Analisis pengaruh ekspor-impor komoditas pangan utama dan liberalisasi perdagangan terhadap neraca perdagangan Indonesia

(1)

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN

UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP

NERACA PERDAGANGAN INDONESIA

OLEH Y U S U F H14103064

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(2)

RINGKASAN

YUSUF. Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan Indonesia. (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).

Sub sektor tanaman pangan merupakan salah satu sub sektor yang dapat diharapkan menjadi lokomotif pembangunan Indonesia pada masa pasca krisis, hal tersebut didukung fakta bahwa karakteristik sub sektor tanaman pangan adalah padat karya dan terkonsentrasi dipedesaan yang selama ini menjadi basis kemiskinan di Indonesia. Kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap Produk Domestik Bruto sektor pertanian merupakan yang terbesar, tiap tahunnya sub sektor tanaman pangan rata-rata menyumbang 50 persen PDB sektor pertanian dan pada tahun 2005 sub sektor tanaman pangan menyumbang 6,7 persen PDB nasional. Namun, peran utama sub sektor tanaman pangan sebagai penyedia pangan bagi rakyat Indonesia dan mendukung ketahanan pangan nasional belum diberdayakan secara optimal. Selama ini kebutuhan pangan nasional belum sepenuhnya berasal dari produksi dalam negeri, impor selalu dilakukan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional sehingga Indonesia selalu mengalami defisit pada perdagangan komoditas pangan.

Persaingan dalam perdagangan internasional terutama komoditas pertanian semakin meningkat seiring adanya perjanjian liberalisasi perdagangan komoditas pertanian oleh World Trade Organization (WTO), dan komoditas pangan sebagai salah satu jenis komoditas pertanian termasuk dalam daftar yang harus di liberalisasi perdagangannya. Liberalisasi adalah pembebasan perdagangan dari segala hambatan, baik hambatan tarif maupun hambatan non-tarif yang dilakukan sepihak maupun oleh banyak pihak. Dengan adanya liberalisasi, komoditas pangan Indonesia akan lebih bersaing ketat dengan komoditas pangan impor, baik di pasar internasional maupun di pasar domestik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan : (1) menganalisis pengaruh ekspor-impor komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia dan (2) menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta, Bank Indonesia (BI), dan Departemen Pertanian. Dalam penelitian ini data sekunder yang diambil adalah Produk Domestik Bruto (PDB) nominal, neraca perdagangan non-migas Indonesia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, nilai ekspor dan impor komoditas pangan utama Indonesia, suku bunga tiga bulanan, dan London Inter Bank Offer Rate (LIBOR), data yang digunakan merupakan data triwulanan dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2005 dan beberapa data diriilkan dengan tahun dasar 1996. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel adalah Error Correction Models (ECM) dan pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft Excel dan Eviews 4.1.


(3)

Hasil analisis memberikan kesimpulan bahwa dalam jangka panjang, ternyata variabel EKSP (ekspor komoditas pangan) maupun IMPR (impor komoditas pangan) memberikan pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia (BOP). Kenaikan ekspor komoditas pangan 1 persen akan menurunkan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 104,8 juta, kondisi tersebut disebabkan oleh ekspor komoditas pangan Indonesia yang didominasi oleh ekspor komoditas pangan olahan, sedangkan komoditas segarnya (bahan baku) tidak dihasilkan oleh produksi dalam negeri. Kenaikan impor komoditas pangan sebesar 1 persen akan meyebabkan penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 159,31 juta, sedangkan liberalisasi perdagangan komoditas pangan (DUMMY_LBR) dalam jangka panjang ternyata berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia, dengan adanya liberalisasi akan terjadi penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 133,22 juta, hal ini menandakan Indonesia tidak siap dalam menghadapi liberalisasi perdagangan.

Dalam jangka pendek, ekspor komoditas pangan (Dln_EKSP) dan impor komoditas pangan (Dln_IMPR) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia (D_BOP). Peningkatan 1 persen ekspor komoditas pangan akan membuat penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 192,34 juta. Di lain sisi, kenaikan 1 persen impor komoditas pangan dalam jangka pendek akan membuat penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 927,40 juta, sedangkan liberalisasi dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan tidak signifikan.

Kesimpulan yang paling penting dalam penelitian ini adalah ekspor komoditas pangan Indonesia, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, akan membuat neraca perdagangan menurun, sedangkan liberalisasi perdagangan berpengaruh negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia, sehingga disarankan pemerintah Indonesia lebih meningkatkan produksi pangan dalam negeri dan menerapkan kebijakan liberalisasi perdagangan komoditas pangan secara bertahap.


(4)

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS

PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN

TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA

Oleh Y U S U F H14103064

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Yusuf

Nomor Registrasi Pokok : H14103064 Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Widyastutik, S.E, M.Si. NIP. 132 311 725

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Ir. Rina Oktaviani, M.S, Ph.D. NIP. 131 846 872


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Yusuf H14103064


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yusuf lahir pada tanggal 28 Mei 1983 di Tangerang, Banten. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Tarmiji dan Ibu Saiyah. Penulis menamatkan sekolah dasar pada MI Al-I’tishom, kemudian melanjutkan ke SLTP YAPIA Ciputat. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 1 Pamulang dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Shariah Economic and Student Club (2003/2004), Badan Eksekutif Mahasiswa FEM IPB (2004/2005), Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (2004/2005) dan (2005/2006), mengajar di SMP Terbuka Negeri I Serpong (2006/2007) dan aktif pada beberapa kepanitiaan.


(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji serta syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menggenggam semua jiwa makhluk-Nya dan yang selalu memberi rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Muhammad Shalallahu Alahi Wasallam sebagai Nabi dan Rasul yang telah membimbing umat ini kejalan penuh rahmat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Tarmiji dan Ibunda Saiyah atas doa dan dukungannya.

2. Widyastutik, S.E, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Tanti Novianti, S.P, M.Si. dan Fifi D. Thamrin, S.P, M.Si. selaku dosen penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran dan masukan yang bermanfaat.

4. Teman-teman yang telah membantu dan menemani penulis selama kuliah. Mimi, Hendra, Wiwit, Dadan, Zainul, Agung, Henry, Dungdang, Dindin, Tuti, Beni, Wisnu, Uti, Arum, Anna, dan seluruh teman-teman angkatan 40 dan angkatan 41 Ilmu Ekonomi.

5. Buat Adikku Ibnu Salam, keponakanku Walid, Adnan, Wafa. Terima kasih atas keceriaannya. Semoga menjadi anak yang berguna bagi agama dan bangsa.


(9)

6. Teman-temanku sesama guru di SMP Terbuka Negeri I Serpong. Lukman, Rifa’i, Wati, Endang, Makmun, Ismail, Tono, dan semua adik-adikku. Terima kasih atas pengalaman yang sangat berharga selama ini.

Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, Agustus 2007

Yusuf H14103064


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA... 12

2.1. Sejarah dan Arti Penting Tanaman Bahan Pangan ... 12

2.2. Perdagangan Internasional ... 13

2.2.1. Teori Keunggulan Absolut... 15

2.2.2. Hukum Keunggulan Komparatif... 15

2.2.3. Teori Kepemilikan Faktor ... 16

2.3. Neraca Perdagangan... 17

2.3.1. Ekspor ... 17

2.3.2. Impor... 18

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan ... 18

2.4.1. Suku Bunga ... 19

2.4.2. Kurs Riil ... 21

2.4.3. Produk Domestik Bruto ... 22

2.4.4. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan ... 23

2.4.4.1. Liberalisasi Perdagangan ... 23

2.4.4.2. Krisis Ekonomi ... 26


(11)

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN

UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP

NERACA PERDAGANGAN INDONESIA

OLEH Y U S U F H14103064

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(12)

RINGKASAN

YUSUF. Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan Indonesia. (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).

Sub sektor tanaman pangan merupakan salah satu sub sektor yang dapat diharapkan menjadi lokomotif pembangunan Indonesia pada masa pasca krisis, hal tersebut didukung fakta bahwa karakteristik sub sektor tanaman pangan adalah padat karya dan terkonsentrasi dipedesaan yang selama ini menjadi basis kemiskinan di Indonesia. Kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap Produk Domestik Bruto sektor pertanian merupakan yang terbesar, tiap tahunnya sub sektor tanaman pangan rata-rata menyumbang 50 persen PDB sektor pertanian dan pada tahun 2005 sub sektor tanaman pangan menyumbang 6,7 persen PDB nasional. Namun, peran utama sub sektor tanaman pangan sebagai penyedia pangan bagi rakyat Indonesia dan mendukung ketahanan pangan nasional belum diberdayakan secara optimal. Selama ini kebutuhan pangan nasional belum sepenuhnya berasal dari produksi dalam negeri, impor selalu dilakukan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional sehingga Indonesia selalu mengalami defisit pada perdagangan komoditas pangan.

Persaingan dalam perdagangan internasional terutama komoditas pertanian semakin meningkat seiring adanya perjanjian liberalisasi perdagangan komoditas pertanian oleh World Trade Organization (WTO), dan komoditas pangan sebagai salah satu jenis komoditas pertanian termasuk dalam daftar yang harus di liberalisasi perdagangannya. Liberalisasi adalah pembebasan perdagangan dari segala hambatan, baik hambatan tarif maupun hambatan non-tarif yang dilakukan sepihak maupun oleh banyak pihak. Dengan adanya liberalisasi, komoditas pangan Indonesia akan lebih bersaing ketat dengan komoditas pangan impor, baik di pasar internasional maupun di pasar domestik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan : (1) menganalisis pengaruh ekspor-impor komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia dan (2) menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta, Bank Indonesia (BI), dan Departemen Pertanian. Dalam penelitian ini data sekunder yang diambil adalah Produk Domestik Bruto (PDB) nominal, neraca perdagangan non-migas Indonesia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, nilai ekspor dan impor komoditas pangan utama Indonesia, suku bunga tiga bulanan, dan London Inter Bank Offer Rate (LIBOR), data yang digunakan merupakan data triwulanan dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2005 dan beberapa data diriilkan dengan tahun dasar 1996. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel adalah Error Correction Models (ECM) dan pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft Excel dan Eviews 4.1.


(13)

Hasil analisis memberikan kesimpulan bahwa dalam jangka panjang, ternyata variabel EKSP (ekspor komoditas pangan) maupun IMPR (impor komoditas pangan) memberikan pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia (BOP). Kenaikan ekspor komoditas pangan 1 persen akan menurunkan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 104,8 juta, kondisi tersebut disebabkan oleh ekspor komoditas pangan Indonesia yang didominasi oleh ekspor komoditas pangan olahan, sedangkan komoditas segarnya (bahan baku) tidak dihasilkan oleh produksi dalam negeri. Kenaikan impor komoditas pangan sebesar 1 persen akan meyebabkan penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 159,31 juta, sedangkan liberalisasi perdagangan komoditas pangan (DUMMY_LBR) dalam jangka panjang ternyata berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia, dengan adanya liberalisasi akan terjadi penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 133,22 juta, hal ini menandakan Indonesia tidak siap dalam menghadapi liberalisasi perdagangan.

Dalam jangka pendek, ekspor komoditas pangan (Dln_EKSP) dan impor komoditas pangan (Dln_IMPR) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia (D_BOP). Peningkatan 1 persen ekspor komoditas pangan akan membuat penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 192,34 juta. Di lain sisi, kenaikan 1 persen impor komoditas pangan dalam jangka pendek akan membuat penurunan neraca perdagangan non-migas Indonesia sebesar US$ 927,40 juta, sedangkan liberalisasi dalam jangka pendek berpengaruh negatif dan tidak signifikan.

Kesimpulan yang paling penting dalam penelitian ini adalah ekspor komoditas pangan Indonesia, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, akan membuat neraca perdagangan menurun, sedangkan liberalisasi perdagangan berpengaruh negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia, sehingga disarankan pemerintah Indonesia lebih meningkatkan produksi pangan dalam negeri dan menerapkan kebijakan liberalisasi perdagangan komoditas pangan secara bertahap.


(14)

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS

PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN

TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA

Oleh Y U S U F H14103064

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Yusuf

Nomor Registrasi Pokok : H14103064 Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Widyastutik, S.E, M.Si. NIP. 132 311 725

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Ir. Rina Oktaviani, M.S, Ph.D. NIP. 131 846 872


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Yusuf H14103064


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yusuf lahir pada tanggal 28 Mei 1983 di Tangerang, Banten. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Tarmiji dan Ibu Saiyah. Penulis menamatkan sekolah dasar pada MI Al-I’tishom, kemudian melanjutkan ke SLTP YAPIA Ciputat. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 1 Pamulang dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Shariah Economic and Student Club (2003/2004), Badan Eksekutif Mahasiswa FEM IPB (2004/2005), Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (2004/2005) dan (2005/2006), mengajar di SMP Terbuka Negeri I Serpong (2006/2007) dan aktif pada beberapa kepanitiaan.


(18)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji serta syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menggenggam semua jiwa makhluk-Nya dan yang selalu memberi rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Muhammad Shalallahu Alahi Wasallam sebagai Nabi dan Rasul yang telah membimbing umat ini kejalan penuh rahmat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Tarmiji dan Ibunda Saiyah atas doa dan dukungannya.

2. Widyastutik, S.E, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Tanti Novianti, S.P, M.Si. dan Fifi D. Thamrin, S.P, M.Si. selaku dosen penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran dan masukan yang bermanfaat.

4. Teman-teman yang telah membantu dan menemani penulis selama kuliah. Mimi, Hendra, Wiwit, Dadan, Zainul, Agung, Henry, Dungdang, Dindin, Tuti, Beni, Wisnu, Uti, Arum, Anna, dan seluruh teman-teman angkatan 40 dan angkatan 41 Ilmu Ekonomi.

5. Buat Adikku Ibnu Salam, keponakanku Walid, Adnan, Wafa. Terima kasih atas keceriaannya. Semoga menjadi anak yang berguna bagi agama dan bangsa.


(19)

6. Teman-temanku sesama guru di SMP Terbuka Negeri I Serpong. Lukman, Rifa’i, Wati, Endang, Makmun, Ismail, Tono, dan semua adik-adikku. Terima kasih atas pengalaman yang sangat berharga selama ini.

Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, Agustus 2007

Yusuf H14103064


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA... 12

2.1. Sejarah dan Arti Penting Tanaman Bahan Pangan ... 12

2.2. Perdagangan Internasional ... 13

2.2.1. Teori Keunggulan Absolut... 15

2.2.2. Hukum Keunggulan Komparatif... 15

2.2.3. Teori Kepemilikan Faktor ... 16

2.3. Neraca Perdagangan... 17

2.3.1. Ekspor ... 17

2.3.2. Impor... 18

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan ... 18

2.4.1. Suku Bunga ... 19

2.4.2. Kurs Riil ... 21

2.4.3. Produk Domestik Bruto ... 22

2.4.4. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan ... 23

2.4.4.1. Liberalisasi Perdagangan ... 23

2.4.4.2. Krisis Ekonomi ... 26


(21)

2.6. Penelitian Terdahulu ... 29

2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 31

III. METODE PENELITIAN... 34

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 34

3.2. Metode Analisis ... 34

3.3. Analisis Runtun Waktu (Time Series) ... 35

3.3.1. Uji Stationeritas (Unit Root Test) ... 35

3.3.2. Uji Derajat Integrasi... 36

3.3.3. Uji Kointegrasi ... 36

3.4. Penetapan Lag Optimal ... 39

3.5. Error Correction Model (ECM) ... 39

3.6. Uji Pelanggaran Asumsi Klasik (Diagnostic Test) ... 41

3.6.1. Uji Autokorelasi ... 41

3.6.2. Uji Heteroskedastisitas... 41

3.6.3. Uji Normalitas... 42

IV.GAMBARAN UMUM... 43

4.1. Perkembangan Sektor Pertanian dan Sub Sektor Tanaman Pangan di Indonesia ... 43

4.2. Perkembangan Kebutuhan dan Ketersediaan Pangan di Indonesia ... 46

4.3. Perkembangan Ekspor-Impor Pangan Indonesia ... 49

4.4. Perkembangan Liberalisasi Perdagangan Komoditas Pangan ... 51

4.4.1. Perjanjian Umum Mengenai Tarif dan Perdagangan ... 53

4.4.2. Putaran Uruguay (Uruguay Round) ... 54

4.4.3. Mandat Doha... 57

4.4.4. Konferensi Tingkat Menteri V WTO di Cancun, Meksiko.... 58

4.4.5. Kesepakatan Juli 2004 ... 58

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 61

5.1. Hasil Pengujian Kestationeran Data... 61

5.2. Hasil Uji Kointegrasi ... 63

5.3. Uji Akar Unit Terhadap Residual Persamaan Jangka Panjang ... 67


(22)

5.5. Hasil Uji Pelanggaran Asumsi Klasik (Diagnostic Test)... 71 5.5.1. Hasil Uji Autokorelasi... 72 5.5.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 72 5.5.3. Hasil Uji Normalitas ... 73 VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 74 6.1. Kesimpulan ... 74 6.2. Saran... 75 DAFTAR PUSTAKA... 76 LAMPIRAN... 78


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Kontribusi PDB Tiap Sub Sektor Pertanian terhadap PDB

Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku ... 2 1.2. Kontribusi PDB Tiap Sub Sektor Pertanian terhadap PDB

Nasional Atas Dasar Harga Berlaku ... 2 1.3. Neraca Ekspor-Impor Komoditas Tanaman Pangan... 3 4.1. Kontribusi PDB Tiap Sektor terhadap PDB Nasional ... 43 4.2. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di

Desa dan Kota Tahun 2005 ... 44 4.3. Kebutuhan Pangan Nasional Tahun 2000-2005... 47 4.4. Persediaan Pangan Nasional Tahun 2000-2005... 48 4.5. Neraca Pangan Nasional ... 48 4.6. Neraca Komoditas Segar dan Olahan Tanaman Pangan... 50 4.7. Sasaran Pemotongan Tarif, Subsidi dan Proteksi Komoditas

Pertanian yang Disetujui dalam Putaran uruguay ... 56 5.1. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada Level... 61 5.2. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada First Difference... 62 5.3. Hasil Uji Kointegrasi Engle-Granger (Estimasi Jangka Panjang)... 63 5.4. Uji Akar Unit Terhadap Residual Persamaan Jangka Panjang ... 67 5.5. Hasil Estimasi ECM (Estimasi Jangka Pendek)... 68 5.6. Hasil Uji Autokorelasi ... 72 5.7. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 72


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Tabungan dan Investasi pada Perekonomian Terbuka Sederhana ... 20 2.2. Hubungan Neraca Perdagangan dan Kurs Riil... 21 2.3. Efek Tarif terhadap Konsumen dan Produsen ... 25 2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual... 33 5.1. Hasil Uji Normalitas Error Correction Model (ECM) ... 73


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Komoditas dan Kode HS Penelitian... 79 2. Hasil Uji Akar Unit pada Level... 81 3. Hasil Uji Akar Unit pada First Difference... 83 4. Hasil Uji Kointegrasi (Estimasi Jangka Panjang) ... 85 5. Hasil Uji Akar Unit Residual Persamaan Jangka Panjang pada

Level ... 85 6. Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) lag 5 (Tanpa

Seleksi Variabel) ... 86 7. Hasil Uji ECM untuk Persamaan Jangka Pendek (Setelah

Seleksi Variabel) ... 87 8. Hasil Uji Autokorelasi ... 87 9. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 88 10. Hasil Uji Normalitas ... 89


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak krisis melanda Indonesia tahun 1997, bangsa Indonesia hingga kini masih mengalami krisis multidimensi yang dampaknya cukup signifikan mempengaruhi sendi-sendi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah bersama rakyat Indonesia telah berupaya dengan keras agar keluar dari krisis tersebut, dan kini tanda-tanda menuju arah perbaikan telah mulai terlihat.

Ditengah upaya memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara, sub sektor tanaman pangan diharapkan menjadi lokomotif pembangunan perekonomian nasional, sub sektor tanaman pangan dipercaya mampu mengentaskan kemiskinan dan menyediakan lapangan kerja yang cukup besar. Harapan tersebut berdasarkan karakteristik umum sektor pertanian terutama sub sektor tanaman pangan yang padat karya dan terkonsentrasi di pedesaan yang selama ini menjadi basis kemiskinan dan pengangguran yang cukup besar di Indonesia (Hafsah, 2003).

Sub sektor tanaman pangan memiliki arti dan peranan yang strategis bagi pembangunan nasional, peranan sub sektor tersebut bagi pembangunan antara lain. Pertama, sebagai penyedia bahan pangan yang mendukung ketahanan pangan Indonesia. Kedua, memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ketiga, penyedia lapangan pekerjaan yang cukup besar. Keempat, sebagai penyedia bahan baku bagi industri nasional yang berbasis tanaman pangan (Hafsah, 2003).


(27)

Tabel 1.1. Kontribusi PDB Tiap Sub Sektor Pertanian terhadap PDB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (dalam Persen)

Produk Domestik Bruto (PDB)

No Subsektor

2001 2002 2003 2004 2005

1 Tanaman Pangan 52,3 51,4 51,6 49,9 50,2

2 Perkebunan 13,9 14,7 15,2 15,6 15,8

3 Peternakan 13,0 13,8 12,2 12,3 11,8

4 Kehutanan 6,7 6,3 6,0 5,9 5,9

5 Perikanan 14,0 13,7 14,8 16,3 16,3

Sumber : Bank Indonesia (diolah), 2006.

Tabel 1.1 menjelaskan kontribusi PDB tanaman pangan terhadap sektor pertanian mencapai 52,3 persen pada tahun 2001, sangat dominan jika dibandingkan dengan sub sektor lainnya seperti sub sektor tanaman perkebunan yang berkontribusi 13,9 persen, sub sektor peternakan yang hanya berkontribusi 13,0 persen dan sub sektor lainnya yang berkontribusi rata-rata dibawah 20 persen. Namun, pada tahun-tahun terakhir yakni tahun 2004 dan 2005 kontribusi PDB sub sektor tanaman pangan terhadap PDB sektor pertanian mengalami penurunan, pada tahun 2004 sumbangan PDB sub sektor tanaman pangan menjadi 49,9 persen dan pada tahun 2005 menjadi 50,2 persen. Akan tetapi, penurunan tersebut tidak menggeser kedudukan sub sektor tanaman pangan dalam penyumbang PDB terbesar bagi sektor pertanian.

Tabel 1.2. Kontribusi PDB Tiap Sub Sektor Pertanian terhadap PDB Nasional Atas Dasar Harga Berlaku (dalam Persen)

Produk Domestik Bruto (PDB)

No Subsektor

2001 2002 2003 2004 2005

1 Tanaman Pangan 8,2 8,3 7,7 7,3 6,7

2 Perkebunan 2,2 2,3 2,3 2,3 2.0

3 Peternakan 2,0 2,2 1,8 1,8 1,6

4 Kehutanan 1,0 1,0 0,9 0,9 0,8

5 Perikanan 2,2 2,2 2,2 2,4 2,2

Sumber : Bank Indonesia (diolah), 2006.

Tabel 1.2 menjelaskan bahwa kontribusi PDB sub sektor tanaman pangan terhadap PDB Indonesia juga cukup besar, yakni mencapai 8,2 persen pada tahun


(28)

2001. Namun, dari tahun ke tahun secara persentase kontribusi PDB sub sektor tanaman pangan terhadap PDB Indonesia mengalami penurunan. Pada tahun 2004, kontribusi PDB tanaman pangan terhadap PDB nasional hanya 7,3 persen dan pada tahun 2005 kontribusi PDB sub sektor tanaman pangan terhadap PDB nasional kembali menurun menjadi 6,7 persen.

Peran utama sub sektor tanaman pangan adalah menyediakan pangan bagi rakyat Indonesia serta mendukung ketahanan pangan nasional, namun justru peran ini yang belum diberdayakan secara optimal. Departemen Pertanian (2005) mencatat impor komoditas tanaman pangan, baik segar maupun olahan sangat besar, sehingga secara total neraca perdagangan komoditas tanaman pangan terus mengalami defisit. Nilai tiap tahun impor pangan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3. Neraca Ekspor Impor Komoditas Tanaman Pangan Tahun 1995-2005

Volume (Juta ton) Nilai (Juta US $)

Tahun

Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca

1995 1,1 9,0 -7,9 162,7 2.152,0 -1.989,3

1996 1,4 8,9 -7,5 170,1 2.674,0 -2.503,9

1997 0,7 7,0 -6,3 113,1 1.772,0 -1.658,9

1998 1,4 7,9 -6,5 167,3 1.888,0 -1.720,7

1999 0,9 10,9 -10,0 97,2 2.429,0 -2.331,8

2000 0,5 9,7 -9,2 63,0 1.736,0 -1.673.0

2001 0,7 7,8 -7,1 83,7 1.407,0 -1.323,3

2002 0,6 10,6 -10,0 75,6 1.838,0 -1.762,4

2003 0,8 9,9 -9,1 218,9 2.045,2 -1.826,3

2004 1,2 9,6 -8,4 290,8 2.377,3 -2.086,5

2005* 1,1 9,0 -8,0 284,3 2.149,2 -1.864,9

Rata-rata 1995-1997 1,1 8,3 -7,2 148,6 2.199,3 -2.050,7

Rata-rata 1998-1999 1,2 9,4 -8,3 132,3 2.158,5 -2.026,3

Rata-rata 2000-2005 0,8 9,4 -8,6 169,4 1.925,5 -1.756,1

Sumber : Departemen Pertanian, 2005. * : Data sampai bulan Juni, kemudian dikali 2

Dari Tabel 1.3 dapat disimpulkan bahwa ekspor komoditas pangan Indonesia selama sepuluh tahun terakhir selalu lebih kecil dibandingkan impor


(29)

komoditas pangan sehingga neraca perdagangan komoditas tanaman pangan terus mengalami defisit. Pada tahun 2000 defisit yang terjadi sebesar US$ 1,67 Milyar, sedangkan pada tahun 2005 defisit meningkat menjadi US$ 1,86 Milyar. Nilai defisit yang dialami Indonesia pada neraca perdagangan komoditas pangan ternyata cukup besar, padahal jika melihat sumberdaya yang dimiliki Indonesia, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, seharusnya defisit tersebut tidak terjadi.

Kegiatan ekspor maupun impor merupakan kegiatan ekonomi yang menjadi ciri utama negara dengan perekonomian terbuka seperti Indonesia, sehingga defisit neraca perdagangan pada komoditas tanaman pangan merupakan konsekuensi bagi Indonesia yang memilih perekonomian terbuka, sebab dengan perekonomian terbuka, barang produksi dalam negeri harus siap bersaing dengan komoditas luar negeri yang dapat lebih murah dan lebih berkualitas. Sebenarnya banyak keuntungan dengan memilih perekonomian terbuka, Indonesia memiliki kesempatan memperoleh devisa dari luar negeri yang dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan, yakni dari kegiatan ekspor. Disisi lain, dengan perekonomian terbuka, Indonesia dengan mudah memenuhi atau mencukupi kebutuhan nasional terhadap suatu komoditas, yakni dengan melakukan impor, sehingga tingkat inflasi dan gejolak harga mudah dikendalikan. Akan tetapi, perekonomian terbuka membuat perekonomian Indonesia sangat berkaitan dengan keadaan perekonomian negara lain dan jika tidak mampu mengendalikan impor, devisa Indonesia dapat terkuras untuk membiayai impor sehingga pembangunan nasional dapat terhambat.


(30)

Aktivitas ekspor dan impor yang dilakukan suatu negara dirangkum dalam suatu neraca yang disebut neraca perdagangan. Neraca perdagangan merupakan bagian dari neraca pembayaran (Balance of Payment) yang mampu menggambarkan seberapa besar keuntungan atau kerugian yang diperoleh Indonesia dalam aktivitas perdagangan internasional. Neraca perdagangan yang surplus menandakan Indonesia mendapatkan devisa sedangkan jika neraca perdagangan defisit berarti devisa negara berkurang untuk membiayai impor yang lebih besar daripada ekspor. Aktivitas ekspor-impor khususnya ekspor-impor komoditas pertanian dewasa ini sangat liberal, dimana tarif yang dikenakan untuk komoditas-komoditas pertanian sangat rendah, jika Indonesia tidak menyiasati perkembangan ini, maka defisit perdagangan pangan Indonesia dapat terus berlangsung bahkan dapat bertambah besar. Kondisi tersebut tidak terlepas dari disetujuinya perjanjian perdagangan bebas yang diprakarsai oleh World Trade Organization (WTO) dan Indonesia sebagai anggota WTO memiliki komitmen untuk memenuhi kesepakatan tersebut.

World Trade Organization (WTO) adalah badan internasional yang beranggotakan 148 negara, memiliki tujuan menciptakan perdagangan internasional yang lebih terbuka dan adil dengan menghasilkan aturan-aturan perdagangan yang mengikat negara anggotanya, WTO juga berfungsi mengawasi pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan multilateral yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggotanya (Deplu RI, 2004). Peraturan dan komitmen yang diatur dalam perjanjian liberalisasi perdagangan WTO diantaranya mengenai akses pasar (market acces), subsidi domestik (domestic support), dan persaingan eksport


(31)

(export competition). Dengan adanya perjanjian tersebut, maka segala bentuk peraturan yang melindungi dan memproteksi perdagangan internasional khususnya perdagangan komoditas pertanian seperti tarif impor, subsidi harga, kuota impor dan lainnya, harus diturunkan persentasenya sesuai kesepakatan WTO.

Jika melihat nilai defisit neraca perdagangan komoditas tanaman pangan ditambah dengan adanya liberalisasi perdagangan komoditas ini, Indonesia sebenarnya memiliki peluang untuk memperoleh atau paling tidak menghemat devisa yang keluar dari sub sektor tanaman pangan, karena Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada sub sektor ini. Keunggulan tersebut antara lain, lahan tanam yang masih sangat luas dan sumberdaya manusia yang perlu diberdayakan juga masih sangat besar, sehingga optimalisasi sub sektor tanaman pangan di Indonesia pasca krisis merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi pengangguran dan lebih mudah dilaksanakan karena telah didukung oleh keunggulan komparatif. Oleh karena itu, penelitian yang mendalam mengenai sub sektor tanaman pangan khususnya pengaruh ekspor-impor hasil sub sektor tanaman pangan terhadap perekonomian Indonesia yang direpresentasikan oleh neraca perdagangan non-migas menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Namun, agar tercipta kebijakan yang lebih tepat bagi pengembangan perekonomian secara umum maka faktor eksternal seperti liberalisasi perdagangan komoditas pangan harus diperhitungkan.


(32)

1.2. Perumusan Masalah

Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan mengartikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman merata dan terjangkau. Oleh karena itu, pangan dalam undang-undang tersebut bukan hanya beras, tetapi mencakup seluruh makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan dan hewan, baik produk primer maupun turunannya. Namun, komoditas pertanian lain yang termasuk dalam substitusi langsung beras seperti jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar dan ubi kayu merupakan komoditas pangan utama bagi Indonesia.

Komoditas pangan utama adalah hasil dari sub sektor tanaman pangan yang sangat penting dalam menunjang ketahanan pangan bangsa Indonesia. Ketahanan pangan diwujudkan oleh kerja sistem ekonomi pangan yang terdiri atas sub sistem penyediaan, sub sistem distribusi dan sub sistem konsumsi yang saling berinteraksi secara berkesinambungan (Dewan Ketahanan Pangan, 2002). Aspek penyediaan pangan merupakan aspek yang paling penting dan perlu ditangani dengan serius, sebab selama ini penyediaan pangan nasional belum sepenuhnya bersumber dari dalam negeri, konsekuensinya kerawanan pangan mudah terjadi di Indonesia, dan bergantungnya Indonesia terhadap pangan impor dapat menjadi masalah yang berdimensi pada kedaulatan bangsa.

Kebutuhan pangan domestik yang selama ini banyak ditunjang dari impor, merupakan peluang bagi pengembangan dan peningkatan produksi sub sektor tanaman pangan dalam negeri agar mampu mensubstitusi pangan impor tersebut,


(33)

jika hal tersebut dilakukan, maka devisa yang dihemat Indonesia amat besar. Selain itu, kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk dunia merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk memperoleh devisa yang besar dari sub sektor tanaman pangan, sebab dengan keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia, yakni lahan yang cukup luas dan tenaga kerja yang melimpah, maka peningkatan produksi pangan akan mudah untuk dilakukan, sehingga meningkatkan ekspor komoditas pangan untuk memperoleh devisa bukanlah suatu hal yang mustahil dilakukan Indonesia. Penghematan dan perolehan devisa dari sub sektor tanaman pangan akan membuat neraca perdagangan pangan Indonesia yang selama ini defisit menjadi surplus atau paling tidak berimbang. Hal tersebut secara tidak langsung akan menambah nilai devisa yang tercatat pada ikhtisar ekspor-impor atau neraca perdagangan Indonesia. Peningkatan devisa pada neraca perdagangan merupakan hal yang penting, sebab devisa sangat diperlukan Indonesia untuk melakukan pembangunan, terlebih pada masa recovery pasca krisis.

Namun, pengembangan sub sektor tanaman pangan tidak dapat berlandaskan pada keunggulan komparatif saja, sebab sebagian besar negara berkembang didunia bertumpu pada sektor pertanian terutama tanaman pangan, sehingga mereka juga memiliki keunggulan komparatif pada sub sektor ini (Todaro, 2004). Kondisi tersebut membuat persaingan perdagangan komoditas pangan dunia sangat ketat, apalagi ditambah dengan perjanjian liberalisasi perdagangan oleh WTO yang memaksa negara-negara anggotanya membuka


(34)

pasar domestik seluas-luasnya bagi komoditas asing, akibatnya persaingan komoditas pangan lokal dengan komoditas pangan impor menjadi lebih ketat.

Momentum liberalisasi perdagangan komoditas pangan sudah seharusnya dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Indonesia dengan meningkatkan produksi dan daya saing komoditas pangannya, tindakan tersebut perlu dilakukan agar Indonesia memperoleh keuntungan yang besar dari perdagangan komoditas pangan dunia, sebab liberalisasi perdagangan komoditas pangan, selain membuat pasar komoditas pangan domestik Indonesia semakin terbuka, juga membuat pasar komoditas pangan anggota WTO lainnya semakin terbuka, sehingga komoditas pangan Indonesia mampu memasuki pasar komoditas pangan mereka dengan leluasa. Jika Indonesia mampu memanfaatkan momentum liberalisasi ini, maka perolehan devisa Indonesia yang tercatat dalam neraca perdagangan akan bertambah. Sebaliknya, jika Indonesia tidak mampu memanfaatkan dan tidak menyiasati momentum liberalisasi, maka devisa Indonesia akan terkuras untuk impor pangan sehingga neraca perdagangan Indonesia dapat mengalami defisit.

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa permasalahan, diantaranya:

1. Bagaimana pengaruh ekspor dan impor komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh liberalisasi perdagangan komoditas pangan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia?


(35)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis pengaruh ekspor-impor komoditas pangan utama terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan komoditas pangan terhadap neraca perdagangan non-migas Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis, pembaca dan pengambil kebijakan. Bagi penulis, penelitian ini berguna dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diterima selama penulis menimba ilmu di bangku perkuliahan.

Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan menambah wawasan, sumber bacaan, dan sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya, sedangkan bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam membuat kebijakan yang berkenaan dengan permasalahan yang diteliti.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Komoditas pangan yang dimaksud dalam penelitian ini hanya komoditas yang dihasilkan oleh sub sektor tanaman pangan, yang komoditasnya antara lain beras, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, dan kacang tanah, baik segar dan olahan dalam satuan US$.


(36)

2. Neraca perdagangan dalam penelitian ini adalah neraca perdagangan non-migas Indonesia yang telah diriilkan dengan tahun dasar 1996 dan dinyatakan dalam juta US$.

3. Liberalisasi perdagangan komoditas pangan dalam penelitian ini mengacu pada liberalisasi yang disepakati Indonesia dalam World Trade Organization (WTO).


(37)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah dan Arti Penting Tanaman Bahan Pangan

Menurut Nasoetion (2002) pertanian dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengadakan suatu ekosistem buatan yang bertugas menyediakan bahan makanan bagi manusia. Sedangkan tanaman pangan merupakan tumbuhan yang sengaja ditanam manusia untuk mendapatkan hasil yang digunakan sebagai bahan makanan dalam jumlah besar. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli menyimpulkan bahwa penyebaran tanaman bahan pangan keseluruh muka bumi tidak merata, ada suatu daerah sempit yang memiliki keragaman tanaman pangan yang banyak, namun ada daerah yang luas memiliki sedikit keragaman tanaman pangan.

Faktor yang menyebabkan tanaman pangan menyebar hampir keseluruh penjuru dunia adalah iklim yang sesuai untuk tumbuh setelah dibawa oleh manusia kesuatu daerah yang berbeda dari habitat aslinya dan pandangan masyarakat yang menerima tanaman baru tersebut sebagai sumber pangan baru, misalnya kentang dahulu hanya dikenal didaerah sempit pegunungan Andes, namun karena cocok dengan iklim Eropa dan masyarakat Eropa menerima kentang sebagai sumber makanan baru setelah Istana Inggris menjadikan menu utama, saat ini Eropa justru dikenal sebagai penghasil utama kentang. Sejarah yang sama terjadi atas tumbuhan kedelai, kacang tanah, ubi jalar dan lainnya, semua adalah pendatang baru sebagai pemasok bahan pangan bagi manusia modern.


(38)

Tanaman pangan sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies manusia di muka bumi, sebab sebagai mahluk hidup manusia membutuhkan makan untuk mendapatkan energi. Saat ini, pada manusia modern terjadi pengurangan keanekaragaman jenis pangan, manusia modern kebanyakan mengkonsumsi tumbuhan bebijian seperti serealia dan kacang-kacangan, berbeda dengan manusia purba yang mengkonsumsi beranekaragam jenis tumbuhan dan hewan hasil berburu dan meramu sebagai sumber makanannya. Konsekuensi yang timbul akibat pola makan yang bergantung pada sedikit sumber makanan membuat manusia modern rentan terhadap kekurangan pangan. Oleh karena itu, sudah lama diusahakan penganekaragaman bahan pangan terutama bagi bangsa Indonesia yang saat ini sangat tergantung pada beras.

Penganekaragaman bahan pangan yang berasal dari berbagai tanaman pangan tidak terlepas dari pertanian sub sektor tanaman pangan yang menghasilkan komoditas pangan utama. Saat ini, Indonesia memasukkan beras, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, dan kacang tanah dalam sub sektor tanaman pangan yang diharapkan secara bersama saling bersubstitusi (Nasoetion, 2002).

2.2. Perdagangan Internasional

Salvatore (1997) menyatakan bahwa perdagangan internasional memberikan manfaat dan keuntungan yang besar, perdagangan internasional membuat produksi barang dan jasa didunia semakin efisien, sebab negara-negara di dunia berspesialisasi dalam memproduksi barang dan jasa. Misalkan Indonesia bergantung pada perdagangan internasional dan berspesialisasi dalam beberapa produk saja, alasan yang mendasarinya adalah : Pertama, ada komoditas yang


(39)

tidak dapat diproduksi sama sekali di dalam negeri, seperti gandum. Kedua, ada produk yang dapat diproduksi di dalam negeri, namun biaya produksi untuk memproduksinya jauh lebih tinggi, jika produk tersebut diproduksi oleh negara lain maka biayanya lebih rendah, maka Indonesia melakukan impor saja, misalnya pesawat terbang. Jika perdagangan internasional tidak ada, maka masing-masing negara harus mengkonsumsi hasil produksinya sendiri yang seringkali tidak mencukupi kebutuhan nasional.

Pada dasarnya ada beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional. Pertama, keinginan suatu negara memperluas pasaran komoditinya. Kedua, keinginan suatu negara untuk memperoleh devisa untuk membiayai pembangunan dalam negeri. Ketiga, adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara atas produk tertentu. Keempat, adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan produk tertentu. Perdagangan internasional akan membawa dampak terhadap perekonomian suatu negara, baik dalam aspek ekonomi maupun dalam aspek non-ekonomi, seiring peningkatan volume dan intensitas perdagangan internasional, kehidupan suatu negara akan semakin terkait dengan perkembangan keadaan negara lain, artinya perdagangan internasional akan mengantarkan negara-negara di dunia pada suatu tingkat saling ketergantungan satu dengan yang lain, sehingga peristiwa-peristiwa atau kebijakan ekonomi di suatu negara akan mempengaruhi negara lain, dan sebaliknya (Salvatore, 1997).


(40)

2.2.1. Teori Keunggulan Absolut

Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara berlangsung dengan didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage). Teori yang dikeluarkan Adam Smith ini kemudian dikenal dengan Teori Keunggulan Absolut (Salvatore, 1997).

Secara umum, Teori Keunggulan Absolut menyatakan jika sebuah negara lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) dalam memproduksi komoditi A jika dibandingkan dengan negara lain, namun kurang efisien (memiliki kerugian absolut) dalam memproduksi komoditi B, maka kedua tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing negara melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditi yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien dan output kedua komoditi akan meningkat. Peningkatan dalam output akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan.

2.2.2. Hukum Keunggulan Komparatif

Hukum Keunggulan Komparatif merupakan hasil dari pemikiran David Ricardo (1817) yang tertuang dalam bukunya yang berjudul Principles of Political Economy and Taxation. Hukum ini sekaligus menjadi koreksi bagi teori keunggulan absolutnya Adam Smith, menurut hukum ini meskipun sebuah negara kurang efisien (memiliki kerugian absolut) dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi A dan B (kedua komoditi), namun masih tetap terdapat


(41)

dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak (Salvatore, 1997).

Adapun cara yang dapat ditempuh adalah : Pertama, negara yang memiliki kerugian absolut pada kedua komoditi harus melakukan spesialisasi, yaitu hanya memproduksi komoditi yang memiliki kerugian absolut yang paling kecil (misal komoditi A) dan mengekspor komoditi A tersebut, untuk memenuhi kebutuhan komoditi B maka negara tersebut harus mengimpornya. Kedua, negara yang memiliki keuntungan absolut pada kedua komoditi juga harus melakukan spesialisasi, yaitu hanya memproduksi komoditi yang paling besar keuntungannya (misal komoditi B) dan mengekspor komoditi B tersebut, untuk memenuhi kebutuhan komoditi A maka negara tersebut harus mengimpornya.

2.2.3. Teori Kepemilikan Faktor

Teori Kepemilikan Faktor dikembangkan oleh dua ekonom terkemuka berkebangsaan Swedia penerima nobel dibidang ekonomi tahun 1977, yaitu Eli Heckscher dan mahasiswanya Bertil Ohlin, sehingga Teori Kepemilikan Faktor lebih dikenal dengan Teori Heckscher-Ohlin. Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah melimpah dan harga relatif murah, serta mengimpor komoditi yang memiliki faktor produksi langka dan berharga relatif mahal (Salvatore, 1997).


(42)

2.3. Neraca Perdagangan

Neraca perdagangan merupakan bagian dari neraca pembayaran (Balance of Payment) yang menjadi suatu pernyataan mengenai kelebihan atau kekurangan hasil dari perdagangan internasional (ekspor-impor) suatu negara dalam jangka waktu tertentu, pada neraca perdagangan nilai ekspor dan impor barang biasanya dinyatakan dalam US $ (Smith, 1995). Neraca perdagangan menjadi indikator yang penting dalam suatu perekonomian, sebab dapat menggambarkan perolehan devisa atau pengeluaran devisa. Devisa merupakan kapital yang berpengaruh terhadap keberlanjutan pembangunan suatu negara.

2.3.1. Ekspor

Ekspor adalah barang dan jasa yang dihasilkan di sebuah negara kemudian dijual ke negara lain, hasil dari ekspor berupa devisa yang dapat digunakan sebagai penukar atas barang dan jasa dari negara lain (melakukan impor), menyelesaikan utang dan menjalankan pembangunan. Negara memperuntukkan sumber daya dalam negeri bagi ekspor karena negara memperoleh lebih banyak keuntungan (devisa) dengan ekspor, daripada yang akan diperoleh dengan memperuntukkan sumber daya tersebut bagi produksi dan jasa didalam negeri (Smith, 1995).

Margarettha (2005) menyatakan bahwa ekspor merupakan penjualan barang yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara lain, suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara-negara lain yang membutuhkan komoditi tersebut. Dalam perdagangan internasional, ekspor memiliki peranan penting, yakni sebagai motor penggerak perekonomian


(43)

nasional, sebab ekspor mampu menghasilkan devisa yang selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai pembangunan dan impor.

2.3.2. Impor

Impor adalah aliran masuk barang dan jasa ke pasar sebuah negara untuk digunakan, sebab harga diluar negeri lebih rendah dibanding harga produk sejenis jika diproduksi didalam negeri. Negara melakukan impor untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya (Smith, 1995).

Margarettha (2005) menyatakan bahwa impor merupakan pembelian barang yang dihasilkan oleh negara lain, impor terjadi karena suatu negara tidak mampu menghasilkan komoditi yang dibutuhkan atau produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan nasional. Jika impor lebih besar daripada ekspor, maka cadangan devisa akan berkurang atau neraca perdagangan menjadi defisit.

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan

Neraca perdagangan merupakan suatu indikator utama yang membedakan antara perekonomian terbuka dengan perekonomian tertutup. Dalam perekonomian terbuka, pengeluaran suatu negara selama satu tahun tertentu tidak selalu sama dengan yang dihasilkan dari memproduksi barang dan jasa, suatu negara dapat melakukan pengeluaran yang lebih banyak daripada produksinya dengan melakukan impor atau bisa melakukan pengeluaran lebih kecil dibanding produksinya dengan melakukan ekspor (Mankiw, 2003). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi neraca perdagangan, diantaranya, suku bunga, kurs riil,


(44)

pendapatan nasional, dan faktor eksternal seperti liberalisasi perdagangan dan krisis ekonomi.

2.4.1. Suku Bunga

Perekonomian Indonesia sebagai perekonomian terbuka sangat bergantung dengan perekonomian dunia. Selain itu, pasar barang dan pasar uang sangat berkaitan, keterkaitan antara keduanya membentuk identitas pendapatan nasional yang dapat ditulis dengan persamaan berikut :

--- (S - I) Dari persamaan diatas, (S - I) adalah selisih antara tabungan domestik

dengan investasi domestik, sehingga (S - I) sering disebut arus modal keluar bersih, arus modal ini mencerminkan arus dana internasional yang menjadi sumber akumulasi kapital yang penting bagi modal pembangunan, sedangkan NX adalah ekspor bersih atau neraca perdagangan yang menjadi tolak ukur kinerja ekspor dan impor suatu negara terbuka (Mankiw, 2003).

Jika (S - I) dan NX positif, maka negara mengalami surplus perdagangan dimana ekspor lebih besar daripada impor sehingga negara dapat menjadi donor pada pasar uang dunia, jika (S - I) dan NX negatif, negara sedang mengalami defisit perdagangan, sehingga negara kekurangan kapital untuk melaksanakan pembangunan, akibatnya negara menjadi debitor pada pasar uang dunia, sedangkan jika (S - I) dan NX berimbang maka negara dalam kondisi perdagangan berimbang. Investasi dan tabungan yang terjadi pada suatu negara sangat bergantung pada suku bunga yang berlaku, baik suku bunga domestik maupun suku bunga internasional, sebab investasi berhubungan negatif dengan


(45)

suku bunga, sedangkan tabungan berhubungan positif dengan suku bunga, sehingga secara tidak langsung neraca perdagangan juga bergantung pada variabel suku bunga. Mengenai tingkat suku bunga yang berlaku, Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbuka kecil, dengan asumsi terjadi mobilitas modal sempurna, maka suku bunganya akan mengikuti suku bunga dunia, dengan demikian di Indonesia suku bunga dunia merupakan variabel eksogen yang mempengaruhi perekonomiannya (Lihat Gambar 2.1).

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa pada perekonomian tertutup, tingkat bunga riil (r*) menyesuaikan untuk menyeimbangkan tabungan dan investasi, sedangkan dalam perekonomian terbuka kecil, tingkat bunga ditentukan oleh pasar keuangan dunia. Selisih antara tabungan (S) dan investasi (I(r)) menentukan neraca perdagangan (NX). Dalam gambar diberikan ilustrasi jika terjadi surplus perdagangan, karena tingkat bunga riil mendorong tabungan melebihi investasi.

2.4.2. Kurs Riil r*

Tingkat bunga jika perekonomian tertutup

S NX

I(r)

Investasi, Tabungan. I. S Surplus Perdagangan

Gambar 2.1. Tabungan dan Investasi pada Perekonomian Terbuka Sederhana

Tingkat bunga riil, r*


(46)

Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana antar negara dapat memperdagangkan barang-barang yang dihasilkannya sehingga terkadang kurs riil disebut terms of trade (Mankiw, 2003).

Kurs riil berhubungan dengan neraca perdagangan, sebab kurs riil berkaitan dengan harga produk suatu negara di pasar internasional, jika kurs riil suatu negara rendah, maka harga produk negara tersebut relatif lebih murah, sehingga penduduk domestik hanya akan membeli sedikit produk impor. Sebaliknya, jika kurs riil tinggi maka penduduk domestik akan lebih memilih barang impor karena harganya yang relatif lebih murah jika dibandingkan barang hasil produksi dalam negeri. Hubungan antara kurs riil dengan neraca perdagangan dapat dijelaskan pada persamaan 2.2 berikut :

NX = NX(e) ………...(2.2) Persamaan 2.2 menyatakan bahwa neraca perdagangan adalah fungsi dari kurs riil.

0 Neraca Perdagangan. NX

NX(e) Kurs riil, e

Gambar 2.2. Hubungan Neraca Perdagangan dan Kurs Riil Sumber : Mankiw, 2003


(47)

Gambar 2.2 menunjukkan hubungan antara kurs riil dengan neraca perdagangan, semakin rendah kurs riil maka harga barang semakin murah, sehingga neraca perdagangan semakin besar. Pada gambar sebagian dari sumbu mendatar bernilai negatif, sebab neraca perdagangan dapat bernilai negatif karena impor melebihi ekspor seiring kenaikan kurs riil.

2.4.3. Produk Domestik Bruto

Mankiw (2003) menyatakan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan ukuran atau cerminan dari kinerja ekonomi suatu negara, tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang tunggal selama periode waktu tertentu. PDB dapat dihitung dengan cara melihatnya sebagai pendapatan total dari setiap orang di dalam perekonomian atau melihat PDB sebagai pengeluaran total atas output barang dan jasa di dalam perekonomian. Kedua cara menghitung PDB tersebut sama saja, sebab dalam perekonomian secara keseluruhan jumlah keduanya akan sama.

Keterkaitan PDB dengan neraca perdagangan dapat dilihat pada persamaan berikut :

Y = C + I + G + (X - M) …………...….(2.3) Pada persamaan tersebut, (X - M)) adalah neraca perdagangan, dimana

ekspor (X) akan memberikan sumbangan yang positif terhadap PDB sedangkan impor akan memberikan sumbangan negatif. Ekspor akan menaikkan PDB seiring peningkatannya, sedangkan impor akan menurunkan PDB seiring peningkatannya. Namun kenaikan PDB belum tentu menaikkan ekspor-impor, sebab kenaikan PDB dapat saja didorong oleh aktivitas investasi (I) yang


(48)

menggerakkan roda perekonomian sehingga produksi dalam negeri meningkat dan membuat barang produksi dalam negeri lebih bermutu dan berkualitas. Konsekuensinya, ekspor meningkat dan impor menurun, atau impor dapat meningkat seiring peningkatan PDB jika pertumbuhan PDB didorong oleh konsumsi (C) masyarakat tanpa didukung oleh peningkatan produksi dalam negeri.

2.4.4. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan

Perekonomian tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal dan faktor non-ekonomi, seperti keadaan sosial politik, peraturan, pendidikan, budaya, organisasi kemasyarakatan dan lainnya. Menurut Nurkse dalam Jhingan (2004) pembangunan ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik dan latar belakang historis, sehingga kajian terhadap dinamika perekonomian harus mengikutsertakan faktor non-ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, maka neraca perdagangan sebagai refleksi kinerja ekspor-impor yang mampu mempengaruhi perekonomian juga dipengaruhi oleh faktor non-ekonomi, diantaranya faktor politik dan peraturan, yakni aturan liberalisasi perdagangan dan kondisi eksternal perekonomian Indonesia yaitu krisis yang baru saja dialami Indonesia.

2.4.4.1. Liberalisasi Perdagangan

Liberalisasi perdagangan adalah pembebasan perdagangan dari segala hambatan, baik hambatan tarif maupun hambatan non tarif yang dilakukan sepihak dan banyak pihak (Smith, 1995), sedangkan kebijakan liberalisasi


(49)

perdagangan adalah kebijakan yang mengikis berbagai bentuk hambatan perdagangan, bila diterapkan secara utuh maka arus komoditi perdagangan dan investasi dalam bentuk modal, barang dan jasa akan bebas masuk antar negara tanpa hambatan tarif dan non-tarif (Salvatore, 1997).

Perdagangan bebas tanpa hambatan merupakan tujuan akhir dari perundingan-perundingan antar negara, adanya perdagangan bebas antar negara diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan yang ikut serta dalam perdagangan bebas dengan mengandalkan produk yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif (Deplu RI, 2004). Realitasnya hampir semua negara menerapkan berbagai bentuk hambatan terhadap perdagangan internasional, hambatan perdagangan tersebut lazim disebut kebijakan perdagangan (trade policy) karena berkaitan erat dengan kepentingan perdagangan nasional pada masing-masing negara. Penerapan kebijakan perdagangan selalu dikemukakan dengan alasan sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan nasional dan melindungi industri dalam negeri.

Liberalisasi perdagangan yang kini diupayakan WTO berfokus pada tiga aspek, yakni pembukaan akses pasar (market acces), penurunan subsidi domestik (domestic support), dan mewujudkan persaingan eksport (export competition) yang adil. Liberalisasi perdagangan menurut Lindert (1995) akan membawa dampak peningkatan kesejahteraan bagi negara yang melakukannya, keyakinan tersebut berdasarkan analisa ekonomi yang menunjukkan perdagangan bebas akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi kedua negara. Tentunya dampak yang dirasakan oleh suatu negara akibat adanya liberalisasi akan tercermin dari neraca


(50)

perdagangannya setelah kebijakan liberalisasi tersebut dilaksanakan. Gambar 2.3 menganalisa dampak yang ditimbulkan terhadap konsumen jika negara-negara didunia tidak melakukan liberalisasi, terutama menutup akses pasar dengan pengenaan tarif import.

Gambar 2.3 menganalisis tentang permintaan dan penawaran beras yang dipengaruhi tarif. Jika tidak ada tarif, beras akan diimpor secara bebas pada tingkat harga dunia sebesar US$ 200 per ton. Konsumen akan membeli beras sebesar So dari dalam negeri dan mengimpor sebesar M2. Pada harga tersebut surplus konsumen adalah seluruh bidang antara kurva permintaan dan garis harga US$ 200, yaitu segitiga ACE yang merupakan suatu aproksimasi mengenai kemampuan membeli beras dari para konsumen. Pengenaan tarif sebesar US$ 20

Harga Beras (US$/Ton)

Kuantitas Beras Tarif

So (Kurva penawaran dalam negeri)

Harga dalam negeri dengan tarif

Harga Dunia

Do (Kurva permintaan dlm negeri)

C

D B

E

A

0 S0 S1 D1 D0

M1

M2

a b c d

220 200

Gambar 2.3. Efek Tarif terhadap Konsumen dan Produsen

e


(51)

akan meningkatkan harga beras dan mengurangi perolehan manfaat atau surplus konsumen. Dengan harga yang baru, konsumen terpaksa menambah US$ 20 per ton beras sehingga permintaan total akan turun dari D0 ke D1. Kerugian total yang ditanggung konsumen dengan adanya tarif adalah total bidang a+b+c+d, sehingga surplus konsumen mereka merosot dari segitiga ACE menjadi segitiga BCD.

Analisis terhadap produsen dengan pasar beras yang sama, setelah adanya tarif, maka harga beras akan naik menjadi US$ 220 per ton, maka perusahaan-perusahaan dalam negeri akan meningkatkan produksinya selama masih menguntungkan. Mereka merespons dengan menaikkan jumlah produksi dari S0 ke S1. Kenaikan jumlah yang dproduksi dan peningkatan harga ternyata meningkatkan keuntungan bagi produsen, yaitu sebesar a, sehingga keuntungan total yang diterima produsen dalam negeri adalah e+a. Namun, jika dibandingkan dengan kerugian yang harus ditanggung konsumen yaitu bidang a+b+c+d, maka secara total pengenaan tarif menghasilkan kerugian.

2.4.4.2. Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi merupakan gejala menurunnya perekonomian secara umum, di Indonesia krisis ekonomi dimulai pada triwulan ketiga tahun 1997 yang ditandai dengan depresiasi nilai Rupiah terhadap mata uang asing terutama Dollar Amerika Serikat yang cukup signifikan. Depresiasi Rupiah memicu kontraksi pada sektor-sektor perekonomian, khususnya sektor konstruksi, manufaktur, keuangan, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa lainnya, sehingga Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia selama tahun 1998 mengalami penurunan hampir 14 persen (Wie, 2001).


(52)

Krisis ekonomi membawa dampak yang cukup siginifikan terhadap kinerja ekspor-impor Indonesia, menurut Mankiw (2003) jika terjadi depresiasi nilai tukar suatu negara, maka produk negara tersebut akan memiliki daya saing yang tinggi sebab harganya menjadi lebih murah jika dibandingkan dengan produk negara lain. Namun untuk kondisi Indonesia pada masa krisis, justru banyak sektor ekonomi, khususnya industri manufaktur mengalami penurunan, hal itu disebabkan bahan baku industri dalam negeri lebih banyak diimpor sehingga depresiasi nilai tukar Rupiah justru memukul produksi sektor tersebut akibat kesulitan bahan baku. Berbeda dengan sektor pertanian yang justru eksis bahkan mengalami pertumbuhan pada masa krisis, kondisi tersebut membuktikan sektor pertanian merupakan sektor yang berbasis sumberdaya lokal dan memiliki keterkaitan yang erat dengan ekonomi rakyat (Wie, 2001).

2.5. Model Koreksi Kesalahan atau Error Correction Model (ECM)

Model koreksi kesalahan atau Error Correction Model (ECM) adalah salah satu model dinamik yang diterapkan secara luas dalam analisa ekonomi. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Sargan pada tahun 1964 dalam penelitiannya tentang hubungan upah dengan harga di Inggris Raya. ECM bertujuan mengatasi permasalahan data runtun waktu (time series) yang tidak stasioner dan regresi palsu (spurious regression).

ECM muncul untuk mengatasi perbedaan hasil estimasi antar jangka pendek dengan jangka panjang, yaitu dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi dan periode selanjutnya sehingga tidak ada kesalahan dalam menggunakan model yang dianalisa (Isbandriyati dalam Kusumastuti,


(53)

2005). Ketidakseimbangan kesalahan (disequilibrium error) terjadi karena kesalahan spesifikasi, yaitu antara lain kesalahan pemilihan variabel, parameter, keseimbangan itu sendiri, kesalahan dalam membuat definisi variabel dan cara mengukurnya serta kesalahan yang disebabkan oleh faktor manusia dalam menginput data. Kegunaan dari penerapan koreksi kesalahan atau ECM dalam analisis ekonomi adalah :

1. Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi masalah data runtun waktu yang non-stasioner dan regresi palsu (spurious regression).

2. Model dengan variabel-variabel dalam bentuk first difference mengeliminasi trend dari variabel.

3. Error Correction Model (ECM) dapat diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

4. Error Correction Model (ECM) dapat disesuaikan atau disamakan dengan pendekatan umum ke khusus (melihat kecenderungan umum dan membaginya menjadi pendekatan jangka pendek dan jangka panjang).

5. Membedakan dengan jelas antar parameter jangka panjang sehingga sangat ideal digunakan untuk menaksir dari keakuratan sebuah hipotesis. Jika ada variabel yang tidak nyata dapat direduksi sehingga akan meningkatkan efisiensi estimasi.

Keuntungan dan keunggulan penggunaan ECM yang lain, yaitu seluruh komponen dan informasi pada tingkat variabel telah dimasukkan dalam model, memasukkan semua bentuk kesalahan untuk dikoreksi dapat menghindari dari masalah trend dan regresi palsu. Sifat-sifat statistik diinginkan dari model dan


(54)

pemberian makna dari persamaan dalam model tersebut juga lebih sederhana, artinya, ECM mampu memberikan makna lebih luas dari hasil estimasi model ekonomi sebagai pengaruh perubahan variabel independent terhadap variabel dependent dalam hubungan jangka pendek maupun jangka panjang (Julianto dalam Kusumastuti, 2005).

2.6. Penelitian Terdahulu

Margarettha (2005) meneliti dampak liberalisasi perdagangan di sektor industri tekstil terhadap neraca perdagangan Indonesia, penelitiannya menggunakan model VAR dan data ekspor-impor tekstil, neraca perdagangan total dan pendapatan nasional mulai dari tahun 1990 sampai 2004. Hasil penelitiannya adalah dengan adanya liberalisasi perdagangan di sektor tekstil akan memberikan pengaruh yang positif terhadap neraca perdagangan sebesar 0,3973 persen.

Trihapsari (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh perdagangan internasional gula dan variabel liberalisasi yaitu tarif impor di Indonesia terhadap industri gula nasional pada periode 1983-2006. Penelitiannya menggunakan metode Ordinary least Square (OLS) dan data time series tahunan. Penelitiannya menyimpulkan bahwa dengan tarif impor industri gula nasional mampu bertahan dan mampu menekan derasnya impor gula yang dilakukan Indonesia pada akhir-akhir ini.

Penelitian tentang ekspor-impor gula dan kaitannya dengan variabel liberalisasi yaitu tarif impor, dilakukan juga oleh Rahmawati (2005) dengan menggunakan data time series bulanan dari tahun 1999 sampai 2004 dengan


(55)

metode Ordinary least Square (OLS). Penelitiannya menyimpulkan bahwa dengan mengenakan tarif Rp.700/Kg membuat industri gula nasional lebih baik dibandingkan tanpa tarif, hal itu ditandai dengan meningkatnya produksi gula domestik sebesar 123,52 ribu ton pada tahun 2003 dan sebesar 419,73 ton pada tahun 2004. Bahkan disarankan pemerintah menaikkan tarif impor sebesar 65 persen hingga 95 persen dari yang berlaku saat itu.

Herdi (2006) melakukan penelitian tentang perdagangan beras dunia dan kaitannya dengan pasar beras domestik serta pengaruh adanya tarif impor terhadap perdagangan beras. Penelitiannya menggunakan data time series bulanan dari tahun 1998 sampai tahun 2006. Sedangkan metode yang digunakan adalah Vektor Autoregression (VAR), penelitiannya menyimpulkan bahwa tarif impor memberikan pengaruh yang permanen dalam jangka panjang terhadap harga beras internasional dan tarif mampu meningkatkan harga beras internasional di pasar domestik.

Penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Neraca Perdagangan Indonesia” memiliki perbedaan dengan penelitian yang lain dari segi sektor dan metode analisa. Dalam penelitian ini, penulis meneliti pengaruh ekspor-impor komoditas hasil sub sektor tanaman pangan, sebab sub sektor tanaman pangan merupakan salah satu sub sektor utama dalam sektor pertanian yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia, selain itu, ketersediaan pangan merupakan faktor yang utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan dalam analisanya, penelitian ini menggunakan metode Error


(56)

Correction Model (ECM) yang mampu memprediksi dalam jangka pendek dan jangka panjang dengan mengatasi permasalahan data runtun waktu (time series) yang tidak stasioner dan regresi palsu.

2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual

Negara dengan perekonomian terbuka seperti Indonesia sangat memiliki ketergantungan dengan perekonomian luar negeri. Ketergantungan tersebut dapat direfleksikan dengan adanya perdagangan antar negara yang terdiri dari arus barang, jasa, dan arus pembayaran antar negara di dunia. Dalam perdagangan internasional tersebut terdapat berbagai kesepakatan yang mengikat agar terciptanya perdagangan yang adil dan saling menguntungkan bagi negara-negara yang melakukan perdagangan internasional. Baik kesepakatan bilateral, regional maupun multilateral.

Salah satu kesepakatan multilateral yang terpenting dalam perdagangan internasional saat ini adalah disepakatinya liberalisasi perdagangan di sektor pertanian yang diprakarsai oleh WTO dengan tujuan menciptakan perdagangan internasional yang lebih berorientasi pasar, adil, dan lebih dapat diprediksi dengan berfokus pada pembukaan seluas-luasnya pasar domestik (akses pasar), penurunan subsidi domestik dan persaingan ekspor yang sehat. Sektor pertanian diklasifikasikan menjadi beberapa sub sektor, yaitu sub sektor tanaman pangan, sub sektor hortikultura, sub sektor buah-buahan dan sub sektor tanaman perkebunan. Dengan adanya kesepakatan liberalisasi perdagangan disektor pertanian maka secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi ekspor dan impor komoditas sub sektor-sub sektor pertanian tersebut.


(57)

Perdagangan (ekspor-impor) komoditi pangan utama yang dihasilkan oleh sub sektor tanaman pangan menjadi obyek penelitian secara khusus, sebab dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan menyempitnya areal pertanian, persediaan pangan utama seperti beras, jagung, gandum, kedelai, ubi jalar, ubi kayu dan kacang tanah seringkali menjadi masalah yang cukup krusial. Padahal keunggulan komparatif pada komoditi pangan ini telah dimiliki Indonesia.

Dengan adanya liberalisasi perdagangan diharapkan memberikan pengaruh yang positif bagi perekonomian Indonesia yang masih bercorak agraris ini, terutama berpengaruh pada meningkatnya ekspor komoditas pangan dan menurunnya impor komoditas pangan yang selama ini cukup besar, agar devisa Indonesia bertambah besar sehingga pembangunan pasca krisis berjalan lancar. Secara umum, pemikiran konseptual diatas dapat dilihat pada Gambar 2.5.


(58)

Perekonomian Indonesia

Komoditas Tanaman Pangan Sektor Pertanian

Faktor Penduga Berpengaruh lain :

1. Suku Bunga dalam Negeri 2. Suku Bunga Internasional 3. Nilai Tukar Rupiah (Kurs) 4. Produk Domestik Bruto 5. Dummy Liberalisasi 6. Dummy Krisis Sektor Ekonomi Lain

Sub sektor Tanaman Pangan Sub Sektor Lainnya

Jumlah penduduk

meningkat, kebutuhan pangan meningkat

Kebijakan

Ekspor-Impor Komoditas Pangan Utama

Neraca Perdagangan non-migas Indonesia

Keterangan :

: Tidak termasuk dalam penelitian


(59)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), dan Departemen Pertanian. Dalam penelitian ini data sekunder yang diambil adalah Produk Domestik Bruto (PDB) nominal, neraca perdagangan non-migas Indonesia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, nilai ekspor dan impor komoditas pangan utama Indonesia, suku bunga tiga bulanan, dan LIBOR (London Inter Bank Offer Rate). Data yang digunakan merupakan data triwulanan dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2005 dan beberapa data diriilkan dengan tahun dasar 1996.

3.2. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel adalah model koreksi kesalahan atau Error Correction Models (ECM) dan pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft Excel dan Eviews 4.1. Adapun syarat untuk menggunakan metode analisis ECM yaitu jika minimal ada salah satu variabel yang tidak stasioner. Apabila seluruh data yang digunakan ternyata stasioner, maka persamaan tersebut tidak dapat dianalisa dengan menggunakan metode ECM.


(1)

Lampiran 3. Hasil Uji Akar Unit pada

First Difference

Null Hypothesis: D(BOP) has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.382883 0.0000 Test critical values: 1% level -2.613010

5% level -1.947665

10% level -1.612573

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(ln_EXCR) has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.215472 0.0000 Test critical values: 1% level -2.612033

5% level -1.947520

10% level -1.612650

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(ln_GDP) has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.474560 0.0000 Test critical values: 1% level -2.614029

5% level -1.947816

10% level -1.612492

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(ln_IMPR) has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.352794 0.0000 Test critical values: 1% level -2.613010

5% level -1.947665

10% level -1.612573


(2)

Lampiran 3. Lanjutan

Null Hypothesis: D(ln_EKSP) has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.148056 0.0000 Test critical values: 1% level -2.613010

5% level -1.947665

10% level -1.612573

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(LIBOR) has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.429253 0.0010 Test critical values: 1% level -2.612033

5% level -1.947520

10% level -1.612650

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Null Hypothesis: D(SBI) has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.861338 0.0000 Test critical values: 1% level -2.612033

5% level -1.947520

10% level -1.612650


(3)

Lampiran 4. Hasil Uji Kointegrasi (Estimasi jangka Panjang)

Dependent Variable: BOP

Method: Least Squares Date: 07/30/07 Time: 01:24 Sample: 1993:1 2005:4 Included observations: 52

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -34949.51 13856.96 -2.522163 0.0154 ln_EXCR 3170.085 554.0594 5.721562 0.0000 ln_EKSP -104.7945 173.9074 -0.602588 0.5499 ln_IMPR -159.3138 257.4318 -0.618858 0.5393 ln_GDP 1312.025 647.7346 2.025559 0.0490 SBI -19.24364 22.29490 -0.863141 0.3928 LIBOR -51.12847 71.11569 -0.718948 0.4761 DUMMY_LBR -133.2216 397.7975 -0.334898 0.7393 DUMMY_KRISIS 834.4474 577.5512 1.444802 0.1558 R-squared 0.716001 Mean dependent var 1309.521 Adjusted R-squared 0.663164 S.D. dependent var 1173.152 S.E. of regression 680.8693 Akaike info criterion 16.04073 Sum squared resid 19934067 Schwarz criterion 16.37844 Log likelihood -408.0589 F-statistic 13.55110 Durbin-Watson stat 1.311032 Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 5. Hasil Uji Akar Unit Residual Persamaan Jangka Panjang pada

Level

Null Hypothesis: U has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.841440 0.0002 Test critical values: 1% level -3.565430

5% level -2.919952

10% level -2.597905


(4)

Lampiran 6. Hasil Estimasi

Error Correction Models

(ECM) lag 5 (Tanpa Seleksi

variabel)

Dependent Variable: D_BOP Method: Least Squares Date: 07/30/07 Time: 01:53 Sample(adjusted): 1994:3 2005:4

Included observations: 46 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Dln_EKSP -71.53982 336.5778 -0.212551 0.8377

Dln_EKSP(-1) -279.0935 378.3952 -0.737572 0.4848 Dln_EKSP(-2) -66.32814 387.5778 -0.171135 0.8690 Dln_EKSP(-3) -109.2437 292.4558 -0.373539 0.7198 Dln_EKSP(-4) -256.1648 356.5699 -0.718414 0.4958 Dln_EKSP(-5) -276.2605 280.1841 -0.985997 0.3570

Dln_EXCR 2456.156 1756.090 1.398650 0.2046

Dln_EXCR(-1) 1141.714 4196.102 0.272089 0.7934

Dln_EXCR(-2) 1440.269 2558.169 0.563008 0.5910

Dln_EXCR(-3) -1936.037 2538.353 -0.762714 0.4706 Dln_EXCR(-4) -1262.202 3016.622 -0.418416 0.6882 Dln_EXCR(-5) -2335.948 3597.283 -0.649365 0.5368

Dln_GDP 2889.373 2757.843 1.047693 0.3296

Dln_GDP(-1) 831.8449 2379.070 0.349651 0.7369

Dln_GDP(-2) 1353.383 2601.938 0.520144 0.6190

Dln_GDP(-3) -2497.998 2313.444 -1.079775 0.3160 Dln_GDP(-4) -885.8913 3062.060 -0.289312 0.7807 Dln_GDP(-5) -968.4876 2854.259 -0.339313 0.7443

Dln_IMPR -290.5091 443.6539 -0.654810 0.5335

Dln_IMPR(-1) -845.2900 539.8708 -1.565726 0.1614 Dln_IMPR(-2) -383.9932 532.7626 -0.720759 0.4944

Dln_IMPR(-3) 27.90881 412.1184 0.067720 0.9479

Dln_IMPR(-4) -241.4269 455.6375 -0.529866 0.6126 Dln_IMPR(-5) -302.0840 435.0054 -0.694437 0.5098

D_LIBOR 696.7613 690.2285 1.009465 0.3464

D_LIBOR(-1) 34.93620 491.0291 0.071149 0.9453

D_LIBOR(-2) -310.8496 310.1985 -1.002099 0.3497

D_LIBOR(-3) -624.8614 413.3092 -1.511850 0.1743

D_LIBOR(-4) 168.0076 382.2831 0.439485 0.6736

D_LIBOR(-5) 253.0744 425.8386 0.594297 0.5710

D_SBI 92.95137 69.19297 1.343364 0.2211

D_SBI(-1) -49.29608 75.19057 -0.655615 0.5330

D_SBI(-2) -0.070600 89.84495 -0.000786 0.9994

D_SBI(-3) -37.04608 80.99536 -0.457385 0.6613

D_SBI(-4) 30.56809 83.95129 0.364117 0.7265

D_SBI(-5) 24.91829 82.63717 0.301539 0.7718

DUMMY_LBR -86.57412 204.8357 -0.422651 0.6852

DUMMY_KRISIS 501.5204 1203.478 0.416726 0.6894

U(-1) -0.655978 0.540698 -1.213206 0.2644

R-squared 0.921142 Mean dependent var 41.08196

Adjusted R-squared 0.493057 S.D. dependent var 607.2106 S.E. of regression 432.3334 Akaike info criterion 14.78919 Sum squared resid 1308385. Schwarz criterion 16.33956 Log likelihood -301.1514 Durbin-Watson stat 1.822652


(5)

Lampiran 7. Hasil Uji

Error Correction Models

(ECM) untuk Persamaan Jangka

Pendek (Setelah Seleksi Variabel)

Dependent Variable: D_BOP Method: Least Squares Date: 07/30/07 Time: 01:52 Sample(adjusted): 1994:3 2005:4

Included observations: 46 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Dln_EKSP(-1) -192.3436 90.33787 -2.129158 0.0425 Dln_EXCR 2526.375 484.8525 5.210607 0.0000 Dln_EXCR(-2) 2012.228 744.4076 2.703126 0.0117 Dln_EXCR(-5) -1971.519 729.5538 -2.702363 0.0118 Dln_GDP 1961.768 622.7707 3.150064 0.0040 Dln_GDP(-2) 1980.518 497.2129 3.983239 0.0005 Dln_GDP(-3) -3871.975 743.8740 -5.205149 0.0000 Dln_GDP(-5) -1938.805 553.0053 -3.505944 0.0016 Dln_IMPR(-1) -553.4516 155.9857 -3.548092 0.0014 Dln_IMPR(-5) -373.9504 132.0337 -2.832234 0.0086 D_LIBOR 644.2135 140.7199 4.577983 0.0001 D_LIBOR(-2) -483.3768 178.1064 -2.713978 0.0114 D_LIBOR(-3) -372.2458 164.5556 -2.262128 0.0319 D_LIBOR(-4) 329.6033 163.9802 2.010019 0.0545 D_SBI 91.27660 21.94156 4.159986 0.0003 D_SBI(-1) -89.10024 20.43695 -4.359763 0.0002 D_SBI(-3) -99.39988 22.66047 -4.386487 0.0002 D_SBI(-4) 55.73610 17.13929 3.251950 0.0031 U(-1) -0.557260 0.130995 -4.254066 0.0002 R-squared 0.833345 Mean dependent var 41.08196 Adjusted R-squared 0.722241 S.D. dependent var 607.2106 S.E. of regression 320.0171 Akaike info criterion 14.66791 Sum squared resid 2765095. Schwarz criterion 15.42322 Log likelihood -318.3619 Durbin-Watson stat 1.870714

Lampiran 8. Hasil Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.419894 Probability 0.829807 Obs*R-squared 2.356587 Probability 0.797921 Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 07/30/07 Time: 01:55

Presample missing value lagged residuals set to zero.

R-squared 0.051230 Mean dependent var 47.68290 Adjusted R-squared -0.940666 S.D. dependent var 243.1509 S.E. of regression 338.7281 Akaike info criterion 14.79415 Sum squared resid 2524208. Schwarz criterion 15.74823 Log likelihood -316.2655 Durbin-Watson stat 1.871646


(6)

Lampiran 9. Hasil Uji Heterokedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.830333 Probability 0.675901 Obs*R-squared 37.64779 Probability 0.485602 Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 07/30/07 Time: 01:56 Sample: 1994:3 2005:4 Included observations: 46

R-squared 0.818430 Mean dependent var 60110.75 Adjusted R-squared -0.167234 S.D. dependent var 73721.78 S.E. of regression 79647.99 Akaike info criterion 25.22154 Sum squared resid 4.44E+10 Schwarz criterion 26.77191 Log likelihood -541.0955 F-statistic 0.830333 Durbin-Watson stat 1.669685 Prob(F-statistic) 0.675901

Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

-400 -200 0 200 400

Series: Residuals Sample 1994:3 2005:4 Observations 46 Mean 47.68290 Median 75.36266 Maximum 531.7555 Minimum -435.8752 Std. Dev. 243.1509 Skewness -0.158773 Kurtosis 2.558075 Jarque-Bera 0.567588 Probability 0.752922