk meminimalisir stres akibat peningkatan suhu. Penyuntikan diawali dengan penangkapan ikan lele
menggunakan jaring kemudian ditampung dalam ”box styrofoam” yang telah diisi
(6)
5 mengetahui tingkat kebuntingan induk. Penyuntikan dilakukan secara intramuskular menggunakan syringe 1 ml dilakukan seminggu sekali selama 4 minggu, dengan jumlah hormon ditentukan berdasarkan berat induk yang diketahui dengan penimbangan sebelumnya.
2.2 Parameter yang Diamati 2.2.1 Specific Growth Rate (SGR)
Specific growth rate menunjukkan pertumbuhan spesifik ikan per hari dengan rumus:
SGR =
[
�� – 1
]
x 100 %Keterangan : SGR = Specific growth rate (%) t = Waktu (hari)
Wt = Bobot induk hari ke- t (kg) Wo = Bobot induk awal (kg)
2.2.2 Growth Rate (GR)
Growth rate merupakan perbandingan antara bobot awal dan bobot akhir ikan yang dipelihara dalam periode waktu tertentu, perbandingan ini menunjukkan pertumbuhan ikan setelah dipelihara dalam waktu tertentu. Secara matematis rumusnya adalah:
GR= � −�
Keterangan : GR = Growth rate (gr/hari) t = Waktu (hari)
Wt = Bobot induk hari ke-t (kg) Wo = Bobot induk awal (Kg)
2.2.3 Tingkat Kebuntingan (TK)
Tingkat kebuntingan adalah perbandingan antara jumlah induk yang bertelur dibanding dengan jumlah induk yang dipelihara. Tingkat kebuntingan diperiksa setiap akan dilakukan penyuntikan hormon.
Secara matematis rumusnya adalah
MR = ∑ � �
(7)
6
2.2.4 Maturation Rate (MR)
Maturation adalah kondisi induk yang telah siap pijah, secara morfologi ditandai dengan kondisi perut induk yang membuncit dan lunak, hal ini dapat dipastikan dengan menggunakan kateter dan pembedahan. Maturation rate adalah perbandingan antara jumlah induk yang siap pijah dengan induk memiliki telur. Secara matematis rumusnya adalah
MR = ∑ � � ℎ
∑ � � x 100 %
2.2.5 Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang dihasilkan persatuan berat induk betina. Fekunditas menunjukkan kualitas induk yang erat kaitannya dengan ketersediaan pakan dan tingkah laku pemijahan.
Fekunditas = ∑
2.2.6 Fertillization Rate (FR)
Fertillization rate adalah persentase jumlah telur yang dibuahi oleh sperma dibanding jumlah total telur yang dihasilkan.
FR = ∑ � � ℎ
∑ � � ℎ
x
100 %2.2.7 Hatching Rate (HR)
Hatching rate adalah banyaknya telur yang menetas menjadi larva dari total telur yang dibuahi.
HR = ∑ � �
∑ � � ℎ x 100 %
2.2.8 Survival Rate (SR)
Survival rate (SR) adalah banyaknya ikan yang mampu bertahan hidup selama waktu pemeliharaan. SR larva bergantung pada kualitas telur, kualitas induk, dan faktor lingkungan. SR yang diukur adalah SR selama 4 hari pemeliharaan.
(8)
7 SR dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut
SR = �
�
x
100 %Keterangan : SR = Survival rate
Nt = Jumlah ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan No = Jumlah ikan awal
2.2.9 Analisis Statistik
Data yang diperoleh dianalisa secara kuantitatif statistik menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk Anova Single Factor dan uji lanjut Duncan dengan SPSS 15 for Windows.
(9)
8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pertumbuhan induk ikan lele tanpa perlakuan Spirulina sp. lebih rendah dibanding induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. 2% baik selama satu minggu maupun 2 minggu. Namun pemberian Spirulina sp. selama satu minggu menunjukkan kinerja pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan kinerja pertumbuhan ikan yang diberi Spirulina sp. selama 2 minggu.
Tabel 2. Kinerja induk ikan lele
Perlakuan N Bobot
Rata-rata (Kg)
Bunting (%)
Induk Matang Gonad (%)
SGR (%) GR (g/hari) Rentang Waktu
(Minggu ke-)
Hormon 0 IU tanpa Spirulina sp. 2% 5 655,40 20 0 0,71±0,19b 3,80±1,88k N/A
Hormon 0 IU dan Spirulina sp. 2% Satu Minggu 5 640,00 60 0 1,38±1,04b 4,87±2,71k N/A
Hormon 0 IU dan Spirulina sp. 2% Dua minggu 5 442,40 80 0 1,16±0,41b 3,53±0,67jk N/A
Hormon 5 IU tanpa Spirulina sp. 2% 5 482,00 60 66,67 0,33±0,04a 1,58±0,25 j 4
Hormon 5 IU dan Spirulina sp. 2% Satu Minggu 5 477,40 60 66,67 1,10±0,45b 3,81±0,94k 4
Hormon 5 IU dan Spirulina sp. 2% Dua Minggu 5 445,00 60 33,33 0,69±0,45ab 2,30±1,04 j 4
Hormon 10 IU tanpa Spirulina sp. 2% 5 373,80 60 100 0,41±0,26a 1,32±0,70j 4
Hormon 10 IU dan Spirulina sp. 2% Satu Minggu 5 496,60 60 66,67 1,39±0,43 b 4,66±1,76k 3 dan 4
Hormon 10 IU dan Spirulina sp. 2% Dua Minggu 5 473,40 60 33,33 1,18±0,45 b 4,17±0,57k 3 dan 4
Keterangan: - Huruf superscript pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan signifikan dari analisis ragam antar perlakuan. - N/A Data tidak tersedia, tidak terdapat induk yang matang gonad selama rentang waktu pemeliharaan, 4 minggu.
Selain mempengaruhi tingkat pertumbuhan, pemberian tepung spirulina juga terlihat mempengaruhi tingkat kebuntingan, namun belum mencapai tingkat kematangan kematangan gonad. Tingkat kematangan gonad yang terlihat sangat dipengaruhi oleh pemberian hormon. Induk-induk yang diberi hormon mengalami kematangan gonad lebih awal dibanding induk-induk tanpa pemberian hormon. Hal ini terlihat dari tingginya persentase tingkat kematangan gonad induk ikan yang diberi hormon. Tingkat kematangan tertinggi terjadi pada
(10)
9 perlakuan Spirulina sp. 0% dan hormon 10 IU yang menunjukkan semua induk yang mengalami kebuntingan juga mengalami kematangan gonad.
Tabel 3. Kinerja produksi benih
Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda bagi kinerja produksi benih. Kinerja terbaik ditunjukkan oleh perlakuan Spirulina sp. 2% satu minggu dan hormon 5 IU, dimana Fekunditas Relatifnya sekitar 51.720 butir/kg dengan FR, HR dan SR larva yang dihasilkan lebih dari 90% meskipun dari segi fekunditas relatif terlihat bahwa jumlah telur terbanyak dihasilkan oleh induk dengan perlakuan Spirulina sp. 2% dan hormon 10 IU, namun tidak signifikan. Sedangkan telur yang dihasilkan oleh induk ikan dengan perlakuan selama 2 minggu dan hormon 5 IU terlihat lebih sedikit dibanding telur yang dihasilkan oleh induk ikan dengan perlakuan
Spirulina sp. 2% satu minggu dan hormon 5 IU. Tingkat pembuahan (fertillization rate) pada 2 perlakuan terakhir tersebut sangat kecil sehingga jumlah larva yang dihasilkan juga sedikit.
3.2 Pembahasan
Pemanfaatan Spirulina sp. sebagai suplemen pakan ikan bukan merupakan hal yang baru, karena Spirulina sp. sejak dahulu telah dimanfaatkan sebagai
Perlakuan N Fekunditas Relatif
(butir/1kg induk)
FR (%) HR (%) SR (%)
Kontrol 5 0 0 0 0
Hormon 0 IU dan Spirulina sp.
2% Satu Minggu
5 0 0 0 0
Hormon 0 IU dan Spirulina sp.
2% Dua minggu
5 0 0 0 0
Hormon 5 IU dan Spirulina sp.
0%
5 38.530 90,00 77,08 83,33
Hormon 5 IU dan Spirulina sp.
2% Satu Minggu
5 51.720 90,00 93,00 92,67
Hormon 5 IU dan Spirulina sp.
2% Dua Minggu
5 28.310 68,00 22,00 54,55
Hormon 10 IU dan Spirulina sp. 0% dan
5 53.250 88,00 73,13 63,75
Hormon 10 IU dan Spirulina sp. 2% Satu Minggu
5 52.240 38,00 17,00 51,17
Hormon 10 IU dan Spirulina sp. 2% Dua Minggu
(11)
10 suplemen pakan ikan hias. Pemanfaatan Spirulina sp. bagi ikan hias adalah untuk meningkatkan ekspresi warna atau kolorasi ikan sehingga lebih menarik. Sedangkan pemanfaatan Spirulina sp. saat ini telah dicoba untuk meningkatkatkan pertumbuhan, tingkat hormon sex, dan maturasi pada ikan patin Thailand atau Pla Pho Pangasius boucorti (Umphan, 2009) dan reproduksi pada ikan mas koki (James et al., 2009). Adapun tujuan suplementasi Spirulina sp. pada percobaan ini adalah sebagai bahan atau materi yang diperlukan selama masa rematurasi dan meningkatkan kinerja produksi benih ikan lele sangkuriang.
Berdasarkan data pada tabel analisis sidik ragam terlihat bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kinerja pertumbuhan induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. dengan induk ikan yang tidak mendapat perlakuan
Spirulina sp.. Hal ini disebabkan karena kandungan protein yang terdapat pada ekstrak Spirulina sp. yaitu 55% - 70% (Belay, 1997 dalam Vonshak, 2002) meningkatkan kandungan potein pakan yang digunakan sehingga petumbuhan induk ikan lele pada percobaan ini menjadi lebih baik. Namun, kinerja pertumbuhan induk ikan mulai mengalami penurunan pada perlakuan Spirulina sp. 2% dua minggu. Hal ini terjadi karena fungsi spirulina selain sumber protein,
Spirulina sp. juga mengandung vitamin E berperan penting dalam meningkatkan penyerapan nutrisi pakan, sehingga pada saat Spirulina sp. diberikan berlebih akan menyebabkan kelebihan protein, sedangkan kemampuan ikan dalam menyerap protein sangat terbatas yaitu sekitar 34% - 55 %, sehingga kelebihan protein tersebut harus dibuang dalam bentuk amonia. Ekskresi amonia memerlukan energi yang cukup besar yaitu berkisar 7% - 28% dari energi yang dapat dicerna, kebutuhan energi ini diambil dari energi yang diperoleh dari metabolisme pakan, sehingga berdampak pada berkurangnya proporsi energi yang tersimpan untuk pertumbuhan sehingga kinerja pertumbuhan ikan mengalami penurunan. Tingkat ekskresi amonia dipengaruhi oleh laju pemberian pakan (feeding rate), kandungan protein, dan komposisi asam amino pada level asam amino esensial dan asam amino non esensial (Affandi dan Tang, 2002). Selain itu penurunan pertumbuhan akibat pemberian tepung Spirulina sp. 2% selama 2 minggu juga dapat terjadi akibat perningkatan akumulasi asam lemak dalam tubuh ikan sehingga ikan menjadi kelebihan asam lemak dan mengakibatkan perubahan
(12)
11 rasio jumlah asam lemak dalam tubuh ikan. Menurut Mokoginta (1986) rasio jumlah asam lemak linoleat dan asam linolenat yang memberikan laju pertumbuhan maksimum adalah 1,53-1,56% dan 0,6-0,73%. Jika rasio kedua asam lemak tersebut lebih besar atau lebih kecil akan menyebabkan penurunan laju pertumbuhan.
Selain berpengaruh terhadap pertumbuhan, berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa percobaan ini juga memberikan dampak positif terhadap rematurasi ikan yang ditandai dengan besarnya tingkat kebuntingan yang terjadi penggunaan
Spirulina sp. sebanyak 2% pada percobaan ini dimana induk ikan lele mengalami kebuntingan rata-rata 62,22%. Kebuntingan pada percobaan ini ditandai dengan adanya butiran - butiran telur dalam perut induk yang diketahui melalui kanulasi yang dilakukan setiap kali akan dilakukan penyuntikan hormon pada tiap minggunya. Kebutingan terjadi pada minggu ke-2 hingga minggu ke-3 pemeliharaan.
Kebuntingan dapat terjadi karena kandungan asam lemak yang terdapat pada ekstrak Spirulina sp. cukup tinggi yaitu 8-10 g/kg Spirulina sp. kering. Pemberian ekstrak Spirulina sp. akan menyebabkan peningkatan akumulasi asam lemak tak jenuh dalam tubuh ikan yang pada akhirnya akan menyebabkkan kelebihan. Kelebihan ini akan diubah menjadi prostaglandin (Wathes et al., 2007). Prostaglandin merupakan bahan penting dalam steroidogenesis. Pada proses steroidogenesis akan menghasilkan hormon estradiol-17ß yang merupakan prekursor terjadinya proses vitelogenesis. Vitelogenesis merupakan proses sintesis kuning telur yang terjadi di hati dengan rangsangan hormon estradiol-17ß. Selain itu, keberadaan asam lemak juga sangat penting karena mempengaruhi daya tetas dan kondisi larva.
Kebuntingan ikan selain terjadi akibat pemberian ekstrak Spirulina sp., juga terjadi akibat penyuntikan hormon GtTH. GtH merupakan salah satu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary pada bagian rostral pars distalis dan proksimal pars distalis (Bernier et al., 2009). Secara alami GtH hanya akan diseksresikan bila terdapat sinyal lingkungan yang dibutuhkan. Sinyal ingkungan yang mempengaruhi reproduski ikan terutama pembentukan telur antara lain hujan, petrichor, perubahan ketinggian air akibat pasang surut, maupun perubahan lama
(13)
12 periode penyinaran (Woynarovich dan Horvath, 1980). Sinyal lingkungan yang dibutuhkan untuk perkembangan telur tidak selalu ada sepanjang tahun. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan musim. Akibatnya pembentukan telur tidak dapat terjadi sepanjang tahun, dengan kata lain masa rematurasi ikan secara alami akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Penyuntikan hormon GtH berfungsi sebagai perangsang terjadinya proses vitelogenesis dan pematangan akhir gonad ikan lele saat sinyal lingkungan tidak ada atau kondisi lingkungan yang buruk. Sehingga rematurasi ikan lele dapat tetap terjadi, bahkan lebih cepat. Ikan lele mengalami masa rematurasi setelah 2 – 3 bulan pasca pemijahan. Sehingga secara alami ikan lele akan melakukan pemijahan 4 – 6 kali dalam setahun. Setelah pemberian hormon GtH pada penelitian ini rematurasi ikan lele terjadi dalam waktu sebulan pemeliharaan, dengan demikian pemijahan dapat terjadi hingga 12 kali dalam setahun.
Pemberian hormon GtH dan Spirulina sp. 2% pada percobaan ini berfungsi untuk memperpendek masa rematurasi ikan lele. Hasil percobaan menunjukkan bahwa mulai minggu ke-2 dan ke-3 ikan mulai mengalami kebuntingan (ikan-ikan yang diberi perlakuan hormon GtH 5 IU dan 10 IU serta Spirulina sp. 2%) dan mengalami kematangan gonad pada minggu ke-4 (hanya pada ikan - ikan yang diberi perlakuan hormon GtH 5 IU dan 10 IU). Pemberian hormon ini memberikan pengaruh pematangan telur lebih awal ini karena pemberian hormon GtH akan meningkatkankan akumulasi jumlah GtH yang ada dalam tubuh ikan sehingga gonad ikan terrangsang untuk melakukan proses pembentukan telur yang lebih cepat meskipun kondisi lingkungan tidak memungkinkan. Terutama saat mendekati musim kemarau pada bulan Juni hingga Agustus. Setelah telur terbentuk maka dilanjutkan ke tingkat pematangan akhir, karena selain mengandung FSH, GtH yang diberikan juga mengandung LH.
Berdasarkan Tabel 3, penggunaan Spirulina sp. 2% satu minggu dan hormon 5 IU menunjukkan kinerja produksi benih yang terbaik dibanding perlakuan lainnya. Hal ini dapat terjadi karena keseimbangan antara nutrisi dan kebutuhan hormonnya sangat baik jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pemberian Spirulina sp. 2% selama dua minggu dan hormon 10 IU menunjukkan produksi telur yang cukup besar, namun tingkat pembuahannya sangat rendah.
(14)
13 Hal ini dapat terjadi karena pemberian spirulina selama dua minggu akan meningkatkan akumulasi kalsium pada telur. Keberadaan kalsium menyebabkan dinding sel telur lebih tebal dan diduga menyebabkan lubang mikrofil telur lebih cepat tertutup saat telur terkena air sehingga tingkat pembuahannya menjadi rendah. Selain itu rendahnya tingkat pembuahan pada ikan tersebut dapat juga disebabkan oleh ketidak siapan induk jantan. Hal ini terjadi karena pada saat pemijahan dilakukan tingkat kematangan induk ikan lele jantan tidak seragam karena pengaruh musim kemarau dan pemijahan dilakukan secara semi alami. Sehingga keberhasilan pemijahan tidak dapat dikendalikan.
Berdasarkan penelitian ini pemijahan ikan lele dapat ditingkatkan dari 4 hingga 6 kali per tahun menjadi 12 kali per tahun. Harga induk matang gonad sekitar Rp. 20.000,-/ ekor, dengan asumsi induk memijah 12 kali dalam setahun, 60% induk matang gonad. Penyuntikan hormon GtH dan penambahan tepung
Spirulina sp. 2% pada pakan menyebabkan induk dapat memijah 12 kali dalam setahun dengan biaya Rp. 39.410,- untuk setiap kali pemijahan per kg induk ikan lele (Lampiran 8).
Secara umum terlihat bahwa tidak terjadi peningkatan fekunditas telur dalam percobaan ini karena jumlah telur yang dihasilkan dalam percobaan ini tidak berbeda dengan jumlah telur ikan lele sangkuriang pada umumnya yaitu berkisar antara 40.000 – 60.000 butir/ kg induk (Sunarma, 2004). Demikian juga dengan HR dan SR larva, tidak jauh berbeda dengan baku mutu ikan lele sangkuriang, sehingga percobaan ini memberikan kontribusi yang cukup baik untuk meningkatkan efisiensi penggunaan induk dalam mencapai target produksi yang diharapkan.
(15)
14
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1Keimpulan
Rematurasi ikan lele dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon GtH 5 IU dan penambahan tepung Spirulina sp. 2% pada pakan selama satu minggu dengan lama waktu rematurasi yaitu 30 hari.
- Pemberian tepung Spirulina sp. 2% pada pakan tanpa pemberian hormon menyebabkan kebuntingan tanpa disertai pematangan gonad.
- Kombinasi pemberian hormon GtH dan tepung Spirulina sp. 2% pada pakan menyebabkan kebuntingan disertai kematangan gonad pada ikan lele
4.2 Saran
Penyuntikan hormon GtH 5 IU dan penambahan tepung Spirulina sp. 2% pada pakan dapat digunakan untuk mempercepat proses rematurasi ikan lele
(16)
REKAYASA REMATURASI IKAN LELE
Clarias sp.
MENGGUNAKAN HORMON GtH DAN PENAMBAHAN
TEPUNG
Spirulina sp.
PADA PAKAN
FAJARRUDDIN MANURUNG
SKRIPSI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
(17)
ABSTRAK
FAJARRUDDIN MANURUNG. Rekayasa rematurasi ikan lele Clarias sp.
menggunakan hormon GtH dan penambahan tepung Spirulina sp. pada pakan. Dibimbing oleh Agus Oman Sudrajat dan Harton Arfah.
Penelitian ini dilaksanakan pada Mei hingga Agustus 2011 di Kolam Percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mempercepat masa rematurasi ikan lele menggunakan hormon gonadotropin (GtH) dengan dosis 5 IU dan 10 IU yang dikombinasikan dengan pemberian pakan yang ditambah tepung Spirulina sp. 2%. Penelitian ini terdiri dari 9 perlakuan dan 5 ulangan, perlakuan 1 (GtH 0 IU tanpa pemberian tepung Spirulina sp. 2%), perlakuan 2 (GtH 0 IU dan tepung Spirulina sp. 2% satu minggu), perlakuan 3 (GtH 0 IU dan tepung Spirulina sp. 2% dua minggu), perlakuan 4 (GtH 5 IU tanpa tepung Spirulina sp. 2%), perlakuan 5 (GtH 5 IUdan tepung Spirulina sp. 2% satu minggu), perlakuan 6 (GtH 5 IU dan tepung Spirulina sp. 2% dua minggu), perlakuan 7 (GtH 10 IU tanpa tepung
Spirulina sp. 2%), perlakuan 8 (GtH 10 IU dan tepung Spirulina sp. 2% satu minggu), dan perlakuan 9 (GtH 10 IUdan tepung Spirulina sp. 2% dua minggu). Percobaan ini berhasil, ditandai dengan tingkat kebuntingan mencapai 80% dan 60% dari ikan uji mencapai kematangan gonad dalam 30 hari pemeliharaan. Kombinasi GtH 5 IU/kg/minggu selama 4 minggu dan penambahan tepung
Spirulina sp. 2% pada pakan selama 1 minggu menunjukkan hasil terbaik yang mana ikan memproduksi telur sebanyak 51.720 butir/kg induk, dengan
fertillization rate, hatching rate, dan survival rate lebih dari 90%. Masa rematurasi ikan lele dapat dipercepat dengan penggunaan kombinasi hormon GtH dan tepung Spirulina sp.
(18)
ABSTRACT
FAJARRUDDIN MANURUNG. Manipulation of catfish Clarias sp.
rematuration using gonadotropin hormone and Spirulina sp. powderenriched diet. Supervised by Agus Oman Sudrajat and Harton Arfah.
This experiment was done on May until August 2011 in experimental pond facility in Babakan, Fisheries and Marine Science Faculty, Bogor Agricultural University. This experiment was aimed to accelerate rematuration period of
Clarias sp. using gonadotropin hormone (GtH) at a dose of 5 IU and 10 IU that combined with feeding fish by Spirulina sp. powder 2% enriched diet. This experiment was consisted of 9 treatments and 5 replication, treatment 1 (GtH 0 IU without Spirulina sp. powder 2%), treatment 2 (GtH 0 IU and Spirulina sp.
powder 2% for 1 week), treatment 3 (GtH 0 IU dan Spirulina sp. powder 2% for 2 weeks), treatment 4 (GtH 5 IU without Spirulina sp. powder 2%), treatment 5 (GtH 5 IU dan Spirulina sp. powder 2% for 1 week), treatment 6 (GtH 5 IU and
Spirulina sp. powder 2% for 2 weeks), treatment 7 (GtH 10 IUwithout Spirulina sp. powder 2%), treatment 8 (GtH 10 IU and Spirulina sp. powder 2% for 1 week), treatment 9 (GtH 10 IUand Spirulina sp. powder 2% for 2 weeks). This experiment was succeed, marked by gravid fish rate reached 80% and 60% of fish reached gonadal maturation in 30 days. Combination of GtH 5 IU/kg/week for 4 weeks and 2% Spirulina sp. powder enriched diet for 1 week showed the best performance which fish produced was 51.720 eggs/kg broodstock, and fertilization rate, hatching rate, and survival rate more than 90%. Rematuration periode of catfish can be accelerated by using combination of GtH and Spirulina sp. powder.
(19)
REKAYASA REMATURASI IKAN LELE
Clarias sp.
MENGGUNAKAN HORMON GtH DAN PENAMBAHAN
TEPUNG
Spirulina sp.
PADA PAKAN
FAJARRUDDIN MANURUNG
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
(20)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
REKAYASA REMATURASI IKAN LELE Clarias sp. MENGGUNAKAN HORMON GtH DAN PENAMBAHAN TEPUNG Spirulina sp. PADA PAKAN
adalah benar merupakan karya yang belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2011
Fajarruddin Manurung C14070071
(21)
Judul : REKAYASA REMATURASI IKAN LELE Clarias sp.
MENGGUNAKAN HORMON GtH DAN PENAMBAHAN TEPUNG Spirulina sp. PADA PAKAN
Nama Mahasiswa : Fajarruddin Manurung Nomor Pokok : C14070071
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc Ir. Harton Arfah, M.Si
NIP. 19640813 199103 1 001 NIP.19661111 199101 1 003
Diketahui,
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Odang Carman , M.Sc NIP. 19591222 198601 1 001
(22)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penlis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilakukan pada Mei - Agustus 2011 adalah ”Rekayasa Rematurasi Ikan Lele Clarias sp.
Menggunakan Hormon GtH dan Penambahan Tepung Spirulina sp. pada Pakan” yang dilaksanakan di Kolam Percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc. dan Ir. Harton Arfah, M.Si. selaku pembimbing. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan adik – adik atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Alimuddin, M.Sc. sebagai pembimbing akademik selama penulis menempuh pendidikan di IPB dan Dr. Ir. Nur Bambang Priyo Utomo M.Si. yang telah memberikan bahan untuk penelitian penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian tugas akhir ini, serta kepada teman-teman BDP 44 atas semangat dan doanya.
Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2011
(23)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pulau Mandi pada 18 September 1989 sebagai anak pertama dari 5 bersaudara dari pasangan Iskandar Zulkarnain Manurung dan Dahliana Nasution (Almh).
Penulis telah menyelesaikan berbagai jenjang pendidikan diantaranya pendidikan sekolah dasar diselesaikan di SDN 016528 Bandar Pasir Mandoge pada tahun 2001. Pendidikan menengah pertama diselesaikan di MTs Darul Falah Tangga Batu Pujud tahun 2004. Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN 1 Rimba Melintang tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dengan mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama menempuh pendidikan, penulis pernah aktif sebagai anggota Badan Semi Otonom FKM-C (Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan) periode 2008-2009 dan Himpunan Profesi Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2009-2010. Penulis juga pernah menjadi asisten pada mata kuliah Dasar-Dasar Akuakultur pada tahun ajaran 2010/2011 pada program sarjana dan mata kuliah Teknik Pengembangbiakan Ikan pada tahun ajaran 2010/2011 pada program diploma.
Selain itu penulis menyelesaikan matakuliah Praktek Lapang Akuakultur di BBAP Situbondo Unit Blitok pada tahun 2010 dengan judul Pembenihan Ikan Kerapu Bebek di BBAP Situbondo. Sedangkan pendidikan tinggi diselesaikan dengan tugas akhir penulisan skripsi yang berjudul ”REKAYASA REMATURASI IKAN LELE Clarias sp. MENGGUNAKAN HORMON GtH DAN PENAMBAHAN TEPUNG Spirulina sp. PADA PAKAN”.
(24)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…...….……….………...…. x
DAFTAR LAMPIRAN...………..…………... xi
I. PENDAHULUAN……… 1
1.1 Latar Belakang ……….…………. 1
1.2 Tujuan...……….………... 2
II. BAHAN DAN METODE...………..... 3
2.1 Prosedur..……….…………..……….………... 3
2.1.1 Persiapan Wadah...………..………....………. 3
2.1.2 Persiapan dan Pemeliharaan Induk..…….……… 3 2.1.3 Peracikan dan Pemberian Pakan………... 4 2.1.4 Penentuan Dosis dan Perlakuan…...………. 4 2.2 Parameter yang Diamati.………... 5 2.2.1 Specific Growth Rate….………..………....………. 5
2.2.2 Growth Rate..………...……… 5
2.2.3 Tingkat Kebuntingan....…….………... 5
2.2.4 Maturation Rate..…………...………. 6
2.2.5 Fekunditas…….….………... 6
2.2.6 Fertillization Rate….…………..………....………. 6
2.2.7 Hatching Rate..………....……… 6
2.2.8 Survival Rate…………...………..…………... 6
2.2.9 Analisis Statistik.……….……. 7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN.…………..………... 8
3.1 Hasil...………....………...………... 8
3.2 Pembahasan....…………..………... 9
VI. KESIMPULAN DAN SARAN.……….... 14
4.1 Kesimpulan.………...……….. 14
4.2 Saran.……….……….. 14
DAFTAR PUSTAKA…...…. .…..………... 15 LAMPIRAN………...…...…. .…..………... 17
(25)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kinerja induk ikan lele...………..………... 8
(26)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Bobot induk……....….……….………...…. 18 2. Data specific growth rate……………..………... 19
3. Data growth rate……....……… 20
4. Analisis sidik ragam specific growth rate……….………...…. 21 5. Analisis sidik ragam growth rate...………..………... 23
6. Kandungan Tepung Spirulina sp..……… 25
7. Pelet Hi Pro Vite 781-1………. 27
(27)
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi perikanan budidaya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, kenaikan produksi dari tahun 2008 hingga 2009 rata-rata meningkat 74,87 persen atau sekitar 114.371 ton di tahun 2008 menjadi sekitar 200.000 ton di tahun 2009. Selain itu Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia memproyeksikan peningkatan produksi beberapa ikan budidaya yang sangat potensial. Salah satu komoditas yang diproyeksikan akan mengalami peningkatan adalah ikan lele. KKP RI memproyeksikan peningkatan produksi ikan lele hingga 900.000 ton pada tahun 2014 atau naik sebesar 35,10 persen/tahun (KKP, 2010).
Proyeksi peningkatan produksi ini akan berdampak terhadap peningkatan kebutuhan benih, yang hanya akan dapat dipenuhi apabila produksi benih ikan lele dapat dilakukan secara massal dan kontinyu. Pemenuhan kebutuhan benih tersebut bukan hal yang mudah, meskipun untuk memproduksi benih ikan lele dapat dilakukan dengan teknologi sederhana, yakni dengan pemijahan alami induk ikan lele yang telah matang gonad. Banyak kendala yang akan dihadapi dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satu kendala utama yang dihadapi adalah harus tersedianya induk dalam jumlah banyak.
Induk yang jumlahnya besar tersebut membutuhkan wadah yang cukup besar pula. Hal ini akan sulit untuk dilakukan, mengingat semakin sempitnya lokasi budidaya ikan akibat semakin meluasnya lokasi pemukiman karena jumlah penduduk Indonesia yang kian meningkat, terutama di daerah yang dekat dengan perkotaan. Selain itu permasalahan lain yang sering dihadapi adalah pemijahan ikan secara umum hanya terjadi musiman, sehingga pada saat diluar musim pemijahan ketersediaan benih menjadi faktor pembatas bagi keberlanjutan usaha budidaya ikan. Oleh karena itu, diperlukan teknologi yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan mempercepat masa rematurasi induk ikan lele yang dapat
(28)
2 dilakukan dengan induksi hormon dan penyediaan pakan berkualitas. Secara alami rematurasi ikan lele terjadi 2 hingga 3 bulan pasca pemijahan, sehingga satu ekor induk ikan lele hanya dapat memijah sebanyak 4 hingga 6 kali dalam setahun. Sedangkan dengan mempercepat masa rematurasi, pemijahan dapat dilakukan lebih dari 6 kali dalam setahun. Dengan demikian, percepatan masa rematurasi akan meningkatkan efisiensi penggunaan induk.
Salah satu teknik penyediaan pakan berkualitas dapat dilakukan dengan menambahkan tepung Spirulina sp. ke dalam pakan. Penambahan ekstrak ke dalam pakan ini dapat dilakukan sebagai salah satu cara menyediakan pakan berkualitas karena tiap kilogram keringnya mengandung protein antara 55% - 70% (Belay, 1997 dalam Vonshak, 2002), vitamin E 100 mg, dan asam lemak esensial linoleat dan linolenat, masing-masing sekitar 8 g dan 10 g. Penambahan tepung Spirulina sp. ini berfungsi sebagai bahan yang akan digunakan dalam proses vitelogenesis agar kualitas telur dan larva yang diperoleh lebih baik .
Rangsangan hormonal dapat dilakukan dengan penyuntikan hormon PMSG (pregnant mare serum gonadotropin) dan HCG (human chorionic Gonadotropin) (Samara, 2010; Febriana, 2010) atau LHRH (Wembiao et al., 1988 dalam Peteri
et al., 1992). Rangsangan hormonal berfungsi menginduksi terjadinya proses vitelogenesis dan proses pematangan akhir, sehingga rematurasi dapat terjadi lebih cepat dibanding tanpa pemberian hormon.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempercepat proses rematurasi induk ikan lele dan mengukur kinerja produksi benih yang dihasilkan oleh induk ikan yang diberi perlakuan.
(29)
3
II. BAHAN DAN METODE
2.1 Prosedur
Percobaan ini dilakukan di Kolam Percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, Dramaga. Percobaan dilakukan dari bulan Mei hingga Agustus 2011.
2.1.1 Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini berupa 12 unit kolam beton yang berukuran 2 m x 4 m x 0,75 m. Bak dikeringkan terlebih dahulu sebelum dibersihkan. Setelah bersih bak langsung diisi air dengan ketinggian 30-40 cm dan didiamkan beberapa hari hingga siap digunakan.
2.1.2 Persiapan dan Pemeliharaan Induk
Induk yang digunakan pada penelitian ini adalah induk ikan lele yang sudah pernah memijah (berumur 8 bulan atau lebih) sebanyak 45 ekor. Sebelum digunakan induk dipijahkan atau dilakukan ”stripping” terlebih dahulu agar
gonadnya kosong (tidak memiliki telur) dan dipastikan dengan pembedahan sampel dan kanulasi menggunakan kateter. Setelah itu induk ditimbang beratnya, kemudian ikan dimasukkan ke dalam bak yang telah disiapkan.
Sebelum diberi perlakuan ikan dipuasakan selama empat hari, kemudian diberi pakan komersial bermerek Hi Pro Vite 781-1 dengan kadar protein 31% - 33% tanpa penambahan ekstrak Spirulina sp. selama tiga hari.
2.1.3 Peracikan dan Pemberian Pakan
Setelah dipelihara selama seminggu, maka induk telah beradaptasi dengan baik dalam bak pemeliharaan. Selanjutnya ikan dipelihara dengan pemberian pakan yang telah ditambah dengan tepung Spirulina sp. dengan perekat atau
binder berupa putih telur. Tepung Spirulina sp. yang digunakan sebanyak 2% dari bobot pakan yang akan diberikan, adapun putih telur yang digunakan sebanyak tiga 3 butir/ kg pakan. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial dengan merek Hi ProVite 781-1 dengan kadar protein 31% - 33%. Penambahan tepung
(30)
4
Spirulina sp. ke dalam pakan pada penelitian ini dilakukan dengan ditebar merata di atas pakan kemudian ditambahkan putih telur dari tiga butir telur kemudian diaduk merata agar tepung Spirulina sp. menempel pada pakan dan dikering anginkan. Pakan pelet yang telah dikeringkan siap untuk disimpan dan diberikan ke ikan. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WIB dan pukul 16.00 WIB. Pemberian pakan yang telah ditambah tepung Spirulina sp.
dilakukan selama seminggu pertama pada perlakuan 2, 5, dan 8, dan hingga minggu ke-2 pada perlakuan 3,6, dan 9.
2.1.4 Penentuan Dosis dan Perlakuan
Penelitian ini dilakukan dengan penyuntikan hormon GtH dengan dosis 5 IU dan 10 IU/kg ikan disertai penambahan tepung Spirulina sp. sebanyak 2% dari jumlah pakan yang akan diberikan selama satu minggu dan dua minggu, yaitu perlakuan 1 (GtH 0 IU tanpa tepung Spirulina sp. 2%), perlakuan 2 (GtH 0 IU dan tepung Spirulina sp. 2% satu minggu), perlakuan 3 (GtH 0 IU dan tepung
Spirulina sp. 2% dua minggu), perlakuan 4 (GtH 5 IU tanpa tepung Spirulina sp.
2%), perlakuan 5 (GtH 5 IUdan tepung Spirulina sp. 2% satu minggu), perlakuan 6 (GtH 5 IU dan tepung Spirulina sp. 2% dua minggu), perlakuan 7 (GtH 10 IU tanpa tepung Spirulina sp. 2% dan), perlakuan 8 (GtH 10 IUdan tepung Spirulina sp. 2% satu minggu), perlakuan 9 (GtH 10 IU dan tepung Spirulina sp. 2% dua minggu). Pakan yang digunakan adalah pelet komersil dengan merek dagang Hi Pro Vite 781-1 dengan kadar protein 31% - 33%. Perekat atau binder yang digunakan adalah putih telur.
Hormon yang digunakan pada penelitian ini adalah hormon GtH yang berasal dari ekstrak porcin pituitary (EPP) yang merupakan produk dari Calier, S.A Laboratorios dengan merek dagang Pluset®. Tiap ampulnya mengandung 500 IU FSH dan 500 IU LH, terdiri dari 2 botol berisi bubuk kristal putih yang dibekukan dan 20 ml pelarut (solvent).
Penyuntikan dilakukan pada pukul 6.00 WIB untuk meminimalisir stres akibat peningkatan suhu. Penyuntikan diawali dengan penangkapan ikan lele
menggunakan jaring kemudian ditampung dalam ”box styrofoam” yang telah diisi
(31)
5 mengetahui tingkat kebuntingan induk. Penyuntikan dilakukan secara intramuskular menggunakan syringe 1 ml dilakukan seminggu sekali selama 4 minggu, dengan jumlah hormon ditentukan berdasarkan berat induk yang diketahui dengan penimbangan sebelumnya.
2.2 Parameter yang Diamati 2.2.1 Specific Growth Rate (SGR)
Specific growth rate menunjukkan pertumbuhan spesifik ikan per hari dengan rumus:
SGR =
[
�� – 1
]
x 100 %Keterangan : SGR = Specific growth rate (%) t = Waktu (hari)
Wt = Bobot induk hari ke- t (kg) Wo = Bobot induk awal (kg)
2.2.2 Growth Rate (GR)
Growth rate merupakan perbandingan antara bobot awal dan bobot akhir ikan yang dipelihara dalam periode waktu tertentu, perbandingan ini menunjukkan pertumbuhan ikan setelah dipelihara dalam waktu tertentu. Secara matematis rumusnya adalah:
GR= � −�
Keterangan : GR = Growth rate (gr/hari) t = Waktu (hari)
Wt = Bobot induk hari ke-t (kg) Wo = Bobot induk awal (Kg)
2.2.3 Tingkat Kebuntingan (TK)
Tingkat kebuntingan adalah perbandingan antara jumlah induk yang bertelur dibanding dengan jumlah induk yang dipelihara. Tingkat kebuntingan diperiksa setiap akan dilakukan penyuntikan hormon.
Secara matematis rumusnya adalah
MR = ∑ � �
(32)
6
2.2.4 Maturation Rate (MR)
Maturation adalah kondisi induk yang telah siap pijah, secara morfologi ditandai dengan kondisi perut induk yang membuncit dan lunak, hal ini dapat dipastikan dengan menggunakan kateter dan pembedahan. Maturation rate adalah perbandingan antara jumlah induk yang siap pijah dengan induk memiliki telur. Secara matematis rumusnya adalah
MR = ∑ � � ℎ
∑ � � x 100 %
2.2.5 Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur yang dihasilkan persatuan berat induk betina. Fekunditas menunjukkan kualitas induk yang erat kaitannya dengan ketersediaan pakan dan tingkah laku pemijahan.
Fekunditas = ∑
2.2.6 Fertillization Rate (FR)
Fertillization rate adalah persentase jumlah telur yang dibuahi oleh sperma dibanding jumlah total telur yang dihasilkan.
FR = ∑ � � ℎ
∑ � � ℎ
x
100 %2.2.7 Hatching Rate (HR)
Hatching rate adalah banyaknya telur yang menetas menjadi larva dari total telur yang dibuahi.
HR = ∑ � �
∑ � � ℎ x 100 %
2.2.8 Survival Rate (SR)
Survival rate (SR) adalah banyaknya ikan yang mampu bertahan hidup selama waktu pemeliharaan. SR larva bergantung pada kualitas telur, kualitas induk, dan faktor lingkungan. SR yang diukur adalah SR selama 4 hari pemeliharaan.
(33)
7 SR dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut
SR = �
�
x
100 %Keterangan : SR = Survival rate
Nt = Jumlah ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan No = Jumlah ikan awal
2.2.9 Analisis Statistik
Data yang diperoleh dianalisa secara kuantitatif statistik menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk Anova Single Factor dan uji lanjut Duncan dengan SPSS 15 for Windows.
(34)
8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pertumbuhan induk ikan lele tanpa perlakuan Spirulina sp. lebih rendah dibanding induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. 2% baik selama satu minggu maupun 2 minggu. Namun pemberian Spirulina sp. selama satu minggu menunjukkan kinerja pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan kinerja pertumbuhan ikan yang diberi Spirulina sp. selama 2 minggu.
Tabel 2. Kinerja induk ikan lele
Perlakuan N Bobot
Rata-rata (Kg)
Bunting (%)
Induk Matang Gonad (%)
SGR (%) GR (g/hari) Rentang Waktu
(Minggu ke-)
Hormon 0 IU tanpa Spirulina sp. 2% 5 655,40 20 0 0,71±0,19b 3,80±1,88k N/A
Hormon 0 IU dan Spirulina sp. 2% Satu Minggu 5 640,00 60 0 1,38±1,04b 4,87±2,71k N/A
Hormon 0 IU dan Spirulina sp. 2% Dua minggu 5 442,40 80 0 1,16±0,41b 3,53±0,67jk N/A
Hormon 5 IU tanpa Spirulina sp. 2% 5 482,00 60 66,67 0,33±0,04a 1,58±0,25 j 4
Hormon 5 IU dan Spirulina sp. 2% Satu Minggu 5 477,40 60 66,67 1,10±0,45b 3,81±0,94k 4
Hormon 5 IU dan Spirulina sp. 2% Dua Minggu 5 445,00 60 33,33 0,69±0,45ab 2,30±1,04 j 4
Hormon 10 IU tanpa Spirulina sp. 2% 5 373,80 60 100 0,41±0,26a 1,32±0,70j 4
Hormon 10 IU dan Spirulina sp. 2% Satu Minggu 5 496,60 60 66,67 1,39±0,43 b 4,66±1,76k 3 dan 4
Hormon 10 IU dan Spirulina sp. 2% Dua Minggu 5 473,40 60 33,33 1,18±0,45 b 4,17±0,57k 3 dan 4
Keterangan: - Huruf superscript pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan signifikan dari analisis ragam antar perlakuan. - N/A Data tidak tersedia, tidak terdapat induk yang matang gonad selama rentang waktu pemeliharaan, 4 minggu.
Selain mempengaruhi tingkat pertumbuhan, pemberian tepung spirulina juga terlihat mempengaruhi tingkat kebuntingan, namun belum mencapai tingkat kematangan kematangan gonad. Tingkat kematangan gonad yang terlihat sangat dipengaruhi oleh pemberian hormon. Induk-induk yang diberi hormon mengalami kematangan gonad lebih awal dibanding induk-induk tanpa pemberian hormon. Hal ini terlihat dari tingginya persentase tingkat kematangan gonad induk ikan yang diberi hormon. Tingkat kematangan tertinggi terjadi pada
(35)
9 perlakuan Spirulina sp. 0% dan hormon 10 IU yang menunjukkan semua induk yang mengalami kebuntingan juga mengalami kematangan gonad.
Tabel 3. Kinerja produksi benih
Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda bagi kinerja produksi benih. Kinerja terbaik ditunjukkan oleh perlakuan Spirulina sp. 2% satu minggu dan hormon 5 IU, dimana Fekunditas Relatifnya sekitar 51.720 butir/kg dengan FR, HR dan SR larva yang dihasilkan lebih dari 90% meskipun dari segi fekunditas relatif terlihat bahwa jumlah telur terbanyak dihasilkan oleh induk dengan perlakuan Spirulina sp. 2% dan hormon 10 IU, namun tidak signifikan. Sedangkan telur yang dihasilkan oleh induk ikan dengan perlakuan selama 2 minggu dan hormon 5 IU terlihat lebih sedikit dibanding telur yang dihasilkan oleh induk ikan dengan perlakuan
Spirulina sp. 2% satu minggu dan hormon 5 IU. Tingkat pembuahan (fertillization rate) pada 2 perlakuan terakhir tersebut sangat kecil sehingga jumlah larva yang dihasilkan juga sedikit.
3.2 Pembahasan
Pemanfaatan Spirulina sp. sebagai suplemen pakan ikan bukan merupakan hal yang baru, karena Spirulina sp. sejak dahulu telah dimanfaatkan sebagai
Perlakuan N Fekunditas Relatif
(butir/1kg induk)
FR (%) HR (%) SR (%)
Kontrol 5 0 0 0 0
Hormon 0 IU dan Spirulina sp.
2% Satu Minggu
5 0 0 0 0
Hormon 0 IU dan Spirulina sp.
2% Dua minggu
5 0 0 0 0
Hormon 5 IU dan Spirulina sp.
0%
5 38.530 90,00 77,08 83,33
Hormon 5 IU dan Spirulina sp.
2% Satu Minggu
5 51.720 90,00 93,00 92,67
Hormon 5 IU dan Spirulina sp.
2% Dua Minggu
5 28.310 68,00 22,00 54,55
Hormon 10 IU dan Spirulina sp. 0% dan
5 53.250 88,00 73,13 63,75
Hormon 10 IU dan Spirulina sp. 2% Satu Minggu
5 52.240 38,00 17,00 51,17
Hormon 10 IU dan Spirulina sp. 2% Dua Minggu
(36)
10 suplemen pakan ikan hias. Pemanfaatan Spirulina sp. bagi ikan hias adalah untuk meningkatkan ekspresi warna atau kolorasi ikan sehingga lebih menarik. Sedangkan pemanfaatan Spirulina sp. saat ini telah dicoba untuk meningkatkatkan pertumbuhan, tingkat hormon sex, dan maturasi pada ikan patin Thailand atau Pla Pho Pangasius boucorti (Umphan, 2009) dan reproduksi pada ikan mas koki (James et al., 2009). Adapun tujuan suplementasi Spirulina sp. pada percobaan ini adalah sebagai bahan atau materi yang diperlukan selama masa rematurasi dan meningkatkan kinerja produksi benih ikan lele sangkuriang.
Berdasarkan data pada tabel analisis sidik ragam terlihat bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kinerja pertumbuhan induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. dengan induk ikan yang tidak mendapat perlakuan
Spirulina sp.. Hal ini disebabkan karena kandungan protein yang terdapat pada ekstrak Spirulina sp. yaitu 55% - 70% (Belay, 1997 dalam Vonshak, 2002) meningkatkan kandungan potein pakan yang digunakan sehingga petumbuhan induk ikan lele pada percobaan ini menjadi lebih baik. Namun, kinerja pertumbuhan induk ikan mulai mengalami penurunan pada perlakuan Spirulina sp. 2% dua minggu. Hal ini terjadi karena fungsi spirulina selain sumber protein,
Spirulina sp. juga mengandung vitamin E berperan penting dalam meningkatkan penyerapan nutrisi pakan, sehingga pada saat Spirulina sp. diberikan berlebih akan menyebabkan kelebihan protein, sedangkan kemampuan ikan dalam menyerap protein sangat terbatas yaitu sekitar 34% - 55 %, sehingga kelebihan protein tersebut harus dibuang dalam bentuk amonia. Ekskresi amonia memerlukan energi yang cukup besar yaitu berkisar 7% - 28% dari energi yang dapat dicerna, kebutuhan energi ini diambil dari energi yang diperoleh dari metabolisme pakan, sehingga berdampak pada berkurangnya proporsi energi yang tersimpan untuk pertumbuhan sehingga kinerja pertumbuhan ikan mengalami penurunan. Tingkat ekskresi amonia dipengaruhi oleh laju pemberian pakan (feeding rate), kandungan protein, dan komposisi asam amino pada level asam amino esensial dan asam amino non esensial (Affandi dan Tang, 2002). Selain itu penurunan pertumbuhan akibat pemberian tepung Spirulina sp. 2% selama 2 minggu juga dapat terjadi akibat perningkatan akumulasi asam lemak dalam tubuh ikan sehingga ikan menjadi kelebihan asam lemak dan mengakibatkan perubahan
(37)
11 rasio jumlah asam lemak dalam tubuh ikan. Menurut Mokoginta (1986) rasio jumlah asam lemak linoleat dan asam linolenat yang memberikan laju pertumbuhan maksimum adalah 1,53-1,56% dan 0,6-0,73%. Jika rasio kedua asam lemak tersebut lebih besar atau lebih kecil akan menyebabkan penurunan laju pertumbuhan.
Selain berpengaruh terhadap pertumbuhan, berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa percobaan ini juga memberikan dampak positif terhadap rematurasi ikan yang ditandai dengan besarnya tingkat kebuntingan yang terjadi penggunaan
Spirulina sp. sebanyak 2% pada percobaan ini dimana induk ikan lele mengalami kebuntingan rata-rata 62,22%. Kebuntingan pada percobaan ini ditandai dengan adanya butiran - butiran telur dalam perut induk yang diketahui melalui kanulasi yang dilakukan setiap kali akan dilakukan penyuntikan hormon pada tiap minggunya. Kebutingan terjadi pada minggu ke-2 hingga minggu ke-3 pemeliharaan.
Kebuntingan dapat terjadi karena kandungan asam lemak yang terdapat pada ekstrak Spirulina sp. cukup tinggi yaitu 8-10 g/kg Spirulina sp. kering. Pemberian ekstrak Spirulina sp. akan menyebabkan peningkatan akumulasi asam lemak tak jenuh dalam tubuh ikan yang pada akhirnya akan menyebabkkan kelebihan. Kelebihan ini akan diubah menjadi prostaglandin (Wathes et al., 2007). Prostaglandin merupakan bahan penting dalam steroidogenesis. Pada proses steroidogenesis akan menghasilkan hormon estradiol-17ß yang merupakan prekursor terjadinya proses vitelogenesis. Vitelogenesis merupakan proses sintesis kuning telur yang terjadi di hati dengan rangsangan hormon estradiol-17ß. Selain itu, keberadaan asam lemak juga sangat penting karena mempengaruhi daya tetas dan kondisi larva.
Kebuntingan ikan selain terjadi akibat pemberian ekstrak Spirulina sp., juga terjadi akibat penyuntikan hormon GtTH. GtH merupakan salah satu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary pada bagian rostral pars distalis dan proksimal pars distalis (Bernier et al., 2009). Secara alami GtH hanya akan diseksresikan bila terdapat sinyal lingkungan yang dibutuhkan. Sinyal ingkungan yang mempengaruhi reproduski ikan terutama pembentukan telur antara lain hujan, petrichor, perubahan ketinggian air akibat pasang surut, maupun perubahan lama
(38)
12 periode penyinaran (Woynarovich dan Horvath, 1980). Sinyal lingkungan yang dibutuhkan untuk perkembangan telur tidak selalu ada sepanjang tahun. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan musim. Akibatnya pembentukan telur tidak dapat terjadi sepanjang tahun, dengan kata lain masa rematurasi ikan secara alami akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Penyuntikan hormon GtH berfungsi sebagai perangsang terjadinya proses vitelogenesis dan pematangan akhir gonad ikan lele saat sinyal lingkungan tidak ada atau kondisi lingkungan yang buruk. Sehingga rematurasi ikan lele dapat tetap terjadi, bahkan lebih cepat. Ikan lele mengalami masa rematurasi setelah 2 – 3 bulan pasca pemijahan. Sehingga secara alami ikan lele akan melakukan pemijahan 4 – 6 kali dalam setahun. Setelah pemberian hormon GtH pada penelitian ini rematurasi ikan lele terjadi dalam waktu sebulan pemeliharaan, dengan demikian pemijahan dapat terjadi hingga 12 kali dalam setahun.
Pemberian hormon GtH dan Spirulina sp. 2% pada percobaan ini berfungsi untuk memperpendek masa rematurasi ikan lele. Hasil percobaan menunjukkan bahwa mulai minggu ke-2 dan ke-3 ikan mulai mengalami kebuntingan (ikan-ikan yang diberi perlakuan hormon GtH 5 IU dan 10 IU serta Spirulina sp. 2%) dan mengalami kematangan gonad pada minggu ke-4 (hanya pada ikan - ikan yang diberi perlakuan hormon GtH 5 IU dan 10 IU). Pemberian hormon ini memberikan pengaruh pematangan telur lebih awal ini karena pemberian hormon GtH akan meningkatkankan akumulasi jumlah GtH yang ada dalam tubuh ikan sehingga gonad ikan terrangsang untuk melakukan proses pembentukan telur yang lebih cepat meskipun kondisi lingkungan tidak memungkinkan. Terutama saat mendekati musim kemarau pada bulan Juni hingga Agustus. Setelah telur terbentuk maka dilanjutkan ke tingkat pematangan akhir, karena selain mengandung FSH, GtH yang diberikan juga mengandung LH.
Berdasarkan Tabel 3, penggunaan Spirulina sp. 2% satu minggu dan hormon 5 IU menunjukkan kinerja produksi benih yang terbaik dibanding perlakuan lainnya. Hal ini dapat terjadi karena keseimbangan antara nutrisi dan kebutuhan hormonnya sangat baik jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pemberian Spirulina sp. 2% selama dua minggu dan hormon 10 IU menunjukkan produksi telur yang cukup besar, namun tingkat pembuahannya sangat rendah.
(39)
13 Hal ini dapat terjadi karena pemberian spirulina selama dua minggu akan meningkatkan akumulasi kalsium pada telur. Keberadaan kalsium menyebabkan dinding sel telur lebih tebal dan diduga menyebabkan lubang mikrofil telur lebih cepat tertutup saat telur terkena air sehingga tingkat pembuahannya menjadi rendah. Selain itu rendahnya tingkat pembuahan pada ikan tersebut dapat juga disebabkan oleh ketidak siapan induk jantan. Hal ini terjadi karena pada saat pemijahan dilakukan tingkat kematangan induk ikan lele jantan tidak seragam karena pengaruh musim kemarau dan pemijahan dilakukan secara semi alami. Sehingga keberhasilan pemijahan tidak dapat dikendalikan.
Berdasarkan penelitian ini pemijahan ikan lele dapat ditingkatkan dari 4 hingga 6 kali per tahun menjadi 12 kali per tahun. Harga induk matang gonad sekitar Rp. 20.000,-/ ekor, dengan asumsi induk memijah 12 kali dalam setahun, 60% induk matang gonad. Penyuntikan hormon GtH dan penambahan tepung
Spirulina sp. 2% pada pakan menyebabkan induk dapat memijah 12 kali dalam setahun dengan biaya Rp. 39.410,- untuk setiap kali pemijahan per kg induk ikan lele (Lampiran 8).
Secara umum terlihat bahwa tidak terjadi peningkatan fekunditas telur dalam percobaan ini karena jumlah telur yang dihasilkan dalam percobaan ini tidak berbeda dengan jumlah telur ikan lele sangkuriang pada umumnya yaitu berkisar antara 40.000 – 60.000 butir/ kg induk (Sunarma, 2004). Demikian juga dengan HR dan SR larva, tidak jauh berbeda dengan baku mutu ikan lele sangkuriang, sehingga percobaan ini memberikan kontribusi yang cukup baik untuk meningkatkan efisiensi penggunaan induk dalam mencapai target produksi yang diharapkan.
(40)
14
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1Keimpulan
Rematurasi ikan lele dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon GtH 5 IU dan penambahan tepung Spirulina sp. 2% pada pakan selama satu minggu dengan lama waktu rematurasi yaitu 30 hari.
- Pemberian tepung Spirulina sp. 2% pada pakan tanpa pemberian hormon menyebabkan kebuntingan tanpa disertai pematangan gonad.
- Kombinasi pemberian hormon GtH dan tepung Spirulina sp. 2% pada pakan menyebabkan kebuntingan disertai kematangan gonad pada ikan lele
4.2 Saran
Penyuntikan hormon GtH 5 IU dan penambahan tepung Spirulina sp. 2% pada pakan dapat digunakan untuk mempercepat proses rematurasi ikan lele
(41)
15
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R., Tang, U.M. 2002. Fisiologi Hewan Air. UNRI Press. Pekan Baru Bernier, N.J., Kraak, G.V.D., Farrell, A.P., Brauner, C.J. 2009. Fish
Neuroendrocinology. Fish Physiology Journal 28: 3-74
Mokoginta, I. 1986. Kebutuhan Ikan Lele Clarias batrachus Linn. Akan asam-asam lemak linoleat dan linolenat. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
James, R., Vasudhevan, I., Sampath, K. 2009. Interaction of Spirulina sp. with Different Levels of Vitamin E on Growth, Reproduction, and Coloration in Goldfish (Carassius auratus). The Israeli Journal of Aquaculture 61: 330-338.
Kelompok Kerja Data Statistik Kelautan dan Perikanan. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam Angka. Pusat Data, Statistik, dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2010. Rencana Strategis Kementrian Kelautan dan Perikanan 2010-2014. Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Peteri, A., Nandi, S., Chowdhury, S.N. 1992. Manual on Seed Production Asian Catfish Clarias gariepinus. Bangladesh. United Nations Development Programme Food and Agriculture Organization of United Nations.
Sunarma A. 2004. Peningkatan produktifitas usaha lele sangkuriang Clarias sp..
Unit Pelaksana Teknis Balai Budidaya Air Tawar Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Sukabumi.
Umphan, K.M. 2009. Growth Performance, Sex Hormon Levels and Maturation Ability of Pla Pho (Pangasius bocourti) Fed with Spirulina sp.
Supplementary Pellet and Hormon Application. International Journal Of Agriculture and Biology 11: 458-462.
Vonshak, A. 2002. Spirulina sp. platensis (Arthrospira): Physiologi, Cell-biology, and Biotechnology. London: Taylor and Francis LTD (131-158).
Watanabe, T. Agius, R.V. 2003. Broodstock Nutrition Research on Marine Finfish in Japan. Aquaculture Journal 227: 35-61.
Wathes, D.C., Abayasekara, D.R.E., Aitken, R.J. 2007. Polyunsaturated Fatty Acids in Male and Female Reproduction. Biology of Reproduction Journal 77: 190-201.
(42)
16 Woynarovich, E. Horvath, L. 1980. The Artificial Propagation of Warmwater Finfishes. Fisheries Technikal Paper 201. Food and Agriculture Organization of United Nations.
(43)
17
(44)
18
Lampiran 1. Bobot Induk
Bobot awal (g)
A B C D E F G H I
296 288 227 435 267 258 276 285 324
416 314 297 438 283 360 293 289 329
497 337 299 495 285 380 364 296 331
628 702 307 513 330 392 367 438 374
870 829 553 529 650 490 371 476 383
Bobot akhir (g)
A B C D E F G H I
385 453 326 478 356 365 297 411 362
489 542 405 484 381 436 369 441 459
588 544 409 545 404 445 396 459 459
732 732 441 552 435 468 400 561 525
(45)
19
Lampiran 2. Data spesifik growth rate (%)
A B C D E F G H I
1,0023 1,9097 1,4537 0,3295 1,1111 1,3824 0,2536 1,4737 0,3909 0,5849 2,4204 1,2121 0,3501 1,1543 0,7037 0,8646 1,7532 1,3171 0,6103 2,0475 1,2263 0,3367 1,3918 0,5702 0,2930 1,8356 1,2890 0,5520 0,1425 1,4549 0,2534 1,0606 0,6463 0,2997 0,9361 1,3458 0,8161 0,4021 0,4702 0,3718 0,8256 0,1429 0,3235 0,9454 1,5579
Keterangan
B= Perlakuan Spirulina sp. 2% satu minggu dan hormon 0 IU C= Perlakuan Spirulina sp. 2% dua minggu dan hormon 0 IU D= Perlakuan Spirulina sp. 0% dan hormon 5 IU
E= Perlakuan Spirulina sp. 2% satu minggu dan hormon 5 IU F= Perlakuan Spirulina sp. 2% dua minggu dan hormon 5 IU G= Perlakuan Spirulina sp. 0% dan hormon 10 IU
H= Perlakuan Spirulina sp. 2% satu minggu dan hormon 10 IU I = Perlakuan Spirulina sp. 2% dua minggu dan hormon 10 IU
(46)
20
Lampiran 3. Data growth rate (gr/hari)
A B C D E F G H I
2,9667 5,5000 3,3000 1,4333 2,9667 3,5667 0,7000 4,2000 1,2667 2,4333 7,6000 3,6000 1,5333 3,2667 2,5333 2,5333 5,0667 4,3333 3,0333 6,9000 3,6667 1,6667 3,9667 2,1667 1,0667 5,4333 4,2667 3,4667 1,0000 4,4667 1,3000 3,5000 2,5333 1,1000 4,1000 5,0333 7,1000 3,3333 2,6000 1,9667 5,3667 0,7000 1,2000 4,5000 5,9667
Keterangan
B= Perlakuan Spirulina sp. 2% satu minggu dan hormon 0 IU C= Perlakuan Spirulina sp. 2% dua minggu dan hormon 0 IU D= Perlakuan Spirulina sp. 0% dan hormon 5 IU
E= Perlakuan Spirulina sp. 2% satu minggu dan hormon 5 IU F= Perlakuan Spirulina sp. 2% dua minggu dan hormon 5 IU G= Perlakuan Spirulina sp. 0% dan hormon 10 IU
H= Perlakuan Spirulina sp. 2% satu minggu dan hormon 10 IU I = Perlakuan Spirulina sp. 2% dua minggu dan hormon 10 IU
(47)
21
Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam SGR
ANOVA SGR Pemberian Spirulina 0 Minggu
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups ,413 2 ,207 5,911 ,016
Within Groups ,420 12 ,035
Total ,833 14
Duncan SGR Pemberian Spirulina 0 Minggu
Perlakuan N Subset for alpha = .05
2 1
5 IU dan Spirulina 2% 0 minggu 5 ,3283 10 IU dan Spirulina 2% 0 minggu 5 ,4069
0 IU dan Spirulina 2% 0 minggu 5 ,7131
Sig. ,519 1,000
ANOVA SGR Pemberian Spirulina 2% 1 Minggu
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups ,258 2 ,129 ,297 ,748
Within Groups 5,202 12 ,434
Total 5,460 14
Duncan SGR Pemberian Spirulina 2% 1 Minggu
Perlakuan N Subset for alpha = .05
5 IU dan Spirulina 2% 1 minggu 5 1,1087
0 IU dan Spirulina 2% 1 minggu 5 1,3844
10 IU dan Spirulina 2% 1 minggu 5 1,3888
Sig. ,535
ANOVA SGR Pemberian Spirulina 2% 2 Minggu
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups ,777 2 ,389 2,050 ,171
Within Groups 2,275 12 ,190
Total 3,052 14
Duncan SGR Pemberian Spirulina 2% 2 Minggu
Perlakuan N Subset for alpha = .05
5 IU dan Spirulina 2% 2 minggu 5 ,6891
0 IU dan Spirulina 2% 2 minggu 5 1,1634
10 IU dan Spirulina 2% 2 minggu 5 1,1801
Sig. ,115
ANOVA SGR Pemberian Hormon 0 IU
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.170 2 .585 1.377 .289
Within Groups 5.099 12 .425
(48)
22 Duncan SGR Pemberian Hormon 0 IU
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05 1
0 IU dan spirulina 2% 0 minggu 5 .713120
0 IU dan spirulina 2% 2 minggu 5 1.163440
0 IU dan spirulina 2% 1 minggu 5 1.384440
Sig. .147
ANOVA SGR Pemberian Hormon 5 IU
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.525 2 .763 9.455 .003
Within Groups .968 12 .081
Total 2.493 14
Duncan SGR Pemberian Hormon 5 IU
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
5 IU dan spirulina 2% 0 minggu 5 .328300
5 IU dan spirulina 2% 2 minggu 5 .689100
5 IU dan spirulina 2% 1 minggu 5 1.108680
Sig. .068 1.000
ANOVA SGR Pemberian Hormon 10 IU
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.676 2 1.338 8.778 .004
Within Groups 1.829 12 .152
Total 4.505 14
Duncan SGR pemberian Hormon 10 IU
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
10 IU dan spirulina 2% 0 minggu 5 .406880
10 IU dan spirulina 2% 2 minggu 5 1.180140
10 IU dan spirulina 2% 1 minggu 5 1.388800
(49)
23
Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam GR
ANOVA GR Pemberian Spirulina 2% 0 Minggu
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 18,577 2 9,289 6,799 ,011
Within Groups 16,394 12 1,366
Total 34,971 14
Duncan GR Pemberian Spirulina 2% 0 Minggu
Perlakuan N Subset for alpha = .05
2 1
10 IU dan Spirulina 0 minggu 5 1,3200 5 IU dan Spirulina 0 minggu 5 1,5800
0 IU dan Spirulina 0 minggu 5 3,8000
Sig. ,731 1,000
ANOVA GR Pemberian Spirulina 2% 1 Minggu
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3,115 2 1,557 ,547 ,593
Within Groups 34,173 12 2,848
Total 37,288 14
Duncan GR Pemberian Spirulina 2% 1 Minggu
Perlakuan N Subset for
alpha = .05 5 IU dan Spirulina 1 minggu 5 3,8134 10 IU dan Spirulina 1 minggu 5 4,6600 0 IU dan Spirulina 1 minggu 5 4,8667
Sig. ,366
ANOVA GR Pemberian Spirulina 2 Minggu
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 9,054 2 4,527 2,929 ,092
Within Groups 18,548 12 1,546
Total 27,602 14
Duncan GR Pemberian Spirulina 2% 2 Minggu
Perlakuan N Subset for alpha = .05
2 1
5 IU dan Spirulina 2 minggu 5 2,3000
0 IU dan Spirulina 2 minggu 5 3,5267 3,5267
10 IU dan Spirulina 2 minggu 5 4,1733
(50)
24 ANOVA GR Pemberian Hormon 0 IU
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 5.013 2 2.507 .664 .533
Within Groups 45.279 12 3.773
Total 50.292 14
Duncan GR pemberian hormon 0 IU
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1
0 IU dan spirulina 2% 2 minggu 5 3.526680
0 IU dan spirulina 2% 0 minggu 5 3.800000
0 IU dan spirulina 2% 1 minggu 5 4.866660
Sig. .320
ANOVA GR Pemberian Hormon 5 IU
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 12.994 2 6.497 9.625 .003
Within Groups 8.101 12 .675
Total 21.095 14
Duncan GR Pemberian Hormon 5 IU
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
5 IU dan spirulina 2% 0 minggu 5 1.580000 5 IU dan spirulina 2% 2 minggu 5 2.300000
5 IU dan spirulina 2% 1 minggu 5 3.813360
Sig. .191 1.000
ANOVA GR Pemberian Hormon 10 IU
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 32.557 2 16.278 12.413 .001
Within Groups 15.736 12 1.311
Total 48.293 14
Duncan GR Pemberian Hormon 10 IU
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2
10 IU dan spirulina 2% 0 minggu 5 1.320000
10 IU dan spirulina 2% 2 minggu 5 4.173340
10 IU dan spirulina 2% 1 minggu 5 4.660000
(51)
25
Lampiran 6. Kandungan Spirulina
KOMPOSISI UMUM %
Kelembaban 3-7
Protein 55-70
Lemak (lipid) 6-8
Karbohidrat 15-25
Mineral (Abu) 7-13
Serat 8-10
VITAMIN mg/kg
Provitamin A 2.330.000 IU/kg
ß-Carotene 1400
Vitamin E 100
Thiamin B1 35
Riboflavin B2 40
Niacin B3 140
Vitamin B6 8
Vitamin B12 3,2
Inositol 640
Asam Folat 0,1
Biotin 0,05
Asam Pantotenat 1,0
Vitamin K1 22
MINERAL mg/kg
Kalsium 7000
Kromium 2,8
Tembaga 12
Zat besi 1000
Magnesium 4000
Mangan 50
Fosfor 8000
Kalium 14000
Natrium 9000
Seng 30
ASAM LEMAK g/kg
Asam Linoleat 8
Asam ɤ Linolenat 10
ZAT WARNA g/kg
Karotenoid 3,7
Klorofil 10
Fikosianin 140
ENZIM Unit/kg
(52)
26
Sumber: Vhonsak (2002)
ASAM AMINO g/kg
Alanin 47
Arginin 43
Asam Aspartat 61
Sistin 6
Asam Glutamat 91
Glisin 32
Histidin 10
Isoleusin 35
Leusin 54
Lisin 29
Metionin 14
Fenilalanin 28
Prolin 27
Serin 32
Treonin 32
Triptopan 9
Tirosin 30
(53)
27
Lampiran 7. Pelet Hi Pro Vite 781-1
Analisa komposisi: Protein : 31 – 33 % Lemak : 3 – 5 % Serat : 4 – 6 % Abu : 10 – 13 % Kadar air : 11 – 13 %
(54)
28
Lampiran 8. Perhitungan Biaya Penggunaan Hormon GtH dan Tepung
Spirulina sp.
Asumsi dosis Hormon GtH yang digunakan untuk penyuntikan 1 kg induk adalah 5 IU dan spirulina yang diberikan adalah 2% jumlah pakan selama seminggu.
Hormon GtH
1 bototl (500 IU FSH dan 500 IU LH) = Rp. 1.500.000,-
Penggunaan GtH untuk 4 kali penyuntikan adalah 4 x 5 IU = 20 IU GtH Biaya = 20 IU/1000 IU x Rp. 1.500.000 x 1 kg bobot = Rp. 30.000,-
Pakan 3% dari bobot tubuh ikan
Jumlah pakan yang digunakan = 3 % x 1 kg bobot x 30 hari = 900 g Biaya = Rp. 9000/ 1000 g x 900 g = Rp. 8.100
Tepung Spirulina sp.
Harga 1 kg kering = Rp. 250.000,-
Penggunaan spirulina/1000 g pakan = 2% x 1000g = 20 g
Jumlah spirulina yang digunakan = 20 g/1000 g x 30 g pakan/ hari x 7 hari = 4,2 g Biaya = 4,2 g x Rp 250,-/g = Rp 1.050,-
Telur Ayam
Harga per butir = Rp. 1.250,-
Penggunaan telur ayam/1000 g pakan = 3 butir Jumlah telur yang digunakan = 1 butir
Biaya = Rp. 1.250,-
Total biaya = Hormon + Pakan + Spirulina sp. + Telur Ayam = Rp. 30.000 + Rp. 8.100 + Rp. 1.050 + Rp. 1.250 = Rp. 40.400,-
(55)
REKAYASA REMATURASI IKAN LELE
Clarias sp.
MENGGUNAKAN HORMON GtH DAN PENAMBAHAN
TEPUNG
Spirulina sp.
PADA PAKAN
FAJARRUDDIN MANURUNG
SKRIPSI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
(1)
23
Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam GR
ANOVA GR Pemberian Spirulina 2% 0 Minggu
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 18,577 2 9,289 6,799 ,011
Within Groups 16,394 12 1,366
Total 34,971 14
Duncan GR Pemberian Spirulina 2% 0 Minggu
Perlakuan N Subset for alpha = .05
2 1
10 IU dan Spirulina 0 minggu 5 1,3200 5 IU dan Spirulina 0 minggu 5 1,5800
0 IU dan Spirulina 0 minggu 5 3,8000
Sig. ,731 1,000
ANOVA GR Pemberian Spirulina 2% 1 Minggu
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 3,115 2 1,557 ,547 ,593
Within Groups 34,173 12 2,848
Total 37,288 14
Duncan GR Pemberian Spirulina 2% 1 Minggu
Perlakuan N Subset for alpha = .05 5 IU dan Spirulina 1 minggu 5 3,8134 10 IU dan Spirulina 1 minggu 5 4,6600 0 IU dan Spirulina 1 minggu 5 4,8667
Sig. ,366
ANOVA GR Pemberian Spirulina 2 Minggu
Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 9,054 2 4,527 2,929 ,092
Within Groups 18,548 12 1,546
Total 27,602 14
Duncan GR Pemberian Spirulina 2% 2 Minggu
Perlakuan N Subset for alpha = .05
2 1
5 IU dan Spirulina 2 minggu 5 2,3000
0 IU dan Spirulina 2 minggu 5 3,5267 3,5267 10 IU dan Spirulina 2 minggu 5 4,1733
(2)
24
ANOVA GR Pemberian Hormon 0 IU
Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 5.013 2 2.507 .664 .533
Within Groups 45.279 12 3.773
Total 50.292 14
Duncan GR pemberian hormon 0 IU
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05 1
0 IU dan spirulina 2% 2 minggu 5 3.526680 0 IU dan spirulina 2% 0 minggu 5 3.800000 0 IU dan spirulina 2% 1 minggu 5 4.866660
Sig. .320
ANOVA GR Pemberian Hormon 5 IU
Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 12.994 2 6.497 9.625 .003
Within Groups 8.101 12 .675
Total 21.095 14
Duncan GR Pemberian Hormon 5 IU
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
5 IU dan spirulina 2% 0 minggu 5 1.580000 5 IU dan spirulina 2% 2 minggu 5 2.300000
5 IU dan spirulina 2% 1 minggu 5 3.813360
Sig. .191 1.000
ANOVA GR Pemberian Hormon 10 IU
Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 32.557 2 16.278 12.413 .001
Within Groups 15.736 12 1.311
Total 48.293 14
Duncan GR Pemberian Hormon 10 IU
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2
10 IU dan spirulina 2% 0 minggu 5 1.320000
10 IU dan spirulina 2% 2 minggu 5 4.173340 10 IU dan spirulina 2% 1 minggu 5 4.660000
(3)
25
Lampiran 6. Kandungan Spirulina
KOMPOSISI UMUM %Kelembaban 3-7
Protein 55-70
Lemak (lipid) 6-8 Karbohidrat 15-25 Mineral (Abu) 7-13
Serat 8-10
VITAMIN mg/kg
Provitamin A 2.330.000 IU/kg ß-Carotene 1400
Vitamin E 100
Thiamin B1 35 Riboflavin B2 40
Niacin B3 140
Vitamin B6 8
Vitamin B12 3,2
Inositol 640
Asam Folat 0,1
Biotin 0,05
Asam Pantotenat 1,0 Vitamin K1 22
MINERAL mg/kg
Kalsium 7000
Kromium 2,8
Tembaga 12
Zat besi 1000
Magnesium 4000
Mangan 50
Fosfor 8000
Kalium 14000
Natrium 9000
Seng 30
ASAM LEMAK g/kg
Asam Linoleat 8 Asam ɤ Linolenat 10
ZAT WARNA g/kg
Karotenoid 3,7
Klorofil 10
Fikosianin 140
ENZIM Unit/kg
(4)
26
Sumber: Vhonsak (2002) ASAM AMINO g/kg
Alanin 47
Arginin 43
Asam Aspartat 61
Sistin 6
Asam Glutamat 91
Glisin 32
Histidin 10 Isoleusin 35
Leusin 54
Lisin 29
Metionin 14 Fenilalanin 28
Prolin 27
Serin 32
Treonin 32
Triptopan 9
Tirosin 30
(5)
27
Lampiran 7. Pelet Hi Pro Vite 781-1
Analisa komposisi:
Protein
: 31
–
33 %
Lemak
: 3
–
5 %
Serat
: 4
–
6 %
Abu
: 10
–
13 %
Kadar air
: 11
–
13 %
(6)