Sintesis dan Uji in Vitro Hidroksiapatit dari Limbah Cangkang Keong Sawah (Bellamya javanica) Berporogen Pati Kentang

SINTESIS DAN UJI IN VITRO HIDROKSIAPATIT DARI LIMBAH
CANGKANG KEONG SAWAH (Bellamya javanica)
BERPOROGEN PATI KENTANG

MUGANANDA FEBRIANSYAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis dan Uji in
Vitro Hidroksiapatit dari Limbah Cangkang Keong Sawah (Bellamya javanica)
Berporogen Pati Kentang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Mugananda Febriansyah
NIM G44090037

ABSTRAK
MUGANANDA FEBRIANSYAH. Sintesis dan Uji in Vitro Hidroksiapatit dari
Limbah Cangkang Keong Sawah (Bellamya javanica) Berporogen Pati Kentang.
Dibimbing oleh CHARLENA dan TETTY KEMALA.
Bahan biomaterial yang banyak digunakan untuk merehabilitasi jaringan
tulang adalah hidroksiapatit (HAp). HAp disintesis dari kalsium yang direaksikan
dengan amonium fosfat kemudian ditambahkan porogen berupa pati kentang.
Metode yang digunakan adalah metode basah. Sumber kalsium HAp berasal dari
cangkang keong sawah yang memiliki kadar kalsium yang cukup tinggi; amonium
fosfat yang digunakan adalah diamonium hidrogen fosfat teknis. Pati kentang
digunakan sebagai porogen karena pati adalah material yang biokompatibel,
sehingga aman bagi tubuh manusia. Pori HAp dimodifikasi dengan menambahkan
pati sebesar 20% dan 30%. Hasil analisis dengan menggunakan difraksi sinar-X
menunjukkan telah terbentuk fase HAp. Berdasarkan hasil foto mikroskop

elektron payaran, pori dari HAp berhasil diperbesar. Modifikasi pori yang terbaik
dihasilkan pada komposisi HAp yang ditambahkan dengan 30% pati kentang,
yaitu menghasilkan ukuran pori sebesar 0.67-8.46 µm. Identifikasi gugus fungsi
menunjukkan spektrum inframerah dari HAp berporogen pati kentang menyerupai
HAp tanpa porogen. Uji in vitro menunjukkan bahwa HAp dengan ukuran pori
yang lebih besar memberikan bioaktivitas yang lebih tinggi.
Kata kunci: cangkang keong sawah, hidroksiapatit, pati kentang, porogen

ABSTRACT
MUGANANDA FEBRIANSYAH. Synthesis and in Vitro Test of Hydroxyapatite
from Garden Snail Shell (Bellamya javanica) Porogened by Potato Starch.
Supervised by CHARLENA and TETTY KEMALA.
Biomaterial that is widely used for bone tissue rehabilitation is
hydroxyapatite (HAp). HAp was synthesized from calcium reacted with
ammonium phosphate, and added with potato starch as porogen. The synthesis of
HAp was performed by wet method. Calcium in HAp was extracted from garden
snail shell which is known for it is high calcium; ammonium phosphate used was
diammonium hydrogen phosphate of technical grade. Potato starch was used due
to it is biocompatibility, so that it should be safe for human body. HAp pores was
modified by adding 20% and 30% starch. X-ray diffraction results showed the

phase of HAp. Based on the photo results of scanning electron microscopy, the
pores of HAp were successfully enlarged. The best pores size of 0.67-8.46 µm
was given by the addition of 30% potato starch. Infrared spectrum showed that
porogened HAp had the same functional groups with nonporogened HAp. In vitro
test showed that HAp with larger pore sizes gave higher bioactivity.
Key words: garden snail shell, hydroxyapatite, porogen, potato starch

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SINTESIS DAN UJI IN VITRO HIDROKSIAPATIT DARI LIMBAH
CANGKANG KEONG SAWAH (Bellamya javanica)
BERPOROGEN PATI KENTANG


MUGANANDA FEBRIANSYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Sintesis dan Uji in Vitro Hidroksiapatit dari Limbah Cangkang
Keong Sawah (Bellamya javanica) Berporogen Pati Kentang
Nama
: Mugananda Febriansyah
NIM

: G44090037

Disetujui oleh

Dr Charlena, MSi
Pembimbing I

Dr Tetty Kemala, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 ini

ialah hidroksiaptit, dengan judul Sintesis dan Uji in Vitro Hidroksiapatit dari
Limbah Cangkang Keong Sawah (Bellamya javanica) Berporogen Pati Kentang.
Penelitian bertempat di Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium
Bersama, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Charlena, MSi selaku
pembimbing I dan Ibu Dr Tetty Kemala, MSi selaku pembimbing II, serta terima
kasih kepada Bapak Caca, Bapak Mul, Bapak Syawal dan yang telah membantu
penulis dalam pemakaian alat dan bahan selama penelitian. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Mamah, Teh Mona, Teh Mila, Teh Maya, Aa Ugi,
Bang Bayu serta seluruh keluarga, atas segala doa dan motivasinya. Tak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada Desy, Trias, Agung dan Aldhi
khususnya, serta teman-teman Departemen Kimia angkatan 46 umumnya, atas
dukungan dan kerja sama yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Mugananda Febriansyah

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan
Alat
Prosedur Percobaan
Preparasi Cangkang Keong Sawah
Penentuan Kadar Kalsium
Sintesis HAp
Preparasi Pati Kentang
Sintesis HAp Berporogen Pati Kentang
Pencirian HAp Berporogen Pati Kentang dengan XRD, SEM, dan FTIR
Preparasi Larutan SBF
Uji In Vitro
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi dan Preparasi Cangkang Keong Sawah
Sintesis HAp
Sintesis HAp Berporogen Pati Kentang
Morfologi HAp

Uji in Vitro
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
1
2
2
2
2
3
3
3
4
4

4
5
5
6
8
10
11
13
13
13
15
31

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10

Cangkang keong sawah
Difraktogram sinar-X cangkang keong sawah sebelum kalsinasi
Difraktogram sinar-X cangkang keong sawah setelah kalsinasi 1000 ºC
Difraktogram sinar-X HAp tanpa porogen sonikasi 2 jam, 4 jam dan 6
jam
Difraktogram sinar-X HAp dengan penambahan 30% porogen pati
kentang
Spektrum inframerah HAp tanpa porogen dan HAp berporogen 30%
pati kentang
Hasil foto SEM HAp tanpa porogen (sonikasi 6 jam) pada perbesaran
15000×
Hasil foto SEM HAp berporogen 20% pati kentang pada perbesaran
15000×
Hasil foto SEM HAp berporogen 30% pati kentang pada perbesaran
15000×

Konsentrasi kalsium larutan SBF terhadap periode waktu perendaman

2
5
6
7
8
9
10
10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Diagram alir penelitian
Data komposisi bahan yang digunakan untuk menghasilkan HAp
Data perhitungan konsentrasi kalsium cangkang keong sawah
Data JCPDS
Data analisis hasil XRD
Ukuran kristal dan parameter kisi HAp
Contoh perhitungan ukuran pori dan hasil foto SEM
Data perhitungan konsentrasi kalsium hasil analisis uji in vitro

15
16
16
17
21
26
27
30

PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan
mengalami kemajuan yang sangat pesat, termasuk upaya untuk melakukan
perbaikan tubuh berkembang seiring dengan tingkat kecelakaan yang semakin
meningkat. Upaya perbaikan tubuh yang dilakukan di antaranya adalah dengan
menggunakan bahan-bahan biomaterial yang bersifat tidak beracun, dapat bekerja
sesuai dengan kecocokan tubuh penerima (biokompatibel) dan dapat dengan cepat
membentuk ikatan langsung dengan tulang (bioaktif) (Riyani 2005).
Bahan biomaterial yang banyak digunakan untuk merehabilitasi jaringan
tulang adalah hidroksiapatit (HAp) dengan rumus kimia Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 .
Hidroksiapatit ini merupakan anggota kelompok mineral apatit sebagai suatu
bahan keramik yang memiliki kesamaan komposisi kimia dengan jaringan tulang
asli (Javidi et al. 2008). Secara ekonomi HAp masih impor dan sangat mahal,
harganya bisa mencapai 10 juta rupiah untuk 5 g (Romawarni 2011). Hal ini
memicu perkembangan riset mengenai HAp. Baru-baru ini, HAp dengan
modifikasi pori menjadi pusat perhatian, karena dengan dilakukannya modifikasi,
ukuran pori dari HAp bisa menjadi lebih besar dan seragam, sehingga HAp lebih
kompatibel. Selain itu, HAp berpori dapat merangsang pertumbuhan jaringan
tulang yang baru secara cepat (Kim et al. 2007).
Bahan yang dapat dijadikan sebagai sumber kalsium dalam pembuatan
HAp, di antaranya dapat berasal dari rangka sejenis binatang karang seperti
cangkang kerang. Sumber kalsium yang dipilih dalam penelitian ini adalah
cangkang dari keong sawah. Keong sawah (Bellamya javanica) termasuk ke
dalam siput air tawar. Keong sawah atau biasa disebut tutut oleh masyarakat Jawa
Barat ini mempunyai cangkang yang bentuknya seperti kerucut membulat dengan
warna hijau kecoklatan atau kuning kehijauan (Baby et al. 2010). Keong sawah
ini sudah mulai populer sebagai salah satu pilihan menu kuliner, karena selain
rasanya yang lezat, juga memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Pengolahan
keong sawah untuk dikonsumsi akan menghasilkan limbah berupa cangkang.
Limbah yang dihasilkan ini dapat mencemari lingkungan dan mengganggu
estetika. Limbah dapat diolah untuk meningkatkan nilai ekonomi, yakni
berpotensi sebagai sumber kalsium dalam pembuatan HAp.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat HAp dari limbah cangkang keong
sawah dan melakukan modifikasi pori dengan menggunakan porogen berupa pati
kentang serta mengetahui ukuran pori yang dihasilkan. Sintesis HAp pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode basah. Pemilihan pati
kentang sebagai porogen karena selain murah, cara pembuatannya pun mudah.
Penambahan porogen dengan komposisi yang berbeda diharapkan dapat
menghasilkan HAp dengan pori terbaik, yaitu ukuran pori yang lebih besar dan
seragam. Selanjutnya dilakukan analisis fasa dengan menggunakan difraksi sinarX (XRD), analisis morfologi dengan menggunakan mikroskop elektron payaran
(SEM) dan identifikasi gugus fungsi dengan spektrofotometer inframerah
transformasi fourier (FTIR). Penelitian ini pun bertujuan melakukan uji in vitro
untuk mengetahui sifat bioaktif dari HAp dan mengevaluasi pertumbuhan kristal
apatit menggunakan larutan simulated body fluid (SBF).

2

METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah cangkang keong sawah (Gambar 1)
yang diperoleh dari Pasar Anyar (Bogor, Jawa Barat), kentang, K 2 Cr 2 O 7 , HCl,
(NH 4 ) 2 HPO 4 dan larutan SBF.

Gambar 1 Cangkang keong sawah

Alat
Alat-alat yang digunakan adalah tanur Nabertherm, oven Memmert
Wisconia, sonikator bath 8893 Lok-Parmer, sentrifuga Hermle Labret Z206A,
spektrometer serapan atom (AAS) Shimadzu AA-7000, XRD Shimadzu XRD7000, SEM ZEISS dan FTIR One Merk Perkin Elmer.

Prosedur Percobaan
Penelitian terdiri atas 6 tahap (Lampiran 1). Tahap pertama adalah
identifikasi dan preparasi cangkang keong sawah. Tahap kedua adalah penentuan
kadar kalsium. Tahap ketiga adalah sintesis HAp. Tahap keempat adalah preparasi
larutan pati kentang dan sintesis HAp berporogen pati kentang. Tahap kelima
adalah karakterisasi menggunakan SEM, XRD dan FTIR. Tahap terakhir adalah
preparasi larutan SBF dan uji in vitro.
Preparasi Cangkang Keong Sawah
Preparasi cangkang keong sawah meliputi 4 tahap, yaitu pembersihan,
pengeringan, penggilingan, dan kalsinasi. Cangkang keong sawah dicuci
kemudian direbus dengan tujuan agar bagian daging yang masih tersisa dapat
terpisah dari cangkangnya serta untuk menghilangkan bau. Setelah itu, cangkang
keong sawah dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering, cangkang
keong sawah digiling hingga berbentuk serbuk, lalu sebanyak 2 g serbuk diambil
dan dihaluskan untuk diidentifikasi fasanya dengan menggunakan XRD. Setelah
digiling kemudian serbuk dikalsinasi selama 2 jam pada suhu 1000 ºC untuk
menghasilkan senyawa CaO. Serbuk CaO dibiarkan kontak dengan udara selama
seminggu pada suhu ruang agar membentuk senyawa Ca(OH) 2 . Terbentuknya

3
Ca(OH) 2 dipastikan dengan menganalisis abu yang telah dibiarkan kontak dengan
udara menggunakan XRD.
Penentuan Kadar Kalsium
Labu takar yang akan digunakan untuk menentukan kadar kalsium
direndam menggunakan K 2 Cr 2 O 7 yang dicampur dengan H 2 SO 4 selama 2 hari.
Hal ini bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada
dinding labu takar. Tiga buah labu takar diisi dengan 0.1 g sampel cangkang
keong sawah yang telah dikalsinasi, kemudian ditambahkan 5 mL HCl 37%, lalu
diaduk hingga homogen. Selanjutnya ditera dengan menggunakan air deion.
Blanko dibuat dengan memasukkan 5 mL HCl 37% ke dalam labu takar,
kemudian ditera dengan menggunakan air deion. Tiap larutan di dalam labu takar
diambil 1 mL dan dipindahkan ke dalam labu takar yang lain, lalu ditera. Deret
standar, blanko dan sampel diukur dengan AAS pada panjang gelombang 422.7
nm.
Sintesis HAp (Modifikasi Santos et al. 2004)
Suspensi Ca(OH) 2 0.5 M disiapkan dari serbuk Ca(OH) 2 (abu hasil
kalsinasi yang telah dihidrasi) dan air deion (Lampiran 2). Larutan (NH 4 ) 2 HPO 4
0.3 M ditambahkan ke dalam suspensi Ca(OH) 2 dengan menggunakan buret pada
suhu 40±2 °C dan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet. Larutan
selanjutnya dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah itu, larutan
disonikasi dengan 3 variasi waktu, yaitu selama 2, 4 dan 6 jam. Endapan
disentrifugasi pada 4500 rpm selama 15 menit kemudian dibilas dengan air deion.
Lalu endapan dikeringkan pada suhu 100 °C selama 3 jam dengan menggunakan
oven. Setelah kering, endapan ditumbuk halus dengan menggunakan mortar lalu
dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 900 °C selama 2 jam. Serbuk HAp
dibiarkan mendingin di dalam desikator. Serbuk yang telah dingin dicirikan
menggunakan XRD. Hidroksiapatit dengan hasil pencirian XRD terbaik dari 3
variasi waktu sonikasi dikarakterisasi lanjut menggunakan SEM. Selain itu,
lamanya waktu sonikasi dari hasil analisis XRD terbaik ini digunakan untuk
perlakuan HAp yang ditambah porogen pati kentang.
Preparasi Pati Kentang (Parura 2010)
Kentang dikupas, dibersihkan dan dipotong-potong. Setelah itu, sebanyak
500 g kentang dimasukkan ke dalam blender. Selanjutnya, ditambahkan 250 mL
air dan diblender hingga halus. Campuran disaring dengan menggunakan saringan
teh. Cairan keruh ditampung di dalam gelas piala. Kentang yang masih tersisa di
dalam blender ditambah air, di kocok, kemudian disaring. Cairan yang ditampung
di dalam gelas piala dibiarkan mengendap. Cairan di atas endapan didekantasi,
kemudian endapan ditambahkan air, lalu dikocok dan diendapkan kembali. Pati
akan tertinggal di bawah. Pati yang dihasilkan kemudian dikeringkan di dalam
oven.

4

Sintesis HAp Berporogen Pati Kentang (Modifikasi Santos et al. 2004)
Variasi penambahan pati kentang yang digunakan pada penelitian ini adalah
20% (40 mL) dan 30% (60 mL). Suspensi Ca(OH) 2 0.5 M disiapkan dari serbuk
Ca(OH) 2 (abu hasil kalsinasi yang telah dihidrasi) dan air deion. Larutan
(NH 4 ) 2 HPO 4 0.3 M ditambahkan ke dalam suspensi Ca(OH) 2 dengan
menggunakan buret pada suhu 40±2 °C dan diaduk dengan menggunakan
pengaduk magnet. Pati kentang dimasukkan ke dalam larutan, kemudian diaduk.
Larutan kemudian dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar. Selanjutnya larutan
disonikasi. Endapan disentrifugasi pada 4500 rpm selama 15 menit kemudian
dibilas dengan air deion. Lalu endapan dikeringkan pada suhu 100 °C selama 3
jam dengan menggunakan oven. Setelah kering, endapan ditumbuk halus dengan
menggunakan mortar lalu dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 900 °C selama 2
jam. Serbuk HAp dibiarkan mendingin di dalam desikator. Serbuk yang telah
dingin, dilakukan pencirian dengan menggunakan SEM. Hasil pencirian SEM
terbaik dikarakterisasi lanjut menggunakan XRD.
Pencirian Hap Berporogen Pati Kentang dengan XRD (Dahlan et al. 2009),
SEM dan FTIR
Pencirian dengan XRD dilakukan untuk mengetahui fase yang terkandung
di dalam sampel. Sampel yang sudah kering disiapkan dan digerus dengan
menggunakan mortar sampai halus. Selanjutnya, sampel dimasukkan ke dalam
holder. Holder berisi sampel dikait pada difraktometer. Selanjutnya, pada
komputer di set nama sampel, sudut awal, sudut akhir, dan kecepatan analisis.
Sudut awal pada 10º dan sudut akhir pada 80º, kecepatan baca di set 0.60 detik
dengan panjang gelombang 1.54060 Aº dan sebagai target adalah tembaga (Cu).
Pencirian dengan SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dan ukuran
pori dari HAp. Sampel diletakkan pada plat alumunium, kemudian dilapisi dengan
pelapis emas setebal 48 nm. Proses selanjutnya, sampel yang telah dilapisi emas
diamati menggunakan SEM dengan tegangan 16 kV.
Pencirian dengan FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi
yang terkandung di dalam sampel. Sampel sebanyak 0.1 g di tambah KBr,
kemudian dibuat pelet dengan menggunakan alat kompaksi. Setelah itu pelet
sampel-KBr diletakkan pada wadah sampel FTIR dan dimasukkan ke dalam
kompartemen sampel, kemudian dilakukan pemayaran menggunakan FTIR.
Preparasi Larutan SBF (Purnama et al. 2004)
Air sebanyak 960 mL diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet
pada suhu 35 °C. Selanjutnya dimasukkan bahan-bahan dengan urutan sebagai
berikut: 3.2735 g NaCl 99.5%, 1.1340 g NaHCO 3 99.5%, 0.1865 g KCl 99%,
0.0890 g Na 2 HPO 4 .2H 2 O 99.5%, 0.1525 g MgCl 2 .6H 2 O 98%, 0.1840 g
CaCl 2 .2H 2 O 99%, 0.0355 g Na 2 SO 4 , 3.0285 g (CH 2 OH) 3 CNH 2 99.2% dan 20 g
HCl 1M. Agar bahan-bahan yang dimasukkan dapat larut secara merata,
pencampuran diberi selang 2 menit setiap bahannya serta penambahan HCl 2 tetes
per detik.

5

Uji in Vitro dengan menggunakan Larutan SBF (Modifikasi Sharma et al.
2009)
Sampel sebanyak 0.7 g dibuat pelet, kemudian dimasukkan ke dalam larutan
SBF sebanyak 60 mL. Sampel yang diuji yaitu HAp tanpa porogen (sonikasi 6
jam), HAp berporogen 20% pati kentang dan HAp berporogen 30% pati kentang.
Proses perendaman dilakukan dengan rentang waktu yang telah ditentukan, yaitu
selama 6 dan 20 hari. Hasil perendaman larutan SBF diambil 20 mL kemudian
dilakukan penyaringan larutan dengan kertas saring Whatman No 40. Pencirian
dilakukan dengan menggunakan AAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi dan Preparasi Cangkang Keong Sawah
Keong sawah adalah sejenis siput air yang mudah ditemukan di
perairan tawar berdasar lumpur dengan aliran air yang lamban. Hewan
dengan nama latin Bellamya javanica termasuk ke dalam kelas Gastropoda
dapat dikonsumsi dalam berbagai olahan. Dagingnya dapat dijadikan bahan
pangan karena banyak mengandung mineral. Keong sawah memiliki
operculum, semacam pelindung tubuhnya yang lunak ketika
menyembunyikan diri di dalam cangkangnya. Ujung cangkang keong sawah
berbentuk agak runcing. Kelompok hewan yang termasuk ke dalam filum
Mollusca ini bisa memiliki tinggi cangkang hingga 40 mm dengan diameter
15-25 mm, bentuknya seperti kerucut membulat dengan warna hijau
kecoklatan atau kuning kehijauan (Baby et al. 2010).
Penelitian ini menggunakan cangkang keong sawah sebagai sumber kalsium
untuk membuat HAp.

Gambar 2 Difraktogram sinar-X cangkang keong sawah sebelum kalsinasi
Berdasarkan difraktogram sinar-X pada Gambar 2, serbuk cangkang keong sawah
sebelum kalsinasi mengandung fasa Ca 3 (PO 4 ) 2 dan CaCO 3 . Hasil analisis
difraktogram sinar-X serbuk cangkang keong sawah ini menunjukkan bahwa
CaCO 3 merupakan komponen utama. Menurut Soido et al. (2009) kalsium yang
terkandung dalam cangkang moluska umumnya berada dalam bentuk kalsium
karbonat (CaCO 3 ).

6

Kalsium yang digunakan untuk membuat HAp pada penelitian ini dalam
bentuk senyawa Ca(OH) 2 yang dihasilkan melalui proses kalsinasi dan hidrasi.
Hal ini bertujuan untuk memudahkan proses sintesis, sebab hasil samping yang
terbentuk adalah air (Afshar et al. 2003). Proses kalsinasi dilakukan untuk
menghilangkan komponen organik dan membebaskan gas CO 2 dari CaCO 3 (Adak
dan Purohit 2011), sehingga hasil akhir dari proses kalsinasi, CaCO 3 berubah
menjadi CaO (Soido et al. 2009). Reaksinya adalah sebagai berikut:
CaCO 3 → CaO + CO 2
Senyawa CaO hasil kalsinasi dapat dengan mudah ditransformasi menjadi
Ca(OH) 2 melalui proses hidrasi, yaitu abu cangkang keong sawah yang telah
dikalsinasi dibiarkan kontak dengan udara di tempat yang lembab (yang
mengandung uap air) selama 1 minggu. Reaksinya adalah sebagai berikut:
2CaO + 2H 2 O → 2Ca(OH) 2

Gambar 3 Difraktogram sinar-X cangkang keong sawah setelah kalsinasi 1000 ºC
dan dibiarkan selama 1 minggu
Difraktogram sinar-X setelah kalsinasi pada suhu 1000 ºC selama 2 jam dan
hidrasi selama 1 minggu (Gambar 3) menunjukkan telah terbentuknya senyawa
Ca(OH) 2 , meskipun masih terdapat fasa lain selain Ca(OH) 2 seperti Ca 3 (PO 4 )2
dan CaCO 3 , namun fasa yang paling dominan yaitu Ca(OH) 2 .
Penentuan kadar kalsium yang terkandung di dalam serbuk cangkang
keong sawah diukur dengan menggunakan AAS. Hasil analisis menunjukkan
bahwa kadar kalsium yang terkandung dalam serbuk cangkang keong sawah
adalah sebesar 88.54% (Lampiran 3). Jika dibandingkan dengan kadar kalsium
yang terkandung di dalam cangkang kerang, yaitu sebesar 44.39% (Trianita 2012)
dan cangkang telur, yaitu sebesar 40.48% (Prihantoko 2011), kadar kalsium yang
terkandung dalam serbuk cangkang keong sawah ini cukup tinggi.

Sintesis HAp
Metode yang digunakan dalam sintesis HAp pada penelitian ini adalah
metode basah. Metode basah ini selain mudah dalam pengerjaannya, biaya yang
dikeluarkan relatif murah, juga dalam prosesnya akan menghasilkan HAp dengan

7
tingkat kemurnian yang cukup tinggi (Vijayalakshmi dan Rajeswari 2006).
Hidroksiapatit dapat terbentuk dengan perbandingan Ca/P sebesar 1.67. Sintesis
HAp dimulai dengan mencampurkan larutan (NH 4 ) 2 .HPO 4 0.3 M pada suspensi
Ca(OH) 2 0.5 M pada suhu 40±2 °C seperti yang telah dijelaskan pada metode
sebelumnya, pH dimonitor namun tidak dikoreksi. Reaksinya adalah sebagai
berikut:
10Ca(OH) 2 + 6(NH 4 ) 2 .HPO 4  Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 + 6H 2 O + 12NH 4 OH
Proses sonikasi dilakukan untuk menghomogenkan antara kalsium dan fosfat yang
telah dicampurkan, sedangkan sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan endapan.
a)

b)

c)

Gambar 4 Difraktogram sinar-X HAp tanpa porogen (a) sonikasi 2 jam (b)
sonikasi 4 jam (c) sonikasi 6 jam
Berdasarkan difraktogram sinar-X pada Gambar 4, secara keseluruhan
telah terbentuk fasa HAp. Lamanya waktu sonikasi mempengaruhi fasa HAp yang
dihasilkan. Terlihat dari hasil analisis difraktogram sinar-X menunjukkan semakin
lama waktu sonikasi, fasa HAp yang dihasilkan semakin dominan. Hidroksiapatit
tanpa porogen dengan lama waktu sonikasi 2 dan 4 jam selain mengandung fasa
HAp yang dominan, juga masih banyak fasa lain yang terkandung di dalam
sampel, diantaranya adalah CaCO 3 , Ca(OH) 2 , apatit karbonat tipe A (AKA)
dengan rumus molekul Ca 10 (PO 4 ) 6 CO 3 dan apatit karbonat tipe B (AKB) dengan
rumus molekul Ca 10 (PO 4 ) 3 (CO 3 ) 3 (OH) 2, namun keberadaan fasa lain ini tidak

8
membahayakan bagi tubuh. Masih terdapatnya bahan dasar yang terkandung di
dalam HAp yaitu Ca(OH) 2 , kemungkinan disebabkan Ca(OH) 2 kurang bereaksi
dengan larutan amonium fosfat. Hidroksiapatit tanpa porogen dengan lama waktu
sonikasi 6 jam menghasilkan fasa HAp yang sangat dominan, terlihat hanya
muncul fasa HAp dan tidak ada fasa lain selain HAp. Fasa HAp yang dihasilkan
HAp tanpa porogen sonikasi 6 jam lebih dominan dibandingkan dengan HAp
sonikasi 2 dan 4 jam, sehingga lamanya waktu sonikasi selama 6 jam ini
digunakan untuk perlakuan HAp yang ditambah porogen pati kentang.

Sintesis HAp Berporogen Pati Kentang
Untuk meningkatkan ukuran dan jumlah pori HAp, maka dilakukan
modifikasi pori dengan menggunakan porogen (bahan pembentuk pori) berupa
pati kentang. Pemilihan pati sebagai porogen didasarkan pada pati merupakan
material yang biokompatibel, sehingga aman bagi tubuh manusia. Kentang dipilih
sebagai sumber pati karena selain cara pembuatannya mudah, melimpah di alam,
juga harganya relatif murah. Variasi penambahan pati kentang di dalam sintesis
HAp berporogen ini yaitu sebesar 20% dan 30%. Difraktogram sinar-X dari HAp
diyakini tidak akan berubah setelah penambahan pati, sebab pati akan menghilang
selama proses pemanasan (Trianita 2012).

Gambar 5 Difraktogram sinar-X HAp dengan penambahan 30% porogen pati
kentang
Setelah dilakukan sintesis HAp berporogen dengan penambahan dua
konsentrasi pati, selanjutnya dilakukan pencirian dengan menggunakan SEM.
Kemudian hasil analisis SEM terbaik dianalisis lanjut dengan menggunakan XRD.
Hidroksiapatit yang ditambahkan pati kentang dengan konsentrasi sebesar 30%
menghasilkan pori yang lebih besar dibandingkan HAp yang ditambahkan pati
kentang dengan konsentrasi 20%. Difratogram sinar-X HAp dengan penambahan
30% porogen pati kentang (Gambar 5) menunjukkan bahwa semua sudut puncak
2θ, baik yang intensitasnya rendah, maupun yang intensitasnya tinggi telah sesuai
dengan data Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS)
(Lampiran 4). Hasil analisis ini memperlihatkan fasa HAp yang sangat dominan,
terlihat hanya muncul fasa HAp dan tidak ada fasa lain selain HAp (Lampiran 5).

9

Tabel 1 Ukuran kristal dan parameter kisi HAp tanpa porogen dan berporogen
Parameter kisi
Ukuran kristal
Sampel
(nm)
a (Å)
c (Å)
HAp tanpa porogen (sonikasi 6 jam)
41.959
9.413
6.883
HAp berporogen 30% pati kentang

41.285

9.378

6.877

Struktur kristal dari HAp adalah heksagonal. Parameter kisi HAp memiliki
nilai a=bǂc. Hasil perhitungan parameter kisi menunjukkan baik pada HAp tanpa
porogen maupun HAp berporogen nilainya telah mendekati dengan nilai
parameter kisi yang ada pada literatur, yaitu pada data JCPDS nilai parameter kisi
a dan c untuk HAp berturut-turut adalah 9.418 Å dan 6.884 Å. Tabel 1
menunjukkan nilai parameter kisi berbanding lurus dengan ukuran kristal,
semakin besar nilai parameter kisi, ukuran kristalnya pun semakin besar
(Nurmawati 2007). Hidroksiapatit yang telah ditambahkan 30% pati kentang
ukuran kristalnya lebih kecil dibanding HAp tanpa porogen (Lampiran 6), dari
data tersebut terlihat bahwa semakin kecil ukuran kristal, pori yang dihasilkan
akan semakin besar.
HAp tanpa porogen
1458.07 cm-1
3571.61 cm-1

3645.81 cm-1

1458.19 cm-1

1059.09 cm-1
1047.49 cm-1

Gambar 6 Spektrum inframerah HAp tanpa porogen dan HAp berporogen 30%
pati kentang
Hasil analisis SEM terbaik selain dianalisis lanjut dengan menggunakan
XRD, juga dianalisis lanjut dengan menggunakan FTIR. Identifikasi gugus fungsi
yang terlihat pada Gambar 6 menunjukkan secara keseluruhan spektrum
inframerah HAp berporogen 30% pati kentang menyerupai HAp tanpa porogen.
Hal ini semakin memperkuat hasil karakterisasi XRD sebelumnya bahwa
penambahan pati tidak terlalu berpengaruh, sebab pati akan menghilang selama
proses pemanasan. Spektrum inframerah dari HAp berporogen 30% pati kentang
menunjukkan adanya ikatan OH pada bilangan gelombang 3645.81 cm-1 dan
632.17 cm-1 sedangkan pada HAp tanpa porogen menunjukkan adanya ikatan OH
pada bilangan gelombang 3571.61 cm-1 dan 632.12 cm-1 (Pattanayak et al. 2005).
Ikatan gugus fosfat pada HAp berporogen 30% pati kentang tampak pada bilangan
gelombang 571.92 cm-1, 602.10 cm-1 dan 962.54 cm-1, sedangkan pada HAp
tanpa porogen tampak pada bilangan gelombang 570.79 cm-1, 602.66 cm-1 dan

10
962.88 cm-1. Menurut Pattanayak et al. (2005) ikatan gugus fosfat dengan
intensitas yang paling tinggi terdapat pada bilangan gelombang 1000-1100 cm-1.
Ikatan gugus fosfat dengan intensitas yang paling tinggi dari hasil analisis ini
terdapat pada bilangan gelombang 1047.49 cm-1 untuk HAp berporogen 30% pati
kentang dan 1059.03 cm-1 untuk HAp tanpa porogen. Gugus fungsi senyawa fasa
Ca-O dari HAp berporogen 30% pati kentang dan HAp tanpa porogen tidak
berbeda jauh, yakni ditemukan pada bilangan gelombang 1458.19 cm-1 dan
1458.07 cm-1. Menurut Pattanayak et al. (2005) gugus fungsi senyawa fasa Ca-O
ditemukan pada bilangan gelombang 1400-1700 cm-1.

Morfologi HAp
Analisis dengan menggunakan SEM dilakukan untuk mengetahui
morfologi, ukuran dan distribusi pori dari HAp.

Gambar 7 Hasil foto SEM HAp tanpa porogen (sonikasi 6 jam) pada perbesaran
15000×
Hasil foto SEM HAp tanpa porogen (Gambar 7) yang dilakukan pada perbesaran
15000× memperlihatkan partikel-partikel halus yang berbentuk granular dengan
ukuran tidak merata. Ukuran pori yang terbentuk sekitar 0.09-0.40 µm.

11
Gambar 8 Hasil foto SEM HAp berporogen 20% pati kentang pada perbesaran
15000×
Gambar 8 memperlihatkan hasil foto SEM HAp berporogen 20% pati
kentang yang dilakukan pada perbesaran 15000×. Pori-pori yang terbentuk
berukuran sekitar 0.07-1.51 µm. Hasil foto SEM ini memperlihatkan bahwa
modifikasi pori dengan menggunakan pati kentang sebagai porogen berhasil
memperbesar dan memperbanyak ukuran pori. Terbentuknya pori-pori ini
disebabkan campuran kalsium dan fosfat membentuk cluster dan pati terjebak di
dalam cluster-cluster tersebut. Proses pemanasan pada suhu yang tinggi
menyebabkan pati yang terjebak di dalam cluster terurai dan menghilang,
sehingga meninggalkan jejak berupa pori (Romawarni 2011).

Gambar 9 Hasil foto SEM HAp berporogen 30% pati kentang pada perbesaran
15000×
Hasil foto SEM HAp berporogen 30% pati kentang (Gambar 9) yang
dilakukan pada perbesaran 15000× memperlihatkan HAp dengan struktur berpori
yang lebih jelas dibandingkan HAp yang ditambahkan 20% pati kentang. Poripori yang terbentuk pun berukuran jauh lebih besar, yaitu sekitar 0.67-8.46 µm
(lampiran 7). Menurut Kim et al. (2007) pori-pori minimum dengan ukuran 100
mikrometer diperlukan untuk bahan implan agar dapat berfungsi dengan baik,
karena dapat membentuk tulang yang baru, sebab jaringan ikat dan pembuluh
darah akan tumbuh pada pori diantara implan dan tulang pada ukuran tersebut.
Hasil sintesis HAp berporogen dalam penelitian ini belum dapat diaplikasikan
secara sempurna untuk aplikasi medis karena ukuran pori yang dihasilkan
terlampau kecil dan distribusi pori masih kurang seragam. Pori-pori HAp yang
tidak teratur dalam bentuk dan ukuran dapat menyebabkan porositas HAp yang
dihasilkan rendah, akibatnya struktur HAp tidak kompak sehingga apabila
digunakan sebagai implan karakteristiknya rapuh atau mudah patah.

Uji In Vitro

12
Uji in vitro dilakukan untuk mengetahui sifat bioaktif dari HAp. Selain
HAp berporogen, HAp tanpa porogen pun dilakukan dalam pengujian ini. Hal ini
dilakukan untuk melihat perbedaan antara HAp dengan dan tanpa modifikasi pori.
Media yang digunakan dalam pengujian ini yaitu larutan SBF, karena
komposisinya mirip dengan cairan yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu,
karena terdapatnya ion kalsium dan fosfat di dalam larutan ini, sebab kristal apatit
membutuhkan ion kalsium dan fosfat agar dapat tumbuh dengan baik (Oudadesse
et al. 2011). Perendaman sampel di dalam larutan SBF dilakukan selama 20 hari
dengan pengamatan konsentrasi kalsium dilakukan pada hari ke 6 dan hari ke 20.
Menurut Sharma et al. (2009) langkah awal dalam pertumbuhan kristal apatit
terlihat setelah perendaman selama 7 hari, karena pada periode waktu tersebut
terjadi proses pengendapan ion Ca2+.
HAp tanpa porogen

Gambar 10 Konsentrasi kalsium larutan SBF terhadap periode waktu perendaman
Analisis dengan menggunakan AAS dilakukan untuk mengetahui
konsentrasi kalsium dari hasil pengujian ini. Konsentrasi kalsium dalam larutan
SBF awal yaitu sebesar 3.4267 ppm (Lampiran 8). Gambar 10 memperlihatkan
konsentrasi kalsium larutan SBF terhadap periode waktu perendaman. Konsentrasi
kalsium HAp tanpa porogen, HAp berporogen 20% pati kentang dan HAp
berporogen 30% pati kentang setelah perendaman selama 6 hari berturut-turut
adalah sebesar 8.7844 ppm, 7.2044 ppm dan 10.8889 ppm. Sedangkan konsentrasi
kalsium HAp tanpa porogen, HAp berporogen 20% pati kentang dan HAp
berporogen 30% pati kentang setelah perendaman selama 20 hari berturut-turut
adalah sebesar 10.9378 ppm, 9.7889 ppm dan 10.9978 ppm (Lampiran 9). Setelah
dilakukan perendaman di dalam larutan SBF, baik HAp berporogen maupun HAp
tanpa porogen menghasilkan konsentrasi kalsium yang lebih besar dibandingkan
dengan larutan SBF awal. Hal ini disebabkan adanya perbedaan potensial kimia
antara sampel dengan larutan SBF. Terjadi proses pertukaran ion antara sampel
dengan larutan SBF, yaitu sampel melepaskan ion Ca2+ ke dalam larutan SBF,
sehingga ion Ca2+ di dalam larutan SBF bertambah (Sharma et al. 2009).
Hidroksiapatit berporogen 30% pati kentang menghasilkan konsentrasi kalsium
yang lebih tinggi dibanding HAp berporogen 20% pati kentang dan HAp tanpa
porogen. Hasil analisis ini memperlihatkan kecepatan HAp dengan ukuran pori
yang lebih besar dalam meningkatkan sifat bioaktif, karena semakin besarnya
ukuran pori akan memudahkan pertukaran ion antara sampel dengan larutan SBF
(Romawarni 2011).

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sintesis HAp berbahan dasar Ca(OH) 2 dari serbuk cangkang keong sawah
dan (NH 4 ) 2 HPO 4 teknis yang dimodifikasi dengan penambahan porogen berupa
pati kentang berhasil dibuat menggunakan metode basah. Hasil analisis dengan
menggunakan XRD menunjukan bahwa pada sampel telah terbentuk fase HAp.
Berdasarkan hasil foto SEM, pori dari HAp berhasil diperbesar. Modifikasi pori
yang terbaik dihasilkan pada komposisi HAp yang ditambahkan dengan 30% pati
kentang, yaitu menghasilkan ukuran pori sebesar 0.67-8.46 µm. Identifikasi gugus
fungsi menunjukkan spektrum inframerah dari HAp berporogen pati kentang
menyerupai HAp tanpa porogen. Uji in vitro menunjukkan bahwa HAp dengan
ukuran pori yang lebih besar dapat meningkatkan sifat bioaktif.

Saran
Pencampuran yang lebih merata antara HAp dengan porogen disarankan
menggunakan alat High Energy Ball Milling (HEBM). Selain itu, untuk analisis
sampel dengan menggunakan SEM, disarankan tidak hanya melihat
permukaannya saja, tetapi juga penampang lintangnya, sehingga dapat dilihat
kedalaman pori dari sampel. Karakterisasi dengan menggunakan XRD dan SEM
pun perlu dilakukan pada sampel yang telah direndam dalam larutan SBF untuk
melihat pertumbuhan dari kristal apatit.

DAFTAR PUSTAKA
Adak MD, Purohit KM. 2011. Synthesis of nano-crystalline hydroxiapatite from
dead snail shell for biological implantation. Trends Biomater Artificial
Organs. 25(3): 101-106.
Afshar A, Ghorbani M, Ehsani N, Saeri MR, Sorrell CC. 2003. Some important
factors in the wet precipitation process of hidroxyapatite. Materials and
Design. 24: 197-202.
Baby RL, Hasan I, Kabir KA, Naser MN. 2010. Nutrient analysis of some
Commercially important molluscs of Bangladesh. J Sci Res. 2(2): 390-396.
Dahlan KA, Prasetyani F, Sari YW. 2009. Sintesis hidroksiapatit dari cangkang
telur menggunakan dry method. Jurnal Biofisika. 5(2): 71-78.
Javidi M et al. 2008. Electrophoretic deposition of natural hydroxyapatit on
medical grade 316L stainless steel. Mater Sci Eng. C. 28:8.
Kim HS, Kim JT, Jung YJ. 2007. Preparation of porous chitosan/fibroin
hydroxiapatite composite matrix for tissue engineering. Macromolecular
Research. 15(1): 65-73.

14
Nurmawati M. 2007. Analisis derajat kristalinitas, ukuran kristal dan bentuk
partikel mineral tulang manusia berdasarkan variasi umur dan jenis tulang
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Oudadesse H, Mostafa A, Bui X V, Foad E, Kamal G, Legal Y, Cathelineau G.
2011. Physico-chemical assessment of biomimetic nano-hydroxyapatite
polymer matrix for use in bony surgery. International Journal of Biology
and Biomedical Engineering. 5:3.
Parura DP. 2010. Isolasi starch pada kentang [laporan]. Makassar: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanudin.
Pattanayak DK, Divya P, Upadhyay S, Prasad RC, Rao BT, Mohan TRR. 2005.
Synthesis and evaluation of hydroxiapatite ceramics. Trends Biomater
Artificial Organs. Vol. 18(2).
Prihantoko DA. 2011. Karakterisasi paduan CoCrMo dengan pelapisan titanium
nitrida dan hidroksiapatit-kitosan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Purnama EF. Nikmatin S, Langenati R. 2004. Pengaruh suhu reaksi terhadap
derajat kristalinitas dan komposisi hidroksiapatit dibuat dengan media air
dan cairan tubuh buatan (synthetic body fluid). Journal of Material Science.
Riyani E. 2005. Karakterisasi senyawa kalsium fosfat karbonat hasil presipitasi
Menggunakan XRD, SEM, dan EDXA pengaruh perubahan ion F dan Mg
[skripsi] . Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Romawarni A. 2011. Sintesis dan uji in vitro hidroksiapatit berporogen kitosan
dengan metode sol-gel [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Santos MH, de Oliveira M, Souza LPF, Mansur HS, Vasconcelos WL. 2004.
Synthesis control and characterization of hydroxiapatite prepared by wet
precipitation process. Mater Res. 7(4): 625-630.
Sharma S, Son VP, Bellare JR. 2009. Chitosan reinforced apatite wollastonite
coating by electrophoretic deposition on titanium implants. J Mater Sci.
20: 1427-1436.
Soido C, Vasconcello MC, Diniz AG, Pinheiro J. 2009. An improvement of
calcium determination technique in the shell of molluscs. Brazilian
Archives of Biology and Technology. 52(1): 93-98.
Trianita VN. 2012. Sintesis hidroksiapatit berpori dengan porogen polivinil
alkohol dan pati [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Vijayalakshmi U, Rajeswari S. 2006. Preparation and characterization of
microcrystalline hydroxiapatite using sol gel method. Trends Biomater
Artificial Organs. 19(2): 57-62.

15

LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Preparasi cangkang keong sawah
(Pembersihan, pengeringan, penggilingan,dan
kalsinasi pada suhu 1000 ºC selama 2 jam)

Penentuan kadar kalsium dengan AAS

Sintesis HAp dengan metode basah
(suspensi Ca(OH)2 0,5 M + suspensi (NH4)2.HPO4 0,3 M)
sonikasi 2 jam, 4 jam dan 6 jam

Pencirian dengan XRD

Pencirian
dengan FTIR

HAp terbaik
(sonikasi 6 jam)

Sintesis HAp berporogen pati kentang
(Pati 20% dan 30%)

Pencirian dengan SEM

Pori terbaik

Pencirian dengan XRD dan FTIR

Uji
in vitro

Uji
in vitro

16
Lampiran 2 Data komposisi bahan yang digunakan untuk menghasilkan HAp
Pereaksi
Bobot molekul (g/mol)
Bobot teoritis (g)
Konsentrasi (M)
Volume (mL)

Ca(OH) 2
74.0780
3.7039
0.5
100

(NH 4 ) 2 .HPO 4
131.9880
3.9596
0.3
100

a. Larutan (NH 4 ) 2 .HPO 4 0,3 M
g
1000
M = Mr x 100
g

1000

0.3 = 131.9880 x 100
g = 3. 9596 gram

b. Larutan Ca(OH) 2 0.5 M
g
1000
M = Mr x 100
g

1000

0.5 = 74.0780 x 100
g = 3.7039 gram

Lampiran 3 Data perhitungan konsentrasi kalsium cangkang keong sawah

Absorban

a. Absorbans standar kalsium
Konsentrasi standar (ppm) Absorbans
0.0000
0.0000
2.0000
0.0594
4.0000
0.1201
8.0000
0.2487
12.0000
0.3698
16.0000
0.4974

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
-0.1 0

y = 0.031x - 0.002
R² = 0.999

2

4

6

8

10

12

Konsentrasi (ppm)

14

16

18

17
b. Absorban dan konsentrasi kalsium cangkang keong sawah
Sampel
Blanko sampel
Cangkang keong sawah 1
Cangkang keong sawah 2
Cangkang keong sawah 3

Konsentrasi
Absorbans
WF
VF DF
(ppm)
0.3594
0.0076
1
1
1
9.0305
0.2788
0.1022 100 100
9.5197
0.2941
0.1011 100 100
9.5741
0.2958
0.1022 100 100

Contoh perhitungan ulangan 1 (sampel cangkang keong sawah 1):
Konsentrasi Ca =

(Konsentrasi sampel – Konsentrasi blanko) × DF × VF

WF
(9.0305 ppm – 0.3594 ppm) × 100 × 100

=
0.1022
= 848444.2270 ppm
Konsentrasi rerata Ca =

(konsentrasi 1 + konsentrasi 2 + konsentrasi 3)

3
(848444.2270 + 906063.3036 + 901634.0508) ppm

=
= 885380.5271 ppm
= 88.54%

Lampiran 4 Data JCPDS
a. Kalsium karbonat: CaCO 3

3

18
b. Kalsium fosfat: Ca 3 (PO 4 ) 2

c. Kalsium oksida: CaO

19
d. Apatit tipe A (AKA): Ca 10 (PO 4 ) 6 CO 3

e. Apatit tipe B (AKB): Ca 10 (PO 4 ) 3 (CO 3 ) 3 (OH) 2

20
f. Hidroksiapatit (HAp): Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2

g. Kalsium hidroksida: Ca(OH) 2

21
Lampiran 5 Data analisis hasil XRD
a. Serbuk cangkang keong sawah sebelum kalsinasi

Intensitas
Fasa
26.25
80
CaCO3
27.21
26
CaCO3
31.16
38
CaCO3
33.16
143
CaCO3
36.14
29
CaCO3
37.93
49
CaCO3
38.43
23
CaCO3
42.94
56
Ca3(PO4)2
45.88
93
CaCO3
48.45
22
CaCO3
50.23
22
CaCO3
52.49
70
CaCO3
53.03
35
CaCO3
b. Serbuk cangkang keong sawah setelah kalsinasi

Intensitas
Fasa
17.90
112
Ca(OH)2
28.64
54
Ca(OH)2
29.36
152
Ca3(PO4)2
34.10
172
Ca(OH)2
39.36
32
CaCO3
47.06
68
Ca(OH)2
48.40
38
CaCO3
50.74
72
Ca3(PO4)2
54.38
38
Ca3(PO4)2
64.30
24
Ca(OH)2

22
c. HAp tanpa porogen (sonikasi 2 jam)

Intensitas
21.84
24
22.90
22
25.94
102
28.18
34
29.10
46
31.84
230
32.24
130
33.02
170
34.12
54
39.86
68
42.08
20
43.92
20
45.46
22
46.74
84
48.14
38
49.54
102
50.58
46
50.66
44
53.22
44
55.88
18
57.18
18
61.70
22

Fasa
HAp
HAp
AKA
AKB
HAp
HAp
AKA
CaCO3
Ca(OH)2
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
AKB
HAp
Ca(OH)2
HAp
HAp
HAp
HAp

23
d. HAp tanpa porogen (sonikasi 4 jam)

Intensitas
21.66
18
22.82
16
25.80
76
28.04
22
28.90
52
31.76
230
32.14
136
32.88
142
34.08
94
39.76
58
42.04
20
43.82
18
45.28
14
46.70
76
48.10
50
49.48
84
50.50
48
51.32
26
53.18
40
55.90
18
57.10
14
61.64
24

Fasa
HAp
HAp
AKB
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
Ca(OH)2
AKA
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp

24
e. HAp tanpa porogen (sonikasi 6 jam)

Intensitas
21.76
22
22.86
28
25.88
86
28.10
28
28.92
44
31.80
288
31.72
152
32.96
170
34.12
76
39.84
62
42.02
18
43.86
18
45.26
12
46.78
92
48.14
36
49.50
88
50.54
50
51.38
42
53.20
48
55.90
26
57.16
20
61.70
28

Fasa
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp

25
f. HAp berporogen 30% pati kentang

Intensitas
17.74
22
22.90
20
25.86
86
28.10
26
28.96
48
31.76
242
31.68
122
32.98
152
34.02
70
39.28
20
39.82
62
43.84
20
46.70
82
48.14
36
49.48
78
50.58
42
51.24
34
52.04
32
53.18
38
55.86
20
63.08
24
63.98
28
65.12
24

Fasa
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp
HAp

26
Lampiran 6 Ukuran kristal dan parameter kisi HAp
a. Ukuran kristal HAp

Sampel
(°)
HAp tanpa
31.72
porogen
31.80
(sonikasi 6 jam) 32.96
HAp berporogen 31.76
30% pati kentang 31.68
32.98

β (°)
0.2074
0.2074
0.2027
0.2069
0.2069
0.2138


(rad)
0.5536
0.5550
0.5753
0.5543
0.5529
0.5756

θ (rad) cos θ (rad) β (rad)

D (nm)

0.2768
0.2775
0.2876
0.2772
0.2765
0.2878

41.589
41.598
42.688
41.694
41.686
40.404

0.9619
0.9617
0.9589
0.9618
0.9620
0.9589

0.0036
0.0036
0.0035
0.0036
0.0036
0.0037

Contoh perhitungan (HAp tanpa porogen sonikasi 6 jam):
0.9 × λ
D = β ×cos θ
0.9 × 0.15406

D = 0.0036 rad × 0.9616 rad
D = 41.589 nm

Keterangan:
D = ukuran kristal (nm)
0.9 = konstanta kristal
λ = panjang gelombang sinar X
β = Full Weight Hall Modulation (FWHM) (rad)
θ = sudut difraksi (rad)
b. Parameter kisi HAp
Sampel
HAp tanpa porogen (sonikasi 2 jam)
HAp tanpa porogen (sonikasi 4 jam)
HAp tanpa porogen (sonikasi 6 jam)
HAp berporogen 30% pati kentang

a (Å) Ketepatan (%)
9.463
99.52
9.417
99.98
9.413
99.94
9.378
99.59

c (Å)
6.913
6.893
6.883
6.877

Ketepatan (%)
99.57
99.86
99.98
99.89

D rata-rata
41.959

41.285

27
Lampiran 7 Contoh perhitungan ukuran pori dan hasil foto SEM

A

D

C
Keterangan :
A = diameter pori dalam cm / diameter pori pada foto (cm)
B = diameter pori sesungguhnya (µm)
C = diameter skala dalam cm / panjang skala pada foto (cm)
D = diameter skala sesungguhnya (µm) / panjang skala pada foto (µm)
Perhitungan:

A

=

C

D
B
0.39
1.65

= 2.00
B = 8.46 µm
B

28
a. Hasil foto SEM HAp tanpa porogen (sonikasi 6 jam)

b. Hasil foto SEM HAp berporogen 20% pati kentang

29
c. Hasil foto SEM HAp berporogen 30% pati kentang

30
Lampiran 8 Data perhitungan konsentrasi kalsium hasil analisis uji in vitro
a. Absorbans standar kalsium
Konsentrasi standar (ppm) Absorbans
0.0000
0.0000
2.0000
0.1000
4.0000
0.1933
8.0000
0.3677
12.0000
0.5654
16.0000
0.7318

Absorban

0.8

y = 0.045x + 0.005
R² = 0.999

0.6
0.4
0.2
0
0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Konsentrasi (ppm)
b. Absorban dan konsentrasi kalsium
Sampel
Blanko
Larutan SBF
HAp tanpa porogen (6 hari)
HAp (pati kentang 20%) (6 hari)
HAp (pati kentang 30%) (6 hari)
HAp tanpa porogen (20 hari)
HAp (pati kentang 20%) (20 hari)
HAp (pati kentang 30%) (20 hari)

Absorbans
Terbaca Terkoreksi
–0.0013
0.0000
0.1592
0.1592
0.4003
0.4003
0.3292
0.3292
0.4950

0.4950

0.4972
0.4455
0.4999

0.4972
0.4455
0.4999

Pengen
ceran
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00

Contoh perhitungan HAp berporogen 30% pati kentang (20 hari):
Persamaan garis: y = 0.045x + 0.005
Konsentrasi Ca =

Absorbans terkoreksi – 0.005
0.045
0.4999 – 0.005

=
0.045
= 10.9978 ppm

Konsentrasi Ca (ppm)
Instrumen Perhitungan
–0.3508
3.1677
3.4267
8.5027
8.7844
6.9353
7.2044
10.5904
10.6389
9.4992
10.6984

10.8889
10.9378
9.7889
10.9978

31

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 Februari 1991 dari pasangan
Bapak Mulya Hasanudin (Alm.) dan Ibu Yohanah. Penulis merupakan putra
kelima dari lima bersaudara.
Tahun 2003, penulis menyelesaikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri
Cijambu dan pada tahun 2006 penulis menyelesaikan sekolahnya di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Cigombong. Tahun 2009, penulis lulus dari Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Cigombong dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih
Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama perkuliahan, penulis menjadi salah satu pengurus Himpunan Profesi
IMASIKA (Ikatan Mahasiswa Kimia) periode 2011/2012. Penulis juga pernah
menjadi asisten praktikum TPB mata kuliah Kimia B tahun ajaran 2012/2013 dan
asisten praktikum mata kuliah Kimia Anorganik Layanan Departemen Biokimia
tahun ajaran 2012/2013. Kegiatan Praktik Lapangan dilaksanakan di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan pada bulan Juli sampai bulan Agustus
2012 dengan judul laporan Pemanfaatan Limbah Tempurung Kemiri Sunan
(Aleuriteus trisperma) sebagai Bahan Baku Pembuatan Arang Aktif.