Sintesis Hidroksiapatit dari Cangkang Keong Sawah (Bellamya javanica) dengan Metode Basah dan Modifikasi Pori dengan Kitosan

SINTESIS HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KEONG SAWAH
(Bellamya javanica) DENGAN METODE BASAH DAN MODIFIKASI
PORI DENGAN KITOSAN

DESY KUSUMA FITRI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul SintesisHidroksiapatit
dariCangkang Keong Sawah (Bellamya javanica) dengan Metode Basah dan
Modifikasi Pori dengan Kitosan adalah benar karya saya denganarahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014
Desy Kusuma Fitri
NIM G44090018

ABSTRAK
DESY KUSUMA FITRI. Sintesis Hidroksiapatit dari Cangkang Keong Sawah
(Bellamya javanica)dengan Metode Basah dan Modifikasi Pori dengan Kitosan.
Dibimbing oleh CHARLENA dan IRMA HERAWATI SUPARTO.
Hidroksiapatit (HAp) disintesis dari cangkang keong sawah (Bellamya
javanica) sebagai sumber kalsium dan direaksikan dengan fosfat yang bersumber
dari diamonium hidrogen fosfat, kemudian pori dimodifikasi dengan kitosan. HAp
disintesis dengan metode basah. Kitosan digunakan sebagai porogen karena
memiliki sifat bioaktif dan biokompatibel. Sintesis dilakukan dengan ragam waktu
sonikasi 2, 4, dan 6 jam. Semakin lama waktu sonikasi, semakin tinggi kemurnian
HAp. Pori HAp dengan kemurnian tertinggi dimodifikasi dengan menambahkan
kitosan sebesar 4% dan 6%. Hasil identifikasi HAp dengan porogen kitosan 4%
dan 6% menggunakan mikroskop elektron pemayaran tidak menunjukkan

perbedaan ukuran pori yang signifikan. Hasil identifikasi gugus fungsi dengan
inframerah transformasi Fourier pada HAp berporogen kitosan 6% memiliki
gugus yang hampir sama dengan HAp tanpa porogen. Uji in vitro pada HAp
berporogen menunjukkan HAp berporogen bersifat bioaktif.
Kata kunci: cangkang keong sawah, hidroksiapatit, kitosan, metode basah, uji in
vitro

ABSTRACT
DESY KUSUMA FITRI. Synthesis of Hydroxyapatite from Rice Fields Snail
Shell (Bellamya javanica) through Wet Method and Pore Modification Using
Chitosan. Supervised by CHARLENA and IRMA HERAWATI SUPARTO.
Hydroxyapatite (HAp) was synthesized using calcium originated from rice
fields snail shell, that was reacted with phosphate obtained from diammonium
hydrogen phosphate. The resulted ore was modified using chitosan. The HAp was
prepared using wet method. Chitosan was used as porogen due to its bioactivity
and biocompatibility properties. Sonication time in the synthesis was varied in 2,
4, and 6 hours. The longer the synthesis time, the higher the purity of the HAp.
Pore modification was applied to HAp with the highest purity. Pore modifications
were conducted by adding 4% and 6% chitosan. Scanning electron microscope
identification showed no significant differencein pore sizes using 4% and 6%

chitosan. Fourier transform infrared spectrum of HAp with 6% chitosan showed
almost similar functional groups with that of the unporogened HAp. In vitro test
of the porogened HAp revealed its bioactivity.
Key words: chitosan, hydroxyapatite, in vitro test, rice field snail shell, wet
method

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SINTESIS HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KEONG SAWAH
(Bellamya javanica) DENGAN METODE BASAH DAN MODIFIKASI
PORI DENGAN KITOSAN


DESY KUSUMA FITRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Sintesis Hidroksiapatit dari Cangkang Keong Sawah (Bellamya
javanica) dengan Metode Basah dan Modifikasi Pori dengan
Kitosan
Nama
: Desy Kusuma Fitri
NIM

: G44090018

Disetujui oleh

Dr Charlena, MSi
Pembimbing I

Dr dr Irma Herawati Suparto, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat yang Maha Kuasa Allah SWT
karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat melaksanakan serta

menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret
sampai Agustus 2013 yang bertempat di Laboratorium Kimia Anorganik dan
Laboratorium bersama Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (FMIPA IPB). Karya Ilmiah yang
berjudul Sintesis Hidroksiapatit dari Cangkang Keong Sawah (Bellamya
javanica) dengan Metode Basah dan Modifikasi Pori dengan Kitosan ini disusun
sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pelaksanaan serta penyelesaian skripsi ini, terutama kepada Ibu
Dr. Charlena, MSi selaku pembimbing I dan Dr. dr. Irma Herawati Suparto, MS
selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penelitian dan
penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih kepada Bapak Sawal, Bapak
Sunarsa, Bapak Mulyadi, dan, Bapak Wawan yang telah membantu dalam
pemakaian alat dan bahan di laboraturium Kimia Anorganik dan Laboratorium
Bersama. Ucapan terima kasih tidak lupa disampaikan kepada Ibunda, Ayahanda,
dan adik tersayang atas dukungan moral dan materilnya. Ucapan terima kasih
kepada Mugananda, Trias, Aldhi, dan Agung yang telah memberikan semangat
dan motivasi dalam menyusun karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
.


Bogor, Februari 2014
Desy Kusuma Fitri

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan
Alat
Prosedur Percobaan
Preparasi Cangkang Keong Sawah
Penentuan Kadar Kalsium
Sintesis HAp
Preparasi Kitosan
Sintesis HAp Berporogen Kitosan
Pencirian HAp-Kitosan dengan XRD, SEM, dan FTIR
Preparasi Larutan SBF
Uji In Vitro

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi dan Preparasi Cangkang Keong Sawah
Sintesis HAp
Sintesis HAp Berporogen Kitosan
Morfologi HAp
Uji in Vitro
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
1
2
2
2
2

2
3
3
3
4
4
5
6
7
10
12
13
13
13
15
31

DAFTAR GAMBAR
1 Difraktogram sinar-X cangkang keong sawah sebelum kalsinasi
2 Difraktogram sinar-X cangkang keong sawah setelah kalsinasi 1000 ºC

3 Difraktogram sinar-X HAp sintesis (a) sonikasi 2 jam (b) sonikasi4 jam
(c) sonikasi 6 jam
4 Difraktogram sinar-X HAp dengan penambahan 6% porogen kitosan
5 Difraktogramsinar-XHAp dengan penambahan 6% porogen kitosan
6 Spektrum FTIR HAp sintesis dan HAp berporogen 6% kitosan
7 Hasil analisis SEM HAp tanpa porogen (sonikasi 6 jam) pada
perbesaran 15000×
8 Hasil analisis SEM HAp berporogen 4% kitosan pada perbesaran
15000×
9 Hasil analisis SEM HAp berporogen 6% kitosan pada perbesaran
15000×
10 Konsentrasi kalsium larutan SBF terhadap periode waktu perendaman

5
6
7
8
8
9
10

10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Diagram alir penelitian
Data JCPDS
Data komposisi bahan yang digunakan untuk menghasilkan HAp
Data perhitungan konsentrasi kalsium cangkang keong sawah
Data analisis hasil XRD
Perhitungan ukuran kristal dan parameter kisi HAp
Contoh perhitungan ukuran pori dan hasil foto SEM
Data perhitungan konsentrasi kalsium hasil analisis uji in vitro

15
16
19
20
21
26
27
30

PENDAHULUAN
Semakin maraknya kecelakaan lalulintas yang terjadi belakangan ini
menyebabkan tingginya permintaan akan material yang dapat memperbaiki
kerusakan tulang. Kecelakaan dapat menyebabkan kerusakan pada tulang berupa
patahan atau retakan.Implantasi pada bagian tulang rusak merupakan upaya
pengobatan yang baik dalam pengembalian fungsi tulang. Implan tulang ke dalam
tubuh manusia dapat menggunakan berbagai material sintetik alternatif dari
bahan keramik, logam, maupun polimer, contohnya apatit serbuk.Apatitserbuk
yang diimplankan dalam tulang harus memenuhi syarat medis, yaitu bersifat
bioaktif, biokompatibel dan tidak beracun, dan menghasilkan ikatan kimia yang
sangat baik terhadap jaringan tulang (Riyani 2005).
Hidroksiapatit dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan salah satu
contoh apatit serbuk. Material ini dapat digunakan sebagai pengganti tulang
buatan yang diimplankan ke dalam tubuh manusia. HAp berpori diterapkan untuk
pengganti tulang buatan, tujuan utamanya adalah perbaikan dan regenerasi.
Meskipun jaringan tulang sendiri menunjukkan kemampuan regenerasi tulang
yang sangat baik, tetapi untuk kerusakan tulang yang cukup parah proses
penanganan dengan cangkok tulang sulit dilakukan (Sopyan et al. 2007). Untuk
optimalisasi pori tersebut, dapat digunakan kitosan sebagai porogen.
Kitosan merupakan polimer alam dari bahan alami yang memiliki sifat
biodegradabel, tidak beracun, dan biokompatibel (Kim et al. 2007). Kitosan
diharapkan mampu meningkatkan bioaktivitas, biokompatibilitas dan sifat
mekanik komposit. Sifat getas dan mudah patah dari HAp diharapkan dapat
dihilangkan dengan penggunaan kitosan sebagai biopolimer. Kitosan telah banyak
dipelajari dalam berbagai bidang biomedis seperti rekayasa jaringan untuk tulang,
pembuluh darah, dan syaraf. Ternyata, kitosan bukan material ideal untuk
rekayasa jaringan, sifat bioaktif kitosan perlu dimanfaatkan untuk teknik khusus
seperti polimer. Untuk peningkatan sifat bioaktif dalam kitosan biasanya
dikombinasikan dengan material bioaktif lainnya.Sintesis HAp dan kitosan
sebagai porogen diharapkan mampu menghasilkan HAp berpori yang tidak
bersifat toksik untuk tubuh.
Penelitian ini bertujuanmembuat HAp berpori dari limbah cangkang keong
sawah dengan menggunakan porogen berupa kitosan. Sintesis HAp dilakukan
dengan menggunakan metode basah. Penambahan porogen dengan komposisi
yang berbeda diharapkan dapat menghasilkan HAp dengan pori terbaik, yaitu
ukuran pori yang lebih besar dan seragam. Selanjutnya dilakukan analisis fasa
dengan menggunakan difraktometer sinar-X (XRD), analisis morfologi dengan
menggunakan mikroskop elektron payaran (SEM), dan identifikasi gugus fungsi
dengan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR). Penelitian ini
pun bertujuan melakukan uji in vitro untuk mengevaluasi pertumbuhan kristal
apatit menggunakan larutan simulated body fluid (SBF).

2

METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah cangkang keong sawah, kitosan,
akuades, air deion, K2Cr2O7, HCl 37%, (NH4)2HPO4, CH3COOH 2%, dan larutan
Simulated Body Fluid (SBF).

Alat
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca,mesin penggilingan, neraca
analitik, gegep, pengaduk magnetik, blender, saringan teh, mortar, desikator,
cawan porselin, kertas saring, alat kompaksi, penangas air, tanur Nabertherm,
oven Memmert Wisconia, sonikator 8893 Lok-Parmer, sentrifuga Hermle Labret
Z206A, spektrofotometer serapan atom (AAS, Shimadzu AA7000), XRD
(Shimadzu XRD-7000), SEM (Zeiss), dan spektrofotometer FTIR (One merk
Perkin Elmer).

Prosedur Percobaan
Penelitian terdiri atas 6 tahap, yaitu (1) identifikasi dan preparasi cangkang
keong sawah, (2) penentuan kadar kalsium, (3) sintesis HAp, (4) preparasi larutan
kitosan dan sintesis HAp berporogen kitosan, (5) karakterisasi menggunakan SEM,
XRD dan FTIR, dan (6) preparasi larutan SBF sertauji in vitro (Lampiran 1).
Preparasi Cangkang Keong Sawah (Modifikasi Soido et al. 2009)
Preparasi cangkang keong sawah meliputi 4 tahap, yaitu pembersihan,
pengeringan, penggilingan, dan kalsinasi. Cangkang keong sawah dicuci
kemudian direbus dengan tujuan agar bagian daging yang masih tersisa dapat
terpisah dari cangkangnya serta untuk menghilangkan bau. Selanjutnya cangkang
keong sawah dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering, cangkang
keong sawah digiling hingga berbentuk serbuk, lalu sebanyak 2 g diambil dan
dihaluskan untuk diidentifikasi fasanya dengan menggunakan XRD. Setelah
digiling kemudian dikalsinasi selama 2 jam pada suhu 1000 ºC untuk
menghasilkan senyawa CaO. Serbuk CaO dibiarkan kontak dengan udara selama
seminggu pada suhu ruang agar membentuk senyawa Ca(OH)2. Untuk pemastian
terbentuknya Ca(OH)2, abu yang telah dibiarkan kontak dengan udara dianalisis
pola difraksi sinar-X nya.
Penentuan Kadar Kalsium
Labu takar yang akan digunakan untuk menentukan kadar kalsium
direndam menggunakan K2Cr2O7 yang dicampur dengan H2SO4 selama 2 hari. Hal
ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada
dinding labu takar. Tiga buah labu takar diisi dengan 0.1 g sampel cangkang
keong sawah yang telah dikalsinasi, kemudian ditambahkan 5 mL HCl 37%, lalu
diaduk hingga homogen. Selanjutnya campuran ditera dengan menggunakan air

3
deion. Blanko dibuat dengan memasukkan 5 mL HCl 37% ke dalam labu takar,
kemudian ditera dengan menggunakan air deion. Tiap larutan di dalam labu takar
diambil 1 mL dan dipindahkan ke dalam labu takar yang lain, lalu ditera. Deret
standar, blanko dan sampel diukur dengan AAS pada panjang gelombang 422.7
nm.
Sintesis HAp (Santos et al. 2004)
Suspensi Ca(OH)2 0.5 M disiapkan dari serbuk Ca(OH)2 (abu hasil
kalsinasi yang telah dihidrasi) dan air deion. Larutan (NH4)2HPO4 0.3 M
ditambahkan ke dalam suspensi Ca(OH)2 dengan menggunakan buret pada suhu
40±2 °C dan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik.Larutan kemudian
dibiarkan (aged) selama 24 jam pada suhu kamar.Selanjutnya larutan disonikasi
dengan menggunakan sonikator bath dengan 3 variasi waktu, yaitu selama 2, 4
dan 6 jam. Setelah itu larutan didekantasi. Endapan disentrifugasi pada 4500 rpm
selama 15 menit kemudian dibilas dengan air deion. Lalu endapan dikeringkan
pada suhu 100 °C selama 3 jam dengan menggunakan oven. Setelah kering,
endapan ditumbuk halus dengan menggunakan mortar lalu dipanaskan dalam
tanur pada suhu 900 °C selama 2 jam. Serbuk HAp dibiarkan mendingin di dalam
desikator.Setelah dingin, dilakukan pencirian dengan menggunakan XRD.
Hidroksiapatit dengan hasil pencirian XRD terbaik dari 3 variasi waktu sonikasi
dikarakterisasi lanjut menggunakan SEM. Selain itu, HAp terbaik digunakan
untuk sintesis HAp berpori.
Preparasi Larutan Kitosan
Larutan kitosan dibuat melalui modifikasi metode Kim et al. (2007).
Larutan kitosan 4% dan 6% dibuat dengan melarutkan 4 g dan 6 g serbuk kitosan
ke dalam larutan asam asetat 2%. Larutan ini diaduk dengan kecepatan
pengadukan 300 rpm pada suhu kamar selama 3 jam kemudian didiamkan selama
24 jam untuk melarutkan kitosan, kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu
takar 100 mL dan ditera dengan asam asetat 2%.
Sintesis HAp Berporogen Kitosan(Modifkasi Santos et al. 2004)
Hidroksiapatit dengan hasil pencirian XRD terbaik dari 3 variasi waktu
sonikasi digunakan untuk sintesis HAp dengan modifikasi pori. Konsentrasi
kitosan yang digunakan adalah 4% dan 6%. Suspensi Ca(OH)2 0.5 M disiapkan
dari serbuk Ca(OH)2 (abu hasil kalsinasi yang telah dihidrasi) dan air deion.
Larutan (NH4)2HPO4 0.3 M ditambahkan ke dalam suspensi Ca(OH)2dengan
menggunakan buret pada suhu 40±2 °C dan diaduk dengan menggunakan
pengaduk magnetik. Kitosan dimasukkan ke dalam larutan, kemudian diaduk.
Larutan kemudian dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar.Selanjutnya larutan
disonikasi, lalu supernatannya didekantasi. Endapan disentrifugasi pada 4500 rpm
selama 15 menit kemudian dibilas dengan air deion. Setelah ituendapan
dikeringkan pada suhu 100 °C selama 3 jam dengan menggunakan oven. Setelah
kering, endapan ditumbuk halus dengan menggunakan mortar lalu dipanaskan
dalam tanur pada suhu 900 °C selama 2 jam. Serbuk HAp dibiarkan mendingin di
dalam desikator.Setelah dingin, dilakukan pencirian morfologi HAp dengan
menggunakan SEM. Hasil pencirian SEM terbaik dikarakterisasi lebih lanjut
menggunakan XRD.

4

Pencirian Hap Berporogen Kitosan dengan XRD, SEM dan FTIR
Pencirian dengan XRD dilakukan untuk mengetahui fase yang terkandung
di dalam sampel.Sampel yang sudah kering disiapkan dan digerus dengan
menggunakan mortar sampai halus. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam
holder.Holder berisi sampel dikait pada difraktometer. Selanjutnya, pada
komputer di set nama sampel, sudut awal, sudut akhir, dan kecepatan analisa.
Sudut awal pada 10º dan sudut akhir pada 80º, kecepatan baca di set 0.60 detik
dengan panjang gelombang 1.5406 Aº dan sebagai target adalah tembaga (Cu).
Pencirian dengan SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran
pori dari hidroksiapatit. Sampel diletakkan pada plat alumunium, kemudian
dilapisi dengan pelapis emas setebal 48 nm. Proses selanjutnya, sampel yang telah
dilapisi emas diamati menggunakan SEM dengan tegangan 16 kV.
Pencirian dengan FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi
yang terkandung di dalam sampel. Sampel sebanyak 0.1 g di tambah KBr,
kemudian dibuat peletdengan menggunakan alat kompaksi. Setelah itu pelet
sampel-KBr diletakkan pada wadah sampel FTIR dan dimasukkan ke dalam
kompartemen sampel, kemudian dilakukan pemayaran menggunakan FTIR.
Preparasi Larutan SBF (Purnama et al. 2004)
Air sebanyak 960mL diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik
pada suhu 35 °C. Selanjutnya dimasukkan bahan-bahan dengan urutan sebagai
berikut: 3.2735 g NaCl 99.5%, 1.1340 g NaHCO3 99.5%, 0.1865 g KCl 99%,
0.0890 g Na2HPO4.2H2O 99.5%, 0.1525 g MgCl2.6H2O 98%, 0.1840 g
CaCl2.2H2O 99%, 0.0355 g Na2SO4, 3.0285 g (CH2OH)3CNH2 99.2% dan 20 g
HCl 1M. Agar bahan-bahan yang dimasukkan dapat larut secara merata,
pencampuran diberi selang 2 menit setiap bahannya serta penambahan HCl 2 tetes
per detik.
Ujiin Vitrodengan menggunakan Larutan SBF(Modifikasi Sharma et al.
2009)
Sampel sebanyak 0.7 g dibuat pelet, kemudian dimasukkan ke dalam
larutan SBF sebanyak 60 mL. Sampel yang diuji yaitu HAp sintesis (sonikasi 6
jam), HAp berporogen 4% kitosan dan HAp berporogen 6% kitosan. Proses
perendaman dilakukan dengan rentang waktu yang telah ditentukan, yaitu selama
6dan 20 hari. Hasil perendaman larutan SBF diambil 20 mL kemudian dilakukan
penyaringan larutan dengan kertas saring Whatman No. 40 dan filtrat diuji dengan
menggunakan AAS.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi dan Preparasi Cangkang Keong Sawah
Keong sawah merupakan moluska air tawar yang dagingnya banyak
dimanfaatkan sebagai bahan pangan kaya protein dan mineral di berbagai negara
di dunia termasuk Indonesia.Cangkang keong sawah merupakan limbah dari
konsumsi dagingnya dan belum memiliki pemanfaatan komersial yang signifikan.
Limbah ini kaya akan berbagai mineral termasuk kalsium (Baby et al. 2010).
Cangkang keong sawah digunakan sebagi bahan baku dalam penelitian ini sebab
memiliki kandungan kalsium yang tinggi. Selain kalsium, terdapat pula fasa lain
yang terkandung dalam cangkang keong sawah dapat dilihat pada difraktogran
sinar-X cangkang keong sawah sebelum dikalsinasi.
Difraktogram sinar-X cangkang keong sawah sebelum dikalsinasi pada
Gambar 1 menunjukkan cangkang keong sawah mengandung fasa CaCO3 dan
Ca3(PO4)2.Fase CaCO3 dengan intensitas tinggi terdapat pada nilai 2: 26.25°,
33.16°, dan 45.88°. Nilai 2 ini dicocokkan dengan data JCPDS untuk CaCO3,
yaitu 26.213°, 33.128°, dan 45.853° (Lampiran 2). Difraktogram sinar-X
cangkang keong sawah di atas menunjukkan fasa CaCO3 merupakan komponen
yang dominan. Kalsium yang terkandung dalam cangkang moluska umumnya
berada dalam bentuk kalsium karbonat (Soido et al. 2009).

Gambar 1 Difraktogram sinar-X cangkang keong sawah sebelum kalsinasi
Kalsium karbonat yang terdapat dalam serbuk cangkang keong sawah
diubah menjadi Ca(OH)2 melalui proses kalsinasi dan hidrasi untuk selanjutnya
digunakan sebagai sumber kalsium untuk sintesis HAp pada penelitian ini. Proses
kalsinasi dilakukan untuk menghilangkan gas CO2 dan komponen organik dari
CaCO3 (Adak dan Purohit 2011). Senyawa CaO yang terbentuk kemudian diubah
menjadi Ca(OH)2 melalui proses hidrasi dengan cara membiarkan CaO mengalami
kontak dengan udara dengan cara menempatkan di tempat yang lembab selama
satu minggu. Berikut ini merupakan resksi dari proses kalsinasi (a) dan hidrasi (b)
yang terjadi :
a) CaCO3 → CaO + CO2
b) 2CaO + 2H2O→2Ca(OH)2

6
Kalsium karbonat yang telah melalui proses kalsinasi dan hidrasi
kemudian dianalisis dengan difraksi sinar-X untuk pemastian pembentukan
Ca(OH)2. Setelah proses kalsinasi pada suhu 1000 oC selama 2 jam dan hidrasi
selama satu minggu, difraktogram sinar-X yang dihasilkan (Gambar 2)
menunjukkan terbentuknya fasa Ca(OH)2 dan beberapa fasa lain seperti
CaCO3dan Ca(PO4)2.
Kadar kalsium yang terkandung di dalam serbuk cangkang keong sawah
diukur menggunakan AAS. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar kalsium
yang terdapat dalam serbuk cangkang keong sawah sebesar 88.54% dan
merupakan kalsium aragonit (Lampiran 3).

Gambar 2 Difraktogram sinar-X cangkang keong sawah setelah
kalsinasi 1000 ºCdan dibiarkan selama 1 minggu

Sintesis HAp
Sintesis HAp pada penelitian ini menggunakan metode basah. Penggunaan
metode basah ini didasari oleh ketersediaan alat yang dapat digunakan, biaya yang
relatif murah, serta dalam prosesnya akan menghasilkan HAp dengan tingkat
kemurnian yang cukup tinggi dan hasil samping sintesisnya air (Vijayalakshmi
dan Rajeswari 2006).
Sintesis HAp dimulai dengan mencampurkan larutan (NH4)2.HPO4 0.3 M
pada suspensi Ca(OH)20.5 M seperti yang disiapkan pada metode sebelumnya
pada suhu 40±2 °C, pH dimonitor namun tidak dikoreksi.Perbandingan
konsentrasi yang digunakan mengacu pada salah satu indikator terbentuknya
HAp,yaitu nisbah Ca/P sebesar 1.67. Reaksinya adalah sebagai berikut:
10Ca(OH)2 + 6(NH4)2.HPO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 6H2O + 12NH4OH
Sonikasi bertujuan untuk menghomogenkan campuran kalsium dengan
fosfat. Terdapat tiga variasi waktu sonikasi pada sintesis HAp yakni 2, 4, dan 6
jam (Gambar 3). Variasi waktu dilakukan untuk melihat hasil sintesis HAp terbaik.
Selanjutnya dilakukan sentrifugasi yang bertujuan memisahkan endapan.
Berdasarkan difraktogram sinar-X pada Gambar 3, menunjukkan bahwa
HAp telah terbentuk. Difraktogram sinar-X menunjukkan semakin lama waktu
sonikasi, HAp yang dihasilkan semakin murni.Difraktogram sinar-X
hidroksiapatit sintesis dengan waktu sonikasi 2 dan 4 jam menunjukkan
kandungan fasa HAp yang dominan, tetapi masih terdapat fasa lain yang

7
terkandung di dalam sampel, diantaranya adalah CaCO3, CaO, Ca(OH)2, apatit
karbonat tipe A (AKA) dengan rumus molekul Ca10(PO4)6CO3 dan apatit karbonat
tipe B (AKB) dengan rumus molekul Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2, keberadaan fasa
lain ini tidak membahayakan bagi tubuh. Hidroksiapatit sintesis dengan lama
waktu sonikasi 6 jam, meskipun masih terdapat fasa lain selain HAp yaitu AKB,
tetapi kemurnian HAp yang dihasilkan sudah cukup tinggi. Sehingga lamanya
waktu sonikasi selama 6 jam ini digunakan untuk menghasilkan HAp yang akan
dimodifikasi porinya dengan menggunakan porogen.

a)

b)

c)

Gambar 3 Difraktogram sinar-X HAp sintesis (a) sonikasi 2 jam(b)sonikasi
4 jam (c) sonikasi 6 jam

Sintesis HAp Berporogen Kitosan
Hidroksiapatit yang merupakan komponen utama dari tulang dapat
disintesis dengan menyampurkan kitosan yang berfungsi sebagai porogen untuk

8
modifikasi pori. Hidroksiapatit berpori telah dipergunakan untuk pengganti tulang
buatan. Kegunaan utamanya untuk perbaikan pertumbuhan kembali jaringan yang
hilang, rusak atau mengalami perubahan (Sopyan et al. 2007). Modifikasi pori
HAp dilakukan untuk memperbesar dan menambah jumlah pori pada HAp.
Penggunaan kitosan sebagai porogen karena kitosan merupakan polimer alam
yang mudah didapat, bersifat biokompatibel, bioaktif, dan aman jika diaplikasikan
pada manusia. Penambahan porogen berupa kitosan dilakukan dengan variasi
konsentrasi sebesar 4% dan 6%. Gambar di bawah ini menunjukkan difraktogram
sinar-X HAp berporogen kitosan dan difraktogram sinar-X kitosan.

Gambar4 Difraktogram sinar-X HAp dengan penambahan 6% porogen kitosan
Difraktogram sinar-X HAp dengan penambahan 6% porogen kitosan
(Gambar 4) menunjukkan bahwa semua sudut puncak 2θ, baik yang intensitasnya
rendah, maupun yang intensitasnya tinggi telah sesuai dengan data JCPDS
(Lampiran 4). Difraktogram tersebut menunjukkan hanya fasa HAp yang
terbentuk (Lampiran 5). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kitosan tidak
membuat perubahan pada difraktogram sinar-X HAp. Ini berarti bahwa
penambahan kitosan tidak menyebabkan perubahan bentuk struktural dari HAp.
Kitosan dari komposit telah hilang saat dikalsinasi pada suhu 1000 °C. Senyawa
organik akan terdegradasi pada pemanasan dengan suhu diatas 600 °C (Trianita
2012).
Gambar 5 menunjukkan difraktogram sinar-X kitosan yang membuktikan
pada difraktogram HAp dengan penambahan kitosan 6% tidak terbentuk
difraktogram sinar-X dari kitosan yang memilki 2θ bernilai 20.362° dan 10.527°
(Romawarni 2011).

Gambar 5 Difraktogram sinar-X Kitosan (Romawarni 2011)

9
Tabel 1 Ukuran kristal dan parameter kisi HAp sintesis dan berpori
Parameter kisi
Ukuran kristal
Sampel
(nm)
a (Å)
c (Å)
HAp sintesis (sonikasi 6 jam)
41.959
9.413
6.883
HAp berporogen 6% kitosan

37.606

9.473

6.922

Struktur kristal dari HAp adalah heksagonal. Parameter kisi HAp memiliki
nilai a=b±c. Hasil perhitungan parameter kisi (Lampiran 6) menunjukkan baik
pada HAp tanpa porogen maupun HAp berporogen nilainya telah mendekati
dengan nilai parameter kisi yang ada pada literatur, yaitu pada JCPDS nilai
parameter kisi a dan c untuk HAp berturut-turut adalah 9.418 Å dan 6.884 Å.
Hidroksiapatit yang telah ditambahkan 6% kitosan ukuran kristalnya lebih kecil
dibandingkan dengan HAp tanpa porogen. Hasil analisis SEM terbaik selain
dianalisis lanjut dengan menggunakan XRD, juga dianalisis lanjut dengan
menggunakan FTIR. Identifikasi gugus fungsi menunjukkan secara keseluruhan
spektrum FTIR HAp berporogen 6% kitosan menyerupai HAp tanpa porogen. Hal
ini semakin memperkuat hasil karakterisasi XRD sebelumnya, yakni terlihat
bahwa penambahan kitosan tidak terlalu berpengaruh.
Gambar 6 menunjukkan spektrum inframerah dari HAp berporogen 6%
kitosan terdapat ikatan OH pada vibrasi gelombang 3571.51 cm-1 dan 632.17 cm-1
sedangkan pada HAp sintesis menunjukkan adanya ikatan OH pada vibrasi
gelombang 3571.61 cm-1 dan 632.12 cm-1(Pattanayak et al. 2005). Dalam
penelitian ini ikatan gugus fosfat pada HAp berporogen 6% kitosan tampak pada
bilangan gelombang 571.10 cm-1, 602.60 cm-1, dan 962.96 cm-1,sedangkan pada
HAp tanpa porogen tampak pada bilangan gelombang 570.79 cm-1, 602.66 cm-1
dan 962.88 cm-1 (Gambar 6). Menurut Pattanayak et al. (2005) ikatan gugus
fosfat dengan intensitas yang paling tinggi terdapat pada bilangan gelombang
1000-1100 cm-1. Ikatan gugus fosfat dengan intensitas yang paling tinggi dari
hasil analisis ini terdapat pada bilangan gelombang 1054.37 cm-1 untuk HAp
berporogen 6% kitosan dan1059.03 cm-1 untuk HAp tanpa porogen. Gugus fungsi
senyawa fasa Ca-O dari HAp berporogen 6% kitosan dan HAp tanpa porogen
tidak berbeda jauh, yakni ditemukan pada vibrasi gelombang 1423.83 cm-1 dan
1458.07 cm-1. Menurut Pattanayak et al. (2005) gugus fungsi senyawa fasa Ca-O
ditemukan pada vibrasi gelombang 1400-1700 cm-1.

Gambar 6 Spektrum FTIR HAp sintesis dan HAp berporogen 6% kitosan

10
Morfologi HAp
Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi HApdengan atau
tanpa adanya kitosan. Karakteristik fisik dari HAp berpori yang meliputi ukuran
pori, morfologi pori, dan keseragaman pori akan mempengaruhi pertumbuhan
tulang ke dalam implant (Sopyanetal.2007).
Gambar 7 memperlihatkan hasil SEM dari HAp tanpa porogen.Hasil
analisis yang dilakukan pada perbesaran 15000× menunjukkan partikel-partikel
halus yang membentuk agregat dengan ukuran tidak meratadan menunjukkan
ukuran pori yang sangat kecil yaitu sekitar 0.09-0.40 µm setelah dilakukan
pengukuran (Lampiran 7).

Gambar 7 Hasil analisis SEM HAp sintesis (sonikasi 6 jam) pada perbesaran
15000×
Gambar 8 memperlihatkan hasil foto SEM HAp berporogen 4% kitosan
yang dilakukan pada perbesaran 15000×. Pori-pori yang terbentuk berukuran
sekitar 0.14 - 0.24µm.Meskipun pori-pori yang dihasilkan masih terlampau kecil,
tetapi dari hasil analisis ini terlihat telah terjadi perubahan ukuran pori pada
sampel dengan menggunakan kitosan sebagai porogennya.

Gambar 8 Hasil analisis SEM HAp berporogen 4% kitosan pada perbesaran
15000×

11
Hasil analisis SEM HAp berporogen 6% kitosan (Gambar 9) yang
dilakukan pada perbesaran 15000× memperlihatkan struktur HAp berpori yang
sedikit lebih terlihat dibandingkan HAp yang ditambahkan 4% kitosan, walaupun
perbedaannya tidak signifikan. Pori-pori yang terbentuk sedikit lebih besar, yaitu
sekitar 0.17-0.65µm. Jika ukuran pori yang terbentuk kurang dari 10 µmakan
menghalangi pertumbuhan sel, 15-50 µm dapat merangsang pertumbuhan
fibrovaskuler, 50-150 µm dapat menghasilkan pembentukan osteoid dan pada
ukuran lebih dari 150 mikron memungkinkan terjadinya mineralisasi(Kim et al.
2007).

Gambar 9 Hasil analisis SEM HAp berporogen 6% kitosan pada perbesaran
15000×
Menurut Chen et al (2002), komposit hidroksiapatit-kitosan akan
menghasilkan pori yang kecilsehingga ukuran partikelnya pun kecil, sehingga
terbentuk nanohidroksiapatit yang memiliki ukuran partikel dengan panjang 20-30
nm dan lebar 50-60 nm. Ukuran kristal HAp yang diperoleh pada penelitian ini
yaitu sebesar 37.606 nm mendekati ukuran nanohidroksiapatit. Nanohidroksiapatit
dapat berfungsi sebagai pelapis logam untuk implan tulang.
Mikrokristal dengan ukuran 190-230 µm dari struktur berpori
memungkinkan pembuluh darah dan jaringan ikat masuk diantara pori-pori
sehingga dapat merangsang pertumbuhan tulang. Pori-pori minimum dengan
ukuran 100 µm diperlukan untuk bahan implan berpori agar dapat berfungsi
dengan baik, karena dapat membentuk tulangyang baru, sebab jaringan ikat dan
pembuluhdarah akantumbuh pada pori diantara implan dan tulang pada ukuran
tersebut. Hasil sintesis HAp tanpa porogen dan dengan penambahan porogen
dalam penelitian ini belum dapat diaplikasikan untuk medis karena ukuran pori
yang dihasilkan terlampau kecil dan distribusi pori kurang seragam. Pori-pori
HAp yang tidak teratur dalam bentuk dan ukuran dapat menyebabkan porositas
HAp yang dihasilkan rendah, akibatnya struktur HAp tidak kompak sehingga
apabila digunakan sebagai implan sifatnya menjadi rapuh atau mudah patah.

12
UjiIn Vitro
Larutan SBF (simulated body fluid) merupakan larutan yang mengandung
ion-ion yang komposisinya kurang lebih sama dengan cairan tubuh manusia.
Cairan SBF dapat digunakan sebagai media untuk pertumbuhan kristal apatit
dalam uji coba in vitro. Uji in vitro dilakukan untuk mengetahui sifat bioaktif dari
suatu material HAp yang ditandai dengan pertumbuhan kristal apatit.
Pertumbuhan kristal apatit membutuhkan ion kalsium dan fosfat (Oudadesse et al.
2011). Perendaman sampel di dalam larutan SBF dilakukan selama 20 hari dengan
pengamatan konsentrasi kalsium dilakukan pada hari ke 6 dan hari ke 20. Menurut
Sharma et al. (2009) langkah awal dalam pertumbuhan kristal apatit terlihat
setelah perendaman selama tujuh hari. Karena pada periode waktu tersebut terjadi
proses pengendapan ion Ca2+.
Konsentrasi kalsium dapat diidentifikasi menggunakan AAS. Konsentrasi
kalsium dalam larutan SBF awal,yaitu sebesar 3.43 ppm (Lampiran 8).
Konsentrasi kalsium HAp tanpa porogen, HAp berporogen 4% kitosan dan HAp
berporogen 6% kitosan setelah perendaman selama 6 hari berturut-turut sebesar
8.78 ppm, 6.07 ppm dan 6.82 ppm. Konsentrasi kalsium HAp tanpa porogen, HAp
berporogen 4% kitosan dan HAp berporogen 6% kitosan setelah perendaman
selama 20 hari berturut-turut adalah sebesar 10.93 ppm, 10.88 ppm dan 12.59 ppm
(Lampiran 8).
Gambar 10 menunjukkan Setelah dilakukan perendaman di dalam larutan
SBF, baik HAp tanpa porogen maupun HAp berporogen menghasilkan
konsentrasi kalsium yang lebih besar dibandingkan dengan larutan SBF awal. Hal
ini disebabkan oleh keberadaan perbedaan potensial kimia antara sampel dengan
larutan SBF. Terjadi proses pertukaran ion antara sampel dengan larutan SBF,
yaitu sampel melepaskan ion Ca2+ke dalam larutan SBF, sehingga ion Ca2+ dalam
larutan SBF bertambah (Sharma et al. 2009). Hidroksiapatit berporogen 6%
kitosan menghasilkan konsentrasi kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan
HAp berporogen 4% kitosan dan HAp tanpa porogen. Hasil analisis ini
memperlihatkan kecepatan HAp dengan struktur berpori dalam meningkatkan
sifat bioaktif. Dengan keberadaan pori akan memudahkan pertukaran ion antara
sampel dan larutan SBF (Romawarni 2011). Kitosan akan menghambat pelepasan
Ca2+, namun karena kitosan telah hilang pada proses kalsinasi maka kitosan tidak
dapat menghambat pelepasan Ca2+.

Gambar 10 Konsentrasi kalsium larutan SBF terhadap periode waktu perendaman

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sintesis hidroksiapatitberbahan dasar Ca(OH)2 dari serbuk cangkang
keong sawah telah berhasil dibuat dengan menggunakan metode basah. Hasil
analisis XRD menunjukkan bahwa pada sampel telah terbentuk fase HAp dengan
tingkat kemurnian yang cukup tinggi. Pencirian SEM memperlihatkan pori-pori
berukuran 0.17-0.65 µm yang terlihat jelas pada sampel HAp dengan penambahan
kitosan 6%. Penambahan kitosan dapat memperkecil ukuran partikel dan
membuat pori seragam. Identifikasi gugus fungsi HAp berpori dengan FTIR
menunjukkan spektrum FTIR HAp berporogen kitosan menyerupai HAp tanpa
porogen. Uji in vitro menunjukkan semakin lama waktu perendaman maka
pelepasan Ca2+akan semakin meningkat.
Saran
Perlu adanya teknik khusus untuk proses penyempurnaan sintesis
hidroksiapatit berporogen kitosan agar diperoleh pori-pori dengan ukuran yang
optimum, bentuk pori yang teratur dan seragam, Selain itu, untuk analisis sampel
dengan menggunakan SEM, disarankan tidak hanya melihat permukaannya saja,
tetapi juga penampang lintangnya, sehingga dapat dilihat kedalaman pori dari
sampel. Perlu dilakukan uji korosi dan analisis ukuran partikel HAp dengan PSA
atau TEM. Karakterisasi dengan menggunakan XRD dan SEM perlu dilakukan
pada sampel yang telah direndam dalam larutan SBF untuk melihat pertumbuhan
dari kristal apatit.

DAFTAR PUSTAKA
Adak MD, Purohit KM. 2011. Synthesis of nano-crystalline hydroxiapatite from
dead snail shell for biological implantation. Trends BiomaterArtif Organs.
25(3): 101-106.
Baby RL, Hasan I, Kabir KA, Naser MN. 2010. Nutrient analysis of some
Commercially important molluscs of Bangladesh. J. Sci. Res.2(2): 390-396.
Chen F, Wang ZC, Lin CJ. 2002. Preparation and characterization of nano-sized
hydroxyapatiteparticles and hydroxyapatite/chitosan nano-composite for
usein biomedical materials. Mater.Lett. 57: 858–861
Dahlan KA, Prasetyani F, Sari YW. 2009. Sintesis hidroksiapatit dari cangkang
telur menggunakan dry method. J. Biofis. 5(2): 71-78.
Kim HS, Kim JT, Jung YJ. 2007. Preparation of porous chitosan/fibroin
hydroxiapatite composite matrix for tissue engineering. Macromol. Res.
15(1): 65-73.
Oudadesse H, Mostafa A, Bui XV, Foad E, Kamal G, Legal Y, Cathelineau G.
2011.
Physico-chemical
assessment
of
biomimeticnanohydroxyapatitepolymer matrix for use in bony surgery.Int. J. Bio. Biomed.
Eng.5:3.

14
Pattanayak DK, Divya P, Upadhyay S, Prasad RC, Rao BT, Mohan TRR. 2005.
Synthesis and evaluation of hydroxiapatite ceramics. Trends Biomater
Artif Organs.18(2).
Prihantoko DA. 2011. Karakterisasi paduan CoCrMo dengan pelapisan titanium
nitrida dan hidroksiapatit-kitosan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Purnama EF. Nikmatin S, Langenati R. 2004. Pengaruh suhu reaksi terhadap
derajat kristalinitas dan komposisi hidroksiapatit dibuat dengan media air
dan cairan tubuh buatan (synthetic body fluid). J. Mater. Sci.
Riyani E. 2005. Karakterisasi senyawa kalsium fosfat karbonat hasil
presipitasiMenggunakan XRD, SEM, dan EDXA pengaruh perubahan ion
F dan Mg [skripsi]. Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Romawarni A. 2011. Sintesis dan uji in vitro hidroksiapatit berporogen kitosan
dengan metode sol-gel [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Santos MH, de Oliveira M, Souza LPF, Mansur HS, Vasconcelos WL. 2004.
Synthesis control and characterization of hydroxiapatite prepared by wet
precipitation process. Mater Res. 7(4): 625-630.
Sharma S, Son VP, Bellare JR. 2009. Chitosan reinforced apatite wollastonite
coating by electrophoretic deposition on titanium implants. J. Mater. Sci.
20: 1427-1436.
Soido C, Vasconcello MC, Diniz AG, Pinheiro J. 2009. An improvement of
calcium determination technique in the shell of molluscs. Braz Archives
Bio Tech.52(1): 93-98.
Sopyan I, Mel M, Ramesh S, Khalid KA. 2007. Porous hidroxyapatite for
artificial bone application. SciTech Adv Mater. 8:116-123.
Trianita VN. 2012. Sintesis hidroksiapatit berpori dengan porogen polivinil
alkohol dan pati [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Vijayalakshmi U, Rajeswari S. 2006. Preparation and characterization of
microcrystalline hydroxiapatite using sol gel method. Trends Biomater
Artificial Organs 19(2): 57-62.

15
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Preparasi cangkang keong sawah
(Pembersihan, pengeringan, penggilingan,dan
kalsinasi pada suhu 1000 ºC selama 2 jam)

Penentuan kadar kalsium dengan AAS

Sintesis HAp dengan metode basah
(suspensi Ca(OH)2 0,5 M + suspensi (NH4)2.HPO4 0,3 M)
sonikasi 2 jam, 4 jam dan 6 jam

Pencirian dengan XRD

Pencirian
dengan FTIR

HAp terbaik
(sonikasi 6 jam)

Sintesis HAp berporogen kitosan
(kitosan 4%dan 6%)

Pencirian dengan SEM

Pori terbaik

Pencirian dengan XRD dan FTIR

Uji
in vitro

Uji
in vitro

16
Lampiran 2 Data JCPDS
a. Kalsium karbonat: CaCO3

b. Kalsium fosfat: Ca3(PO4)2

17
Lampiran 2 lanjutan
c. Kalsium oksida: CaO

d. Apatit tipe A (AKA): Ca10(PO4)6CO3

18
Lampiran 2 lanjutan
e. Apatit tipe B (AKB): Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2

f. Hidroksiapatit (HAp): Ca10(PO4)6(OH)2

19
Lampiran 2 lanjutan
g. Kalsium hidroksida: Ca(OH)2

Lampiran 3 Data komposisi bahan yang digunakan untuk menghasilkan HAp
Pereaksi
Bobot molekul (g/mol)
Bobot teoritis (g)
Konsentrasi (M)
Volume (mL)

Ca(OH)2
74.0780
3.7039
0.5
100

a. Larutan (NH4)2.HPO4 0,3 M
M= x
x
0.3 =
g = 3. 9596 gram
b. LarutanCa(OH)20.5 M
M= x
x
0.5 =
g = 3.7039 gram

(NH4)2.HPO4
131.9880
3.9596
0.3
100

20
Lampiran 4 Data perhitungan konsentrasi kalsium cangkang keong sawah

Absorban

a. Absorban standar kalsium
Konsentrasi standar (ppm)
0.0000
2.0000
4.0000
8.0000
12.0000
16.0000
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
-0,1 0

Absorban
0.0000
0.0594
0.1201
0.2487
0.3698
0.4974
y = 0.031x - 0.002
R² = 0.999

5

10

15

20

Konsentrasi (ppm)
b. Absorban dan konsentrasi kalsium cangkang keong sawah
Konsentrasi
Sampel
Absorban
WF
VF DF
(ppm)
Blanko sampel
0.3594
0.0076
1
1
1
Cangkang keong sawah 1
9.0305
0.2788 0.1022 100 100
Cangkang keong sawah2
9.5197
0.2941 0.1011 100 100
Cangkang keong sawah 3
9.5741
0.2958 0.1022 100 100
Contoh perhitungan ulangan 1 (sampel cangkang keong sawah 1):
Konsentrasi Ca =


=
= 848444.2270 ppm



Konsentrasi rerata Ca =
=
= 885380.5271 ppm
= 88.54%

21
Lampiran 5 Data analisis hasil XRD
a. Serbuk cangkang keong sawah sebelum kalsinasi

Intensitas
Fasa
26.25
80
CaCO3
27.21
26
CaCO3
31.16
38
CaCO3
33.16
143
CaCO3
36.14
29
CaCO3
37.93
49
CaCO3
38.43
23
CaCO3
42.94
56
Ca3(PO4)2
45.88
93
CaCO3
48.45
22
CaCO3
50.23
22
CaCO3
52.49
70
CaCO3
53.03
35
CaCO3
b. Serbuk cangkang keong sawah setelah kalsinasi

Intensitas
Fasa
17.90
112
Ca(OH)2
28.64
54
Ca(OH)2
29.36
152
Ca3(PO4)2
34.10
172
Ca(OH)2
39.36
32
CaCO3
47.06
68
Ca(OH)2
48.40
38
CaCO3
50.74
72
Ca3(PO4)2
54.38
38
Ca3(PO4)2
64.30
24
Ca(OH)2

22
Lampiran 5 lanjutan
c. HAp tanpa porogen (sonikasi 2 jam)

21.84
22.90
25.94
28.18
29.10
31.84
32.24
33.02
34.12
35.50
37.46
39.22
39.86
42.08
43.92
45.46
46.74
48.14
49.54
50.58
50.66
52.18
53.22
61.70
63.02

Intensitas
24
22
102
34
46
230
130
170
54
20
20
22
68
20
20
22
84
38
102
46
44
42
44
22
32

Fase
HAp
HAp
AKA
AKB
HAp
HAp
AKA
CaCO3
Ca(OH)2
AKA
CaO
AKA
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
AKB
HAp
Ca(OH)2
AKB
HAp
HAp
HAp

23
Lampiran 5 lanjutan
d. HAp tanpa porogen (sonikasi 4 jam)
2 Ө Intensitas
17.90
26
25.80
76
28.04
22
28.90
52
31.76
230
32.14
136
32.88
142
34.08
94
35.46
22
39.18
28
39.76
58
42.04
20
46.70
76
48.10
50
49.48
84
50.50
48
51.32
26
52.12
36
53.18
40
61.64
24

Fase
Ca(OH)2
AKB
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
Ca(OH)2
HAp
HAp
AKA
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp

24
Lampiran 5 lanjutan
e. HAp tanpa porogen (sonikasi 6 jam)

10.80
21.76
22.86
25.88
28.10
28.92
31.80
31.72
32.96
34.12
39.84
46.78
48.14
49.50
50.54
51.38
52.14
53.20
55.90
57.16
61.70
63.06

Intensitas
22
22
28
86
28
44
288
152
170
76
62
92
36
88
50
42
40
48
26
20
28
34

Fase
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
AKB
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp

25

Lampiran 5 lanjutan
f. HAp berporogen 6% Kitosan

Intensitas
10.84
20
22.8
20
25.9
86
28.12
34
31.82
248
32.92
162
39.88
82
46.7
70
48.1
44
49.5
98
50.54
44
51.3
24
52.08
36
53.14
40
55.8
26
61.64
20

Fasa
Hap
Hap
Hap
Hap
Hap
Hap
Hap
Hap
Hap
Hap
Hap
Hap
Hap
Hap
Hap
Hap

26
Lampiran 6 Perhitungan ukuran kristal dan parameter kisi HAp
a) Perhitungan ukuran kristal
Sampel

2θ (°)

HAp tanpa
porogen
31.72
(sonikasi 6 jam) 31.80
32.96
HAp
berporogen
31.81
6% kitosan
32.95
32.21

β (°)


(rad)

θ (rad) cos θ (rad) β (rad)

D (nm)

0.2074 0.5536 0.2768
0.2074 0.5550 0.2775
0.2027 0.5753 0.2876

0.9619
0.9617
0.9589

0.0036 41.589
0.0036 41.598
0.0035 42.688

0.2188 0.5551 0.2775
0.2006 0.5750 0.2875
0.2488 0.5621 0.2810

0,9617
0,9589
0,9607

0.0038 37.941
0.0035 41.313
0.0043 33.564

Contoh perhitungan (HAp sintesis sonikasi 6 jam):
D=
D=
D = 41.589 nm
Keterangan:
D = ukuran kristal (nm)
0.9 = konstanta kristal
λ = panjang gelombang sinar X
β = Full Weight Hall Modulation (FWHM) (rad)
θ = sudut difraksi (rad)
b) Parameter kisi HAp
Sampel
HAp sintesis (sonikasi 2 jam)
HAp sintesis (sonikasi 4 jam)
HAp sintesis (sonikasi 6 jam)
HAp berporogen 6% kitosan

a (Å) Ketepatan (%)
9.463
99.52
9.417
99.98
9.413
99.94
9.473
99.41

c (Å)
6.913
6.893
6.883
6.922

Ketepatan (%)
99.57
99.86
99.98
99.44

D
ratarata
41.959

37.606

27
Lampiran 7 Contoh perhitungan ukuran pori dan hasil foto SEM

Keterangan :
A = diameter pori dalam cm / diameter pori pada foto (cm)
B = diameter pori sesungguhnya (µm)
C = diameter skala dalam cm / panjang skala pada foto (cm)
D = diameter skala sesungguhnya (µm) / panjang skala pada foto (µm)
Perhitungan:

B = 0.43µm

28
Lampiran 7 lanjutan
a) Hasil foto SEM HAp sintesis (sonikasi 6 jam)

b) Hasil foto SEM HAp berporogen4% kitosan

29
Lampiran 7 lanjutan
c) Hasil foto SEM HAp berporogen 6% kitosan

30
Lampiran 8 Data perhitungan konsentrasi kalsium hasil analisis uji in vitro
a. Absorban standar kalsium
Konsentrasi standar (ppm) Absorban
0.0000
0.0000
2.0000
0.1000
4.0000
0.1933
8.0000
0.3677
12.0000
0.5654
16.0000
0.7318

Absorban

0,8

y = 0.045x + 0.005
R² = 0.999

0,6
0,4
0,2
0
0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Konsentrasi (ppm)

b. Absorban dan konsentrasi kalsium
Sampel
Blanko
Larutan SBF
HAp sintesis (6 hari)
HAp (kitosan 4%) (6 hari)
HAp (kitosan6%) (6 hari)
HAp sintesis (20 hari)
HAp (kitosan 4%) (20 hari)
HAp (kitosan 6%) (20 hari)

Absorban
Terbaca Terkoreksi
–0.0013
0.0000
0.1592
0.1592
0.4003
0.4003
0.2783
0.2783
0.3120

0.3120

0.4972
0.4946
0.5717

0.4972
0.4946
0.5717

Contoh perhitungan HAp berporogen 6% kitosan (6 hari):
Persamaan garis: y = 0.045x + 0.005
Konsentrasi Ca =


=
= 6.8222 ppm



Pengen
ceran
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00

Konsentrasi Ca (ppm)
Instrumen Perhitungan
–0.3505
3.1877
3.4267
8.5027
8.7844
5.8133
6.0733
6.5562
10.6389
10.5816
12.2812

6.8222
10.9378
10.8800
12.5933

31

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 April 1991 dari pasangan
Bapak Surasa dan Ibu Andiyani. Penulis merupakan putri pertama dari dua
bersaudara. Pada tahun 2003, penulis menyelesaikan sekolah dasar di Sekolah
Dasar Negeri Bintaro 02 pagidan dilanjutkan pada tahun 2006 di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 19 Jakarta. Tahun 2009 penulis menyelesaikan
sekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri 47 Jakarta dan pada tahun yang sama
penulis lolos seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan S1, tahun 2012, penulis mengikuti kegiatan
Praktik Lapangan di Balai Pengujian Mutu Hasil Tanaman Pangan dan
Hortikultura, Cibubur, dengan judul Verivikasi Metode Penetapan Kadar Timbal
dalam Cabai Merah Kering secara Spektrofotometri Serapan Atom setelah
Destruksi Gelombang Mikro. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah
menjadi asisten praktikum Kimia Anorganik Layanan tahun ajaran 2012/2013.