Analisi Port Efficiency Terhadap Perdagangan Bilateral Indonesia di Kawasan ASEAN+6

ANALISIS PORT EFFICIENCY TERHADAP PERDAGANGAN
BILATERAL INDONESIA DI KAWASAN ASEAN+6

RAHAYU AISAH PRAYITNO

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Port Efficiency
Terhadap Perdagangan Bilateral Indonesia di Kawasan ASEAN+6 adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Rahayu Aisah Prayitno
NIM H14100088

ABSTRAK
RAHAYU AISAH PRAYITNO. Analisis Port Efficiency Terhadap Perdagangan
Bilateral Indonesia di Kawasan ASEAN+6. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI.
Selama periode 2007-2012 arus perdagangan Indonesia dari dan ke
negara-negara ASEAN+6 didominasi pengangkutan melalui moda transportasi
laut sehingga port efficiency dapat meningkatkan volume perdagangan Indonesia
dengan negara anggota ASEAN+6. Gravity Model data panel digunakan untuk
mengestimasi hubungan variabel port efficiency terhadap total perdagangan
bilateral Indonesia di ASEAN+6. Variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah GDP per kapita ASEAN+6, GDP per kapita Indonesia, jarak
ekonomi, port efficiency yang diproksikan dengan QPI dan connectivity serta LPI.
LPI terdiri dari keenam komponen penyusunnya yaitu, customs, logistik,
international shipment, timeliness, infrastructure, and trackingtrace. Hasil
estimasi dengan pendekatan gravity model menunjukkan bahwa variabel yang
secara signifikan berpengaruh positif pada total perdagangan Indonesia adalah

GDP per kapita Indonesia, GDP per kapita ASEAN+6, QPI, Connectivity,
Customs, Timeliness dan Infrastructure. Sedangkan variabel jarak ekonomi dan
international shipment secara signifikan berpengaruh negatif.
Kata kunci: ASEAN+6, Gravity Model, Perdagangan Bilateral, Port Efficiency

ABSTRACT
RAHAYU AISAH PRAYITNO. Port Efficiency Against Indonesian Bilateral
Trade in ASEAN+6. Supervised by TANTI NOVIANTI.
During the period 2007-2012 Indonesian trade flows from and to the
ASEAN +6 countries predominantly transported via sea transport modes so that
ports efficiency can increase the volume of trade between Indonesia and ASEAN
+6 countries. Gravity model are used to estimate the relationship of panel data
port efficiency variable against Indonesian total bilateral trade. The variables used
in this study are the per capita GDP of ASEAN +6, per capita GDP of Indonesia,
economic distance, port efficiency is proxied by QPI and connectivity and LPI.
LPI consists of six constituent components, namely, customs, infrastructure,
priced shipment, timeliness, logistik, and trackingtrace. The estimation results of
the gravity model of approach shows that the variables significantly positively
influence the trade are Indonesia's per capita GDP, per capita GDP of ASEAN +6,
QPI, Connectivity, Customs, Timeliness and Infrastructure. While the economic

distance variables and priced shipment significantly negatively influence the trade.
Keywords: ASEAN+6, port efficiency, the gravity model of bilateral trade.

ANALISIS PORT EFFICIENCY TERHADAP PERDAGANGAN
BILATERAL INDONESIA DI KAWASAN ASEAN+6

RAHAYU AISAH PRAYITNO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
perdagangan sektor jasa khususnya port efficiency, dengan judul Analisi Port
Efficiency Terhadap Perdagangan Bilateral Indonesia di Kawasan ASEAN+6.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Tanti Novianti, M. Si selaku
pembimbing, Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si dan Laily Dwi Arsiyanti, SE,
MSc selaku dosen penguji, serta seluruh dosen Departemen Ilmu Ekonomi IPB
yang telah banyak memberi pengetahuan dan masukan. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada Sendi Rita Puspasari, Puspasari Aisah Prayitno, SE.
Sekarsari Zania Prayitno, Muhammad Yurismail Prayitno dan Muhammad Fahmi
Nugraha, SE. yang telah memberi semangat dan doa tiada henti, serta temanteman IPB, khusunya Nabilah Budiharsono, S.E Hardyani Sashikirana, Tari
Anggraeni, S.KPm, Aldi Alfian, Nindya Ulfilianjani, S.E dan Yosep Andrew Tao
yang telah membantu dan memberi dukungan selama proses penulisan skripsi.
Tidak lupa terima kasih disampaikan kepada seluruh keluarga besar atas segala
doa dan dukungannya,
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun
pihak-pihak lain.


.

Bogor, Juli 2014
Rahayu Aisah Prayitno

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

7

Manfaat Penelitian

7

Ruang Lingkup Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Perdagangan Internasional


8
8

Perdagangan Bilateral : Model Gravitasi

10

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perdagangan Bilateral

10

Economies Scale in Ports

11

Quality of Port Infrastructure (QPI)

12


Logistic Performance Index (LPI)

12

Kerangka Pemikiran

15

Hipotesis

17

METODE PENELITIAN

17

Jenis dan Sumber Data

17


Analisis Gravity Model

19

Alat Analisis

20

Uji Goodness of Fit

21

Uji Asumsi Klasik

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

23


Perkembangan Perdagangan Bilateral Indonesia dengan ASEAN+6

23

Kondisi Umum Pelabuhan Indonesia di Pasar ASEAN+6

26

Sumber: Worldbank, 2014

26

Hasil Uji Klasik

29

Hasil Analisis Model Gravitasi Perdagangan Bilateral Indonesia dengan Negara
Anggota ASEAN+6
29


Hasil Analisis Port Efficiency Terhadap Total Perdagangan Bilateral Indonesia
dengan Negara Anggota ASEAN+6
31
SIMPULAN DAN SARAN

35

Simpulan

35

Saran

35

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL
Ekspor Indonesia ke ASEAN+6 Periode 2009-2012 (Miliar US$)
Bongkar Muat Barang Antar Pulau dan Luar Negeri di Pelabuhan
Indonesia Tahun 2003-2012 (Ribu ton)
Impor Indonesia Dari Negara ASEAN Periode 2004-2008 (Juta US$)
Rangkuman Metode dan Variabel dalam Penelitian Terdahulu
Total Perdagangan Indonesia-ASEAN+6 periode 2009-2013
Nilai Keenam Komponen Penyusun LPI ASEAN+6 Tahun 2014
Hasil Estimasi Model Gravitasi Perdagangan Bilateral Indonesia dengan
ASEAN+6
Hasil Estimasi QPI dan Connectivity Terhadap Total Perdagangan
Bilateral Indonesia-ASEAN+6
Hasil Estimasi Keenam Komponen Penyusun LPI Terhadap Total
Perdagangan Bilateral Indonesia-ASEAN+6

3
4
5
14
24
27
30
32
33

DAFTAR GAMBAR
Forecast GDP ASEAN dinyatakan dalam US$
Share GDP Berdasarkan Region
Harga Ekulibrium Relatif Komoditi Setelah Perdagangan pada
Analisis Keseimbangan Parsial
Hubungan Antara LPI dengan Peningkatan Aktifitas Perdagangan
Kerangka Pemikiran
Neraca Perdagangan Indonesia Menurut Negara Tujuan Tahun 2012
Logistik Performance Index (LPI) ASEAN+6 Tahun 2014
Quality of Port Infrastructure (QPI) ASEAN+6 Tahun 2013
Hubungan antara Kualitas Proses Perbatasan dengan GDP Per Kapita
(US$), purchasing power parity

1
2
9
13
16
23
26
28
31

DAFTAR LAMPIRAN
Hasil Uji Ekonometrika
Hasil Estimasi Model
Hasil Uji Klasik

39
41
44

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak terhitung tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok-Thailand telah disepakati
sebuah perjanjian yang bernama ASEAN (Association of South East Asia Nations) yang
merupakan sebuah kesepakatan yang salah satu tujuannya ialah mempercepat pertumbuhan
ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di negara-negara Asia Tenggara.
Hingga saat ini negara anggota tetap ASEAN sejumlah sepuluh negara, yakni Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand sebagai negara pendiri ASEANserta Brunei
Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja yang kemudian bergabung kedalam
ASEAN.
Berdasarkan visi ASEAN 2020 untuk mencapai bangsa-bangsa Asia Tenggara
hidup dalam perdamaian, stabilitas dan kemakmuran para pemimpin ASEAN di KTT
ASEAN ke-12 menetapkan ASEAN Community yang harus segera terbentuk pada tahun
2015. ASEAN Community terdiri dari tiga pilar, yaitu ASEAN Security Community (ASC),
ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) dan ASEAN Economic Community (AEC)
(ISEAS 2004).
ASEAN memulai visi ASEAN 2020 dengan GDP ASEAN sebesar US$ 694 milyar.
Jika ASEAN tumbuh sesuai Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 5 persen,
perekonomian ASEAN akan mencapai US$ 1 triliun pada tahun 2005 dan US$ 2 triliun
pada tahun 2020. Pada tahun 2006 ASEAN mencapai US$ 1 triliun, satu tahun lebih lambat
dari perkiraan, tetapi ASEAN melewati target US$ 2 triliun pada tahun 2011, sembilan
tahun lebih awal dari yang diantisipasi. Pada tahun 2015, ASEAN akan mencapai US$ 3
triliun dan akan semakin mendekati US$ 4 triliun pada tahun 2020. (World Economic
Outlook,2013).

Gambar 1 Forecast GDP ASEAN dinyatakan dalam US$
Sumber: IMF World Economic Outlook database, April 2013.

2
Gambar 1. menjelaskan betapa besarnya potensi bagi ASEAN untuk berkembang
lebih jauh lagi. Pada tahun 2005, proporsi ASEAN terhadap total GDP seluruh dunia sudah
mencapai 26.1 persen, keberadaan negara-negara anggota ASEAN di perekonomian dunia
telah berkembang pesat. Hal ini dapat dibuktikan dari share ekonomi ASEAN untuk total
GDP dunia yang lebih besar dari Eropa Union pada tahun 2005.

Gambar 2 Share GDP Berdasarkan Region
Sumber: World Bank, 2005

Besarnya kekuatan ASEAN mulai disadari oleh beberapa negara di dunia, hal ini
ditandakan dengan bergabungnya negara-negara seperti Australia, Cina, Jepang, Korea
Selatan, Selandia Baru serta India kedalam sebuah perjanjian integrasi ekonomi dengan
ASEAN yang dikenal dengan CEPEA (Comprehensive Economic Partnership in East
Asia). Keberadaan ASEAN+6 ini diharapkan akan memberikan keuntungan ekonomis bagi
negara anggotanya dan menambah kesiapan negara-negara ASEAN guna menghadapi AEC
pada tahun 2015 mendatang.
ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint merupakan acuan bagi ASEAN
dalam pengimplementasian perwujudan integrasi ekonomi kawasan ASEAN. AEC
Blueprint memuat empat pilar utama yang salah satunya berbunyi ASEAN sebagai pasar
tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang,
jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang bebas.
Implementasi dari Cetak-biru AEC bagi Indonesia mulai terlihat dari nilai ekspor
Indonesia ke ASEAN+6 pada periode 2009-2012 mengalami kenaikan secara bertahap, ditandai
dengan positifnya nilai trend ekspor periode 2009-2013.Negara tujuan ekspor utama dan terbesar
Indonesia di ASEAN adalah Jepang, Cina, Singapura dan Korea. Eskpor Indonesia ke negaranegara tersebut tiap tahunnya terus meningkat kecuali dengan Singapura pada tahun 2011 dari
US$ 18.4 miliar menjadi US$ 16.7 miliar pada tahun 2013. Pada hubungan ekspor Indonesia
dengan Jepang dari tahun 2009-2012 terus mengalami peningkatan yang pesat namun pada tahun
2013 terjadi penurunan sekitar US$ 3 miliar

3
Tabel 1 Ekspor Indonesia ke ASEAN+6 Periode 2009-2012 (Miliar US$)
Negara
Tujuan

Tahun

Trend
20092013
(persen)

Brunei D

2009
74.9

2010
61.0

2011
81.7

2012
81.8

2013
122.7

Kamboja

201.2

217.7

259.5

292.2

312.5

12,46

4.7

5.5

8.6

23.8

5.8

21,12

Filipina

2,405.9

3,180.7

3,699.0

3,707.6

3,816.9

11,36

Malaysia

6,811.8

9,362.3

10,995.8

11,278.3

10,666.6

11,44

Myanmar

174.8

284.2

359.5

401.6

556.4

30,50

Singapura

10,262.7

13,723.3

18,443.9

17,135.0

16,686.3

12,68

Thailand

3,233.8

4,566.6

5,896.7

6,635.1

6,061.9

17,71

Vietnam

1,454.2

1,946.2

2,354.2

2,273.7

2,400.9

12,28

Australia

3,264.2

4,244.4

5,582.5

4,905.4

4,370.5

7.56

Cina

11,499.3

15,692.6

22,941.0

21,659.5

22,601.5

18,22

Jepang

18,574.7

25,781.8

33,714.7

30,135.1

27,086.3

9,53

India

7,432.9

9,915.0

13,335.7

12,496.3

13,031.3

14,50

12,574.6

16,388.8

15,049.9

11,422.5

8,94

396.3

371.7

441.0

469.5

7,23

Laos

8,145.2
Korea
349.5
New Z
Sumber : Kemendag RI, 2014

13,67

Pada Tabel 1. terlihat pada rentang waktu 2011 hingga 2013 kondisi perdagangan
ekspor antara Indonesia dengan Singapura, Jepang, dan Korea mengalami penurunan. Hal
ini dikarenakan ekspor non migas Indonesia pada ketiga negara tersebut mengalami
penurunan meskipun terdapat peningkatan migas. Peningkatan ekspor migas sebesar
0.35persen belum dapat mengimbangi penurunan ekspor non migas yang sebesar
7.78persen (BPS, 2013), hal ini dikarenakan berlakunya UU Minerba (Mineral Bahan
Bakar) yang mengatur pelaksanaan kewajiban pemegang izin usaha pertambangan untuk
melakukan kegiatan pengolahan dan permunian dalam negeri sebelum melakukan ekspor
(Direktur Litigasi Kemenkumham, 2014).
Undang-undang Minerba diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari
perluasan lapangan kerja pada industri pertambangan. Namun, pengusaha mineral
Indonesia mengartikan UU minerba tersebut sebagai sebuah larangan ekspor sehingga
dalam proses penerapannya banyak perusahaan yang mengalami kerugian bahkan sampai
kebangkrutan. Sehingga performa ekspor Indonesia yang didominasi oleh ekspor non migas
mengalami kemunduran dari tahun sebelumnya.
Asean Economic Community (AEC) tidak saja menghadirkan manfaat bagi
Indonesia, melainkan turut serta memberikan tantangan sebagai konsekuensi dari
diterapkannya ketentuan arus barang dan jasa bebas. Dalam rangka meningkatkan daya
saing ekspor dan mendorong integrasi ekonomi ASEAN menuju pasar tunggal untuk
barang, jasa dan investasi, diperlukan mekanisme perdagangan yang efisien dan fasilitas
perdagangan yang memenuhi standar internasional. Liberalisasi jasa ialah salah satu bentuk

4
antisipasi yang bertujuan untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa di antara negaranegara ASEAN yang dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam ASEAN Framework
Agreement on Service (AFAS).
Sejak disepakatinya AFAS hingga tahun 2009, Indonesia telah membuka
perdagangan jasanya sesuai persyaratan thresholds dan target 2009 sebanyak 83 sub-sektor
jasa yang meliputi jasa bisnis, jasa komunikasi, jasa kontruksi, dan jasa transportasi. Hal ini
menandakan sektor jasa Indonesia sudah lebih terbuka, hambatan perdagangan telah
berkurang sehingga performa dari sektor jasa khususnya sektor transportasi laut Indonesia
kian membaik. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kegiatan bongkar muat di pelabuhan
Indonesia baik antar pulau maupun luar negeri.

Tabel 2 Bongkar Muat Barang Antar Pulau dan Luar Negeri di Pelabuhan Indonesia Tahun
2003-2012 (Ribu ton)
Tahun
Antar Pulau

Muat
Luar Negeri

Bongkar
Antar
Pulau

2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

127.3
129.8
150.3
123.1
161.1
170.9
242.1
182.5
238.9
312.6

153.4
149.1
160.7
145.9
218.7
145.1
223.5
233.2
376.7
488.3

178.1
171.4
162.5
151.4
165.6
243.3
249.0
221.7
284.3
327.7

Luar
Negeri
69.6
56.9
50.4
45.2
55.3
44.9
61.2
65.6
78.8
69.6

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012

Dilihat dari Tabel 2, terlihat aktivitas pelabuhan di Indonesia sangatlah aktif dalam
rentang waktu 2003 sampai 2012. Kegiatan bongkar muat barang yang dilakukan di
pelabuhan mengalami fluktuasi seperti pada kegiatan muat antar pulau pada dari tahun
2006 hingga 2009 yang mengalami peningkatan namun pada tahun 2010 terjadi penurunan
sebesar 59 juta ton. Hal ini dikarenakan Indonesia masih dalam tahap penyesuaian atas
sistem baru di bidang perdagangan jasa, namun pada tahun 2011 kegiatan bongkar muat
kembali mengalami peningkatan hingga tahun 2012.
Ferdinan (2000) menjelaskan bahwa pelabuhan sesuai dengan fungsinya yaitu
sebagai titik atau terminal perpindahan barang dari moda darat ke laut atau sebaliknya
(Interface), sebagai salah satu mata rantai dalam proses transportasi mula dari tempat asal
barang sampai ke tujuan (Link), sebagai pintu gerbang suatu daerah/negara (Gateway) dan
mempunyai sifat yang dinamis sehingga dapat menyediakan berbagai fasilitas termasuk
zona industri di lingkungan pengembangan pelabuhan (Industrial Entity).
Mengingat pentingnya peranan pelabuhan terhadap perdagangan Indonesia, kajian
mengenai efisiensi kinerja pelabuhan menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Dalam
rangka mengembangkan performa pelabuhan, diperlukan program yang terarah dan tepat
untuk meningkatkan port efficiency Indonesia. Pelabuhan sangat menentukan baik dalam

5
pembentukan harga jual di dalam negeri maupun luar negeri. Analisis untuk melihat berapa
besar pengaruh port efficiency terhadap perdagangan bilateral Indonesia dapat membantu
untuk menentukan kebijakan yang dapat meningkatkan total perdagangan bilateral
Indonesia.

Perumusan Masalah
Memasuki awal abad ke-21, kerjasama antar negara-negara di kawasan ASEAN
telah mencapai tahap integrasi, khususnya dalam bidang ekonomi. Perdagangan yang lebih
liberal menjadi tujuan hampir sebagian besar negara di dunia, dengan harapan liberalisasi
dapat meningkatkan volume dan nilai perdagangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Saat ini Indonesia sedang melakukan proses liberalisasi
perdagangan yang lebih komprehensif melalui Comprehensive Economic Partnership in
East Asia (CEPEA). Kesepakatan CEPEA ini melibatkan negara-negara di kawasan
ASEAN, Australia, India, Jepang, Korea, Selandia Baru, dan Cina. Kesepakatan CEPEA
berdampak pada peningkatan volume impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6.

Tabel 3 Impor Indonesia Dari Negara ASEAN Periode 2004-2008 (Juta US$)
Negara
Asal
Brunei D
Kamboja
Laos
Filipina
Malaysia
Myanmar
Singapura
Thailand
Vietnam
Australia
Cina
Jepang
India
Korea
New
Zealand

2009
639.6

2010
666.2

Tahun
2011
1,018.4

2012
419.8

2013
645.4

Trend 20092013
(persen)
-4,34

3.4

4.8

8.0

11.6

17.8

52,37

0.4
544.0
5,688.4
29.1

0.6
706.2
8,648.7
31.8

1.3
852.4
10,404.9
71.3

3.3
799.8
12,243.5
63.5

7.5
777.4
13,322.5
73.1

108,94
8,74
22,75
28,88

15.550.4

20,240.8

25,964.7

16,087.3

25,581.5

13,311

4,612.9
0.4
3,436.0
14,002.2
9,843.7
2,209.4
4,742.3

7,470.7
0.4
4,099.0
20,424.2
16,965.8
3,294.8
7,703.0

10,405.1
0.8
5,177.1
26,212.2
19,436.6
4,322.0
12,999.7

11,438.5
1.0
5,297.6
29,385.8
22,767.8
4,305.6
11,970.4

10,703.1
0.7
5,038.2
29,849.5
19,384.6
3,964.0
11,592.6

23,488
21,03
10,76
20,66
17,81
15,45
24,96

556.8

726.9

729.2

696.2

806.0

7,21

Sumber : Kemendag RI, 2014

6
Total peningkatan impor Indonesia dari ASEAN+6 meingkat lebih dari 130 persen,
yakni dari US$ 90 juta pada tahun 2010 menjadi US$ 121 juta pada tahun 2013. Nilai
impor yang mengalami peningkatan paling mencolok ialah impor Indonesia dari Singapura,
Cina, Jepang dan Korea yang megalami peningkatan lebih dari 100 persen. Dapat dilihat
dari Tabel 3. Impor Indonesia dari Singapura terus meningkat kecuali pada tahun 2011
terjadi penurunan sebesar 7 miliar US$ namun, pada tahun selanjutnya mengalami kenaikan
kembali sebesar 7 miliar US$.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah
perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute
perdagangan dunia. Letak Indonesia yang berada dalam jalur pelayaran internasional
menjadikan Indonesia dilalui oleh kapal-kapal yang melintas dari berbagai belahan dunia.
Kondisi ini akan sangat menguntungkan bagi Indonesia jika saja pelabuhan-pelabuhan yang
ada berkinerja dengan baik.
Pelabuhan memegang peranan penting dalam arus perdagangan Indonesia dan dunia.
Volume ekspor-impor Indonesia dari negara-negara ASEAN+6 melalui moda transportasi
laut selama periode 2007-2011 mencapai 45.52 persen dari total ekpor-impor Indonesia.
(BPS, 2012). Hal ini menandakan moda transportasi laut menjadi pilihan utama bagi para
eksportir dan importir dalam menjalankan transaksi dagangnya. Dominasi jasa angkutan
laut juga terjadi pada perdagangan tingkat internasional. Menurut survei UNCTAD (2012),
kontribusi moda trasnportasi laut dalam perdagangan internasional sebesar 77 persen,
transportasi darat sebesar 16 persen, perpipaan sebesar 6.7 persen dan transportasi udara
sebesar 0.3 persen.
Dari 148 negara, menurut Global Competitiveness Report 2013-2014, kualitas
pelabuhan Indonesia berada pada urutan ke-89. Posisi Indonesia masih kalah jauh dari
Singapura yang berada pada peringkat ke-2 dan Malaysia pada peringkat ke-24. Hal ini
dikarenakan kualitas infrastruktur pelabuhan di Indonesia masih dibawah standar,
produktivitas bongkar muat yang rendah, kondisi kongesti yang tidak layak dan pengurusan
dokumen kepabeanan yang lama. Sehingga kualitas pelabuhan di Indonesia hanya bernilai
3.9 jauh dibawah Malaysia yang nilainya 5.4 dan Singapura 6.8.
Dari segi jumlah pelabuhan dibandingkan dengan negara kepulauan di dunia seperti
Jepang dan Filipina, jumlah pelabuhan di Indonesia masih relatif kecil. Rasio pelabuhan
Indonesia terhadap luas wilayah Indonesia adalah 2.93 km²/pelabuhan, sedangkan Jepang
0.34 km²/pelabuhan dan Filipina 0.46 km²/pelabuhan. Selama ini, 80-90 persen kegiatan
ekspor-impor Indonesia harus melalui pelabuhan di negara lain. Untuk keperluan eksporimpor, kapal-kapal asing memilih untuk berlabuh di Singapura dan Malaysia. Hingga kini,
masih ada 4 juta Twenty Foot Equivalent Unit lebih kontainer dari dan ke Indonesia yang
harus melalui pelabuhan Singapura (Kementerian Perhubungan RI, 2014).
Berdasarkan penjabaran tersebut, perumusan masalah yang dianalisis dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kondisi umum perdagangan bilateral Indonesia dengan negara-negara
ASEAN+6?
2. Bagaimana pengaruh port efficiency terhadap perdagangan bilateral Indonesia
dengan negara-negara ASEAN+6?

7
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian
ini adalah :
1. Mendeskripsikan kondisi umum perdagangan bilateral Indonesia dengan negaranegara ASEAN+6.
2. Menganalisi pengaruh port efficiency terhadap perdagangan bilateral IndonesaASEAN+6 dalam rangka menuju AEC 2015.

Manfaat Penelitian
1.

2.
3.
4.

Manfaat dalam penelitian ini yaitu:
Bagi pemerintah atau instansi diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan
pertimbangan baik dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan terkait
dengan kinerja pelabuhan.
Bagi pengusaha atau eksportir yang menggunakan jasa transportasi laut diharapkan
dapat menjadi sumber informasi dalam meningkatkan kinerjanya.
Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan dalam
penelitian-penelitian selanjutnya.
Bagi penulis diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan ilmu
pengetahuan.

Ruang Lingkup Penelitian
1.

2.

3.

4.

5.

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini ialah :
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh dari port efficiency terhadap
perdagangan bilateral Indonesia dengan negara-negara ASEAN+6. Indikator port
efficiency yang digunakan ialah keenam komponen LPI (Logistic Performance
Index) dan QPI (Quality of Port Infrastructure) serta connectivity.
Keenam komponen LPI ialah The Efficiency of Customs and border management
clearance, The Quality of Trade and Transport Infrastructure, The Ease of
Arranging Competitively International Shipments, Quality of Logistik Services,
Ability to Tracking and Traceconsignments, The Frequency With Shipments reach
Consignees With Scheduled or Expected Delivery Times.
Periode 2007-2012 dipilih dalam penelitian ini dikarenakan selama rentang waktu
tersebut performa transaksi perdagangan melalui moda transportasi laut jauh
melampaui moda transportasi lainnya.
Perdagangan bilateral antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN+6 yang
diproksikan dengan keenam komponen LPI menggunakan data tahun 2007, 2010
dan 2012, karena data LPI diperbaharui setiap 2 tahun sekali. Sementara QPI dan
connectivity menggunakan data tahunan dari 2007-2012.
Tidak semua negara anggota ASEAN+6 diikutsertakan dalam penelitian ini, karena
keterbatasan data yang ada. Namun kedua belas negara dirasa sudah cukup untuk
mewakilkan ASEAN+6 secara keseluruhan, keduabelas negara yang dijadikan
obejek penelitian ialah Malaysia, Singapura, Filipna, Kamboja, Vietnam, Thailand,
India, Australia, Cina, Korea, Jepang, dan New Zealand.

8

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan Internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek
ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang
ataupun jasa-jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri
dari warga negara biasa, perusahan ekspor, perusahan impor, perusahaan industri,
perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca
perdagangan. Setiap negara yang terlibat dalam hubungan dagang antarnegara akan
terdorong untuk melakukan spesialisai produksi dan ekspor komoditi tertentu yang
memiliki keunggulan sehingga masing-masing negara akan fokus pada keahlian atau
keunggulannya. Hal ini mengakibatkan output dunia akan menjadi lebih besar dan setiap
negara yang terlibat akan memperoleh keuntungan. Kegiatan perdagangan yang dilakukan
membuat negara-negara tersebut mengkonsumsi komoditi dalam jumlah yang lebih besar
dibandingkan ketika kondisi tanpa perdagangan.
Teori perdagangan internasional teori keunggulan absolute (absolute advantage),
menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolute
dari masing-masing negara. Jika sebuah negara lebih efisien (memiliki keunggulan absolut)
dibandingkan negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien
(memiliki keunggulan absolute) daripada negara laIn dalam memproduksi komoditi lainnya,
maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan bila melakukan spesialisasi
dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarnya dengan
komoditi lain yang memiliki kerugian absolut (Salvatore, 1997).
David Ricardo (1772-1823) dalam buku Teori Perdagangan Internasional dan
Aplikasinya di Indonesia, melakukan penyempurnaan teori keunggulan absolute dari Adam
Smith melalui teori keunggulan komparatif. Menurut teori keunggulan komparatif,
meskipun sebuah negara kurang efisien dalam memproduksi kedua komoditi dibandingkan
negara lain, negara tersebut masih tetap dapat melakukan perdagangan yang
menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisi dalam
memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki keuntungan absolute dan
mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut.
Teori Hecksher-Ohlin (H-O) seringkali disebut sebagai teori kepemilikan faktor
(factor endowment theory) atau teori proporsi faktor (factor propositions theory) yang
menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih
banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara tersebut, dan
dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan
sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997). Gambar 3.
memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi relatif ekuilibrium dengan adanya
perdagangan ditinjau dari analisis keseimbangan parsial. Kurva Dx dan kurva Sx dalam
panel A dan C masing-masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran
untuk komoditi X di harga Negara 1 dan Negara 2. Sumbu vertical pada ketiga panel
tersebut mengukur harga-harga relatif untuk komoditi X (Px/Py) atau dengan kata lain
jumlah komoditi Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka memproduksi
satu unit tambahan komditi X. Sedangkan sumbu horizontalnya mengukur kuantitas
komoditi X.

9

Gambar 3 Harga Ekulibrium Relatif Komoditi Setelah Perdagangan pada
Analisis Keseimbangan Parsial
Sumber : Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia, 2009

Gambar 3. diatas adalah ketiga panel yang menjelaskan tentang proses terbentuknya
harga ekulibrium di pasar internasional setelah terjadinya perdagangan antar kedua negara.
Secara spesifik, Panel A memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P1, kuantitas
komoditi X yang ditawarkan (QDx) oleh konsumen di negara 1 sehingga negara ini tidak
akan mengekspor komoditi X sama sekali. Hal tersebut memunculkan titik A* pada kurva S
pada panel B yang merupakan kurva penawaran ekspor negara 1. Panel A juga
memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P2, maka akan terjadi kelebihan
penawaran (QSx) apabila dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk komoditi X (QDx),
dan kelebihan itu sebesar BE. Kuantitas BE itu merupakan kuantitas komoditi X yang akan
diekspor oleh negara 1 pada harga relatif P2. BE sama dengan B*E* dalam panel B, dan
disitulah terletak titik E* yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor komoditi X
dari negara 1.
Sementara itu, panel C menggambarkan bahwa berdasarkan pada harga relatif P3,
maka penawaran dan permintaan untuk komoditi X akan sama besarnya, sehingga negara 2
tidak akan mengimpor komoditi X sama sekali. Hal tersebut dilambangkan oleh titik A’
yang terletak pada kurva permintaan impor komoditi X di negara 2 yang berada di panel C.
Panel C juga menunjukkan bahwa terdapat kelebihan permintaan pada harga relatif P2,
kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditi X yang akan diimpor oleh negara 2
berdasarkan harga relatif P2 dimana jumlah tersebut sama dengan B*E* pada panel B yang
menjadi kedudukan titik E*.
Berdasarkan harga relatif P2, kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2
(B’E’ dalam panel C) sama dengan kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan oleh
negara 1 (BE dalam panel A). Hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D
dan kurva S setelah komoditi X diperdagangakan diantara kedua negara. Dengan demikian
P2 merupakan harga relatif ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional
berlangsung. Karena P2 lebih tinggi dibandingkan P1 sehingga negara 1 memperoleh
keuntungan dari selisih harga P2 dan P1. Sementara untuk negara 2, P2 merupakan harga
yang lebih murah dibandingkan P3, sehingga negara 2 memperoleh keuntungan sebesar
selisih P3 dan P2.

10
Perdagangan Bilateral : Model Gravitasi
Model gravitasi (Gravity Model) merupakan suatu model untuk mengukur arus
perdagangan antardaerah atau negara secara makro. Model gravitasi yang dikembangkan
oleh Tinbergen (1962) dan Linnemann (1966) menunjukkan bahwa perdagangan mengikuti
prinsip-prinsip fisik dari gravitasi. Prinsip ini menjelaskan pertentangan dua kekuatan
dalam menentukan volume perdagangan bilateral antara dua negara melalui : (1) tingkat
aktivitas dan pendapatan ekonomi, dan (2) tingkat hambatan perdagangan. Hambatan
perdagangan dalam model gravitasi adalah : (1) jarak, (2) tarif, (3) hambatan non-tarif, dan
(4) informasi.
Dalam analisis ekonometrik, model gravitasi (Head, 2003) diturunkan dari
persamaan sebagai berikut :

Dimana Mij adalah arus perdagangan bilateral antara dua negara, K adalah konstanta
gravitasi, Y adalah GDP negara i dan j, dan Dij adalah jarak geografis antara negara i dan j.
Jarak geografis adalah variabel yang umum digunakan dalam analisis
perdagagangan dengan menggunakan model gravitasi. Head (2003) menjelaskan bahwa
jarak geografis mempengaruhi perdagangan karena:
a. Jarak geografis merupakan pendekatan untuk biaya transportasi. Secara umum,
semakin besar jarak antara dua lokasi maka semakin besar biaya yang diperlukan
untuk mengangkut komoditi perdagangan.
b. Jarak mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk mendistribusikan barang. Untuk
barang yang bersifat perishable, kemungkinan sampainya barang dalam keadaan
utuh berbanding terbalik dengan waktu pegiriman. Perishability dapat berlaku pada
barang: (1) organik yang mudah busuk, (2) rentan resiko kerusakan karena cuaca,
(3) salah penanganan distribusi, atau (4) rentan resiko hilangnya pasar karena calon
pembeli tiba-tiba tidak mau atau tidak mampu membeli barang yang bersangkutan.
c. Jarak juga dikaitkan dengan opportunity cost untuk melakukan perjanjian dagang
dan membina rasa saling percaya.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perdagangan Bilateral
Model gravitasi menjelaskan mengenai perdagangan bilateral antara dua negara
sebagai fungsi dari ukuran pasar kedua negara dan hambatan dalam perdagangan bilateral.
Proksi yang biasa digunakan untuk ukuran pasar adalah GDP. Sedangkan hambatan
perdagangan bilateral antara kedua negara dijabarkan melalui: (1) biaya transportasi, (2)
biaya informasi yang diproksikan dengan bahasa, (3) hambatan tarif, (4) hambatan non-tarif
yang dapat diukur dengan tingkat keterbukaan suatu negara dalam globalisasi.
Biaya transportasi perpindahan produk dari satu negara ke negara lain terdiri dari
tiga tahap yaitu biaya shipping (biaya selama perjalanan dalam kapal), biaya di pelabuhan
(biaya angkut dari kapal menuju dermaga, pergudangan sementara, tenaga kerja bantu
manusia, dan lain-lain), serta biaya dari pelabuhan menuju pasar. Beberapa studi telah
melakukan penelitian mengenai pengaruh jarak terhadap perdagangan bilateral melalui
model gravitasi. Penelitian Zaroso et al. (2004) menunjukkan bahwa jarak juga merupakan
proksi yang baik untuk biaya transportasi. Semakin jauh jarak maka akan meningkatkan

11
biaya transportasi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan penggunaan input seperti bahan
bakar, tenaga kerja, dan lain-lain.
Selain jarak, Limao et al. (2000) menunjukkan bahwa infrastruktur merupakan
determinan yang penting untuk biaya transportasi. Kenaikan kualitas infrastruktur dapat
menurunkan biaya transportasi. Penurunan biaya transportasi ini menyebabkan peningkatan
volume perdagangan bilateral. Beberapa proksi yang digunakan untuk infrastruktur adalah
ketersediaan jalan menuju pusat kota, ketersediaan listrik dan lain-lain. Selain biaya
transportasi, hambatan perdagangan lainnya adalah tarif. Tarif adalah pembebanan pajak
atau custom duties terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara. Tarif
digolongkan menjadi:
a. Bea ekspor (export duties) yaitu bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut ke
negara lain. Selain itu, bea ekspor merupakan pajak untuk barang-barang yang keluar
dari custom area suatu negara. Custom area adalah daerah bebas bea pabean, batasnya
biasanya sama dengan batas wilayah suatu negara.
b. Bea transito (transit duties) adalah bea yang dikenakan terhadap barang yang melalui
wilayah suatu negara yang bukan merupakan tujuan akhir.
c. Bea impor (impor duties) adalah bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkur
dari negara lain. Selain itu, bea impor merupakan pajak untuk barang-barang yang
masuk ke custom area suatu negara.
Tarif dapat menyebabkan ekspor-impor berkurang. Impor berkurang karena harga
barang yang diimpor meningkat diatas harga keseimbangan. Peningkatan harga ini
menurunkan permintaan konsumen. Sedangkan untuk ekspor, tarif menyebabkan harga
barang yang diekspor mahal dan tidak kompetitif untuk dijual di pasar internasional. Hal ini
menyebabkan produksi barang ekspor di negara asal menurun.

Economies Scale in Ports
Banyaknya penggunaan jasa sebuah pelabuhan tidak hanya merefleksikan besaran
biaya jasa pelabuhan, melainkan juga lebel dari jasa pelabuhan itu sendiri. Misalnya
terdapat beberapa pelabuhan yang mudah diakses oleh kapal tetapi jauh dari pasar.
Sebaliknya, terdapat pelabuhan yang dekat dengan pasar, namun akses untuk berlabuh
sangat sulit. Oleh karena itu, pemilihan lokasi pelabuhan pun harus dilakukan secara
optimal.
Pemilihan lokasi pelabuhan yang optimal dapat dilakukan hanya pada tahap
perencanaan. Namun, pelabuhan-pelabuhan yang ada sekarang ini merupakan pelabuhan
yang dibangun pada masa lalu. Pelabuhan ini kemungkinan tidak melalui pemilihan lokasi
yang optimal. Keadaan yang tidak optimal ini dapat menyebabkan kenaikan harga dari
penyediaan jasa pelabuhan. Hal ini digambarkan melalui ilustrasi dibawah ini.
Pelabuhan dengan posisi optimal akan mengalami permintaan jasa yang tinggi.
Tingginya permintaan jasa ini akan mengurangi biaya per unit penyediaan jasa pelabuhan.
Sedangkan, permintaan pelabuhan dengan posisi yang tidak optimal akan mengalami
penurunan. Sedikitnya permintaan ini akan berdampak pada kenaikan biaya per unit
penyediaan jasa pelabuhan. Port authority dapat melakukan dua hal, yaitu : (1) mengurangi
jasa pelabuhan seperti mengurangi jumlah tenaga kerja pelabuhan, dan (2) menaikkan harga
jasa pelayanan pelabuhan.
Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa biaya per unit penyediaan jasa pelabuhan
bergantung pada permintaan jasa pelabuhan. Kerugian dari lokasi yang tidak optimal dapat

12
diimbangi dengan economies of scale dari pelayanan jasa pelabuhan. Economies of scale ini
dapat dilakukan melalui efisiensi penggunaan peralatan pelabuhan, jasa tenaga kerja dan
fasilitas berlabuh bagi kapal besar.

Quality of Port Infrastructure (QPI)
QPI mengukur presepsi pelaku bisnis terhadap fasilitas pelabuhan di suatu negara.
Data survey berasal dari World Economic Forum’s Executive Opinion Survey yang
melibatkan 13.000 responden, 150 institusi di 133 negara. Data dikoleksi secara online dan
melalui wawancara secara personal. Sampel yang diambil mengikuti dual stratification
sesuai dengan ukuran perusahaan dan sektor usaha perusahaan yang setiap kelasnya
memiliki bobot berbeda-beda. Rentang nilai QPI adalah dari satu (kondisi infrastruktur
pelabuhan extremely underdeveloped) dan tujuh (kondisi infrastruktur pelabuhan efisien
sesuai dengan standar internasional). Bagi negara landlocked, responden akan diberi
pertanyaan mengenai seberapa mudah fasilitas pelabuhan dicapai dengan rentang nilai satu
(extremely inaccessible) dan tujuh (extremely accessible). Sumber data untuk Quality of
Port Infrastructure diperoleh dari World Development Indikatortahun 2009 yang
diterbitkan oleh World Bank.

Logistic Performance Index (LPI)
LPI (Logistic Performance Index) merupakan indikator untuk membantu negaranegara dalam mengidentifikasikan tantangan dan peluang yang mereka hadapi di bidang
logistik. LPI terbagi menjadi dua, yakni LPI domestic dan LPI internasional. LPI domestik
ialah suatu indeks yang menjelaskan bagaimana kualitas performa logistik suatu negara
secara domestik. Adapun informasi yang terkait mengenai LPI domestik ialah lingkungan
logistik inti, lembaga, waktu kinerja dan biaya suatu negara.
Sedangkan LPI Internasional adalah indeks logistik suatu negara yang dihasilkan
dari evaluasi secara kualitatif terhadap negara-negara didunia dengan mitra dagangnya.
Data LPI diperoleh berdasarkan survei terhadap 160 negara. Kualitas fasilitas perdagangan
dan transportasi merupakan hal penting bagi suatu negara untuk dapat bersaing dalam pasar
internasional. Kecepatan dalam memindahkan barang dari suatu negara ke negara lain
dengan biaya yag rendah dibutuhkan oleh setiap eksportir-importir. LPI diterbitkan oleh
World Bank yang hasilnya menunjukkan bahwa LPI mempunyai keterkaitan dengan
peningkatan aktifitas perdagangan serta diversifikasi ekspor. Gambar 4. menunjukkan
hubungan antara LPI dengan peningkatan aktifitas perdagangan.
Dari Gambar 4. diketahui bahwa LPI mempunyai hubungan positif terhadap
aktivitas perdagangan. Semakin tinggi peringkat LPI suatu negara maka akan semakin
tinggi aktivitas perdagangan negara tersebut, dikarenakan semakin baiknya sebuah
performa logistik terkait perdagangan dan transportasi suatu negara. Nilai LPI Internasional
tersusun atas berbagai informasi yang mendetail terkait logistik, institusi, waktu dan biaya.
Keenam komponen yang menyusun nilai LPI Internasional tersebut adalah:
1. The Efficiency of Customs and border management clearance (Customs)
2. The Quality of Trade and Transport Infrastructure(Infrastructure)
3. The Ease of Arranging Competitively International Shipments (international
shipments)

13
4. Quality of Logistik Services
5. Ability to Tracking and Traceconsignments
6. The Frequency With Shipments reach Consignees With Scheduled or Expected
Delivery Times (Timeliness)

Sumber: Logistik Performance Survey Data 2009 dan International Finance Corporation 2010

Gambar 4 Hubungan Antara LPI dengan Peningkatan Aktifitas Perdagangan

Pendekatan gravity model digunakan untuk menganalisis perdagangan bilateral
suatu negara dengan negara lain. GDP per kapita negara pengekspor dan pengimpor
umumnya berpengaruh positif bagi perdagangan suatu negara. Meningkatnya GDP per
kapita negara pengekspor akan meningkatkan kemampuannya dalam memproduksi suatu
komoditi dan secara langsung akan meningkatkan jumlah penawaran ekspor negara tersebut.
Sedangkan peningkatan GDP per kapita negara pengimpor akan meningkatkan konsumsi
negara tersebut, sehingga dengan demikian akan meningkatkan permintaan impor negara
tersebut. (Fitzsimons, 1999)
Jarak berpengaruh negatif pada biaya transportasi dalam perdagangan. Semakin
besar jarak yang terbentang antara satu negara dengan negara lainnya akan meningkatkan
biaya transportasi yang harus dikeluarkan seperti penggunaan input bahan bakar minyak
yang semakin besar. Jarak yang digunakan dalam penelitan ini adalah jarak ekonomi. Jarak
ekonomi telah digunakan oleh beberapa penelitian terdahulu, seperti Alejandro et al. (2010).
Penggunaan jarak ekonomi dalam model ialah untuk melihat pengaruh jarak terhadap aliran
perdagangan, jika menggunakan jarak geografis saja akan terdapat pelanggaran asumsi
klasik dikarenakan jarak geografis antar negara tidak berubah atau konstan.
Kualitas pelabuhan merupakan salah satu faktor penting yag menentukan kelancaran
pengangkutan barang dan jasa yang akan diperdagangkan. Menurut Wilson et al. (2003)
perbaikan kualitas pelabuhan secara signifikan berpengaruh positif terhadap perdagangan,
baik ekspor maupun impor. Clark et al. (2004) melakukan penelitian mengenai faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pelabuhan dan menganalisis pengaruh dari
kinerja pelabuhan terhadap biaya transportasi di Amerika Serikat. Hasil penelitian Clark et
al ialah dengan meningkatkan efisiensi kinerja pelabuhan dari 25 persen menjadi 75 persen
dapat mengurangi biaya shipping sebesar 12 persen yang secara langsung dapat
meningkatkan perdagangan bilateral sekitar 25 persen.

14
Port efficiency dapat diukur dengan menggunakan variabel lain yakni, QPI dan LPI,
seperti penelitian yang dilakukan oleh Achmad, 2011. Hasil penelitiannya dengan
menggunakan model gravitasi ialah port efficiency berpengaruh positif terhadap total
perdagangan bilateral Indonesia dengan Uni Eropa. Kualitas infrastruktur pelabuhan,
kualitas logistik pelabuhan, dan ketepatan waktu pengiriman barang merupakan komponen
port efficiency yang berpengaruh signifikan positif.

Tabel 4 Rangkuman Metode dan Variabel dalam Penelitian Terdahulu
Judul Penelitian,Penerbit,
Nama Peneliti dan
Tahun Penelitian
Shipping Cost, Manufactured
Export and Economic Growth
Oleh:
Radelet S dan Sachs J (1998)

Metode
Anaisis

Trade and Transport
Facilitation
Oleh:
Raven J (200)

Gravity Model

- Port Efficiency (+)
- Border Prosses (+)
- Shipping Services (+)
- Distance (-)

Maritime Transportation
Cost and Port Efficiency
Oleh:
Ximena Clark, David Dollar
dan Alejandro Micco (2001)

Data Panel

- Jarak (-)
- Weight value (+)
- Price Fixing
- Agreement (+)
- Port Efficiency (-)

Port Efficiency and International
Trade
Oleh:
Ricardo J Sanchez, jan Hoffmann,
Alejandro Micco (2003)

Gravity Model

- Impor AS (+)
- Biaya Impor (-)
- Produk
- Biaya Impor (-)

Port Efficiency, Maritime
Transport Cost, and
Bilateral Trade
Oleh:
Xnema Clark, David Dollar,
Alejandro Micco (2004)

Data Panel

- Jarak (-)
- Shipping Cost (-)
- Handling Cost (-)
- Organized Crime(+)
- Infrastructure (+)

Port Privatization, Efficiency
And competitiveness: Some
Empirical Evidence From
Container Ports (terminal)
Oleh:
Jose Tongzon, Wu Heng (2005)

Data Panel

- Sektor Privat (+)
- port competitiveness
(+)
- policy implications
(+)
- port authorities (+)

Gravity Model

Variabel yang
Digunakan dan
Hasil Estimasi
- Shipping Cost (-)
- Manufactured Export
(+)
- Handling Cost (-)

15
(Lanjutan Tabel 4)
Judul Penelitian,Penerbit,
Nama Peneliti dan
Tahun Penelitian
Infrastructure and Trade
Oleh:
Nordas, Hi,degunn Kyvik,
Piermartini, Roberta
Diterbitkan oleh:
WTO (2009)
Pengaruh Port Efficiency
Bilateral Indonesia-Uni Eropa
Pendekatan Model Gravitasi
Oleh:
Fandi Achmad (2011)

Metode
Anaisis
Gravity Model

Gravity Model

Variabel yang
Digunakan dan
Hasil Estimasi
- Tarif (-)
- Kualitas
Infrastruktur (+)
- Efisiensi pelabuhan
(+)
- Timeliness (+)
- Connectivity (+)
- Burden (-)
- GDP Uni Eropa (+)
- Customs (+)
- Infrastructure (+)
- International
Shipment (+)
- Timeliness (+)

Penelitian ini menggunakan indikator QPI dan keenam komponen LPI sebagai proksi
dari port efficiency sebagaimana penelitian Achmad, 2011 terdahulu untuk melihat
bagaimana pengaruh port efficiency terhadap perdagangan bilateral Indonesia dan
ASEAN+6. Namun dalam penelitian ini, proksi LPI tidak menggunakan komponen LPI
domestik yang hanya menjelaskan bagaimana performa dari logistik suatu negara saja,
melainkan menggunakan LPI Internasional yang penilaiannya dilakukan secara kualitatif
dan kuantitatif mencakup informasi rinci tentang lingkungan logistik inti, lembaga, waktu
kinerja dan biaya dari suatu negara dengan negara mitra dagangnya.
LPI Internasional terdiri dari enam komponen, yakni Customs, Infrastructure,
International Shipments, Logistik Services, Trackingtrace, dan Timeliness. Dalam
penelitian ini juga dijelaskan bagaimana perkembangan pelabuhan setiap negara anggota
ASEAN+6 untuk melihat perbandingan kualitas pelabuhan antar negara.

Kerangka Pemikiran
Berdasarkan penelitian terdahulu, analisis pengaruh port efficiency terhadap total
perdagangan bilateral Indonesia dan ASEAN+6 dilakukan dengan pendekatan model
gravitasi, variabel bebas yang selalu digunakan dalam permodelan adalah GDP per kapita
Indonesia, GDP per kapita Negara ASEAN+6, dan jarak ekonomi, hal ini menunjukkan
bahwa ketiga variabel tersebut merupakan faktor utama yang memengaruhi perdagangan
bilateral Indonesia dengan ASEAN+6. Faktor lain yang memengaruhi perdagangan
bilateral Indonesia dengan ASEAN+6 adalah port efficiency yang diproksikan dengan
variabel QPI, connectivity dan LPI beserta keenam komponennya, yakni The Efficiency of
Customs and border management clearance (Customs), The Quality of Trade and

16
Transport Infrastructure(Infrastructure), The Ease of Arranging Competitively
International Shipments (International Shipments), Quality of Logistic Services, Ability to
Tracking and Traceconsignments, The Frequency With Shipments reach Consignees With
Scheduled or Expected Delivery Times (Timeliness)
Penelitian ini menggunakan estimasi model panel statis untuk melihat bagaimana
pengaruh dari port efficiency terhadap perdagangan bilateral Indonesia dan negara-negara
anggota ASEAN+6. Hasil estimasi dari model panel statis dijadikan sebagai rujukan ilmiah
untuk usulan alternatif kebijakan bagi pemerintah guna meningkatkan perdagangan bilateral
Indonesia. Penelitian-penelitian terdahulu dalam Tabel 4. menjadi rujukan untuk
penyusunan kerangka pemikiran dalam penelitian ini. Kerangka pemikiran yang digunakan
disajikan pada Gambar 5.

ASEAN ECONOMICS COMMUNITY
2015
ASEAN+6
Indonesia, Malaysia, Singapura, Kamboja, Thailand,
Vietnam, Brunei Darussalam, Filipina, Laos, Myanmar, India,
Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Jepang

Liberalisasi Perdagangan Barang dan Jasa
PORT EFFICIENCY

QPI (Quality of Port
Infrastructure) dan
Connectivity

LPI (Logistik Performance
Index) :
Customs, Infrastructure,
international Shipments, Logistik
Services, Trackingtrace, dan Timeliness

Estimasi Model Panel Statis

Alternatif Kebijakan

Gambar 5 Kerangka Pemikiran

17
Gambar 5. menunjukkan kerangka pemikiran yang mencakup variabel-variabel
yang dianalisis serta alat analisis yang digunakan. Sejak tercetusnya AEC 2015 seluruh
negara anggota ASEAN mempersiapkan diri dengan meningkatkan kerjasama antar negara
anggota melalui berbagai liberalisasi dan kerjasama khususnya di bidang ekonomi.
Pengaruh liberasasi mendorong pertumbuhan pada sektor jasa transportasi, terutama jasa
pelabuhan. Efisiensi kinerja pelabuhan (Port Efficiency) merupakan salah satu faktor
pendorong pertumbuhan perdagangan bilateral Indonesia di kawasan ASEAN+6. Dalam
penelitian ini, variabel yang dianalisi sebagai faktor-faktor yang memengaruhi Port
Efficiency adalah QPI dan Connectivity serta LPI beserta keenam komponennya yakni
Customs, International Shipment, Logistik, Infrastructure, Timeliness, dan Trackingtrace.
Analisis tersebut dilakukan dengan estimasi data panel yang hasilnya diharapkan dapat
membantu pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang tepat guna meningkatkan
perdagangan bilateral Indonesia.

Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka, hipotesis yang ditarik untuk faktor-faktor yang
memengaruhi perdagangan bilateral Indonesia di kawasan ASEAN+6 serta pengaruhnya
adalah sebagai berikut:
1. GDP per kapita negara Indonesia berpengaruh positif terhadap total perdagangan
bilateral.
2. GDP per kapita negara-negara ASEAN+6 berpengaruh positif terhadap total
perdagangan bilateral.
3. Jarak ekonomi berpengaruh negatif terhadap total perdagangan bilateral.
4. QPI dan Connectivity berpengaruh positif terhadap total perdagangan bilateral.
5. LPI dan keenam komponennya berpengaruh positif terhadap total perdagangan
bilateral.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan adalah data sekunder, yakni data panel yang berasal dari
beberapa sumber. Data panel menggabungkan antara time series 2007-2012 serta cross
section negara-negara ASEAN+6. Berikut ini merupakan deskripsi variabel-variabel yang
digunakan dalam model penelitian dan sumbernya:
1. Quality of Port Infrastructure (QPI): Rentang nilai QPI adalah dari satu (kondisi
infrastruktur pelabuhan extremely underdeveloped) dan tujuh (kondisi infrastrukutur
pelabuhan efisien sesuai dengan standar internasional). Sumber data untuk QPI
diperoleh dari World Bank.
2. Liner Shipping Connectivity Index (Connectivity): indeks ini menunjukkan seberapa
baik sebuah negara terhubung dengan jaringan perkapalan interna