Pendugaan Area Kecil Angka Melek Huruf Pada Tingkat Kecamatan Di Kabupaten Donggala Dengan Metode Bayes Berhirarki.

PENDUGAAN AREA KECIL ANGKA MELEK HURUF PADA
TINGKAT KECAMATAN DI KABUPATEN DONGGALA
DENGAN METODE BAYES BERHIRARKI

RIFKI HAMDANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Area Kecil
Angka Melek Huruf pada Tingkat Kecamatan di Kabupaten Donggala dengan
Metode Bayes Berhirarki adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Rifki Hamdani
G152130384

RINGKASAN
RIFKI HAMDANI. Pendugaan Area Kecil Angka Melek Huruf pada Tingkat
Kecamatan di Kabupaten Donggala dengan Metode Bayes Berhirarki. Dibimbing
oleh BUDI SUSETYO dan INDAHWATI.
Angka Melek Huruf (AMH) didefinisikan sebagai perbandingan antara
jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang memiliki kemampuan membaca dan
menulis dengan jumlah seluruh penduduk usia 15 tahun ke atas dikalikan seratus
persen. AMH merupakan salah satu indikator kesejahteraan rakyat yang menjadi
ukuran keberhasilan pembangunan di sektor pendidikan. Kinerja pemerintah di
sektor pendidikan tersebut dapat diukur apabila indikator-indikator terkait kinerja
sektor pendidikan tersedia. Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahun telah
menghitung AMH berdasarkan data yang diperolah dari pendataan Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) dengan tingkat penyajian meliputi provinsi dan

kabupaten/kota.
Seiring dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah dimana
pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan yang lebih luas dalam mengatur
pemerintahannya, ketersediaan data AMH hingga tingkat kecamatan sangat
diperlukan. Contoh Susenas hanya dirancang untuk menghasilkan dugaan hingga
tingkat kabupaten/kota sehingga jika contoh tersebut dipaksakan untuk
mendapatkan dugaan pada tingkat kecamatan, maka dugaan yang dihasilkan akan
memiliki ragam yang besar walaupun dugaan tersebut bersifat tidak bias (tidak
akurat). Untuk memperoleh dugaan yang baik dengan memanfaatkan contoh yang
ada diperlukan suatu metode yang dapat menghasilkan dugaan akurat pada area
kecil, metode tersebut adalah Metode Pendugaan Area Kecil (SAE).
Metode Bayes Berhirarki (BB) merupakan salah satu metode SAE yang
diyakini paling cocok dalam menghasilkan dugaan yang baik pada data biner (Rao
2003), sehingga pada penelitian ini pendugaan AMH pada tingkat kecamatan di
Kabupaten Donggala dihitung menggunakan metode tersebut. Data yang
digunakan pada penelitian ini adalah data Susenas 2013 dan Pendataan Potensi
Desa (Podes) 2011 di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah.
Pendugaan AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala diperoleh
hasil bahwa pendugaan SAE BB model Logit-Normal memberikan hasil paling
baik dibandingkan dengan pendugaan langsung maupun pendugaan SAE BB

Spasial Logit-Normal. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan nilai Kuadrat
Tengah Galat (KTG) terkecil yang dihitung dari nilai dugaan AMH pada masing
masing metode dibandingkan dengan nilai AMH hasil Sensus Penduduk 2010
yang dianggap sabagai parameter. Dari perhitungan KTG tersebut, KTG
pendugaan BB Logit-Normal memiliki nilai terkecil dibandingkan metode
pendugaan langsung maupun BB Spasial Logit-Normal. AMH tertinggi di
Kabupaten Donggala pada tahun 2013 ditempati oleh Kecamatan Banawa (96.94
%) sedangkan terendah ditempati oleh Kecamatan Pinembani dengan AMH
sebesar 77.52 persen.
Kata kunci: angka melek huruf, analisis spasial, bayes berhirarki, model logitnormal, pendugaan area kecil

SUMMARY
RIFKI HAMDANI Small Area Estimation of Literacy Rate on Sub-District Level
in District of Donggala with Hierarchical Bayes Method. Supervised by BUDI
SUSETYO and INDAHWATI.
Literacy Rate (LR) is defined as percentage of population aged over 15 with
ability to read and write. LR, as one of people welfare indicators, is a
measurement of educational development in a certain region. The indicator, as a
measurement of government performance on education, can be measured if all
variables related is available. Statistics Indonesia (BPS) each year calculated LR

based on National Socio-Economic Survey (Susenas) data, which from its
sampling design can provide direct estimation only on provincial level and district
level.
Along with establishment of autonomous regional policy, where regional
governments had greater power to manage their own region, availability of LR on
lower levels to monitor regional educational development is necessary for
regional governments. Due to sampling design of Susenas, accommodated only
estimation on district level, the data will give high variance if used to estimate on
lower sub-district level, although still unbiased. The high variance will result to
broader confidence interval of estimation, which will make the estimation become
unreliable. One of methods to obtain accurate estimators from inadequate sample
size in a small area is method of Small Area Estimation (SAE).
Modelling LR was done with Logit-Normal approach, because LR data
followed Binomial Distribution. Hierarchical Bayes method (HB) is one of SAE
methods which are proven to give good estimate on binomial distributed data as
LR (Rao 2003), so in this study estimation of LR at the sub-district level in
Donggala calculated with this method. Spatial effect was added to the model to
test if there was a spatial correlation on LR case. The data used in this research is
data National Socio-Economic Survey (Susenas) 2013 and Village Potential
(Podes) 2011 in District of Donggala, Province of Central Sulawesi.

Literacy Rates Estimation on sub-district level in District of Donggala with
HB Logit-Normal method gave better result compared to the direct estimation and
HB Spatial Logit-Normal SAE. Estimation of LR with HB Logit-Normal as the
best model is indicated by the lowest Mean Square Error (MSE) compared to real
LR calculated from Population Census (SP) 2010 which could be assumed as
parameter value. Based on the best SAE model with the lowest MSE, highest LR
in District of Donggala in 2013 is occupied by the District of Banawa at 96.94
percent while the lowest is occupied by the District of Pinembani with LR at
77.52 percent.
Keywords: literacy rate, spatial analysis, hierarchical bayes, logit-normal model,
small area estimation

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENDUGAAN AREA KECIL ANGKA MELEK HURUF PADA
TINGKAT KECAMATAN DI KABUPATEN DONGGALA
DENGAN METODE BAYES BERHIRARKI

RIFKI HAMDANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Anang Kurnia, SSi MSi


Judul Tesis : Pendugaan Area Kecil Angka Melek Huruf pada Tingkat
Kecamatan di Kabupaten Donggala dengan Metode Bayes
Berhirarki
Nama
: Rifki Hamdani
NIM
: G152130384

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Budi Susetyo, MS
Ketua

Dr Ir Indahwati, MSi
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Statistika Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Indahwati, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 11 November 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pendugaan Area Kecil Angka
Melek Huruf pada Tingkat Kecamatan di Kabupaten Donggala dengan Metode
Bayes Berhirarki” ini dapat diselesaikan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Budi Susetyo,
MS dan Ibu Dr Ir Indahwati, MSi selaku pembimbing atas segala perhatian,

bimbingan, dan arahan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga
menyampaikan ucapan terimakasih kepada Pimpinan Badan Pusat Statistik (BPS)
yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang Magister Statistika Terapan IPB. Ungkapan terimaksih terkhusus penulis
sampaikan kepada keluarga besar penulis atas dukungan, perhatian, doa, dan
kesabarannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh
keluarga besar Departemen Statistika IPB atas bantuan dan kerjasamanya.
Terimakasih tak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Semoga tesis ini dapat membawa manfaat bagi kita semua.

Bogor, Desember 2015
Rifki Hamdani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pendugaan Area Kecil

Model Area Kecil
Metode Pendugaan Langsung pada Peubah Respon Binomial
Metode Bayes Berhirarki dengan Model Logit-Normal
Metode Bayes Berhirarki Spasial dengan Model Logit-Normal

4
4
4
5
6
9

3 METODE
Data
Tahapan Analisis

12
12
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
15
Gambaran Umum Kabupaten Donggala
15
Pemilihan Peubah Penyerta
17
Pendugaan Langsung AMH
18
Pendugaan AMH dengan Metode BB Logit-Normal
19
Pendugaan AMH dengan Metode BB Spasial Logit-Normal
21
Pemilihan Model Terbaik untuk Pendugaan AMH pada Tingkat Kecamatan
di Kabupaten Donggala
22
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

27
27
27

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.

Peubah penyerta dalam penelitian
Nilai statistik deskriptif peubah penyerta
Nilai korelasi pearson peubah penyerta dengan logit AMH
Nilai beta duga dan VIF ketiga peubah penyerta dengan logit AMH
Hasil pendugaan langsung AMH menurut kecamatan di Kabupaten
Donggala
6. Hasil pendugaan BB logit-normal AMH menurut kecamatan di
Kabupaten Donggala
7. Hasil pendugaan BB spasial logit-normal AMH menurut kecamatan
di Kabupaten Donggala
8. Nilai pendugaan AMH dan AMH SP 2010 menurut kecamatan di
Kabupaten Donggala
9. Perbandingan nilai statistik ragam pendugaan langsung, BB logitnormal dan BB spasial logit-normal
10. Nilai kuadrat galat masing-masing metode pedugaan AMH terhadap
AMH SP 2010

12
16
17
17
18
20
22
23
24
25

DAFTAR GAMBAR
1. Peta wilayah Kabupaten Donggala
2. Boxplot AMH hasil pendugaan langsung di Kabupaten Donggala
3. Boxplot AMH hasil pendugaan BB logit-normal di Kabupaten
Donggala
4. Perbandingan nilai penduga langsung, BB, dan BB spasial AMH di
Kabupaten Donggala
5. Perbandingan nilai ragam penduga langsung, BB, dan BB spasial
AMH di Kabupaten Donggala
6. Persebaran AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala
dengan metode BB logit-normal

15
19
21
23
24
26

DAFTAR LAMPIRAN
1. Script R untuk pendugaan AMH metode Bayes Berhirarki model
Logit-Normal
2. Matriks pembobot spasial tetangga terdekat queen contiquity antar
kecamatan di Kabupaten Donggala
3. Script R untuk pendugaan AMH Metode Bayes Berhirarki Spasial
model Logit-Normal
4. Trace Plot, Ergodig Mean Plot, ACF Plot, dan Density Plot untuk
masing-masing parameter dalam pendugaan SAE BB Logit-Normal
5. Trace Plot, Ergodig Mean Plot, ACF Plot, dan Density Plot untuk
masing-masing parameter dalam pendugaan SAE BB Spasial LogitNormal

29
32
33
36

37

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aspek pendidikan hingga saat ini masih menjadi indikator penting terhadap
kemajuan suatu negara termasuk Indonesia. Pendidikan yang baik, dengan sistem
yang benar dan berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia handal
sebagai penentu keberhasilan pembangunan nasional. Dalam merencanakan dan
mengevaluasi program pendidikan, ada beberapa ukuran baku yang berlaku secara
internasional, salah satu diantarannya adalah Angka Melek Huruf (AMH) atau
Literacy Rate. AMH merupakan proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang
memiliki kemampuan membaca dan menulis terhadap total penduduk usia 15
tahun ke atas. Seringkali AMH dianalisis dari sudut pandang yang berbeda
sebagai Angka Buta Huruf (ABH), dimana ABH merupakan proporsi penduduk
yang tidak mampu membaca dan menulis terhadap total penduduk usia 15 tahun
ke atas. Kedua ukuran tersebut sama-sama menjelaskan proporsi penduduk usia
15 tahun ke atas berdasarkan kemampuan membaca dan menulis. UNESCO
(2008) meyatakan bahwa melek huruf merupakan suatu hal yang sangat penting
bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu hak asasi manusia. Melek huruf
merupakan modal utama bagi seseorang untuk meningkatkan pengetahuan dan
pendidikan. Orang tua yang melek huruf akan mampu merawat dan mengarahkan
anak-anaknya lebih baik karena pengetahuan yang diperolehnya dari membaca.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa AMH memiliki peran yang sangat
strategis dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan di suatu wilayah
khususnya di bidang pendidikan.
AMH merupakan salah satu indikator kinerja aspek kesejahteraan rakyat
sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2010. Sebagai
salah satu indikator kinerja, ketersediaan data AMH sangat diperlukan oleh
pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Dalam lampiran
Permendagri no 54 tahun 2010 disebutkan bahwa data sekunder yang terkait
dengan data indikator kinerja kunci penyelenggaran pemerintah daerah (termasuk
AMH) diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). AMH merupakan salah satu
indeks yang dihitung oleh BPS berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas). Perlu diketahui bahwa percontohan Susenas hanya dirancang untuk
menghasilkan pendugaan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Seiring dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah dimana
kabupaten/kota memiliki kewenangan yang lebih luas dalam mengurus dan
mengatur pemerintahannya sendiri, diperlukan data indikator kinerja tersebut
hingga tingkat kecamatan bahkan desa.
Desain contoh yang ada selama ini tidak memungkinkan Susenas untuk
menghasilkan pendugaan pada tingkat kecamatan. Apabila dipaksakan, maka
angka dugaan yang dihasilkan akan memiliki ragam yang besar dan tentunya akan
mempengaruhi kualitas data. Salah satu cara untuk menghasilkan pendugaan
sampai tingkat kecamatan adalah dengan menambah ukuran contoh yang dapat
menambah relialibilitas dari pendugaan secara langsung. Namun demikian,
penambahan ukuran contoh justru akan menambah permasalahan baru yaitu
membengkaknya biaya operasional dan bertambah lamannya waktu penyelesaian

2
survei. Untuk menyelesaikan masalah tersebut maka perlu dilakukan optimalisasi
data yang ada dengan metode Small Area Estimation atau Pendugaan Area Kecil
(SAE). Sampai saat ini metode SAE telah diterapkan di berbagai disiplin ilmu.
Metode SAE yang dikenal luas dan telah digunakan dalam berbagai bidang
tersebut adalah Empirical Best Linear Unbiased Prediktor (EBLUP) atau Prediksi
Tak-Bias Linear Terbaik (PTLT), Empirical Bayes (EB) atau Bayes Empirik (BE),
dan Hierarchical Bayes (HB) atau Bayes Berhirarki (BB). Diantara ketiga metode
tersebut, BE dan BB adalah metode yang paling cocok diterapkan pada data biner
dan data cacahan (Rao 2003). Dalam penelitian ini, AMH merupakan proporsi
yang dihitung dari data biner, yaitu 1 untuk penduduk usia 15 tahun ke atas yang
bisa membaca dan menulis dan 0 untuk yang tidak bisa membaca dan menulis.
Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis diyakini
mengikuti sebaran binomial sehingga sebaran awal (prior distribution) dari
parameter yang akan diduga (AMH) sudah diketahui. Oleh sebab itu, metode SAE
yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah Bayes Berhirarki.
Metode SAE mengasumsikan bahwa pengaruh acak dari galat area saling
bebas. Namun pada prakteknya, sering kali asumsi ini tidak terpenuhi. Tidak
terpenuhinya asumsi ini disebabkan keragaman suatu area dipengaruhi oleh area
disekitarnya. Oleh karena itu, pendugaan area kecil yang memperhitungkan
pengaruh spasial diyakini akan menghasilkan dugaan yang lebih baik. Pada
penelitian ini akan dilakukan pula pendugaan SAE AMH dengan metode BB
Spasial untuk mengantisipasi tidak terpenuhinya asumsi kebebasan galat area.
Dari kedua hasil pendugaan SAE BB tersebut selanjutnya akan ditentukan
metode mana yang memberikan hasil dugaan AMH menurut kecamatan di
Kabupaten Donggala yang terbaik.
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pemodelan area kecil untuk
AMH telah dilakukan diantaranya oleh Rumiati (2012) dengan melakukan
pemodelan indeks pendidikan (AMH dan Rata-rata Lama Sekolah ) pada tingkat
kecamatan di Jawa Timur menggunakan pendekatan bayes untuk penarikan
contoh berpeluang tidak sama. Bukhari (2015) melakukan pemodelan indeks
pendidikan dalam IPM (AMH dan Rata-rata Lama Sekolah) pada tingkat
kecamatan di Kabupaten Indramayu menggunakan metode Bayes Berhirarki
berbasis spasial. Kedua penelitian ini menggunakan informasi tambahan
(kovariat) untuk mendapatkan pendugaan area kecil AMH. Sedangkan Norlatifah
(2015) melakukan pemodelan AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Kutai
Kartanegara menggunakan metode Bayes Empirik berbasis model Beta-Binomial
tanpa kovariat. Dari ketiga penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa
pendugaan area kecil untuk AMH menggunakan metode Bayes memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan pendugaan langsung (berbasis percontohan).
Berdasarkan data BPS, AMH Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2013
mencapai 96.22. Angka ini berarti 96.22 persen penduduk Sulawesi Tengah yang
berusia 15 tahun ke atas memiliki kemampuan dalam membaca dan menulis,
selebihnya (3,78%) tidak mampu membaca dan menulis atau buta huruf. AMH
Sulawesi Tengah ini cukup tinggi dan berada di atas AMH Indonesia pada tahun
2013 yang besarnya 93,92. Kabupaten Donggala dipilih menjadi objek penelitian
ini karena AMH kabupaten tersebut pada tahun 2013 menduduki peringkat
terendah dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tengah dengan nilai AMH
94.61. Dengan tersediannya data AMH hingga tingkat kecamatan di Kabupaten

3
Donggala diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam mengevaluasi
program pendidikan khususnya di Kabupaten Donggala sehingga kebijakan yang
diambil dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing kecamatan sesuai
dengan permasalahan yang dihadapi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan nilai pendugaan area kecil AMH pada tingkat kecamatan di
Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan metode
pendugaan area kecil Bayes Berhirarki dan Bayes Berhirarki Spasial.
2. Mendapatkan perbandingan statistik antara metode pendugaan berdasarkan
pendekatan Bayes Berhirarki dan Bayes Berhirarki berbasis Spasial
terhadap AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala Provinsi
Sulawesi Tengah sehingga dapat diperoleh kesimpulan metode mana yang
terbaik.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai bagaimana cara mendapatkan pendugaan
area kecil dengan metode Bayes Berhirarki dan Bayes Berhirarki berbasis
spasial, khususnya AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala
Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan data Susenas dan Podes.
2. Tersajikannya data angka melek huruf pada tingkat kecamatan di
Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah yang dapat digunakan
oleh pemerintah daerah terkait penentuan kebijakan yang berhubungan
dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya di bidang
pendidikan.

4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pendugaan Area Kecil
Area kecil (small area) diartikan sebagai bagian dari wilayah populasi
(small domain) baik berdasarkan geografi, ekonomi, sosial budaya, maupun yang
lainnya (Rao 2003). Suatu daerah disebut sebagai area kecil jika dalam daerah
tersebut jumlah contoh yang diambil kurang cukup untuk memperoleh nilai
dugaan parameter yang akurat. Nilai pendugaan langsung yang diperoleh dari
contoh yang kurang (kecil) merupakan penduga yang tidak bias namun memiliki
ragam yang besar (Kurnia 2009). SAE merupakan metode pendugaan tidak
langsung yang mengkombinasikan antara data survei dengan data pendukung lain
misalnya dari data sensus sebelumnya yang memuat peubah dengan karakteristik
yang sama dengan data survei sehingga dapat digunakan untuk menduga area
yang lebih kecil dan memberikan akurasi yang lebih baik (Rao 2003).
Metode pendugaan area kecil memiliki dua masalah pokok. Pertama,
bagaimana metode tersebut dapat menghasilkan dugaan parameter yang cukup
baik dengan contoh yang relatif kecil pada suatu domain. Kedua, bagaimana cara
mendapatkan dugaan mean square error (MSE) atau Kuadrat Tengah Galat
(KTG) dari dugaan parameter tersebut. Untuk mengatasi kedua permasalahan
tersebut perlu “meminjam informasi” baik dari dalam area, luar area, maupun dari
luar survei (Pfeffermann 2013). Apabila suatu survei didesain untuk suatu
populasi yang menyeluruh, ukuran sampel dalam suatu area kecil bisa jadi terlalu
kecil untuk menghasilkan pendugaan langsung (direct estimation) yang akurat
untuk sub populasi tertentu dengan data hasil survei tersebut. Untuk
menyelesaikan masalah ini diperlukan informasi lain sebagai data tambahan yang
berasal dari sensus atau pendataan lengkap di wilayah tersebut untuk mendapatkan
pendugaan yang akurat dengan bantuan suatu metode tertentu.
Dalam perkembangannya, metode pendugaan area kecil terlahir dari dua ide
utama yaitu model pengaruh tetap (fixed effect model) dan pengaruh acak area
kecil (random effect). Model pengaruh tetap memiliki asumsi bahwa keragaman
peubah respon di dalam area kecil dapat dijelaskan semuanya oleh hubungan
keragaman dari informasi tambahan yang bersesuaian. Sedangkan pengaruh acak
area kecil berasumsi bahwa keragaman spesifik pada area kecil tidak dapat
diterangkan oleh informasi tambahan. Gabungan kedua model tersebut
membentuk model campuran (mixed model) (Sadik 2009). Model pendugaan area
kecil memperkenalkan model campuran dengan menyertakan pengaruh area
spesifik yang memperhitungkan keragaman antar area diluar yang dapat
dijelaskan oleh peubah penyerta yang ada dalam model. Oleh sebab itu
ketersediaan data peubah penyerta sangat menentukan keberhasilan dalam
penyusunan model pendugaan area kecil (Rumiati 2012).
Model Area Kecil
Pendugaan area kecil dikelompokkan menjadi dua model dasar yaitu model
berbasis level area (basic area level model) dan model berbasis level unit (basic
unit level model) (Rao 2003).

5
1. Model berbasis level area merupakan model yang didasarkan pada
ketersediaan data pendukung yang hanya ada untuk area tertentu, misalkan
dengan parameter yang akan diduga adalah
yang
diasumsikan memiliki hubungan dengan
(Rao 2003). Data pendukung
tersebut digunakan untuk membangun model :
(1)
dengan:
adalah vektor koefisien regresi berukuran p x 1
p = banyaknya peubah bebas
i = area
m = banyaknya area
adalah konstanta positif yang diketahui dan adalah pengaruh acak area
.
spesifik yang diasumsikan memiliki sebaran
Penduga , dapat diketahui dengan mengasumsikan bahwa model pendugaan
langsung ̂ telah tersedia yaitu :
̂
(2)
dan
diketahui.
dengan
Jika model (1) dan (2) digabungkan maka akan menghasilkan model gabungan
̂
.
(3)

2. Model berbasis level unit yaitu suatu model dimana data pendukung yang
tersedia bersesuaian dengan data respon secara individu, sebagai contoh
, sehingga dapat dibangun model regresi tersarang :
(4)
dengan j adalah banyaknya rumah tangga pada area ke-i dengan
.
dan
Metode Pendugaan Langsung pada Peubah Respon Binomial
Peubah respon
merupakan peubah biner yang dihitung pada area ke-i dan
individu ke-j dimana
bernilai 1 atau 0. Sebagai contoh misalnya,
adalah
peubah yang mengukur kemampuan membaca dan menulis sehingga
bernilai 1
untuk individu ke-j dalam area ke-i yang mampu membaca dan menulis dan
bernilai 0 jika individu tersebut tidak mampu membaca dan menulis. Jika peubah
diasumsikan memiliki sebaran Bernoulli dengan parameter , maka fungsi
kepekatan peluang dari
adalah :
( | )
(5)
atau
.

Sebagaimana permisalan diatas, dalah jumlah individu di area ke-i yang
memiliki kemampuan membaca dan menulis. Parameter area kecil yang ingin
diduga adalah proporsi area kecil :

6
̅



.

(6)

Jika penarikan cotoh dilakukan dengan metode acak sederhana, maka
penduga proporsi area ke-i yaitu ̂ , diturunkan melalui metode pendugaan

.
kemungkinan maksimun atau maximum likelihood (ML), yaitu ̂
Penduga ML ini merupakan penduga kemungkinan maksimum yang bersifat tak
bias karena nilai harapan dari penduga sama dengan parameternya.
(7)
̂

sehingga dugaan kuadrat tengah galat atau mean square error (MSE) sama
dengan ragamnya yaitu,
̂
̂
̂ ̂
̂
.
(8)
Metode Bayes Berhirarki dengan Model Logit-Normal

Metode pendugaan area kecil untuk AMH pada setiap kecamatan ke-i dapat
dihitung menggunakan metode Bayes Berhirarki dengan model Logit-Normal.
Rao (2003) mendefinisikan model tersebut sebagai :
i.
ii.
iii.

dimana :
a. Model (i) merupakan sebaran contoh peubah AMH penduduk usia 15 tahun ke
atas.
b. Model (ii) menunjukkan pola hubungan antara AMH dengan peubah penyerta
berbasis area.
c. Model (iii) adalah sebaran awal untuk masing-masing parameter model
.
Berikut ini penjelasan untuk masing-masing peubah :

adalah jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas di kecamatan ke-i yang
mampu membaca dan menulis.

(9)
merupakan data biner yang bernilai 1 bagi penduduk yang memiliki
kemampuan membaca dan menulis dan bernilai 0 (nol) untuk penduduk yang
buta huruf.

merupakan AMH yaitu dibagi dengan penduduk usia 15 tahun ke atas di
kecamatan ke-i ( ) dengan rumus


.

(10)

Dengan demikian,
adalah parameter dari peubah
yang memiliki
sebaran binomial dan merupakan parameter sasaran yang akan diduga. Untuk
membangun model yang dapat menghubungkan antara AMH (
dan peubah
penyerta ( ), maka diperlukan sebuah fungsi hubung (link function) yang
sesuai dengan Model Linear Terampat Campuran atau Generalized Linear
Mixed Model (GLMM). Fungsi hubung yang sesuai adalah :

7
.

(11)



merupakan pengaruh acak galat area yang diasumsikan mengikuti sebaran
normal dengan rata-rata 0 dan ragam
. Pada kasus ini, sebaran awal
konjugat yang tepat adalah Invers Gamma. Nilai a dan b pada Invers Gamma
bisa dikondisikan pada nilai mendekati nol (0) sebagai bentuk tidak
diketahuinya informasi awal ( Zhou dan You 2008).

menunjukkan bahwa sebaran awal untuk pada metode BB model
Logit-Normal adalah flat prior. Flat prior adalah sebaran awal yang memiliki
kepekatan serba sama. Jenis sebaran awal ini dipilih karena
hanya
mempunyai nilai-nilai pada kisaran tertentu. Interpretasinnya adalah bahwa
setiap kondisi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai
supported likelihood dalam bentuk sebaran akhirnya atau posterior
distribution (Iriawan 2006).
Jika v dan y adalah vektor yang mengandung nilai dan maka vektor y
akan mengikuti sebaran produk binomial :


sementara itu sebaran awal bersama untuk
normal:


(12)
dan v akan mengikuti sebaran



(13)

jika m menunjukkan jumlah area kecil, maka ragam dari gabungan seluruh area
tersebut akan mengikuti sebaran Invers Gamma:
.

(14)

Ketiga sebaran tersebut akan menghasilkan sebaran bersama :

(



)

.

(15)

Sebaran bersama (15) dapat digunakan untuk menentukan sebaran akhir
bersyarat untuk komponen
dan juga
melalui bentuk integral berikut :
(

|

)




(16)

.





(17)
(18)
(19)

m menunjukkan banyaknya area kecil, sedangkan k merupakan jumlah
peubah bebas.
Sementara itu, AMH setiap kecamatan (area) diduga dengan rataan
dengan ragam
dari sebaran akhir bersama :


8








Sehingga
bersama,
berikut



merupakan sebaran marginal dari sebaran akhir
dan dirumuskan dengan persamaan sebagai

.
(20)
∫ ∫
Untuk mendapatkan sebaran akhir dari bentuk integral multi dimensi (16)
sampai dengan (20), tidak memungkinkan untuk mendapatkan bentuk persamaan
tertutup (close form). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan ini adalah algoritma Markov Chain Monte Carlo
(MCMC). MCMC memiliki ide utama membangun suatu peluang rantai markov
yang pada akhirnya menuju sebaran akhir tertentu. Perhitungan sebaran akhir ini
akan menghasilkan contoh-contoh besaran akhir sehingga parameter dari sebaran
akhir tersebut dapat diduga.
Prosedur MCMC yang terkenal adalah Gibbs Bersyarat (Gibbs
Conditionals). Menurut Rao (2003) bentuk gibbs bersyarat untuk model logit
normal dengan peubah bebas level area adalah :
i.
ii. [
iii.



(21)
.

Pendugaan parameter dan
dibangkitkan secara langsung dari (i) dan
(ii). Parameter
pada bagian (i) Persamaan (21) dinyatakan oleh :
(∑
) (∑
)
(22)
Sementara itu, bagian (iii) persamaan (21) dinyatakan sebagai
i.
(23)
Karena tidak mengikuti sebaran tertentu, nilai proporsi Bayes Berhirarki
(BB) akan diduga dengan simulasi gibbs bersyarat dan Metropolis-Hasting (M-H).
Proses pembangkitan nilai dugaan proporsi dengan simulasi M-H dilakukan
berangkaian dengan proses pembangkitan dugaan dan
menggunakan gibbs
bersyarat. Adapun algoritma M-H sebagai berikut:
1. Dibangkitkan
lalu menentukan nilai
Nilai
dan
pada setiap iterasi diperoleh dari proses gibbs bersyarat sebelumnya.
2. Dihitung peluang penerimaan :
ii.

{

(

)

}

(24)

9
3. Dibangkitkan u dari sebaran seragam (0,1).
4. Dipilih
5. Diulangi langkah 1 sampai dengan 4, hingga diperoleh D contoh.
Setelah dilakukan simulai M-H, maka diperoleh barisan penduga proporsi
sebagai berikut :
{
}
kemudian besaran akhir yang sedang diamati dapat dihitung. Penduga proporsi
Bayes Berhirarki
adalah

(25)
sedangkan ragam akhir untuk penduga proporsi Bayes Berhirarki (
adalah

| ̂
(26)
dimana :
D = Jumlah iterasi yang dilakukan setelah periode burn in
d = Periode burn in, periode dimana rantai markov belum konvergen
k = tahapan iterasi
Metode Bayes Berhirarki Spasial dengan Model Logit-Normal
Perbedaan mendasar antara SAE BB model Logit-Normal dengan pengaruh
spasial dan model BB Logit-Normal tanpa pengaruh spasial adalah pengaruh acak
yang saling berkorelasi. Integrasi Model Spasial
galat area
Otoregresif Bersyarat (CAR) pada BB Logit-Normal dilakukan dengan
pembobotan ragam area kecil (
dengan menggunakan matriks pembobot
spasial. Sehingga BB Logit-Normal berbasis spasial dapat dimodelkan sebagai :
i.

ii.

iii.

Penjelasan untuk bagian (ii) adalah sebagai berikut :
= ragam antar area kecil
= parameter autokorelasi spasial, dimana
I = matriks identitas berdimensi m
R = matriks pembobot spasial berdimensi m x m
m = banyaknya area kecil
Dari model sebagaimana tertulis di atas bentuk gibbs bersyarat yang
dihasilkan untuk model BB Logit-Normal berbasis spasial menjadi :
i.
ii.
iii.
iv.

.

(27)

10
Berdasarkan bentuk diatas, pendugaan
dan
dilakukan dengan cara
membangkitkan secara langsung dari persamaan (i) dan (iii) menggunakan
algoritma gibbs bersyarat. Pembangkitan ini dapat dilakukan karena kedua
parameter tersebut memiliki sebaran yang jelas yaitu Normal Multivariat dan
Invers Gamma. Sedangkan parameter dan tidak dapat dibangkitkan dengan
algoritma gibbs bersyarat karena tidak memenuhi sebaran tertentu. Untuk
mendapatkan sebaran akhir dari kedua parameter tersebut perlu diterapkan
algoritma Metropolis-Hasting (M-H).
Proses M-H untuk parameter menurut Bukhari (2015) adalah sebagai
berikut :
1. Ditentukan nilai q sebagai penambah interval untuk pembangkitan sebagai
berikut :
merupakan nilai penduga parameter
yang diperoleh dari iterasi
sebelumnya. Nilai q ditentukan secara subjektif namun memperhatikan
rejection rate yang dihasilkan dari proses M-H tidak terlalu rendah atau terlalu
tinggi.
2. Dibangkitkan menggunakan bentuk sebaran pada poin 1.
3. Dihitung nilai
dengan rumus :
.
4. Menghitung fungsi kuasa

5. Menghitung fungsi kuasa

6. Dihitung peluang penerimaan :

{

}

{

}

{ ⁄
}
7. Dibangkitkan u dari sebaran seragam (0,1).

(28)

8. Dipilih
9. Diulangi langkah 2 sampai 8, hingga diperoleh D contoh.
Sementara itu, bagian (iv) dari persamaan (27) dinyatakan sebagai :
i.
{
[
] }

(29)
Dengan demikian, algoritma M-H yang digunakan dalam pendugaan AMH
adalah :
1. Dibangkitkan
lalu ditentukan nilai
Nilai
dan
pada setiap iterasi diperoleh dari proses gibbs bersyarat
sebelumnya.
2. Dihitung peluang penerimaan :

ii.

{

(

)

}

(30)

11
3. Dibangkitkan u dari sebaran seragam (0,1).
4. Dipilih
5. Diulangi langkah 1 sampai dengan 4, hingga diperoleh D contoh.
Selanjutnya, untuk memperoleh dugaan proporsi dari sebaran akhir hingga
mendapatkan nilai ragam, sama dengan langkah pada metode BB Logit-Normal
tanpa pengaruh spasial.

12
3 METODE
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data individu hasil Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) di Kabupaten Donggala Tahun 2013 yang
merupakan gabungan dari pendataan empat triwulan selama tahun 2013. Perlu
diketahui bahwa sejak tahun 2011 Susenas dilaksanakan setiap triwulan dengan
contoh sebanyak 75 000 blok sensus (seluruh Indonesia) untuk dugaan triwulanan
tingkat nasional dan provinsi serta dugaan tahunan pada tingkat kab/kota dengan
contoh kumulatif sebanyak 300 000 blok sensus. Selain itu, jumlah contoh rumah
tangga setiap blok sensus adalah 10 rumah tangga. Walaupun data yang digunakan
adalah gabungan dari pendataan empat triwulan di tahun 2013, data kemampuan
penduduk usia 15 tahun ke atas dalam membaca dan menulis masih diyakini
cukup akurat. Keyakinan ini didasarkan pada tidak berpengaruhnya periode
pendataan terhadap informasi yang dikumpulkan.
Data individu yang digunakan dalam penelitian ini adalah data individu
yang diperoleh dari kuesioner VISEN13.K blok VC rincian 19. Pertanyaan dalam
rincian tersebut memberikan informasi terkait kemampuan individu dalam
membaca dan menulis yang selanjutnya akan diolah menjadi peubah respon
(AMH). Jadi peubah respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah
(AMH) yang diperoleh dari data Susenas tahun 2013.
Peubah penyerta yang akan digunakan sebagai salah satu alat mendapatkan
dugaan area kecil pada tingkat kecamatan adalah data hasil PODES tahun 2011.
Pemilihan data Podes 2011 didasarkan kepada jarak periode pelaksanaan
pendataan yang terdekat dengan susenas 2013. Walaupun berjarak 2 tahun,
peubah bebas berbasis area dari podes diyakini mampu menjelaskan peubah
renspon dari Susenas 2013. Berikut ini merupakan peubah penyerta yang
digunakan dalam penelitian.
Tabel 1. Peubah penyerta dalam penelitian
No

Peubah

Keterangan

1
2
3

Persentase keluarga pertanian
Rasio Jenis Kelamin
Persentase keluarga pengguna listrik

4

Persentase surat miskin yang dikeluarkan

5

Rasio jumlah SD/MI per 1000 orang penduduk

6

Persentase desa/kelurahan yang menyelenggarakan
program pemberantasan buta aksara
Persentase desa/kelurahan yang memiliki taman
bacaan masyarakat yang masih aktif

7

13
Tahapan Analisis
Langkah-langkah yang akan diterapkan dalam mencapai tujuan pada
penelitian ini adalah :
1. Menduga AMH pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Donggala
Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan data Susenas tahun 2013 menggunakan
metode pendugaan langsung dengan rumus :
Sedangkan :

̂

̂

= Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan
menulis di kecamatan ke-i
= Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas di kecamatan ke-i
= Penduga langsung proporsi melek huruf di kecamatan ke-i

2. Menghitung ragam dari pedugaan langsung proporsi melek huruf dengan
menggunakan persamaan (8).
3. Melakukan eksplorasi data untuk mengetahui adanya hubungan antara peubah
respon dengan ketujuh peubah penyerta. Setelah dilakukan analisis korelasi,
peubah penyerta yang berkorelasi kuat dengan peubah respon (logit AMH)
selanjutnya akan digunakan sebagai peubah penyerta dalam pendugaan tidak
langsung menggunakan metode BB Logit-Normal.
4. Membangun model pendugaan area kecil dengan metode BB Logit-Normal
berbasis level area untuk AMH kecamatan ke-i berdasarkan peubah penyerta
yang telah ditentukan sebelumnya dengan tahapan sebagai berikut :
a. Menentukan nilai awal (initial value).
b. Pada pendugaan AMH: , , , dihitung dari data contoh. Sementara
nilai awal untuk , a, b pada gamma(a,b) yang tidak dapat dieksplorasi
dari data contoh, ditetapkan pada nilai yang sekecil mungkin sebagai
bentuk tidak adanya informasi.
c. Menduga dengan membangkitkan persamaan (21) bagian (i).
d. Menduga
dengan membangkitkan persamaan (21) bagian (ii).
e. Melakukan pendugaan distribusi posterior parameter dengan melakukan
estimasi melalui algoritma Metropolis – Hasting (M-H) menggunakan
persamaan (24).
f. Menduga AMH dari sebaran akhir metode SAE BB Logit-Normal
berdasarkan persamaan (25).
g. Menduga ragam AMH dari sebaran akhir metode SAE BB Logit-Normal
menggunakan persamaan (26)
5. Membangun model pendugaan area kecil dengan metode Bayes Berhirarki
berbasis spasial untuk AMH kecamatan ke-i yang didahului dengan
melakukan pendugaan terhadap
dengan algoritma Metropolis-Hasting.
Selanjutnya melakukan pendugaan AMH berdasarkan algoritma M-H dengan
tahapan yang sama dengan algoritma M-H dalam pendugaan SAE BB tanpa
pengaruh spasial.

14
6. Membandingkan ragam dari hasil pendugaan pada setiap metode (langsung,
SAE BB Logit-Normal, SAE BB Spasial Logit-Normal).
7. Membandingkan Kuadrat Tengah Galat (KTG) dari nilai AMH pada masingmasing metode pendugaan dengan nilai AMH hasil Sensus Penduduk 2010

̂
.
dengan rumus
8. Menyajikan peta persebaran AMH per kecamatan di Kabupaten Donggala
Provinsi Sulawesi Tengah sesuai dengan metode terbaik.

15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum Kabupaten Donggala,
pendugaan langsung AMH, deskripsi dan eksplorasi data, pemilihan peubah
penyerta, pendugaan area kecil AMH di Kabupaten Donggala dengan metode BB
Logit-Normal dan BB Spasial Logit-Normal, dan perbandingan statistik dari
pendugaan langsung maupun pendugaan area kecil dengan metode BB LogitNormal dan BB Spasial Logit-Normal.
Gambaran Umum Kabupaten Donggala
Kabupaten Donggala yang terletak di pesisir barat Pulau Sulawesi memiliki
wilayah seluas 5 275.69 kilometer persegi. Wilayah tersebut terbagi menjadi 16
Kecamatan dengan Kecamatan Rio Pakava merupakan kecamatan terluas (872.16
km2) dan kecamatan Banawa Tengah merupakan kecamatan dengan wilayah
terkecil dengan luas hanya 74.64 kilometer persegi. Kabupaten Donggala
berbatasan langsung dengan Kabupaten Tolitoli di sebelah utara, Provinsi
Sulawesi Barat, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu di sebelah selatan, Selat Makassar
dan Sulawesi Barat di Sebelah barat, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Parigi
Moutong di sebelah timur. Berdasarkan data proyeksi, penduduk Kabupaten
Donggala pada tahun 2013 berjumlah 287 921 jiwa yang merupakan kabupaten
dengan jumlah penduduk terbesar ke-empat di Provinsi Sulawesi Tengah (BPS
2013). Pada tahun 2013, seluruh kecamatan di Kabupaten Donggala memiliki blok
sensus yang terkena contoh pendataan Susenas, sehingga pendugaan area kecil
pada tingkat kecamatan berbasis data Susenas dapat dilakukan di seluruh
kecamatan.

Gambar 1. Peta wilayah Kabupaten Donggala

16
Tabel 2. menunjukkan statistik deskriptif dari tujuh peubah penyerta yang
akan digunakan sebagai peubah penjelas bagi peubah respon AMH. Ketujuh
peubah penyerta tersebut menggambarkan infrastruktur pendidikan, tingkat
perekonomian masyarakat, dan informasi gender yang diyakini memiliki pengaruh
terhadap AMH. Dari seluruh rumah tangga yang menempati wilayah Kabuten
Donggala 76.03 persen merupakan rumah tangga pertanian. Dilihat dari
perbandingan gender, hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Donggala memiliki
rasio jenis kelamin yang mendekati angka 100, hal ini berarti jumlah penduduk
laki-laki dan perempuan disetiap kecamatan hampir sama. Dari sisi penggunaan
listrik, 58.94 persen rumah tangga di donggala menggunakan listrik. Namun
demikian terdapat perbedaan yang cukup tajam diantara kecamatan. Kecamatan
dengan persentase pengguna listrik terendah sebesar 11.31 persen sedangkan
kecamatan dengan persentase rumah tangga pengguna listrik terbesar bernilai
91.18 persen. Hal ini mencerminkan belum meratanya distribusi listrik PLN
sehingga masih banyak rumah tangga yang tidak dapat menikmati penerangan
listrik.
Pada tahun 2013 pemerintah Kabupaten donggala mengeluarkan Surat
Keterangan Tidak Mampu (SKTM) untuk 2.45 persen penduduknya.
Perbandingan jumlah SD/MI terhadap 1000 orang penduduk di Kabupaten
Donggala sebesar 1.33 yang berarti 1 sekolah berbanding dengan 1 330 orang.
Persentase desa yang menyelenggarakan program pemberantasan buta aksara dan
persentase desa yang memiliki taman bacaan masyarakat yang masih aktif di
masing-masing 34.74 dan13.80 persen.
Tabel 2. Nilai statistik deskriptif peubah penyerta
No

Peubah Penyerta

1 Persentase keluarga
pertanian (X1)
2 Rasio Jenis Kelamin (X2)
3 Persentase keluarga
pengguna listrik (X3)
4 Persentase surat miskin
yang dikeluarkan(X4)
5 Rasio jumlah SD/MI per
1000 orang penduduk (X5)
6 Persentase desa/kelurahan
yang menyelenggarakan
program pemberantasan
buta aksara (X6)
7 Persentase desa/kelurahan
yang memiliki taman
bacaan masyarakat yang
masih aktif (X7)

18.70

99.33

76.03

Simpangan
Baku
19.58

102.38
11.31

110.52
91.18

105.07
58.94

2.19
21.50

0.00

9.37

2.45

2.63

0.79

2.68

1.33

0.44

0.00

100.00

34.74

29.24

0.00

57.14

13.80

19.74

Minimum Maksimum Rata-rata

17
Pemilihan Peubah Penyerta
Pemilihan peubah penyerta merupakan salah satu bagian penting dari
pendugaan area kecil. Pendugaan area kecil akan menghasilkan dugaan yang baik
jika peubah penyerta yang digunakan benar-benar mampu menjelaskan peubah
respon yang akan diduga. Ketujuh peubah penyerta (yang disiapkan) tersebut akan
dipilih berdasarkan hubungan (korelasi) peubah tersebut dengan peubah respon
yang sebelumnya telah dilakukan transformasi dalam bentuk logit. Pengujian
dengan korelasi pearson pada taraf signifikansi 5 persen menghasilkan tiga peubah
yang memiliki nilai korelasi pearson signifikan dengan logit AMH. Ketiga peubah
tersebut adalah Persentase Keluarga Pertanian (X1) dengan nilai-p sebesar 0.047,
Persentase Keluarga Pengguna Listrik (X3) dengan nilai-p sebesar 0.009, dan
Rasio Jumlah SD/MI per 1000 orang penduduk (X5) dengan nilai-p 0.010.
Walaupun signifikan, ketiga kandidat peubah penyerta tersebut hanya memiliki
koefisien korelasi pearson antara 0.503 sampai dengan 0.633 yang berarti
hubungan linear ketiga kandidat peubah penyerta dengan peubah respon tidak
terlalu erat. Berdasarkan signifikansi korelasi pearson, ketiga peubah tersebut
diputuskan menjadi peubah penyerta dalam pendugaan area kecil AMH pada
tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala menggunakan metode BB model
Logit-Normal. Rincian nilai korelasi pearson antara peubah penyerta dengan logit
AMH disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Nilai korelasi pearson peubah penyerta dengan logit AMH
Peubah

Nilai korelasi pearson
-0.503
-0.318
0.633
0.165
-0.623
0.143
0.277

Nilai-p
0.047
0.230
0.009
0.541
0.010
0.598
0.300

Walaupun asumsi tidak ada multikolinearitas antar peubah penyerta tidak
harus terpenuhi dalam SAE, namun agar pendugaan lebih sederhana dengan
keakuratan yang tetap tinggi perlu dilakukan pemeriksaan multikolinearitas antar
peubah penyerta. Pemeriksaan multikolinearitas ini dilakukan dengan cara
membangun model regresi dengan peubah respon logit AMH dengan ketiga
peubah penyerta yang diputuskan digunakan dalam model SAE. Hasil
pemeriksaan multikolinearitas dapat dilihat dalam Tabel 4.
Tabel 4. Nilai beta duga dan VIF ketiga peubah penyerta dengan logit AMH
Peubah
Konstanta
Persentase keluarga pertanian (X1)
Persentase keluarga pengguna listrik (X3)
Rasio jumlah SD/MI per 1000 orang
penduduk (X5)

Beta Duga
3.4700
-0.0044
0.0174
-0.9170

VIF
1.95
2.24
1.41

18
Dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang dihasilkan oleh tiga peubah
penyerta, seluruhnya kurang dari 5 yang berarti ketiga peubah penyerta yang
digunakan dalam model saling bebas.
Pendugaan Langsung AMH
Pendugaan langsung AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala
dilakukan dengan cara membagi jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang
mampu membaca dan menulis dengan total penduduk usia 15 tahun keatas
berdasarkan contoh Susenas 2013. Dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten
Donggala pada Tahun 2013, semuanya terpilih sebagai contoh Susenas. Dengan
kondisi tersebut, pendugaan langsung pada seluruh kecamatan di Kabupaten
Donggala dapat dilakukan. Hasil pendugaan langsung AMH per kecamatan di
Kabupaten Donggala ditunjukkan oleh Tabel 5. Dilihat dari hasil persebarannya,
ada dua kecamatan yang menjadi pencilan yaitu Kecamatan Pinembani dan
Kecamatan Banawa Selatan dengan AMH masing-masing 45.833 persen dan
85.827 persen. Kedua kecamatan tersebut memiliki nilai AMH hasil pendugaan
langsung yang cukup kecil dan memiliki jarak yang cukup jauh dengan median
AMH kecamatan di Kabupaten Donggala. Sedangkan Kecamatan dengan AMH
hasil pendugaan langsung terbesar adalah Kecamatan Labuan dengan nilai sebesar
98.361 persen. Kecamatan Pinembani merupakan kecamatan dengan AMH
terkecil di Kabupaten Donggala, dari 24 orang usia 15 tahun ke atas yang terkena
contoh susenas hanya 11 diantaranya yang mampu membaca dan menulis. Hasil
pendugaan langsung AMH ini akan digunakan sebagai p0 pada proses iterasi
menggunakan MCMC penghitungan dugaan AMH menggunakan SAE BB LogitNormal dan SAE BB Spasial Logit-Normal pada tahapan selanjutnya.
Tabel 5. Hasil pendugaan langsung AMH menurut kecamatan di Kabupaten
Donggala
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kecamatan
Rio Pakava
Pinembani
Banawa
Banawa Selatan
Banawa Tengah
Labuan
Tanantovea
Sindue
Sindue Tobusabora
Sindue Tobata
Sirenja
Balaesang
Balaesang Tanjung
Damsol
Sojol
Sojol Utara

ni
108
24
112
127
104
61
136
155
27
53
126
75
50
164
135
47

yi
103
11
110
109
97
60
132
147
26
49
123
71
49
158
129
44

AMH(%)
95.370
45.833
98.214
85.827
93.269
98.361
97.059
94.839
96.296
92.453
97.619
94.667
98.000
96.341
95.556
93.617

Ragam
0.00041
0.01079
0.00016
0.00097
0.00061
0.00027
0.00021
0.00032
0.00137
0.00134
0.00019
0.00068
0.00040
0.00022
0.00032
0.00130

19

100

90

AMH L

80

70

60

50

40

Gambar 2. Boxplot AMH hasil pendugaan langsung di Kabupaten Donggala
Pendugaan AMH dengan Metode BB Logit-Normal
Metode SAE BB Logit-Normal bertujuan untuk menduga AMH di seluruh
kecamatan di Kabupaten Donggala yang didahului dengan menduga
dan
melalui pendekatan MCMC dengan algoritma Gibbs Bersyarat dan Metropolis
Hasting. Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan nilai awal
parameter secara subjektif, hal ini dilakukan karena tidak adanya informasi awal
baik dari penelitian sebelumnya maupun dari kajian ahli. Kondisi seperti ini
dikatakan sebagai non informative prior sehingga besaran parameter awal
dikondisikan pada nilai sekecil mungkin sebagai akibat tidak adanya informasi.
Nilai awal parameter yang digunakan adalah
proporsi pendugaaan langsung,
=0,1 dan parameter distribusi gamma (a,b) masing-masing a=0.01 dan b=0.01.
Algoritma Gibbs Bersyarat dan Metropolis Hasting pada MCMC penelitian
ini dilakukan sebanyak 200 000 iterasi. Penentuan jumlah iterasi ini didasarkan
pada harapan dimana pada jumlah iterasi yang cukup banyak maka rantai markov
yang terbentuk sudah konvergen. Perkiraan ini terbukti berdasarkan trace plot
yang menunjukkan kekonvergenan rantai markov sejak iterasi ke 101 000 hingga
200 000 (Lampiran 4). Pada setiap tahapan iterasi, diperoleh nilai untuk masingmasing parameter yang diduga ( , , dan ̂ ). Nilai dugaan parameter
diperoleh dengan merata-ratakan nilai parameter setelah rantai markov konvergen.
Rantai markov dikatakan sudah konvergen jika sebaran dari titik-titik nilai
parameter tidak berubah sepanjang rantai markov nya. Kekonvergenan tersebut
dapat dilihat dari trace plot dengan indikasi rata-rata dan ragamnya relatif konstan.
Selain trace plot, kekonvergenan rantai markov dapat juga dilihat dari ergodig
mean plot, ACF plot, dan density plot. Ergodig mean yang stabil (tidak naik dan
tidak turun) setelah beberapa iterasi menunjukkan kekonvergenan rantai markov.

20
Kekonvergenan rantai markov juga dapat dilihat dari plot ACF yang menurun
menuju nol dan plot densitas yang halus (simetris).
Sebagai contoh, pada Lampiran 4 terlihat bahwa trace plot parameter
tidak menunjukkan pola naik turun sehingga kondisi ini menandakan bahwa
proses burn-in telah selesai. Pada plot ergodig mean terlihat bahwa rataan ergodig
sudah membentuk garis lurus pada iterasi ke 100 001 sampai dengan 200 000
(tidak membentuk pola naik atau turun) yang menandakan proses sudah stabil.
Plot autokorelasi menunjukkan nilai-nilai autokorelasi pada lag pertama
mendekati satu dan akhirnya menuju nol. Kondisi tersebut memperlihatkan
adanya korelasi pada dugaan parameter beta yang berarti algoritma sudah berada
pada suatu distribusi tertentu. Plot density yang simetris menunjukkan bahwa nilai
dugaan parameter beta berdistribusi normal dengan nilai parameter bisa positif
atau negatif. Secara umum seluruh parameter pendugaan BB Logit-Normal
menunjukkan kekonvergenan.
Setelah proses iterasi dianggap stabil pada iterasi ke 100 001 sampai dengan
200 000, maka dugaan diperoleh dari rata-rata sebaran akhir pada pendugaan
. Hal yang sama juga diberlakukan untuk parameter
dimana dugaan
diperoleh dari rata-rata sebaran akhir pada pendugaan
setelah proses iterasi
menemui kondisi konvengen. Pendugaan parameter
dianggap stabil setelah
proses iterasi ke 101 000 sampai dengan 200 000.
Tabel 6. Hasil pendugaan BB logit-normal AMH menurut kecamatan di
Kabupaten Donggala
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kecamatan
Rio Pakava
Pinembani
Banawa
Banawa Selatan
Banawa Tengah
Labuan
Tanantovea
Sindue
Sindue Tobusabora
Sindue Tobata
Sirenja
Balaesang
Balaesang Tanjung
Damsol
Sojol
Sojol Utara

AMH(%)
87.218
77.516
96.938
87.621
90.221
89.097
89.073
89.423
86.048
87.162
89.651
86.450
88.054
90.735
90.093
88.692

Ragam
0.00063
0.00324
0.00041
0.0002