Identifikasi Dan Potensi Ancaman Ketahanan Pangan Berbasis Sawah Dan Irigasi, Di Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi

IDENTIFIKASI DAN POTENSI ANCAMAN KETAHANAN
PANGAN BERBASIS SAWAH DAN IRIGASI
DI KELURAHAN JAYARAKSA, KECAMATAN BAROS,
KOTA SUKABUMI

NOVIANA DEWI PURWATI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

1

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi dan Potensi
Ancaman Ketahanan Pangan Berbasis Sawah dan Irigasi di Kelurahan Jayaraksa,
Kecamatan Baros, Kota Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan

tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Noviana Dewi Purwati
NIM A14110017

ABSTRAK
NOVIANA DEWI PURWATI. Identifikasi dan Potensi Ancaman Ketahanan
Pangan Berbasis Sawah dan Irigasi, di Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros,
Kota Sukabumi. Dibimbing oleh BABA BARUS dan SURIA DARMA
TARIGAN.
Kelurahan Jayaraksa memiliki luas lahan pertanian sebesar 79.8 ha.
Hamparan lahan sawah yang luas berpotensi memudahkan pengelolaan, tetapi
adanya peraturan yang membebaskan petani menanam tanaman sesuai keinginan
serta adanya perbedaan kepemilikan dan penguasaan menyebabkan pengelolaan
menjadi berbeda sehingga menurunkan produktivitas. Data tersebut belum
diketahui dengan baik, sehingga dapat diperbaharui melalui pemanfaatan

teknologi penginderaan jauh. Selain itu, tingginya permintaan terhadap lahan
untuk kegiatan non pertanian menyebabkan keberadaan sawah menjadi terancam.
Konversi lahan sawah membuat sebagian petani kehilangan lapangan pekerjaan
serta dapat mengancam ketahanan pangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui sebaran petakan lahan berdasarkan status penguasaan, menganalisis
produktivitas, potensi konversi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta
potensi ancaman ketahanan pangan. Metode penelitian meliputi persiapan dan
pengumpulan data, interpretasi citra dan verifikasi, analisis produktivitas dan
infrastruktur, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dan
konversi lahan melalui regresi linear berganda serta analisis potensi ancaman
terhadap ketahanan pangan melalui overlay. Informasi mengenai status
kepemilikan dan produktivitas diperoleh dari 144 kuesioner dan 79 responden
petani. Peta petakan lahan sawah yang diperoleh menghasilkan nilai akurasi
sebesar 91.55%. Penggunaan lahan di Kelurahan Jayaraksa sebagian besar berupa
sawah, yang penguasaannya didominasi oleh petani penggarap. Status penguasaan
merupakan faktor yang berpengaruh nyata terhadap konversi lahan. Produktivitas
padi rata-rata yang diperoleh adalah 6.27 ton/ha, dengan faktor yang berpengaruh
nyata adalah luas lahan dan kebutuhan bibit. Status kecukupan beras bagi masingmasing kelompok tani adalah surplus. Secara keseluruhan, tingkat konversi yang
rendah dan status kecukupan beras yang surplus menyebabkan status potensi
ancaman ketahanan pangan di wilayah ini masuk dalam kategori rendah.

Kata Kunci: Citra Ikonos, Interpretasi Citra, Konversi, Potensi Ancaman
Ketahanan Pangan, Produktivitas

ABSTRACT
NOVIANA DEWI PURWATI. Identification and Potential Threat of Food
Security, Basedof paddy field and Irrigation, in Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan
Baros, Kota Sukabumi. Supervised by BABA BARUS and SURIA DARMA
TARIGAN.
Agricultural land in Kelurahan Jayaraksa covers an area of 79.8 ha. A huge
paddified potentially can increase the management efficiency, but the regulation
of liberating farmers to plant according to the desires and the differences of status
of ownership and status of authority can inhibit increasing production. These
informations have not been sufficiently understood, which can be improved
through the used of remote sensing technology. In addition, the high demand of
land for non-agricultural activities threathened the existence of paddy field . Land
conversion makes some farmers lose their jobs and can threaten food security. The
objective of this research were to determine the distribution of plots of paddy field
based on its status of ownership, analyze productivity, the potential of conversion,
and the factors that influence and also potential threats to food security. The
research method consisted of preparation and data collection, image interpretation

and verification, productivity and infrastructure analysis, analysis of the factors
that affect productivity and land conversion through multiple linear regression and
analysis of potential threats to food security through the overlay process.
Information of ownership and productivity obtained from 144 questionnaires and
79 respondents farmers. Map plots of paddy field has an accuracy of 91.55%.
Land use in the Kelurahan Jayaraksa is mostly rice, which is dominated by
landless farmers. Status of ownership is factors that significantly affect the
conversion of land. The average productivity of rice obtained is 6.27 tonnes / ha,
with a significant factor is land and seed needs. Rice sufficiency status for each
farmer group is surplus. Overall, a low conversion rate and the surplus rice
sufficiency status causes the status of potential threats to food security in the
region fall into the low category.
Keywords: Ikonos image, image interpretation, conversion, potential threaten

food security, productivity

IDENTIFIKASI DAN POTENSI ANCAMAN KETAHANAN
PANGAN BERBASIS SAWAH DAN IRIGASI
DI KELURAHAN JAYARAKSA, KECAMATAN BAROS,
KOTA SUKABUMI


NOVIANA DEWI PURWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah
yang berjudul Identifikasi dan Potensi Ancaman Ketahanan Pangan Berbasis
Sawah dan Irigasi, di Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi.
Terimakasih penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Dr Baba Baru, MSc selaku pembimbing skripsi utama atas bimbingan,
arahan, masukan serta kesabaran dalam membimbing penulis selama ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Bapak Dr Suria Darma Tarigan, MSc selaku pembimbing skripsi kedua yang
telah banyak memberi masukan, arahan serta kesabaran dalam membimbing
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Ibu Dr Khursatul Munibah, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan masukan bagi karya ilmiah ini.
4. Ayah, Ibu, Adik serta seluruh keluarga atas segala doa, semangat dan kasih
sayang serta perhatian yang tiada hentinya.
5. Sahabat seperjuangan (Regina, Vanisa, Rio, Gunawan, Aziz dan lainnya) serta
rekan sebimbingan (Fitri) atas bantuan dan motivasinya.
6. Teman-teman Ilmu Tanah 48 terutama teman-teman PPJ 48, yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu.
7. Abang dan Kakak MSL 47 dan 46, serta Adik-adik MSL 49 dan 50, terima
kasih untuk kebersamaan dan dukungannya. Dan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

Noviana Dewi Purwati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Bahan dan Alat

3

Prosedur Analisis Data


3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Batas Petakan Lahan Sawah

9
9

Analisis Tingkat Produktivitas Lahan Sawah

14

Produktivitas berdasarkan Infrastruktur

16

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

21


Analisis Potensi Konversi Lahan dan Faktor yang Mempengaruhi

22

Analisis Potensi Ancaman Ketahanan Pangan Domestik

24

Sintesis

29

SIMPULAN DAN SARAN

30

Simpulan

30


Saran

31

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

33

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kategori kualitas air untuk irigasi berdasarkan nilai EC
Variabel bebas dan tak bebas untuk mengidentifikasi faktor penentu
produktivitas
Variabel bebas dan tak bebas untuk mengidentifikasi faktor penentu
potensi konversi
Variabel penetapan neraca kebutuhan pangan di Kelurahan Jayaraksa
Tingkat kategori ancaman ketahanan pangan
Hasil identifikasi batas petakan lahan sawah
Hasil interpretasi petakan sebelum dan setelah verifikasi
Hasil uji kadar garam pada saluran irigasi
Hasil analisis regresi linear untuk faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas
Hasil analisis regresi linear untuk faktor-faktor yang mempengaruhi
konversi
Luas lahan sawah berstatus pemilik
Status kecukupan beras berbasis kelompok tani saat ini
Status kecukupan beras kelurahan kayaraksa 20 tahun yang akan datang
Status kecukupan beras masing-masing kelompoktani 20 tahun yang
akan datang

5
6
6
6
7
9
12
20
21
23
23
25
28
29

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

9
10
11
12
13
14
15
16
17

Peta Lokasi Penelitian
Diagram Alir Penelitian
(a) Hasil sebelum verifikasi; (b) Hasil setelah verifikasi
Data Profesi Penduduk Kelurahan Jayaraksa
Peta Petakan Lahan Sebelum dan Setelah Verifikasi
Peta Status Penguasaan Lahan
Peta Sebaran Produktivitas berbasis Kelompok Tani
(a) Grafik Hubungan Antara Poduktivitas dengan Luas Lahan
Penggarap
(b) Grafik Hubungan Antara Produktivitas dengan Luas Lahan Pemilik
Peta Jaringan Irigasi
Peta Buffer Irigasi
Sebaran Produktivitas Berdasarkan Jarak Terhadap Irigasi
Kondisi Saluran Irigasi
Sampel Air untuk Analisis Kadar Garam
Sebaran Produktivas Berdasarkan Jarak Petakan Sawah Terhadap Jalan
Peta Potensi Konversi
Peta Status Kecukupan Beras Saat Ini Berbasis Kelompok Tani
Peta Potensi Ancaman Ketahanan Pangan

2
8
11
13
13
14
15
15
16
17
17
18
19
20
21
24
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Pola Penguasaan Lahan Sawah Kelurahan Jayaraksa
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Dokumentasi Lapang

33
42
49

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lahan sawah adalah lahan yang digunakan untuk menanam padi, baik
secara terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman
palawija (Hardjowigeno dan Lutfi 2005). Lahan sawah merupakan suatu tipe
penggunaan lahan yang memerlukan genangan air. Oleh karena itu sawah selalu
mempunyai permukaan datar atau yang didatarkan, dan dibatasi oleh pematang.
Selain untuk mempermudah akses ke sawah, adanya pematang juga dapat
menunjukkan batas penguasaan.
Pertanian lahan sawah di Kelurahan Jayaraksa telah dilengkapi dengan
saluran irigasi. Apabila ditinjau langsung di lapangan, maka dijumpai sampahsampah plastik yang menumpuk di saluran air tersebut bahkan ada yang masuk
ke dalam petakan sawah. Saat ini, sampah plastik yang masuk ke dalam petakan
sawah dapat menghambat penyerapan air oleh akar tanaman sehingga
mempengaruhi pertumbuhan. Selain masalah sampah, jarak dari petakan sawah
dengan saluran irigasi akan menentukan kuantitas air yang masuk ke dalam
petakan. Semakin jauh jarak petakan sawah dari saluran irigasi, maka jumlah air
yang diperoleh akan semakin sedikit.
Kelurahan Jayaraksa memiliki luas lahan untuk pertanian sebesar 79.8 ha
dari jumlah total luas wilayah sebesar 145.2 ha (BPS 2014). Hamparan lahan
sawah yang luas berpotensi memudahkan pengelolaan, tetapi adanya peraturan
yang membebaskan petani menanam tanaman sesuai keinginan serta adanya
perbedaan kepemilikan dan penguasaan menyebabkan pengelolaan menjadi
berbeda sehingga menurunkan produktivitas. Untuk mengetahui status
kepemilikan dari setiap petak lahan maka perlu dilakukan pemetaan mengenai
batas petakan lahan sawah. Identifikasi petakan lahan sawah ini dapat dilakukan
melalui pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan citra beresolusi tinggi,
seperti citra Ikonos. Citra Ikonos memiliki resolusi 4 m untuk citra berwarna dan
resolusi 1 m untuk hitam-putih, sehingga cocok untuk aplikasi yang meminta
tingkat detil dan akurasi yang tinggi seperti identifikasi batas petakan lahan
sawah.
Selain itu, permintaan terhadap lahan untuk kegiatan non pertanian juga
semakin meningkat akibat pertambahan penduduk. Hal ini menyebabkan
konversi penggunaan lahan pertanian ke non pertanian semakin cepat. Konversi
lahan sawah membuat sebagian petani kehilangan lapangan pekerjaan dan juga
mengancam ketahanan pangan. Barus et al. (2012) mengungkapkan bahwa
konversi lahan pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahanan
dan/atau kedaulatan pangan. Konversi lahan pertanian sawah sulit diimbangi
dengan pencetakan lahan pertanian sawah baru karena lahannya terbatas. Oleh
karena itu, adanya pengendalian konversi lahan pertanian pangan melalui
perlindungan lahan pertanian pangan merupakan salah satu upaya untuk
mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan.

2

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Identifikasi petakan sawah dan status penguasaan serta jaringan irigasi
Menganalisis produktivitas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Menganalisis konversi lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Menganalisis potensi ancaman ketahanan pangan

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kemampuan citra Ikonos untuk interpretasi batas petakan lahan sawah yang dapat
membantu dalam pembuatan persil berdasarkan status kepemilikan serta
identifikasi jaringan irigasi. Melalui informasi tersebut ditambah dengan datadata pendukung lain, maka dapat dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap
produktivitas, yang nantinya akan menentukan bagaimana status ketahanan
pangan di wilayah tersebut.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota
Sukabumi. Kelurahan Jayaraksa memiliki luas wilayah 145.2 ha, dengan
penggunaan lahan untuk sawah seluas 79.8 ha (BPS 2014). Berdasarkan data
fisik lahan, wilayah ini termasuk dalam tiga kelas lereng yaitu kelas lereng 0-3%
(datar), 3-8% (berombak) dan 15-25% (berbukit kecil). Namun yang paling
dominan adalah kelas lereng 3-8%. Curah hujan di wilayah ini berkisar 25003000 mm.

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

3

Informasi mengenai batas-batas administrasi wilayah Kelurahan Jayaraksa
adalah sebagai berikut (Gambar 1):
Sebelah Utara
: berbatasan dengan Kelurahan Gedongpanjang
Sebelah Timur
: berbatasan dengan Kelurahan Limusnunggal dan Baros
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kelurahan Jayamekar
Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Kelurahan Jayamekar/Desa Neglasari
Kelurahan Jayaraksa terdiri dari 32 RT dan 7 RW, dengan jumlah
penduduk menurut data sensus terakhir tahun 2013 sebanyak 6.148 jiwa. Jumlah
ini terdiri dari 3.060 penduduk laki-laki dan 30.088 jiwa penduduk perempuan,
dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.569 (BPS 2014).
Penelitian berlangsung dari bulan Maret hingga bulan Agustus 2015.
Pengumpulan data primer beserta survei lapang dilakukan di Kelurahan
Jayaraksa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, sedangkan pengumpulan data
sekunder dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Ikonos 2012, peta
lahan baku sawah, peta administrasi, peta jalan, peta irigasi dan data jumlah
penduduk. Alat yang digunakan yaitu, GPS, kamera dijital, alat tulis, software
Arc GIS, Statistica 7, Microsoft Excel dan Microsoft Word.

Prosedur Analisis Data
1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data
Tahap persiapan dan pengumpulan data meliputi tahap pengumpulan data
sekunder berupa citra Ikonos lokasi penelitian, peta lahan baku sawah, peta
administrasi, peta jalan, peta irigasi, data jumlah penduduk dan data lain serta
pengumpulan data primer melalui kuesioner dan survei lapang.
2. Tahap analisis dan interpretasi
a) Analisis Sebaran Petakan Lahan Sawah
Analisis sebaran petakan lahan sawah dilakukan dengan interpretasi
secara visual pada citra Ikonos menggunakan unsur-unsur interpretasi,
kemudian dilakukan proses dijitasi. Interpretasi terhadap citra Ikonos
dilakukan
untuk
identifikasi
batas
petakan
lahan
dan
penutupan/penggunaan lahan sawah. Hasil interpretasi batas petakan lahan
tersebut membantu dalam menentukan petak lahan sawah saat survei
lapang. Batas petakan sawah hasil survei lapang yang telah diperoleh akan
digunakan sebagai dasar untuk mencari informasi mengenai status
penguasaan lahan.
Interpretasi batas petakan sawah didasarkan pada kenampakannya pada
citra. Hal ini dikarenakan setiap obyek memiliki karakteristik yang berbeda
satu dengan yang lainnya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,

4

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g.
h.

identifikasi batas petakan sawah dilakukan secara visual menggunakan
unsur-unsur interpretasi. Berikut merupakan penjabaran unsur interpretasi
dalam mengenali objek pada citra menurut Sutanto (1997) dalam Somantri
(2008).
Rona/warna
Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra, sedangkan
warna adalah wujud yang tampak oleh mata. Rona ditunjukkan dengan
gelap hingga putih.
Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur sering
dinyatakan dalam wujud kasar, halus atau bercak-bercak.
Ukuran
Ukuran merupakan atribut objek yang berupa jarak, luas, tinggi,
kemiringan lereng dan volume. Ukuran tergantung skala dan resolusi citra.
Bentuk
Bentuk adalah kerangka suatu objek. Bentuk merupakan atribut yang jelas
sehingga banyak objek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja,
seperti memanjang, lingkaran atau segi empat.
Pola
Pola merupakan hubungan susunan spasial objek. Pola merupakan ciri yang
menandai objek bentukan manusia ataupun alamiah.
Bayangan
Bayangan merupakan aspek yang menyembunyikan detail objek yang
berada di daerah gelap.
Site
Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya.
Asosiasi
Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dan objek lainnya.

b) Verifikasi Petakan Lahan Sawah Melalui Survei Lapang
Hasil dijitasi petakan lahan sawah dari citra Ikonos perlu diverifikasi di
lapang. Verifikasi ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian hasil
interpretasi dengan kondisi di lapang. Dalam penelitian ini, verifikasi juga
digunakan untuk memperoleh informasi penguasaan lahan sawah. Proses
verifikasi ini terdiri dari dua tahap. Pertama, para petani dan PPL dari dinas
pertanian setempat dikumpulkan untuk membantu proses verifikasi batas
petak lahan sawah dengan melihat hasil dijitasi yang telah di print out.
Pembatasan petakan lahan dilakukan berdasarkan status penguasaan
melalui nama pemilik atau nama penggarap yang mereka ketahui, tanpa
langsung mendatangi petak sawahnya. Kedua, melalui verifikasi langsung
ke petak lahan sawah berdasarkan sampling kuesioner. Selain informasi
status penguasaan, inrfomasi mengenai produktivitas juga diperoleh dari
sampling kuesioner ini.
Gay dan Diehl (1996) dalam Kuncoro (2009) mengatakan, untuk studi
deskriptif, jumlah sampel 10% dari populasi dianggap merupakan jumlah
minimal. Sedangkan untuk populasi yang lebih kecil, setidaknya diperlukan

5

20% dari jumlah populasi. Pengambilan sampel pada riset ini tidak
didasarkan pada jumlah petani, tetapi berdasarkan jumlah persil sawah,
dengan asumsi, pemilik/penggarap lebih dari satu persil, maka jumlah
kuesionernya juga lebih dari satu. Jumlah kuesioner yang digunakan
sebanyak 144 kuesioner, dengan responden petani berjumlah 79 orang,
terdiri dari 35 pemilik dan 44 penggarap.
c) Tahap Perbaikan Data
Tahap ini dilakukan untuk memperbaiki hasil interpretasi dengan
membandingkan hasil interpretasi dengan hasil verifikasi lapang.
Ketidaksesuaian hasil diperbaiki melalui dijitasi ulang pada petakan sawah,
serta perbaikan data petakan sawah.
d) Analisis Infrastruktur dan Produktivitas
Analisis infrastruktur dilakukan terhadap jaringan irigasi dan jalan. Analisis
data jaringan irigasi dilakukan terhadap kemudahan akses irigasi ke petakan
sawah, sedangkan analisis jalan dilakukan terhadap kemudahan akses jalan ke
petakan sawah. Asumsi yang dipakai adalah semakin dekat letak petakan
sawah terhadap irigasi dan jalan maka produktivitas semakin tinggi karena
adanya kemudahan akses memperoleh air serta kemudahan alokasi saprotan.
Pengaruh infrastruktur terhadap produktivitas padi dilakukan melalui fungsi
buffer. Jarak buffer irigasi yang digunakan adalah 50 m, 100 m, 150 m dan
200 m, sedangkan jarak buffer untuk jalan adalah 50 m, 100 m, 150 m, 200 m,
250 m, 30 m, 350 m, 400 m, 450 m, 500 m, 550 m, 600 m dan 650 m. Selain
itu, dilakukan uji kadar garam terhadap air irigasi. Kategori kualitas air irigasi
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kategori kualitas air untuk irigasi berdasarkan nilai EC
Nilai EC (µs/cm)

Kategori

0-250

Sangat Baik

>250-750

Baik

>750-2000

Agak Baik

>2000-3000

Kurang Baik

Sumber: Colorado State University dalam Fitriyah (2012)
e) Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Padi dan Konversi
Lahan
Analisis menggunakan multiple regression (regresi berganda) pada
perangkat lunak Statistica 7. Persamaan regresi berganda yang digunakan
adalah:
(1)
Dimana, Y = Dependent variable (peubah penjelas)
Xi = Independent variable (peubah penduga) ke i, dengan i=1,2,.
Ai = Koefisien regresi peubah ke-i

6

Tabel 2 Variabel bebas dan tak bebas untuk mengidentifikasi faktor penentu
produktivitas
Simbol Variabel
Y
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7

Produktivitas Padi (ton/ha)
Luas Lahan (ha)
Kebutuhan Bibit (kg)
Biaya Pupuk (kg)
Biaya Obat Pertanian (Rp)
Biaya Tenaga Kerja (Rp)
Biaya Traktor (Rp)
Penggunaan Pupuk N (kg)

X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14

Penggunaan Pupuk P (kg)
Penggunaan Pupuk K (kg)
Penggunaan Pupuk Majemuk (kg)
Penggunaan Pupuk Organik (kg)
Status Penguasaan
Jarak Terhadap Irigasi (m)
Jarak Terhadap Jalan (m)

Tabel 3 Variabel bebas dan tak bebas untuk mengidentifikasi faktor penentu
potensi konversi
Simbol Variabel
Y

Niat Mengkonversi

X3

Jarak Terhadap Jalan (m)

X1

Luas Lahan (ha)

X4

Status Kepemilikan

X2

Jarak Terhadap Irigasi (m)

X5

Produktivitas (ton/ha)

f) Analisis Kecukupan Beras
Analisis potensi ancaman ketahanan pangan dilakukan dengan menghitung
neraca pangan. Perhitungan neraca pangan dilakukan dengan pendekatan
surplus dan defisit beras berdasarkan kelompok tani. Surplus dan defisit beras
dihitung berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan beras. Variabel dan
parameter dalam penetapan neraca kebutuhan pangan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Variabel penetapan neraca kebutuhan pangan di Kelurahan Jayaraksa
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Variabel
Luas Sawah Aktual Kelurahan Jayaraksa (ha)
Jumlah penduduk Kelurahan Jayaraksa tahun 2014
Pertumbuhan penduduk
Produktifitas rataan Kelurahan Jayaraksa (ton/ha)
IP Rataan Kelurahan Jayaraksa
Koefisien konversi gabah ke beras
Koefisien konversi beras ke gabah
Kebutuhan beras dengan standar per kapita Kota
Sukabumi (kg/kapita/th)
Ketersediaan Beras Kelurahan Jayaraksa (ton)

Nilai
82.512
6 418
0.073
6.270
3.00
0.627
1.594
91.330
973.759

7

KbB = yt*kb
KbB
yt
kb

= Kebutuhan Beras (Kg)
= Jumlah Penduduk (Jiwa)
= Konsumsi beras per rata-rata kapita Kota Sukabumi

Kt B = l*Pr*KcG*IP
KtB
l
Pr
KcG
IP

= Ketersediaan Beras (Kg)
= Luas Lahan (Ha)
= Produktivitas Rataan desa/kelurahan (Ton)
= Koefisien Gabah ke Beras (0,6274)
= Rata-rata Indeks Pertanaman

SKB
SKB

= KtB – KbB

= Status Kecukupan beras (Surplus/defisit) (Kg)

g) Analisis Ancaman Ketahanan Pangan
Analisis ancaman ketahanan pangan ini dilakukan melalui proses
overlay antara peta potensi konversi dengan peta status kecukupan beras.
Pengkategorian hasil overlay dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Tingkat kategori ancaman ketahanan pangan
Status Neraca
Beras
Defisit
Surplus

Tinggi
Tinggi
Sedang

Tingkat Konversi
Sedang
Tinggi
Rendah

Rendah
Sedang
Rendah

8

Peta
Administrasi

Citra Ikonos
2012

Interpretasi
Citra

Dijitasi

Jumlah
Penduduk
Peta
Irigasi

Peta Penggunaan Lahan
Sawah 2012

Peta Jalan

Buffer
Identifikasi
batas petakan
sawah

Peta
Persil Sawah
Aktual 2015

Survei
Lapang

Spatial
Join

Titik
Kuesioner

Peta Produktivitasi
Lahan Sawah Berbasis
Infrastruktur

Standar
Kebutuhan
Beras per
Kapita

Produktivitas
Lahan

Indeks
Pertanaman

Analisis Regresi
Berganda

Faktor yang Mempengaruhi
Produktivitas Padi

Peta Ketahanan
Pangan Kelurahan
Jayaraksa

Gambar 2 Diagram Alir Penelitian

Luas
Sawah

Neraca
Pangan

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Batas Petakan Lahan Sawah
Identifikasi batas petakan merupakan kegiatan mengenali batas pematang
melalui kenampakannya pada citra. Pada penelitian sebelumnya, Chrisdianti
(2014) mengatakan, selain delapan unsur kunci yang digunakan untuk interpretasi,
terdapat isu lain yang dapat digunakan untuk membantu dalam membatasi
petakan lahan sawah, yaitu dengan melihat kenampakan isi petakan. Informasi
hasil identifikasi batas petakan lahan sawah disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil identifikasi batas petakan lahan sawah
Unsur
interpretasi

Kenampakan pada citra
Batas
Isi

Rona/warna

Hitam pada
lahan non
teras dan
tanaman
yang mulai
tinggi, putih
pada lahan
bera atau
baru panen.

Ukuran

-

Hijau
muda,
hijau tua
hingga
kecoklatan,
serta
coklat.

Besar
untuk non
teras, kecil
untuk teras
rapat

Tekstur

Halus

Halus,
kasar,
bercakbercak

Bentuk

Garis lurus,
melengkung,
beberapa
tidak
beraturan

Persegi
panjang,
beberapa
tidak
beraturan

Kenampakan pada citra

Kondisi di lapang

10

Tabel 6 Hasil identifikasi batas petakan lahan sawah (Lanjutan)
Unsur
interpretasi
Pola

Kenampakan pada citra
Batas
Isi
Teratur
Teratur

Bayangan

Bayangan
dari tanaman
dengan
perbedaan
ketinggian
akan
menutupi
pematang

Site

Kenampakan pada citra

Kondisi di lapang

-

Berdekatan
dengan
bangunan
sekolah
-

Asosiasi

Berdekatan
dengan
saluran
irigasi
-

Pematang sawah yang berwarna hitam/gelap menunjukkan pematang
tertutup tanaman yang sudah mulai tinggi. Selain itu juga menandakan bahwa
petakan sawah tersebut berteras-teras karena berada pada ketinggian. Teras-teras
ini menyebabkan bayangan tanaman menutupi pematang sehingga pematang
berwarna gelap. Untuk pematang yang berwarna terang menunjukkan bahwa
lahan tersebut baru panen atau belum/tidak ditanami sehingga tidak ada bayangan
yang menutupi pematang. Ada tidaknya tanaman yang berada dalam petakan
mempengaruhi warna pada citra. Untuk petakan yang di dalamnya ditanami,
maka petakan akan berwarna hijau. Sedangkan untuk petakan yang di dalamnya
tidak terdapat tanaman, maka petakan akan berwarna kecoklatan. Apabila dilihat
dari citra, lahan sawah memiliki bentuk yang khas, yaitu kotak, baik persegi

11

maupun persegi panjang dengan pola teratur. Hal ini disebabkan adanya campur
tangan manusia dalam membuat pematang. Pematang yang dibuat selain
digunakan untuk mempermudah akses ke petakan sawah juga digunakan untuk
menunjukkan batas penguasaan lahan. Dari citra, terdapat petakan dengan tekstur
bercak hitam maupun putih. Bercak putih menunjukkan tumpukkan jerami
setelah panen, sedangkan bercak hitam menunjukkan tumpukkan jerami yang
dibakar.
Proses dijitasi pematang lebih mudah dilakukan apabila berada pada
topografi yang datar karena pematang tidak berhimpitan dan polanya teratur,
sedangkan pematang yang berada pada topografi yang berlereng lebih sulit
didijitasi akibat kenampakan yang berhimpitan bila dilihat pada citra. Hal ini
disebabkan adanya teras-teras petakan sawah yang dibuat untuk menekan potensi
terjadinya erosi maupun longsor pada lahan sawah. Selain itu, pematang yang
berteras biasanya memiliki pola yang tidak teratur, karena mengikuti lereng.
Jarak antar pematang juga mempengaruhi proses dijitasi. Pada topografi yang
relatif datar, jarak antar pematang lumayan lebar, sehingga mudah didijitasi.
Sedangkan jarak antar pematang di topografi berlereng bervariasi. Semakin
curam lerengnya, maka semakin rapat jarak antar pematang, sehingga semakin
sulit untuk dilakukan dijitasi on screen. Proses dijitasi on screen ini
menggunakan skala 1:2000 untuk memperoleh informasi lebih detil.
Peneliti mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi pematang sawah
dengan saluran irigasi. Hal ini dikarenakan bentuk saluran irigasi hampir mirip
dengan pematang dan letaknya berdekatan dengan petakan sawah. Padahal,
adanya saluran irigasi dapat mengindikasikan bahwa landuse tersebut adalah
sawah. Namun, karena bentuk serta asosiasi yang mirip dengan pematang, maka
peneliti harus lebih jeli dalam mendijitasi. Oleh sebab itu, diperlukan adanya
verifikasi lapang berdasarkan hasil dijitasi untuk membuktikan dan mengetahui
bagaimana kondisi di lapangan secara aktual. Verifikasi juga dapat digunakan
untuk menilai keakuratan hasil interpretasi dari citra. Bila terdapat
ketidaksesuaian antara hasil interpretasi dengan kondisi di lapang, maka perlu
dilakukan perbaikan sesuai hasil verifikasi. Berikut hasil verifikasi yang
disajikan pada Gambar 3.

(a)
(b)
Gambar 3 (a) Hasil sebelum verifikasi; (b) Hasil setelah verifikasi
Gambar 3 menunjukkan bahwa terdapat kesalahan penarikan batas
pematang akibat warna/rona yang kurang jelas. Awalnya, diperkirakan bahwa
perbedaan warna tersebut menunjukkan petakan yang berbeda. Namun, hasil

12

verifikasi menyatakan perbedaan warna tersebut masih dalam satu petakan.
Adanya perbedaan warna terjadi akibat pengolahan lahan. Dalam satu petak,
terkadang petani membaginya lagi menjadi beberapa petakan dengan membuat
pematang baru yang sifatnya sementara. Pembuatan pematang di tengah petakan
ini digunakan untuk pembenihan sampai pembibitan (dari benih hingga tumbuh
menjadi bibit siap tanam). Setelah bibit siap ditanam, maka pematang baru
tersebut kembali dibongkar sehingga petakan kembali ke bentuk semula. Selain
itu, warna yang sama antara pematang dengan petakan juga menyebabkan
sulitnya penarikan batas petakan.
Hasil verifikasi menunjukkan, petakan sebelum verifikasi berjumlah 1 635
petakan, sedangkan setelah verifikasi jumlah petakan menjadi 1 497 petakan,
dengan luas petakan terbesar adalah 2 985.55 m2 sedangkan luas petakan terkecil
adalah 38.45 m2. Rata–rata luas petakan tersebut adalah 546.57 m2. Tingkat
akurasi petakan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil interpretasi petakan sebelum dan setelah verifikasi
Kondisi Petakan

Jumlah Petakan

Sebelum Verifikasi

1635

Setelah Verifikasi

1497

Tingkat Akurasi (%)
91.55

Tingkat akurasi yang diperoleh adalah 91.55%, yang termasuk tinggi. Nilai
ambang minimum untuk diterimanya suatu pemetaan berbasis penginderaan jauh
adalah sebesar 85% (Campbell dalam Fitriyanto et al. (2013)). Dengan nilai
akurasi sebesar 91.55% maka citra tersebut masih dapat diterima untuk pemetaan
batas petakan berbasis penginderaan jauh. Tingginya nilai akurasi ini disebabkan
kualitas citra yang tinggi dengan resolusi cukup besar, sehingga objek yang
terekam dalam citra mempunyai kenampakan yang cukup jelas yang dapat
memudahkan proses interpretasi. Selain itu, pengalaman dan kemampuan dalam
mengenali objek juga mempengaruhi hasil interpretasi. Bila dibandingkan,
jumlah petakan sebelum verifikasi lebih banyak dibandingkan jumlah petakan
setelah verifikasi. Hal ini karena terdapat petakan-petakan sawah yang
terkonversi serta adanya perbedaan garis administrasi wilayah. Peta petakan
lahan sebelum dan setelah petakan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 menunjukkan wilayah Kelurahan Jayaraksa didominasi oleh
sawah. Walaupun dominan sawah, mayoritas penduduk di wilayah ini bekerja
sebagai petani penggarap (Gambar 6). Hal ini dikarenakan, pemilik lahan sawah
bukan orang asli Kelurahan Jayaraksa, melainkan orang luar yang kebanyakan
penduduk kota. Bahkan tidak hanya kota-kota sekitar, tetapi juga kota-kota besar
lainnya seperti Jakarta, Bandung dan Garut. Para pemilik lahan hanya menitipkan
lahannya kepada orang-orang kepercayaannya di kelurahan tersebut. Tak jarang,
orang yang diberi kepercayaan tersebut kemudian menyewakan lahan yang
bersangkutan untuk digarap oleh orang lain, sehingga banyak dijumpai kasus jika
para petani penggarap tidak tahu lahan yang digarapnya milik siapa serta tidak
pernah bertemu langsung dengan pemiliknya. Selain itu, sistem garap di wilayah
adalah per tahun atau musim. Apabila masa sewa sudah habis, maka lahan
tersebut disewa oleh petani penggarap lainnya dengan ketentuan bagi hasil yang

13

telah disepakati. Data statistik menunjukkan bahwa hanya 3.81% penduduk yang
berprofesi sebagai petani. Hasil selengkapnya disajikan pada Gambar 4.

Sumber: BPS 2014
Gambar 4. Data Profesi Penduduk Kelurahan Jayaraksa

Gambar 5 Peta Petakan Lahan Sebelum dan Setelah Verifikasi

14

Gambar 6 Peta Status Penguasaan Lahan

Analisis Tingkat Produktivitas Lahan Sawah
Sebaran Produktivitas Berbasis Kelompok Tani
Mahoney dalam Campbell (1990) mendefinisikan produktivitas sebagai
rasio antara hasil dan masukan dalam suatu proses yang menghasilkan suatu
produk atau jasa. Hasil (output) tersebut meliputi penjualan, laba dan kepuasan
konsumen, sedangkan masukan meliputi alat yang digunakan, biaya, tenaga,
keterampilan dan jumlah hasil individu. Lebih lanjut Heady dan Dillon (1972)
menjelaskan bahwa berkenaan dengan lahan, produktivitas lahan berkesesuaian
dengan kapasitas lahan untuk menyerap input produksi dan menghasilkan output
dalam poduksi pertanian.
Produktivitas usaha padi sawah merupakan keseluruhan produksi (hasil)
per satuan luas tanam (ton/ha). Oleh karena itu, saat berbicara mengenai
produktivitas, maka produksi akan terkait di dalamnya. Produktivitas usaha padi
sawah dipengaruhi oleh tingkat intensitas pengelolaan usaha padi sawah tersebut,
termasuk diantaranya bagaimana pengalokasian sarana produksi. Perbedaan
pengalokasian ini bisa disebabkan karena perbedaan status penguasaan lahan.
Gambar 7 merupakan peta sebaran tingkat produktivitas di Kelurahan
Jayaraksa berbasis kelompok tani. Kelurahan Jayaraksa memiliki lima kelompok
tani, yakni Bina Mekar I, Sinar Jayaraksa I, Sinar Jayaraksa II, Sinar Jayaraksa
III dan Uriza Latifa. Dari kelima kelompok tani tersebut, tiga diantaranya, yakni
Bina Mekar I, Sinar Jayaraksa II dan Uriza Latifa memiliki produktivitas tinggi
yaitu > 6 ton/ha. Sinar Jayaraksa III berproduksi rendah karena jarak antara
saluran tersier dengan saluran sekunder terlalu jauh, akibat letak petakan yang
berada di ujung wilayah, sedangkan Sinar Jayaraksa I meskipun letak petakan
dekat dengan saluran tersier, namun memiliki produktivitas rendah akibat

15

pengaruh salinitas air irigasi, karena letak petakan yang dekat dengan pabrik
garam.

(a)
(b)
Gambar 7 (a) Peta Kelompok Tani; (b) Peta Sebaran Produktivitas berbasis
Kelompok Tani
Berdasarkan kuesioner, lahan sawah yang dikelola petani penggarap
luasnya tidak lebih dari 0.5 ha, sedangkan lahan sawah terluas yang dikelola
petani pemilik berdasarkan kuesioner adalah 0.82 ha. Gambar 8a dan Gambar 8b
menunjukkan bahwa secara umum lahan yang sempit memiliki produktivitas
lebih tinggi, meskipun terdapat nilai pencilan pada Gambar 8b.

Gambar 8a Grafik Hubungan Antara Produktivitas dengan Luas Lahan
Penggarap

16

Gambar 8b Grafik Hubungan Antara Produktivitas dengan Luas Lahan Pemilik
Meskipun lahan mereka termasuk produktif, petani mengaku dalam setahun
terdapat musim tanam dimana produktivitas padi menurun cukup drastis. Hal ini
terjadi satu kali dalam tiga kali panen. Petugas dari dinas pertanian menjelaskan
bahwa penurunan produktivitas tersebut dikarenakan petani menanam padi pada
saat musim hujan, dimana debit air hujan sedang tinggi. Pupuk yang diberikan
pada tanaman akan dengan mudah hanyut terbawa aliran air dan akar serta batang
padi akan lebih cepat busuk akibat terendam air cukup tinggi dalam kurun waktu
lama. Selain itu, persarian atau pembungaan yang terjadi saat musim hujan
biasanya kurang baik karena benangsari padi biasanya rusak akibat terkena air
hujan.
Produktivitas berdasarkan Infrastruktur
Produktivitas Berdasarkan Irigasi
Lahan sawah di Kelurahan Jayaraksa dilengkapi dengan saluran irigasi
yang menyebar di dekat petakan-petakan sawah. Sumber air irigasi ini berasal
dari Sungai Cisuda yang terletak di Kabupaten Sukabumi. Rata-rata jarak petakan
sawah dengan sungai adalah 1.5 km. Air irigasi ini digunakan untuk pengairan
agar lahan tidak kering sehingga dapat menunjang produksi padi. Saluran irigasi
di Kelurahan Jayaraksa termasuk dalam jenis saluran tersier. Mayoritas bangunan
saluran telah disemen, dengan lebar ± satu meter serta kedalaman 1-1.5 meter.
Letak petakan sawah terhadap saluran irigasi dapat mempengaruhi tingkat
produktivitas padi (Gambar 11). Semakin dekat jarak petakan terhadap saluran
irigasi, maka produktivitas yang diperoleh makin tinggi. Hal ini disebabkan debit
air yang diterima petakan lebih banyak dengan kualitas air yang lebih baik.
Informasi mengenai jarak petakan terhadap saluran irigasi diperoleh dengan
memplotkan titik-titik kuesioner pada peta buffer irigasi. Peta jaringan irigasi
disajikan pada Gambar 9, sedangkan peta buffer irigasi disajikan pada Gambar
10.

17

Gambar 9 Peta Jaringan Irigasi

Gambar 10 Peta Buffer Irigasi

18

Box Plot Sebaran Produktivitas Terhadap Irigasi
11
10
9
8
7
6
5
4
3

Nilai Tengah Sebaran Produktivitas
Sebaran Produktivitas
Non-Outlier Range
Nilai Outliers
Nilai Ekstrim

2
1
0
50

100

150

200

Gambar 11 Sebaran Produktivitas Berdasarkan Jarak Terhadap Irigasi
Gambar 11 menunjukkan bahwa produktivitas tertinggi berada pada
petakan sawah dengan jarak 50 m dari jaringan irigasi, dengan sebaran
produktivitas berada di antara 5.60-7.00 ton/ha, dan nilai median sebesar 6.03
ton/ha. Dilihat dari box (kotak), pada jarak irigasi 50 m, data produktivitas lebih
banyak berada di atas nilai median dibandingkan di bawah median. Hal ini berarti
produktivitas yang diperoleh petani mayoritas nilainya lebih tinggi dari 6.03
ton/ha. Sebaliknya, pada jarak irigasi 100 m, data produktivitas lebih banyak
berada di bawah nilai median (6.16 ton/ha), dengan sebaran produktivitas antara
4.93-6.80 ton/ha. Hal ini menunjukkan bila produktivitas yang diperoleh petani
mayoritas lebih kecil dari 6.16 ton/ha. Secara umum dapat dikatakan bahwa
semakin jauh jarak petakan sawah dengan jaringan irigasi maka produktivitas
akan semakin kecil karena akses terhadap air yang terbatas. Terbatasnya air untuk
pengairan juga berkaitan dengan indeks pertanaman. Petakan dengan kondisi air
yang cukup memiliki indeks pertanaman hingga 300, sedangkan untuk petakan
dengan air yang terbatas memiliki indeks pertanaman kurang dari itu.
Sistem irigasi di Kelurahan Jayaraksa dapat dikatakan baik. Curah hujan
yang cukup sepanjang tahun menyebabkan saluran air jarang mengalami
kekeringan. Saluran yang kering terjadi apabila jarak saluran tersier terlalu jauh
dari saluran sekunder karena air yang masuk ke dalam saluran semakin terbatas.
Selain itu, petani sering mengeluh akibat banyaknya sampah plastik yang
dibuang ke dalam saluran irigasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab. Sampah-sampah ini menyumbat saluran air sehingga aliran air menjadi
terhambat. Untuk mengatasi hal ini, petani bersama kelompok tani dan petugas
dinas pertanian setempat bergotong royong membersihkan saluran air. Berikut

19

dokumentasi kondisi saluran irigasi yang diambil oleh penulis (Gambar 12a dan
12b):

(a) Sebelum dibersihkan

(b) Setelah dibersihkan

Gambar 12 Kondisi Saluran Irigasi
Gambar 12a menunjukkan kondisi saluran yang dipenuhi sampah plastik.
Menurut para petani, sampah plastik tersebut tak jarang masuk ke dalam petakan
sawah dan menutupi akar-akar tanaman sehingga menghambat akar dalam
menyerap air maupun hara. Ketua Kelompok Tani Sinar Jayaraksa 3, E Mustopa,
mengatakan, sampah-sampah yang telah dibersihkan dari saluran tersebut
kemudian dibakar dan abunya dibuang ke sungai. Namun sungai tersebut
bukanlah sungai yang digunakan untuk keperluan pertanian. Sungai tersebut
merupakan sungai tempat pembuangan sisa-sisa aliran air irigasi yang telah
melewati petakan-petakan sawah.
Secara umum, kondisi saluran air memang terbilang baik, sehingga dapat
menunjang produktivitas. Namun, adanya perbedaan kualitas air dapat
mempengaruhi produktivitas. Schwab dan Flevert (1981) mensyaratkan kualitas
air irigasi sangat tergantung dari kandungan sedimen atau lumpur dan kandungan
unsur-unsur kimia dalam air tersebut. Sedimen atau lumpur dalam air irigasi
berpengaruh terhadap tekstur tanah karena dapat memperlambat permeabilitas
akibat pori-pori tanah tersumbat sedimen atau lumpur dan menurunkan
kesuburan. Sifat-sifat kimia air irigasi berpengaruh terhadap kesesuaian air untuk
berbagai penggunaan. Bila sifat kimia air tersebut melebihi konsentrasi yang
diizinkan, maka pertumbuhan tanaman akan terhambat dan menyebabkan
penurunan hasil. Seperti yang dijumpai pada petakan sawah milik kelompok tani
Sinar Jayaraksa 1. Untuk mengetahui kadar garam dalam air irigasi, maka
diambilah beberapa sampel air untuk diuji kadar garamnya menggunakan EC
meter di laboratorium. Sampel air diambil berdasarkan letak petakan masingmasing kelompok tani. Titik pengambilan sampel berada pada buffer irigasi 50
m, yang merupakan jarak dimana petakan sawah mampu berproduktivitas tinggi.
Untuk lahan sawah pada kelompok tani dengan areal yang luas, sampel air
diambil pada beberapa titik. Sample air yang diambil dapat dilihat pada Gambar
13.

20

Gambar 13 Sampel Air untuk Analisis Kadar Garam
Hasil uji kadar garam (Tabel 8) menunjukkan bahwa kadar garam pada
saluran irigasi Sinar Jayaraksa 1 memang lebih tinggi dibandingkan yang lain.
Hal ini karena letak saluran air yang berdekatan dengan pabrik garam.
Dikhawatirkan, pabrik tersebut tidak memiliki sistem pembuangan limbah yang
layak, sehingga limbah masuk kedalam saluran irigasi. Meskipun air pada saluran
tersebut masih dapat dikategorikan baik, namun kualitasnya lebih rendah bila
dibandingkan air pada saluran yang letaknya jauh dari pabrik garam.
Tabel 8 Hasil uji kadar garam pada saluran irigasi
Lokasi Pengambilan
Sampel
Sinar Jayaraksa I (1)
Sinar Jayaraksa I (2)
Sinar Jayaraksa II (1)
Sinar Jayaraksa II (2)
Sinar Jayaraksa II (3)
Sinar Jayaraksa 3
Uriza Latifa

Nilai EC (µs/cm)
281.0
276.0
174.0
190.0
179.0
196.5
183.3

Kategori
Baik
Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik

Produktivitas Berdasarkan Jarak Terhadap Jalan
Selain jaringan irigasi, infrastruktur pertanian lain yang dianalisis adalah
faktor jarak petakan terhadap jalan. Produktivitas yang didasarkan pada jarak
petakan terhadap jalan menghasilkan kisaran sebaran yang hampir seragam.
Gambar 14 menunjukkan tidak ada perbedaan sebaran produktivitas yang
mencolok di antara berbagai jarak petakan terhadap lahan. Hal ini berarti, faktor
jarak petakan terhadap jalan tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas.
Pada Gambar 14 juga terdapat nilai outlier dan ekstrim. Munculnya nilai-nilai ini
akibat data yang diperoleh bersifat subjektif berdasarkan perhitungan masingmasing individu petani.

21

Box Plot Sebaran Produktivitas Terhadap Jarak Jalan
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
50

150

250

350

450

550

650

Nilai Tengah Sebaran Produktivitas
Sebaran Produktivitas
Non-Outlier Range
Nilai Outliers
Nilai Ekstrim

Gambar 14 Sebaran Produktivas Berdasarkan Jarak Petakan Sawah
Terhadap Jalan
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Sebelumnya telah dijelaskan mengenai sebaran produktivitas berdasarkan
status penguasaan serta infrastruktur. Meskipun demikian, analisis mengenai
faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas perlu dilakukan
melaui regresi liniear berganda. Hasil analisis regresi liniear berganda dapat
dilihat pada Tabel 9. Nilai R-square (R²) yang diperoleh adalah 0.193. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut hanya mampu menjelaskan
variabel Y (produktivitas) sebesar 19.3% dalam selang kepercayaan 95%. Nilainilai yang berwarna merah menunjukkan variabel yang berpengaruh nyata
terhadap produktivitas padi. Taraf nyata yang digunakan adalah 5%, sehingga
variabel yang memiliki nilai p-level kurang dari 0.05 merupakan variabel yang
berpengaruh signifikan. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas
padi adalah luas lahan, kebutuhan bibit, biaya pupuk dan penggunaan traktor.
Tabel 9 Hasil analisis regresi linear untuk faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas
Variabel
Luas Lahan (ha)

Beta

Std. Err. Beta

t

p-level

-0.326197

0.164575

-1.98205

0.049582

-0.197576

0.085960

-2.29846

0.023132

-0.297598

0.142389

-2.09004

0.038563

-0.047553

0.085916

-0.55349

0.580879

0.089023

0.115105

0.77341

0.440684

Kebutuhan Bibit
(kg)
Biaya Pupuk (Rp)
Biaya Obat
Pertanian (Rp)
Biaya Tenaga Kerja
(Rp)

22

Tabel 9 Hasil analisis regresi linear untuk faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas (Lanjutan)
Variabel

Penggunaan
Traktor

Beta

Std. Err. Beta

t

p-level

0.376206

0.133994

2.80763

0.005760

0.129701

0.121489

1.06759

0.287685

0.040158

0.081549

0.49244

0.623238

-0.114829

0.083082

-1.38212

0.169305

0.034555

0.084743

0.40776

0.684118

Penggunakan
Pupuk
Penguasaan Lahan
Jarak Terhadap
Irigasi Tersier
Jarak Terhadap
Jalan
R

2

0.193

Hasil analisis menunjukkan bahwa luas lahan memiliki koefisien bernilai
negatif sebesar 0.326197. Hal ini disebabkan oleh data yang tidak homogen. serta
adanya perbedaan status penguasaan yang mengakibatkan beda pengelolaan.
Sebagai contoh, data kuesioner menunjukkan, terdapat perbedaan penggunaan
dosis pupuk antara lahan yang sempit dengan yang lebih luas. Beberapa petani
dengan lahan lebih luas menggunakan dosis pupuk lebih sedikit dibandingkan
petani dengan luas lahan yang lebih sempit (Lampiran 2). Hal ini tentu dapat
menyebabkan produktivitas menurun. Begitu pula dengan kebutuhan bibit.
Koefisien yang bernilai negatif sebesar 0.273915 menunjukkan bahwa semakin
banyak bibit yang digunakan dalam penanaman maka produktivitas cenderung
turun. Hal ini disebabkan oleh persaingan akar antar tanaman dalam memperoleh
suplai air dan hara yang semakin tinggi. Biaya pupuk juga berpengaruh nyata
terhadap produktivitas. Koefisien bernilai negatif sebesar 0.297598 menunjukkan
semakin tinggi biaya pupuk, maka produktivitas semakin menurun. Hal ini
dikarenakan, biaya pupuk yang tinggi akan membuat petani cenderung
mengurangi pemakaian pupuk atau bahkan tidak memakai pupuk sama sekali,
sehingga dapat menurunkan produktivitas. Berbeda dengan penggunaan traktor
yang memiliki koefisien bernilai positif sebesar 0.376206. Adanya penggunaan
traktor membuat pengolahan menjadi cepat dan efisien dari segi waktu, sehingga
bibit yang siap tanam dapat segera di tanam di lahan. Hal tersebut berkaitan
dengan produksi tanaman, sebab bibit yang sudah terlalu tua apabila ditanam di
lahan, kurang mampu menghasilkan produksi yang optimal. Berbanding terbalik
dengan data hasil di lapang, hasil uji secara statistik menunjukkan bahwa jarak
petakan terhadap saluran irigasi tersier tidak berpengaruh nyata terhadap
produktivitas. Ketidakhomogenan data akibat persepsi yang berbeda-beda dari
masing-masing responden menyebabkan faktor subyektivitas sangat berpengaruh
terhadap data.
Analisis Potensi Konversi Lahan dan Faktor yang Mempengaruhi
Faktor yang digunakan untuk analisis potensi konversi ini adalah luas
lahan, jarak terhadap irigasi, jarak terhadap jalan, status kepemilikan dan

23

produktivitas. Hasil analisis regresi linear menunjukkan bahwa nilai R-square
(R2) yang diperoleh sebesar 0.884. Ini artinya, variabel-variabel tersebut mampu
menjelaskan variabel Y (keinginan mengkonversi lahan) sebesar 88.4% dalam
selang kepercayaan 95%. Diantara kelima variabel tersebut, variabel yang
berpengaruh nyata adalah status kepemilikan, karena memiliki nilai signifikan
kurang dari 0.05, dengan koefisien bernilai negatif sebesar 0.938637 (Tabel 10).
Interpretasi dari hasil analisis adalah semakin banyak petani yang berstatus
sebagai pemilik, maka tingkat konversi akan semakin menurun. Hal ini karena,
berdasarkan kuesioner, sebanyak 77.78 % luas lahan yang dimiliki petani pemilik
adalah kurang dari 0.3 ha (Tabel 11).
Tabel 10 Hasil analisis regresi linear untuk faktor-faktor yang mempengaruhi
konversi
Variabel

Beta

Luas Lahan

0.013182

Jarak Lahan
Terhadap
Irigasi

Std. Err. Beta

t

p-level

0.029838

0.4418

0.659336

-0.004678

0.030347

-0.1542

0.877705

Jarak Lahan
Terhadap Jalan

0.004109

0.030238

0.1359

0.892113

Status
Kepemilikan

-0.938637

0.029304

-32.0308

0.000000

Produktivitas

-0.021161

0.029514

-0.7170

0.474591

2

R

0.884

Tabel 11 Luas lahan sawah berstatus pemilik
Kategori

Luas Lahan (Ha)

Jumlah

%

1(Sempit)

0.6

2

4.44

45

100.00

total

Berdasarkan rata-rata luas lahan sawah, terdapat tiga klasifikasi kelas
potensi konversi yaitu, kelas potensi konversi rendah, sedang dan tinggi. Kelas
potensi rendah apabila luas sawah rata-rata di daerah penelitian kurang dari 0.3
ha, kelas potensi konversi sedang bila luas sawah rata-rata sebesar 0.3-0.6 ha dan
kelas potensi konversi tingi apabila luas sawah rata-rata adalah lebih dari 0.6 ha.
Luas lahan sawah rata-rata di Kelurahan Jayaraksa adalah 0.15 ha, sehingga
masuk kategori lahan yang sempit dengan potensi konversi rendah. Secara spasial,
potensi konversi masing-masing kelompok tani dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15 menunjukkan potensi konversi lahan berbasis kelompok tani. Petani
dengan lahan yang lebih luas cenderung lebih mudah mengkonversi lahannya
dibandingkan petani dengan lahan yang sempit. Hal ini karena petani yang

24

memiliki lahan sempit cenderung mempertahankan lahan sawahnya karena lahan
tersebut merupakan satu-satunya mata pencaharian yang mereka miliki. Hidayati
(2013) dalam penelitiannya mengatakan, petani berlahan luas cenderung
memiliki banyak pilihan dalam menentukan keberanjutan lahan sawahnya seperti
menjual sebagian lahannya karena tawaran harga yang ditawarkan lebih tinggi,
sedangkan petani berlahan sempit memiliki sedikit pilihan antara
mempertahankan atau menjuallahan sawah merekadengan harga yang lebih tinggi
dari harga pasaran di daerah tersebut. Namun, kenyataan di lapang adalah
Kelurahan Jayaraksa lebih didominasi oleh petani penggara