Evaluasi morfologi mikrokapsul tersalut alginat-kitosan yang mengandung IgG anti-Escherichia coli asal kolostrum sapi

ABSTRAK
AMANDA THALITA PRIMA LIA. Evaluasi Morfologi Mikrokapsul Tersalut
Alginat-Kitosan yang Mengandung IgG Anti-Escherichia coli Asal Kolostrum
Sapi. Dibimbing oleh BAYU FEBRAM PRASETYO dan ANITA ESFANDIARI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi morfologi mikrokapsul tersalut
alginat-kitosan yang mengandung imunoglobulin G (IgG) anti-Escherichia coli (E.
coli) asal kolostrum sapi. Penelitian ini menggunakan IgG anti E. coli murni yang
diperoleh dari kolostrum dari induk sapi yang telah divaksinasi dengan vaksin E.
coli polivalen pada trimester akhir kebuntingan. Imunoglobulin G anti E. coli
murni diperoleh melalui purifikasi, kemudian dikemas dalam bentuk mikrokapsul
tersalut alginat-kitosan. Pembuatan mikrokapsul tersalut kitosan-alginat dilakukan
menggunakan metode ekstruksi, menggunakan Microencapsulator, dengan waktu
penyalutan selama 30 dan 60 menit. Mikrokapsul kemudian dievaluasi
menggunakan Scanning Electron Microscope. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa pada mikrokapsul berisi IgG anti E. coli dengan waktu penyalutan 60
menit menghasilkan mikrokapsul yang lebih baik dibandingkan dengan waktu
penyalutan 30 menit. Secara mikroskopis tidak ada perbedaan bentuk antara
mikrokapsul yang disalut dengan larutan kitosan 1% dengan waktu penyalutan 30
dan 60 menit. Dapat disimpulkan, mikrokapsul berisi IgG anti E. coli tersalut
kitosan-alginat dengan waktu penyalutan 60 menit menghasilkan permukaan
mikrokapsul yang lebih baik dibandingan dengan waktu penyalutan 30 menit.

Kata kunci: kolostrum, IgG, mikrokapsul, alginat, kitosan, SEM

ABSTRACT
AMANDA THALITA PRIMA LIA. The Evaluation of Coated Alginate-Chitosan
Microcapsules Morphology Consist of IgG Anti-Escherichia coli Derived from
Bovine Colostrum. Supervised by BAYU FEBRAM PRASETYO and ANITA
ESFANDIARI.
The objective of this experiment was to evaluate the morphology of alginatechitosan coated microcapsule consist of anti E. coli IgG derived from bovine
colostrum. Pure IgG anti E. coli were obtained from colostrum collected from
cows vaccinated by polyvalent E. coli vaccine. The IgG were purified and packed
in form of alginate chitosan coated microcapsule. The microcapsules were made
by extruction method, using Microencapsulator with 30 and 60 minutes coating
time in chitosan, respectively. Microcapsules then be evaluated by using Scanning
Electron Microscope. Results of the experiment indicated that there was no
significant different in the formation of microcapsules between 30 and 60 minutes
coating time. The microscopic evaluation has indicated the smoother surface of
microcapsules coated in 60 minutes . In conclusion, the IgG microcapsules with
the 60 minutes coating time better than of those coated in 30 minutes.
Keywords: colostrum, IgG, micrcapsule, alginate, chitosan, SEM


EVALUASI MORFOLOGI MIKROKAPSUL TERSALUT
ALGINAT-KITOSAN YANG MENGANDUNG IgG ANTI
Escherichia coli ASAL KOLOSTRUM SAPI

AMANDA THALITA PRIMA LIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Morfologi
Mikrokapsul Tersalut Alginat-Kitosan yang Mengandung IgG Anti-Escherichia
coli Asal Kolostrum Sapi. adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015
Amanda Thalita Prima Lia
NIM B04100050

ABSTRAK
AMANDA THALITA PRIMA LIA. Evaluasi Morfologi Mikrokapsul Tersalut
Alginat-Kitosan yang Mengandung IgG Anti-Escherichia coli Asal Kolostrum
Sapi. Dibimbing oleh BAYU FEBRAM PRASETYO dan ANITA ESFANDIARI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi morfologi mikrokapsul tersalut
alginat-kitosan yang mengandung imunoglobulin G (IgG) anti-Escherichia coli (E.
coli) asal kolostrum sapi. Penelitian ini menggunakan IgG anti E. coli murni yang
diperoleh dari kolostrum dari induk sapi yang telah divaksinasi dengan vaksin E.
coli polivalen pada trimester akhir kebuntingan. Imunoglobulin G anti E. coli
murni diperoleh melalui purifikasi, kemudian dikemas dalam bentuk mikrokapsul
tersalut alginat-kitosan. Pembuatan mikrokapsul tersalut kitosan-alginat dilakukan
menggunakan metode ekstruksi, menggunakan Microencapsulator, dengan waktu
penyalutan selama 30 dan 60 menit. Mikrokapsul kemudian dievaluasi

menggunakan Scanning Electron Microscope. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa pada mikrokapsul berisi IgG anti E. coli dengan waktu penyalutan 60
menit menghasilkan mikrokapsul yang lebih baik dibandingkan dengan waktu
penyalutan 30 menit. Secara mikroskopis tidak ada perbedaan bentuk antara
mikrokapsul yang disalut dengan larutan kitosan 1% dengan waktu penyalutan 30
dan 60 menit. Dapat disimpulkan, mikrokapsul berisi IgG anti E. coli tersalut
kitosan-alginat dengan waktu penyalutan 60 menit menghasilkan permukaan
mikrokapsul yang lebih baik dibandingan dengan waktu penyalutan 30 menit.
Kata kunci: kolostrum, IgG, mikrokapsul, alginat, kitosan, SEM

ABSTRACT
AMANDA THALITA PRIMA LIA. The Evaluation of Coated Alginate-Chitosan
Microcapsules Morphology Consist of IgG Anti-Escherichia coli Derived from
Bovine Colostrum. Supervised by BAYU FEBRAM PRASETYO and ANITA
ESFANDIARI.
The objective of this experiment was to evaluate the morphology of alginatechitosan coated microcapsule consist of anti E. coli IgG derived from bovine
colostrum. Pure IgG anti E. coli were obtained from colostrum collected from
cows vaccinated by polyvalent E. coli vaccine. The IgG were purified and packed
in form of alginate chitosan coated microcapsule. The microcapsules were made
by extruction method, using Microencapsulator with 30 and 60 minutes coating

time in chitosan, respectively. Microcapsules then be evaluated by using Scanning
Electron Microscope. Results of the experiment indicated that there was no
significant different in the formation of microcapsules between 30 and 60 minutes
coating time. The microscopic evaluation has indicated the smoother surface of
microcapsules coated in 60 minutes . In conclusion, the IgG microcapsules with
the 60 minutes coating time better than of those coated in 30 minutes.
Keywords: colostrum, IgG, micrcapsule, alginate, chitosan, SEM

EVALUASI MORFOLOGI MIKROKAPSUL TERSALUT
ALGINAT-KITOSAN YANG MENGANDUNG IgG ANTI
Escherichia coli ASAL KOLOSTRUM SAPI

AMANDA THALITA PRIMA LIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas berkat dan
limpahan rahmat serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Evaluasi Morfologi Mikrokapsul Tersalut Alginat-Kitosan yang
Mengandung IgG Anti-Escherichia coli Asal Kolostrum Sapi”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Bayu Febram Prasetyo
MSi Apt selaku pembimbing pertama, ibu Dr drh Anita Esfandiari MSi selaku
pembimbing kedua dan ibu Dr Drh Sri Murtini MSi yang senantiasa memberikan
arahan, dorongan semangat, dan doa kepada penulis selama melaksanakan
penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih tak terhingga untuk orang tua dan
keluarga yang telah mendukung secara moril dan materil. Serta tak lupa untuk
Dini Nurwahyuni (rekan sepenelitian dan mouster), Donny Artika, mouster (Shine
dan Shovia), Intan Pandini, M. Zaenal Abidin Mursyid, Chillis (Nafisatul dan
Riena) dan teman-teman Acromion 47 yang telah membantu penulis dalam
menyusun skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.


Bogor, Januari 2015
Amanda Thalita Prima Lia

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Mikrokapsul

2

Kolostrum

3

Imunoglobulin Kolostrum Sapi

4


Escherichia coli

5

Diare

5

METODE

6

Bahan

6

Alat

6


Prosedur

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

9
11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA


11

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR GAMBAR

1
2
3

Bentuk mikrokapsul dengan dengan konsentrasi alginat-kolostrum 1:1
Fotomikrograf mikrokapsul blanko dan berisi IgG anti-E.coli
Fotomikrograf scanning electron microscope

10
10
11

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anak sapi (pedet) yang baru lahir dilindungi oleh imunitas pasif yang
berasal dari induk agar terhindar dari paparan faktor eksternal. Imunitas pasif
yang berasal dari induk tergantung dari jenis plasenta yang dimiliki oleh masingmasing hewan. Plasenta sapi memiliki struktur yang terpisah antara aliran darah
maternal dan fetus sehingga menyebabkan pedet terlahir tanpa immunoglobulin
(Ig) atau agammaglobulinemia. Pedet sepenuhnya bergantung pada absorpsi
kolostrum untuk memperoleh kekebalan yang cukup sehingga dapat terlindung
dari organisme patogen sampai pedet mampu mensintesis pertahanan imunitas
aktifnya sendiri, yaitu pada umur 3–4 minggu (Godden 2008).
Kolostrum adalah sekresi yang dihasilkan oleh kelenjar ambing mamalia
pada tahap akhir kebuntingan sampai tiga hari setelah melahirkan, berwarna
kekuningan dengan konsistensi kental (Tizard 2004). Kolostrum merupakan
sumber imunoglobulin (antibodi) alami yang sangat besar . Menurut Esfandiari et
al. (2004), fungsi kolostrum bagi hewan ruminansia adalah sebagai penyedia
antibodi untuk kepentingan imunisasi pasif dari induk kepada anaknya yang baru
lahir. Quigley et al. (2002) melaporkan bahwa kebutuhan kolostrum seringkali
tidak terpenuhi dengan baik sehingga menyebabkan kegagalan transfer imunitas
pasif pada pedet neonatus. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
level morbiditas dan mortalitas pada pedet.
Escherichia coli (E. coli) merupakan salah satu bakteri penyebab
kolibasilosis pada pedet, terutama pada periode neonatal. Agen infeksius ini
memiliki banyak serotipe, dan serotipe yang banyak terdapat di lapangan adalah
Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) K99, F41 atau K99F41. Escherichia
coli K99 merupakan bakteri penting karena menyebabkan diare yang mematikan
pada pedet. Prevalensi diare pada pedet sapi perah berkisar antara 20–31% dengan
mortalitas 65–85%. Tingginya mortalitas pada pedet penderita diare sangat
merugikan bagi peternak. Kerugian yang timbul karena penyakit ini tidak hanya
berupa kematian, namun juga meningkatnya biaya pengobatan dan perawatan,
penurunan berat badan serta terganggunya pertumbuhan (Supar 2001).
Hasil penelitian Esfandiari et al. (2007) menunjukkan bahwa
imunoglobulin G (IgG) spesifik anti E. coli asal kolostrum berpotensi untuk
dikembangkan di lapangan. Kolostrum sapi perah berpotensi sebagai pabrik
biologis untuk memproduksi zat kebal terhadap berbagai macam penyakit untuk
kepentingan hewan maupun manusia. Menurut Esfandiari et al. (2011), IgG pada
kolostrum menunjukkan efektifitasnya melawan ETEC.
Stabilitas antibodi (IgG) sangat dipengaruhi oleh lingkungan saluran
pencernaan seperti enzim pepsin dan tripsin (Kovacs-Nolan et al. 2005). Aktivitas
biologis IgG akan menurun dan IgG akan rusak oleh kondisi lingkungan saluran
pencernaan, terutama rendahnya pH (keasaman lambung) dan digesti enzim
pepsin (Esfandiari et al 2008). Hal ini menyebabkan IgG tidak efektif dalam
mengontrol kasus diare akibat E. coli pada pedet lepas sapih apabila diberikan
per-oral. Teknik mikroenkapsulasi diharapkan dapat melindungi IgG dari

2

kerusakan karena pengaruh lingkungan saluran pencernaan, sehingga dapat
menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mikrokapsul yang mengandung
IgG anti-E.coli asal kolostrum sapi tersalut alginat-kitosan melalui pengamatan
morfologi mikrokapsul. Morfologi yang diamati meliputi bentuk, ukuran, dan
keadaan permukaan mikrokapsul.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
morfologi mikrokapsul tersalut alginat-kitosan yang mengandung IgG anti-E.coli
sehingga didapatkan gambaran tentang karakteristik mikrokapsul.

TINJAUAN PUSTAKA
Mikrokapsul
Mikrokapsul merupakan partikel kecil berbentuk bulat yang berisi
senyawa aktif atau bahan inti yang dibungkus atau disalut oleh suatu lapisan
(Jadupati et al. 2012). Enkapsulasi dibedakan menjadi dua, yaitu
makroenkapsulasi dan mikroenkapsulasi. Kedua proses dibedakan berdasarkan
ukuran kapsul yang dihasilkan (Uludag et al. 2000). Mikroenkapsulasi adalah
suatu proses pelapisan/penyalutan partikel kecil dari zat padat atau zat cair
maupun zat terdispersi menggunakan bahan polimer untuk menghasilkan suatu
partikel kecil dengan ukuran berkisar antara 1–500 m (Sabitha et al. 2010).
Beberapa jenis bahan yang dapat digunakan sebagai penyalut meliputi gum (gum
arabic, sodium alginate, carrageenan), karbohidrat (pati, dextran, sukrosa),
selulosa (carboxymethylcellulose, methycellulose), lipida (bees wax, stearic acid,
phospholipids), dan protein (gelatin, albumin) (Jyothi et al. 2012).
Alginat adalah polisakarida anionik yang diperoleh dari ekstraksi alga
cokelat (Macrocytis pyrifera) dan merupakan kopolimer yang terdiri atas residu
asam β (1,4)-D-manuronat (M) dan asam α (1,4)-L-guluronat (G) (Saether et al.
2008). Alginat telah banyak digunakan dalam proses enkapsulasi karena sifatnya
yang biokompatibel dan ekonomis (Friedli dan Schlager 2005). Gombotz dan
Wee (1998) menyebutkan bahwa keunggulan lain dari alginat adalah sebagai
berikut : (i) matriks alginat relatif bersifat tahan terhadap lingkungan berair; (ii)
proses enkapsulasi pada suhu ruang bebas dari pelarut organik; (iii) porositas gel
yang tinggi memungkinkan laju difusi yang tinggi dari makromolekul; (iv)
memiki kemampuan untuk mengontrol porositas dengan prosedur coating yang
sederhana; (v) peleburan atau biodegradasi dari sistem dalam keadaan fisiologis
yang normal. Menurut Wong et al. (2003), matriks alginat terdiri dari struktur kisi
terbuka yang membentuk butiran-butiran berpori. Butiran-butiran tersebut

3

memiliki kapasitas retensi rendah untuk proses enkapsulasi pada berat molekul
yang rendah dan obat larut air.
Kitosan merupakan biopolimer polikationik yang tersusun dari unit
berulang 2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa yang terhubung oleh ikatan β-(1,4).
Kitosan berasal dari kitin dengan alkaline deacylation yang telah lama digunakan
untuk memperkuat microsphere alginat yang didasari oleh interaksi elektrostatik
antara karboksilat grup alginat dan grup kitosan (Xu et al. 2007).
Kitosan bersifat alami, biodegradabel, biokompatibel, dan tidak beracun
bagi tubuh. Kitosan merupakan polimer bermuatan positif sehingga dapat
membentuk ikatan silang dengan polimer anionik yaitu polimer yang bermuatan
negatif diantaranya adalah alginat, karagenan, dan karboksimetil selulosa.
Penggunaan sistem penyalut berganda alginat-kitosan dapat mengurangi porositas
dan meningkatkan kestabilan kapsul yang dihasilkan (Silva et al. 2006). Chavarri
et al. (2010) menyebutkan bahwa komplek alginat-kitosan dapat menurunkan
porositas butiran alginat dan mengurangi kebocoran enkapsulasi dan selebihnya
mampu bertahan stabil pada bebagai macam kondisi pH.
Mikrokapsul yang lebih efektif untuk mentranspor obat, dibuat dengan
menggunakan kombinasi antara alginat dan kitosan. Interaksi antara alginat dan
kitosan membentuk polyelectrolyte complex melalui ikatan ionik. Polyelectrolyte
complex yang terbentuk dari keduanya telah banyak digunakan sebagai media
perantara untuk mengontrol pelepasan obat (Xu et al. 2007). Penyalutan
mikrokapsul alginat dengan kitosan dapat meningkatkan stabilitas dari butiran
alginat dan kemudian akan meningkatkan viabilitas dari organisme dalam
mikrokapsul (Krasaekoopt et al. 2004). Matriks enkapsulasi dapat menyediakan
penghalang fisik terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim seperti pembekuan
dan segala unsur yang ditemui selama melewati lambung (Champagne dan
Kailasapathy 2008). Hal tersebut memungkinkan mikrokapsul dapat mencapai
usus dan terjadi degradasi kitosan oleh mikroflora usus serta pelarutan gel alginat,
dengan cara perombakan ion kalsium (Hejazi dan Amiji 2003).
Penelitian tentang enkapsulasi menggunakan bahan penyalut alginatkitosan telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilaporkan seperti obat-obatan
anti-tuberkulosis rifampicin, isoniazide, dan pyrazinamide (Sabitha et al. 2010),
ketoprofen (Sugita et al. 2010), dan kurkumin (Herdini et al. 2010). Enkapsulasi
pada materi biologis pernah dilakukan terhadap hemoglobin (Silva et al. 2006)
dan sel hidup seperti sel bakteri (Mandal et al. 2006) serta pulau-pulau
Langerhans menggunakan polietilen glikol (Teramura dan Iwata 2009).
Kolostrum
Kolostrum merupakan sekresi yang dihasilkan oleh kelenjar ambing
mamalia pada tahap akhir kebuntingan sampai tiga hari setelah melahirkan,
berwarna kekuningan dan berkonsistensi kental (Tizard 2004). Menurut Lazzaro
(2000), kolostrum mulai diproduksi pada 3–6 minggu sebelum induk sapi
melahirkan (periode kering kandang). Kolostrum disimpan dalam kelenjar ambing
selama 2–7 hari terakhir masa kebuntingan dan diekskresikan pada 2–3 hari
pertama setelah induk sapi melahirkan. Menurut Blum dan Hammon (2000),
periode pelepasan kolostrum berakhir sekitar satu minggu setelah induk sapi
melahirkan.

4

Absorpsi imunoglobulin kolostrum hanya terjadi pada periode waktu yang
singkat dan terbatas. Hilangnya kemampuan absorpsi, berhubungan dengan
perkembangan saluran pencernaan pada sel-sel epitel intestinal dan penggantian
populasi sel (Penchev 2008). Asupan kolostrum pada jam-jam pertama setelah
kelahiran sangat penting untuk meningkatkan ketahanan spesifik dan non-spesifik
pedet terhadap patogen berbahaya yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan,
pernapasan dan gangguan lain pada periode setelah lahir (Penchev 2008). Periode
kolostrum menggambarkan waktu yang penting dari transfer imunitas pasif dari
induk ke pedet neonatus sehingga hewan yang baru lahir mendapatkan
perlindungan yang baik terhadap serangan penyakit (Zarcula et al. 2008).
Menurut Penchev (2008), konsentrasi maksimum IgG dalam kolostrum
mencapai maksimum selama 24 jam dan kemudian akan berkurang pada hari ke-5
sampai ke-12 setelah induk partus. Imunoglobulin diserap oleh mukosa usus halus
pedet neonatus dengan cara pinositosis dalam waktu yang singkat yaitu 8–12 jam
setelah lahir. Belli (2009) menambahkan bahwa kemampuan permeabilitas pada
mukosa usus pedet tersebut akan berkurang dan menjadi impermeable setelah jam
ke-36. Suksesnya transfer imunitas pasif dapat diukur melalui konsentrasi IgG
dalam serum pedet pada 24–48 jam setelah lahir.
Waktu penyerapan dari berbagai jenis imunoglobulin bervariasi pada pedet
neonatus. Penyerapan IgG pada pedet neonatus akan berakhir setelah 27 jam,
sedangkan IgA setelah 16 jam setelah lahir (Penchev 2008). Penurunan
konsentrasi IgG kolostrum terjadi secara serempak, disebut sebagai periode
intestinal closure, yang terjadi pada 24 jam atau 1 hari pertama setelah lahir (Belli
2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian kolostrum pada 1 jam
pertama setelah lahir kepada neonatus sangat penting, mengingat mukosa (epitel)
usus akan menurun kemampuannya untuk mengabsorbsi IgG secara utuh seiring
dengan bertambahnya umur pedet (Penchev 2008).
Salah satu hal yang membedakan kolostrum dengan susu sapi adalah
tingginya kadar immunoglobulin dalam kolostrum. Kolostrum sapi mengandung
komponen utama IgG, yang dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan
kualitas kolostrum (Waterman 1998). Menurut Godden (2007), banyaknya
kolostrum yang diperlukan oleh hewan neonatus tergantung dari kualitas
kolostrum yang dikonsumsi. Kualitas imunoglobulin dalam kolostrum yang
dihasilkan tergantung pada musim, ras sapi, umur induk, kesehatan kelenjar
ambing, waktu pemerahan setelah partus, periode kering kandang dan kemampuan
mengatasi infeksi oleh antigen (Jaster 2005).
Imunoglobulin Kolostrum Sapi
Antibodi adalah molekul glikoprotein yang bersirkulasi dalam darah,
berperan di dalam pencegahan dan pengobatan suatu penyakit karena dapat
bereaksi dengan antigen yang merangsang pembentukannya. Antibodi memiliki
kemampuan berikatan secara khusus dengan antigen serta mempercepat
penghancuran dan penyingkiran antigen. Molekul ini disintesis oleh sel plasma
(sel limfosit B) sebagai respon kekebalan terhadap suatu antigen dan bersifat
spesifik terhadap antigen tersebut (Tizard 2004). Berdasarkan ukuran molekul,
waktu paruh di dalam plasma, kandungan karbohidrat, dan aktivitas biologi,
antibodi dikelompokkan menjadi IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD. Antibodi yang

5

paling berlimpah di dalam sirkulasi darah adalah imunoglobulin gamma (IgG)
(Kuby 2004). Kandungan IgG dalam kolostrum bervariasi antar-breed, dengan
konsentrasi berkisar antara 18–92 mg/ml (Butler dan Kehrli 2005).
Imunoglobulin dalam kolostrum sapi terdiri dari tiga kelas utama yaitu
IgG, IgM, dan IgA. Imunoglobulin utama di dalam kolostrum hewan domestik
pada umumnya adalah IgG, berkisar antara 65–90% dari total antibodi, sedangkan
kandungan IgA dan imunoglobulin lainnya hanya sedikit (Tizard 2004).
Imunoglobulin G terdiri dari dua macam sub-kelas yaitu IgG1 dan IgG2. Jenis
imunoglobulin terbanyak adalah IgG, terutama IgG1, yang mempunyai persentase
sebesar 90% dari total imunoglobulin dalam kolostrum, dan sisanya IgG2
(Ontsuka et al. 2003). Imunoglobulin G1 merupakan antibodi utama yang berperan
dalam pengaturan respon kekebalan sekunder dan terlibat dalam kekebalan pasif
pada anak yang baru dilahirkan. Imunoglobulin G2 berperan dalam fiksasi
komplemen, mediator sitokinisitas sel neutrofil PMN (polymorphonuclear) dan
presipitasi antigen (Roitt et al. 1998).
Escherichia coli
Escherichia coli (E. coli) adalah spesies bakteri yang berasal dari genus
Escherichia yang terdiri dari sebagian besar bakteri batang gram negatif yang
motil dan tergabung dalam famili Enterobacteriaceae. Escherichia coli
merupakan bakteri fakultatif anaerob yang banyak ditemukan sebagai flora alami
dalam kolon manusia (Kaper et al. 2004). Bakteri E. coli dapat membentuk koloni
pada saluran pencernaan manusia maupun hewan dalam beberapa jam setelah
kelahiran. Faktor predisposisi pembentukan koloni meliputi rendahnya populasi
mikroflora dalam tubuh, rendahnya kekebalan tubuh, faktor stres, pakan, dan
infeksi agen patogen lain. Kebanyakan E. coli memiliki virulensi yang rendah dan
bersifat oportunis (Songer dan Post 2005).
Strain E. coli patogen yang menyebabkan penyakit pada saluran
pencernaan dibedakan menjadi enam golongan, yaitu Escherichia coli
enterotoksigenik (ETEC), Escherichia coli enteroinvasif (EIEC), Escherichia coli
enteropatogenik (EPEC), Escherichia coli enterohemorhagik (EHEC),
Escherichia coli enteroagregatif (EAEC), dan diffusely adherent Escherichia coli
(DAEC) (Kaper et al. 2004). Golongan ETEC merupakan penyebab diare
enterotoksigenik pada mamalia muda, seperti anak sapi, anak babi, dan anak
domba. Gejala klinis yang muncul antara lain diare, dehidrasi, asidosis, bahkan
kematian (Hanif et al. 2003). Faktor yang mempengaruhi infeksi ETEC pada
inang, yaitu umur, pH lambung, dan kehadiran antibodi spesifik terhadap
permukaan antigen ETEC (Supar 2001).
Diare
Diare disebabkan oleh beberapa macam mikroorganisme, salah satunya
Escherichia coli (E. coli). Escherichia coli merupakan salah satu bakteri penyebab
kolibasilosis pada anak sapi, terutama pada periode neonatal. Agen infeksius ini
memiliki banyak serotipe, dan serotipe yang banyak terdapat di lapangan adalah E.
coli Enterotoksigenik (ETEC) K99, F41 atau K99F41. Golongan ETEC
merupakan penyebab diare enterotoksigenik pada mamalia muda seperti anak

6

sapi, anak babi, dan anak domba. Mekanisme infeksi ETEC di dalam tubuh yaitu
ETEC menempel pada sel enterosit melalui pili (fimbriae). Esherichia coli
enterotoksigenik kemudian berproliferasi dan berkolonisasi pada mukosa usus
sehingga terjadi peningkatan jumlah ETEC di dalam saluran pencernaan dan
muncul lesio. Diare terjadi karena dinding usus mengalami kerusakan dan
menghalangi reabsorbsi cairan (Biowey dan Weaver 2003).
Diare dibagi menjadi dua kategori, yaitu diare yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan nutrisi (non-infeksius) dan diare yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme (infeksius). Diare non-infeksius biasanya disebabkan akibat
adanya perubahan yang mendadak dari program pemberian pakan. Diare infeksius
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, dan protozoa. Oleh sebab itu, identifikasi
terhadap sumber penyebab diare merupakan sebuah langkah penting dalam
membuat program pencegahan diare. Beberapa bakteri yang berperan terhadap
infeksi ini yaitu E. coli, Salmonella sp, dan Clostridium sp. Diare infeksius
merupakan masalah yang sering terjadi, terutama pada sapi pedet. Menurut
Priyadi dan Natalia (2005), dari anak sapi perah yang mengalami gejala diare,
berhasil diisolasi kuman E. coli, coliform dan C. perfringens.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Balai Besar
Penelitian Veteriner (BBALITVET) Bogor; Laboratorium Patologi Klinik Divisi
Penyakit Dalam, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi FKH IPB;
Laboratorium Terpadu FKH IPB; Laboratorium Reproduksi, Balai Penelitian
Ternak (BALITNAK) Ciawi, Bogor; dan Laboratorium Mikroskopik, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong. Penelitian dilaksanakan selama enam
bulan, mulai akhir bulan Maret sampai dengan akhir bulan September 2014.
Bahan
Bahan yang digunakan meliputi sampel kolostrum sapi, amonium sulfat,
akuabides steril, buffer saline phosphate (PBS), larutan Bradfort, sodium alginat,
kitosan, CaCl2, NaOH, akuades, Caccodylate buffer, larutan glutaraldehid 2,5%,
tannic acid 2%, alkohol 50%, alkohol 70%, alkohol 95%, alkohol 85%, tert
butanol, alkohol absolut (96%).
Alat
Alat yang digunakan meliputi tabung mikrosentrifus, centrifuge, tabung
dialisis membran selulosa, benang nylon, vortex, alat Microencapsulator BUCHI
B-390®, pH meter, mikroskop cahaya, gelas obyek, beaker glass, stirrer, magnet
stirrer, batang pengaduk kaca, mikropipet, gelas ukur 100 ml, timbangan, kertas
perkamen tabung erlenmeyer, alat penyaring, coaxial air compressor, aluminium
foil, gelas arloji, timer, kamera digital, mikroskop Scanning Electron Microscope
JEOL JSM-5310LV.

7

Prosedur
Preparasi dan Koleksi Kolostrum
Kolostrum yang digunakan berasal dari induk sapi Friesian Holstein (FH)
yang divaksin pada saat bunting trimester akhir dengan vaksin E. coli polivalen
yang berisi antigen O157 dan O9, 101, enterotoksigenik E. coli K99 dan F41
inaktif yang diemulsikan dalam alhidrogel. Kolostrum yang mengandung anti E.
coli K-99 dikoleksi sesegera mungkin setelah induk sapi melahirkan (Esfandiari et
al. 2008). Sampel kolostrum kemudian dipreparasi untuk pembuatan mikrokapsul
kolostrum anti E. coli K-99.
Purifikasi Kolostrum
Presipitasi amonium sulfat merupakan metode yang sering digunakan
untuk memurnikan antibodi dengan mengubah kelarutan dari serum atau
hibridoma supernatan. Prinsip pengendapan amonium sulfat terletak pada salting
out protein dari solusi (Grodzki dan Berenstein 2010).
Teknik purifikasi yang digunakan yaitu presipitasi garam (presipitasi
dengan 40% amonium sulfat jenuh). Kolostrum yang mengandung antiEscherichia coli masing-masing sebanyak 300 ml dihomogenkan dengan stirrer,
kemudian ditambahkan amonium sulfat sedikit demi sedikit sebanyak 73 gr
sampai mengental dan homogen. Setelah itu, sampel kolostrum disentrifus dengan
kecepatan 5000 rpm pada suhu 4˚C selama 30 menit sampai terjadi pemisahan
antara supernatan dan pelet. Supernatan dan pelet kolostrum dimasukkan ke dalam
tabung yang berbeda dan diberi label. Pelet sampel kolostrum ditimbang sebanyak
25 gr lalu dilarutkan dalam 50 mL larutan PBS, dan dihomogenkan menggunakan
vorteks sampai homogen. Setelah itu supernatan dan pelet disimpan di dalam
lemari pendingin untuk selanjutnya dilakukan proses dialisis.
Sebelum dilakukan proses dialisis, disiapkan terlebih dahulu 4 liter larutan
PBS 1X dalam 4 tabung Erlenmeyer ukuran 1 liter, dan beberapa potongan tabung
dialisis membran sellulosa yang telah direndam dalam larutan PBS 1X. Setiap
potongan membran diambil dengan menggunakan sarung tangan dan salah satu
ujung dari membran tersebut diikat dengan benang nilon, setelah itu dimasukkan
sampel kolostrum baik supernatan maupun pelet pada masing-masing membran
sellulosa yang berbeda sesuai ukuran membran sellulosa dan diikat kembali
bagian ujung lainnya. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer
yang berisi larutan PBS 1X dan dihomogenkan menggunakan stirrer selama ±18
jam dengan dilakukan penggantian larutan PBS 1X pada 6 jam pertama.
Pergantian larutan PBS 1X dilakukan untuk mengeluarkan sisa amonium sulfat
yang digunakan dalam purifikasi, lalu sampel direndam kembali dalam larutan
PBS 1X selama semalam. Hasil proses dialisis ini berupa larutan IgG anti E. coli
murni yang berasal dari kolostrum sapi.

8

Pembuatan Mikrokapsul Tersalut Alginat-Kitosan
Pembuatan mikrokapsul dilakukan menggunakan metode ekstruksi, yaitu
mencampurkan larutan hidrokoloid seperti alginat dengan suspensi IgG anti E.
coli kemudian diekstruksi melalui jarum (nozzle) dalam bentuk butiran ke dalam
larutan pengeras seperti kalsium klorida (Krasaekoopt et al. 2003). Mikrokapsul
dibuat melalui beberapa persiapan, yaitu pembuatan mikrokapsul alginat-kitosan
blanko dan dilanjutkan dengan pembuatan mikrokapsul alginat-kitosan yang berisi
IgG anti E. coli.
Pembuatan Mikrokapsul Alginat-Kitosan Blanko
Larutan alginat 3% dicampur dengan aquades dengan perbandingan 1:1 (10
ml:10 ml) kemudian dihomogenkan menggunakan stirrer. Setelah larutan
homogen, dilakukan proses pembuatan mikrokapsul menggunakan alat
Microencapsulator BUCHI B-390® dengan ukuran nozzle 300, frekuensi 1000,
elektroda 650 dan pressure 209–210 kemudian ditampung dengan larutan CaCl2
yang sudah dihomogenkan dengan stirrer agar butiran mikrokapsul tidak saling
menempel satu sama lain. Butiran mikrokapsul tersebut dicuci dengan aquades
sebanyak tiga kali pengulangan kemudian direndam dalam larutan kitosan 1% pH
4.0 dengan lama perendaman 30 (IgG anti E. coli 30 menit) dan 60 menit (IgG
anti E. coli 60 menit). Pencucian dengan aquades dilakukan terhadap mikrokapsul
yang telah tersalut kitosan sebanyak lima kali pengulangan, lalu disimpan di
refrigerator dalam keadaan terendam aquades. Metode penyalutan dengan alginat
dan kitosan pada penelitian ini menggunakan two step method (Areekul et al.
2006).
Pembuatan Mikrokapsul Alginat-Kitosan berisi IgG
Larutan IgG anti E. coli (hasil purifikasi) dicampurkan dengan larutan
alginat 3% dengan perbandingan 1:1 (10 ml:10 ml) kemudian dihomogenkan
menggunakan stirrer. Setelah larutan homogen, dilakukan proses pembuatan
mikrokapsul menggunakan alat Microencapsulator BUCHI B-390® dengan
ukuran nozzle 300, frekuensi 1000, elektroda 650 dan pressure 432. Tahap
selanjutnya sama dengan metode pembuatan mikrokapsul blanko.
Pengamatan Morfologi Mikrokapsul
Ukuran partikel, bentuk dan morfologi permukaan mikrokapsul diamati
menggunakan scanning electron microscope (SEM). Sebelum dilakukan
pengamatan dengan SEM, terlebih dahulu sampel dipreparasi dalam suhu 4 C.
Tahapan-tahapan preparasi meliputi pembersihan, prefikasi, fiksasi, dehidrasi, dan
pengeringan. Preparasi diawali dengan pembersihan sampel yang direndam dalam
Caccodylate buffer selama kurang lebih 2 jam, lalu diagitasi dalam ultrasonic
cleanser selama 5 menit. Prefikasi dilakukan dengan memasukkan sampel ke
dalam larutan glutaraldehid 2,5% selama 2 hari (48 jam). Fiksasi dilakukan
dengan merendam sampel dalam tannic acid 2% selama 6 jam, lalu dicuci dengan
coccadylate buffer selama 5 menit dengan empat kali pengulangan. Tahapan
selanjutnya adalah dehidrasi dengan alkohol. Sampel direndam dalam alkohol
50% selama 5 menit sebanyak empat kali pengulangan, lalu direndam lagi dalam
alkohol 70% selama 20 menit. Perlakuan selanjutnya adalah dengan merendam
didalam alkohol 85% selama 20 menit, lalu perendaman dalam alkohol 95%

9

selama 20 menit dalam suhu ruang, perendaman dalam alkohol absolut selama 10
menit dengan dua kali pengulangan. Tahapan terakhir adalah pengeringan,
dimana sampel direndam dalam tert butanol selama 10 menit sebanyak dua kali
pengulangan. Sampel kemudian dibekukan dalam freezer sampai beku,
selanjutnya sampel dimasukkan dalam freezed drier sampai benar-benar kering
(Chavarri et al. 2010).
Setelah melalui tahapan preparasi, sampel sudah dalam keadaan kering dan
siap untuk dilakukan pengamatan morfologi dengan SEM. Mikrokapsul dianalisis
menggunakan SEM (JEOL JSM-5310LV). Sejumlah kecil mikrokapsul
disebarkan diatas glass stub. Glass stub yang berisi mikrokapsul selanjutnya
diletakkan pada chamber SEM dan dilapis (coating) dengan logam emas (Au)
menggunakan sputter coater SC 502. Scanning electron photomicrograps
dioperasikan dengan menggunakan tegangan akselerasi 20 Kv, tekanan chamber
0.01 mmHg dan pembesaran asli x600 (Sabitha et al. 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan inovasi bentuk sediaan farmasi yang dapat menunda
pelepasan obat merupakan teknologi baru yang masih dikembangkan dalam dunia
farmasi, seperti teknologi penyalutan sediaan mikrokapsul (Chella et al. 2010).
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan mikrokapsul dengan menggunakan
perbandingan konsentrasi alginat-IgG anti E. coli 1:1, 1:2 dan 2:1. Hasil terbaik
didapatkan pada perbandingan 1:1.
Morfologi mikrokapsul dapat memberikan gambaran sifat aliran dan
pelepasan zat aktif. Mikrokapsul yang banyak mengandung pori atau selaput
polimer tipis akan lebih cepat terurai dalam tubuh, oleh karena itu struktur
mikrokapsul dan keadaan permukaan kapsul penting untuk diketahui. Bentuk
mikrokapsul dapat diamati dengan mikroskop sedangkan keadaan permukaan dan
ukuran mikrokapsul dapat diamati dengan scanning electron microscope (SEM)
(Apparao et al. 2010).
Mikrokapsul disalut dengan larutan kitosan 1% selama 30 dan 60 menit.
Bentuk mikrokapsul yang didapatkan berupa butiran mikrokapsul dengan warna
transparan, berbentuk butiran bulat, dan konsistensi kenyal seperti jelly (Gambar
1). Tidak ada perbedaan bentuk mikroskopis yang jelas antara mikrokapsul yang
disalut dengan larutan kitosan 1% selama 30 menit dan 60 menit (Gambar 2).
Bentuk dipengaruhi oleh ukuran nozzle, frekuensi dan elektroda yang digunakan.
Selain itu bentuk mikrokapsul dapat dipengaruhi oleh banyaknya polimer
penyalut (Apparao et al. 2010).

10

Gambar 1 Bentuk mikrokapsul dengan dengan konsentrasi alginat-kolostrum 1:1

Gambar 2 Fotomikrograf mikrokapsul blanko (kiri) dan berisi IgG anti E. coli
(kanan)
Ukuran butiran mikrokapsul yang dihasilkan tergantung pada diameter
nozzle dan jarak jatuhnya droplet pada larutan CaCl2 (Krasaekoopt et al. 2003).
Ukuran mikrokapsul blanko dengan waktu penyalutan 30 menit dan 60 menit
yaitu 50 mikron sedangkan untuk mikrokapsul berisi IgG anti E. coli sebesar 100
mikron (Gambar 3). Ukuran mikrokapsul blanko lebih kecil karena dalam rongga
inti kosong, tidak mengandung IgG anti E. coli (tidak bermateri).
Hasil mikroskopik scanning electron microscope pada mikrokapsul blanko
menunjukkan permukaan kasar, terdapat serat panjang dan lubang (gyrus) yang
jelas. Pada mikrokapsul berisi IgG anti E. coli dengan waktu penyalutan 30 menit
dan 60 menit menunjukkan permukaan lebih halus dibandingkan dengan
mikrokapsul blanko (Gambar 3). Kehalusan ini kemungkinan disebabkan oleh inti
mikrokapsul yang berisi IgG anti E. coli sehingga dinding permukaan tidak
melipat ke dalam. Berbeda kondisi dengan mikrokapsul blanko yang intinya tidak
berisi sehingga dinding permukaan dengan mudah dapat melipat ke dalam
sehingga permukaan terlihat kasar. Selain itu kehalusan permukaan juga
dipengaruhi oleh polimer yang digunakan. Polimer yang lebih banyak mampu
menutupi lubang-lubang serta serat yang terdapat pada permukaan mikrokapsul
(Marliasih 2011).

11

100 µm
100 µm

A

B

50 µm

50 µm

C

D

Gambar 3 Fotomikrograf scanning electron microscope: (A) mikrokapsul berisi
IgG anti E. coli dengan waktu penyalutan 30 menit, (B) mikrokapsul
berisi IgG anti E. coli dengan waktu penyalutan 60 menit, (C)
mikrokapsul blanko dengan waktu penyalutan 30 menit, dan (D)
mikrokapsul blanko dengan waktu penyalutan 60 menit

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil pengamatan menggunakan scanning electron microscope
menunjukkan bahwa pada mikrokapsul berisi IgG anti E. coli dengan waktu
penyalutan 60 menit menghasilkan mikrokapsul yang lebih baik. Tidak ada
perbedaan pada bentuk mikroskopis antara mikrokapsul yang disalut dengan
larutan kitosan 1% selama 30 dan 60 menit. Mikrokapsul berisi IgG anti E. coli
dengan waktu penyalutan 60 menit menghasilkan permukaan mikrokapsul yang
lebih baik dibandingan dengan waktu penyalutan 30 menit.
Saran
Perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut terhadap lamanya waktu penyalutan
mikrokapsul, dan evaluasi terhadap mikrokapsul dengan parameter kemampuan
disolusi mikrokapsul, stabilitas mikrokapsul, dan dosis pemberian.

12

DAFTAR PUSTAKA
Apparao B, Shivalingam M, Reddy YK, Sunitha N, Jyothibasu T, Shyam T. 2010.
Design and evaluation of sustain release microcapsule containing diclofenac
sodium. Int J of Pharm and Biomed Research 1(3):90–93.
Areekul W, Kruenate J, Prahsarn C. 2006. Preparation and in vitro of
mucoadhesive properties of alginate/chitosan microparticles containing
prednisolone. Int J Pharm. 312 (1-2): 113–118.
Belli H. 2009. Peran kolostrum dalam transfer imunitas pasif pada anak sapi baru
lahir. Wartazoa. 19(2): 76–83.
Biowey RW, Weaver AD. 2003. Color Atlas of Diseases and Disorders of Cattle
nd

2 Ed. USA (US): Eisevier Limited.
Blum JW, Hammon H. 2000. Colostrum effect on the gastrointestinal tract and on
nutritional, endocrine and metabolic parameter in neonatal calves. Livestock
Prod Sci. 66: 151–159.
Butler JE, Kehrli ME Jr. 2005. Immunoglobulins and immunocytes in the
mammary gland and its secretions. Di dalam: Mestecky J, Lamm M, Strober
W, Bienenstock J, McGhee JR, Mayer L. Mucosal Immunology 3rd ed.
Burlington (US): Elsevier Academic Press. Vol 2 hlm 1764–1793.
Champagne CP, Kailasapathy K. 2008. Controlled Release Technologies for
Targeted Nutrition. Cambridge (UK): Woodhead Publishing CRC Press. pp:
344–369.
Chavarri M, Izaskun M, Raquel A, Francisco CI, Florencio M, Maria DCV. 2010.
Microencapsulation of a probiotic and prebiotic in alginate-chitosan capsule
improves survival in simulated gastro-intestinal conditions. J of Food
Microbiol. 142:185–189.
Chella N, Yada KK, Vempati R. 2010. Preparation and evaluation of ethyl
cellulose microspheres containing diclofenac sodium by novel W/O/O
emulsion method. J of pharm sci and research. 2(12):884–888.
Esfandiari A, Widhyari SD, Hujarat A. 2011. Diare pada sapi neonatus yang
ditantang escherichia coli k-99. JIPI 16 (3)
Esfandiari A, Widhyari SD, Wibawan IWT, Murtini S, Febram. 2008. Produksi
kolostrum antivirus avian influenza dalam rangka pengendalian infeksi virus
flu burung. JIPI 13(2):69–79.
Esfandiari A, Widhyari SD, Wibawan IWT, Sajuthi D, Sutama IK. 2004.
Pemanfaatan keterlimpahan kolostrum sapi sebagai sumber imunoglobulin
pengganti dalam rangka transfer kekebalan pasif pada anak kambing neonatus.
Laporan Penelitian Hibah Bersaing X1/2. Lembaga Penelitian dan
Pemberdayaan Masyarakat, Bogor (ID). lnstitut Pertanian Bogor.
Esfandiari A, Widhyari SD, Wibawan IWT, Sajuthi D, Sutama IK. 2007. Produksi
kolostrum anti enteropatogen spesifik dalam rangka imunoterapi pasif guna
mencegah kematian neonatal akibat diare .Laporan Penelitian Hibah Bersaing
Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Bogor (ID). lnstitut
Pertanian Bogor.
Friedli AC, Schlager IR. 2005. Demonstrating encapsulation and release: a new
take on alginate complexation and the nylon rope trick. J Chem Educ 82:
1017–1020.

13

Godden S. 2007. Colostrum management for dairy calves [internet]. [diunduh
pada 2014 Okt 02].Tersedia pada: http://www.hint.no/calfmanagement/
foredrag/Proceedings_Calf_ Management.pdf
Godden S. 2008.Colostrum Management For Dairy Calves. J Vet Clin North Am
Food Anim Pract. 24: 19–39
Gombotz WR, Wee SF. 1998. Protein release from alginate matrices. Adv Drug
Deliv Rev. 31:267–85
Grodzki AC, Berenstein E. 2010. Antibody purification: ammonium sulphate
fractionation or gel filtration [internet].[diunduh pada 2014 Sept 25]. Tersedia
pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20012814
Hanif SK, Sumiarto B, Budiharta S. 2003. Prevalensi dan analisis faktor-faktor
infeksi escherichia coli pada peternakan sapi perah rakyat di kabupaten sleman.
J Sain Vet. 21: 50–54.
Hejazi R, Amiji M, 2003. Chitosan-based gastrointestinal delivery systems. J
Controlled Release. 89:151–165.
Herdini, Darusman LK, Sugita P. 2010. Disolusi mikroenkapsulasi kurkumin
tersalut gel kitosan-alginat-glutaraldehida. Makara 14: 57–62.
Jadupati M, Tanmay D, Souvik G. 2012. Microencapsulation: an indispensable
technology for drug delivery system. IRJP. 3(4): 8–13.
Jaster EH. 2005. Evaluation of quality, quantity and timing of colostrum feeding
on immunoglobulin G1absorption in Jersey calves. J Dairy Sci .88: 296–
302.
Jyothi SS, Seethadevi A, Prabha KS, Muthuprasanna P, Pavita P. 2012.
Microencapsulation: a review. IJPBS. 3(1):509–531.
Kaper JB, Nataro JP, Mobley HL. 2004. Pathogenic escherichia coli. Nat Rev
Microbiol. 2:123–140.
Kovacs-Nolan J, Phillips M, Mine Y. 2005. Advances in the value of eggs and
egg component for human health. J Agricult and Food Chem. 53: 8421–8431.
Krasaekoopt W, Bhandari B, Deeth H. 2003. Evaluation of encapsulation
techniques of probiotics for yoghurt. Int Dairy J. 3:3–13
Krasaekoopt W, Bhandari B, Deeth H. 2004. The influence of coating materials
on some properties of alginate beads and survivability of microencapsulated
probiotic bacteria. Int Dairy J. 14: 737–743.
th

Kuby J. 2004. Immunology 10 Ed. New York (US): WH Freeman.
Lazzaro J. 2000. Colostrum/supplementing colostrum. [internet]. [diunduh pada
2014 Juni 5]. Tersedia pada: http//wichway@saanendoah. com.
Mandal S, Puniya AK, Singh K. 2006. Effect of alginate concentrations on
survival of microencapsulated lactobacillus casei ncdc-298. Int Dairy J.
16:1190–1195.
Marliasih PH. 2011. Pembuatan dan Karakterisasi Mikrokapsul Natrium
Diklofenak menggunakan HPMCP HP-55 dan Eudragit L 100-55 sebagai
sediaan lepas tunda [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Ontsouka CE, Bruckmaier RM, Blum JW. 2003. Fractionized milk composi- tion
during removal of colostrum and mature milk. J of Dairy Scien. 86: 2005–2011.
Penchev G. 2008. Differences in chemical composition between cow colostrum
and milk. Bulg J Vet Med. 11(1):3−12.
Priyadi A, Natalia L. 2005. Bakteri penyebab diare pada sapi dan kerbau di
Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Juni 5]. Seminar Nasional Teknologi

14

Peternakan
dan
Veteriner
2005.
Tersedia
pada:
http//peternakan.litbang.deptan.go.id
Quigley JD, Kost CJ, Wolfe TM. 2002. Absorption of protein and IgG in calves
fed a colostrum supplement or replacer. J. Dairy Sci. 85:1243–1248.
Roitt IM, Brosstoff J, Male DK. 1998. Immunology. 5th Ed. London (UK): Mosby
International Ltd.
Sabitha P, Vijaya RJ, Ravindra RK. 2010. Desain and evaluation of controled
release chitosan-calsium alginate microcapsule of anti tubercular drugs for oral
use. Int J of Chem Tech Research. 2(1): 88–98.
Sæther HV, Hilde K. Holme HK, Maurstad G, Smidsrod O, Stokke BT. 2008.
Polyelectrolyte complex formation pusing alginate and chitosan. Carb Polym J.
74:813–821.
Silva CM, Riberio AJ, Figueiredo M, Ferreira D, Veiga F. 2006.
Microencapsulation of hemoglobin in chitosan-coated alginate microspheres
prepared by emulsification/internal gelation. AAPS J. 7: 903–912.
Songer JG, Post KW. 2005. Veterinary Microbiologi. Bacterial and Fungal Agent
of Animal Disease. USA (US) : Elsevier Saunders.
Sugita P, Napthaleni, Kurniati M, Wukirsari T. 2010. Enkapsulasi ketoprofen
dengan kitosan-alginat berdasarkan jenis dan ragam konsentrasi tween 80 dan
span 80. Makara 14(2):107–112.
Supar. 2001. Pemberdayaan plasma nutfah mikroba veteriner dalam
pengembangan peternakan: harapan vaksin Escherichia coli enterotoksigenik,
enteropatogenik dan verotoksigenik isolate local untuk pengendalian
kolibasilosis neonatal pada anak sapi dan babi. Wartazoa. 11:36–43.
Teramura Y, Iwata H. 2009. Islet encapsulation with living cells for
improvementof biocompatibility. Biomaterials. 30:2270–2275.
Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology an Introduction. 7th Ed. USA (US):
Saunders.
Uludag H, De Vos P, Tresco PA. 2000. Technology of mammalian All
encapsulation. Advance Drug Delivery. 42:29–64.
Waterman D. 1998. Colostrum: The Begining of a Successful Calf Raising
Program. [internet] [diunduh pada 2014 Juni 5]. Tersedia pada:
http//www.1noormans.com/dairy/dairyff/dairymar98/colostrum.
Wong TW, Chan LW, Kho SB, Heng PWS. 2003. Design of controlled release
solid dosage forms of alginate and chitosan using microwave. J Contr Release.
84:99–114.
Xu Y, Zhan C, Fan L, Wang L, Zheng H. 2007. Preparation of dual cross-linked
alginate-chitosan blend with gel beads and in vitro controlled release in oral
site specific drug delivery system. J Int Pharm. 329–336.
Zarcula S, Cernescu H, Knop R. 2008. Colostral immunity in newborn calf:
methods for improvement of immunoglobulins absorption. Lucrari Stiintifice
Medicina Veterinara. 41: 195–202.

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 06 Juni 1991. Penulis merupakan putri
sulung dari empat bersaudara pasangan Bambang Suhardiman dan Titiek Retno
Dwiningsih.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Serayu 1
Yogyakarta pada tahun 1998-2003. Pada tahun 2003-2006 melanjutkan
pendidikannya di sekolah menengah pertama SMP Negeri 214 Jakarta. Penulis
melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah atas Venkateshwar International
School New Delhi, India, kemudian di SMA Negeri 39 Jakarta. Penulis diterima
di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi kampus.
Penulis pernah menjadi pengurus BEM FKH IPB pada divisi Olahraga dan Seni
(2011-2012), pengurus Himpunan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa
Akuatik-Eksotik (2011-2013). Penulis juga aktif menjadi master of ceremony di
berbagai acara kampus seperti MPKMB Sahabat Tani 48 (2011), Workshop
International Scholarship Education Expo (2011), Festival kartini (2011), Seminar
Nasional Milk Day (2012), Stadium General Farmakologi (2013), maupun acara
di luar kampus seperti Kontes Ayam Ketawa Nasional (2012), Seminar Nasional
CIVAS (2013), International Workshop: The 3 Joint Meeting (RNAS, SEAVSA,
IVSA) (2014). Penulis juga aktif menjadi panitia kegiatan dalam dan luar kampus.
Penulis aktif di beberapa kegiatan magang liburan, antara lain di Kebun
Binatang Taman Sari Bandung (2011), Klinik hewan DNA Bogor (2012), dan
Klinik hewan ZenPet (2014).

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anak sapi (pedet) yang baru lahir dilindungi oleh imunitas pasif yang
berasal dari induk agar terhindar dari paparan faktor eksternal. Imunitas pasif
yang berasal dari induk tergantung dari jenis plasenta yang dimiliki oleh masingmasing hewan. Plasenta sapi memiliki struktur yang terpisah antara aliran darah
maternal dan fetus sehingga menyebabkan pedet terlahir tanpa immunoglobulin
(Ig) atau agammaglobulinemia. Pedet sepenuhnya bergantung pada absorpsi
kolostrum untuk memperoleh kekebalan yang cukup sehingga dapat terlindung
dari organisme patogen sampai pedet mampu mensintesis pertahanan imunitas
aktifnya sendiri, yaitu pada umur 3–4 minggu (Godden 2008).
Kolostrum adalah sekresi yang dihasilkan oleh kelenjar ambing mamalia
pada tahap akhir kebuntingan sampai tiga hari setelah melahirkan, berwarna
kekuningan dengan konsistensi kental (Tizard 2004). Kolostrum merupakan
sumber imunoglobulin (antibodi) alami yang sangat besar . Menurut Esfandiari et
al. (2004), fungsi kolostrum bagi hewan ruminansia adalah sebagai penyedia
antibodi untuk kepentingan imunisasi pasif dari induk kepada anaknya yang baru
lahir. Quigley et al. (2002) melaporkan bahwa kebutuhan kolostrum seringkali
tidak terpenuhi dengan baik sehingga menyebabkan kegagalan transfer imunitas
pasif pada pedet neonatus. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
level morbiditas dan mortalitas pada pedet.
Escherichia coli (E. coli) merupakan salah satu bakteri penyebab
kolibasilosis pada pedet, terutama pada periode neonatal. Agen infeksius ini
memiliki banyak serotipe, dan serotipe yang banyak terdapat di lapangan adalah
Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) K99, F41 atau K99F41. Escherichia
coli K99 merupakan bakteri penting karena menyebabkan diare yang mematikan
pada pedet. Prevalensi diare pada pedet sapi perah berkisar antara 20–31% dengan
mortalitas 65–85%. Tingginya mortalitas pada pedet penderita diare sangat
merugikan bagi peternak. Kerugian yang timbul karena penyakit ini tidak hanya
berupa kematian, namun juga meningkatnya biaya pengobatan dan perawatan,
penurunan berat badan serta terganggunya pertumbuhan (Supar 2001).
Hasil penelitian Esfandiari et al. (2007) menunjukkan bahwa
imunoglobulin G (IgG) spesifik anti E. coli asal kolostrum berpotensi untuk
dikembangkan di lapangan. Kolostrum sapi perah berpotensi sebagai pabrik
biologis untuk memproduksi zat kebal terhadap berbagai macam penyakit untuk
kepentingan hewan maupun manusia. Menurut Esfandiari et al. (2011), IgG pada
kolostrum menunjukkan efektifitasnya melawan ETEC.
Stabilitas antibodi (IgG) sangat dipengaruhi oleh lingkungan saluran
pencernaan seperti enzim pepsin dan tripsin (Kovacs-Nolan et al. 2005). Aktivitas
biologis IgG akan menurun dan IgG akan rusak oleh kondisi lingkungan saluran
pencernaan, terutama rendahnya pH (keasaman lambung) dan digesti enzim
pep