Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Kakap Merah (Lutjanus Malabaricus Bloch & Schneider, 1801) Di Lamongan, Jawa Timur

TINGKAT PEMANFAATANSUMBERDAYA IKAN KAKAP MERAH
(Lutjanus malabaricus Bloch & Schneider, 1801)
DI LAMONGAN, JAWA TIMUR

SANTI SETYANINGTYAS

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Pemanfaatan
Sumberdaya Ikan Kakap Merah (Lutjanus malabaricus Bloch & Schneider, 1801)
di Lamongan, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.


Bogor, September 2015
Santi Setyaningtyas
NIM C24110049

ABSTRAK
SANTI SETYANINGTYAS. Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Kakap
Merah (Lutjanus malabaricus Bloch & Schneider, 1801) di Lamongan, Jawa
Timur. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan YONVITNER.
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong sebagai basis utama
perikanan laut di wilayah utara Jawa Timur yang sangat potensial dengan beragam
jenis ikan baik pelagis maupun demersal. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan kakap merah di Kabupaten
Lamongan. Pada penelitian ini digunakan model surplus produksi dan metode
ELEFAN. Hasil menunjukkan bahwa laju eksploitasi sumberdaya ikan kakap
merah adalah 0,21/tahun. Hasil analisis bioekonomi menunjukkan bahwa produksi
optimal sumberdaya ikan kakap merah adalah 768,32 ton/tahun, upaya
penangkapan optimal adalah 2200 trip/tahun, dan rente ekonomi optimal sebesar
Rp 19 305 166 090/tahun.Sumberdaya ikan kakap merah belum mengalami
overexploitasi baik secara biologi maupun ekonomi. Upaya pengelolaan yang

disarankan adalahpengaturan musim dan upaya penangkapan.
Kata kunci: bioekonomi, ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus), laju
eksploitasi, PPN Brondong.

ABSTRACT
SANTI SETYANINGTYAS. The Utilization Rates of Malabar Blood Snapper
(Lutjanus malabaricus Bloch & Schneider, 1801) Resources in Lamongan, East
Java. Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and YONVITNER.
Brondong National Fishing Port as the main base of marine fisheries in the
northern region of East Java was very potential with various kinds of fish both
pelagic or demersal. This research aims to analyze the resource utilization rate of
Malabar Blood Snapper in Lamongan. In this study used surplus production
models and ELEFAN methods. The results show that the rate of exploitation of
Malabar Blood Snapper resource was 0,21/year. Bioeconomic analysis result
showed that the optimum production on utilization for Malabar Blood Snapper
resources was 768,32 tonnes/year, the optimum fishing effort was 2200 trip/year,
and the optimum economic rent was Rp 19 305 166 090/year. Malabar Blood
Snapper resources was underfishing either in biology or economy. Management
efforts that can be done is to set seasons and fishing effort.
Keywords: bioeconomic, Brondong National Fishing Port, exploitation rate,

malabar blood snapper (Lutjanus malabaricus).

TINGKAT PEMANFAATANSUMBERDAYA IKAN KAKAP MERAH
(Lutjanus malabaricus Bloch & Schneider, 1801)
DI LAMONGAN, JAWA TIMUR

SANTI SETYANINGTYAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Kakap Merah (Lutjanus
malabaricus Bloch & Schneider, 1801) di Lamongan, Jawa Timur. Skripsi ini
disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan menempuh studi
di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
2. Dr Yonvitner, SPi, MSi yang telah memberikan bantuan dana penelitian.
3. Dr Majariana Krisanti, MSi selaku pembimbing akademik yang telah
memberi saran selama perkuliahan.
4. Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi dan Dr Yonvitner, SPi, MSi selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran dalam penyelesaian
skripsi.
5. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku penguji tamu dan Inna Puspa Ayu,
SPi, MSi selaku penguji perwakilan program studiyang telah memberikan
arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi.
6. Mas Alia, Mbak Widar, dan seluruh staff Tata Usaha Departemen

Manajemen Sumberdaya Perairan.
7. Mama, Ayah, Sinta, Dinda, dan seluruh keluarga atas doa, semangat, serta
dukungannya.
8. Bapak Dedi selaku Kepala PPN Brondong, Ibu Ririn, Bapak Suyitno, Bapak
Harijanto, Mas Gilang, Mas Fani, Mas Jefri, serta seluruh staff PPN
Brondong, dan Syahbandar PPN Brondong.
9. Agnesia, Tyas, Humaera, Rizka, Irma,Salis, Isra, Widiana, dan seluruh
teman-teman MSP 48.
10. Kak Dea, Kak Reffa, Afni, dan seluruh teman-teman kost Putri Bunda.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak.

Bogor, September 2015
Santi Setyaningtyas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
viii

1
1
1
2
2
2
2
3
4
8
8
16
19
19
19
19
22
29

DAFTAR TABEL

1
2
3
4

Parameter pertumbuhan ikan kakap merah
Mortalitas dan laju eksploitasi ikan kakap merah
Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kakap merah
Parameter biologi dan ekonomi

10
10
14
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kerangka pemikiran penelitian
Peta lokasi penelitian
Penentuan panjang total (A-B) ikan kakap merah
Alat tangkap rawai dan mata pancing
Sebaran frekuensi ikan kakap merah dengan program ELEFAN
Komposisi hasil tangkapan ikan yang didaratkan
Komposisi hasil tangkapan ikan dari alat tangkap rawai
Hasil tangkapan ikan kakap merah
Upaya penangkapan ikan kakap merah

Catch per unit effort ikan kakap merah
Kurva hubungan effort dan CPUE
Pola musim penangkapan ikan kakap merah
Hubungan hasil tangkapan dan upaya penangkapan
Kurva bioekonomi

2
3
3
9
9
11
11
12
12
13
13
14
15
16


DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Standarisasi alat tangkap
Hasil perhitungan indeks musim penangkapan (IMP)
Model surplus produksi
Hasil analisis bioekonomi
Sebaran frekuensi panjang ikan kakap merah
Pendugaan pertumbuhan dengan metode ELEFAN
Pendugaan nilai mortalitas dan laju eksploitasi
Hasil wawancara nelayan

22
23
23
25
25
26
26
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong yang terletak di
Kabupaten Lamongan merupakan salah satu pangkalan pendaratan ikan terbesar
di wilayah Utara Jawa Timur. PPN Brondong sebagai basis utama perikanan laut
sangat potensial dengan beragam jenis ikan baik pelagis maupun demersal.Salah
satu ikan hasil tangkapan nelayan Brondong adalah ikan kakap merah (Lutjanus
malabaricus), yang merupakan ikan ekonomis penting yang menjadi komoditas
ekspor unggulan di Kabupaten Lamongan.Daerah penyebaran ikan kakap merah
antara lain di Perairan Bawean, Kep. Karimunjawa, Selat Sunda, perairan sebelah
selatan/barat Pulau Kalimantan, Perairan Sulawesi, Kep. Natuna, Kep. Lingga,
dan Kep. Riau lainnya (Marzuki dan Djamal 1992). Jenis alat tangkap yang
dioperasikan nelayan Brondong untuk menangkap ikan kakap merah adalah rawai
dasar, pancing ulur, dogol dan cantrang.Daerah penangkapan nelayan Brondong
antara lain Perairan Bawean, Kangean, Matasiri, Masalembu, Masalima, sebelah
utara Pulau Madura dan sebelah selatan Pulau Kalimantan.
Harga ikan kakap merah kurang lebih Rp 57.000/kg dan di pasar
internasional dapat mencapai 5,50-18,10 US$ (Melianawati dan Aryati 2012).
Tingginya harga jual ikan kakap merah menyebabkan ikan ini rentan terhadap
kegiatan penangkapan dan degradasi lingkungan. Kegiatan penangkapan ikan
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti unit penangkapan dan kondisi
oseanografi (Ataupah 2010). Hal tersebut dapat menyebabkan perubahan
kelimpahan suatu stok ikan dan daerah penangkapan.Terjadi trend penurunan
produksi ikan kakap merah pada tahun 2008-2013. Kondisi ini sangat
mengkhawatirkan mengingat daerah penangkapan nelayan Brondong yang relatif
tetap. Pentingnya potensi ikan kakap merah menyebabkan perlunya informasi
dasar mengenai aspek biologi dan ekonomi untuk menunjang upaya pengelolaan
yang tepat. Informasi bioekonomi digunakan untuk mengupayakan tingkat
pemanfaatan sumberdaya secara optimal dengan tetap memperhitungkan
kelestarian sumberdaya. Pendekatan bioekonomi diperlukan dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan, karena selama ini permasalahan perikanan hanya terfokus
pada maksimalisasi penangkapan dengan mengabaikan faktor produksi dan biaya
yang digunakan dalam usaha perikanan (Sari 2012).

Kerangka Pemikiran
Sumberdaya perikanan di Indonesia yang bersifat milik bersama dan dapat
dimanfaatkan oleh semua pihak dapat menimbulkan persaingan dalam
pemanfaatannya. Pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan secara berlebihan
dapat menyebabkan ketidakberlanjutan sumberdaya di masa mendatang. Hasil
tangkapan ikan kakap merah berfluktuasi pada tahun 2008-2013. Terjadi
penurunan hasil tangkapan ikan kakap merah pada tahun 2009-2012, namun
terjadi peningkatan hasil tangkapanpada tahun 2013. Peningkatan hasil tangkapan
yang berlangsung secara terus menerus dikhawatirkan dapat menyebabkan

2
penurunan stok.Diagram alir kerangka pemikiranpenelitian disajikan pada
Gambar 1.
Pertumbuhan

Sumber
daya
ikan
kakap
merah

Pertumbuhan
biomass

Peningkatan
Stok

Alami
Pengaturan
Penangkapan

Mortalitas
Penangkapan

Pengelolaan
Sumberdaya

Pendapatan
Ekonomi
Kesejahteraan
nelayan

Status
Usaha

Gambar 1Kerangka pemikiran penelitian

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pemanfaatan
sumberdaya ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) pada kondisi maksimum
lestari dan ekonomi.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi
dan pemanfaatan sumberdaya ikan kakap merah yang adadi Kabupaten Lamongan.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong,
Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur selama empat bulan, mulai bulan
Januari hingga April 2015 dengan interval waktu pengambilan contoh selama 30
hari. Informasi lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.

3

Lamongan, Jawa Timur

Gambar 2Peta lokasi penelitian

Pengumpulan Data
Data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari pengambilan contoh panjang total dan bobot basah ikan kakap
merah dengan metode penarikan contoh acak berlapis (PCAB).Selain itu
dilakukan wawancara kepada nelayan yang menangkap ikan kakap merah di PPN
Brondong. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara antara lain biaya
melaut per trip, harga jual ikan kakap merah dan daerah penangkapan ikan kakap
merah. Data sekunder diperoleh dari data hasil tangkapan, upaya penangkapan
dan harga jual ikan kakap merah pada tahun 2008-2013 yang diperoleh dari PPN
Brondong.

Gambar 3Penentuan panjang total (A-B) ikan kakap merah

4
Analisis Data
Parameter pertumbuhan
Pendugaan parameter pertumbuhan (L∞ dan K) dengan menggunakan
program FiSAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2 dengan
metode ELEFAN I (Electronic Length-Frequency Analysis). Pendugaan terhadap
t0 (umur teoritik ikan pada saat panjang sama dengan nol) diperoleh melalui
persamaan Pauly (1984) in Sparre dan Venema (1999).
(- )

-

-



(1)

L∞ adalah panjang asimtotik ikan (mm), K adalah koefisien laju pertumbuhan
(mm/satuan waktu), t adalah umur ikan, t0 adalah umur ikan pada saat panjang
sama dengan nol.
Mortalitas dan laju eksploitasi
Pendugaan nilai mortalitas alami (M) dan mortalitas total (Z) dihitung
menggunakan program FiSAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi
1.2.2 dengan metode Electronic Lenght Frequency Analysis (ELEFAN) bantuan
Mortality Estimation. Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan
rumus empiris Pauly (1984) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut.
logM

= (-0.0060 - 0.279(log



+ 0.6543(logK)+ 0.4634(logT)) (2)

M adalah mortalitas alami (per tahun), L∞ adalah panjang asimtotik pada
persamaan pertumbuhan von Bertalanffy (mm), K adalah koefisien pertumbuhan
pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy, t0 adalah umur ikan pada saat
panjang 0, dan T adalah rata-rata suhu permukaan air (oC).
Laju mortalitas penangkapan (F) diperoleh melalui
F=Z-M

(3)

Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas
penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984).
E=

=

(4)

E adalah laju eksploitasi, M adalah laju mortalitas alami, F adalah laju mortalitas
penangkapan, dan Z adalah laju mortalitas total.
Standarisasi upaya penangkapan
Standarisasi alat tangkap digunakan untuk menyeragamkan upaya
penangkapan, sehingga dapat diasumsikan upaya penangkapan dari suatu alat
tangkap dapat menghasilkan tangkapan yang relatif sama dengan alat tangkap
yang dijadikan standar. Alat tangkap yang digunakan sebagai standar adalah alat
tangkap yang dominan menangkap jenis ikan tertentu dan memiliki nilai Fising
Power Index (FPI) sama dengan satu. Nilai FPI dari masing-masing alat tangkap
lainnya dapat diketahui dengan membagi laju penangkapan rata-rata unit

5
penangkapan yang dijadikan standar. Menurut Sparre dan Venema (1999) nilai
FPI diketahui dengan rumus berikut.
CPUEi =
(5)
FPIi =

(6)

CPUEi adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap ke-i, Ci adalah
jumlah tangkapan jenis alat tangkap ke-i, fi adalah jumlah upaya penangkapan
jenis alat tangkap ke-i, CPUEs adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan alat
tangkap yang di jadikan standar, dan FPI adalah faktor upaya tangkap pada jenis
alat tangkap ke-i (Lampiran 1).
Pola musim penangkapan
Pola musim penangkapan dapat dihitung dengan menggunakan analisis
deret waktu terhadap data hasil tangkapan. Langkah-langkah telah disusun adalah
sebagai berikut (Dajan 1991).
1.
Menyusun deret CPUE dalam periode kurun waktu 6 tahun:
CPUEi = ni
(7)
Keterangan:
ni
= CPUE urutan ke-i
i
= 1, 2, 3, ...., 60
2.

Menyusun rata-rata bergerak (moving average) CPUE selama 12 bulan
(RG):
RGi =



-

)

(8)

Keterangan:
RGi = rata-rata bergerak 12 bulan ke-i
CPUEi = CPUE urutan ke-i
i
= 7, 8, ..., n-5
3.

Menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat (RGP):

RGPi = ∑
Keterangan:
RGPi = rata-rata bergerak CPUE terpusat ke-i
RGi = CPUE urutan ke-i
i
= 7, 8, ..., n-5
4.

(9)

Rasio rata-rata tiap bulan (Rb):

Rbi =
Keterangan:
Rbi
= rasio rata-rata bulan urutan ke-i
CPUEi = CPUE urutan ke-i

(10)

6
RGPi = rata-rata bergerak CPUE terpusat urutan ke-i
i
= 7, 8, ..., n-5
5.
Menyusun nilai rata-rata dalam suatu matrik berukuran i x j yang disusun
untuk setiap bulan, yang dimulai dari bulan Januari–April 2015.
Selanjutnya menghitung nilai total rasio rata-rata tiap bulan, kemudian
menghitung total rasio secara keseluruhan dan pola musim penangkapan.
(i) Rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RBBi):
RBBi = ∑
)
Keterangan:
RBBi = rata-rata dari Rbij untuk bulan ke-i
Rbij = rasio rata-rata bulanan dalam matriks ukuran i x j
i
= 1, 2, ..., 12
j
= 1, 2, 3, ..., n
(ii) Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRBB)

(11)

JRBB = ∑
Keterangan:
JRBB = jumlah rasio rata-rata bulanan
RBB = rata-rata RBij untuk bulan ke-i
i
= 1, 2, 3, ..., 12

(12)

(iii) Indeks musim penangkapan (IMP)
Idealnya jumlah rasio rata-rata bulanan (JRBB) sama dengan 1200. Namun
banyak faktor yang menyebabkan JRBB tidak selalu sama dengan 1200, oleh
karena itu nilai rasio rata-rata bulanan harus dikoreksi dengan suatu nilai koreksi
yang disebut dengan Faktor Koreksi (FK). Berikut adalah rumus untuk
memperoleh FK.
FK =
Keterangan:
FK
= nilai faktor koreksi
JRBB = jumlah rasio rata-rata bulanan

(13)

IMP dihitung dengan menggunakan rumus
IMPi = RBBi x FK
Keterangan:
IMPI = indeks musim penangkapan bulan ke-i
RBB = rasio rata-rata untuk bulan ke-i
FK
= nilai faktor koreksi
i
= 1, 2, 3, ..., 12
(Lampiran 2)

(14)

7
Berikut adalah asumsi yang digunakan dalam perhitungan pola musim
penangkapan:
1. Jenis ikan kakap yang didaratkan di PPN Brondong merupakan hasil
tangkapan yang berasal dari perairan Lamongan
2. Unit penangkapan yang menangkap ikan kakap merah di wilayan perairan
Lamongan berasal dari Kabupaten Lamongan
3. Alat tangkap yang beroperasi memiliki daerah penangkapan yang sama
4. Ikan kakap merah yang tertangkap mempunyai kesempatan yang sama untuk
tertangkap.
Model surplus produksi
Tingkat upaya penangkapan optimum (FMSY) dan hasil tangkapan
maksimum lestari (MSY) dari unit penangkapan ditentukan dengan menggunakan
model surplus produksi yang didasarkan pada sifat biologis. Melalui model
surplus produksi dapat diketahui potensi produksi dari suatu sumberdaya ikan
sekaligus tingkat produksi maksimum yang dapat dicapai (Coppola and Pascoe
1998).Model surplus produksi yang dicobakan adalah model Foxyang
merupakanhubungan linier antara hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) dengan
upaya penangkapan (Sparre dan Venema 1999). Berikut adalah persamaan model
Fox.
ln CPUE = qK +
ft
(15)
sehingga MSY dan upaya optimum diperoleh melalui
Eopt = -

(16)

MSY = Eopte(qK)-1

(17)

pada model Fox, regresi yang digunakan sama dengan model Schaefer
CPUEt = b10+b11Et

(18)

dengan Y = CPUEt dan X = Et
Parameter q, K, dan r diperoleh melalui
q = abs(q)

(19)

K=

(20)

r=

(21)

-

abs(q) adalah nilai absolut q pada tahun terakhir (Lampiran 3)
MSY adalah tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield), CPUEt
adalah hasil tangkapan per satuan upaya tahun ke-t, q adalah koefisien daya
tangkap, K ada;ah daya dukung lingkungan, dan r adalah laju pertumbuhan
intrinsik.

8
Analisis bioekonomi
Model yang digunakan untuk menduga parameter biologi adalah model
surplus produksi Fox. Setelah diketahui berbagai parameter biologi, selanjutnya
dimasukkan ke dalam estimasi parameter ekonomi Gordon-Schaefer. Parameter
ekonomi seperti biaya operasional penangkapan dan harga ikan kakap merah
diperoleh dari hasil wawancara.Menurut Fauzi (2006), rata-rata biaya
penangkapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
c=



(22)

c adalah rata-rata biaya penangkapan (rupiah/trip), ci adalah biaya
penangkapan nominal responden ke-i, dan n adalah jumlah responden. Harga ikan
kakap merah (Lutjanus malabaricus) ditentukan berdasarkan harga rata-rata
dengan rumus (Fauzi 2006).
p=



(23)

p adalah harga ikan rata-rata (rupiah per kg), pi adalah harga nominal ikan
kakap merah pada responden ke-i, dan n adalah jumlah responden. Jika kedua
parameter ekonomi tersebut telah diketahui, maka TR (Total Revenue), TC (Total
Cost), dan keuntungan ekonomi (π) diperoleh dengan persamaan (Fauzi 2006).
TR = pY

(24)

TC = cf

(25)

π

(26)

T –TC

Parameter biologi dan ekonomi yang diperoleh digunakan untuk
membandingkan pengelolaan pada kondisi Maximum Sustainable Yield (MSY),
Maximum Economic Yield (MEY), dan Open Access (OA).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Alat tangkap
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kakap merah oleh
nelayan di Brondong adalah rawai yang merupakan alat tangkap produktif yang
bersifat pasif. Gambar alat tangkap rawai dan mata pancing disajikan pada
Gambar 4.

9

Gambar 4Alat tangkap rawai dan mata pancing
Mata pancing yang digunakan untuk menangkap ikan kakap merah
bernomor 8-9. Jumlah mata pancing yang digunakan dalam satu rangkaian rawai
dasar kurang lebih sebanyak 300 buah. Tali yang digunakan terbuat dari bahan
senar PE dengan panjang kurang lebih 150 meter. Ukuran tali yang biasa
digunakan adalah nomor 40, 60 dan 90. Alat tangkap utama yang digunakan
untuk menangkap ikan kakap merah adalah rawai dengan berat kapal lebih dari 30
GT (Badrudin et al. 2004). Namun kapal yang digunakan oleh nelayan Brondong
rata-rata berukuran 10-15 GT dengan dimensi panjang 6-14 meter, lebar 2-4 meter,
dan tinggi kapal 1-1,5 meter. Mesin yang digunakan oleh kapal rawai dasar
adalah Yanmar 23 dan 30 PK dan Diesel 230 dan 300 PK. Pengoperasian pancing
rawai dengan lama waktu penangkapan yang dapat mencapai 14 hari.
Parameter pertumbuhan
Sebaran distribusi panjang pada setiap waktu pengambilan contoh diperoleh
dari program ELEFAN. Jumlah contoh ikan kakap merah yang diambil sebanyak
538 ekor.Informasi sebaran frekuensi panjang ikan kakap merah disajikan pada
Gambar 5.

Gambar 5Sebaran frekuensi ikan kakap merah dengan program ELEFAN
Ukuran ikan kakap merah yang dominan tertangkap adalah ukuran 352-418
mm. Panjang maksimum ikan kakap merah adalah 880 mm dan panjang

10
minimum ikan kakap merah adalah 208 mm. Informasi parameter pertumbuhan
ikan kakap merah disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1Parameter pertumbuhan ikan kakap merah
Sumber

Lokasi

Edwards (1991)
Herianti (1993)
Penelitian ini (2015)

Australia
Utara Jawa
Brondong, Lamongan

Parameter pertumbuhan
L∞
K
t0
(per thn) (per thn)
(mm)
707 (SL)
0,168
0,418
644 (TL)
0,338
0,397
890,6 (TL)
0,550
-0,151

Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan kakap merah didapatkan panjang
asimtotik ikan kakap merah adalah 890,6 mm, koefisien pertumbuhan (K) sebesar
0,550/tahun, dan umur teoritik ikan saat panjang sama dengan nol (t0) -0,151 per
tahun. Nilai parameter pertumbuhan ikan kakap merah pada penelitian ini
berbeda dengan penelitian sebelumnya. Hal ini dapat disebabkan oleh suhu,
ketersediaan makanan, genetik, dan penyakit (Effendie 2002).
Mortalitas dan laju eksploitasi
Mortalitas merupakan jumlah aktual ikan yang mati pada suatu keadaan
tertentu yang tidak ditentukan sebelumnya (Aziz 1989). Nilai mortalitas
penangkapan ikan kakap merah lebih besar daripada nilai mortalitas alami. Laju
eksploitasi ikan kakap merah adalah 0,21/tahun. Nilai laju eksploitasi tersebut
berbeda dengan penelitian Wahyuningsihet al. (2013) pada lokasi yang sama
sebesar 0,53/tahun. Informasi mortalitas dan laju eksploitasi ikan kakap
merahdisajikan pada Tabel 2.
Tabel 2Mortalitas dan laju eksploitasi ikan kakap merah
Parameter
Mortalitas alami (M)
Mortalitas penangkapan (F)
Mortalitas total (Z)
Laju eksploitasi (E)

Penelitian ini
(2015)
0,48
0,13
0,61
0,21

Wahyuningsihet al.
(2013)
0,49
0,55
1,04
0,53

Nilai mortalitas total (Z) ikan kakap merah adalah 0,61 dengan nilai
mortalitas alami M = 0,48 dan mortalitas penangkapan F = 0,13. Laju eksploitasi
ikan kakap merah adalah E = 0,21. Menurut Amine (2012), perbedaan nilai
mortalitas dan laju eksploitasi disebabkan adanya perbedaan dalam hal variasi
pada struktur populasi dan kondisi lingkungan. Nilai laju eksploitasi ini belum
melebihi nilai laju eksploitasi optimal E = 0,5 yang berarti pemanfaatan
sumberdaya ikan kakap merah belum optimal atau belum mengalami tangkap
lebih (overeksploitasi).
Komposisi hasil tangkapan ikan
Tangkapan nelayan Brondong terdiri dari ikan pelagis dan demersal. Secara
umum hasil tangkapan ini tidak seimbang setiap bulan selama satu tahun produksi.
Komposisi hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPN Brondong disajikan pada

11
Gambar 6, selanjutnya komposisi hasil tangkapan dari alat tangkap rawai
disajikan pada Gambar 7.
2%
2%
2%
2%
2%
3%
4%
4%

16%
25%

17%
9%

12%

Kuningan
Swanggi
Kapasan
Layang
Manyung
Pari
Beloso
Kuwe
Tongkol
Cumi-cumi
Tonang
Kakap merah
Lainnya

Gambar 6Komposisi hasil tangkapan ikan yang didaratkan
di PPN Brondong

20%
41%

Kakap merah
Manyung
Tonang

13%
10%
6% 10%

Kuwe
Tenggiri
Lainnya

Gambar 7Komposisi hasil tangkapan ikan dari alat tangkap rawai
Hasil tangkapan rawai didominasi oleh ikan kakap merah, manyung, tonang,
kuwe, tenggiri, dan lain-lain. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa rawai
digunakan untuk menangkap ikan-ikan karang. Ikan kakap merah merupakan ikan
hasil tangkapan terbanyak dengan rata-rata hasil tangkapan sebesar 550 ton/tahun
atau sebanyak 20% dari total hasil tangkapan nelayan rawai.
Hasil tangkapan ikan kakap merah
Alat tangkap produktif untuk menangkap ikan kakap merah adalah dogol,
collecting, dan rawai. Selama tahun 2008-2013 produksi ikan kakap merah
menunjukkan trend penurunan. Informasi hasil tangkapan ikan kakap merah
disajikan pada Gambar 8.

12

Produksi (ton/tahun)

800
600
400
200
0
2008

2009

2010
2011
Tahun
Dogol
Rawai

2012

2013

Gambar 8Hasil tangkapan ikan kakap merah
Hasil tangkapan ikan kakap merah tertinggi pada tahun 2009 dari alat
tangkap dogol, sedangkan hasil tangkapan terendah pada tahun 2011 dari alat
tangkap collecting. Terjadi trend perubahan produksi ikan kakap merah mencapai
16% per tahun.

Upaya penangkapan
(trip/tahun)

Upaya penangkapan ikan kakap merah
Upaya tangkap merupakan jumlah tekanan yang diberikan kepada suatu stok
ikan setiap kali melakukan proses penangkapan. Upaya penangkapan dari
berbagai alat tangkap disajikan pada Gambar 9.
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
2008

2009 2010 2011
Tahun
Dogol
Rawai

2012

2013

Gambar 9Upaya penangkapan ikan kakap merah
Hasil standarisasi upaya penangkapan alat tangkap dogol, collecting, dan
rawai diperoleh upaya total antara 10 000 hingga 25 000 trip/tahun. Upaya
penangkapan ikan kakap merah dengan alat tangkap dogol cenderung menurun
pada tahun 2011-2013. Sedangkan upaya penangkapan dengan alat tangkap rawai
meningkat pada tahun 2011-2013. Hal ini berbanding lurus dengan hasil
tangkapan, ketika upaya meningkat maka hasil tangkapan meningkat dan
sebaliknya.
Catch per unit effort (CPUE)
Catch per unit effort menggambarkan tingkat produktivitas upaya
penangkapan. Nilai CPUE tertinggi pada tahun 2011 oleh alat tangkap rawai,

13
namun menurun drastis pada tahun 2012 dan meningkat kembali pada tahun 2013.
Nilai CPUE ikan kakap merah dengan berbagai alat tangkap disajikan pada
Gambar 10.
0.35
CPUE (ton/trip)

0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
2008

2009

2010 2011
Tahun
Dogol

2012

2013

Rawai

Gambar 10Catch per unit effort ikan kakap merah
Nilai CPUE yang semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat produktivitas
alat tangkap yang digunakan juga semakin tinggi. Alat tangkap rawai memiliki
tingkat produktivitas yang tinggi terhadap ikan kakap karena rawai memiliki daya
tangkap yang paling besar dibandingkan alat tangkap lainnya.

CPUE (ton/trip)

Hubungan effortdan CPUE
Nilai CPUE menggambarkan keadaan suatu stok sumberdaya ikan yang ada
di alam, sedangkan effort adalah upaya penangkapan terhadap suatu sumberdaya
ikan. Hubungan antara nilai effort dan CPUE menunjukkan hubungan yang linear
dengan koefisien determinasi sebesar 84,04%. Informasi hubungan antara effort
dan CPUE disajikan pada Gambar 11.
800
700
600
500
400
300
200
100
0

y = -0,1273x + 677,85
R² = 87,04%

0

1000

2000

3000

4000

Effort (trip)

Gambar 11Kurva hubungan effortdan CPUE
Hubungan effortdengan CPUE ikan kakap merah digambarkan oleh
persamaan y = -0,1273+677,85. Berdasarkan persamaan tersebut, diperoleh nilai
intersept (a) sebesar 677,85. Nilai tersebut menunjukkan jika tidak ada effort (0),

14
potensi ikan kakap merah yang tersedia di alam sebesar 677,85 ton per trip alat
tangkap. Nilai slope (b) sebesar -0,1273 menunjukkan hubungan negatif antara
hasil tangkapan dan upaya penangkapan. Setiap pengurangan 1 trip effort, maka
nilai CPUE akan naik sebesar 0,1273 ton per trip.
Pola musim penangkapan
Pola musim penangkapan ikan kakap merah didapatkan dengan menghitung
nilai indeks musim penangkapan (IMP) setiap bulannya. Nilai IMP lebih dari
100% menunjukkan bahwa pada bulan tersebut adalah musim penangkapan ikan
kakap merah. Informasi mengenai pola musim penangkapan disajikan pada
Gambar 12.

IMP

150
100
50
0

Bulan
IMP
Musim peralihan

Musim penangkapan
Musim paceklik

Gambar 12Pola musim penangkapan ikan kakap merah
Puncak musim penangkapan ikan kakap merah terjadi pada bulan
September-November, dan bulan Juni-Agustus, sedangkan musim paceklik terjadi
pada bulan Desember. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara nelayan yang
menyatakan bahwa hasil tangkapan ikan kakap merah melimpah setelah musim
barat berakhir.
Model surplus produksi
Model surplus produksi digunakan untuk menduga tingkat upaya optimum
yang dapat menghasilkan suatu tangkapan maksimum lestari. Informasi hasil
tangkapan dan upaya penangkapan ikan kakap merah disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kakap merah
Tahun
2008
2009
2011
2012
2013

C (ton)
808,21
795,14
300,35
66,11
497,095

E (trip)
3402,36
3704,05
642,30
95,82
721,11

Hasil tangkapan ikan kakap merah tertinggi pada tahun 2008 sebanyak
808,21 ton, sedangkan hasil tangkapan terendah pada tahun 2012 sebanyak 66,11

15

Hasil tangkapan (ton)

ton. Upaya penangkapan tertinggi yaitu pada tahun 2009 sebanyak 3704 trip,
sedangkan upaya penangkapan terendah yaitu pada tahun 2012 sebanyak 96 trip.
Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kakap merah mengalami penurunan
pada tahun 2008-2012, akan tetapi hasil tangkapan ikan kakap merah mengalami
peningkatan pada tahun 2013. Informasi hubungan upaya penangkapan dengan
hasil tangkapan disajikan pada Gambar 13.
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

2008
2009

2013
2010
2011

2012
0

2500

5000

7500

10000 12500 15000 17500 20000

Upaya penangkapan (trip)
MSY

f MSY

Gambar 13Hubungan hasil tangkapan dan upaya penangkapan
Gambar diatas menjelaskan hubungan antara upaya penangkapan dan hasil
tangkapan. Upaya penangkapan pada tahun 2008 dan 2009 telah melebihi upaya
optimal. Namun pada tahun 2013, upaya penangkapan (aktual) belum melebihi
upaya optimal. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa sumberdaya ikan kakap
merah belum mengalami tangkap lebih atau overfishing.
Analisis bioekonomi
Analisis bioekonomi dilakukan untuk menentukan tingkat pengusahaan
optimum bagi pelaku eksploitasi sumberdaya perikanan, serta untuk mengetahui
tingkat kesejahteraan nelayan dan tingkat pemanfaatan stok pada kondisi
Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Maximum Economic Yield (MEY)
sehingga dapat diketahui apakah tejadi perubahan rente ekonomi dari aktivitas
penangkapan (Sari 2012).Infomasi parameter biologi dan ekonomi disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4Parameter biologi dan ekonomi
Parameter biologi dan ekonomi
Laju pertumbuhan intrinsik (r)
Koefisien kemampuan tangkap (q)
Daya dukung lingkungan (K)
Biaya operasional (c)
Harga ikan (p)

Satuan
ton/tahun
unit penangkapan
ton/tahun
Rp/trip
Rp/ton

Nilai
150,95
0,0283
23,92
3 820 000
36 064 442

16
Estimasi parameter biologi ikan kakap merah diperoleh nilai daya dukung
lingkungan (K) sebesar 23,92 ton/tahun, kemampuan alat tangkap untuk satu
periode melaut sebesar 0,0283/unit penangkapan, dan laju pertumbuhan intrinsik
ikan kakap merah sebesar 150,95 ton/tahun. Parameter biologi dan ekonomi
diatas digunakan untuk menentukan jumlah tangkapan lestari, upaya optimum dan
keuntungan ekonomi pada kondisi MSY, MEY, OA, dan aktual. Upaya
penangkapan pada kondisi OAlebih besar daripada kondisi MEY, MSY, dan
aktual. Informasi hasil analisis bioekonomi disajikan pada Gambar 14 dan
Lampiran 4.
Rp35

TR (milyar rupiah)

Rp30
Rp25
Rp20
Rp15
Rp10
Rp5
Rp0
0

2000

4000

6000

8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000

Upaya penangkapan (trip)
TR

TC

MSY

MEY

OA

Aktual

Gambar 14Kurva bioekonomi
Hasil analisis bioekonomi diperoleh upaya penangkapan pada kondisi
pengelolaan open access(OA) di PPN Brondong untuk keseluruhan alat tangkap
adalah 5921 trip/tahun. Upaya penangkapan pada rezim MSY, MEY, dan aktual
sebanyak 3118 trip/tahun; 2200 trip/tahun; dan 721 trip/tahun. Hasil tangkapan
yang diperoleh pada kondisi OA sebanyak 627,11 ton/tahun. Sementara itu hasil
tangkapan pada kondisi MSY, MEY, dan aktual sebanyak 811,25 ton/tahun;
768,32 ton/tahun; dan 497,10 ton/tahun. Kentungan ekonomi yang diperoleh pada
kondisi MSY, MEY, dan aktual sebesar Rp 17 344 556 350, Rp 19 305 166 090,
dan Rp 15 172 802 892. Pada kondisi OA keuntungan yang diperoleh sama
dengan nol (0).
Pembahasan
Pendugaan parameter pertumbuhan dilakukan sebagai dasar untuk menduga
kondisi sumberdaya alam di suatu perairan (Nikolskii 1969). Koefisien
pertumbuhan (K) menyatakan kecepatan kurva pertumbuhan dalam mencapai
panjang asimtotik (L∞) pada pola pertumbuhan suatu ikan. Semakin tinggi nilai
koefisien pertumbuhan maka semakin cepat ikan tersebut mencapai panjang
asimtotiknya. Nilai koefisien pertumbuhan (K) ikan kakap merah pada penelitian

17
ini kurang dari satu, yang menunjukkan bahwa ikan kakap merah mempunyai laju
pertumbuhan yang lambat. Menurut Newman et al. (2000), pertumbuhan ikan
kakap merah (Lutjanus malabaricus) relatif lambat setelah mencapai dewasa, dan
mempunyai umur yang cukup panjang yang dapat mencapai 20 tahun. Agar
sumberdaya ikan kakap merah tetap lestari, diperlukan pengaturan dalam
pemanfaatannya yaitu dengan menentukan waktu penangkapan yang tepat
sehingga dapat diperoleh keuntungan baik dari segi biologi maupun ekonomi.
Ikan kakap merah merupakan hasil tangkapan dominan pada alat tangkap
rawai. Produksi ikan kakap merah yang didaratkan di PPN Brondong berfluktuasi
setiap tahunnya.Laevastu dan Favorite (1988) menyatakan bahwa fluktuasi hasil
tangkapan dipengaruhi oleh keberadaan ikan, jumlah upaya penangkapan dan
tingkat keberhasilan operasi penangkapan. Menurut Sriati (2011), hasil tangkapan
tidak hanya dipengaruhi oleh kelimpahan ikan pada saat tertentu, tetapi tergantung
juga pada jumlah unit dan efisiensi unit alat tangkap, lama operasi penangkapan
dan ketersediaan ikan yang akan ditangkap.
Blaber et al. (2005) mengemukakan bahwa stok ikan kakap merah (Lutjanus
malabaricus) mengalamipenurunan 10 hingga 20 % dari tahun 1971 hingga awal
tahun 2000-an. Kondisi ini dikhawatikan akan collapse jika tingkat penangkapan
yang tinggi tetap dipertahankan.Untuk menanggulangi terjadinya tangkap lebih
atau overfishing, salah satu upaya pengelolaan yang disarankan adalahpengaturan
upaya penangkapan berdasarkan rezim pengelolaan MEY. Perbaikan pengelolaan
ini tentu saja akan berdampak terhadap pendapatan nelayan. Akan tetapi hal ini
dapat dilakukan secara bertahap seiring dengan kesadaran pentingnya menjaga
kelestarian sumberdaya ikan agar tetap bisa dimanfaatkan di masa mendatang.
Hubungan antara effortdan CPUE bersifat negatif. Semakin tinggi upaya
penangkapan (effort) akan menurunkan tingkat produktivitas ikan kakap merah
(CPUE) (Hutagalung et al. 2015). Berdasarkan hasil penelitian, hubungan antara
effort dan CPUEmengindikasikan bahwa sumberdaya ikan kakap merah telah
mengalami overfishing sesaat pada tahun 2008 dan 2009. Penurunan upaya
penangkapan yang dilakukan pada tahun 2011-2012 belum menunjukkan
peningkatan hasil tangkapan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumiono et al.
(2002) bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dideteksi melalui
berbagai indikator yang dapat dikelompokkan menjadi indikator ekosistem dan
indikator stok. Salah satu indikator terjadinya pemanfaatan berlebih terhadap
sumberdaya (overfishing) dalam suatu ekosistem adalah penurunan hasil
tangkapan per satuan upaya (CPUE).
Tingginya harga dipasar lokal maupun internasional menjadikan ikan kakap
merah sebagai komoditas ekspor dengan permintaan yang tinggi, hal ini
menyebabkan aktivitas penangkapan meningkat setiap tahunnya. Menurut
Gulland (1983) tingkat pemanfaatan optimum (E) suatu sumberdaya ikan adalah
0,5 yang berarti besarnya mortalitas alami sama dengan mortalitas penangkapan.
Nilai laju eksploitasi (E) pada penelitian ini berbeda dengan penelitian
Wahyuningsih (2013) pada lokasi yang sama (Tabel 4). Nilai laju eksploitasi
yang berada dibawah nilai eksploitasi optimum mengindikasikan bahwa tidak
terjadi tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok ikan kakap merah. Hal ini
berarti tingkat pemanfaatan ikan kakap merah belum optimal karena sumberdaya
ikan kakap merah di Kabupaten Lamongan belum mengalami tangkap lebih atau
overeksploitasi.

18
Menurut Zulbainami (2012), dugaan parameter biologi perlu diketahui
sebelum dugaan parameter ekonomi karena sumberdaya perikanan selalu bergerak
dan bersifat diburu. Laju pertumbuhan intrinsik (r) sebesar 150,95diartikan
bahwa populasi sumberdaya ikan kakap merah akan tumbuh secara alami tanpa
gangguan dari gejala alam maupun kegiatan manusia adalah 150,95 ton/tahun.
Koefisien daya tangkap (q) sebesar 0,0283 diartikan bahwa proporsi stok ikan
yang dapat ditangkap oleh satu unit upaya penangkapan adalah 0,0283 ton/trip.
Daya dukung lingkungan (K) sebesar 23,92 menunjukkan kemampuan suatu
ekosistem untuk mendukung produksi sumberdaya ikan kakap merah adalah 23,92
ton/tahun.
Menurut Syahrir et al. (2010), nilai indeks musim penangkapan (IMP) dapat
dijadikan dasar untuk mengetahui kecenderungan musim penangkapan sehingga
dapat ditentukan waktu penangkapan yang tepat. Musim penangkapan ikan kakap
merah terjadi pada bulan September-Agustus.
Pola musim penangkapan
dipengaruhi oleh pola arus yang terjadi karena interaksi antara udara dan laut
(Nontji 2007). Puncak musim penangkapan ikan kakap merah terjadi pada bulan
September-November, dan bulan Juni-Agustus, sedangkan musim paceklik terjadi
pada bulan Desember. Musim penangkapan ini dipengaruhi oleh sistem angin
musim di Indonesia. Menurut Hariyanto (2014), terdapat empat musim yang
mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan, yaitu Musim Barat (Desember,
Januari, Februari), Musim Peralihan I (Maret, April, Mei), Musim Timur (Juni,
Juli, Agustus), dan Musim Peralihan II (September, Oktober, November).
Hasil perhitungan indeks musim penangkapan (IMP) ikan kakap merah
memiliki produksi yang tinggi setiap bulannya, dibuktikan hanya terdapat satu
bulan yang merupakan musim paceklik untuk menangkap ikan kakap merahyakni
bulan Desember. Hal ini mengindikasikan bahwa penangkapan ikan kakap merah
dapat dilakukan sepanjang tahun (Hariyanto 2014).Hal ini sesuai dengan hasil
wawancaranelayan yang menyatakan bahwa hasil tangkapan ikan kakap merah
melimpah saat musim barat telah berakhir. Musim penangkapan merupakan
faktor penting dalam kegiatan eksploitasi sumberdaya perikanan. Informasi yang
didapat dari indeks musim penangkapan (IMP) ini diharapkan dapat
mempermudah nelayan dalam melakukan aktifitas penangkapan yang efektif dan
efisien sehingga hasil tangkapan dan keuntungan yang didapat optimal.
Analisis bioekonomi menggunakan parameter biologi (r,q dan K) yang
diperoleh dari model Fox dan parameter ekonomi (biaya operasional dan harga
ikan) dari hasil wawancara nelayan. Biaya operasional per trip pada penelitian ini
dianggap konstan, karena hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan.Konsep
MEY menekankan pada keuntungan maksimum namun kelestarian sumberdaya
ikan tersebut tetap terjaga (Simarmata 2014).
Hasil analisis bioekonomi menunjukkan bahwa upaya penangkapan pada
kondisi aktual belum melebihi upaya penangkapan pada kondisi MEY. Hal ini
menunjukkan bahwa pengusahaan ikan kakap merah di Kabupaten Lamongan
belum mengalami overfishing baik secara biologi maupun ekonomi.Secara
menyeluruh, pemanfaatan sumberdaya ikan kakap merah yang didaratkan di PPN
Brondong masih dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan yaitu dengan
optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan kakap merah pada tingkat upaya
penangkapan 2200 trip/tahun, dengan hasil tangkapan 768,32 ton/tahun, dan
keuntungan Rp 19 305 166 090/tahun.

19

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan kakap merah belum
mengalamitangkap lebih atau overfishingbaik secara biologi maupun ekonomi.
Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan kakap merahpada kondisi bioekonomi
dicapai pada tingkat upaya penangkapan 2200 trip/tahun dengan hasil tangkapan
768,32 ton/tahun, dan keuntungan Rp 19 305 166 090/tahun.Kebijakan
pengelolaan ini diharapkan dapat menjamin ketersediaan dan kelestarian
sumberdaya ikan kakap merah sepanjang tahun.

Saran
Perlu informasi mengenai potensi sumberdaya ikan kakap merah menurut
wilayah, sehingga dapat mendukung kegiatan penangkapan.

DAFTAR PUSTAKA
Amine AM.2012. biology and assesment of the thread fin bream Nemipterus
japonicus in Gulf of Suez, Eigypt. J. Aquat. Biol. And Fish. 16(2):47-57
Ataupah EA. 2010. Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus sp.) di Kabupaten Kupang
Provinsi Nusa Tenggara Timur [skripsi]. Bogor(ID). Institut
Pertanian Bogor.
Aziz KA. 1989. Dinamika Populasi Ikan. Bahan Pengajaran Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
Antara Universitas Ilmu Hayat. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor Press.
Badrudin B, Sumiono, dan Nurhakim S. 2004. Hook rates and compotition of
bottom longline catches in the waters of the Arafura Sea. Indonesian
Fisheris Journal 10(1): 9-14.
Baskoro MS, Ronny IW dan Effendy A. 2004. Migrasi dan Distribusi Ikan.
Bogor(ID).Institut Pertanian Bogor Press.
Blaber S, Dichmont C, Buckworth R, Badrudin, Sumiono B, Nurhakim S,
Iskandar B, Fegan B, Ramm D, dan Salini J. 2005. Shared stocks of
Snappers (Lutjanidae) in Australia and Indonesia: Integratingbiologi,
population dynamics and socio-economics to examine management
scenarios. Review in Fish Biology and Fisheries, 15(1-2): 111-127.
Coppola and Pacoe S. 1998. A surplus production model with a non linear catch
effort relationship. Marine Resource Economic Journal. Vol. 13: 13-50.
Dajan A. 1991. Pengantar model statistik, jilid I. Lembaga Penelitian Pendidikan
Penerangan Ekonomi Sosial. Jakarta(ID). 313-332.
Edwards RRC and Shaher S. 1991. The biometrics of marine fishes from the Gulf
ofAden. Fishbyte 9(2): 27-29.

20
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta(ID). Yayasan Pustaka
Nusatama.
[FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 1974. Eastern
Indian Ocean and Western Central Pacific. Volume II. Rome, Italy.
Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi.
Jakarta(ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Gulland JA. 1983. Fish stock assesment. A Manual of Basic Methods. John
Wiley & Sons. Chicester. 233 p.
Grimes CB. 1987. Reproductive biology of the Lutjanidae: a review. In Polovina,
JJ & Ralston S (eds). Tropical snappers and Groupers: Biology and
Fisheries Management. Westview Press. Boulder and London. 239-294.
Hariyanto. 2014. Pola Musim Tangkap Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) yang
didaratkan di PPP Labuan Banten, Kabupaten Pandeglang, Banten
[skripsi].Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor.
Herianti I dan Djamal R. 1993. Dinamika populasi kakap merah Lutjanus
malabaricus (Bloch and Schneider) di perairan Utara Laut Jawa. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut. 78: 18-25.
Hutagalung YV, Bambang AN, dan Sardiyatmo. 2015. Analisis bioekonomi
perikanan menggunakan model Schaefer dan Fox pada cumi-cumi (Loligo
sp.) yang tertangkap dengan cantrang di TPI Tanjungsari Kabupaten
Rembang. Journal of Fisheries Resources Utilization and Technology
Laevastu T and Favorite F. 1988. Fishing and stock fluctuations. Fishing News
Books Ltd. Surrey, England. 239 p.
Marzuki S dan Djamal R. 1992. Penelitian penyebaran kepadatan stok dan
beberapa parameter biologi induk kakap merah dan kerapu di perairan
Laut Jawa dan Kepulauan Riau. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai
Penelitian Perikanan Laut. Jakarta(ID). 68: 49-65.
Melianawati R dan Aryati RW. 2012. Budidaya ikan kakap merah Lutjanus sebae.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol. 4 No. 1: 80-88.
Newman SJ, Cappo M and Williams D. 2000. Age, growth, mortality rates, and
corresponding yield estimates using otoliths of the tropical red snappers,
Lutjanus erythropterus, L.malabaricus, and L.sebae, from the central
Great Barrier Reef. Fisheries Reasearch. 48:1-14.
Nikolskii GV. 1969. Fish population dynamics. Oliver and Boyd, Edinburg. 323 p.
Nontji. 2007. Laut Nusantara. Cetakan ke-5. Jakarta(ID): Djambatan.
Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters : a manual for use
with programmable calculators. ICLARM. Manila. Filipina. 325 p.
Sari FNI. 2012. Analisis Bioekonomi Untuk Pemanfaatan Sumberdaya Rajungan
(Portunus pelagicus) di Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten
[skripsi]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor.
Simarmata R. 2014. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella
fimbriata) di Perairan Selat Sunda [tesis].Bogor(ID). Institut Pertanian
Bogor.
Sparre P dan Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis.Buku
1:manual. Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa
dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, BadanPenelitian
dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. FAO dan Deptan. Terjemahan dari:
Itroduction to Tropical Fish Stock Assesment. 438 p.

21
Sriati. 2011. Kajian bio-ekonomi sumberdaya ikan kakap merah yang didaratkan
di pantai selatan Tasikmalaya, Jawa Barat. Jurnal Akuatika Vol. II (2):7.
Sumiono B, Chodriyah U, Yulianti, dan Ridjal M. 2004. Komposisi Jenis dan
Biodiversitas Ikan Demersal dan Udang di Perairan Utara Jawa Tengah.
Prosiing Hasil-hasil Riset. Pusat Riset Perikanan Tangkap. 9-17.
Syamsiah NN. 2010. Studi Dinamika Stok Ikan Biji Nangka (Upeneus sulphureus
Cuvier, 1829) di Perairan Utara Jawa yang didaratkan di Pelabuhan
Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa
Timur [skripsi]. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor.
Syahrir RM, Mulyono SB, Darmawan L, Ernani SW dan Eko. 2010. Pola musim
penangkapan ikan pelagis di Teluk Apar. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis.
Vol 13(1): 24-31.
Wahyuningsih, Prihatiningsih dan Ernawati T. 2013. Parameter populasi ikan
kakap merah (Lutjanus malabaricus) di Perairan Laut Jawa bagian timur.
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol. 5(3): 175-179.
Zulbainami. 2012. Teori dan Praktik Pemodelan Bioekonomi dalam Pengelolaan
Perikanan Tangkap. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor Press.

22

LAMPIRAN
Lampiran 1

Standarisasi alat tangkap

Tahun
2008
2009
2010
2011
2012
2013

CT
38355815
43278109
30297749
37888606
43730529
45586780

CK
697960
741630
244520
179250
25640
289495

Tahun
2008
2009
2010
2011
2012
2013

CT
850230
310050
525676
475450
544940
622635

Keterangan :
CT : Catch total
CK : Catch kakap merah
ET : Effort total
EK : Effort kakap merah

CK
110250
53510
109690
121100
40470
207600

DOGOL
Proporsi
0,018197
0,017136
0,008071
0,004731
0,000586
0,00635
RAWAI
Proporsi
0,129671
0,172585
0,208665
0,254706
0,074265
0,333422

ET
20782
24279
18150
12949
10525
8309

ET
572
246
632
405
559
770

EK
378,1696
416,0541
146,4808
61,26138
6,170998
52,7656

EK
74,17169
42,45593
131,8761
103,156
41,51417
256,7347

23
Lampiran 2

Hasil perhitungan indeks musim penangkapan (IMP)

Bulan
September
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus

Lampiran 3

Tahun
2008
2009
2011
2012
2013
Nilai
a
b
R2
Fmsy
MSY
PL
TAC

Total RRBi
0,5211
0,5557
0,6209
0,2765
0,3395
0,4632
0,4410
0,4313
0,4400
0,6026
0,5077
0,5754

Rata-rata
0,1737
0,1852
0,2070
0,0922
0,1132
0,1544
0,1470
0,1438
0,1467
0,2009
0,1692
0,1918

IMPi
108,2904
115,4742
129,0084
57,4508
70,5390
96,2478
91,6402
89,6218
91,4344
125,2250
105,5016
119,5664

Model surplus produksi

Model Fox
C (ton)
808,21
795,14
300,35
66,11
497,095

E (trip)
3402,36
3704,05
642,30
95,82
721,11
Model Fox
-0,3465
-0,0003
0,9329
3118,4666
811,2450
730,1205
584,0964

CPUE
0,2375
0,2147
0,4676
0,6899
0,6893

ln CPUE
-1,4374
-1,5387
-0,7601
-0,3712
-0,3720

24
Lampiran 3 (lanjutan)
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R
0,9330
R Square
0,8704
Adjusted R Square 0,8272
Standard Error
0,0964
Observations
5
ANOVA
df
Regression
Residual
Total

Intercept (qk)
X Variable 1
Lower 95%
0,4711
-0,00021
Tahun
2008
2009
2011
2012
2013

SS
0,1873
0,0278
0,2151

1
3
4

Coefficients
0,6778
-0,00012

MS
0,1873
0,0092

F
20,1522

Significance F
0,0206

Standard Error
0,0649
2,83509E-05

t Stat
10,4372
-4,4891

P-value
0,0018
0,0206

Upper 95%
Lower 95,0%
0,8845
0,4711
-3,70455E-05
-0,00021
C (ton)
808,2100
795,1400
300,3500
66,1100
497,0950

F* = (f1+(f1+1))/2
3553,20
2173,18
369,06
408,47

E (trip)
3402,3566
3704,0534
642,3034
95,8237
721,1127

z = (-a/b)- F*
-5667,05
-4287,03
-2482,91
-2522,31

Upper 95,0%
0,8845
-3,70455E-05
CPUE
0,2375
0,2147
0,4676
0,6899
0,6893

z/ Ut
-23856,83
-19970,53
-5309,74
-3655,99

z/Ut+1
-0,3957
-0,2485
-1,8076
-18,1602

CPUE +1
14323,0477
17254,8372
1373,5764
138,8925

1/b
0,00032
0,00032
0,00032
0,00032

E +1
3704,0534
642,3034
95,8237
721,1127

x = z/Ut + 1/ b
-74396729,76
-62277433,67
-16558257,25
-11401084,55

25
Lampiran 3 (lanjutan)
y = z/Ut+1 + 1/b x/y
abslt x/y
ln x/y
q = (ln x/y)/ z q abs
-0,3953 188184685,04
188184685,04
19,05
-0,0034 0,0034
-0,2481 250984263,84
250984263,84
19,34
-0,0045 0,0045
-1,8073
9161858,01
9161858,01
16,03
-0,0065 0,0065
-18,1599
627817,55
627817,55
13,35
-0,0053 0,0053

Lampiran 4
Aktivitas
OAE
MSY
MEY
Aktual

Lampiran 5
SK (mm)
218-284
285-351
352-418
419-485
486-552
553-619
620-686
687-753
754-820
821-887

Hasil analisis bioekonomi
F (trip)

Y (ton)

5921
3118
2200
721

627,11
811,25
768,32
497,10

TR
(Milyar rupiah)
22 616 324 214
29 257 098 924
27 709 166 090
17 927 453 585

TC
(Milyar rupiah)
22 616 324 214
11 912 542 574
8 404 000 000
2 754 650 693

Rente ekonomi
(Milyar rupiah)
0
17 344 556 350
19 305 166 090
15 172 802 892

Sebaran frekuensi panjang ikan kakap merah
BK (mm)
217,5-284,5
284,5-351,5
351,5-418,5
418,5-485,5
485,5-552,5
552,5-619,5
619,5-686,5
686,5-753,5
753,5-820,5
820,5-887,5

Xi
251
318
385
452
519
586
653
720
787
854
Jumlah

Fi
22
155
264
75
12
4
1
2
1
2
538

26
Lampiran 6

Pendugaan pertumbuhan dengan metode ELEFAN

Pendugaan nilai t0 menggunakan rumus empiris Pauly (1984):
Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (logL∞) – 1,038 (logK)
= 0,3922 – 0,2752 (log(896,70)) – 1,038 (log(0,550))
t0 = -0,1509

Lampiran 7

Pendugaan nilai mortalitas dan laju eksploitasi

Print screen nilai mortalitas alami (M) ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus)
dengan menggunakan metode length frequency analysis bantuan Electronic
Length-Frequency Analysis (ELEFAN) dalam program FiSAT II. Pendugaan
nilai M menggunakan rumus empiris Pauly (1984) in Sparre dan Venema (1999).
logM = (-0.0060 - 0.279(log ∞ + 0.6543(logK)+ 0