Peranan Gender pada Rumah Tangga Petani di Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat

PERANAN GENDER PADA RUMAH TANGGA PETANI
DI DESA SUNTEN JAYA, KECAMATAN LEMBANG,
KABUPATEN BANDUNG BARAT

LUPHITA ANGELIE

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Gender pada
Rumah Tangga Petani di Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten
Bandung Barat adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Luphita Angelie
NIM I34100153

ABSTRAK
LUPHITA ANGELIE. Peranan Gender pada Rumah Tangga Petani di Desa
Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Dibimbing oleh
SITI AMANAH.
Usahatani merupakan salah satu alternatif mata pencaharian masyarakat
pedesaan di Indonesia. Usahatani memberikan kesempatan bagi laki-laki dan
perempuan untuk terlibat. Tidak hanya pada usahatani, keterlibatan laki-laki dan
perempuan terdapat pada urusan rumah tangga dan sosial kemasyarakatan. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis peranan gender pada rumah tangga petani
hortikultura dan peternak di Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten
Bandung Barat. Perempuan dan laki-laki pada kedua rumah tangga memiliki
peranan gender yang berbeda sesuai dengan kemampuannya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kegiatan dan pengambilan keputusan reproduktif didominasi
oleh perempuan, sedangkan kegiatan dan pengambilan keputusan produktif

didominasi oleh laki-laki. Ciri usahatani, profil rumah tangga dan tingkat
kesadaran tentang gender memiliki hubungan nyata dengan tingkat kesetaraan
gender dalam rumah tangga petani.
Kata kunci: usahatani, peternakan, hortikultura, gender, peranan gender

ABSTRACT
LUPHITA ANGELIE. Gender Roles of Farmers Families at Sunten Jaya Village,
Lembang Sub-district, West Bandung District. Supervised by SITI AMANAH.

Farming is one of many alternative employments for the rural
communities in Indonesia. Farming gave opportunity for men and women
to get involved. Not only in farming, the involvement of men and women
can be found in the domestic activities and social activities. The objective
of this research is to analyze gender roles of horticulture farmers families
and breeders families at Sunten Jaya Village, Lembang Sub-district, West
Bandung District. Men and women in two types families have the different
gender roles according to their abilities. Research results show that
activities and decision-making in reproductive are dominated by women,
whereas activities and decision-making in productive are dominated by men.
In addition, characteristic of farming, characteristic of family and the level

of gender awareness are affecting the level of gender equality in farmers
families.
Keywords: farming, breeding, horticulture, gender, gender roles

PERANAN GENDER PADA RUMAH TANGGA PETANI
DI DESA SUNTEN JAYA, KECAMATAN LEMBANG,
KABUPATEN BANDUNG BARAT

LUPHITA ANGELIE

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Peranan Gender pada Rumah Tangga Petani di Desa Sunten Jaya,
Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat
Nama
: Luphita Angelie
NIM
: I34100153

Disetujui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis tujukan hanya kepada Tuhan yang Maha Esa
atas kasih karunia dan penyertaan-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah peranan gender
dalam pengelolaan sumber daya pertanian, dengan judul Peranan Gender pada
Rumah Tangga Petani di Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten
Bandung Barat.
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah terlibat dalam penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarnya
kepada Ibu Dr Ir Siti Amanah, MSc selaku dosen pembimbing dan ketua
departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) yang
telah memberikan banyak masukan dan nasihat yang penting bagi penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua penulis, yakni
Ayahanda Hermawan Ali Rejeki dan Ibunda Tuti Budhi, Pamella Paramitha dan
Aries Niko yang telah menjadi semangat ketika rasa menyerah itu datang. Penulis
juga berterima kasih kepada teman-teman KPM 47 atas dukungan moril baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pada pengumpulan data di lapangan,
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Asep Wahyono selaku
Kepala Desa Sunten Jaya, Bapak Encang selaku kepala RW 10 dan Bapak Maman

selaku kepala RW 06 yang telah memberikan informasi yang memadai terkait
penelitian.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai bahan
perbaikan lebih lanjut. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna, terutama
bagi peminat studi gender. Amin.

Bogor, Januari 2014
Luphita Angelie

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian


5

TINJAUAN PUSTAKA

7

Konsep Gender dan Kesetaraan Gender

7

Konsep Peran Gender

8

Rumah Tangga Petani

8

Usahatani


9

Usahatani Brokoli

10

Usahatani Sapi Perah (Ternak)

11

Kerangka Pemikiran

13

Hipotesis

14

Definisi Operasional


15

METODE

21

Lokasi dan Waktu Penelitian

21

Teknik Pengumpulan Data

21

Teknik Sampling

23

Teknik Pengolahan dan Analisis Data


24

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

27

Kondisi Geografis dan Administratif

27

Kondisi Penduduk

28

GAMBARAN UMUM RUMAH TANGGA PETANI DAN USAHATANI

31

Profil Rumah Tangga Responden

31

Ciri Usahatani

35

TINGKAT KESADARAN PETANI TENTANG GENDER

41

Tingkat Pengetahuan tentang Gender

41

Pola Pembagian Kerja Rumah Tangga Petani

44

Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga Petani

48

TINGKAT KEADILAN DAN KESETARAAN GENDER

55

DALAM RUMAH TANGGA PETANI

55

Tingkat Akses Sumber Daya Pertanian

55

Tingkat Kontrol atas Aset, Sumber Daya dan Modal

57

HUBUNGAN ANTARA CIRI USAHATANI, PROFIL RUMAH TANGGA
DAN TINGKAT KESADARAN TENTANG GENDER DENGAN TINGKAT
KESETARAAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PETANI
65
Hubungan antara Ciri Usahatani dengan Tingkat Kesetaraan Gender

65

Hubungan antara Profil Rumah Tangga dengan Tingkat Kesetaraan Gender 67
Hubungan antara Tingkat Kesadaran tentang Gender dengan

70

Tingkat Kesetaraan Gender

70

SIMPULAN DAN SARAN

73

Simpulan

73

Saran

74

DAFTAR PUSTAKA

75

LAMPIRAN

77

RIWAYAT HIDUP

85

DAFTAR TABEL
Rincian metode pengumpulan data
Pemanfaatan lahan di Desa Sunten Jaya
Sarana umum Desa Sunten Jaya
Jumlah dan persentase penduduk Desa Sunten Jaya menurut tingkat
pendidikan
Jumlah dan persentase penduduk Desa Sunten Jaya menurut mata
pencaharian
Jumlah dan persentase responden menurut usia, tahun 2013
Jumlah dan persentase responden menurut usia, tahun 2013
Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut besar
tanggungan, tahun 2013
Jumlah dan persentase petani hortikultura dan peternak menurut tingkat
pendidikan, tahun 2013
Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut tingkat
pengeluaran, tahun 2013
Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut jenis komoditas
usahatani, tahun 2013
Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut luas lahan
usahatani, tahun 2013
Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut modal, tahun
2013
Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut jumlah tenaga
kerja, tahun 2013
Jumlah dan persentase rumah tangga petani menurut produksi brokoli per
panen, tahun 2013
Jumlah dan persentase rumah tangga peternak menurut produksi susu per
panen, tahun 2013
Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut pendapatan
usahatani per tahun, tahun 2013
Jumlah responden menurut pernyataan gender, tahun 2013
Pembagian kerja reproduktif petani hortikultura dan peternak
Pembagian kerja produktif rumah tangga petani brokoli, tahun 2013
Pembagian kerja produktif rumah tangga peternak, tahun 2013
Pembagian kerja sosial kemasyarakatan pada rumah tangga petani
brokoli dan peternak, tahun 2013
Pengambilan keputusan reproduktif pada rumah tangga responden, tahun
2013
Pengambilan keputusan produktif pada rumah tangga petani hortikultura,
tahun 2013
Pengambilan keputusan produktif pada rumah tangga peternak, tahun
2013
Pengambilan keputusan sosial kemasyarakatan pada rumah tangga
responden, tahun 2013
Tingkat akses sumber daya pertanian pada rumah tangga petani
hortikultura, tahun 2013

22
27
28
28
29
31
32
33
34
35
36
36
37
38
38
39
39
43
45
46
47
48
49
50
51
52
55

Tingkat akses sumber daya pertanian pada rumah tangga peternak, tahun
2013
Tingkat kontrol pada rumah tangga petani hortikultura, tahun 2013
Tingkat kontrol pada rumah tangga peternak, tahun 2013
Tingkat manfaat pada rumah tangga petani hortikultura, tahun 2013
Tingkat manfaat pada rumah tangga peternak, tahun 2013
Tingkat partisipasi pada rumah tangga petani hortikultura, tahun 2013
Tingkat partisipasi rumah tangga peternak, tahun 2013
Persentase responden menurut ciri usahatani dan tingkat kesetaraan
gender di Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, tahun 2013
Hubungan antara ciri usahatani dan tingkat kesetaraan gender
Persentase responden menurut profil rumah tangga dan tingkat
kesetaraan gender di Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, tahun
2013
Hubungan antara profil rumah tangga dan tingkat kesetaraan gender
Persentase responden menurut tingkat kesadaran gender dan tingkat
kesetaraan gender di Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang, tahun
2013
Hubungan antara tingkat kesadaran tentang gender dengan tingkat
kesetaraan gender

56
57
58
59
60
61
62
65
66

68
69

70
71

DAFTAR GAMBAR
Kerangka Pemikiran
Teknik sampling responden
Persentase responden menurut tingkat pendidikan
Jumlah responden menurut tingkat pengetahuan gender
Jumlah responden menurut tingkat kebutuhan pengetahuan gender

14
23
33
41
42

DAFTAR LAMPIRAN
Jadwal kegiatan mingguan penanaman brokoli (Skala produksi 1 Ha)
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara tingkat kesadaran tentang
gender dan tingkat kesetaraan gender pada rumah tangga petani
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara profil rumah tangga dan tingkat
kesetaraan gender
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara ciri usahatani dan tingkat
kesetaraan gender
Dokumentasi Penelitian (Desember 2013)

1
2
3
4
5

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu sektor yang menunjang kehidupan masyarakat di Indonesia
adalah sektor pertanian. Bagi sebagian besar masyarakat pedesaan, sektor
pertanian merupakan sumber utama pendapatan dan mata pencaharian. Badan
Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa jumlah masyarakat Indonesia yang
memiliki mata pencaharian sebagai petani masih mendominasi. Pada tahun 2012,
persentase petani adalah 39 persen dari total keseluruhan angkatan kerja.
Sebanyak 70 persen dari 120 juta penduduk yang tinggal di pedesaan masih
menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian (Muspriyanto 2012). Data
ini menunjukkan bahwa pembangunan pertanian merupakan hal yang sangat
strategis dan penting. Pembangunan pertanian harus dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan para petani dan keluarganya.
Pada kenyataannya, pembangunan pertanian Indonesia masih belum
mencapai hasil yang maksimal dalam perbaikan taraf hidup para petani. Fakta
menunjukkan bahwa produktivitas pertanian di Indonesia masih sangat rendah.
Meskipun tenaga kerja pertanian hampir mencapai 40 persen dari total tenaga
kerja di Indonesia, produktivitas pertanian masih sekitar 14 persen (Wiyanto
2013). Hal ini disertai oleh rendahnya tingkat efisiensi penggunaan sumber daya
pertanian dan penerapan jenis usahatani yang masih belum sesuai dengan kondisi
lokal.
Hasil produksi pertanian di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai sumber
pangan keluarga (subsisten) maupun dijual untuk menambah penghasilan keluarga.
Hingga saat ini, berdasarkan hasil pencacahan Sensus Pertanian 2013 ([BPS]
2013), populasi rumah tangga usaha pertanian di seluruh Indonesia mencapai
26,13 juta rumah tangga, 5,49 ribu perusahaan pertanian berbadan hukum dan
6,17 ribu usaha pertanian lainnya. Populasi ini telah mengalami penurunan
sebesar 5,04 juta rumah tangga dari 31,17 juta rumah tangga pada tahun 2003
menjadi 26,13 juta rumah tangga pada tahun 2013. Kondisi ini sangat
memprihatinkan. Sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian utama
sebagian besar masyarakat harus lebih dikembangkan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspitawati dan Fahmi (2008)
menunjukkan bahwa lebih dari separuh (59,52 persen) petani contoh di Desa
Hambaro, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor memiliki pendapatan kurang
dari Rp500 000 per bulan. Di samping itu, pengeluaran per bulan dari contoh
keluarga berkisar antara Rp500 001 dan Rp1 000 000 dengan rata-rata Rp855 625.
Hal ini mengindikasikan bahwa permasalahan ekonomi, terutama kesulitan
ekonomi, merupakan permasalahan yang paling umum dihadapi oleh rumah
tangga petani.
Tingkat kesejahteraan petani berkaitan dengan relasi antara laki-laki dan
perempuan dalam suatu rumah tangga petani. Wujud relasi antara laki-laki dan
perempuan adalah pembagian kerja dalam rumah tangga, termasuk pengambilan
keputusan. Semakin besar kemitraan antara laki-laki dan perempuan dalam
pengambilan keputusan, semakin tinggi tingkat kesejahteraan rumah tangga petani
tersebut menurut indikator BKKBN. Selain itu, semakin setara pembagian peran

2
antara laki-laki dan perempuan dalam ranah domestik dan publik akan
meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani menurut indikator BPS
(Kusumo et al. 2008).
Relasi antara laki-laki dan perempuan ini dikaji dalam konsep gender. Salah
satu bentuk nyata dari konsep gender di tengah masyarakat adalah peran gender.
Pembagian peran gender bisa berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat
lainnya, disesuaikan dengan karakteristik masyarakat serta lingkungan sosial dan
budayanya. Moser (1999) mengelompokkan peran gender ke dalam tiga kategori,
yakni peran reproduktif yang berada di sektor domestik, peran produktif yang
berada di sektor publik dan peran sosial yang berada di komunitas.
Laki-laki dan perempuan memiliki peranan gender yang berbeda. Demikian
juga pembagian peran dalam rumah tangga petani. Hasil penelitian Arkaniyati
(2010) menunjukkan bahwa kegiatan usahatani merupakan kegiatan produktif
yang melibatkan laki-laki dan perempuan dengan peranan yang bervariasi.
Kegiatan yang dilakukan laki-laki adalah pengolahan sawah, pembuatan bedengan,
mencangkul, pemupukan, pengairan, pengangkutan dan pemberian benih.
Kegiatan yang dilakukan perempuan adalah menanam benih, menyiram,
menyiangi hama, pembersihan, dan pemilihan benih. Selanjutnya kegiatan yang
dilakukan bersama adalah kegiatan memanen dan pengemasan.
Adapun penelitian lainnya yang membahas pembagian kerja pada petani
padi dilakukan oleh Priyadi (2005) di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman.
Kegiatan pengolahan lahan pertanian didominasi seluruhnya oleh tenaga kerja
lelaki tanpa melibatkan tenaga kerja perempuan. Kegiatan penyiangan dan
pemupukan juga sebagian besar dilakukan oleh laki-laki, namun masih melibatkan
tenaga kerja perempuan. Tenaga kerja perempuan mendominasi pada kegiatan
penanaman dan pemanenan hasil.
Selain melalui analisis peran gender, relasi antara laki-laki dan perempuan
dapat juga dianalisis melalui perbedaan akses terhadap sumber daya. Tingkat
akses sumber daya akan mempengaruhi kontrol dan manfaat serta partisipasi
masing-masing pihak. Berbagai analisis relasi gender ini mengarah kepada tingkat
keadilan dan kesetaraan gender pada berbagai aras masyarakat, terutama pada aras
terkecil yakni rumah tangga. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia
memperkirakan bahwa akses yang setara kepada sumber daya pada petani
perempuan akan meningkatkan hasil pertanian di Negara Berkembang sebanyak
2,5 hingga 4 persen ([WB] 2011). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesetaraan
gender merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan kemajuan pertanian.
Desa Sunten Jaya merupakan salah satu desa yang memiliki keberagaman
usahatani sebagai mata pencaharian utama penduduk. Desa Sunten Jaya ini
terletak di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Desa ini dikenal
sebagai salah satu pemasok produk pertanian berkualitas dan terbesar di Lembang.
Sebanyak 63,24 persen lahan di desa ini digunakan sebagai lahan pertanian secara
luas, baik itu lahan pertanian hortikultura, pertanian pangan, peternakan,
perikanan, dan kehutanan. Kondisi ini pada akhirnya mendukung perkembangan
usahatani dan usaha ternak di Desa Sunten Jaya.
Usahatani yang berada di Desa Sunten Jaya ini meliputi usahatani tanaman
hortikultura, tanaman pangan, tanaman perkebunan, tanaman apotik hidup,
perikanan dan peternakan. Hingga saat ini, rumah tangga petani di Desa Sunten
Jaya cukup maju dari sisi pengelolaan usahatani yang berwawasan lingkungan.

3
Hal ini dibuktikan oleh pengolahan limbah kotoran ternak menjadi batako dan
biogas oleh rumah tangga petani.
Usahatani yang berbasis rumah tangga di Desa Sunten Jaya menyebabkan
laki-laki dan perempuan terlibat secara bersama-sama dalam kegiatan ini. Lakilaki dan perempuan memiliki peran yang berbeda dalam usahatani, baik pada
kegiatan pra produksi, produksi dan pasca produksi. Perbedaan peranan ini
seharusnya tidak menimbulkan ketidakadilan dalam relasi gender, yang berujung
pada berbagai masalah gender. Analisis relasi antara laki-laki dan perempuan
dalam rumah tangga petani sangat penting dilakukan agar kebutuhan dan
kepentingan laki-laki dan perempuan yang juga berbeda dapat terpenuhi. Oleh
karena itulah, penting bagi penulis untuk menganalisis pembagian peranan gender
pada usahatani hortikultura, yakni komoditas brokoli, dan peternakan sapi perah
di Desa Sunten Jaya beserta kaitannya dengan tingkat kesetaraan gender dalam
rumah tangga petani.

Perumusan Masalah
Usaha pertanian merupakan salah satu sumber utama mata pencaharian
sebagian besar rumah tangga petani di Desa Sunten Jaya, Kecamatan Lembang,
Kabupaten Bandung Barat. Populasi rumah tangga petani yang memiliki
usahatani, baik pertanian pangan maupun hortikultura adalah 488 rumah tangga
atau 21,84 persen dari total rumah tangga. Populasi rumah tangga peternak sapi di
desa tersebut adalah 965 rumah tangga atau 43,2 persen dari total rumah tangga.
Di Desa Sunten Jaya, luas lahan yang ditanami sayur-mayur secara
keseluruhan mencapai 193 hektar dengan nilai produksi sebesar Rp425 000 000
per tahun. Tingginya hasil produksi sayur-mayur ini memberikan pengaruh sangat
besar bagi perekonomian desa, termasuk perekonomian rumah tangga petani.
Populasi sapi perah di desa ini mencapai 2179 ekor dengan total pemilik 965
orang. Produksi susu dari sapi perah secara keseluruhan adalah 3 600 000 liter per
tahunnya. Dengan demikian, kondisi pertanian dan peternakan di Desa Sunten
Jaya tergolong cukup maju. Selain berasal dari dukungan pemerintah desa
setempat, perkembangan sektor pertanian ini juga didukung oleh pembagian kerja
dalam setiap rumah tangga. Kemajuan usahatani dan usaha ternak ini tidak dapat
dilepaskan dari tingkat kerjasama dalam pembagian kerja antar anggota rumah
tangga.
Pada setiap rumah tangga, telah terbentuk pembagian kegiatan atau aktivitas
antara anggota rumah tangga. Pembagian aktivitas ini dapat terbentuk akibat
budaya, faktor jenis kelamin maupun kesepakatan antar anggota rumah tangga.
Pembagian aktivitas ini berkaitan dengan pembagian peran gender. Peranan
gender antara satu rumah tangga dengan rumah tangga lain bervariasi. Terkait
dengan dua cabang usahatani yang cukup maju di Desa Sunten Jaya ini, penting
untuk mengidentifikasikan peranan gender dalam rumah tangga petani.
Identifikasi peranan gender akan mengungkapkan relasi antara laki-laki dan
perempuan dalam rumah tangga, sehingga dapat dianalisis apakah sudah
tercermin adanya pembagian peranan gender yang seimbang antara laki-laki dan
perempuan?

4
Usahatani yang berhasil memerlukan peran dan kerjasama yang harmonis
antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Baik laki-laki maupun
perempuan memiliki kebutuhan, peran dan kepentingan yang khas sesuai dengan
jenis kelaminnya. Kedua belah pihak memiliki potensi, pengalaman, dan
kemampuan yang berbeda, namun tidak untuk dibeda-bedakan (Hubeis 2010).
Dengan adanya kerjasama antara laki-laki dan perempuan, baik dalam urusan
rumah tangga maupun dalam urusan usahatani, kesenjangan gender dapat
berkurang. Akan tetapi, seringkali dalam sebuah program pembangunan pertanian
terdapat ketimpangan antara petani laki-laki dan petani perempuan. Ketimpangan
ini tampak dalam hal hal akses sumber daya pertanian dan inovasi, kontrol atas
aset, modal, tenaga kerja, dan pendapatan usaha, manfaat yang dirasakan dan
partisipasi dalam setiap tahapan usaha. Fausia dan Prasetyaningsih (2005)
mengungkapkan bahwa mayoritas perempuan di pedesaan kurang memiliki akses,
hak atas lahan dan penguasaan terhadap sumberdaya lainnya. Ketiadaan akses ini
tentunya akan menyebabkan perempuan tidak memiliki kemampuan untuk
mengelola sumber daya pertanian, seperti yang setara dengan laki-laki.
Ketidaksetaraan gender dapat mengurangi kesejahteraan laki-laki dan
perempuan. Ketidaksetaraan ini memiliki dampak negatif bagi peningkatan taraf
hidup dan mengurangi produktivitas laki-laki maupun perempuan, sehingga akan
menghambat upaya pengentasan kemiskinan ([Deptan] 2007). Akses, kontrol,
manfaat dan partisipasi di Desa Sunten Jaya juga berbeda antara laki-laki dan
perempuan. Oleh karena itulah, penting bagi penulis untuk menganalisis tingkat
kesetaraan gender dalam rumah tangga pertanian pada dua cabang usahatani yang
berbeda di Desa Sunten Jaya, yakni pertanian hortikultura (brokoli) dan
peternakan sapi perah?
Tingkat kesetaraan gender ini didukung oleh banyak faktor, yakni ciri
usahatani, karakteristik rumah tangga petani, maupun pandangan dan pemahaman
masing-masing anggota rumah tangga tentang peranan gender. Budaya
masyarakat setempat juga mengkonstruksikan tingkat kesadaran laki-laki dan
perempuan terkait kesetaraan gender. Oleh karena itu, menjadi penting bagi
penulis untuk menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kesetaraan
gender dalam rumah tangga petani Desa Sunten Jaya?
Tingkat akses, kontrol, manfaat dan partisipasi antara laki-laki dan
perempuan petani ini dapat dipergunakan sebagai bahan masukan untuk
menyusun kebijakan dan strategi pemberdayaan rumah tangga petani dan
peternak. Upaya ini dapat dilakukan demi mewujudkan keadilan dan kesetaraan
gender pada setiap anggota rumah tangga, baik itu laki-laki maupun perempuan.

Tujuan Penelitian
1.

Berdasarkan pemaparan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah:
Menganalisis peranan gender dalam rumah tangga petani brokoli dan
peternak sapi perah beserta alasan atau dasar rumah tangga dalam membagi
peran gender, apakah sudah tercermin adanya peranan gender yang
seimbang antara laki-laki dan perempuan.

5
2.
3.

Menganalisis tingkat kesetaraan gender dalam rumah tangga petani brokoli
dan rumah tangga peternak sapi perah.
Menganalisis faktor yang mempengaruhi tingkat kesetaraan gender dalam
rumah tangga petani brokoli dan rumah tangga peternak sapi perah yang
berkaitan dengan akses, kontrol, manfaat dan partisipasi.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi akademisi,
pembuat kebijakan dan masyarakat peminat kajian gender. Secara spesifik dan
terperinci manfaat yang didapatkan oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut :
1.
Bagi akademisi
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
penelitian mengenai peranan gender pada rumah tangga petani. Selain itu,
penelitian ini dapat menjadi literatur bagi akademisi yang ingin mengkaji lebih
jauh mengenai peranan gender dalam rumah tangga petani.
2.

Bagi pembuat kebijakan.
Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menambah rujukan
dalam menganalisis peranan gender dalam rumah tangga petani untuk membuat
kebijakan terkait pembangunan pertanian dan kesetaraan gender.
3.

Bagi masyarakat.
Bagi masyarakat peminat kajian gender, penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan mengenai peranan gender dalam berbagai karakteristik
rumah tangga petani.

6

7

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Gender dan Kesetaraan Gender
Salah satu isu penting dalam pembangunan dunia saat ini adalah isu gender.
Gender menjadi sorotan para petinggi negara dan pembuat kebijakan setelah
terjadinya pergeseran paradigma dari Women in Development (WID) dan Women
and Development (WAD) menjadi Gender and Development (GAD). Pendekatan
atau paradigma GAD tidak sama dengan dua pendekatan sebelumnya yang lebih
berfokus pada satu jenis kelamin saja, yakni perempuan. Bahasan pendekatan
GAD ini lebih terfokus pada hubungan antara laki-laki dan perempuan yang
dikonstruksi secara sosial. Kesetaraan dan keadilan gender merupakan kunci
utama keberhasilan suatu program kesejahteraan masyarakat.
Konsep gender seringkali disamaartikan dengan konsep sex atau jenis
kelamin. Menurut Hubeis (2010), gender adalah suatu konsep yang menunjuk
kepada suatu sistem peranan dan hubungannya antara perempuan dan lelaki yang
tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, akan tetapi ditentukan oleh lingkungan
sosial, politik, dan ekonomi. Berdasarkan definisi tersebut, gender merupakan
produk sosial-budaya masyarakat, yang berbeda dari makna sex. Secara eksplisit,
Quisumbing (1996) mengemukakan perbedaan antara sex dan gender. Disebutkan
bahwa: “Sex refers to the innate biological categories of male and female. Gender
refers to the social roles and identities associated with what it means to be a man
or a woman”. Berdasarkan hal tersebut, pendefinisian gender sebagai suatu takdir,
seperti yang telah berkembang di masyarakat, merupakan suatu kekeliruan.
Perbedaan yang dikonstruksikan masyarakat sebagai gender tidak akan
menimbulkan masalah apabila perbedaan ini tidak berubah menjadi suatu
pembedaan. Apabila salah satu pihak dirugikan dari perbedaan gender tersebut,
maka dapat dipastikan bahwa terjadi suatu permasalahan gender. Permasalahan
gender inilah yang sering disebut sebagai kesenjangan gender. Kesenjangan
gender ini tidak semata-mata muncul akibat pembedaan gender saja, melainkan
juga oleh persepsi identitas peranan gender yang dicampuradukkan dengan
perbedaan jenis kelamin oleh masyarakat (Mugniesyah 2006). Adapun definisi
dari kesenjangan gender (gender gap) menunjukkan adanya perbedaan dalam
pendidikan, ekonomi, kesehatan dan hak berpolitik (memberi suara) dan bersikap
antara laki-laki dan perempuan (Hubeis 2010).
Antonim dari konsep kesenjangan gender (gender gap) ini yang seharusnya
muncul dalam setiap program kesejahteraan masyarakat adalah konsep kesetaraan
gender atau gender equity. Konsep kesetaraan gender menurut ILO merujuk
kepada keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasarkan kebutuhan
mereka, mencakup setara atau perlakuan bisa berbeda tetapi memiliki hak,
kewajiban, kesempatan dan manfaat yang sama (Mugniesyah 2007). Kesetaran
gender ini tidak membeda-bedakan seseorang berdasarkan jenis kelaminnya,
melainkan menciptakan suatu kondisi yang harmonis antara laki-laki dan
perempuan. Tingkat ketercapaian kesetaraan gender ini dapat berbeda di setiap
wilayah, tergantung pada masalah yang dialami masyarakat. Dewasa ini,
kesetaraan gender menjadi salah satu komponen MDGs atau Millenium

8
Development Goals yang menentukan kesejahteraan suatu negara (Raney dkk
2011).

Konsep Peran Gender
Salah satu perwujudan konsep gender adalah peran gender. Hubeis (2010)
mendefinisikan peran gender (gender role) sebagai peran perempuan atau peran
laki-laki yang diaplikasikan dalam bentuk nyata menurut kultur setempat yang
dianut dan diterima. Sementara itu, lebih terperinci lagi, Mugniesyah (2006)
mengemukakan bahwa peranan gender adalah suatu perilaku yang diajarkan
dalam masyarakat, komunitas, dan kelompok sosia tertentu yang menjadikan
aktivitas-aktivitas, tugas-tugas dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan umur,
kelas, ras, etnik, agama dan lingkungan geografi, ekonomi, dan sosial. Definisi ini
menunjukkan bahwa peran gender di suatu wilayah akan berbeda dari peran
gender lainnya sesuai dengan karakteristik wilayahnya.
Walaupun peran gender pada tiap wilayah berbeda, namun peran ini dapat
digolongkan ke dalam beberapa tipe secara universal. Moser (1993) dalam Hubeis
(2010) mengemukakan tiga tipe peran gender, yakni peran reproduktif, peran
produktif dan peran masyarakat (sosial). Peran reproduktif adalah peran yang
dilakukan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan
pemeliharaan sumberdaya insani (SDI) dan tugas kerumahtanggaan seperti
menyiapkan makanan, menyiapkan air, mencari kayu bakar, berbelanja,
memelihara kesehatan keluarga dan mengasuh serta mendidik anak. Peran
produktif merupakan pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk
dikonsumsi dan diperjualbelikan. Peran ini memperhitungkan tanggung jawab
laki-laki dan perempuan dalam aktivitas kesehariannya. Sementara itu, peran
masyarakat (sosial) merupakan kegiatan jasa dan partisipasi politik. Peran jasa
masyarakat seringkali dilakukan oleh kaum wanita, sementara peran politik
seringkali dilakukan oleh kaum pria.
Scanzoni dan Supriyantini (2002) dalam Rachmawati (2010)
mengemukakan bahwa peran gender juga dapat digolongkan menjadi dua bagian,
yakni peran gender tradisional dan peran gender modern. Pada peran gender
tradisional, pembagian tugas atau kerja dibedakan secara tegas berdasarkan jenis
kelamin. Sementara itu, pada peran gender modern, pembagian tugas atau kerja
tidak dibedakan secara kaku berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan
berada dalam posisi seimbang atau sejajar, baik dalam minat maupun
kepentingannya.

Rumah Tangga Petani
Rumah tangga merupakan salah satu lingkup mikro dalam suatu masyarakat.
Rumah tangga terbentuk ketika ada interaksi antar individu yang bersifat dekat
atau tingkat kohesivitasnya tinggi. Rumah tangga didefinisikan sebagai seseorang
atau sekumpulan orang yang mendiami suatu bangunan fisik dan memiliki

9
kedekatan secara fisik dan emosional. Sebagai unit sosial ekonomi, menurut
Manig (1991) dalam Dharmawan (2001) rumah tangga memiliki fungsi, yakni: 1)
alokasi sumberdaya yang memungkinkan untuk memuaskan kebutuhan rumah
tangga, 2) jaminan terhadap berbagai tujuan rumah tangga, 3) produksi barang dan
jasa, 4) membuat keputusan atas penggunaan pendapatan dan konsumsi, 5)
reproduksi sosial dan materi dan keamanan sosial terhadap anggota rumah tangga.
Salah satu bentuk rumah tangga di Indonesia adalah rumah tangga petani.
Menurut Badan Pusat Statistik (2013), rumah tangga petani merupakan rumah
tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya mengelola usaha
pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruhnya dijual, baik usaha pertanian
milik sendiri, secara bagi hasil, atau milik orang lain dengan menerima upah,
dalam hal ini termasuk jasa pertanian. Rumah tangga petani ini umumnya
memiliki ketergantungan yang kuat dengan sektor pertanian sesuai dengan
komoditas yang dikembangkannya.

Usahatani
Usahatani berasal dari dua buah suku kata, yakni usaha dan tani. Usaha
merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan
tertentu secara efektif dan efisien. Dalam melakukan suatu usaha, pelaku usaha
akan mengerahkan dan mengelola seluruh aset sumber daya yang dimiliki, seperti
sumber daya alam, modal, fisik, tenaga maupun waktu. Tani merupakan segala
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan tanah dan sumber daya alam.
Pertanian sendiri memiliki makna yang sangat luas. Tidak hanya seputar tanammenanam, melainkan juga segala kegiatan yang memanfaatkan keberadaan
makhluk hidup, seperti tanaman, hewan dan mikroorganisme. Oleh karena itulah,
secara singkat, usahatani berarti kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya hayati.
Menurut Shinta (2011), usahatani adalah kegiatan penggunaan sumber daya
secara efektif dan efisien pada suatu usaha pertanian agar memperoleh hasil yang
maksimal. Sumber daya tersebut adalah lahan, tenaga kerja, modal dan
manajemen. Usahatani dapat dibedakan menjadi dua kelompok menurut
penguasaannya, yakni usahatani perseorangan dan usahatani kooperatif. Usahatani
perseorangan adalah usahatani dengan faktor produksi yang dimiliki oleh
seseorang, sehingga hasil produksinya pun dikelola oleh perseorangan. Sementara
usahatani kooperatif adalah usahatani dengan faktor produksi yang dimiliki
bersama, sehingga hasilnya dibagi berdasarkan kesepakatan bersama.
Dalam Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) tahun 1990 oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) yang tercantum dalam buku Pengantar ke Ilmu-ilmu
Pertanian oleh Nasoetion (1991), sektor pertanian dapat dibedakan menjadi 8
subsektor. Delapan subsektor itu adalah tanaman pangan, perkebunan, peternakan,
jasa pertanian dan peternakan, kehutanan, perburuan atau penangkapan dan
penangkaran satwa liar, perikanan laut serta perikanan darat. Subsektor tanaman
pangan ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yakni kelompok yang
mengusahakan padi dan palawija dan kelompok yang mengusahakan tanaman
hortikultura, seperti sayur, buah dan tanaman hias.

10
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani, yakni
faktor internal yang berasal dari pengelolaan usahatani sendiri dan faktor eksternal
yang berasal dari pengaruh luar usahatani. Faktor internalnya antara lain: petani
pengelola, tanah, modal, tenaga kerja, teknologi, jumlah keluarga dan kemampuan
petani dalam mengalokasikan dan mengelola pendapatan. Faktor eksternalnya
antara lain: tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek yang
menyangkut barang usahatani dan pemasaran hasil, fasilitas kredit dan sarana
penyuluhan bagi petani. Menurut Nasoetion (1991), usaha yang dapat dilakukan
untuk memajukan kehidupan para petani adalah dengan mengupayakan agar
mereka mengelola usaha pertanian mereka lebih mendekati suatu bisnis. Oleh
karena itulah, kegiatan usahatani milik para petani sangat penting untuk
dikembangkan.

Usahatani Brokoli
Brokoli adalah salah satu tanaman sayuran, yang termasuk dalam suku
kubis-kubisan atau Brassicaceae. Berikut ini adalah klasifikasi ilmiah dari
tanaman brokoli.
Dunia : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo
: Brassicales
Famili : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica oleracea L. (Kelompok atau varietas Italica)
Bagian brokoli yang dapat dimakan adalah kepala bunga yang berwarna
hijau dan tersusun rapat. Sebagian besar kepala bunga ini dikelilingi oleh
dedaunan panjang dan lebar. Menurut Wahyudi (2010), syarat tumbuh dari
tanaman brokoli adalah:
1.
Ditanam pada tipe tanahlempung sampai lempung berpasir, gembur dan
mengandung bahan organik.
2.
Tanah memiliki pH (tingkat keasaman) optimum sebesar 6,0 sampai 6,8.
3.
Ketinggian tempat antara 400 dan 2000 meter di atas permukaan laut.
4.
Ditanam pada lokasi terbuka dan mendapatkan sinar matahari penuh serta
drainase atau sistem pengairannya lancar.
Usahatani brokoli ini dilakukan dalam beberapa tahap, antara lain penyiapan
bibit, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan panen. Jadwal
penanaman brokoli pada skala 1 hektar dapat dilihat pada lampiran 1. Berikut ini
adalah penjelasan mengenai langkah usahatani brokoli.
1.
Penyiapan Bibit
Langkah pertama ini dilakukan dengan dua kegiatan, yakni penyemaian
benih dan perawatan persemaian. Benih yang dibutuhkan per hektar adalah 250300 gram. Pada penyemaian benih, dibutuhkan bumbungan semai dan tempat
persemaian. Bumbungan semai adalah semacam polybag yang terbuat dari daun
pisang dan berbentuk lingkaran dengan diameter sekitar 4-5 cm. Bumbungan
semai ini diisi dengan media semai berupa tanah dan pupuk kandang matang.

11
Bumbungan ini diletakkan dan disusun pada tempat persemaian atau yang biasa
disebut sebagai bedengan, lahan yang dibatasi oleh bilah kayu atau bambu.
Sebelum menanam benih, media semai pada bumbungan harus disiram
dengan larutan Agrobost dengan dosis 1 mililiter per liter air hingga lembap.
Benih brokoli yang telah disiapkan ditanam pada bagian tengah media semai.
Permukaan bumbungan ini ditutup dengan menggunakan karung, daun pisang
atau plastik. Benih ini harus disiram hingga benih berkecambah (kurang lebih 3
sampai 4 hari). Setelah berumur 23 hingga 28 hari (setidaknya memiliki minimum
tiga helai daun sejati), bibit siap untuk dipindahtanamkan (transplanting) ke lahan.
2.

Pengolahan Lahan
Langkah ini dimulai dengan membersihkan gulma atau sisa tanaman
sebelumnya dari lahan. Kemudian lahan yang telah dibersihkan dibajak atau
dicangkul untuk membalik dan memecah agregat tanah. Pada lahan dibuatkan
bedengan tinggi 17-20 cm, lebar selokan 40-50 cm dan lebar 90 cm. Bedengan
yang telah dibuat kemudian diberikan pupuk kandang pada bagian kanan dan
kirinya, lalu diaduk ke dalam tanah.
3.

Penanaman
Tahap ini dimulai dengan membuat lubang tanam dengan jarak 40 cm dalam
baris dan 50 cm antar baris. Sementara itu, dilakukan penyiraman pada
bumbungan persemaian hingga media menjadi lembap menjelang
pemindahtanaman. Bibit ditanam satu per satu pada lubang tanam dengan tidak
melepasnya dari bumbungan. Kegiatan penyiraman dapat dilakukan kembali agar
bibit brokoli dapat cepat beradaptasi dengan kondisi tanah yang baru.
4.

Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman ini dilakukan dengan memberikan pupuk yang sesuai
dengan kondisi brokoli. Pupuk yang dapat digunakan adalah pupuk kimia, seperti
NPK, urea dan KCl. Penyiangan rumput dan gulma juga dibutuhkan untuk
menjaga kondisi tanaman brokoli. Hal yang terpenting dari pemeliharaan brokoli
juga adalah pengairan yang rutin.
5.

Panen
Panen brokoli dilakukan pada umur 50-70 hari setelah tanam (HST).
Semakin tinggi daratan penanaman, maka umur panen tanaman akan semakin
meningkat. Brokoli yang siap panen akan mengalami dua ciri berikut, yakni
bentuk bunga yang seperti kubah atau permukaan atas bunga yang tidak rata lagi
dan kepadatan bunga masih kompak atau belum adanya anak bunga yang mekar.

Usahatani Sapi Perah (Ternak)
Sapi merupakan salah satu hewan yang dipelihara dan dimanfaatkan sebagai
ternak. Berikut ini adalah klasifikasi ilmiah dari hewan sapi.
Dunia
: Animalia
Filum
: Chordata

12
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Artiodactyla
Famili
: Bovidae
Genus
: Bos
Spesies : Bos taurus
Sapi dapat dimanfaatkan sebagai ternak, karena memiliki manfaat atau hasil,
seperti susu, daging, kulit, jeroan dan tanduknya. Salah satu ras sapi adalah Bos
primigenius taurus. Anggota dari ras ini adalah sapi Hereford, Aberdeen Angus,
dan Simmental yang merupakan sapi pedaging dan sapi Holstein yang merupakan
sapi perah. Sapi perah merupakan sapi yang mampu memproduksi susu dan
berasal dari benua Eropa. Sapi perah ini dikembangbiakkan pada daerah Lembang,
khususnya Desa Sunten Jaya. Dalam beternak sapi, penting untuk memperhatikan
beberapa hal berikut ([BPPT] 2005).
1.
Pembuatan Kandang
Kandang merupakan tempat hidup ternak. Kandang memiliki dua tipe, yakni
kandang tunggal dan kandang ganda. Pada kandang tunggal, sapi ditempatkan
pada satu baris sejajar. Pada kandang ganda, sapi-sapi ditempatkan dalam dua
baris berjajar yang saling berhadapan, sehingga di antara kedua baris tersebut
biasanya terdapat jalur untuk jalan. Tipe kandang dibuat dan disesuaikan dengan
jumlah ternak.
Lokasi kandang pun seharusnya jauh dari rumah tempat tinggal. Jarak antara
rumah dan kandang idealnya minimal 10 meter. Ukuran kandang harus lebih luas
agar sapi dapat lebih bebas bergerak. Ukuran kandang untuk sapi jantan dewasa
adalah 1,5x2 meter atau 2,5x2 meter, sementara untuk sapi betina dewasa adalah
1,8x2 meter dan untuk anak sapi adalah 1,5x1 meter.Lantai kandang dapat terbuat
dari tanah padat maupun semen agar mudah dibersihkan. Lantai uga dapat dialasi
dengan jerami agar sapi dapat merasa hangat. Temperatur kandang berkisar 25
dan 40 derajat Celcius dan kelembapan 75 persen.
2.

Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Bibit atau calon induk sapi harus memenuhi beberapa kriteria agar anak sapi
yang dihasilkan berkualitas baik. Kriteria tersebut adalah menghasilkan susu
dengan produksi dan kualitas tinggi, kepala dan leher sedikit panjang, pundak
tegap, jarak antara kedua kaki depan dan belakang cukup lebar, jumlah ambing
tidak lebih dari 4 dan harus simetris, tubuh sehat dan tidak sering terkena penyakit.
Untuk bibit sapi betina harus berumur sekitar 3,5-4,5 tahun, sedangkan untuk sapi
jantan adalah 4-5 tahun. Tingkat kesuburan pada bibit juga harus baik dan tidak
memiliki cacat yang bisa diturunkan kepada anaknya.
3.

Sanitasi
Kebersihan atau sanitasi merupakan hal yang terpenting untuk diperhatikan
dalam sebuah peternakan sapi. Sanitasi dapat dilihat dari kebersihan kandang dan
kebersihan sapi, sehingga sapi tidak akan terkena penyakit. Lantai kandang harus
diupayakan tetap bersih dari kotoran sapi. Kotoran sapi dapat ditimbun di tempat
lain sehingga dapat berguna sebagai pupuk kandang atau bahan baku biogas. Sapi
sebaiknya dimandikan sebanyak dua kali, yakni pada pagi dan sore hari, yakni
pada saat kandang telah dibersihkan dan sebelum pemerahan sapi.

13
4.

Pemberian Pakan
Pakan sapi yang diberikan dapat digolongkan menjadi dua, yakni hijauan
dan konsentrat. Pakan hijauan berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro,
alfalfa, rumput gajah, rumput benggala dan rumput raja. Hijauan ini diberikan
pada siang hari setelah pemerahan susu, kira-kira sebanyak 30-50 kg per ekor per
harinya. Pakan konsentrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, bungkil
kelapa dan mineral berupa garam dapur. Idealnya konsentrat diberikan sebanyak
dua kali, yakni pada pagi dan sore hari. Pakan konsentrat yang diberikan sebanyak
1-2 kg per ekor per hari. Air minum untuk sapi juga harus selalu disediakan.
Pemberian air minum sebanyak 10 persen dari berat badan sapi per harinya.

Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menganalisis pola pembagian peran gender dan tingkat
kesetaraan gender pada rumah tangga petani di Desa Sunten Jaya, Kecamatan
Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Konsep yang digunakan dalam penelitian
ini adalah konsep gender yang dikaitkan dengan konsep usaha tani, baik itu usaha
tani hortikultura maupun usaha ternak. Kegiatan usaha tani akan memperoleh
hasil yang maksimal ketika terjadi pembagian peran yang seimbang dan harmonis
antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga petani.Keseimbangan dan
keharmonisan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan juga saling
mempengaruhi tingkat keadilan dan kesetaraan gender pada rumah tangga petani.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi pembagian peran gender dan kesetaraan
gender dalam rumah tangga petani.
Penelitian ini menganalisis hubungan antara ciri usaha tani (X1), profil
rumah tangga (X2) dan tingkat kesadaran tentang gender (X3) dengan tingkat
kesetaraan gender (Y1) dalam rumah tangga petani. Ciri usaha tani diukur melalui
variabel Luas lahan (X1.1), Jenis komoditas (X1.2), Modal (X1.3), Jumlah tenaga
kerja (X1.4) dan Pendapatan usaha tani per tahun (X1.5). Jenis komoditas yang
berbeda antara petani brokoli dan peternak sapi perah diduga akan menjadi faktor
pengaruh terpenting dalam ciri usahatani ini.
Variabel pengaruh lainnya adalah Profil Rumah Tangga (X2). Profil Rumah
Tangga ini diukur melalui Usia masing-masing anggota rumah tangga (X2.1),
Besar tanggungan rumah tangga (X2.2), Tingkat pengeluaran rumah tangga (X2.3),
dan Tingkat pendidikan anggota rumah tangga (X2.4). Variabel pengaruh yang
ketiga adalah Kesadaran tentang Gender (X3). Tingkat kesadaran tentang gender
ini akan diukur melalui Tingkat pengetahuan tentang gender dan pertanian (X3.1),
Pola pembagian kerja dalam rumah tangga (X3.2) dan Pengambilan keputusan
dalam rumah tangga (X3.3). Variabel pola pembagian kerja dalam rumah tangga
(X3.2) dan pengambilan keputusan dalam rumah tangga (X3.3) dikaitkan dengan
teori tiga peran gender yang dikemukakan oleh Moser (1993), yakni peran
reproduktif, peran produktif dan peran sosial kemasyarakatan. Peran reproduktif
berkaitan dengan rumah tangga petani. Peran produktif berkaitan dengan
usahatani petani dan peternak. Peran sosial kemasyarakatan berkaitan dengan
keikutsertaan anggota rumah tangga dalam kegiatan sosial.

14
Ketiga variabel ini diduga memiliki hubungan nyata dengan variabel
Tingkat Kesetaraan Gender dalam Rumah Tangga Petani (Y1). Variabel
terpengaruh ini diukur melalui tingkat Akses sumber daya pertanian (Y1.1),
Pengawasan atas aset, sumber daya dan modal (Y1.2), Manfaat (Y1.3) dan
Partisipasi dalam Usaha tani (Y1.4). Variabel terpengaruh ini sesuai dengan wujud
kesetaraan dan keadilan gender (Hubeis 2010). Seluruh variabel ini akan
memberikan gambaran mengenai bagaimana pembagian peran gender pada rumah
tangga petani dan tingkat kesetaraan gender dalam rumah tangga petani. Berikut
ini adalah gambaran kerangka pemikiran dalam penelitian:
Ciri Usaha tani (X1)
(X1.1) Luas lahan
(X1.2) Jenis komoditas
(X1.3) Modal
(X1.4) Tenaga kerja
(X1.5) Pendapatan usaha tani per tahun

Profil Rumah tangga (X2)
(X2.1) Usia anggota rumah tangga
(X2.2) Besar tanggungan rumah tangga
(X2.3) Tingkat pengeluaran
(X2.4)Tingkat pendidikan anggota
rumah tangga

Tingkat Kesetaraan Gender dalam
Rumah Tangga Petani (Y1)
(Y1.1) Tingkat akses sumberdaya
pertanian
(Y1.2)Tingkat kontrol atas aset,
sumberdaya dan modal
(Y1.3) Tingkat manfaat
(Y1.4) Tingkat partisipasi dalam
usaha

Tingkat kesadaran tentang gender (X3)
(X3.1)Tingkat pengetahuan tentang
gender
(X3.2) Pola pembagian kerja dalam
rumah tangga
(X3.3) Pengambilan keputusan dalam
RTP (Tiga peranan gender)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran
: alur hubungan langsung

Hipotesis
Secara general, hipotesis yang diajukan yaitu ciri usaha tani, profil rumah
tangga petani dan tingkat kesadaran tentang gender diduga memiliki hubungan

15
nyata dengan tingkat kesetaraan gender dalam rumah tangga petani di Desa
Sunten Jaya. Hipotesis parsial dapat dirinci sebagai berikut:
1.
Diduga terdapat hubungan nyata antara luas lahan usaha tani, jenis
komoditas, modal, jumlah tenaga kerja, dan pendapatan usaha tani per tahun
dengan tingkat kesetaraan gender pada rumah tangga petani.
2.
Diduga terdapat hubungan nyata antara usia anggota rumah tangga, besar
tanggungan rumah tangga, tingkat pengeluaran, dan tingkat pendidikan
anggota rumah tangga dengan tingkat kesetaraan gender dalam rumah
tangga petani.
3.
Diduga terdapat hubungan nyata antara tingkat pengetahuan tentang gender
dan pertanian, pola pembagian kerja dalam rumah tangga dan pengambilan
keputusan dalam rumah tangga (tiga peranan gender) dengan tingkat
kesetaraan gender dalam rumah tangga petani.

Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional untuk mengukur
berbagai peubah. Masing-masing peubah terlebih dahulu diberikan batasan dan
indikator pengukurannya. Berikut ini adalah rumusan operasionalisasi masingmasing peubah:
1.
Ciri usaha tani adalah keadaan atau kondisi kegiatan usaha tani yang
dijalankan oleh petani responden, baik dalam bidang pertanian hortikultura
maupun peternakan. Variabel ini dapat diukur dengan:
a.
Luas lahan usaha tani adalah besarnya kepemilikan lahan yang dikuasai oleh
responden yang dinyatakan dalam ukuran baku perkalian nilai panjang dan
lebar. Luas lahan ini diukur dalam satuan hektar (Ha). Luas lahan ini akan
diukur sebagai berikut:
1) Sempit
: jika luas lahan usaha tani berkisar kurang dari 0,5 hektar.
2) Menengah : jika luas lahan usaha tani berkisar 0,5-1 hektar.
3) Luas
: jika luas lahan usaha tani berkisar lebih dari 1 hektar.
b.
Jenis komoditas adalah sumberdaya yang diproduksi dalam kegiatan usaha
tani responden dan memberikan pendapatan material terhadap rumah tangga
responden. Jenis komoditas akan dikategorikan sebagai berikut:
Komoditas Hortikultura = label 1
Komoditas Peternakan = label 2
c.
Modal adalah besarnya kebutuhan finansial yang digunakan untuk memulai
dan mengelola kegiatan usaha tani responden, baik berasal dari tabungan
pribadi, pinjaman, gadai maupun bantuan pemerintah. Modal ini akan
diukur sebagai berikut:
1) Kecil
: jika modal < – ½ sd
2) Menengah : jika modal – ½ sd ≤ x ≤ + ½ sd
3) Besar
: jika modal > + ½ sd
d.
Tenaga kerja adalah banyaknya sumberdaya manusia yang bekerja atau
mengelola usaha tani responden, dapat berasal dari anggota rumah tangga
maupun dari luar anggota rumah tangga. Tenaga kerja ini akan diukur
sebagai berikut:

16

e.

2.

a.

b.

c.

d.

3.

a.

1) Sedikit
: jika tenaga kerja pada usaha tani < – ½ sd
2) Menengah : jika tenaga kerja pada usaha tani – ½ sd ≤ x ≤ + ½ sd
3) Banyak
: jika tenaga kerja pada usaha tani > + ½ sd
Pendapatan usaha tani adalah besarnya uang yang diterima oleh rumah
tangga petani sebagai hasil dari usaha taninya dalam kurun waktu satu bulan.
Pendapatan usaha tani ini dapat diukur sebagai:
1) Kecil
: jika pendapatan usaha tani < – ½ sd
2) Menengah : jika pendapatan usaha tani – ½ sd ≤ x ≤ + ½ sd
3) Besar
: jika pendapatan usaha tani > + ½ sd
Profil Rumah tangga adalah kondisi spesifik rumah tangga responden petani
dan peternak, baik secara sosial maupun ekonomi. Variabel ini dapat dikur
dengan:
Usia adalah umur responden yang dihitung berdasarkan tahun kelahirannya
hingga waktu diadakannya penelitian. Usia ini diukur dalam satuan tahun.
Pengklasifikasian usia ini didasarkan pada teori perkembangan Hurlock
(1980) dengan skala rasio. Berikut ini adalah pengkategoriannya:
1) Muda (Dewasa Awal)
: 18-40 tahun
2) Madya (Dewasa Akhir)
: 41-60 tahun
3) Tua (Usia Lanjut)
: > 60 tahun
Besar tanggungan rumah tangga adalah banyaknya anggota rumah tangga
yang memiliki hubungan kek