Dampak Trade Facilitation Terhadap Arus Perdagangan Sektor Manufaktur di Kawasan ASEAN+6

DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP ARUS
PERDAGANGAN SEKTOR MANUFAKTUR
DI KAWASAN ASEAN+6

DIAN PERTIWI WARDANI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Trade
Facilitation terhadap Arus Perdagangan Sektor Manufaktur di Kawasan
ASEAN+6 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Dian Pertiwi Wardani
NIM H14100051

ABSTRAK
DIAN PERTIWI WARDANI. Dampak Trade Facilitation Terhadap Arus
Perdagangan Sektor Manufaktur di Kawasan ASEAN+6. Dibimbing oleh TANTI
NOVIANTI.
Trade Facilitation merupakan salah satu mekanisme untuk mendukung
kelancaran arus perdagangan sehingga dapat meningkatkan volume perdagangan
antar negara anggota ASEAN dalam menghadapi ASEAN Economic
Community (AEC) pada 2015. Dalam penelitian ini akan dianalisis hubungan
variabel trade facilitation terhadap arus perdagangan sektor manufaktur di
ASEAN+6. Metode Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk
menganalisis keunggulan komparatif sektor manufaktur di ASEAN+6. Cina
merupakan negara yang memiliki daya saing ekspor manufaktur tertinggi,
sedangkan Australia merupakan negara yang memiliki daya saing ekspor
manufaktur yang paling rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN+6

lainnya pada tahun 2007 hingga 2012. Sedangkan model gravitasi data panel
digunakan untuk mengestimasi hubungan variabel trade facilitation terhadap arus
perdagangan sektor manufaktur di ASEAN+6. Hasil pengolahan data dan analisis
menunjukkan bahwa arus perdagangan sektor manufaktur ASEAN+6 dipengaruhi
signifikan oleh variabel GDP per kapita negara pengekspor, GDP per kapita
negara pengimpor, kurs, jarak ekonomi, port efficiency, custom environment ,
regulatory environment dan dummy krisis.
Kata kunci: ASEAN+6, manufaktur, model gravitasi, RCA, trade facilitation

ABSTRACT
DIAN PERTIWI WARDANI. The Impact of Trade Facilitation to Trading Flow
on Manufactured Sector in ASEAN+6. Supervised by TANTI NOVIANTI.
Trade Facilitation is one of the mechanisms to support the trading flows,
so the volume of trade between ASEAN member countries in the ASEAN
Economic Community (AEC) will increase in 2015.This study analysis the impact
of trade facilitation to trading flow on manufactured sector in ASEAN+6. A
Revealed Comparative Advantage (RCA) method is used to estimate the
performance of comparative advantage on manufactured sector in ASEAN+6.
China is the country that has the highest competitiveness on exporting
manufacture, while Australia is the country that has the lowest competitiveness on

exporting manufacture compared to other countries in ASEAN+6, in 2007 to
2012. Meanwhile, gravity panel data model is used to estimate the impact of trade
facilitation to trading flow on manufactured sector in ASEAN+6, in 2007 to 2012.
The results of the estimation and the analysis shows that the trading flow on
manufactured sektor in ASEAN+6 is significantly influenced by these variables:
GDP per capita of the exporting country, the GDP per capita of the importing
country, exchange rate , economic distance, port efficiency, customs environment,
regulatory environmentand the dummy crisis.
Keywords:ASEAN+6, gravity model, manufactured, RCA, trade facilitation

DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP ARUS
PERDAGANGAN SEKTOR MANUFAKTUR
DI KAWASAN ASEAN+6

DIAN PERTIWI WARDANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Dampak Trade Facilitation Terhadap Arus Perdagangan Sektor
Manufaktur di Kawasan ASEAN+6
Nama
: Dian Pertiwi Wardani
NIM
: H14100051

Disetujui oleh

Dr. Tanti Novianti, S.P, M.Si
Pembimbing I


Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
perdagangan, dengan judul Dampak Trade Facilitation Terhadap Arus
Perdagangan Sektor Manufaktur di Kawasan ASEAN+6.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Tanti Novianti, S.P, M.Si selaku
dosen pembimbing, Dr. Lukytawati Anggraeni selaku dosen penguji utama dan
Deni Lubis, MA selaku dosen komisi pendidikan. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah dan ibu penulis yang telah mendidik, membesarkan, dan
selalu mendoakan setiap saat dengan cinta dan kasih sayang, serta Kak Suci, Kak
Wulan, Ashlyn dan Vian atas bantuan, keceriaan dan semangat yang menyertai
ketika lelah mengerjakan skripsi. Selain itu, ucapan terima kasih kepada temanteman Ilmu Ekonomi 47, sahabat DNA HIPOTESA, teman sebimbingan (Laura,

Rahayu, Ramos dan Pangrio), dan sahabat SMA. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada Tika, Arti, Cika, Uke, Heni, Fida, Pupu, Amel, Erlangga, Alfin,
Fazri, Dwiki serta seluruh teman-teman JYJ dan DBSK atas dukungan dan
bantuan selama menjalankankan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Dian Pertiwi Wardani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

5

Tujuan Penelitian

7

Manfaat Penelitian

7


Ruang Lingkup Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Perdagangan Internasional

8
8

Teori Daya Saing

10

Trade Facilitation

11

Strategi Pembangunan Perdagangan


12

Faktor-Faktor Penentu Arus Perdagangan

13

Konsep Revealed Comparative Advantage (RCA)

16

Gravity Model dan Metode Regresi Data Panel

17

Tinjauan Penelitian Terdahulu

19

Kerangka Pemikiran


20

METODE

22

Jenis dan Sumber Data

22

Metode Analisis

22

Perhitungan Indeks Indikator Trade Facilitation

23

Analisis RCA (Revealed Comparative Advantage)


23

Analisis Regresi Data Panel

24

Definisi Operasional

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

29

Gambaran Umum Trade Facilitation di Negara-negara Kawasan ASEAN+6 29
Daya Saing Sektor Manufaktur di Negara-negara Kawasan ASEAN+6

34

Dampak Trade Facilitation terhadap Arus Perdagangan di Negara-negara
Kawasan ASEAN+6 pada Sektor Manufaktur

38

SIMPULAN DAN SARAN

43

Simpulan

43

Saran

44

DAFTAR PUSTAKA

45

LAMPIRAN

48

RIWAYAT HIDUP

56

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Nilai ekspor dan nilai impor di Negara-negara ASEAN+6 tahun 2007
dan 2012
2
Kontribusi ekspor sektor manufaktur terhadap ekspor non-migas di
negara-negara ASEAN+6 pada tahun 2007 hingga 2012 (persen)
4
Perkembangan ekspor sektor manufaktur di Negara-negara ASEAN+6
tahun 2007-2012 (juta US$)
4
Jenis dan sumber data dalam penelitian
22
Selang nilai statistik DW dan keputusannya
27
Indeks port efficiency di negara-negara kawasan ASEAN+6 pada
tahun 2007-2012
30
Indeks custom environment di negara-negara kawasan ASEAN+6
pada tahun 2007-2012
31
Indeks regulatory environment di negara-negara kawasan ASEAN+6
pada tahun 2007-2012
32
Indeks e-business di negara-negara kawasan ASEAN+6 pada tahun
2007-2012
34
Hasil RCA sektor manufaktur ASEAN+6 pada tahun 2007-2012
38
Uji model terbaik (pooled least square, fixed effect model dan random
effect model)
38
Hasil estimasi koefisien parameter sektor manufaktur model FEM
dengan GLS weighted
40

DAFTAR GAMBAR
1
2

Kurva perdagangan internasional dan setelah ada trade facilitation
Kerangka pemikiran

9
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Hasil estimasi pooled least square (PLS) sektor manufaktur dengan
menggunakan program Eviews 6
Hasil estimasi fixed effect model (FEM) sektor manufaktur dengan
menggunakan program Eviews 6
Hasil estimasi random effect model (REM) sektor manufaktur dengan
menggunakanprogram Eviews 6
Hasil uji Chow sektor manufaktur
Hasil uji Hausman sektor manufaktur
Hasil estimasi fixed effect model (FEM) dengan GLS weighted sektor
manufaktur dengan program Eviews 6
Korelasi antar variabel
Cross-section effects sektor manufaktur

48
49
50
51
52
53
54
55

PENDAHULUAN
Latar Belakang
ASEAN (Association of South East Asian Nation) merupakan kerja sama
regional yang bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sosial di kawasan
Asia Tenggara, melalui percepatan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan
budaya dengan tetap memperhatikan kesetaraan dan kemitraan, sehingga menjadi
landasan terciptanya perdamaian dan kesejahteraan. Negara di kawasan Asia
Tenggara yang termasuk dalam ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura,
Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, Laos dan Kamboja.
Rencana jangka panjang pembentukan komunitas ASEAN ini terdiri dari tiga pilar,
yaitu ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Security Community (ASC),
dan ASEAN Socio-cultural Community (ASCC). Ketiga pilar tersebut saling
berkaitan satu sama lain dan saling memperkuat tujuan pencapaian perdamaian
yang berkelanjutan, menjaga stabilitas serta pemerataan kesejahteraan di kawasan
Asia Tenggara.
Integrasi ekonomi di berbagai kawasan di dunia, mampu memberikan
manfaat ekonomi baik bagi pelaku ekonomi maupun perekonomian kawasan.
Proses integrasi ekonomi akan mendorong peningkatan kompetisi aktual dan
potensial dari negara anggota maupun negara non-anggota, selain itu juga dapat
menstimulasi arus perdagangan intra-regional. Menurut Salvatore (1997),
perdagangan bebas akan memaksimalkan output dunia dan keuntungan bagi setiap
negara yang terlibat di dalamnya. Sementara Stephenson (1994)
mengidentifikasikan bahwa liberalisasi perdagangan akan meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya domestik dan meningkatkan akses pasar ke negara lain.
Dengan demikian suatu negara akan berusaha membuka dirinya terhadap
perdagangan dengan negara lainnya.
Integrasi ekonomi ASEAN+6 atau Comprehensive Economic Partnership
for East ASIA (CEPEA) yang mencakup kerjasama ekonomi dengan enam negara
Asia lain yakni Jepang, Korea Selatan, Cina, India, Australia dan New Zealand,
sangat mendukung kesiapan ASEAN dalam menghadapi AEC 2015. Tujuan
CEPEA adalah untuk meningkatkan integrasi ekonomi di Negara ASEAN+6 dan
memperkecil gap pembangunan di antara negara-negara tersebut guna mencapai
pembangunan yang berkesinambungan. Adanya mitra kerjasama dengan enam
negara yang perekonomiannya cukup berpengaruh terhadap perekonomian
ASEAN, diharapkan dapat menjadikan ASEAN Economic Community menjadi
single market yang lebih besar, mengingat bahwa populasi CEPEA besarnya 49,6
persen dari populasi dunia dan tujuh kali lebih besar dari populasi EU (CEPEA
Report 2008).
Peranan negara-negara ASEAN dan mitra dagangnya mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dalam perdagangan dunia. Hal ini ditunjukkan
dengan peningkatan ekspor dan impor yang berdampak pada membaiknya
perekonomian negara-negara ASEAN dan mitra dagangnya. Total ekspor negaranegara ASEAN+6 pada tahun 2007 yaitu sebesar US$ 247,462 juta, kemudian
meningkat menjadi US$ 327,051 juta pada tahun 2012. Sedangkan total impor
negara-negara ASEAN+6 pada tahun 2007 yaitu sebesar US$ 221,006 juta,

2
kemudian meningkat menjadi US$ 326,718 jutapada tahun 2012. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada kinerja
perekonomian pada negara-negara ASEAN+6, seperti yang terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai ekspor dan nilai impor di Negara-negara ASEAN+6 tahun 2007 dan
2012
Negara
China
Jepang
Korea Rep.
Australia
New Zeland
India
Indonesia
Singapura
Malaysia
Thailand
Vietnam
Kamboja
Laos
Myanmar
Filipina
Brunei Darussalam
ASEAN+6

Ekspor (Juta US$)
2007
1,220,059
714,327
371,477
139,122
26,931
145,898
114,101
299,297
175,961
153,571
48,561
3,531
1,163
50,466
247,462

Impor (Juta US$)
2012
2,048,782
798,567
547,854
256,242
37,305
289,565
190,032
408,393
227,449
229,544
114,529
7,838
3,210
8,510
51,995
13,001
327,051

2007
956,115
622,243
356,841
155,656
30,890
218,645
74,473
263,154
146,104
143,761
62,765
3,554
1,886
57,995
221,006

2012
1,818,199
885,843
519,575
250,464
38,242
488,976
191,691
379,722
196,196
247,576
113,780
7,062
5,806
15,429
65,349
3,572
326,718

Sumber: World Development Indicators 2012

ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu dari tiga pilar
konsep ASEAN Integration yang disetujui oleh sepuluh kepala negara yang
mewakili sepuluh negara anggota ASEAN dalam Declaration of ASEAN
Concord II di Bali pada tahun 2003. Tujuan utama dari AEC adalah menciptakan
ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana
terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta
penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang diharapkan dapat
mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara
anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. Dalam
perkembangan realisasi AEC, telah dilakukan berbagai kerja sama khususnya di
bidang perdagangan dan investasi, seperti Preferential Trade Arrangement (PTA,
1977), ASEAN Free Trade Area (AFTA, 1992), ASEAN Framework Agreement
on Services (AFAS, 1995) dan ASEAN Investment Area (AIA, 1998), yang
kemudian dilengkapi dengan perumusan sektor prioritas integrasi dan kerja sama
di bidang moneter. Semua hal tersebut merupakan perwujudan dari usaha
mencapai AEC agar tercapai wilayah ekonomi ASEAN yang stabil, makmur, dan
sangat kompetitif dimana terjadi aliran bebas atas barang, jasa, investasi dan
modal, pembangunan ekonomi yang merata dan mengurangi kesenjangan sosial
ekonomi.

3
Langkah untuk memperkuat kerangka kerja AEC kembali bergulir di 2006
dengan adanya formulasi blue print atau cetak biru yang berisi target dan waktu
pencapaian AEC dengan jelas. Dengan mempertimbangkan keuntungan dan
kepentingan ASEAN untuk menghadapi tantangan daya saing global, diputuskan
untuk mempercepat pembentukan MEA dari 2020 menjadi 2015 (12th ASEAN
Summit, Januari 2007), dengan partisipasi sepuluh anggota ASEAN serta enam
negara Asia lainnya yaitu Cina, Jepang, Korea, India, Australia dan Selandia Baru
(ASEAN+6). Kelompok yang lebih luas ini berfokus pada isu-isu umum untuk
peserta yang lebih luas, seperti masalah energi dan lingkungan.
Terdapat kemungkinan bahwa ASEAN Economic Community (AEC) pada
tahun 2015 akan menjadi pusat dari kerjasama ekonomi Asia Timur. Dimana inti
dari kerjasama Asia Timur terletak di ASEAN sebagai "kekuatan pendorong”,
ASEAN +3 sebagai "kendaraan utama" untuk realisasi akhir komunitas ekonomi
Asia Timur, dan East Asia Summit (EAS) sebagai "bagian integral dari kawasan
berkembang secara keseluruhan". Jepang menganggap bahwa ASEAN +6 adalah
kelompok yang sesuai untuk perdagangan dan investasi kerjasama Asia Timur.
Dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) yang akan
diberlakukan tahun 2015, beberapa negara di ASEAN semakin mengoptimalkan
ekspor non-migas. Hal ini dilakukan karena ekspor migas yang terus mengalami
penurunan sejak tahun 1990-an. Menurunnya ekspor migas tersebut,
menyebabkan negara-negara di ASEAN menetapkan kebijakan untuk
meningkatkan ekspor non-migas. Hal ini dimaksudkan guna peningkatan
penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja maupun penerimaan pajak.
Dalam periode 1980-2000, kawasan Asia Timur merupakan kawasan yang
disebut sebagai mesin pertumbuhan bagi peningkatan peran negara berkembang
dalam pengembangan industri manufaktur (world bank, 2012). Hal ini dapat
berdampak pada integrasi ASEAN+6 yang sebagian anggotanya yaitu Cina,
Jepang dan Korea Selatan merupakan negara-negara pengekspor manufaktur
terbesar, sehingga dapat memacu negara-negara di kawasan ASEAN untuk
meningkatkan dayasaing manufakturnya.
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa kontribusi ekspor manufaktur
terhadap ekspor non-migas di negara-negara kawasan ASEAN cenderung tinggi,
yaitu diatas 50 persen. Rata-rata tertinggi kontribusi ekspor sektor manufaktur
terhadap ekspor non-migas di negara-negara ASEAN+6 pada tahun 2007 hingga
2012, terjadi di Korea Selatan, yaitu sebesar 95.34 persen. Sedangkan rata-rata
terendah kontribusi ekspor sektor manufaktur terhadap ekspor non-migas di
negara-negara ASEAN+6 pada tahun 2007 hingga 2012, terjadi di New Zealand,
dengan rata-rata ekspor sebesar 23.52 persen. Rata-rata kontribusi ekspor sektor
manufaktur terhadap ekspor non-migas di negara-negara ASEAN+6 pada tahun
2007 hingga 2012 tertinggi dikuasai mitra ASEAN yaitu China, Jepang dan Korea
Selatan seperti yang disajikan pada Tabel 2.

4
Tabel 2 Kontribusi ekspor sektor manufaktur terhadap ekspor non-migas di
negara-negara ASEAN+6 pada tahun 2007 hingga 2012 (persen)
Negara
2007
2008
Australia
32.37
30.60
Cina
94.67
95.09
Indonesia
57.54
54.74
India
76.34
76.30
Jepang
91.26
91.41
Korea Selatan 95.44
95.50
Malaysia
83.01
66.61
New Zealand
27.20
25.69
Filipina
87.76
86.17
Singapura
88.57
86.40
Thailand
80.26
78.98
Vietnam
69.14
69.21
Rata-rata
73.63
71.39
Sumber: COMTRADE 2012 (diolah)

2009
28.19
95.19
56.69
77.14
89.69
95.75
82.07
23.85
87.52
87.70
78.76
70.79
72.78

2010
24.05
95.16
53.36
76.77
90.57
95.54
79.87
21.87
57.93
87.30
79.16
72.69
69.52

2011
20.89
94.91
51.87
76.37
90.92
94.87
75.60
21.00
60.40
85.60
76.06
73.31
68.48

2012 Rata-rata
22.36
26.41
95.37
95.06
54.48
54.78
79.48
77.07
91.12
90.83
94.95
95.34
77.60
77.46
21.50
23.52
84.66
77.41
85.61
86.86
78.62
78.64
77.01
72.03
71.90

Perkembangan perekonomian yang terus membaik pada tahun 2007
hingga 2012 menyebabkan ekspor di negara-negara ASEAN+6 juga mengalami
peningkatan. Peningkatan tersebut juga terjadi pada ekspor sektor manufaktur di
negara-negara ASEAN+6. Ekspor sektor manufaktur di negara-negara ASEAN+6
pada tahun 2007 hingga 2012, rata-rata ekspor tertinggi terjadi di China, dengan
setiap tahunnya terjadi ekspor sebesar 1232985.38 juta US$. Sedangkan rata-rata
ekspor terendah terjadi di New Zealand, dengan rata-rata ekspor sebesar 6771.77
juta US$ pertahun. Rata-rata ekspor terbesar di negara-negara ASEAN+6 dikuasai
mitra ASEAN yaitu China, Jepang dan Korea Selatan seperti yang disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Perkembangan ekspor sektor manufaktur di Negara-negara ASEAN+6
tahun 2007-2012 (juta US$)
Negara
Australia
Cina

2007

2008

2009

2010

2011

2012

Rata-rata

31734.77

35163.89

27223.97

32216.51

37188.00

37400.83

33449.33

1135582.72

1330388.05

1124429.52

1476007.90

1771185.18

1924509.17

1232985.38

Indonesia

48685.08

52855.24

46903.23

58722.48

68756.26

68021.72

50770.16

India

93667.32

114174.07

117976.39

140471.52

187324.24

187481.70

103920.70

Jepang

640259.50

692576.09

507283.56

679372.72

724408.77

708881.33

666417.80

Korea Selatan

330768.60

365627.26

323154.95

412266.41

474398.11

463494.46

348197.93

Malaysia

124748.60

107642.47

109442.77

133266.31

140879.40

140058.92

116195.54

6641.96

6901.58

5287.32

6084.44

7107.70

7245.55

6771.77

42853.77

40551.15

32847.08

29085.50

27936.64

42561.62

41702.46

Singapura

227500.25

237056.13

198159.81

254427.82

279989.87

283156.64

232278.19

Thailand

116811.55

127484.79

109565.74

142219.19

160373.66

164384.74

12148.17
30495.31

New Zealand
Filipina

Vietnam

26605.53

34385.10

33812.14

46680.32

62924.53

79380.33

Rata-rata

235488.30

262067.15

219673.87

284235.09

328539.36

342214.75

Sumber: COMTRADE 2012

Rata-rata ekspor sektor manufaktur terendah terjadi pada tahun 2009 yaitu
sebesar 219673.87 juta US$. Dimana penurunan ekspor terjadi hampir di semua
negara pada tahun tersebut, kecuali India. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor

5
manufaktur juga terkena imbas krisis finansial global pada awal tahun 2008,
bahkan krisis lebih terasa pada sektor manufaktur karena memberi tekanan
ekonomi pada hampir semua negara di kawasan ASEAN+6.
Trade facilitation merupakan salah satu faktor penting dalam
pembangunan ekonomi suatu negara dan termasuk dalam agenda nasional seperti
kesejahteraan sosial, penurunan kemiskinan dan pembangunan ekonomi suatu
negara dan masyarakatnya, serta memiliki pengaruh yang signifikan pada daya
saing ekonomi suatu negara dan dalam pertumbuhan perdagangan internasional
dan pembangunan pasar global. Kebijakan trade facilitation lebih menitikberatkan
kepada kemudahan dalam prosedur perdagangan seperti kerjasama dalam
melakukan penyeragaman sistem pada kode barang (harmonized system),
kesepatan dalam aturan asal barang (rule of origin), national single windows,
modernisasi infrastruktur dan administrasi kepabeanan dan manifest kargo pada
pelabuhan. Dengan adanya trade facilitation diharapkan dapat meningkatkan
volume perdagangan antar negara anggota ASEAN dalam menghadapi ASEAN
Economic Community (AEC) pada 2015.
Trade facilitation muncul sebagai isu penting dalam ASEAN Economic
Community (AEC). Sebagian besar negara-negara melakukan perubahan luar biasa
yang ditujukan pada penurunan biaya transaksi perdagangan. Akan tetapi tidak
semua negara menempatkan trade facilitation tersebut dalam memulai perbaikan.
Beberapa negara membutuhkan dukungan ekstra untuk memudahkan perdagangan
karena mereka kekurangan sumber daya manusia dan sumber daya finansial.
Dengan adanya trade facilitation ini akan memudahkan aliran perdagangan antar
negara-negara yang melakukan perdagangan, sehingga diharapkan dengan adanya
trade facilitation ini perdagangan akan menjadi lebih efisien dan aliran
perdagangan menjadi semakin meningkat.

Perumusan Masalah
Kesiapan dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada
2015 dinilai belum memadai. Dalam menghadapi AEC 2015, beberapa negara di
ASEAN semakin mengoptimalkan ekspor non migas. Kontribusi ekspor
manufaktur terhadap ekspor non-migas di negara-negara kawasan ASEAN
cenderung tinggi, yaitu diatas 50 persen. Namun kontribusi ekspor sektor
manufaktur terhadap ekspor non-migas di negara-negara ASEAN+6 pada tahun
2007 hingga 2012 mengalami fluktuasi. Hal tersebut disebabkan oleh masalah
logistik dan trade facilitation yang masih jauh dari kapasitasnya untuk mendorong
kesiapan negara-negara di ASEAN+6 dalam menghadapi AEC.
Beberapa tahun belakangan ini, trade facilitation menjadi isu penting
dalam perdagangan internasional. Dalam konfrensi Menteri Perdagangan di Doha
tahun 1998 dihasilkan kesepakatan yaitu: “WTO akan meningkatkan aspek yang
relevan dan mengidentifikasi kebutuhan trade facilitation yang diprioritaskan
kepada anggotanya, khususnya negara-negara berkembang dan negara maju.
Masalah yang banyak dihadapi negara maju maupun negara berkembang
khususnya di kawasan ASEAN+6 dalam trade facilitation adalah masalah
terbatasnya infrastruktur, kemacetan (congestion) pergerakan barang, transparansi
administrasi, manifest kargo pada pelabuhan dan kurang efektifnya regulasi

6
mengenai perdagangan. Permasalahan kemacetan (congestion) pergerakan barang
di pelabuhan juga mencakup kelangkaan fasilitas pelabuhan, regulasi dan sumber
daya manusia. Hal ini berkaitan dengan clearence time untuk ekspor yaitu
lamanya waktu yang dibutuhkan mulai barang masuk pelabuhan untuk muat
sampai barang berangkat dari pelabuhan, serta clearence time untuk impor yaitu
lamanya waktu yang dibutuhkan mulai kapal sandar untuk bongkar barang sampai
barang keluar dari pelabuhan.
Permasalahan clearence time di sebagian besar negara-negara ASEAN+6
masih tergolong tinggi sehingga mempengaruhi daya saing produk ekspor dan
impor Negara tersebut. Tingginya clearence time pada negara-negara ASEAN+6
yang sebagian besar adalah negara sedang berkembang menunjukkan perbedaan
yang signifikan dengan negara ASEAN+6 yang sudah maju seperti Singapura,
Cina, Jepang dan Korea Selatan, dimana rata-rata clearence time untuk ekspor
tahun 2008 sampai 2012 pada negara-negara ASEAN+6 yang tergolong negara
berkembang berada diatas 14 hari sementara negara-negara ASEAN+6 yang
tergolong maju berada dibawah 10 hari. Sedangkan pada rata-rata clearence time
untuk impor pada negara-negara ASEAN+6 yang tergolong sedang berkembang
berada diatas 13 hari dan untuk negara-negara ASEAN+6 yang sudah maju
berkisar dibawah 11 hari. Oleh karena itu, perbaikan sistem serta infrastruktur
perlu dipercepat untuk meningkatkan daya saing produk industri nasional dalam
menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015. Menurut TSA
(Transpacific Stabilization Agreement 2007), adanya peningkatan kemacetan di
pelabuhan Asia disebakan adanya booming perdagangan intra-Asia dan AsiaEropa.
Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah berkembang dengan
pesat dan memberikan dampak yang positif untuk masyarakat luas. Salah satu
konsep yang dinilai sebagai paradigma baru dalam berbisnis adalah e-busines. Ebusiness mengacu kepada definisi e-commerse yang lebih luas, bukan hanya
pembelian dan penjualan barang dan jasa tetapi, juga melayani pelanggan,
berkolaborasi dengan mitra bisnis, mengadakan e-learning, dan melakukan
transaksi elektronik dalam suatu organisasi. Sebagian yang lain memandang ebusiness sebagai aktifitas “apapun selain pembelian dan penjualan” di internet,
misalnya kolaborasi dan aktivitas intrabisnis. Namun, sistem keamanan ebusiness lebih beresiko dibandingkan bisnis tradisional, oleh karena itu sangat
penting untuk melindungi sistem keamanan e-business dari resiko-resiko yang
ada. Selain itu, jumlah orang yang dapat mengakses e-business melalui internet
jauh lebih besar dibanding yang mengakses bisnis tradisional. Pelanggan,
pemasok, karyawan, dan pengguna lain banyak menggunakan sistem e-business
tertentu setiap hari dan mengharapkan rahasia dari informasi mereka tetap aman.
Hacker adalah salah satu ancaman besar bagi keamanan e-business. Beberapa hal
yang menjadi perhatian pada keamanan sistem e-business adalah adanya
pencurian informasi rahasia yang berharga, karena suatu bisnis harus dapat
menjaga kerahasiaan informasi agar tetap aman dan hanya dapat diakses oleh
penerima yang dimaksud. Kemudian adanya masalah keabsahan data transaksi ebusiness, karena data dari internet sangat mudah untuk diubah dan disalin. Adanya
masalah non-teknis seperti aliran listrik tiba-tiba padam atau jaringan yang tidak
berfungsi sehingga menyebabkan gangguan pada pelayanan e-business.

7
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi umum trade facilitation di negara-negara kawasan
ASEAN+6, dalam rangka menuju ASEAN Economic Community (AEC)
2015?
2. Bagaimana daya saing ekspor sektor manufaktur di negara-negara kawasan
ASEAN+6?
3. Bagaimana dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral di
negara-negara kawasan ASEAN+6 pada sektor manufaktur?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan kondisi umum trade facilitation di negara-negara kawasan
ASEAN+6, dalam rangka menuju ASEAN Economic Community (AEC) 2015.
2. Menganalisis daya saing sektor manufaktur di negara-negara kawasan
ASEAN+6.
3. Menganalis dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral di
negara-negara kawasan ASEAN+6 pada sektor manufaktur.

Manfaat Penelitian
1. Memberikan gambaran umum trade facilitation dan dampaknya terhadap
perdagangan bilateral sektor manufaktur di negara-negara kawasan
ASEAN+6.
2. Menambah pengetahuan dan memperluas wawasan tentang trade facilitation
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
3. Sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam orientasi
perdagangan internasional.
4. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan pada
masa yang akan datang.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis mengenai pengaruh trade facilitation terhadap
arus perdagangan sektor manufaktur di negara-negara kawasan integrasi
ASEAN+6. Penelitian ini dilakukan hanya dalam lingkup perdagangan bilateral
diantara negara-negara ASEAN+6 dengan menggunakan data tahunan dari 2007
hingga 2012. Keterbatasan data untuk variabel-variabel yang dibutuhkan dalam
penelitian menyebabkan Brunei Darussalam, Kamboja, Laos dan Myanmar tidak
dimasukkan dalam analisis penelitian ini, sehingga intra-ASEAN hanya diwakili
oleh Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, Jepang, Cina,
Korea Selatan, India, Australia, dan New Zealand. Arus perdagangan bilateral
yang dibahas hanya perdagangan bilateral sektor manufaktur (sumber:

8
COMTRADE), yang didefinisikan sebagai komoditas dalam kategori 5 sampai 8
di SITC 1 digit industri dan tidak termasuk kategori 68 (non-ferrous logam).

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar
atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Menurut Halwani (2005),
sebab-sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi
sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources),
sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara.
Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan
dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya perdagangan interrnasional yaitu,
terwujudnya suatu kemakmuran bagi masyarakat (faktor pendorong utama), untuk
memenuhi kebutuhan (barang/jasa) yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri
maupun melalui kegiatan impor, untuk menyebarluaskan dan mengembangkan
penggunaan teknologi bagi percepatan pertumbuhan ekonomi, memperoleh dan
mengembangkan penggunaan teknologi bagi percepatan pertumbuhan ekonomi
dan untuk memperoleh manfaat yang ditimbulkan dengan adanya spesialisasi
perdagangan. Sedangkan manfaat dari adanya perdagangan internasional adalah
untuk meningkatkan pendapatan Negara, hal ini ditujukan dengan semakin
bertambahnya penerimaan devisa umum, yaitu devisa yang diperoleh dari hasil
ekspor (manfaat utama), dapat mencukupi kebutuhan barang/jasa yang tidak dapat
tau belum mampu diproduksi di dalam negeri, memperlancar kegiatan ekspor dan
membantu impor barang-barang yang dibutuhkan industri dalam negeri,
meningkatkan industri dalam negeri, meningkatkan pendapatan masyarakat,
mendorong pertumbuhan/perkembangan dunia usaha serta mendorong adanya
hubungan ekonomi secara timbal balik.
Dalam teori (factor-proportion theory) Eli Hecksher dan Bertil Ohlin
menjelaskan adanya saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor
produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam penggunaannya untuk
memroduksi berbagai macam barang. Teorema Hecksher-Ohlin (H-O theorem)
menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya
lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di
negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor komoditas yang
produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara
tersebut. Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai
penyamaan harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan
kelanjutan dari teorema Hecksher-Ohlin. Teorema tersebut (H-O-S theorem)
menyatakan bahwa perdagangan internasional akan mendorong terjadinya
penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, di
antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa perdagangan
internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi homogen,

9
demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan
produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam
perdagangan (Salvatore 1997).
Integrasi ekonomi regional melalui pembentukan blok perdagangan bebas
memiliki implikasi terhadap kesejahteraan negara-negara anggota, yaitu: efek
positif berupa kreasi perdagangan (trade creation) dan efek negatif karena diversi
perdagangan (trade diversion). Perubahan tingkat kesejahteraan tersebut
ditentukan oleh seberapa besar terjadinya kreasi dan diversi perdagangan. Apabila
kreasi lebih besar dari diversi perdagangan, maka kesejahteraan meningkat dan
sebaliknya (Krugman & Obstfeld 2000).
Secara teoritis, suatu negara A akan mengekspor suatu komoditi Z ke
negara lain, misal negara B apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya
perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga
domestik negara B (Gambar 1). Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih
rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya
sehingga di negara A terjadi excess supply (kelebihan produksi). Dengan
demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke
negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi
domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand)
sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Jika negara B berkeinginan
untuk membeli komoditi Z dari negara lain yang relatif lebih murah. Kemudian
terjadi komunikasi antara negara A dan negara B, maka akan terjadi perdagangan
antar keduanya dengah harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama.
Gambar 1 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional
harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar
internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari P A sedangkan
permintaan di pasar internasional akan jika harga internasional lebih rendah dari
PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara B akan terjadi
excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB maka di
negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk
kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional
sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan
mengekspor komoditi Z sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi
Z sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar Q*

Sumber: Salvatore (1997)

Gambar 1 Kurva perdagangan internasional dan setelah ada trade facilitation

10
Kemudian, secara teoritis trade facilitation sebagai bagian dari kebijakan
perdagangan internasional yang bertujuan untuk menurunkan biaya transaksi
perdagangan, meningkatkan daya saing dan meningkatkan efisiensi perdagangan
akan berimplikasi kepada meningkatnya kemakmuran suatu negara. Secara teoritis
pengaruh trade facilitation terhadap perdagangan internasional diperlihatkan oleh
Gambar 1. Di negara eksportir (negara A), trade facilitation akan menyebabkan
supply suatu negara akan semakin meningkat (SA2) dari sebelumnya (SA) dengan
harga yang relatif tetap, hal ini dikarenakan pergerakan arus barang ekspor yang
semakin baik. Sedangkan di negara importir, penentuan kebijakan trade
facilitation yang tepat akan menyebabkan membaiknya arus barang impor
sehingga membuat demand suatu negara akan meningkat (DB2) dengan harga yang
relatif tetap atau dapat lebih rendah dari sebelumnya.
Peningkatan supply di negara pengekspor dan demand di negara
pengimpor yang saling berdagang akan menyebabkan terbentuknya kurva ES dan
ED yang baru yaitu ES2 dan ED2 dengan harga yang terjadi di pasar internasional
relatif sama atau bahkan lebih rendah dengan harga sebelumnya. Dengan adanya
perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi Z yang lebih
besar dari sebelumnya yaitu sebesar X2 sedangkan negara B akan mengimpor
komoditi Z yang juga lebih besar yakni sebesar M2. Peningkatan arus barang
dalam perdagangan menunjukkan peningkatan kemakmuran baik dari negara
pengekspor maupun dari negara pengimpor yang saling berdagang.
Peningkatan kurva supply di negara pengekspor (negara A) dan
peningkatan kurva demand di negara pengimpor (negara B) akibat peningkatan
trade facilitation tergantung dari elastisitas kurva supply dan demand di masingmasing negara. Peningkatan trade facilitation terhadap kurva supply yang lebih
elastis di negara pengekspor akan meningkatkan ekspor yang lebih besar.
Sedangkan peningkatan trade facilitation terhadap kurva demand yang lebih
elastis di negara pengimpor akan meningkatkan impor yang lebih besar. A2) dari
sebelumnya (SA) dengan harga yang relatif tetap, hal ini dikarenakan pergerakan
arus barang ekspor yang semakin baik.
Dari sisi negara pengekspor peningkatan dalam kebijakan trade
facilitation, dilihat dari sisi negara pengekspor akan meningkatkan
penawarandengan harga suatu komoditi yang sama bahkan lebih murah sehingga
akan meningkatkan surplus perdagangan. Dari sisi negara pengimpor, peningkatan
trade facilitation akan meningkatkan permintaan barang impor disebabkan harga
barang yang lebih murah, di sisi lain peningkatan permintaan impor akan
memotivasi para produsen di suatu negara untuk lebih efisien untuk meningkatkan
daya saing produknya.

Teori Daya Saing
Berdasarkan terminologinya daya saing memiliki makna yaitu
produktifitas. Menurut World Economic Forum daya saing merupakan suatu
kumpulan institusi, kebijakan dan faktor-faktor yang menentukan tingkat
produktifitas di suatu negara. Sedangkan berdasarkan teori Porter, daya saing
adalah produktifitas yang merupakan bagian dari output yang dihasilkan oleh
tenaga kerja, capital, dan sumber daya alam disuatu negara. Menurutnya pula,

11
suatu negara akan memperoleh keunggulan dalam daya saing jika perusahaan
kompetitif dan mampu meningkatkan kemampuannya serta melakukan inovasi
dalam industri perdagangan. Daya saing bersifat dinamis dan berfluktuasi dari
waktu ke waktu yang tergantung pada perubahan dari perilaku dasar permintaan,
tingkat kompetisi, dan kemampuan dasar yang dimiliki oleh industri di suatu
negara.
Faktor biaya sangatlah berhubungan dengan daya saing, dimana jika suatu
negara dapat memasarkan produk unggulannnya dengan biaya input yang rendah,
harga yang rendah dan memiliki kualitas barang yang baik, maka negara tersebut
dapat memenangkan kompetisi di pasar global. Selain itu daya saing juga sangat
berhubungan erat dengan teknologi, jika suatu industri mampu memiliki teknologi
yang canggih maka akan memiliki pertumbuhan dan prospek dagang yang baik.
Kemudian jika sektor industri tersebut memiliki insentif terhadap teknologi akan
memberikan nilai tambah yang lebih pada produk yang akan dihasilkannya.
Adanya teknologi juga akan membuat hambatan masuk yang lebih tinggi bagi
pendatang baru.
Konsep daya saing yang memiliki dasar produktifitas, selain menjamin
adanya daya saing yang lebih tinggi, juga haruslah berkelanjutan. Daya saing yang
berkelanjutan harus dituntut untuk mampu menyeimbangkan seluruh komponen
triple bottom line, yaitu profit, people, danplanet. Ketiga komponen tersebut
haruslah berkaitan satu sama lain. Komponen triple bottom line ini bersifat
dinamis yang tergantung pada kondisi dan tekanan sosial, politik, ekonomi, dan
sosial. Triple bottom line ini merupakan kerangkan kerja untuk meminimalkan
kerusakan pada lingkungan dan gangguan pada manusia yang diakibatkan oleh
aktivitas industri.

Trade Facilitation
Trade facilitation, menurut definisi yang digunakan oleh WTO adalah
penyederhanaan dan harmonisasi dari prosedur perdagangan internasional,
termasuk, praktek kegiatan dan formalitas yang terlibat dalam mengumpulkan,
presentasi, komunikasi dan pengolahan data dan informasi lainnya yang
diperlukan untuk pergerakan barang dalam perdagangan internasional. Dalam
pengertian sempit, trade facilitation menunjukkan logistik perpindahan barangbarang melalui pelabuhan atau yang lebih efisien melalui perpindahan
dokumentasi yang dihubungkan dengan perdagangan antar negara. Dalam
pengertian yang lebih luas definisi trade facilitation mencakup lingkungan
dimana didalamnya terdapat transaksi perdagangan, transparansi dan
profesionalisme bea cukai dan lingkungan pengaturan sebagaimana harmonisasi
dari standarisasi dan dikonversikan terhadap peraturan internasional atau
peraturan regional. Perpindahan ini difokuskan pada usaha trade facilitation
“dalam batas” pada kebijakan domestik dan struktur institusional dimana
pembangunan kapasitas dapat memainkan peranan penting. Sebagai tambahan,
integrasi yang cepat dari jaringan teknologi informasi ke dalam perdagangan yang
berarti bahwa definisi modern dari trade facilitation memerlukan cakupan konsep
teknologi yang baik.

12
Dalam menerangkan perluasan definisi trade facilitation, definisi trade
facilitation memasukkan secara relatif elemen “batas” yang konkrit seperti
efisiensi pelabuhan dan administrasi bea cukai, dan elemen “di dalam batas”
seperti lingkup kebijakan domestik dan infrastruktur yang memungkinkan
pelaksanaan e-bisnis (Wilson et al 2003). Dalam arti yang sempit, trade
facilitation dapat didefinisikan sebagai rasionalisasi sistematis prosedur dan
dokumentasi untuk perdagangan internasional. Dalam arti yang lebih luas, namun
mencakup semua langkah-langkah regulasi yang mempengaruhi aliran impor dan
ekspor, namun tidak terbatas pada:
a. Pengawasan bea cukai dalam melakukan langkah-langkah untuk memperoleh
kepatuhan hukum bea cukai dan regulasi.
b. Peraturan teknis untuk memastikan bahwa barang memenuhi standar wajib
ditetapkan dalam hukum dan peraturan nasional.
c. Inspeksi hewan dan produk hewan dan inspeksi fitosanitasi tanaman dan
produk tanaman untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit dan
melindungi hewan dan kehidupan manusia.
d. Pemeriksaan kualitas kontrol lainnya untuk memastikan bahwa barang
tersebut sesuai dengan standar minimum internasional dan standar nasional.
Trade facilitation bertujuan untuk meminimalkan biaya transaksi dan
kompleksitas perdagangan internasional, dengan tetap menjaga tingkat efisiensi
dan efektifitas dalam kontrol pemerintah. Berdasarkan penelitian Wilson et al
pada tahun 2003, didapatkan hasil bahwa keuntungan dari penyederhanaan
prosedur perdagangan dapat melebihi keuntungan dari liberalisasi perdagangan
(misalnya, pengurangan tarif).
Kemampuan negara-negara untuk mengirimkan barang-barang dan jasajasa yang tepat waktu pada kemungkinan biaya terendah adalah faktor kunci dari
integrasi ke dalam ekonomi dunia. Dengan penghapusan hambatan perdagangan
dan ekspansi dalam volume perdagangan, kebijakan yang menghilangkan
hambatan non-tarif dan mempercepat pergerakan barang-barang dan jasa
melewati batas wilayah seperti trade facilitation yang mengedepankan agenda
perdagangan.
Selain itu, kelebihan dari trade facilitation merupakan masalah yang
penting baik negara sedang berkembang dan negara maju karena dapat
berkontribusi pada:
a. Pertumbuhan Ekspor
b. Meningkatkan Daya Saing
c. Meningkatkan Foreign Direct Investmen (FDI)
d. Meningkatkan jumlah perusahaan ukuran kecil dan menengah dalam
perdagangan internasional.

Strategi Pembangunan Perdagangan
Trade facilitation lebih baik dipahami dalam konteks strategi
pembangunan perdagangan secara keseluruhan yang tujuannya adalah untuk
mengembangkan dan memperluas arus perdagangan yang berkelanjutan untuk
mendukung pembangunan ekonomi suatu negara. Berdasarkan publikasi dari
United Nation tahun 2002, trade facilitation dapat dilihat sebagai salah satu dari

13
empat komponen strategi pembangunan perdagangan yang komprehensif. Empat
komponen tersebut antara lain:
1. Trade Facilitation
Trade facilitation memberikan kontribusi terhadap strategi pembangunan
perdagangan secara keseluruhan dengan mengoptimalkan penggunaan
infrastruktur perdagangan dan melakukan promosi perdagangan dengan
meningkatkan citra negara sebagai pusat perdagangan yang efisien. Hal ini juga
memfasilitasi pembangunan dan pengelolaan hubungan perdagangan dengan
membuat peraturan perdagangan dan prosedur yang lebih transparan dan
konsisten dengan standar dan konvensi internasional.
2. Infrastruktur Development
Pembangunan infrastruktur diperlukan untuk memungkinkan penanganan
volume perdagangan yang lebih besar dan meningkatkan diversifikasi barang dan
jasa yang diperdagangkan. Ini mencakup penyediaan utilitas dasar seperti listrik
dan air serta pengembangan pergudangan, transportasi, pengiriman dan
infrastruktur teknologi informasi, dan mengatur badan-badan dan sistem
administratif terkait.
3. Trade Promotion
Trade Promotion terdiri dari program dan kegiatan untuk mempromosikan
dan mengembangkan perdagangan dengan negara lain. Hal ini juga mencakup
langkah-langkah yang akan membantu dalam membangun dan meningkatkan
partisipasi suatu negara atau perusahaan dalam perdagangan, misi dagang dan
kampanye publisitas, serta memberikan informasi dan saran pada prospek, kontak
dan akses pasar luar negeri. Secara khusus, hal ini melibatkan bagaimana sebuah
negara membantu para eksportir untuk memperluas perdagangan ke pasar luar
negeri dan bagaimana membuat produk-produk tersebut memiliki dayasaing yang
tinggi di pasar luar negeri.
4. Trade Relations Management
Hubungan perdagangan internasional melibatkan pengembangan
hubungan perdagangan baik dengan negara lain untuk melindungi kepentingan
perdagangan suatu Negara serta untuk menjamin akses pasar untuk barang dan
jasa. Ini juga mencakup mengenai isu-isu dalam mengatasi pembatasan produk
oleh negara pengimpor. Hubungan perdagangan biasanya dilakukan pada tiga
tingkatan, yaitu hubungan bilateral, hubungan regional (contohnya AFTA) dan
hubungan multilateral (contohnya WTO).

Faktor-Faktor Penentu Arus Perdagangan
1. Gross Domestic Product
Gross Domestic Product (GDP) suatu negara adalah ukuran kapasitas
untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. Kapasitas perekonomian
suatu negara terbuka dapat diketahui berdasarkan kurva batas kemungkinan
produksinya. Batas kemungkinan produksi adalah sebuah kurva yang
memperlihatkan berbagai alternatif kombinasi dua komoditi yang dapat
diproduksi oleh sebuah negara dengan menggunakan semua sumberdayanya
dengan teknologi terbaik yang dimilikinya.

14
Jika diasumsikan negara memproduksi komoditi ekspor X, apabila terjadi
kenaikan GDP, maka suatu negara akan menambah kapasitas negara untuk
memproduksi komoditi X untuk kebutuhan domestik dan ekspor. Besar perubahan
GDP yang terjadi menggambarkan pertambahan produksi domestik suatu negara.
Adanya peningkatan GDP dan asumsi konsumsi masyarakat sama, maka negara
akan mengekspor komoditi X menjadi lebih banyak dari sebelumnya.
2. Tarif
Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk komoditi yang
diperdagangkan lintas batas teritorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan
perdagangan yang telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak
lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yakni tarif impor
(import tariff) dan tarif ekspor (expor tariff).
Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang
diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor adalah pajak untuk suatu
komoditi yang diekspor. Apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada
beberapa jenis tarif, yaitu tarif spesifik, tarif ad valorem, dan tarif campuran. Tarif
spesifik (specific tariff) dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor
(misalnya pungutan 3 dolar untuk setiap barel minyak). Tarif ad valorem (ad
valorem tariff) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase
tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya suatu negara memungut
tarif 25 persen atas nilai atau harga dari setiap unit mobil yang diimpor).
Sedangkan tarif campuran (compound tariff) adalah gabungan dari keduanya. Jika
mengenakan tarif spesifik maka harga domestik setelah impor yang dikenakan
tarif akan memiliki nilai sebesar :
P D = P m + ts
dimana :
PD = Harga domestik setelah impor yang dikenakan tarif
Pm = Harga impor dunia
ts = tarif spesifik
Sedangkan tarif ad valorem dikenakan pada persentase dari nilai impor.
Harga domestik setelah impor yang dikenakan tarif adalah sebesar :
PD = Pm (l + ta)
dimana :
ta = tingkat pajak
Keuntungan dari tarif ad valorem adalah dapat menyesuaikan dengan
sendirinya dalam periode inflasi, karena ketika mengenakan tarif pada tingkat
yang telah ditentukan maka nilai rill dari tarif tersebut akan tetap.
3. Jarak Antara Negara
Jarak adalah indikator dari biaya transportasi dalam melakukan
perdagangan. Biaya transportasi adalah salah satu faktor penghambat perdagangan
internasional. Jarak dapat meningkatkan biaya transaksi pertukaran barang dan
jasa internasional. Semakin jauh jarak suatu negara dengan yang lain semakin
besar pula biaya transportasi pada perdagangan diantara keduanya sehingga
menyebabkan keuntungan yang diterima oleh suatu negara dari perdagangan
internasional semakin kecil. Jarak ekonomi memiliki rumus sebagai berikut :


.

=





=1

15
dimana :
Distcountry.f
Distf
GDPf

= jarak ekonomi antar negara pada tahun f
= jarak geografis antar negara pada tahun f
= GDP rill negara pada tahun f

4. Kurs riil
Kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs
riil menyatakan tingkat dimana suatu negara dapat memperdagangkan barangbarang ke negara lain. Kurs riil berhubungan negatif dengan arus perdagangan
ekspor. Semakin rendah nilai kurs riil maka menunjukkan bahwa harga domestik
lebih rendah dibandingkan dengan harga di luar negeri, sehingga ekspor akan
meningkat. Kurs riil dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:

Dimana Q adalah kurs riil, S adalah kurs nominal, P adalah tingkat harga domestic
dan P* adalah tingkat harga diluar negeri.
5. Dummy krisis Eropa tahun 2010
Suatu model regresi memiliki variabel independen X (variabel yang
mempengaruhi) dan variabel dependen Y (variabel yang dipengaruhi). Namun,
terkadang variabel-variabel penjelasnya dapat bersifat kualitatif. Variabel
kualitatif ini yang disebut variabel dummy atau beberapa istilah lainnya, seperti
variabel indikator, variabel biner, variabel kategori, dan variabel dikotomi
(Gujarati, 2006). Variabel yang sering kali tidak hanya dipengaruhi oleh variabelvariabel yang bisa dikuantifikasi pada beberapa skala yang sudah tertentu
(pendapatan, output, biaya, harga) namun ada juga variabel-variabel yang pada
dasarnya bersifat kualitatif (jenis kelamin, ras, warna, agama, kebangsaan).
Variabel-variabel kualitatif biasan