Peranan Bentuk dan Struktur Hutan Kota terhadap Kualitas Lingkungan Kota : Studi Kasus Lokasi Pemukiman Jakarta

-

PENDAHULUAN

Vegetasi dalam ekosistem berperan sebagai produsen pertama yang merubah
energi surya menjadi energi potensial untuk makhluk lairmya, perubah terbesar
lingkungan dan sebagai sumber hara mineral. Setiap ada pembangunan di kota,
lahan pertanian, kebun buah-buahan atau lahan bervegetasi rnenjadi berkurang.
Penghijauan perkotaan merupakan salah satu usaha pengisian Ruang Terbuka
Hgau (RTH), perlu ditingkatkan bentuk dan strukhrrnya menjadi hutan kota.
Pertiolbangannya berdasarkan potensi alam Indonesia yang rnemiliki keanekaragaman hayati tinggi dengan iklim tropis, masyarakatnya mempunyai kebiasaan
menanarn, adanya kesadaran masyarakat serta rencana pemerintah.
Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang

turnbuh di l a b n kota atau sekitar kota, berbeotuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyenrpai) hutan alam, membentuk
habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan Iingkungan

sehat, nyaman, dan estetis. Hutan kota sebagai unsur RTH merupakan subsistern
kota, sebuah ekosistem dengan sistem terbuka.

Hutan kota diharapkan dapat


menanggulangi masalah lingkungan di perkotaan, menyerap hasil negatif yang
disebabkan karena aktivitas kota. Aktivitas kota dipacu oleh perturnbuhan penduduk kota, sedangkan periumbuhan penduduk kota selalu meningkat setiap tahun.
Hasil negatif kota antara lain meningkatnya svhu udara, rnenurunnya kelem-

baban, kebisingan, debu, polutan laimya dan Wangnya habitat berbagai b u ~ g
karena hilangnya berbagai vegetasi dan RTH.

Dalam ha1 ini diharapkan h u m

kota dapat menyerap panas, meredam suara yang bising di kota, rnengurangi

debu, memberikan estetika, membentuk habitat uutuk berbagai jenis burung atau
satwa laimya. Hutan kota dapat berhrngsi untuk palindungan dari pancaran sinar
matahari langsung, hujan yang deras, angin, pemaadangan yang jelek, memberi-

kan keindahan sehingga &pat dijadikan tempat rekreasi, sebagai laboratorum
alam untuk pendidikast dan penelitian. Agar sernua fungsi hutan kota tersebut
&pat dimaksimaLkan maka perlu dicari dan dikembangkaa bentuk dan struktur
hutan kota yang mendukungnya.

Pembangunan hutan kota menyangkut rnasalah ketersediaan lahan yang erat se-

-

kaIi kaitannya dengan masalah tataruang kota. Agar rencana membangun hutan
kota pada tahun 2000 seluas 6000 ha dari luas Jakarta 65000 ha, yang tersebar di
berbagai lakasi dapat terlaksana dan berfungsi optimal perlu dilakukan penelitian.

Pa& umumnya penanaman vegetasi dalam pengisian RTH masih kurang

mempertimbangkan aspek ekologis.

M a d a h ketersediaan lahan untuk hutan

kota, serta bagaimana mengefektifkan pemanfaatao lahan yang tersedia merupa-

kan kunci dalam pembangunan hutan kota. Lahan semakin hari semakin berharga, semakin sedikit untuk hutan kata, sehingga sering terjadi perebutan kepentingan dalam penggunaan Iahan dari berbagai sektor aktivitas kota. Dalam siiuasi

ini sering Iahan yang sudah tersedia untuk hutan kota, sewaktu-waktu diguna
a l i i untuk kepentingan l a h y a .


Tidak a& jaminan persediaan lahan untuk

hutan kota yang sudah dialokasikan. Keadaan tataruang kota ti& teratur, disana

sini terjadi pembangunan f~ikserta peegerasau, vegetasi seIalu ditebang tanpa
mempertimbangkan penggantiannya.

Untuk mengatasi masalah-masalah yang sudah dikemukakan, &pat saja dilakukan penataan t a t m n g kembali, dengan menyediakan ruang untuk hutan kota,

tetapi cara ini sangat sulit dilakukan dan kemungkinan besar tidak mungkin.

Ruang-ruang yang sudah ditata cepat sekali berubah karena masih banyak terdapat
perbedaan persepsi baik dari para perancang, pengambit kebijakan maupun masyarakat, dan masih ada anggapan bahwa penyedian lahan untuk hutan kota meru-

pakan hal yang kurang bermanfat.

Oleh karena itu h a m dicari bagaimana

caranya rnemaksimalkan fungsi hutan kota yang sudah a& atau lahan yang di

alokasikan bagi hutan kota untuk menyerap atau meminimalkan hasil negatif

aktivitas kota.

Usaha ini sesuai dengan potensi yang d i m kota serta sejalan

dengan upaya pemerintab antara lain adanya Inmendagri no. 14 tahun 1988 tentang penataan RTH diperkotam serta Insiruksi Presiden tentang penanaman
"sejuta pohoo". Dalam RUTR (Rencana Umum Tata Ruang) Jakarta 2005 telah
dinyatakan perlunya memelihara keseimbangan antara lingkungan d a m dan
lingkungan binaan serta rnenciptakan lingkungan perkotaan yang baik clan nyaman

antara lain dengan melanjutkan dan rneningkatkan program penghijauan kota,
(lihat Gambar 1).
Pemecahan masalah dalam penelitian ini berkaitan dengan kualitas lingkungan
kota yang nyaman, sehat dan estetis ddam ha1 mengatur suhu, kelembaban, pen-

cemaran debu, kebisingan, estetika, kehadiran bumng, dengan rnenghadirkan hutan kota* Rumusan permasalahan:

Apakah bentak dan smtktur hutan kota


berbeda memponyai eketifitas yang berbeda untuk menanggulangi masalah

lingkungan kota, Warn pengembangan penghijauan kota yang mengarah
kepada terbentuknya stmktw ekologis ditinjan dari fungsi pelestarian
lingkungan, fungsi lansekap dan fungsi estetika.

0
Kota dan
Ativitas
Penduduk kota

r

T

r

Masalah lingkungan kota:
1. Fisiko/kimia: Peningkatan suhu, kekeringan,
kebisingan, pencemaran

udara (seperti debu).
Lahan semakin mahal
2. Biologi: Vegetasi semakin berkurang, lahan
hijau semakin berkurang,
satwa semakin berkurang.
3. Sosial: Langkanya areal
rekreasi alam/laboratorium alam, semakin
banyak pemandangan yang
rusak dan hilang.

Potensi yang dimiliki:

4

D

1. Fisiko/kimia: lahan
2. Biologi: keanekaragaman vegetasi. RTH
3. Sosial: kebiasaan
menanam, kesadaran

masyarakat
4.Dasar hukum:Inmendagri
no.14/1988; pidato dan
instruksi presiden 1992
dan 1993 tentang taman
dan penghijhauan sejuta
pohon, rencana pembangunan hutan kota
dan peraturan Pemda

a
HUTAN KOTA

PENELITIAN
Hutan Kota: Bentuk dan struktur
I

I

T


V

I

I

Peranan Hutan Kota terhadap Kualitas
Lingkungan Kota

Gambar 1 . Bagan rnasalah lingkungan kota dan hutan kota

I

Penelitian ini dilakukan di wilayah pemukiman kota keciI dalam kota besar
Jakarta dengan pertintbangan bahwa profil kota Jakarta sebagai kota besar ber-

penduduk 8,245 juta orang, beraneka ragam aktivitas mempunyai fungsi sebagai
kota administrasi ibukota negara, kota pelabuhan, kota budaya dan sebagai kota
industri.


Penduduk Jakarta terns meningkat, cendrung menyebar kesegala pen-

jw kota bahkan ke pinggir kota mencari lingkungan lebih murah, nyaman, sehat

dan estetis.

Pernbangunan fisik kota Jakarta seperti pemukirnan terus berkem-

bang, mulai dari gubuk-gubuk liar, bangunan sederhana sampai super canggih,
yang dilengkapi dengan unsur-unsur seperti pusat perdagangan, transportasi
umum, sehingga menirnbulkan kekhawatiran semakin berkurangnya RTH, serta

kecenderungan kota Jakarta menjadi model bagi kota-kota lainnya di Indonesia.
* .

Tujuan Penell-.
1.

Pengelompolcan hutan kota menurut sifat pengaruhnya terhadap kualitas lingkungan kota (suhu, kelembaban, kebisingan dan debu).


2. Mencari hubungan bentuk dan struktur hutan kota dengan kuditas lingkungan
kota (suhu, kelembaban, kebisingan dan debu).
t Peneliu

1. Sebagai dasar menyusun konsep penanaman, perluasan dan penyebaran hutan
kota yang rnemenuhi kualitas baku kesehatan, kenyamanan clan estetika
lingkungan kota.

2. Dapat menentukan batasan bentuk dan struktur pembangunan hutan kota sehingga dapat mengendalikan dampak negatif dari ahetas

kota secara opti-

mal.
3.

Bermanfaat untuk penelitian lanjutan tentang penanganan dan pengelolaan
hutan kota untuk kota-kota di Indonesia bahkan untuk daerah tropis.

-


TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian kota dikaitkan dengan suatu areal dimana ada atau tej a d i pemusatan penduduk dan kegiatan. Kota sebagai tempat konsentrasi penduduk d m pusat
aktivitas perekonomian seperti industri, perdagangan dan jasa, pada dasarnya me-

rupakan sebuah sistem bersifat tidak statis, sewaktu-waktu dapat menjadi tidak
teratur dan susah untuk dikontrol (Watt, 1973; Steams dan Montag 1974). Sebuah kota mempunyai fuagsi majemuk, sebagai pusat populasi, perdagangan, pemerintahan, industripmaupun pusat budaya dari suatu wilayah.

Untuk itu sernua

kota periu ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai: ada kawasan
pemukirnan, kawasan perdagangan, pemerintahan, industri, sararra-sarana kebudayaan, kesehatan, rekreasi clan lainnya (Sampurno, 199I).
Di beberapa negara maju antam lain di Jepang seperti di Teizen Avenue
(Sendai), Sungai Kitakami. Tama, Kohoku dan Kyoto, akhir-akhir ini terdapat
perubahan cara berf'ikir, menjauhi standar kuantitas menuju rasio persepsi

penghijauan, yaitu standar berdasar pa& efek visual dari penghijauan.

Oleh

karena itu perlu perlindungan dan konservasi penghijauan bagi kota, dengan
menanami pohon, semak-semak atao tanaman lainnya. Menurut Rahardjo (1989)
pe-mbuhan

penduduk perkotaan dari tahun 1920-1985 meningkat menjadi 22

kali lipat. Jika dibandiigkan sampai dengan tahun 1980 maka perubahan pertumbuhan penduduk perkotaan meningkat 16 kali lipat, pedesaan hmya 3 kali lipat.
Kondisi ini telah menimbulkan berbagai masalah seperti lahan pertanian produktif
menjadi berkurang dan persoalan pengembangan dan pengelolaan pertumbuhan
tahan perkotaan.

Acuan pengembangan kota pada umumnya adalah konsep kota taman yang pada dekade pertama abad ini sudah diterapkan di Eropa (misalnya kota Welwyn di
Inggris).

Penrbahm dan kesinambungan yang w a d i berlangsung dalam tiga

kategori yaitu secara perorangan, kelompok dan kelembagaan. Ketiganya wajib
dicermati secara holisrik inregratif (sekaligus sebagai komponen yang ti&

terpi-

sahkan). Menurut Soegijoko (1989) konsep kota taman yang dikembangkan oieh
Ebenezer Howard di luar daerah terbangun atau di pusat-pusat industri agar orang
&pat kembali rnenyatu dengan alam.

Konsep fisik ini hams diimbangi dengan

perencanaan ekonomi, sosial dalam hubungan dengan lingkungannya.
kannya pula

Dikata-

bahwa kemudian muncul konsep kota putih yang dikembangkan

oleh Buruham sejak 1893, sebagai kontras terhadap kota industri yang hitam.
Konsep ini bercirikan bangunan-bangunan klasik yang indab, ruang-ruang terbuka
yang banyak, jalan-jalan bagi pejalan kaki yang indah dan lebar.

Kemudian

mulai timbul gerakan kota indab di Amerika, dengan ciri landmark, monumenrnonurnen, plaza-plaza, jalan setapak dan jalan protokol yang lebar-lebar serta
disain-disain skala besar.
Isrnailngah (1993) mengernukakan bahwa sifat alamiah seperti hutan sangat
menarik. Oleh karena itu konsep kembali ke d a m di perkotaan untuk mengimbangi lingkungan buatan manusia sangat penting.

Hutan dapat memodifhsi

iklirn, rnemberikan pernandangan, estetika yang bermutu, mengurangi pofusi,
mensimulasi pikiran, sebagai sumber pendidikan, dan berperan sebagi paru-paru
untuk lin-gan

sehat.

Alam merupakan komoditi yang sangat penting untuk

kualitas hidup. Sifat alamiah dapat mernelihara diri sendiri dan mengurangi biaya
perneliharaan, serta melestarikan proses ekologi yang sangat penting seperti untuk
pelestarian sumber genetik (plasma nutfah) dari keanekaragam tlora dan fauna.

Watt (1973) dan Haeruman (1979) mengemukakan bahwa kalau kota sudah
berkembang di luar kemampum sumber alam yang mendukungnya, dilakukan
spekulasi pertumbuhan kota, penentuan batas kota yang semakin luas, perpindahan golongan lemah kepinggir kota kemudim diganti oleh golongan yang lebih
mampu clan h a t .

Begitu penghasilan penduduk &lam sebuah kota meningkat,

mereka pindah semakia jauh dari pusat kota. Akibatnya keinginan untuk menjaga
keindahan kota menjadi berkurang s e h i g g a memudarkan keadaan pusat kota.

Hasil penelitian Duckworth et al. (1954, dalam Watt 1973) menunjukan kesan
suhu udara kota yang lebih panas daripada lingkungan disekelilingnya, seolahoIah sebuab p
&

panar yang terapung diatas media yang lebih dingin. Peneli-

tian selanjutnya menunjukan bahwa suhu udara maksimum d
i sebuab kota biasanya dicapai di daerah padat penduduk yang merupakan pusat kota yang terpanas,
yang terendah dicapai di tepi kota, di pinggir pulau pinas.

Kesan pulau panas

terhadap wilayah di tepi kota bergantung kepada besar d m luasnya kota.

Feno-

mena suhu udara kota yang lebih panas di pusatnya menjadi masalah yang sangat
penting. Misalnya dalarn dekade 1891-1900 suhu tldara rata-rata per tahun di Los
Angeles 1 6 , 7 - ~ . Setelah mencapai dekade 1951-1960 suhu udara rata-rata per

tahun di kota itu meningkat menjadi 1 8 , 4 - ~ . Hasil penelitian Myrup (1969
dalam Watt 1973) menunjukkan faktor yang mempengaruhi suhu udara

kota

antara lain adalah untuk mengurangi pamas dalam kota, ialah bertarnbahnya
permukaan di dalam kota yang memudahkan proses penguapan.

Penambahan

h a s pemukaan bagi proses penguapan dari 0,O menjadi 0,s dapat menurunkan
suhu maksimum udara dari 3 4 , 6 ' ~ ke 2 6 , 2 * ~(hasil simulasi komputer).
Menurut Soeriaatmadja (1979) bahwa implikasi dari hasil ini adalah taman, air
mancur jalur hijau dan pohon di pinggir jalan atau hutan kota memberikan kesan

dan peranan yang sangat penting.

Gambar 2. Pusat kota yang lebih panas dan tercemar dari sekitarnya
Sumber: Miller ( 1986)
Miller (1986) mengemukakan bahwa bangunan beton dan jalan aspal menyerap
panas sepanjang hari &n melepaskannya dengan lambat pa& rnalam hari. Pusat
kota tidak hanya lebih panas dari pinggir kota, kurang nyaman, mengandung
banyak polusi, kurang sinar matahari, kurang angin clan k e l e m b a b a ~ y arendah.
Kebisingan adalah s u m yang berlebihan, tidak diinginkan dan sering disebut
polusi rak t e r l i h yang menyebabkan efek fisik clan psikologis. Efek fisik berhubungan dengan transmisi gelombang suara melaIui udara, efek psikologis b r hubungan dengan respon manusia terhadap s u m .

Intensitas suara yang dapat

didengar oleh telinga manusia antara 0-120 desibel.

Fakta-fakta berikut ini

memherikan beberapa arti fisik terhadap skala desibel dari tingkat intensitas

suara: 0 desibel sama dengan awal pendengaran, 130 desibel &pat disarnakan
awal dari rasa sakit, perubahan 1 desibel dalam Sound Pressure Level (SPL)
merupskan perbedaan terkecil yang &pat dikenal, peningkatan 10 desibel dapat

disamakan dengan sekitar dua kali lipat peningkatan kebisingan.

Suara yang

biasa terdengar adalab 40 desibel, lokasi yang tenang di pemukiman malam hari
dan 80 dB truk besar atau sepeda motor yang lewat dalam jarak 16 m.

Menurut Leonard (1971) intensitas suara dengan 0 dB menggambarkan permulaan kemampuan mendengar oleh manusia normal, klakson mobil 110 dB,
gonggong anjing 92 dB, jalan raya yang ramai 75 dB, pusat pengetikan 72 dB,

kantor yang sibuk 52 dB dan bicara normal 48 dB.
Suhu dan angin merupakan variabel iklim yang mempengaruhi penyebaran su-

ara. Jika suhu bervariasi dalam atrnosfir, gelombang suara mengikuti lengkung
alur, tidak merupakm garis lurus. Jalur pohon yang menmuti jurusan angin dari
sumber kebisingan, akan mengutangi tingkat suara yang sangat besar.

Hasil

penelitian Eam er al. (1986) di Penang menunjukkan bahwa penyebab utama
kebisingan bersumber dari kesibukan lalu lintas, kemudian dari para tetangga.
ason

=

I

240

PO
Po

raa
m
140

-

tao

m
M
40

w
0

Gambar 3. Rata-rata kadar debu di beberapa kota di Indonesia pada
tahun 1983-1992 dalam pg/m3, (Kantor KLH 1992)
Jakarta (Jkt), Manado (Mnd), Padang (Pdg), Padang Panjang (PP), Medan
(Mdn), Bandung (Bdg)), Palembang (Plg), Kuparlg (K),Banjar Baru (BB), Biak,
Cilacap (C)

Jakarta adalah kota penghasil CO dm debu terbanyak jika dibandingkan
dengan kota-kota lain di Indonesia yaitu 378.200,4 tonltahun dan 7.382,O
tonttahun, (Soedomo et al. &lam Kantor KLH, 1992). Pa&

Gambar 3 terlihat

rata-rata kadar debu beberapa kota di Indonesia. Debu atau partikulat terdiri dari
bekrapa komponen zat pencemar.

Dalam sebutir debu terdapat unsur-unsur

seperti garam sulfat, ~ u l f u r o ~ d a
timah
,
hitam, asbestos, oksida besi, silika,
jeIaga dan unsur kimia lainnya. Pencemaran debu secara langsung &pat menyebabkan kerusakan pada organ pernafasan dan kulit. Bryson dan Wendland (1970)
d a m Suriaatmadja (1979) rnengemukakan bahwa perubahan suhu bumi selama

80 tahun terakhir selain dipengaruhi oleh C 0 2 dan sinar matahari juga dipengaruhi oieh debu. Dalam hal ini debu menmnkan suhu burni karena mempengaruhi kejernihan udara menurut model berikut:

T(*c)= -3,545

+ 0,002debu + 0,006 sinar matahari ....... .......

(1)

Ketersediaan lahan untuk hutan kota semakin bersaing dengan sektor pembangunan laionya. Ankara tahun 1985 dan 1988 luasan lahan yang digunakan untuk
membangun gedung telah metipat 5,s kali, yakni dari 229,s ha menjadi 1.257 ha.
Pembangunan gedung tahun I988 yang terbanyak adalah bangunan tempat tinggal
(28%), untuk pendidikan (17,5%) dan perkantoran (17%). Sementara itu sampai
dengan tahun 1 9 9 0 telah dibangun 1 , l juta unit perurnahan. Diasumsikan setiap
unit rumah membutuhkan lahan rata-rata 100 m2, maka sejumlah rumah tersebut
telah menggunakan lahan 11.000 ha. Perkiraan kasar rnenunjukkan bahwa kegiatan industti menggunakan lahan sekitar 0,4 juta ha, hampir 1% dari iahan yang

a&.

Sektor industri juga memperlihatkan perkembangan cepat yang mendorong

meningkatnya penggunaan lahan.

Secara umum ada kecenderungan setiap 1 ha

laban kawasan industri, akan mendorong penggunaan 5 ha lahan bagi kepentingan
lain yang berkaitan dengan pengembangan kawasan industri (Kantor KLH. 1992).
Masalah limgkungan sosial antara him adalah semakin berkurangnya teqpat
rekreasi dam terbuka dan laboratorium alam unhk pendidikan, dan pemandangaa
alam banyak yang rusak atau hilang. Dari buku Statistik DKI (1992) dmgan
judul Jakarta Dalam Angka, menunjukkan bahwa banyak sekali pelajar dan
mahasiswa membutuhkan sarana laboratorium alam untuk pendidikan dan penelitian.

Kakanwil Pariwisata (1987) menyatakan bahwa selain karena tekanan

jumlah dan kepadatan penduduk, meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan baik
asing maupun domestik ke obyek-obyek wisata di Jakarta, mendorong pula perlunya dibangun hutan kota, khususnya hutan-hutan kota di lokasi-lokasi tertentu.

I3umaZa

Ekosistem
Hutan kota adalah sebuah ekosistem. Odum (1983) mengemukakan bahwa jaringan dari komponen-komponen dan proses yang terjadi pa& hgkungan merupakan sebuah sistem. Sistem lingkungan hidup biasanya meliputi daratan atau

air, misalnya hutan, danau, lautan, lokasi pertanian, perkotaan, regional, desadew dan biosfir dalam keseluruhannya, meliputi kombinasi dari makhluk hidup,
siklus kimia, alum air, kornponen-komponen yang a& di bumi dan sebagainya.
Komponen-komponennya adalah manusia, manusia sebagai pelaku, unit-unit atau
organisasi seperti industri, kota-kota, perubahan-perubahan ekonomi, tingkah
laku sosial, transportasi, komunikasi, proses informasi, politik, dan lainnya.
Setiap komponen merupakan susbsistem yang kompleks. Subsistem komunitas
biologi ditentukan oleh penampilan dari banyak spesis makhluk bidup.

Ekosistem merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan Iingkungannya
dimana terjadi hubungan, antar vegetasi, hewan dan segala macam bentulc materi
yang melakukan siklus dalam sistem, dan energi yang menjadi sumber kekuatan.
Untuk mendapatkan energi dan materi yang diperlukan bagi hidupnya, semua
komunitas bergantung kepada lingkungan abiotik. Organisma produsen memer-

Iukan energi, cahaya, oksigen, air dan garam-garam yang semuanya diambil dari
lingkungan abiotik. McNaughton and Wolf (1979) mengemubkan bahwa suatu
karakteristik linier tentang aliran energi dan zat-zat kimia meialui organisme

disebut rantai makana Energi dan materi dari konsumen tingkat pertama yaitu
vegetasi ditemkan ke konsumen tingkat kedua dan seterusnya ke konsumenkonsumen lainnya melalui jaring-jaring rnakanan.

Dengan konsep ekosistem

komponen-komponen lingkungan hidup dilihat secara terpadu sebagai kornponen
yang berkaitan dan tergantung satu sama lain dalam suatu sistem. Pendekatan ini
disebut pendekatan ekosistem atau pendekatan holistik.
Suatu kajian ekologi penting rnengenai bagaimana komunitas tumbuh d m
berkembang.

Faktor-faktor yang memegang peranan penting yaitu ketersediaan

bahan pembentuk koloni atau baban penyerbu secara kebetulan; pemilihan bahan
yang tersedia &lam lingkungannya dan pengubahsuaian lingkungan oleh tumbuhan. Sejak saat koloni pertama tiba, dari habitat yang gundug dan mulai tumbuh,
mereka mulai mengubah lingkungan itu, (Ewusie 1980).

Watt (1973) dan

Haeruman (1992) mengemukakan bahwa a& lima kelompok s u m k r alam yang
terdiri dari materi, energi, ruang, waktu clan kanekaragaman.
keanekaragaman hayati menjadi perhatian dunia.

Akhir-akhir ini

Kemajuan rehyasa genetika

menumbuhkan pengertian banyak orang terhadap perlunya bahan brrku utamanya
yang beranekaragam.

Ekosistem memberikan informasi yang banyak sekali, sangat bermanfaat bagi
manusia dan perlu dipelajari agar manusia dapat melakukan sesuatu yang tepat

dalarn pengeblaan lingkungan.

Interaksi diantara komponen ekosistem tidak

hanya w a d i melalui aliran energi dan siklus materi, akan tetapi juga melalui

w

a

n informasi.

Informasi dalam ha1 ini dapat dimmuskan sebagai suatu

simbol atau sebagai indikator tentang sesuatu yang tejadi atau yang ada dimasa

lalu, baik rnasa sekarang rnaupun untuk masa mendatang pada komponen ekosistem, baik secara individu, maupun secara keseluruhan pada sistem itu.

Atas

dasar sistem informasi ini tepat s e w filosofi masyarakat Minang (Navis, 1986)

tentang alam terkembang menjadi guru atau alam tersebut merupakan laboratorium dalam kehidupan .
Ekosistem mempunyai keteraturan, berwujud sebagai kemampuan untuk
memelihara sendiri, mengatur sendii, serta mengadakan keseimbangan kembali
yang disebut dengan homeostasis.

Homeostasis merupakan kemampuan ekosis-

tern untuk menahan berbagai perubahan dalam sistem secara keseIuruhan (Watt

1973). Longman and Jenik (1974) mengemukakan bahwa ekosistem hutan tropis
merupakan sebuah sistem yang dinamis, adanya saling ketergantungan antara
vegetasi dan hewan dengan berbagai interaksi, ada yang bersaing, bekejasama
clan lainnya. Dibawah naungan pohon terdapat perkecambahan, anakan, tumbuh-

tumbuhan yang merambat, epifit, lurnut menutupi potongan kayu dan kotoran,
semut yang memakan atau mengisap cairan dalam bunga, burung-burung yang
menyebarkan benih, binatang pengwat memakan buah-buahan, herbivora berkeliaran, dan satwa laimya.

Ewusie (1980) mengernukakan bahwa hutan tropika

terkenal dengan perlapisannya. Ini b e r d bahwa populasi campuran di dalamnya

disusun pada arah veaikal dengan jarak teratur secara tak sinambung. Ricklefs
dalam Anwar (1984) mengemukakan bahwa hutan tropis mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi, sebagai contoh hutan KaIimantan di Indonesia menurut

Haeruman (1980) mempunyai sekitar 40.000 jenis, terkaya didunia dengan 4000
jenis pohon besar yang penting. Dalam 1 ha terdapat paling &kit

60 jenis,

320 pohonan dengan diameter diatas 10 crn. Vegetasi yang a& dalam hutan ini

tidak menggugurkan daun, kondisinya sangat bervariasi, ada yang sedang ber-

bunga, a& yang sedang berbuah, a& yang dalam perkecambahan, atau berada
dalam tingkatan kehidupan sesuai dengan sifat atau kelakuan masing-masing jenis

vegetasi. Pohon-pohon dari komunitas hutan hujan yang m e k a r a g a m , tingginya rata-rata 46-55 m adakalanya secara individu &pat mencapai 92 m, dengan

bent& pohon pada umumnya ramping. Tiuggi pohon tidak sama, seringkali ter&pat 3 lapis pohon-pohon, tetapi kadang-kadang hanya dua lapis.

Vegetasi

bawah pada hutan hujan terdiri dari semak, terna dan sejumlah anakan serta
kecambah-kecambab dari pohon.

Disamping itu hutan hujan memiliki tanaman

memanjat dari pelbagai bentuk dan ukuran, serta efipit yang tumbuh pada batang

dan daun. Hutan hujan tropis sangat berstratifikasi, secara garis besar membentuk tiga lapisan yaitu pohon-pohon yang sangat menjulang tinggi, lapisan tajuk

yang membentuk lapisan permadani hijau yang berkesinambungan dengan keting-

gian 80-100 kaki clan lapisan tumbuhan bawah. Samingan (1975) mengemukakan
bahwa dalam masyarakat hutan hujan dikenal adanya kelas-kelas atau golongangolongan ekologis yang disebut dengan synusia.

Synusia merupakan golongan

tumbuh-tumbuhan yang mempunyai cara hidup serupa, mendududki niche yang

sama dan memainkan peranan yang serupa dalam komunitasnya. Atau dikatakan
pula bahwa synusia adalah sekelompok turnbuhan yang mempunyai tuntutan yang

serupa pa& habitat yang serupa.

Hutan hujan tropis mempunyai synusia yaitu

tumbuhan autotropb (berktorofil) yang berdiri sendiri seperti pepohonan, perdu

dan terna, tersusun ddam lima strata dan tumbuh-tumbuhan yang tidak dapat berdiri sendhi seperti tumbuh-tumbuhan memanjat, pencekik, epifit dan semi parasit. Tumbuh-tumbuhan heterotrof (tidak berklorofil) yaitu =profit dan parasit.

Penghijauan perkotaau rnenrpakan kegiatan pengisian Ruang Terbuka Hijau
(RTH), adalah unsur hutan kota dan merupakan sebagian dari ruang terbuka.
Penghijauan kota adalah suatu usaha untuk menghijaukan kota dengan melaksana-

kan pengelolaan taman-taman kota, taman-taman lingkungan, jalur hijau dan
sebagainya (Dinas Pertamanan DKI, 1978).

Menurut Zoer'aini (1989) faktor-

faktor yang mempengaruhi keberhasiian penghijauan di lingkungan pemukiman
terutama a M a h faktm perencanaan yang memperhatikan persyaratan klasifikasi
hortkdtura (ekologi) dan klasifikasi fisik dalam pemilihan jenis, faktor pelaksanaan yang sesuai dengan perencanaan, dan faktor pemeliharaan yang rutin secara
terus-menerus.

Pelaksanaan penghijauan secara konseptual yaitu perencanaan,

peiaksanaan dan pemeliharaan dengan mepertimbangkan aspek estetika, pelestarian lingkungan dan fungsional (lihat Gambar 4).

Eckbo (1956), rnenyatakan bahwa pemilihan jenis tanaman untuk penghijauan

agar tumbuh dengan baik hendaklah di pertimbangkan syarat-syarat hortikultura,
ekologi d m syarat-syarat fisik.

Syarat hortikultura yaitu respon dan toleransi

terhadap suhu, kebutuhan air, kebutuhan dan toleransi terhadap cahaya matahari,
kebutuhan tanah, hama dan penyakit, serta syarat-syarat fisik yaitu tujuan penghijauan, persyaratan budidaya, b e n d tajuk, tekstur, warna, aroma.

Hasil penefitian pelaksanaan penghijauan di Jakarta dengan studi kasus Jakarta
Selatan (Zoer'aini dan Arwindrast.. 1988) menunjukkan:
a.

Jenis yang paling banyak ditanam adalah Acaria auriculifonnis (akasia),

Pterocarpus indicus (angsana), Swietenia macrophyiia (mahoni), Mimusops
elengi (tanjung), Filiciwn deciepem (kiara payung), Delonir regia

(flam-

boyan), Lagennomia indica (bungur) dan Polyathia longifoiia (glodogan).

b.

Pernilihan jenis lehih ditekankan kepada tanaman yang mudah diperoleh,
mudah tumbuh dan rindang, keanekaragaman jenis rendah.

c.

Aspek pelestarian lingkungan kurang mendapat perhatian, dan kurangnya
menanam tanaman praduktif.
Sedangkan hasil penelitian di lingkungan pemukiman dengan studi kams

pemukiman Pondok Indah dan Bintaro Jaya (Zoer'aini, 1989) menunjukkan
bahwa perencanaan dan pelaksanaan penghijauan di lingkungan pemukiman
Pondok Indah dan Bintaro Jaya ditinjau dari aspek fungsi lansekap, pelestarian
lingkungan, es-tetika dan pertimbangan pemeliharaan tanaman yang memenuhi

persyaratan H a s i f h i hortikultura (ekologi) dan klasifikasi fisik diniIai masih
kurang.

Pertimbangan pemilihan jenis oieh pengusaha untuk penghijauan di

lingkungan pemukiman Pondok Indah dan Bintaro Jaya umumnya diutamakan
tanaman yang memberikan kesan hijau dan rindang, mudah tumbuh, cepat besar,
murah, mudah memetiharanya serta bibitnya mudah didapat.

Jenis tanaman

untuk penghijauan pada pemukiman Pondok Indah dan Bintaru Jaya pada
umumnya ditmami dengan tanaman yang tidak produktif d m sangat didominasi
oIeh tanaman Angsana (daunnya mudah gugur, pertumbuhannya cepat dan susah
diatur mudah terserang rayap dan diserang hama).

Kurang adanya komunikasi

antara Pemerintah Daerah, pengusaha pemukiman dengan penghuni, penghuni

banyak tidak mengetahui adanya peraturart tentang penghijauan dari pemerintah

h e r a h DKI.
Persepsi rnasyarakat terbadap penghijauan di Jakarta (Zoer'aini, 1990) menunjukkan bahwa hampir semua masyarakat mengetahui dan menyenangi penghijauan
Masyarakat sudah terbiasa menanarn pohon dan tanaman laimya, sehingga tidak
sukar untuk mengajak masyarakat melaksanakan penghijauan.

Dalam pelaksa-

naan dan pemeliharaan &pat dibina hubungan kerjasama yang jelas antara masyarakat dan pemerintah.

Menurut Grey dan Deneke (1978) penghijauan kota

disepanjang jdan d m sungai, taman-taman kota, taman-taman lingkungan, penghijauan di sekitar bangunan seperti hotel, sekolah, pabrik, kantor,

pekarangan

rumab, semuanya merupakan unsur hutan kota.
Pembangunan hutan kota dapat dilaksanakan dengan meningkatkan penghijauan perkotaan baik kuantitas maupun kualitas dengan meniru hutan alam atau
ekosistem dam. Grey dan Deneke (1978) mengemukakan bahwa beberapa kota
di Arnerika telah banyak menanam pohon yang berfungsi unhk melindungi kota.
Pepohonan tersebut ditanam berkelompok disepanjang jalan, pada plaza di sekitar
bangunan, ditempat-tempat umum atau tempat pribadi, tempat hisnis, atau indus-

.

Hutan kota meliputi vegetasi berkayu termasuk liigkungan tempat tumbuh-

nya, terdapat mulai dari perkampungan tericeciI hingga kota-kota besar.

Bukan

hanya pepohonan akan tetapi juga dihubungkan dengan tanah yang turut membentuk lingkungan tempat keberadaannya seperti sabuk hijau, pinggir sungai, tempattempat rekreasi dan pinggir jalan.

Hutan kota sering berada di luar batas kota.

Jalur hijau, hutan kota, hutan lindung, dan tanaman urugan tanah, &pat dikatakan sebagai bagian dari hutan kota. Area ini biasanya untuk umum dan berman-

faat untuk berbagai macam kegunaan, serta mempunyai nilai luar biasa untuk

lingkungan kota, yaitu sebagai pelindung mata air, tempat rekreasi, memberikan
pemandangan, tempat hiburan, atau sebagai tempat pernbuangan limbah.

Hutan

kota terdapat pada seluruh jenis tempat atau kawasan seperti perdagangan, tanah
industri, tanah mil* atau d i kawasan lainnya.
Menurut Wirakusumah (1987) kegiatan-kegiatan rnenuju program hutan kota
di kota Jakarta sudah dimulai sejak akhi tahun limapuluhan, yaitu pa& saat-saat
kampanye gerakan menanami lahan kritis dengan bemacam-macam nama kegiatannya seperti gerakan brantas tanah gundul, gerakan karang kim, gerakan penghijauan dan lainnya.

Hanya karena istilahnya relatif baru rnungkin saja akan

menemui semacam keraguan pada masyarakat.

Begitu pula masalah tata letak

hutan kota terhadap proses polusi, berapa jauh sebaiknya hutan kota dibanguo
dari pusat-pusat polutan dan atau berapa jauh dari obyek-obyek yang akan dilindungi serta berapa tebalnya hutan-hutan kota itu harus dibangun.
informasi tentang syarat-syarat vegetasi dan jenis yang hams dipi!ih

Termasuk
setepat-

tepatnya untuk dikembangkan &lam hutan kota begum sempat digali di Indonesia,
hingga merupakan kendala dalarn gagasan pengembangan hutan kota. Dikata3Ean
pula bahwa dalam tahun 1963 DPRGR DE;I Jakarta membuat keputusan untuk
membangun sabuk hijau melalui gerakan penghijauan sekeliling kota selebar 0,5

krn sepanjang 35 km.
Haeruman (1987) rnengemukakan bahwa hutan kota juga terletak jauh di luar
batas kota, sepanjang interaksi yang intensif antara penduduk sebuah kota dengan
hutan tersebut berlangsung secara terus menerus.

Sebagai contoh Tarnan Hutan

Raya Ir H. Juanda d
i Bandung dan Taman Hutan Raya Dr. Muh. Hatta di Padang, dan di Bengkulu sedang dalam taraf pembangunan.

Ekosistem hutan kota

tumbuh secara ekologis sesuai &ngan lingkungan perkotaan, artinya terdiri dari

tegakkan yang berlapis-lapis dimana masing-masing fungsinya meniru hutan
alami. Pemeliharaan relatif sedikit, dibandingkan misalnya lapangan olah raga,
taman-taman urnum dalam skala luas yang sarna. Secara rinci komposisi tegakan

dalam hutan kota perlu dijabmkan secara teknis dengan pendekatan yang
diperlukan sesuai dengan fungsinya antara lain: biologis, estetis, rekreatif, ekologis, fisis, sosial, sebagai cadangan untuk pengembangan RTH dalam pernbangun-

an kota jangka panjang.

Idealnya sebuah hutan kota dapat mencapai kondisi

optimum sebagaimana layaknya hutan yang terbentuk karena peristiwa aiam.
Namun sesuai dengan nilai-nilai "urbanity" maka ada keterbatasan dalam pemben-

tukan hutan kota tersebut seirama pula dengan perkembangan kota yang tm-jadi
serta berbagai aspek kehidupan yang meoyangkut kehidupan penduduk kota.
Haemman (1992) secara lisan mengatakan bahwa kalau hanya berupa kumpulan
pohon yang bez-jejer tidaklah dapat dikatakan hutan kota.

Tanaman ymg a&

hams merupakan asosiasi, dimana akan terdapat saling berinteraksi dalam mencapai suatu keseimbangan. Oleh karena itu perlu ditentukan berapa jenis minimum
vegetasi yang turnbuh baru disebut hutan kota. Tanaman dalam pot tidak &pat

dikatakan hutan kota, karena jika ti*

ada manusia, tanaman pot itu akan mati.

Hutan kota h a s berinteraksi Iangsung dengan lingkungannya (tanah dan air

tanah). Fakuara er al. (1987) mengemukakan tentang hutan kota, yaitu mang
terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan
manfaat lingkungan sebesar-besarnya kepada penduduk kota dalarn kegunaan
proteksi, estetika serta r e k r m i dan laimya.

Menurut Grey & Deneke (1978)

hutan kota rnerupakan kawasan vegetasi berkayu yang luas serta jarak tanamnya
terbuka bagi umum, mudah dijangkau oleh penduduk kota clan &pat memenuhi

fungsi perlindungan dan regulatifnya, seperti kelestarian

tanah,

taw

air,

ameliorasi iklim, penangkal polusi udara, kebisingan dan lain-lain.

Jorgensen

(1977 dalam Grey dan Deneke, 1978) seorang yang dianggap pelopor mengemu-

kakan bahwa hutan kota meliputi lahan minimal ditetapkan 50-100 hektar, jarak
lokasi hutan kota dapat dicapai dengan bejalan kaki dari pusat pemukiman
penduduk padat; jarak sama yang ditempuh dari titik akhir jaringan transportasi
umum atau setara waktu yang diperlukan pejalan kaki apabila ia bersepeda dan
harus terbuka bagi umum.
Linglcungan mempengarubi vegeiasi, begitu pula vegetasi besar pengaruhnya

terhadap lingkungan. Watt (1973) mengemukakan bahwa asosiasi spesis tumbuhan dimanapun di bumi i~ dasarnya ditentukitn oleh tiga faktor lingkungan yaitu:

-

suhu, curah hujan dan kelembabau udara. Asosiasi ini ditentukan oleh modifikasi

karena pentbahan suhu, curah hujan, kelembaban, dan modifikasi azonal, seperti

angin yang keras searah. kabut tebal, pola curah hujan menurut musimnya.

Andreson (1975) dalam Grey dan Deneke (1978) mengemukalcan bahwa

hutan kota di negara bagian New York terdiri dari barisan pepohonan di sepanjang jalan, gerombol vegetasi di taman-taman, termasuk jalur hijau di pinggir
kota, menyambung ke d a d hutan di Catskills, Adironacks dan Allegheny
Highlands.

Grey & Deneke (1978) mengemukakan bahwa hutan kota meliputi

vegetasi sepanjang jalari, danau, empang, hijau sepanjang sungai, padang pengembalaao. Kawasan hutan kota minimum 0,4 ha, jika berbentuk jalur minimum

30 m Iebarnya. Hutan kota meliputi taman-taman, tepi jalan, jalan tol, jslan

kereta api, bangunan umum, iahan-Iahan yang terbuka, kawasan p a d a g rumput,
kawasan luar kota, kawasan pemukiman, kawasan perdagangan dan kawasan

-

i n d h . Booth (1979) mengemukakan bahwa jalur hijau dengan lebar 183 meter

dapat mengunngi pencemaran udara sampai 75 %.
1

Shuktur hutan kota ditentukan oleh keanekaragaman vegetasi yang ditanam,

sehingga terbangun hutan kota yang berlapis-lapis clan berstrata baik secard vertikal maupun horizontal yang meniru hutan alam. Michael (1986) mengemukakan
bahwa aspek-aspek sh-uktw vegetasi secara garis besar ditentukan oleh bentuk
pertumbuhan vegetasi, ukuran, bentuk tajuk, fungsi dam, ukuran clan tekstur
daun. Bentuk pertumbuhan vegetasi dapat dibagi menjadi empat kelompok utama
yaitu yang berbenhik pohon adalah turnbuhan berkayu yang mempunyai satu batang dan bercabang-cabang, mempunyai ketiiiggian diatas 8 m. Ketinggian h i
yang membedakan pohon dengan semak-semak (shrubs). Semak-semak mempunyai beberapa batang, dan umumnya mempunyai ketinggian dibawah 8 m. Bentuk yang lain adalah herba yaitu tumbuhan yang tidak berkayu, dm tegak.
Terakhir adalah bryoids yang terdiri dari seperti lumut, paku-pakuan, cendawan.
Ukuran dibagi berdasarkan tinggi vegetasi.

Bentuk dm ukuran daun adalah

besar, lebar, menengah, kecil, seperti jarum, rumput-rumputan dan campuran.
Tekstur daun ada keras, papery dan sukulen. Coverage biasanya sangat beragam,
a& tumbuhan yang sangat tin&

dengm penutupan horisontal dan luas, relatif

dapat sebagai penutup, ada menyambung, dan terpisah-pisah. Penutupan tumbuhan merupakan indikasi dari sistem akar di &lam tanah. Sistem akar sangat penting dan mempunyai pengamh kompetisi pada faktor-faktor ekologi. Hutan alam
tropis menampilkan tigrt lapisan pohon.

..

Menumt Samingan 1975; Ewusie,

1980; Longman dan Jenik, 1974 dan Goley 1983 lapisan pohon dan lapisan

lainnya yang berdiri sendiri seperti belukar perdu, terna sebagai berikut:
1. Paling atas (stratum A). Terdiri dari pepohonan setinggi 30-45m, yang mun-

cul keluar mencuat tinggi diatas sudur hutan, bertajuk lebar, dan umumnya
1

tersebar sedemikian rupa sehingga tidak saling bersentuhan membentuk lapisan yang berkesinambung. Bentuk khas tajuknya kring dipakai untuk mengenali spesis dalam suatu wilayah. Pepohonan yang mencuat sering berakar
agak dangkal dan berbanir.
2. Lapis pepohonan kedua (stratum B), dibawah yang mencuat. Ada kaianya

disebut juga sebagai tingkat atas terdiri dari pepohonan dengan ketinggian
18 - 27 m. Pepohonan ini tumbuh berdekatan dan cenderung membentuk su-

dur yang bersinambung. Tajuk sering membulat atau memanjang dan tidak
selebar pa& pohon yang mencuat (stratum A).
3. Lapis pepohom ketiga (stratum C), dinamakan juga tingkat bawah. Terdjri

dari pepohonan yang tumbuh sekitar 8-14 m, cendemng rapat dan tegak.
4.

Lapisan belukar (stratum D), terdiri dari spesis berkayu dengan ketinggian
sekitar 10 m. Ada dua bentuk belukar yaitu yang mempunyai percabangan
dekat ke tanah, tidak mempunyai sumbu utama dan yang menyempai pohon
kecil, mempunyai sumbu yang jelas.

Sering mencakup pohon muda dari

spesis pohon yang lebih besar.

5. Lapisan terna (stratum E), terdiri dari tumbuhan kecil, merupakan kecambah
(anakan) dari berbegai vegetasi. Biasanya terna tidak banyak dan tergantung
kepada seberapa banyak sinar matahari yang tembus.
Perlapisan vertikaf komunitas hutan mempengaruhi sebaran populasi hewan
yang hidup dalam hutan. Beberapa jenis b w n g d a m kehidupannya dan pencarim makanannya terdapat pada pepahonan yang mencuat tinggi, pada lapisan

p

yang lebih rendah terdapat herbivor mamalia seperti bajing, lemur. Di tengah
lain clan pa& lapisan bawah (dasar) terdapat hewan dasar hutan seperti rusa.
1

Vegetasi mempunyai nilai keindahan bagai masyarakat semenjak dulu. Bangsa Mesir, Persia, China, dan Romawi menggunakan tumbuhan unnrk mengatasi

situasi yang tidak menyenangkan. Mereka menggunakan pepohonan untuk kein-

dahan, pembuatan taman-taman formal dan menambah keindahan puri-pun mereka. Perkembangan budaya seianjutnya rnenggunakan pohonan sebagai pelengkap
patung-patmg dan membagi suatu lansekap dengan bangunan. Kemudian berkem
bang ilmu tentang perawatan tanaman. Transplanting tanaman mulai berkembng
di Mesir sejak 1500 sebelum Masehi (Chadwick, 1970 dalam Grey and Deneke
1978). Selanjutnya ilmu ini berkembang dengan munculnya taman botani yang
a&

kaitannya dengan pendidikan hortikultura clan arborikultura dan terns

berkembang sesuai dengan perkembangan perawatan tanaman. Munculnya ideide baru datam perancangan tempat tinggal dan perancangan lansekap. Menurut
Zube (1973) dalam Grey dan Deneke sejak tahun 1800 ruang terbuka di London

dan di sepanjang Boulevard di Paris ditanami dengan pepohonan yang lebat clan
padang rumput. Banyak rumah-rumah dikelilingi pepohonan sehingga menimbulkan kenyamanan, lingkungan sehat dan estetis.
Kenyamanan berhubungan dengan tingkat aktivitas seseorang, pakaian, suhu
udara, kecepatan udara, suhu radiasi, dan kelembaban (Mount, 1979). Menurut
Mudiyarso clan Suharsono (1992) kondisi yang nyaman adalah apabila sebagian
energi manusia dibebaskan untuk keja produktif dan usaha pengatwan suhu

-

tubuh berada pa& kota merupakan kebutuhan bagi setiap penghuninya. Oliver

(1981) menghitung kenyamanan secara kuantitatif digunakan THI (Temperature
Humidity Index) yang dimmuskan secara empiris:
THI = Td - (0,55

- 0,55 RH)(Td - 58)

...............................

(2)

dimana
Td= suhu bola kering dan RH= kelembaban.
antara 61

-

Indeks kenyamanan berkisar

71. Diatas 71 orang sudah merasa tidak nyaman.

Sani, (1986)

menghitung Indeks Kenyamanan (IK) dengan rumus:

IK = 0,7(TWB)+0,2(TG)+O,I(TDB)

..................................

(3)

dimana
TWB= suhu bola basah; TG= suhu termometer globe; TDB= suhu bola k e ~ g

Iklim ideal kenyamanan manusia menurut Laurie (1984) adalah udara yang
bersih. dengan suhu a n m a 10° - 26,7OC, kelembaban antara 40

- 7 5 % , udara

yang tidak terperangkap dan angin tidak kencang serta terlidung terhadap hujan.

-

Meskipun iklim pa& dasarnya tidak dapat d i i b a h , tetapi iklim pada suatu bagian
lahan tertentu &pat dipengaruhi dengan mudah dan dirubah oleh perancangan.
Menurut Simonds (1983) kenyamanan &pat terpenuhi oleh bentuk. ruang, atau
tataruang, susunan, warna, simbol, s u m , kualitas cahaya, keharuman dari sesuatu yang digunakan, dan sebagainya yang merupakan satu kesatuan yang harmonis

dari berbagai variasi, memenuhi kepuasan, keperluan, atau keinginan sesorang
dan merupakan resultan kualitas dari keindahan. Menurut Robinette (1983) zone
nyaman di dapat dari menganalisa hubungan suhu udara dengan 3 variabel iklim
yaitu rata-rata suhu radiasi matahari, kelembaban dan angin. Zone nyaman sa-

..

ngat bervariasi tergantung kepada kesukaan manusia sesuai dengan karakteristik
fisik, psikofogi dan aktifitas seseorang.

Ada dua kriteria untuk mendapatkan

kenyamanan yaitu menciptakan zone nyamaa berdasarkan preferensi termal dan
aktifitas seseorang dan menerima kondisi iklim yang a& serta mencari metoda
untuk mengubah zona nyaman agar sesuai dengan iklim. Tigkat kenyamanan
manusia selain tergantung kepada suhu, kelembaban dan angin juga tergantung

dari usia, kebudayaan, aktivitas dan preferensi berbagai oraog dalam lingkungan.
Sering juga ditentukan oleh adaptasi dan daya tahan manusia. Kenyamanan dapat
didesain pada batas-batas tertetu dengan menggunakan vegetasi, dan memodifka-

si aspek-aspek suhu u h , kelembaban, radiasi atau angin.
Sejak jaman nenek moyang di Indonesia, pekarangan rumah ditanami dengan
berbagai jenis tanaman, mulai dari yang memanjat, semak, rerumputan atau penutup tanah, pepohonan, bunga-bungaan dan hewan ternak. Semua ini maksudnya agar dapat memetik hasilnya setiap saat bila diperlukan, diberikan ke tetangga
atau dinikmati kesejukan dan keindahannya sehingga memberikan kenyamanan fi-

sik dan sosial (Zoer'aini, 1979). Menurut Soemarwoto (1983) pekarangan mempunyai fungsi ganda yang rnerupakan integrasi antara fungsi dam dengan hngsi
untuk memenuhi kebutuhan sosial, budaya dan ekonomi manusia. Fungsi ganda
berupa hidrologi, pencagaran sumberdaya genetis (plasma nutfah), efek iklim
mikro, sosial, dan produksi.
Elemen-elemen ikiim utama yang sangit mempengaruhi kehidupan adalah cahaya matzlhari, suhu udara, angin dan kelembaban.

Interaksi dari keempat

elemen iklim &pat memberikan kenyamanan, kepanasan, kedinginan atau biasa.
Pepohonan, semak-belukar, dan rerumputan dapat merubah suhu kota.

Daun-

daun &pat mengintersepsi, refleksikan, mengabsorbsi dan menptransmisikan si-

.,

nar

matahari. Efektifitasnya tergantung kepada misalnya spesis yang rindang,

banyak daun, cabang maupun ranting.

Setiap spesis mempunyai bentuk karakteristik, wama, terkstur dan ukuran.
Vegetasi dapat membentuk ruang, sebagai pembatas, pengatap dan pelantai.
Vegetasi &pat merubah ruang luas menjadi lebih sempit, dan rnemberikan suasa-

1

na yang sunyi dan nyaman. Pohon dan semak dapat digunakan untuk rnencipta-

kan latar yang unik ddam proses pembentukan ruang. Vegetasi dapat digunakan
sebagai penghubung. Pepohonan dapat memberikan kesan ruang tiga dimensi,
menutupi pemandangan yang kurang bagus.
Vegetasi sangat bemanfaat untuk merekayasa masalah lingkungan di perko-

taan. Selain merekayasa estetika, mengontrol erosi dan air tanah, mengurangi
polusi udara, mengurangi kebisingan, mengendalikan air limbah, mengontrol lalu lintas, dan cahaya yang menyilaukan, serta mengurangi pantulan cahaya, mengurangi bau. Robinatte (1972) dalam Grey dan Deneke (1978), mengemukakan
berbagai sifat tumbuhan yang khas dan pengmh-pengaruhnya dapat menolong
mernecahkan masalah-masalah teknik yang berhubungan dengan lingkungan yaitu

-

daging dam yang mengurangi bunyi; ranting-ranting yang bergerak dan bergetar
untuk menyerap dan menutupi bunyi-bunyian.

Pubescence diatas dam untuk

menjebak dan menarik partikel-partikel air; stomata daun-daun untuk mengganti
gas-gas. Kumpulan bunga dan dedaunan yang mernberikan bau sedap ulltuk mengurangi bau busuk. Daun dan ranting-ranting untuk memperlambat angin, dan
curahan hujan. A k a yang menjalar untuk menahan erosi tanah. Daun-daun tebal
untuk menghalangi cahaya. Daun-daun tipis untuk menyarihg cahaya serta ranting-ranting berduri untuk menghalangi gerak-gerik manusia.

Menurut Eckbo

(1964), Grey dan Deneke (1978), Sani (1986), Fakuara (1987), Zoer'aini (1989)

.

fungsi hutan kota tergantung kepada fungsi vegetasi dm dapat dikelompokkan

f

menjadi: (lihat Gambar 3)

P

Funes~
- laFungsi lansekap meliputi fungsi fisik dan fungsi sosial antara lain: Vegetasi
sebagai unsw struktural berfungsi untuk perlindungan terhadap kondisi fisik alami
sekitarnya terhadap angin, sinar matahari, pemandangan yang kurang bagus dan
terhadap bau. Penggunaan dalam unsur struktur ini ditentukan oleh ukuran, ben-

tuk kerapatan vegetasi. Hutan kota dengan aneka vegetasi mengandung nilai-nilai
ilmiah sehingga dapat sebagai laboratorium hidup untuk sarana pendidikan dan
penelitian. Fungsi kesehatan (hygiene), misalnya untuk terapi mata dan mental
serta fungsi rekreasi, olah raga, dan tempat interaksi sosial lainnya. Rekreasi erat
kaitannya dengan estetika dan merupakan bagian dari hidupnya manusia, yaitu
berbagai kegiatan untuk mencari kesegaran mental dalam rangka memperbaiki
semangat seseorang, yang menimbulkan inisiatif dm perspektif kehidupan sehingga siap kembali untuk bekerja keras (Douglass, 1970). Fungsi sosial politik
ekonomi, misalnya untuk persahabatan antar negara. Hutan kota dapat memheri-

kan hasil tambahan secara ekonorni untuk kesejahteraan penduduk seperti buahbuahan, obat-obatan sebagai warung hidup dan a p t & hidup.

Dalam pengembangan lingkungan fungsi lingkungan diutamakan tanpa mengesampingkan fungsi-fungsi lainnya. Fungsi menyegarkan udara dengan mengambil
C02 dalam proses fotosintesis dan menghasilkan 0 2 yang sangat diperlukan bagi

makhluk hidup untuk pemrtfasan.

Kriedemann (1977) mengemukakan bahwa

fotosintesis adalah suatu proses mendasar yang sangat penting untuk tanaman
hortikultura, karena 90-95 % dari berat basah tanaman merupakan hasil langsung

. dari aktivitas fotosintesis.

6 C02 + 6 H20

sinar matahari

- - - - - - - - - - ->

C6H1206+602 .....(4)

khlorofil
enzim
Fotosintesis adalah suatu proses metaholisme turnbuh-tumbuhan berhijau daun
yang sangat dinamis, tanggap terhadap panjangnya h& dan faktor-faktor iklim.
Kemampuan melepaskan 0 2 tergantung kepada tumbuhan hijau yang mempunyai chlorofil tinggi, dan laju fotosintesis tinggi dengan titik kompensasi
cahaya rendah. Monteith (1990) mengemukakan bahwa fotosintesis pada tanam-

an yang tumbuh normal akan menggunakan semua C02 pada lapisan 30 meter diatas tanaman dalam sehari. Odum (1976) menunjukkan bahwa produktivitas daripada efisiensi fotosintesis menjadi penting untuk kelangsungan hidup populasi
tumbuhan. Menurut Grey and Deneke (1976) setiap tahun vegetasi di bumi ini
mempersenyawakan sekitar 150.000 juta ton C02 dan 25.000 juta ton bidrogen

-

dengan membebaskan 400.000 juta ton 0 2 ke atmosfu, serta menghasilkan
450.000 juta ton zat-zat organik. Setiap jam 1 ha daun-daun hijau menyerap 8 kg
C02 yang ekuifalen dengan C02 yang dihembuskan oleh tufas manusia sekitar

200 orang dalam walctu yang sama sebagai hasil pernafasannya. 0 2 sebagai hasil
fotosintesis sebagian dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan untuk berjalannya
proses respirasi (pernafasan). Pada proses respirasi justru memerlukan 0 2 dan
menghasilkan C02. Seperti yang dikemukakan oleh Soemanvoto (1991) bahwa
pada fase pertumbuhan, tumbuhan atau sekumpulan tumbuhan seperti hutan, laju
fotosintesis (P) lebih besar daripada proses pemafasan (R), sehingga PIK = > 1.
Pada fase ini laju pengikatan C02 lebih besar daripada laju ernisi C02, sehingga

..

hutan mengurangi kadar C02 dalam atrnosfir. Akan tetapi makin besar hutan,
semakin banyak daun yang ternaungi dan semakin besar pula proporsi bagian

FUNGSIONAL
lansekap)

Peneduh, pembataslpenqarah,
pembentuk ruang, 'pewangi' ,
perlindungan, pengindah,
rekreasi, pendidlkan, sosbudl
sosek/politik, kesehatan:

Warna, bentuk, terkstur: tajuk
daun, batangl cabanq/akar
buahlbunqa, aroma

KONSEPTUAL:
Perencanaan
Pelaksanaan
Pe~elibaraan

PENGBIJAUAN
yang memenuhi aspek
PELESTARIAN
keseinbangan ekologis,
edapis/penyetinbang alau,
010-hidrologi, ikliu nikro

- PUNGSIONAL (fung- PELESTARIAN LINGKrmGAN (ekologis)

- KLASIPIKASI
HEHILIE
JENIS

1. Bortikultural/ekologikal:

- Syarat tumbuh dan toleransi
-

terhadap: suhu, air, hama,
penyakit,cahaya, tanah, anqin,
peaanqkasan, pencemaran
Sifat penyebaran bunqalbuah
Sifat adaptasi, perbanyakan,
pemindahan, qugur daun

2. Pisik:
Tujuan, ukuran dewasa, kecepatan tunbuh, sifat ueur, bentuk
tekstur, warna, aroma, syarat
budidaya.

Gambar 4. Model penghijauan yang konseptual