Perbedaan Struktur dan Bentuk Hutan Kota PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung dalam Meredam Kebisingan

PERBEDAAN STRUKTUR DAN BENTUK HUTAN KOTA
PT. JAKARTA INDUSTRIAL ESTATE PULOGADUNG
DALAM MEREDAM KEBISINGAN

MUHAMAD SUGENG WAHYUDI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbedaan Struktur dan
Bentuk Hutan Kota PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung dalam Meredam
Kebisingan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015
Muhamad Sugeng Wahyudi
NIM E34100067

ABSTRAK
MUHAMAD SUGENG WAHYUDI. Perbedaan Struktur dan Bentuk Hutan Kota
PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung dalam Meredam Kebisingan. Dibimbing
oleh RACHMAD HERMAWAN dan SITI BADRIYAH RUSHAYATI.
Kebisingan yang terjadi secara terus-menerus dalam waktu yang cukup lama
dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia, maka dari itu perlu
adanya pembangunan hutan kota dalam meredam kebisingan. Metode penelitian
meliputi pengukuran kebisingan menggunakan sound level meter selama 10 menit,
pengukuran rata-rata LAI (Leaf Area Index) dan kerapatan tanaman. Hasil uji
korelasi antara jumlah kendaraan bermotor terhadap tingkat kebisingan di lokasi
hutan kota strata dua bentuk jalur memiliki nilai kuat, hutan kota strata banyak
bentuk bergerombol memiliki nilai rendah, dan areal yang didominasi rumput
memiliki nilai kuat. Kemampuan hutan kota dalam meredam kebisingan terlihat

pada selisih jarak pengukuran, yaitu hutan kota strata dua bentuk jalur jarak 0-25
meter (13.2%) dan jarak 0-50 meter (19.3%), hutan kota strata banyak bentuk
bergerombol jarak 0-25 meter (11.4%) dan jarak 0-50 meter (16.8%), dan hutan
kota yang didominasi rumput jarak 0-25 meter (14.4%) dan jarak 0-50 meter
(21.2%). Nilai LAI terendah pada hutan kota strata dua bentuk jalur dan nilai LAI
tertinggi pada hutan kota strata banyak bentuk bergerombol. Areal yang didominasi
rumput memiliki nilai LAI berkisar 0.3 – 2.0.
Kata kunci: bentuk, hutan kota, indeks luas daun, kebisingan, struktur

ABSTRACT
MUHAMAD SUGENG WAHYUDI. The Differences of Structure and Form of
Urban Forest PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung in Reducing Noise.
Supervised by RACHMAD HERMAWAN and SITI BADRIYAH RUSHAYATI.
The continuing of noise in a long time could harm human healthy, therefore
need the urban forest development to solve this problem. The methods in measuring
the noise use sound level meter for 10 minutes, this research also measure and
average of LAI (Leaf Area Index) and plant density. Urban forest with the result
show a correlation between vehicle and noisyin urban forest strata two is high, while
in urban forest that has some strata is low and grass area is high. The urban forest
capability in reducing noise can be seen by the distance. Urban forest with two strata

and line form in the distance 0-25 meter (13.2%) and 0-50 meter (19.3%), urban
forest with many strata and assemble form the distance 0-25 meter (11.4%) and 050 meter (16.8%), and urban forest dominated with grasses the distance 0-25 meter
(14.4%) and 0-50 meter (21.2%). LAI values at the lowest in urban forest with two
strata and line form and LAI values at the highest in urban forest with many strata
and clustered form. The urban forest dominated with grasses has LAI values 0.30.2.
Keywords: form, leaf area index, noise, structure, urban forest

PERBEDAAN STRUKTUR DAN BENTUK HUTAN KOTA
PT. JAKARTA INDUSTRIAL ESTATE PULOGADUNG
DALAM MEREDAM KEBISINGAN

MUHAMAD SUGENG WAHYUDI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015 WAHYUDI
MUHAMAD SUGENG

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei-Juli 2014 ini ialah hutan kota,
dengan judul Perbedaan Struktur dan Bentuk Hutan Kota PT. Jakarta Indsutrial
Estate Pulogadung Dalam Meredam Kebisingan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Rachmad Hermawan, MScF dan
Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi selaku pembimbing. Penghargaan penulis
sampaikan kepada Ibu Wahjoe Indrawati selaku Kepala Suku Bidang Pertanian dan
Kehutanan Jakarta Timur, Bapak Yanto dan Bapak Rusli selaku pengelola Hutan
Kota PT. JIEP, Bapak Dudi selaku Laboran Lab Analisis Spasial Lingkungan
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB, serta Ibu Eti selaku
Laboran Lab Kualitas Udara Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, seluruh

keluarga, dan teman-teman yang telah membantu dalam pengambilan data, yaitu
Ika Kasuarina Samiasih, Heru Hermanto, Ilham Pratama Noviandi, Dewa Bagus
Widy Kurniawan, Novirin Razanah Jati, Nurrohim, Wida Agustina, Handi Adrian
Hadjeri, Arifani Setyarahim, Maria Krista Ervina dan Nur Dyah Ayu Novita, serta
keluarga “Nephentes rafflesiana” KSHE 47 atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015
Muhamad Sugeng Wahyudi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN


vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

1

Manfaat

1

METODE


2

Lokasi dan Waktu

2

Bahan dan Alat

2

Jenis Data

2

Metode Pengumpulan Data

3

Analisi Data


4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

5

Tingkat Kebisingan

5

Kemampuan Hutan Kota dalam Meredam Kebisingan

13

Disain Hutan Kota dalam Meredam Kebisingan


16

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN


20

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Interpretasi koefisien korelasi nilai r
Matriks eigenvalue biplot di rumput dan semak
Matriks eigenvalue biplot di hutan kota strata dua bentuk jaur
Matriks eigenvalue biplot di hutan kota strata dua bentuk bergerombol
Hasil rata-rata pengukuran tingkat kebisingan di hutan kota PT. JIEP
Kondisi tanaman di lokasi pengukuran kebisingan

4
7

10
12
14
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Lokasi penelitian
2
Plot contoh LAI
3
Pengaruh jarak dalam tiap waktu terhadap kebisingan di rumput dan semak 6
Biplot jarak dan waktu di rumput dan semak
8
Pengaruh jarak dalam tiap waktu terhadap tingkat kebisingan di hutan kota
strata dua bentuk jalur
9
Biplot jarak dan waktu di hutan kota strata dua bentuk jalur
10
Pengaruh jarak dalam tiap waktu terhadap tingkat kebisingan di hutan kota
strata banyak bentuk bergerombol
11
Biplot jarak dan waktu di hutan kota strata banyak bentuk bergerombol
13
LAI di lokasi (a) hutan kota strata dua bentuk jalur dan (b) hutan kota
strata banyak bentuk bergerombol
16
Disain hutan kota dalam meredam kebisingan
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tingkat kebisingan tiap lokasi pengukuran
2 Parameter tanaman
3 Diagram profil hutan kota

20
23
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kawasan industri adalah suatu tempat pemusatan kegiatan industri yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang disediakan dan dikelola oleh
perusahaan kawasan industri. Pemerintah melalui BUMN telah mengembangkan
kawasan industri yang berfungsi sebagai pengendali terhadap meningkatnya jumlah
industri yang memiliki dampak pencemaran, keterbatasan infrastruktur, dan
masalah perkembangan kawasan pemukiman yang berdekatan dengan lokasi
industri (Kwanda 2000).
Keberadaan industri bila tidak dikendalikan sering kali menimbulkan
permasalahan lingkungan yang meliputi pencemaran udara, suara, dan air (Erawaty
2011). Permasalahan lingkungan yang sering ditimbulkan oleh aktivitas industri
adalah kebisingan. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari kegiatan
dalam tingkat dan waktu tertentu. Kebisingan yang berlangsung dalam kurun waktu
cukup lama dan terus-menerus, dapat mengakibatkan gangguan fisiologis dan
psikologis pada manusia (Wardika et al. 2012). Dampak kesehatan akibat
kebisingan bagi masyarakat diperkotaan, adalah menurunnya fungsi pendengaran,
gangguan berkomunikasi, dan gangguan pola (Ikron et al. 2005).
Pengendalian kebisingan di kawasan industri perlu dilakukan untuk
mengurangi dampak negatif yang akan ditimbulkan dari kebisingan. DPU (2005)
menyatakan bahwa pengendalian kebisingan dapat dilakukan berbagai macam
bentuk, dalam lanskap kota dapat menggunakan fungsi tanaman sebagai bahan
untuk meredam suara yang ditimbulkan dari kendaraan bermotor. Carpenter et al
(1975) diacu dalam Sagitawaty (2001) Penanaman beberapa spesies vegetasi secara
bersama-sama lebih efektif daripada penanaman vegetasi dari satu spesies. Maka
dari itu penanaman pohon yang efektif dapat membangun hutan kota di kawasan
industri.
Menurut Sagitawaty (2001) hutan kota yang hanya terdiri dari pepohonan saja
dengan rumput yang tidak terlalu tinggi memiliki kemampuan lebih rendah dalam
meredam kebisingan. Penelitian ini dilakukan di dalam hutan kota PT. JIEP untuk
menganalisis kemampuan hutan kota dalam meredam kebisingan dengan
membedakan struktur dan bentuk hutan kota PT. JIEP.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan hutan kota dalam
meredam kebisingan berdasarkan bentuk dan struktur hutan kota.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai acuan dalam pengembangan hutan
kota dengan memperhatikan paramater seperti kerapatan tanaman, strata tajuk, dan
indeks luas daun.

2

METODE
Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitian terletak di Hutan Kota PT. JIEP, Pulogadung Jakarta Timur.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juli 2014. Lokasi penelitian dapat di
lihat pada Gambar 1.

Bahan
Gambar 1 Lokasi penelitian

Gambar 1 Lokasi penelitian
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan tally sheet. Alat yang digunakan adalah meteran,
kompas, walking stick, sound level meter (SLM), kaki tiga, stop watch, kamera
digital, kamera DSLR dengan lensa fish-eye, software hemispherical photograph,
software minitab 16.
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri data primer dan data
sekunder. Data primer dalam penelitian ini, meliputi parameter tanaman, tingkat
kebisingan, dan jumlah kendaraan bermotor. Data sekunder dalam penelitian ini,
meliputi peta lokasi penelitian (google earth) dan dampak dari kebisingan.

3

Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui dua tahapan, yaitu tahap pertama penentuan titik
pengukuran kebisingan berdasarkan sumber kebisingan dan tahap kedua mengukur
tingkat kebisingan pada lokasi hutan kota strata dua bentuk jalur, hutan kota strata
banyak bentuk bergerombol, rumput dan semak serta faktor-faktor yang
mempengaruhi kebisingan, terdiri dari pengukuran leaf area index (LAI) dan
kerapatan tanaman.
Pengukuran tingkat kebisingan
Berdasarkan KLH (1996) Tentang Baku Tingkat Kebisingan, yaitu
pengukuran kebisingan dilakukan dengan metode sederhana, yaitu pengukuran
kebisingan dicatat selama 10 menit dan dicatat setiap 5 detik dalam setiap jam.
Waktu pengukuran pukul 09.00 WIB-17.00 WIB di hari kerja. Pengulangan data
dilakukan sebanyak 3 kali berdasarkan titik pengukuran dan waktu yang sama.
Pengukuran dilakukan di lokasi hutan kota bentuk strata dua bentuk jalur, hutan
kota strata banyak bentuk bergerombol, rumput dan semak yang berdasarkan pada
jarak yang berbeda terhadap sumber, yaitu 0 m (dekat sumber kebisingan), 25 m (di
tengah hutan kota), dan 50 m (di belakang hutan kota).
Pengukuran LAI (Leaf Area Index)
Pengambilan data LAI dilakukan pada hutan kota strata dua bentuk jalur dan
hutan kota strata banyak bentuk bergerombol. Rich et al. (1995) diacu dalam
Ratnasih (2012) menyatakan secara sederhana LAI merupakan jumlah luas
permukaan daun per unit area permukaan tanah. Pengambilan data LAI dilakukan
dengan membuat plot contoh yang dapat mewakili, dengan ukuran 50 m x 50 m.
LAI di ambil pada 5 titik (Gambar 2).
50 m
2

50 m

1
5

4

3

Gambar 2 Plot contoh pengukuran LAI
Pengukuran kerapatan tanaman
Pengukuran kerapatan tanaman digunakan untuk melihat penyusun tanaman
pada setiap lokasi pengukuran kebisingan. Pengukuran kerapatan tanaman
dilakukan dengan membuat plot contoh berukuran 50 m x 50 m. Pada setiap plot
dilakukan identifikasi jenis tanaman, penentuan titik koordinat, pengukuran
diameter pohon, pengukuran tinggi bebas cabang (Tbc) dan pengukuran tinggi total
(Tt). Data tersebut akan menggambarkan diagram profil hutan kota berdasarkan
struktur dan bentuk hutan kota.

4

Analisis Data
Kerapatan tanaman
Kerapatan tanaman dihitung menggunakan rumus (Soerianegara dan
Indrawan 2005):
a

Kerapatan jenis tanaman =
a aa

Kerapatan relatif =

a aa

a

a

a a a

a

x 100%

Tingkat kebisingan
Sumber kebisingan yang didominasi oleh faktor kendaraan bermotor, maka
dihitung Leq 1 menit dan Leq 10 menit dengan interval waktu 1 jam, yaitu dengan
rumus (KLH 1996) :
Leq (1 menit) = 10 log

6

Leq (10 menit) = 10 log

, .
6

, .

+

+

, .

, .

+

, .

+. . +

+. . +
, . x

, .

dB(A)

5 dB(A)

Data yang telah dihitung kemudian dirata-rata. Rata-rata tingkat kebisingan
dihitung selisih pada jarak 0 meter hingga 50 meter dengan satuan dB (Decibel).
Analisis data juga dilakukan untuk menguji hubungan antar variabel yang
diuji menggunakan uji korelasi dengan program minitab 16. Uji korelasi dalam
penelitian ini untuk mengetahui hubungan jumlah kendaraan bermotor (X) dengan
tingkat kebisingan (Y). Berikut Tabel 1 menyatakan interpretasi koefisien korelasi
nilai r antara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) (Riduwan dan Sunarto
2011).

No
1
2
3
4
5

Tabel 1 Interpretasi koefisien korelasi nilai r
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0.80 – 1.000
Sangat Kuat
0.60 – 0.799
Kuat
0.40 – 0.599
Cukup Kuat
0.20 – 0.399
Rendah
0.00 – 0.199
Sangat Rendah

Hipotesis yang digunakan dalam uji korelasi adalah sebagai berikut :
H0 = Hubungan antara kedua variabel tidak signifikan
H1 = Hubungan antara variabel siginifikan
Analisis data untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap tingkat kebisingan, yaitu faktor waktu, lokasi, dan jarak menggunakan
analisis biplot, yaitu upaya membuat gambar di ruang berdimensi banyak menjadi
gambar di ruang berdimensi dua. Biplot yang mampu memberikan informasi
sebesar 70% dari seluruh informasi dianggap cukup (Mattjik dan Sumertajaya
2011).

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Hutan kota PT. JIEP, Pulogadung Jakarta Timur merupakan hutan kota tipe
industri yang dikelola oleh PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung dan Suku
Dinas Pertanian dan Kehutanan Wilayah Jakarta Timur, sebagai bagian ruang
terbuka hijau dengan fungsi utama untuk penyangga kawasan industri dan sebagai
daerah resapan air. Berdasarkan SK Gubernur No 870/2004, bahwa hutan kota
tersebut memiliki luas 8.9 ha dan lokasi hutan kota ini memiliki titik koordinat
6°12’10.38’’ LS 106°55’02.54’’ BT, 6°12’24.59’’ LS 106°54’55.08’’ BT, 6°12’06.55’’
LS 106°54’44.29’’ BT, dan 6°12’07.00’’ LS 106°54’42.17’’ BT. Secara administrasi
kawasan ini termasuk wilayah kota Jakarta Timur, Kecamatan Cakung, Kelurahan
Rawa Terate (BLH DKI Jakarta 2012).
Kawasan hutan kota ini terbentuk dalam satu kesatuan areal yang kompak
dengan berbagai macam jenis pepohonan yang merupakan koleksi dari beberapa
jenis pohon sebagai habitat satwaliar. Satwaliar yang dapat dijumpai adalah jenis
burung, seperti kutilang (Pycnonotus surigaster) merupakan jenis burung yang
mendominasi di hutan kota tersebut. Jenis tumbuhan yang dikembangkan pada
hutan kota tersebut merupakan jenis yang memiliki fungsi sebagai penyangga
kehidupan dan kenyamanan, meliputi flamboyan (Delonix regia), trembesi
(Samanea saman), saga (Adenatera sp), lamtoro gung (Leucaena leucocephala),
Keciat (Spatodae sp), dan ketapang (Terminalia catapa). Kondisi hutannya
mencerminkan bentuk hutan yang beranekaragam, dengan terlihat beberapa tajuk
yang terbentuk, baik pada tumbuhan bawah hingga lapisan tajuk pohon (BLH DKI
Jakarta 2012).
Kawasan hutan kota ini memiliki manfaat secara sosial bagi masyarakat di
sekitar kawasan hutan. Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat adalah kawasan
hutan kota PT. JIEP dimanfaatkan sebagai lahan agroforestry dengan menanam
berbagai macam tanaman pertanian yang dikombinasikan dengan tanaman
kehutanan. Hasil yang diperoleh dari kegiatan tersebut digunakan oleh masyarakat
untuk menghidupi keperluan sehari-hari.
Tingkat Kebisingan
Tingkat kebisingan merupakan ukuran derajat tinggi rendahnya kebisingan
yang dinyatakan dalam satuan desibel (DPU 2004). Faktor yang mempengaruhi
tingkat kebisingan adalah sumber kebisingan. Berdasarkan asal sumber kebisingan
dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam kebisingan (Wardhana 1999), yaitu: 1)
kebisingan implusif, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terus-menerus,
akan tetapi sepotong-sepotong, 2) kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang
datang secara terus-menerus dalam waktu yang cukup lama, dan 3) kebisingan semi
kontinyu, yaitu kebisingan kontinyu yang hanya sekejap. sumber utama kebisingan
di kawasan industri PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) adalah
kendaraan bermotor. Faktor kebisingan yang berasal dari kendaraan bermotor,
dihasilkan oleh mesin kendaraan pada saat pembakaran, knalpot, klakson,
pengereman dan akibat interaksi antara roda dengan jalan yang berupa gesekan
yang menghasilkan bunyi (Arlan 2011).

6

Tingkat Kebisingan (dB)

Berdasarkan hasil tingkat kebisingan pada bentuk dan struktur hutan kota dan
RTH menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Berikut hasil tingkat kebisingan pada
bentuk dan struktur hutan kota PT. JIEP dan RTH:
a) Rumput dan semak
Rumput dan semak di hutan kota PT. JIEP memiliki ketinggian mencapai
hingga 1 m dengan struktur daun yang rapat dan padat. DPU (2014) menyatakan
bahwa rumput dan semak merupakan tanaman penutup tanah (cover crops) yang
memiliki fungsi dalam meredam kebisingan, selain itu dalam kondisi pohon atau
tegakan pohon yang memiliki tinggi bebas cabang tinggi, rumput dan semak
merupakan tanaman kombinasi yang efektif agar peredaman kebisingan lebih
optimal. Sagitawaty (2001) menyatakan tingkat kebisingan di areal yang terdapat
rumput dan semak dengan kerapatan tinggi, walaupun ukuran daun dan tinggi
tanaman tergolong kecil, namun suara yang dikeluarkan oleh sumber kebisingan
dapat dipantulkan kembali dan hanya sedikit suara yang dapat masuk melalui
ruang-ruang yang kosong.
Tingkat kebisingan rumput dan semak memiliki nilai berbeda-beda pada
pukul 09.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB (Gambar 3). Berdasarkan hasil
penelitian, tingkat kebisingan pukul 09.00-10.00 WIB memiliki kebisingan
mencapai 69.7 dB. Hal ini dikarenakan pada jam tersebut tingkat kepadatan
kendaraan bermotor yang melintas cukup tinggi (Lihat Lampiran1), selain itu jam
tersebut merupakan jam aktif kantor. Tingkat kebisingan terendah terjadi pukul
13.00-14.00 WIB dengan kebisingan mencapai 69.0 dB. Hal ini dikarenakan jam
tersebut merupakan jam aktif karyawan mulai bekerja kembali setelah melakukan
istirahat yang berpengaruh terhadap jumlah kendaraan bermotor yang melintas
lebih rendah (Lihat Lampiran 1). Tingkat kebisingan tertinggi terjadi pada pukul
16.00-17.00 WIB dengan kebisingan mencapai 73.7 dB. Hal ini dikarenakan pada
jam tersebut merupakan jam berakhirnya aktivitas pabrik yang menyebabkan
jumlah kendaraan bermotor lebih tinggi (Lihat Lampiran 1).
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Waktu Pengamatan (WIB)
Gambar 3 Pengaruh jarak
0m
25 m,
50 m dalam tiap waktu terhadap
tingkat kebisingan di rumput dan semak

7

Berdasarkan hasil uji korelasi di lokasi rumput dan semak, diperoleh variabel
jumlah kendaraan bermotor dan tingkat kebisingan nilai p-value 0.000 dengan
korelasi sebesar 0.753, kemudian dibandingkan dengan taraf signifikan 5%,
ternyata nilai pada taraf signifikan 5% lebih besar daripada p-value, yaitu 0.05 >
0.000, maka H0 di tolak dan H1 diterima. Terbukti bahwa jumlah kendaraan
bermotor di lokasi rumput dan semak mempunyai hubungan yang kuat terhadap
tingkat kebisingan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kebisingan di lokasi rumput
dan semak dipengaruhi oleh jumlah kendaraan bermotor yang melintas.
Jumlah kendaraan bermotor tersebut akan mempengaruhi tingkat kebisingan,
semakin banyak jumlah kendaraan bermotor yang melintas maka akan semakin
tinggi tingkat kebisingan yang terjadi, serta kendaraan bermotor didominasi oleh
kendaraan beroda dua, dan masih terdapat kendaraan yang menggunakan knalpot
tidak berstandar atau sudah di modifikasi (Lihat Lampiran 1). Faktor lain yang
dapat mempengaruhi tingkat kebisingan selain jumlah kendaraan bermotor adalah
waktu pengukuran dan jarak pengukuran tingkat kebisingan, dalam hal ini akan
dianalisis menggunakan uji biplot.
Analisis biplot digunakan untuk menganalisis hubungan dua objek, yaitu
waktu dan jarak terhadap tingkat kebisingan. Berdasarkan hasil output nilai
eigenvalue yang memiliki cut off 1 akan digunakan untuk menganalisis hubungan
objek waktu dan jarak terhadap tingkat kebisingan, sehingga dari hasil output
tersebut akan digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan model biplot.
Tabel 2 menjelaskan bahwa pada komponen utama memiliki nilai eigenvalue >1,
artinya asumsi biplot terpenuhi karena dalam analisis biplot dibutuhkan dua
komponen, sehingga dalam penelitian ini komponen pertama sudah dapat mewakili
komponen dua dan komponen tiga dengan besar proporsi keragaman kumulatif
sebesar 98% (Tabel 2).
Tabel 2 Matriks eigenvalue biplot di rumput dan semak
Komponen Utama
Komponen 1
Komponen 2
Komponen 3
Eigenvalue
8.481
0.254
0.099
Proportion
0.960
0.029
0.011
Cumulative
0.960
0.989
1.000
Besarnya nilai eigenvalue tersebut dapat digunakan untuk membuat
permodelan biplot (Gambar 4). Berdasarkan hasil permodelan biplot terdapat dua
objek, yaitu waktu dan jarak. Objek waktu digunakan untuk mengelompokkan
waktu yang memiliki karakteristik yang sama terhadap tingkat kebisingan
ditunjukkan dengan titik objek didalam kuadran, sedangkan objek jarak digunakan
untuk menjelaskan hubungan antara jarak terhadap waktu yang ditunjukkan dengan
panjang vektor.
Letak objek waktu terhadap tingkat kebisingan (Gambar 4), yaitu waktu yang
memiliki karakteristik yang sama dalam kuadran pertama terjadi pada pukul 09.0010.00 WIB, 11.00-12.00 WIB, dan 12.00-13.00 WIB. Hal ini dikarenakan tingkat
kepadatan lalu-lintas yang sama, selain itu merupakan waktu bagi karyawan untuk
melakukan aktivitas diluar pabrik. Kuadran kedua terjadi pada pukul 10.00-11.00
WIB dan 13.00-14.00 WIB. Hal ini dikarenakan pada jam tersebut merupakan
aktivitas pabrik mulai merenggang terhadap kepadatan lalu-lintas. Kuadran empat
terjadi pada pukul 14.00-15.00 WIB, 15.00-16.00 WIB, dan 16.00-17.00 WIB. Hal

8

ini dikarenakan pada jam tersebut memiliki tingkat kepadatan jumlah kendaraan
bermotor cukup tinggi.
Sartono et al. (2003) menyatakan bahwa dua variabel yang memiliki nilai
korelasi positif akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama
atau membentuk sudut sempit. Sementara itu, dua variabel yang memiliki nilai
korelasi negatif akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah yang
berlawanan atau membentuk sudut tumpul. Gambar 4 menjelaskan bahwa jarak
memiliki nilai korelasi yang kuat, yaitu arah vektor membentuk sudut lancip. Nilai
keragaman yang tinggi merupakan vektor panjang (Sartono et al. 2003). Jarak 0-25
m atau T2 merupakan vektor panjang yang memiliki nilai keragaman tinggi
(Gambar 4). Hal ini dikarenakan keberadaan rumput dan semak berpengaruh untuk
meredamkan kebisingan.

Gambar 4 Biplot jarak dan waktu di rumput dan semak
b) Hutan kota strata dua bentuk jalur
Struktur hutan kota yang berstrata dua dalam penelitian ini memiliki peran
yang penting dalam meredam kebisingan di kawasan industri. Menurut Irwan
(1994) hutan kota strata dua merupakan komunitas tumbuh-tumbuhan yang hanya
terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya. Sementara itu, strata
dan bentuk hutan kota merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dalam lansekap
hutan kota. Bentuk jalur hutan kota merupakan komunitas vegetasinya tumbuh pada
lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentuk sungai, jalan,
pantai, saluran, dan sebagainya.
Hasil pengukuran tingkat kebisingan di lokasi hutan kota strata dua bentuk
jalur, pukul 09.00-10.00 WIB merupakan tingkat kebisingan terendah hanya
mencapai 69.5 dB, karena jam tersebut belum terlihat kepadatan aktivitas pabrik.
Pukul 12.00-13.00 WIB memiliki tingkat kebisingan lebih tinggi mencapai 70.8 dB,
karena tingkat kepadatan lalu-lintas mulai terlihat padat. Hal ini dikarenakan jam
tersebut digunakan untuk melakukan mobilisasi menuju lokasi peristirahatan bagi
karyawan pabrik, meliputi kantin dan masjid, sehingga bentuk aktivitas di luar
lebih tinggi. Pukul 16.00-17.00 WIB merupakan tingkat kebisingan paling tinggi
mencapai 72.2 dB, karena merupakan jam berakhirnya aktivitas di kawasan industri,
serta banyaknya jumlah kendaraan yang melintas di lokasi tersebut (Lihat Lampiran
1). Hasil ini berbeda dengan pengukuran tingkat kebisingan pada rumput dan semak.
Perbedaan hasil tingkat kebisingan tersebut dipengaruhi oleh fungsi tanaman
sebagai barrier dalam meredam kebisingan. Penghalang dengan tanaman harus
cukup tinggi kerimbunannya untuk dapat memotong garis perambatan gelombang

9

Tingkat Kebisingan (dB)

suara dari sumber ke penerima (DPU 2005). Berikut Gambar 5 merupakan hasil
tingkat kebisingan di lokasi hutan kota strata dua bentuk jalur.
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Waktu Pengamatan (WIB)
Gambar 5 Pengaruh jarak
0m
25 m
50 m dalam tiap waktu terhadap
tingkat kebisingan di hutan kota strata dua bentuk jalur
Berdasarkan hasil uji korelasi di lokasi hutan kota strata dua bentuk jalur,
diperoleh variabel jumlah kendaraan bermotor dan tingkat kebisingan nilai p-value
0.000 dengan korelasi sebesar 0.673, kemudian dibandingkan dengan taraf
signifikan 5%, ternyata nilai pada taraf signifikan 5% lebih besar daripada p-value,
yaitu 0.05 > 0.000, maka H0 di tolak dan H1 diterima. Terbukti bahwa jumlah
kendaraan bermotor mempunyai hubungan yang kuat terhadap tingkat kebisingan.
Peredaman kebisingan tergantung kondisi tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Sagitawaty (2001) bahwa kebisingan yang diredamkan oleh vegetasi
namun hanya terdapat rumput-rumput yang berukuran pendek, suara akan tetap
menerobos dan nilai peredaman yang dihasilkan rendah. Faktor selain dari fungsi
tanaman terdapat juga faktor pada saat pengukuran, yaitu waktu dan jarak
pengukuran tingkat kebisingan. Hal ini dilakukan uji biplot di lokasi hutan kota
strata dua bentuk jalur untuk mengetahui pengaruh waktu dan jarak terhadap tingkat
kebisingan.
Berdasarkan uji biplot menunjukkan hasil output nilai eigenvalue yang
memiliki cut off 1 akan digunakan untuk menganalisis hubungan objek waktu dan
jarak terhadap tingkat kebisingan, sehingga dari hasil output tersebut akan
digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan model biplot. Tabel 3
menjelaskan bahwa pada komponen utama memiliki nilai eigenvalue >1, artinya
asumsi biplot terpenuhi bahwa dalam analisis biplot dibutuhkan dua komponen,
sehingga dalam penelitian ini komponen pertama sudah dapat mewakili komponen
dua dan komponen tiga dengan besar proporsi keragaman kumulatif sebesar 98%
(Tabel 3).

10

Tabel 3 Matriks eigenvalue biplot di hutan kota strata dua bentuk jalur
Komponen Utama Komponen 1
Komponen 2
Komponen 3
Eigenvalue
2.390
0.372
0.035
Proportion
0.854
0.133
0.013
Cumulative
0.854
0.987
1.000
Besarnya nilai eigenvalue tersebut dapat digunakan untuk membuat
permodelan biplot (Gambar 6). Letak objek waktu terhadap tingkat kebisingan,
yaitu waktu yang memiliki karakteristik yang sama dalam kuadran pertama terjadi
pukul 09.00-10.00 WIB, 10.00-11.00 WIB, dan 11.00-12.00 WIB. Hal ini
dikarenakan jumlah kendaraan bermotor yang melintasi titik pengukuran relatif
sama. Kuadran kedua terjadi pada pukul 13.00-14.00 WIB dan 15.00-16.00 WIB
memiliki karakter relatif sama. Hal ini dikarenakan pada jam tersebut merupakan
aktivitas pabrik mulai merenggang terhadap kepadatan lalu-lintas. Kuadaran ketiga
hanya pukul 12.00-13.00 WIB, karena pada jam tersebut jumlah kendaraan
bermotor mulai meningkat, selain itu pada jam tersebut para karyawan mulai
melakukan mobilisasi menuju tempat istirahat. Kuadran empat terjadi pada pukul
14.00-15.00 WIB dan 16.00-17.00 WIB. Hal ini dikarenakan pukul 14.00-15.00
WIB memiliki tingkat mobilisasi karyawan yang cukup tinggi. Pukul 16.00-17.00
WIB merupakan waktu berakhirnya aktivitas pabrik, sehingga jumlah kendaraan
yang melintas cukup padat (Lihat Lampiran 1).
Gambar 6 menjelaskan bahwa jarak memiliki nilai korelasi yang kuat
terhadap tingkat kebisingan. Nilai korelasi ditunjukkan dengan arah vektor
membentuk sudut lancip, sehingga jarak berpengaruh terhadap tingkat kebisingan.
Nilai keragaman yang tinggi merupakan vektor panjang (Sartono et al. 2003).
Gambar 6 pada jarak 0-25 m atau T2 merupakan vektor panjang yang memiliki nilai
keragaman tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh adanya faktor tanaman. Irwan (2008)
mejelaskan besarnya tingkat kebisingan dapat dikontrol oleh (1) vegetasi
tergantung pada spesies tanaman, tinggi tanaman, kerapatan, dan jarak tumbuh, (2)
faktor iklim yaitu angin, suhu, dan kelembaban udara, (3) properti dari suara yaitu
tipe, asal, tingkat desibel, dan intensitas suara. Kondisi tersebut menggambarkan
bahwa keberadaan pepohonan di sekitar ruas jalan memiliki fungsi penting dalam
meredamkan kebisingan.

Gambar 6 Biplot jarak dan waktu di hutan kota strata dua bentuk jalur

11

c) Hutan kota strata banyak bentuk bergerombol
Hutan kota strata banyak merupakan komuniitas tumbuh-tumbuhan hutan
kota selain terdiri dari pepohonan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak
beraturan dengan strata, serta komposisi mengarah meniru komunitas tumbuhtumbuhan hutan alam. Sementara itu, bentuk hutan kota bergerombol merupakan
hutan kota dengan komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan
jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan
(Irwan 1994). BLH DKI Jakarta (2012) menyatakan bahwa kawasan hutan kota PT.
JIEP terbentuk dalam satu kesatuan areal yang kompak, dengan berbagai macam
jenis pepohonan. Kondisi hutannya mencerminkan bentuk hutan yang
beranekaragam, dengan terlihat beberapa tajuk yang terbentuk, baik pada lapisan
tajuk dominan, tertekan dan tumbuhan bawah.
Hasil pengukuran tingkat kebisingan di lokasi hutan kota strata banyak bentuk
bergerombol (Gambar 7) menunjukkan hasil yang berbeda. Berdasarkan hasil
pengukuran tingkat kebisingan, pada pukul 09.00-10.00 WIB, memiliki tingkat
kebisingan cukup tinggi yang mencapai 66.0 dB. Hal ini dikarenakan tingkat
kebisingan dipengaruhi oleh faktor jumlah kendaraan bermotor yang cukup tinggi.
Pukul 11.00-12.00 WIB tingkat kebisingan meningkat kembali hingga mencapai
66.5 dB. Hal ini dikarenakan lokasi pengukuran terdapat masjid sebagai tempat
beribadah dan tempat beristirahat bgai karyawan pabrik, sehingga suara yang
dihasilkan dari speaker yang berasal dari masjid terekam oleh microphone sound
level meter. Pukul 12.00-13.00 WIB memiliki tingkat kebisingan rendah mencapai
64.4 dB. Hal ini dikarenakan jam tersebut merupakan jam istirahat bagi karyawan
pabrik, sehingga jumlah kendaraan bermotor yang melintas cukup rendah.

Tingkat Kebisingan (dB)

80
70
60
50
40
30
20
10
0

Waktu Pengamatan (WIB)
Gambar 7 Pengaruh jarak
0m
25 m
50 m dalam tiap waktu terhadap
2
tingkat kebisingan di hutan kota strata banyak bentuk bergerombol
Berdasarkan hasil uji korelasi di lokasi hutan kota strata dua bentuk jalur,
diperoleh variabel jumlah kendaraan bermotor dan tingkat kebisingan nilai p-value

12

0.061 dengan korelasi sebesar 0.388, kemudian dibandingkan dengan taraf
signifikan 5%, ternyata nilai pada taraf signifikan 5% lebih rendah daripada p-value,
yaitu 0.05 < 0.000, maka H0 di terima dan H1 di tolak. Hasil analisis uji korelasi
menunjukkan bahwa hubungan kendaraan bermotor dengan tingkat kebisingan
memiliki hubungan negatif atau tidak signifikan. Hal ini sesuai dengan hasil
pengamatan bahwa sumber kebisingan di hutan kota strata banyak bentuk
bergerombol tidak hanya berasal dari jumlah kendaraan bermotor, tetapi berasal
dari suara pabrik PT. Jabar Steel yang beroperasi dari pukul 08.00-16.00 WIB. Hal
ini berpengaruh terhadap suara yang dihasilkan oleh alat, meskipun jumlah
kendaraan rendah tingkat kebisingan tetap tinggi saat pabrik tersebut beroperasi.
Suara lain yang mempengaruhi tingkat kebisingan di lokasi tersebut adalah aktivitas
ibadah, yaitu merupakan sumber suara yang berasal dari pengeras suara, hal ini
terjadi hanya pada saat memasuki waktu dzuhur dan ashar.
Faktor selain dari fungsi tanaman terdapat juga faktor pada saat pengukuran,
yaitu waktu dan jarak pengukuran tingkat kebisingan. Hal ini dilakukan uji biplot
di lokasi hutan kota strata dua bentuk jalur untuk mengetahui pengaruh waktu dan
jarak terhadap tingkat kebisingan. Berdasarkan uji biplot menunjukkan hasil output
nilai eigenvalue yang memiliki cut off 1 akan digunakan untuk menganalisis
hubungan objek waktu dan jarak terhadap tingkat kebisingan, sehingga dari hasil
output tersebut akan digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan model
biplot. Tabel 4 menjelaskan bahwa pada komponen utama memiliki nilai
eigenvalue >1, artinya asumsi biplot terpenuhi bahwa dalam analisis biplot
dibutuhkan dua komponen, sehingga dalam penelitian ini komponen pertama sudah
dapat mewakili komponen dua dan komponen tiga dengan besar proporsi
keragaman kumulatif sebesar 98% (Tabel 4).
Tabel 4 Matriks eigenvalue biplot di hutan kota strata banyak bentuk
bergerombol
Komponen Utama
Komponen 1
Komponen 2
Komponen 3
Eigenvalue
13.793
1.721
0.197
Proportion
0.878
0.110
0.013
Cumulative
0.878
0.987
1.000
Besarnya nilai eigenvalue tersebut dapat digunakan untuk membuat
permodelan biplot (Gambar 8). Berdasarkan hasil permodelan biplot terdapat dua
objek, yaitu waktu dan jarak. Objek waktu digunakan untuk mengelompokkan
waktu yang memiliki karakteristik yang sama terhadap tingkat kebisingan
ditunjukkan dengan titik objek didalam kuadran, sedangkan objek jarak digunakan
3
untuk menjelaskan hubungan antara jarak terhadap waktu yang ditunjukkan dengan
panjang vektor.
Letak objek waktu terhadap tingkat kebisingan (Gambar 8), yaitu waktu yang
memiliki karakteristik yang sama dalam kuadran pertama terjadi persamaan
karakter pada pukul 12.00-13.00 WIB dan 13.00-14.00 WIB. hal ini dikarenakan
jam tersebut merupakan waktu istirahat bagi karyawan pabrik, sehingga tingkat
kebisingan memiliki karakter yang sama. Kuadran dua, pukul 10.00-11.00 WIB dan
11.00-12.00 WIB, karena jam tersebut merupakan waktu aktif pabrik, sehingga
tingkat kepadatan lalu-lintas relatif sama. Kuadran tiga, pukul 09.00-10.00 WIB
dan 15.00-16.00 WIB merupakan jam aktif pabrik di lokasi tersebut, sehingga

13

jumlah kendaraan dan suara yang berasal dari aktivitas pabrik memiliki karakter
realtif sama. Kuadran empat, pukul 14.00-15.00 WIB dan 16.00-17.00 WIB
merupakan jam paling aktif di lokasi tersebut, sehingga tingkat kebisingan relatif
sama. Pada pukul 16.00-17.00 WIB memiliki tingkat kebisingan paling tinggi yang
merupakan jam berakhir pabrik, sehingga jumlah kendaraan bermotor yang
melintas mencapai jumlah yang maksimal.
Gambar 8 dapat menjelaskan bahwa jarak memiliki nilai korelasi yang kuat
terhadap tingkat kebisingan. Nilai korelasi ditunjukkan dengan arah vektor yang
membentuk sudut lancip, sehingga jarak signifikan terhadap tingkat kebisingan.
Nilai keragaman yang tinggi merupakan vektor panjang (Sartono et al. 2003).
Gambar 8 pada jarak 0-50 m atau T3 merupakan vektor panjang yang memiliki nilai
keragaman tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh adanya kerimbunan hutan kota mampu
meredam kebisingan yang berasal dari bawah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
ini bahwa hutan kota strata banyak bentuk bergerombol memiliki peran pada jarak
0-50 m dalam meredam kebisingan di kawasan industri Pulogadung.

Gambar 8 Biplot jarak dan waktu di hutan kota strata banyak bentuk bergerombol
4
Kemampuan Hutan Kota dalam Meredam Kebisingan
Kemampuan hutan kota dalam meredam kebisingan memiliki hasil yang
berbeda-beda. Tingkat kebisingan yang dapat diredamkan oleh tanaman juga
tergantung pada kepadatan tanaman, tinggi tanaman, lebar tanaman, lebar
penanaman, intensitas bunyi, frekuensi, dan arah sumber kebisingan terhadap
tanaman (Sagitawaty 2001). Berdasarkan hasil rata-rata tingkat kebisingan dalam
satu hari dapat dilihat Tabel 5, menjelaskan tingkat kebisingan hasil rata-rata
tersebut memiliki tingkat kebisingan pada jarak 0 m sebesar 70.2 dB, jarak 0-25 m
sebesar 60.1 dB, dan jarak 0-50 m sebesar 55.4 dB. Sementara itu, kemampuan
rumput dan semak dalam meredam kebisingan dilihat dari hasil selisih antara jarak
0-25 m memiliki nilai 14.4%, 0-50 m memiliki nilai 21.1%, dan 25-50 m memiliki
nilai 7.8%.
Kemampuan hutan kota strata dua bentuk jalur dapat dilihat pada Tabel 5.
Tingkat kebisingan hasil rata-rata menunjukkan jarak 0 m sebesar 70.4 dB, jarak 025 sebesar 61.1 dB, dan jarak 0-50 m sebesar 56.8 dB. Sementara itu, kemampuan
hutan kota strata dua bentuk jalur memiliki hasil selisih pada jarak 0-25 m sebesar
13.2%, jarak 0-50 m sebesar 19.3%, dan jarak 25-50 m sebesar 7.0%.

14

Kemampuan hutan kota strata banyak bentuk bergerombol dapat dilihat pada
Tabel 5. Tingkat kebisingan hasil rata-rata menunjukkan jarak 0 m sebesar 66.6 dB,
jarak 0-25 sebesar 59.0 dB, dan jarak 0-50 m sebesar 55.4 dB. Sementara itu,
kemampuan hutan kota strata banyak bentuk bergerombol memiliki hasil selisih
pada jarak 0-25 m sebesar 11.4%, jarak 0-50 m sebesar 16.8%, dan jarak 25-50 m
sebesar 6.1%.
Tabel 5 Hasil rata-rata pengukuran tingkat kebisingan di hutan kota PT. JIEP
Bentuk,
Kebisingan yang berbeda Peredaman kebisingan pada bebestruktur hutan pada beberapa jarak
rapa jarak dari sumber kebisingan
kota dan RTH
0
25
50
0-25
0-50
25-50
(m)
(m)
(m)
(m)(%)
(m)(%)
(m)(%)
Rumput dan
Semak
Hutan Kota
Strata Dua
Bentuk Jalur
Hutan Kota
Strata Banyak
Bentuk
Bergerombol

70.2*

60.1

55.4

14.4

21.1

7.8

70.4*

61.1

56.8

13.2

19.3

7.0

66.6

59.0

55.4

11.4

16.8

6.1

Keterangan : RTH adalah ruang terbuka hijau yaitu rumput dan semak, *) Telah melewati Nilai
Ambang Batas Kebisingan (NAB), tingkat kebisingan dinyatakan dalam decibel (dB),
dan jarak 0 m = T1, 25 m = T2, dan 50 m = T3.

Kemampuan rumput dan semak dalam meredam kebisingan dipengaruhi oleh
faktor struktur daun yang rapat, ketinggian rumput dan semak mencapai 0.5-1 m.
Hal ini dapat meredam kebisingan yang masuk ke rongga-rongga rumput dan
semak. Berdasarkan penelitian Umiati (2011) menyatakan tumbuhan bawah perlu
dikombinasikan dengan pepohonan dengan kerimbunan daun rata rata 75% yang
merata dari muka tanah hingga ketinggian 5 meter dapat menurunkan bising sekitar
25%.. Sesuai dengan pernyataan Ratnasih (2012), bahwa keberadaan semak yang
merupakan bagian dari struktur hutan kota juga sangat penting dalam membantu
vegetasi utama hutan kota dalam meredam kebisingan.
Berdasarkan hasil pengamatan di hutan kota strata dua bentuk jalur memiliki
kemampuan dalam meredam kebisingan lebih rendah daripada rumput dan semak
(Tabel 5). Faktor tanaman akan berpengaruh dalam meredam kebisingan, jenis
tanaman mahoni (Swietenia macrophyla), dadap (Erythrina variegata), glodokan
(Polyathea longifolia), dan kenari (Canarium commune). Ha ini dikarenakan tidak
5
terdapat rumput dan semak di dalam hutan kota tersebut, sesuai dengan pernyataan
Umiati (2011) bahwa tanaman pohon saja kurang berhasil menurunkan kebisingan.
Berdasarkan hasil penelitian lokasi hutan kota strata dua bentuk jalur
memiliki nilai kerapatan tertinggi pada jenis mahoni (Swietenia macrophyla)
sebesar 88 ind/ha dengan kerapatan relatif tanaman sebesar 52.38% dan kerapatan
terendah pada jenis dadap (Erythrina variegata) sebesar 8 ind/ha dengan kerapatan
relatif tanaman sebesar 4.76%. Tinggi bebas cabang pohonmerupakan faktor yang
dapat berpengaruh dalam meredam kebisingan di kawasan industri, berdasarkan
hasil rata-rata tinggi tanaman di hutan kota strata dua bentuk jalur adalah tinggi

15

total rata-rata sebesar 5.51 m, tinggi bebas cabang rata-rata sebesar 2.04 m (Tabel
6). Tinggi tanaman yang cukup tinggi memungkinkan perambatan suara yang tinggi
akan mengakibatkan daerah bising memiliki tingkat kebisingan yang tinggi pula,
karena tidak terhalang oleh semak yang tidak ditanam rapat dan tinggi bebas cabang
yang cukup tinggi pula (Ratnasih 2012).
Hutan kota strata banyak bentuk bergerombol terdapat jenis tanaman mahoni
(Swietenia macrophyla), trembesi (Samanea saman), lamtoro (Leucaena
leucocephala), beringin (Ficus benjamina), dan kecerutan (Spathodea
companulata). Berdasarkan hasil kemampuan dalam meredam kebisingan memiliki
nilai paling rendah dibandingkan hutan kota strata dua bentuk jalur, rumput, dan
semak. Hal ini dikarenakan faktor tanaman berpengaruh terhadap kemampuan
dalam meredam kebisingan. Tabel 6 menjelaskan kerapatan tanaman di hutan kota
strata banyak bentuk bergerombol memiliki nilai lebih rendah daripada kerapatan
tanaman di hutan kota strata dua bentuk jalur. Faktor yang menyebabkan
kemampuan dalam meredam kebisingan lebih rendah dikarenakan adanya tinggi
rata-rata pohon yang tinggi, tetapi tinggi bebas cabang yang dimiliki tinggi pula,
sehingga suara yang merambat melalui udara mampu melewati celah antara batangbatang pohon. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Sagitawaty (2001), bahwa
mekanisme peredaman kebisingan oleh tanaman akan melibatkan struktur batang,
cabang, ranting, dan daun dalam proses penyerapan bunyi.

Bentuk
dan
Struktur

1

2

Tabel 6 Kondisi tanaman di lokasi pengukuran kebisingan
Rata-rata Tinggi
Jenis
Jumlah
K KR (%) Tt (m) Tbc (m) D (m)
Tanaman Individu
Mahoni
Dadap
Glodokan
Kenari
Mahoni
Trembesi
Lamtoro
Beringin
Kecerutan

22
2
13
5

88
8
52
20
Rata-rata
41
164
1
4
1
4
1
4
13
52
Rata-rata

52.38
4.76
30.95
11.90
70.69
1.72
1.72
1.72
22.41

6.95
5.40
4.04
5.65
5.51
3.55
7.1
9.4
23
11.08
10.83

2.36
1.60
2.13
2.07
2,04
2.06
3.40
1.30
1.50
8.72
3.40

27.37
27.39
24.63
17.77
24.29
10.75
28.66
18.15
55.41
20.19
26.63

Keterangan : 1) Hutan kota strata dua bentuk jalur, 2) Hutan kota strata banyak bentuk bergerombol,
K : Kerapatan, KR : Kerapatan relatif, Tt : Tinggi total, Tbc : Tinggi bebas cabang,
D : Diameter, LAI : Leaf area index.

Werdiningsih (2007) tanaman yang berfungsi sebagai filter atau penyaring
suara, pagar hidup yang cukup rimbun dan tinggi dapat meredam kebisingan dari
lalu lalang kendaraan bermotor. Hasil rata-rata menggunakan software Hemivew
Photograph menunjukkan LAI terendah dimiliki oleh hutan kota strata dua bentuk
jalur. LAI tertinggi dimiliki hutan kota strata banyak bentuk bergerombol. LAI
rumput atau semak berdasarkan hasil penelitian Breuer et al (2003) diacu dalam
Ratnasih (2012) memiliki nilai LAI berkisar 0.3 – 2.0. perbedaan nilai LAI
dikarenakan luas daun pada tanaman yang berbeda-beda. Terlihat pada Gambar 9
(a), yaitu nilai LAI hutan kota strata dua bentuk jalur memiliki nilai rata-rata sebesar

16

LAI 1.42 dan Gambar 9 (b) yaitu hutan kota strata banyak bentuk bergerombol
memiliki nilai rata-rata LAI 2.12. Hal ini menggambarkan bahwa nilai LAI
berpengaruh terhadap kerimbunan suatu tanaman serta memiiki nilai estetika yang
tinggi (Lihat Lampiran 3). Estetika di dalam hutan kota memberikan nilai lebih
dalam membangun hutan kota selain fungsi untuk meredam kebisingan, yaitu nilai
manfaat hutan kota yang dirasakan oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan kota.
Ratnasih (2012) menyatakan kelas kerindangan hutan kota berdasarkan nilai LAI
terbagi menjadi : tidak rindang (0.1 - < 1.7), rindang (LAI 1.7 - 2 m dengan kepadatan daun yang tinggi agar resiko kebisingan yang
diterima oleh penerima semakin rendah (Lihat Gambar 10).
(h)

(e)

(f)

(d)
(a)

(c)

Tinggi Tanaman (m)

(g)

(b)

Jarak Tanaman (m)
Keterangan : a) Jalan raya (sumber kebisingan), b) Jalur hijau mahoni, c) rumput dan semak dengan
tinggi rata-rata 0.5-1 (m), d) pohon yang memiliki rata-rata tinggi bebas cabang 1 m,
e) pohon yang memiliki rata-rata tinggi bebas cabang 3 m, f) pohon yang memiliki
rata-rata tinggi bebas cabang 2 m, g) pohon yang memiliki tinggi bebas cabang 4.7 m,
dan h) pohon yang memiliki tinggi bebas cabang 4 m.

Gambar 10 Disain hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kemampuan hutan kota PT. JIEP dalam meredam kebisingan berdasarkan
struktur dan bentuk hutan kota memiliki kemampuan yang berbeda-beda, yaitu
hutan kota strata dua bentuk jalur pada jarak 0-25 m (13.2%) dan jarak 0-50 m
(19.3%). Hutan kota strata banyak bentuk bergerombol pada jarak 0-25 m (11.4%)
dan jarak 0-50 m (16.8%). Rumput dan semak pada jarak 0-25 m (14.4%) dan jarak
0-50 m (21.2%).

18

Saran
1. Perlu dilakukan penambahan strata hutan kota PT. JIEP dengan menanam
rumput dan semak dalam meredam kebisingan di kawasan industri.
2. Perlu dilakukan pemilihan jenis tanaman yang efektif meredam kebisingan
berdasarkan tinggi bebas cabang pohon di kawasan industri.

DAFTAR PUSTAKA
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2004. Prediksi kebisingan akibat lalu lintas.
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Pedoman Konstruksi dan BangunanMitigasi Dampak Kebisingan Akibat Lalu-Lintas Jalan. Puslitbang Prasarana
Transportasi.
[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 1996. Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan.
Arlan M. 2011. Pengaruh volume kendaraan terhadap kebisingan dan pemetaan
kebisingan menggunakan perangkat lunak Arcview di kelurahan pondok Cina,
Depok, akibat kegiatan transportasi di Jalan Margonda Raya. [Skripsi].
Depok (ID) : Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia.
Badan Lingkungan Hidup DKI Jakarta. 2012. Status Lingkungan Hidup Daerah
Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Jakarta (ID).
Breuer L, Eckhardt K, Frede HG. 2003. Plant parameter values for models in
temperate climates. Ecology Model 169: 237-293.
Carpenter PL, Walker TD, Lanphear FO. 1975. Plants in the landscape. W.H.
Freeman and Co, San Fransisco.
Erawaty R. 2001. Penegakan hukum lingkungan di Kawasan Industri ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Risalah Hukum. Fakultas Hukum
Universitas Mulawarman Samarinda (ID). ISSN 021-969X. Vol. 7, No. 1.
Ikron, Made DI, Arminsih WR. 2005. Pengaruh kebisingan lalu lintas jalan
terhadap gangguan kesehatan psikologis anak SDN Cipinang Muara
Kecamatan Jatinegara, kota Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta. Jakarta (ID)
: Makara Kesehatan, Vol. 11. No. 1, Juni 2007 : 32-37.
Irwan ZD. 1994. Peranan bentuk dan struktur hutan kota terhadap kualitas
lingkungan kota (Studi Kasus Lokasi Permukiman Kota Jakarta). [Disertasi].
Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Irwan ZD. 2008. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta (ID):
PT. Bumi Aksara.
Kwanda T. 2000. Pengembangan kawasan industri di Indonesia. Fakultas Teknik
Jurusan Arsitektur, Universitas Kristen Petra. Dimensi Teknik Arsitektur vol
28, No. 1. Juli 2000: 54-61.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2011. Sidik Peubah Ganda dengan Menggunakan
SAS. Bogor (ID) : IPB Press.
Ratnasih A. 2012. Kemamp