Dinamika Relasi Gender Dalam Rumah Tangga Petani Di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor

DINAMIKA RELASI GENDER DALAM RUMAH TANGGA PETANI
DI DESA CIPELANG, KECAMATAN CIJERUK, KABUPATEN BOGOR

LICI MEIRANTI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Relasi
Gender dalam Rumah Tangga Petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk,
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Lici Meiranti
NIM I34120127

iii

ABSTRAK
LICI MEIRANTI. Dinamika Relasi Gender dalam Rumah Tangga Petani di Desa Cipelang,
Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan AIDA VITAYALA S. HUBEIS
Indonesia merupakan negara agraris. Sektor pertanian masih menjadi andalan mata
pencaharian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu wilayah pertanian di Indonesia terdapat di
Desa Cipelang. Keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam praktek usaha tani juga dalam
urusan rumah tangga dan kegiatan sosial berkaitan dengan teori gender. Penelitian bertujuan
melihat bagaimana kesetaraan gender serta hubungannya dengan karakteristik rumah tangga
petani dan ideologi gender dalam rumah tangga petani. Analisis gender dilakukan dengan
kerangka analisis Harvard. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik rumah tangga
petani sudah setara namun masih tergolong rendah, ideologi gender yang dimiliki rumah

tangga petani sudah setara dilihat dari pemahaman nilai gender namun belum setara pada
pola pembagian kerja dan kesetaraan gendernya pun masih rendah. Karakteristik rumah
tangga petani tidak memiliki hubungan dengan kesetaraan gender. Ideologi gender memiliki
hubungan dengan kesetaraan gender.
Kata kunci : Rumah Tangga Petani, Gender, Kesetaraan Gender

ABSTRACT
LICI MEIRANTI. Gender Relation Dynamic in Farmer Households: In Case of Cipelang
Village, Cijeruk Sub-district, Bogor District. Supervised by AIDA VITAYALA S HUBEIS
Indonesia is an agricultural country. Agriculture is still mainstay of livelihod for the
people in Indonesia. One of the agricultural areas in Indonesia is Cipelang village.
Involvement of men and women in farming practices also households and social activities
related to gender theory. This research want to know how the level of gender equity also its
relation with characteristics of farmer households and the ideology of gender on farmer
households. Gender analysis will be done with Harvard analyis framework. The result of this
research showed that characteristics of farmer households is equal but still low, gender
ideology owned farmer households is equal on gender value but not equal on pattern of the
division of labor and their gender equality are still low. Characteristics of farmer households
have no relation to the gender equality. Ideology of gender have relation to the gender
equality.

Keywords: Farmer Households, Gender, Gender Equality

DINAMIKA RELASI GENDER DALAM RUMAH TANGGA PETANI
DI DESA CIPELANG, KECAMATAN CIJERUK, KABUPATEN BOGOR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
201

v

Judul Skripsi : Dinamika Relasi Gender dalam Rumah Tangga Petani di Desa
Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor

Nama

: Lici Meiranti

NIM

: I341201127

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: _______________________


PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Dinamika Relasi Gender dalam Rumah Tangga Petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk,
Kabupaten Bogor ini dengan baik.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan waktu
selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi. Ucapan terimakasih penulis sampaikan
juga kepada Ibu Ir Siti Sugiah Mugniesyah MS selaku dosen penguji utama dan Bapak Dr Ir
Dwi Sadono MSi selaku dosen komisi akademik yang telah memberikan kritik dan sarannya
dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada nenek tercinta Almh. Nyai Supiah,
Papa Alm. Mayor (Purn) Andi Setia Permadi, Mama Lina Marlina, Daddy Indra Santosa serta
adik-adikku tersayang Cahya Guntara dan Indyra Quatrezya atas upaya mereka memberi
semangat dan do’a yang tulus bagi penulis selama proses belajar dan dalam penyelesaian
studi di Departemen SKPM, FEMA, IPB.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Agus Rifai Winata yang telah memberi
dukungan selama mengerjakan skripsi ini. Selain itu, ucapan terimakasih juga disampaikan
kepada sahabat seperjuangan: Febina Talitha Dradjat, teman satu bimbingan yakni Hamzah

Nasution dan Andi Putri Rezky Noviana serta teman-teman SKPM angkatan 49 yang telah
berkenan menjadi rekan bertukar pikiran dalam menyelesaikan skripsi.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2016

Lici Meiranti
NIM. I34120127

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian

Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Usahatani
Rumah Tangga Petani
Gender
Pembagian Kerja Gender
Analisis Gender
Kerangka Pikir
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Lokasi dan Waktu
Teknik Penentuan Responden dan Informan
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Administratif dan Geografis
Kondisi Penduduk
KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PETANI

Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendapatan Usahatani
IDEOLOGI GENDER RUMAH TANGGA PETANI
Nilai Gender
Pola Pembagian Kerja
Kegiatan Reproduktif
Kegiatan Produktif
Kegiatan Sosial Kemasyarakatan
KESETARAAN GENDER DI RUMAH TANGGA PETANI
Tingkat Akses dalam Usahatani
Tingkat Kontrol dalam Usahatani
HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PETANI, IDEOLOGI
GENDER DAN KESETARAAN GENDER
Hubungan Antara Karakteristik Rumah Tangga Petani Dengan Kesetaraan
Gender Dalam Rumah Tangga Petani
Hubungan Antara Ideologi Gender Rumah Tangga Petani Dengan Kesetaraan
Gender Dalam Rumah Tangga Petani
SIMPULAN DAN SARAN

viii

ix
1
1
3
4
4
5
5
5
5
7
8
9
10
10
13
13
13
13
14

14
15
15
17
21
21
23
25
25
26
26
27
29
31
31
32
35
35
36
39


Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

39
39
41
43
51
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1

Hubungan karakteristik rumah tangga petani, ideologi gender dan
kesetaraan gender

9

Gambar 2

Sketsa lokasi penelitian

45
DAFTAR TABEL

Tabel 1

Pemanfaatan lahan di Desa Cipelang

16

Tabel 2

Sarana umum Desa Cipelang

17

Tabel 3

Jumlah dan persentase penduduk Desa Cipelang berdasarkan tingkat 17
pendidikan

Tabel 4

Jumlah dan persentase penduduk Desa Cipelang berdasarkan mata
pencaharian

18

Tabel 5

Jumlah dan persentase rumah tangga petani berdasarkan tingkat
pendidikan di Desa Cipelang, 2016

21

Tabel 6

Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pendidikan rumah tangga
petani di Desa Cipelang, 2016

22

Tabel 7

Jumlah dan persentase rumah tangga petani berdasarkan tingkat
pendapatan di Desa Cipelang, 2016

23

Tabel 8

Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pemahaman nilai gender
pada rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

25

Tabel 9

Pola pembagian kerja reproduktif rumah tangga petani di Desa
Cipelang, 2016

26

Tabel 10

Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pola pembagian kerja
reproduktif rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

27

Tabel 11

Pola pembagian kerja produktif rumah tangga petani di Desa
Cipelang, 2016

28

Tabel 12

Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pola pembagian kerja
produktif rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

29

Tabel 13

Pola pembagian kerja sosial kemasyarakatan rumah tangga petani di
Desa Cipelang, 2016

29

ix

Tabel 14

Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan pola pembagian kerja
sosial kemasyarakatan rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

30

Tabel 15

Tingkat akses dalam usahatani rumah tangga petani di Desa
Cipelang, 2016

31

Tabel 16

Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan akses dalam usahatani
rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

31

Tabel 17

Tingkat kontrol dalam usahatani rumah tangga petani di Desa
Cipelang, 2016

32

Tabel 18

Jumlah dan persentase tingkat kesetaraan kontrol dalam usahatani
rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

33

Tabel 19

Hubungan karakteristik rumah tangga petani dan kesetaraan gender
rumah tangga petani di Desa Cipelang, 2016

35

Tabel 20

Hubungan ideologi gender dan kesetaraan gender rumah tangga
petani di Desa Cipelang, 2016

37

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1

Jadwal Penelitian

44

Lampiran 2

Sketsa Lokasi Penelitian

45

Lampiran 3

Data responden

46

Lampiran 4

Nilai uji korelasi rank spearman karakteristik rumah tangga
petani dengan tingkat kesetaraan gender rumah tangga petani

47

Lampiran 5

Nilai uji korelasi rank spearman tingkat kesadaran gender rumah
tangga petani dengan tingkat kesetaraan gender rumah tangga
petani Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam

48

Lampiran 6

Dokumentasi penelitian

49

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, karenanya sektor pertanian masih
menjadi mata pencaharian utama bagi mayoritas masyarakat perdesaan di
Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh data hasil Sensus Pertanian 2013 yang
menunjukkan masih relatif besarnya mereka yang bekerja di sektor pertanian,
yaitu sebanyak 26,14 juta rumah tangga usaha pertanian yang mencakup 31,7 juta
individu petani. Berdasarkan jenis kelaminnya dari total jumlah petani tersebut
terdapat 23,16 persen petani perempuan. Khusus di Provinsi Jawa Barat terdapat
sekitar 3,6 juta petani yang bekerja di sektor pertanian. Adapun menurut jenis
kelaminnya, petani perempuan tercatat sekitar 21,25 persen. Data BPS ini
tampaknya meliputi data laki-laki dan perempuan yang bekerja, namun tidak
melihatnya menurut status bekerja mereka. Dengan demikian, dimungkinkan
persentase perempuan yang bekerja lebih besar lagi, manakala mereka yang
berstatus bekerja selaku pekerja keluarga diperhitungkan.
Diantara kebijakan pembangunan nasional adalah kebijakan
pembangunan pertanian yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas
usahatani, yang pada gilirannya diharapkan menyejahterakan rumahtangga petani.
Umum diketahui bahwa pembangunan pertanian di Era Orde Baru yang yang
mengimplementasikan Revolusi Hijau lebih mengutamakan pada aspek teknologi
pertanian. Sebagaimana dikutip Mugniesyah (2006) menurut Reintjes et al.
(1992), Chambers (1993) dan Uphoff (1993), pembangunan pertanian pada masa
itu mengabaikan sumber daya manusia dan kelembagaan lokal, serta bias gender
(Mugniesyah, 2006). Kondisi tersebut mendorong pemerintahan di era reformasi
menetapkan kebijakan berkenaan Pengarusutamaan Gender (PUG) melalui
INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam
pembangunan, yang mengemban amanah agar program pembangunan pada
umumnya, termasuk pembangunan pertanian dapat merespon kepada pengalaman,
permasalahan, kebutuhan dan kepentingan sumber daya manusia (SDM) yang
menjadi subyek pembangunan, baik laki-laki dan perempuan.
Menindaklanjuti INPRES tersebut pemerintah telah menetapkan UU No
16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
(UU No.16 Tahun 2006 tentang Sistem P3K). Dalam undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang
berkelanjutan merupakan suatu keharusan antara lain untuk memenuhi
kebutuhan pangan, papan, dan bahan baku industri; memperluas lapangan
kerja dan lapangan berusaha; serta meningkatkan kesejahteraan khususnya

2

petani, mengentaskan masyarakat dari kemiskinan khususnya di perdesaan;
serta menjaga kelestarian lingkungan.
Selanjutnya khusus pada pasal 3 UU No.16 Tahun 2006 tentang sistem
P3K dinyatakan bahwa tujuan pengaturan sistem penyuluhan meliputi
pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial, diantaranya
dengan memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya penyuluhan yang
antara lain harus produktif, efektif, partisipatif, berswadaya, bermitra sejajar,
kesetaraan gender, berwawasan lingkungan dan bertanggung gugat yang dapat
menjamin terlaksananya pembangunan pertanian.
Dalam konteks studi gender dan pembangunan terdapat sejumlah ahli yang
merumuskan definsisi gender dan pendekatan analisis gender. Gender adalah
suatu konsep yang menunjuk kepada suatu sistem peranan dan hubungannya
antara perempuan dan lelaki yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, akan
tetapi ditentukan oleh lingkungan sosial, politik, dan ekonomi (Hubeis 2010).
Adapun pendekatan analisis gender yang pertama kali dikenal adalah The
Harvard Analytical Framework yang sering disebut Kerangka Peranan Gender
atau Kerangka Analisis Gender. Kerangka Analisis Gender versi Harvard ini
selanjutnya ditulis Kerangka Gender Harvard atau KGH. Sejak adanya pengaruh
internasional dan kebijakan pemerintah tersebut di atas, di Indonesia perhatian
peneliti terhadap studi gender dan pembangunan pertanian juga meningkat. Telah
ada sejumlah studi yang meneliti gender dalam rumahtangga petani, antara lain
dilakukan oleh Pratiwi (2007) dan Angelie (2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2007) yang berjudul Analisis
Gender Pada Rumah Tangga Petani Monokultur Sayur (Kasus Desa
Segorogunung, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyra, Jawa Tengah).
Konsep yang digunakan juga adalah konsep gender. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa terdapat stereotip pada pembagian kerja antara laki-laki dan
perempuan pada usahatani yang berdampak pada pembedaan upah petani laki-laki
dan perempuan. Hal tersebut menyebabkan ketidakadilan gender dan
termarjinalisasinya perempuan. Dalam hal akses dan kontrol pada usahatani di
dominasi oleh suami, sedangkan pada pekerjaan reproduktif didominasi oleh istri.
Berbeda dari Pratiwi (2007), Angelie (2014) melakukan penelitian yang
berjudul Peranan Gender Pada Rumah Tangga Petani di Desa Sunten Jaya,
Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Diantara tujuan penelitiannya
adalah untuk menguji hubungan nyata antara tingkat pengetahuan gender dan
pertanian, pola pembagian kerja dalam rumah tangga dan pengambilan keputusan
dalam rumah tangga (tiga peranan gender) dengan tingkat kesetaraan gender
dalam tiga variabel, yaitu: tingkat pengetahuan tentang gender, pola pembagian
keerja gender dan pengambilan keputusan suami dan istri dalam kegiatan
reproduktif, produktif dan sosial. Semua penelitian di atas merupakan penelitian
penjelasan yang ditujukan untuk mengidentifikasi ada tidaknya kesetaraan gender
dalam rumah tangga petani, meskipun konteksnya berbeda. Kedua penelitian

3

sebelumnya meneliti pada kasus rumah tangga petani hortikultur saja. Oleh karena
itu, penulis ingin meneliti kasus terkait gender pada rumah tangga petani di sektor
tanaman pangan. Kasus yang dipilih adalah pada desa Cipelang, Kecamatan
Cijeruk, Kabupaten Bogor untuk mengetahui bagaimana tingkat akses dan
kontrol usahatani dalam rumah tangga petani dan hubungannya dengan
karakteristik rumah tangga petani dan ideologi gender pada rumah tangga petani.
Rumusan Masalah Penelitian
Rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih
anggota rumah tangganya mengelola usaha pertanian baik usaha milik sendiri,
bersama maupun milik pihak lain (BPS 2013). Rumah tangga pertanian tidak
homogen. Rumah tangga pertanian terdiri dari individu yang memiliki
karakteristik yang berbeda. Karakteristik rumah tangga petani yang ingin ditelaah
yaitu tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Pendapatan seseorang pada
dasarnya adalah banyaknya penerimaan yang dinilai dengan satuan mata uang
yang dapat dihasilkan seseorang (Sitepu 2014). Bagaimana karakteristik rumah
tangga petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor?
Setiap rumah tangga memiliki aktivitas rumah tangga yang berbeda-beda.
Hal ini dapat tercermin dari pola pembagian kerja dalam rumah tangga. Dalam
rumah tangga petani akan dilihat bagaimana pola pembagian kerja yang berkaitan
dengan peran gender. Pembagian kerja gender merupakan pola pembagian kerja
antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan yang disepakati bersama, serta
didasari oleh konstruksi sosial (Amir 2013). Pembagian kerja ini terbentuk dari
budaya maupun kesepakatan dalam rumah tangga. Nilai gender juga dapat
dijadikan ukuran ideologi gender gender dalam rumah tangga petani. Bagaimana
ideologi gender dalam rumah tangga petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk,
Kabupaten Bogor?
Analisis gender dilakukan dengan mengukur tingkat akses dan kontrol
dalam usahatani. Akses dalam usahatani merupakan gambaran peluang bagi
petani laki-laki maupun perempuan untuk memperoleh dan menggunakan sumber
daya dalam usahatani. Kontrol dalam usahatani merupakan gambaran kekuasaan
atau wewenang petani laki-laki atau perempuan dalam usahatani. Bagaimana
tingkat akses dan kontrol dalam usahatani dalam rumah tangga petani di Desa
Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor?
Studi tentang gender dalam rumah tangga petani telah banyak dilakukan.
Berdasarkan kesimpulan Angelie (2014), profil rumah tangga petani dan tingkat
kesadaran gender memiliki hubungan nyata dengan tingkat kesetaraan gender
dalam rumah tangga petani. Hal ini memunculkan rumusan masalah yang
keempat yaitu apakah karakteristik rumah tangga petani dan ideologi gender
memiliki hubungan dengan tingkat akses dan kontrol dalam usahatani dalam
rumah tangga petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor?

4

Tujuan Penelitian
Penulisan skripsi dengan judul “Dinamika Relasi Gender dalam Rumah
Tangga Petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor”
memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Mengetahui karakteristik rumah tangga petani di Desa Cipelang,
Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
2. Mengetahui ideologi gender dalam rumah tangga petani di Desa Cipelang,
Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
3. Mengetahui tingkat akses dan kontrol dalam usahatani dalam rumah
tangga petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
4. Menganalisis hubungan karakteristik rumah tangga petani dan ideologi
gender dengan tingkat akses dan kontrol dalam usahatani dalam rumah
tangga petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi akademisi,
pembuat kebijakan dan masyarakat peminat kajian gender. Secara spesifik dan
terperinci manfaat yang didapatkan oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut :
1. Bagi akademisi
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
penelitian mengenai akses dan kontrol dalam usahatani pada rumah tangga petani.
Selain itu, penelitian ini dapat menjadi literatur bagi akademisi yang ingin
mengkaji lebih jauh mengenai akses dan kontrol dalam usahatani dalam rumah
tangga petani.
2. Bagi pembuat kebijakan.
Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menambah
rujukan dalam menganalisis akses dan kontrol dalam usahatani dalam rumah
tangga petani untuk membuat kebijakan terkait pembangunan pertanian dan
kesetaraan gender.
3. Bagi masyarakat.
Bagi masyarakat peminat kajian gender, penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan mengenai akses dan kontrol dalam usahatani dalam
berbagai karakteristik rumah tangga petani.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Usahatani
Usahatani merupakan salah satu mata pencaharian pada masyarakat
Indonesia. Pada tahun 2012, persentase petani adalah 39 persen dari total
keseluruhan angkatan kerja. Sebanyak 70 persen dari 120 juta penduduk yang
tinggal di pedesaan masih menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian
(Muspriyanto 2012). Usahatani adalah kegiatan penggunaan sumber daya secara
efektif dan efisien pada suatu usaha pertanian agar memperoleh hasil yang
maksimal. Sumber daya tersebut adalah lahan, tenaga kerja, modal dan
manajemen (Shinta 2011).
Rumah Tangga Petani
Rumah tangga adalah sekelompok orang yang biasanya tinggal bersama
dalam suatu bangunan serta pengelolaan makannya dari satu dapur. Satu rumah
tangga dapat terdiri dari hanya satu anggota rumah tangga. Rumah tangga petani
merupakan rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya
mengelola usaha pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruhnya dijual, baik
usaha pertanian milik sendiri, secara bagi hasil, atau milik orang lain dengan
menerima upah, dalam hal ini termasuk jasa pertanian (BPS 2013).
Karakteristik rumah tangga petani juga dapat dilihat dari tingkat
pendapatan. Pendapatan seseorang pada dasarnya adalah banyaknya penerimaan
yang dinilai dengan satuan mata uang yang dapat dihasilkan seseorang (Sitepu
2014). Menurut Blood dan Wolfe (1960) dalam Sajogyo (1983) aspek penting
dalam struktur keluarga adalah posisi anggota keluarga karena distribusi dan
alokasi kekuasaan, kemudian yang penting juga adalah pembagian kerja dalam
keluarga. Kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan
yang mempengaruhi kehidupan keluarga itu bisa tersebar dengan sama nilainya
(equally) atau tidak sama nilainya, khususnya antara suami dan istri. Adapun
pembagian kerja menunjuk pada pola peranan yang ada dalam keluarga dimana
khususnya suami dan istri melakukan pekerjaan tertentu. Menurut Blood dan
Wolfe (1960) dalam Sajogyo (1983) kombinasi kedua aspek tersebut adalah hal
yang paling mendasar dalam keluarga yang dipengaruhi pula oleh posisi keluarga
dalam lingkungan atau masyarakatnya.
Gender
Gender adalah suatu konsep yang menunjuk kepada suatu sistem peranan
dan hubungannya antara perempuan dan lelaki yang tidak ditentukan oleh
perbedaan biologis, akan tetapi ditentukan oleh lingkungan sosial, politik, dan

6

ekonomi (Hubeis 2010). Gender merupakan konsep sosial yang membedakan
peran antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial
maupun budaya. Gender berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin hanya
berkaitan dengan aspek biologis. Gender adalah sifat yang melekat pada pada
laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya (Fakih
1994).
Gender merupakan isu penting di dunia. Gender berfokus pada peran lakilaki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial. Persepsi tentang gender
merupakan kepercayaan normatif tentang bagaimana seharusnya penampilan
seorang laki-laki atau perempuan, apa yang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki
atau perempuan, dan bagaimana keduanya berinteraksi (William dan Best 1990).
Kontribusi ekonomi perempuan dalam keluarga akan menghasilkan peningkatan
dalam keuangan keluarga, kepemilikan barang mewah, dan standar hidup yang
lebih tinggi dengan pencapaian rasa aman yang lebih baik sehingga berdampak
pada peningkatan status sosial keluarga (Lasswell dan Lasswell 1987). Partisipasi
perempuan pada bidang-bidang tertentu termasuk dalam pembangunan masih
rendah jika dibandingkan dengan laki-laki.
Tiga kategori peranan gender (triple roles), yaitu (Moser 1993):
1. Peranan produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki
untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya.
Termasuk produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumah
tangga atau subsisten dengan suatu nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar
potensial.
2. Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggung
jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk
menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut
kelangsungan keluarga.
3. Peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan ini dibedakan menjadi
dua kategori sebagai berikut:
a. Peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial), yang mencakup
semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai
kepanjangan peranan reproduktif, bersifat volunter dan tanpa upah.
b. Pengelolaan masyarakat politik (kegiatan politik), yakni peranan yang
dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal
secara politik, biasanya dibayar (langsung atau tidak langsung), dan
meningkatkan kekuasaan atau status.
Peran domestik adalah peran atau tugas yang berkaitan dengan reproduksi,
dan pengurusan rumah tangga. Publik adalah peran sebagai pencari nafkah atau
peran lain yang dilakukan di luar rumah untuk menghasilkan uang. Peran sosial
kemasyarakatan adalah peran dalam hubungannya dengan anggota masyarakat
lain (Hakim 2015). Upaya melibatkan gender wanita dalam kegiatan usahatani

7

merupakan salah satu upaya peningkatan keamanan ekonomi keluarga dan
efisiensi pemanfaatan sumber daya lokal serta meningkatkan status gender wanita
dalam kegiatan sektoral pertanian (Sitepu 2014).
Pembagian Kerja Gender
Pembagian kerja gender adalah pola pembagian kerja antara pasangan
suami-istri yang disepakati bersama, serta didasari oleh sikap saling memahami
dan saling mengerti (Nurlian dan Daulay 2008). Pembagian kerja gender
merupakan pola pembagian kerja antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan
yang disepakati bersama, serta didasari oleh konstruksi sosial (Amir 2013).
Pembagian peran dan atau pembagian tugas rumah tangga yang adil antara suami
dan istri terkadang masih dipengaruhi oleh cara pandang masyarakat mengenai
peran gender yang cenderung memosisikan wanita untuk selalu berperan pada
wilayah domestik (Putri dan Lestari 2015). Selaras dengan pernyataan di atas,
adanya diskriminasi gender pada kehidupan perkawinan ditunjukkan dengan
adanya hak dan kewajiban suami-istri di Indonesia diatur dalam Undang-Undang
Perkawinan No.1 tahun 1974 pasal 31 ayat (3) yang secara tegas menyebutkan
bahwa suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga, serta
pasal 34, suami wajib melindungi istri dan istri wajib mengatur rumah tangga
sebaik-baiknya. Pernyataan dalam undang-undang tersebut bila ditelaah terdapat
bias gender antara laki-laki dan perempuan yang memosisikan perempuan untuk
lebih berperan pada sektor domestik (Putri dan Lestari 2015). Selain itu istilah
lain yang melekat pada diri seorang perempuan atau istri yakni dapur, pupur,
kasur, sumur. Istilah tersebut menggambarkan peran domestik yang harus dijalani
oleh seorang wanita atau istri yaitu mengurus semua hal yang berhubungan
dengan kerumahtanggaan seperti memasak, mencuci baju, mencuci piring,
membersihkan rumah hingga mengasuh anak (Putri dan Lestari 2015).
Pada masyarakat petani, pembagian kerja merupakan pembagian peranan
dan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin. Pembagian pekerjaan ini disesuaikan
dengan kemampuan dan bidang dari masing-masing mereka. Hal ini diakibatkan
oleh kontruksi sosial berdasarkan faktor sifat atau karakter antara perempuan dan
laki-laki (Amir 2013). Pada masyarakat pertanian dan perikanan, isteri
berkontribusi dalam produksi pertanian, sekaligus penyangga kehidupan rumah
tangga pertanian dalam banyak hal (Taridala et al. 2015). Beberapa masalah
pokok yang dihadapi wanita di pedesaan yaitu (Sajogyo 1983):
1. Data mengenai tenaga kerja wanita menunjuk pada adanya norma bahwa
wanita apakah ia sebagai isteri, sebagai ibu rumah tangga, atau sebagai anak
gadis, juga melakukan pekerjaan mencari nafkah disamping melakukan
pekerjaan rumahtangga yang tetap merupakan pekerjaan seorang wanita atau
istri sesuai dengan masyarakat tempat ia tinggal

8

2. Waktu yang dicurahkan untuk pekerjaan rumah tangga oleh wanita di pedesaan
adalah intensif dan banyak
3. Dalam pekerjaan yang menghasilkan pendapatan, pemilikan tanah pertanian
per kapita yang sempit dari warga desa, menyebabkan berkurangnya
kesempatan atau peluang untuk bekerja bagi pria maupun wanita.
4. Tingkat pendidikan formal wanita di pedesaan lebih rendah daripada pria.
5. Kurangnya jangkauan terhadap pelayanan-pelayanan yang ada di desa,
khususnya bagi wanita dari golongan tidak mampu.
Analisis Gender
Gender dan kesetaraan gender merupakan satu kesatuan paham atau ide
yang tidak bisa dipisahkan (Anwar 2015). Kesetaraan gender adalah kesamaan
kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hakhaknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan
politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan
keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan (Hakim 2015). Kesetaraan gender adalah posisi yang sama antara
laki-laki dan perempuan dalam memperoleh akses, partsisipasi, kontrol, dan
manfaat dalam aktivitas kehidupan baik dalam keluarga, masyarakat maupun
bangsa dan negara (Amir 2013). Keadilan gender adalah suatu proses menuju
setara, selaras, seimbang, serasi, tanpa diskriminasi (Amir 2013). Ketidakadilan
gender atau diskriminasi gender merupakan akibat dari adanya sistem (struktur)
sosial dimana salah satu jenis kelamin (laki-laki maupun perempuan) menjadi
korban (Mayasari et al. 2013).
Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi
antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses,
kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat
yang setara dan adil dari pembangunan (Hakim 2015). Permasalahan yang terjadi
selama ini adalah rendahnya partisipasi dan terbatasnya akses perempuan dalam
pengambilan keputusan, baik dalam keluarga maupun masyarakat, kesenjangan
partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur
sosio-kultural masyarakat (Mayasari et al. 2013).
Kesetaraan gender dapat diukur dengan teknik analisis gender. Analisis
gender merupakan bagian dari analisis sosial yang memberi pemahaman tentang
saling hubungan antara laki-laki dan perempuan (relasi gender) berkaitan dengan
pengambilan keputusan, peran, alokasi sumber daya dan konflik serta memberi
perhatian
dan
mempertimbangkan
faktor
yang
membentuk
atau
mempengaruhinya seperti sejarah, agama, budaya, sosio-ekonomi dan budaya,
kebijakan, situasi politik (Yulfita 2012). Analisis gender adalah proses
menganalisis data maupun informasi secara sistematis tentang laki-laki maupun
perempuan untuk mengidentifikasi kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab

9

laki-laki dan perempuan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Amir 2013).
Kerangka analisis Harvard, dikembangkan oleh Harvard Institute for
International Development, bekerja sama dengan kantor Woman In Development
(WID)-USAID (Puspitawati 2012). Kerangka analisis Harvard terdiri dari tiga
aspek yaitu: profil aktivitas, profil akses dan kontrol, serta profil manfaat dan
dampak (Handayanto 2015).
Kerangka Pikir
Penelitian yang berjudul Dinamika Relasi Gender dalam Rumah Tangga
Petani: Kasus Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor ini merujuk
pada konsep gender dan teori teknik analisis Harvard dari Harvard Institute for
International Development dalam Puspitawati (2012).
Terdapat beberapa aspek di analisis dalam penelitian ini yaitu profil
aktivitas dilihat dari pembagian kerja produktif dan reproduktif dalam rumah
tangga petani, namun dalam penelitian ini terdapat pembagian kerja sosial
kemasyarakatan pula. Ketiga bentuk pembagian kerja tersebut terdapat pada (X4).
Profil akses dan kontrol dalam penelitian ini terdapat pada (Y1) dan (Y2). Akses
dan kontrol dalam penelitian ini khusus pada sumber daya pertanian. Karakteristik
rumah tangga petani dilihat dari tingkat pendidikan (X1) dan tingkat pendapatan
(X2). Ideologi gender dilihat berdasarkan nilai gender (X3) dan pola pembagian
kerja (X4). Dalam penelitian ini terdapat hubungan antara karakteristik rumah
tangga petani dan ideologi gender dengan kesetaraan gender.

Karakteristik
Petani:

Rumah

Tangga
Kesetaraan Gender:

(X1) Tingkat pendidikan
(X2) Tingkat pendapatan

(Y1) Tingkat
usahatani

akses

dalam

Ideologi Gender:

(Y2) Tingkat kontrol dalam
usahatani

(X3) Nilai gender
(X4) Pola
gender

pembagian

kerja

Gambar 1. Hubungan karakteristik rumah tangga petani dan ideologi gender
dengan kesetaraan gender

: Berhubungan

10

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang dibuat, hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan nyata antara tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan
rumah tangga petani dengan tingkat akses dan kontrol dalam usahatani.
2. Terdapat hubungan nyata antara nilai gender dan pola pembagian kerja
dengan tingkat akses dan kontrol dalam usahatani.
Definisi Operasional
Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut:
1. Karakteristik rumah tangga petani yang diukur dengan :
a. Tingkat pendidikan adalah perbandingan antara tingkat pendidikan suami
dan istri, diukur dengan skala ordinal, yang dibedakan kedalam kategori:
Istri < suami: kode 1, Istri > suami: kode 2 dan Istri = suami: kode 3.
b. Tingkat pendapatan adalah jumlah pendapatan rumah tangga petani setiap
bulannya dari hasil usahatani dengan skala ordinal sebagai berikut:
Rendah: Rp. 1.000.0000/bulan.
2.

Ideologi gender diukur dengan:
a. Nilai gender adalah pemahaman suami dan istri tentang perbedaan peran
laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga dalam hubungannya dengan
usahatani. Jumlah pernyataan yang diajukan adalah sebanyak
5
pernyataan relasi gender, terkait pengetahuan tentang gender, pembagian
kerja gender dan kesetaraan gender. Suami atau istri dapat memilih satu
dari dua pilihan, yakni setuju (S) dan tidak setuju (TS). Dua pilihan
tersebut memiliki skor yang berbeda. Kategori setuju (S) memiliki bernilai
1 untuk tiap jawaban dan kategori tidak setuju (TS) memiliki bernilai 2
untuk tiap jawaban. Jawaban suami atau istri pada kedua pilihan tersebut
dijumlahkan nilainya lalu hasilnya akan dibandingkan antara suami dan
istri. Akumulasi nilai tersebut dikategorikan berdasarkan skala ordinal
yaitu Istri < suami: kode 1, Istri > suami: kode 2 dan Istri = suami: kode 3.
b. Pola pembagian kerja adalah pembagian seluruh aktivitas dalam suatu
rumah tangga petani sesuai peranan masing-masing anggotanya. Pola
pembagian kerja dapat digolongkan menjadi tiga jenis kegiatan, yakni
kegiatan reproduktif, produktif dan sosial kemasyarakatan.
Kegiatan reproduktif adalah kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan
rumah tangga seperti mencuci, memasak dan membersihkan rumah.
Kegiatan reproduktif diukur dengan 8 jenis kegiatan yang tercantum
dalam tabel pola pembagian kerja reproduktif. Petani dapat memilih salah
satu dari tiga pilihan, yakni kegiatan laki-laki sendiri (L), kegiatan

11

perempuan sendiri (P) dan kegiatan bersama (B). Tiga pilihan tersebut
memiliki kode yang berbeda. Kategori laki-laki (L) memiliki kode 1,
kategori perempuan (P) memiliki kode 2 dan kategori bersama (B)
memiliki kode 3. Jawaban suami atau istri pada ketiga pilihan tersebut
diakumulasikan lalu hasilnya akan dibandingkan antara suami dan istri.
Akumulasi kode tersebut dikategorikan berdasarkan skala ordinal yaitu
Istri < suami : 15-17, Istri > suami : 18-20 dan Istri = suami: 21-24.
Kegiatan produktif adalah kegiatan yang berhubungan dengan mencari
nafkah dalam bentuk usahatani. Kegiatan produktif diukur dengan 17
jenis kegiatan yang tercantum dalam tabel pola pembagian kerja
produktif. Petani dapat memilih salah satu dari tiga pilihan, yakni kegiatan
laki-laki sendiri (L), kegiatan perempuan sendiri (P) dan kegiatan bersama
(B). Tiga pilihan tersebut memiliki kode yang berbeda. Kategori laki-laki
(L) memiliki kode 1, kategori perempuan (P) memiliki kode 2 dan kategori
bersama (B) memiliki kode 3. Jawaban suami atau istri pada ketiga
pilihan tersebut diakumulasikan lalu hasilnya akan dibandingkan antara
suami dan istri. Akumulasi kode tersebut dikategorikan berdasarkan skala
ordinal yaitu Istri < suami : 17-26, Istri > suami : 27-36 dan Istri = suami:
37-47.
Kegiatan sosial kemasyarakatan adalah kegiatan yang berhubungan
dengan kegiatan sosial atau pergaulan dan politik maupun organisasi di
masyarakat. Kegiatan sosial kemasyarakatan diukur dengan 5 jenis
kegiatan yang tercantum dalam tabel pola pembagian kerja sosial
kemasyarakatan. Petani dapat memilih salah satu dari tiga pilihan, yakni
kegiatan laki-laki sendiri (L), kegiatan perempuan sendiri (P) dan kegiatan
bersama (B). Tiga pilihan tersebut memiliki kode yang berbeda. Kategori
laki-laki (L) memiliki kode 1, kategori perempuan (P) memiliki kode 2 dan
kategori bersama (B) memiliki kode 3. Jawaban suami atau istri pada
ketiga pilihan tersebut diakumulasikan lalu hasilnya akan dibandingkan
antara suami dan istri. Akumulasi kode tersebut dikategorikan berdasarkan
skala ordinal yaitu Istri < suami : 6-8, Istri > suami : 9-11 dan Istri =
suami: 12-15.
3.

Kesetaraan gender adalah suatu kondisi di mana porsi dan siklus sosial
perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Variabel ini
diukur dengan:
a. Tingkat akses dalam usahatani adalah besarnya kesempatan yang dimiliki
oleh anggota rumah tangga, baik laki-laki maupun perempuan, dalam
memanfaatkan, menggunakan dan memperoleh berbagai sumber daya
pertanian. Akses diukur dengan menggunakan 5 jenis akses dalam
pertanian yang tercantum dalam tabel tingkat akses dalam usahatani.
Rumah tangga petani dapat memilih satu dari tiga pilihan, yakni laki-laki

12

sendiri (L), perempuan sendiri (P) dan bersama (B). Tiga pilihan tersebut
memiliki kode yang berbeda. Kategori laki-laki (L) memiliki nilai 1,
kategori perempuan (P) memiliki nilai 2 dan kategori bersama (B)
memiliki nilai 3. Jawaban suami atau istri pada kedua pilihan tersebut
dijumlahkan nilainya lalu hasilnya akan dibandingkan antara suami dan
istri. Akumulasi nilai tersebut dikategorikan berdasarkan skala ordinal
yaitu Istri < suami: 5-7, Istri > suami: 8-10 dan Istri = suami: 11-13.
b. Tingkat kontrol dalam usahatani adalah besarnya kekuasaan yang dimiliki
oleh anggota rumah tangga dalam mengatur dan mengawasi sumber daya
usahatani. Kontrol diukur dengan menggunakan 8 jenis kontrol atau
pengawasan dalam usahatani yang tercantum dalam tabel tingkat kontrol
atas sumber daya pertanian. Rumah tangga petani dapat memilih satu dari
tiga pilihan, yakni laki-laki sendiri (L), perempuan sendiri (P) dan bersama
(B). Tiga pilihan tersebut memiliki skor yang berbeda. Kategori laki-laki
(L) memiliki nilai 1, kategori perempuan (P) memiliki nilai 2 dan kategori
bersama (B) memiliki nilai 3. Jawaban
suami atau istri pada kedua
pilihan tersebut dijumlahkan nilainya lalu hasilnya akan dibandingkan
antara suami dan istri. Akumulasi nilai tersebut dikategorikan berdasarkan
skala ordinal yaitu Istri < suami: 8-12, Istri > suami: 13-17 dan Istri =
suami: 18-24.

13

METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksplanatori
(penjelasan) yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan karakteristik rumah
tangga petani dan ideologi gender dengan kesetaraan gender. Pendekatan
penelitian dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif
dilakukan dengan metode survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari
satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok
(Singarimbun dan Effendi 2008). Pendekatan kualitatif dilakukan dengan
wawancara mendalam
dengan stakeholder terkait dan observasi untuk
mendukung data kuantitatif.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten
Bogor. Alasan pemilihan lokasi ini sebagai lokasi penelitian ialah karena Desa
Cipelang merupakan salah satu desa dengan wilayah pertanian terluas di
Kabupaten Bogor sehingga dapat merepresentasikan wilayah pertanian di
Indonesia secara umum. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan. Penelitian ini
meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal skripsi,
pengambilan data lapang, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji
petik, sidang skripsi dan perbaikan laporan skripsi. Pengambilan data di lapang
khususnya dilakukan selama 3 minggu yaitu di bulan april hingga mei 2016.

Teknik Penentuan Responden dan Informan
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sitepu 2014). Subjek dalam
penelitian ini adalah rumah tangga petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan responden dilakukan dengan memilih
rumah tangga petani melalui data jumlah petani yang ada di Desa Cipelang secara
purposive sampling. Dari 253 jumlah rumah tangga petani di Desa Cipelang,
dipilih 131 rumah tangga petani yang masih lengkap yakni memiliki suami atau
istri. Dari 131 rumah tangga petani tersebut, dipilih secara purposive 30 rumah
tangga petani untuk dijadikan responden. Unit analisis penelitian ini yaitu rumah
tangga. Informan dalam penelitian ialah stakeholder yang memiliki keterkaitan
langsung dengan petani yaitu ketua gabungan kelompok tani (Gapoktan), ketua
kelompok tani dan ketua kelompok wanita tani (KWT) di Desa Cipelang.

14

Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini terbagi ke dalam dua jenis yaitu data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh melalui survai kepada responden dengan
menggunakan kuesioner dan observasi wawancara mendalam kepada stakeholder
terkait diantaranya ketua gabungan kelompok tani (Gapoktan), ketua kelompok
tani dan ketua kelompok wanita tani (KWT) di Desa Cipelang. Data sekunder
diperoleh melalui data monografi desa Cipelang. Wawancara mendalam
menggunakan panduan pertanyaan yang telah dibuat. Sebelum melakukan
penelitian, dilakukan uji coba kuisioner. Uji coba kuisioner dilakukan kepada 10
rumah tangga petani di Desa Cipelang di luar calon responden. Hasil uji validitas
pada variabel karakteristik rumah tangga petani adalah 0,571 dan hasil uji
reliabilitasnya adalah 0,778. Hasil uji validitas pada variabel karakteristik rumah
tangga petani adalah 0,541 dan hasil uji reliabilitasnya adalah 0,740. Hasil uji
validitas pada variabel karakteristik rumah tangga petani adalah 0,404 dan hasil
uji reliabilitasnya adalah 0,775.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data menggunakan Microsoft Excel 2007 dan
aplikasi SPSS 2.1. Microsoft Excel 2007 digunakan untuk membuat tabel
frekuensi untuk variabel tunggal. Aplikasi SPSS 2.1 membantu uji statistik yang
menggunakan rank spearman. Uji korelasi rank spearman digunakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel atau hubungan
karakteristik rumah tangga petani, ideologi gender dengan kesetaraan gender
dalam rumah tangga petani.
Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian
data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses
pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara
mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk
mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak
perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan
data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam
sebuah laporan. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan
simpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Data kualitatif disajikan
dalam bentuk kutipan-kutipan untuk memperkuat data hasil penelitian.

15

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Administratif dan Geografis
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa. Secara
administratif sejak tahun 2008, kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat
berjumlah 26 kabupaten atau kota terdiri atas 17 kabupaten dan 9 kota dengan 625
kecamatan dan 5.877 desa atau kelurahan. Jawa Barat terbagi dalam 4 Badan
Koordinasi Pemerintahan Pembangunan (Bakor PP) Wilayah, sebagai berikut
wilayah I Bogor meliputi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten
Sukabumi, Kota Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Wilayah II Purwakarta
meliputi Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang,
Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi. Wilayah III Cirebon meliputi Kabupaten
Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten
Kuningan. Wilayah IV Priangan meliputi Kabupaten Bandung, Kota Bandung,
Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kabupaten
Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis dan Kota
Banjar (jabarprov.go.id). Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan. Salah satu
kecamatannya yaitu Kecamatan Cijeruk. Desa Cipelang merupakan Ibukota
Kecamatan Cijeruk memiliki luas wilayah 638,17 Ha terdiri dari 3 (tiga) Dusun,
7 (tujuh) Rukun Warga (RW) dan 30 (Tiga puluh) Rukun Tetangga (RT) dengan
batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Desa Tanjung Sari dan Cipicung,
sebelah timur berbatasan dengan Desa Cibalung, sebelah selatan berbatas dengan
Desa Cijeruk dan Warung Menteng dan sebelah barat berbatasan dengan kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Jarak antara Desa Cipelang yaitu 0,3 Km ke kantor Kecamatan Cijeruk,
22 Km ke kantor Kabupaten Bogor, 150 Km ke Ibukota Provinsi Jawa Barat dan
60 Km ke Ibukota Negara atau Jakarta. Untuk dapat sampai ke Desa Cipelang,
diperlukan alat transportasi darat seperti motor, mobil atau kendaraan umum.
Kendaraan umum yang digunakan bila dari kampus IPB Dramaga Bogor
diantaranya angkutan umum dengan trayek arah Laladon-Bubulak, lalu berganti
angkutan umum 02 atau 14 menuju Sukasari dan Bondongan, kemudian berganti
angkutan umum 04a menuju Cihideung. Di Cihideung, berganti angkutan umum
kembali menuju Cipelang. Sesampainya di Cipelang perlu menaiki ojeg untuk
menjangkau lokasi penelitian.
Desa Cipelang memiliki luas wilayah 638,17 ha dengan ketinggian tempat
1.200 mdpl serta curah hujannya 2.700 mm/tahun. Pemanfaatan dan penggunaan
lahan yang ada di Desa Cipelang lebih banyak digunakan untuk sawah sebanyak
19,44 persen dan perkebunan baik milik rakyat maupun swasta sebanyak 68,4
persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian menjadi aset bagi rumah
tangga di Desa Cipelang khususnya rumah tangga petani. Masyarakat Desa

16

Cipelang mayoritas masih menggantungkan sumber nafkahnya dari sektor
pertanian.
Data pemanfaatan lahan di Desa Cipelang secara rinci disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Pemanfaatan lahan di Desa Cipelang
Pemanfaatan
Luas Lahan (Ha)
Persentase (%)
Pemukiman
41,00
6,42
Sawah
124,00
19,44
Perkebunan Rakyat dan Swasta
436,67
68,46
Kolam
8,00
1,25
Jalan umum
4,80
0,75
Pemakaman Umum
1,20
0,18
Lapangan Olah Raga
0,50
0,07
Tempat Beribadah
0,80
0,12
Bangunan Pendidikan
2,20
0,34
Total
638,17
100,00
Sumber : Data Monografi Desa 2014
Desa Cipelang memiliki berbagai sarana dan prasarana umum. Sarana dan
prasarana ini digolongkan menjadi tiga jenis yaitu, sarana pendidikan, tempat
beribadah dan tenaga medis. Sarana pendidikan di Desa Cipelang belum
memadai, hal ini terlihat dari tidak adanya SMA maupun Madrasah Aliyah.
Warga Desa Cipelang yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMA maupun
Madrasah Aliyah harus menempuh desa lain yang memiliki SMA maupun
Madrasah Aliyah seperti Desa Cijeruk. Minimnya sarana pendidikan di Desa
Cipelang turut mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan di Desa Cipelang.
Tempat beribadah di Desa Cipelang sudah memadai dengan jumlah yang cukup
banyak serta jarak antar masjid maupun mushola tidak terlalu jauh. Warga Desa
Cipelang tidak perlu repot mencari sarana ibadah ke desa lain karena jumlah dan
kondisi sarana ibadah di Desa Cipelang sudah cukup baik. Tenaga medis di Desa
Cipelang belum memadai, hal ini terlihat dari jumlah bidan dan dokter yang
sedikit. Hal ini menyulitkan warga Desa Cipelang yang membutuhkan
pertolongan medis khususnya dalam keadaan darurat. Jika dokter ataupun bidan
sedang tidak berada di Desa Cipelang,warga yang membutuhkan pertolongan
medis harus mencari tenaga medis ke desa lain seperti Desa Cijeruk.
Data sarana dan prasarana serta tenaga medis di Desa Cipelang disajikan pada
Tabel 2.

17

Tabel 2 Sarana umum Desa Cipelang
Sarana Umum
Jenis
Sarana Pendidikan
PAUD
SD
SLTP
RA/TPA
Madrasah Ibtidayah
Madrasah Diniyah
Pondok Pesantren
Masjid
Sarana Tempat
Beribadah
Mushola
Tenaga Medis
Bidan
Dukun beranak terlatih
Dukun beranak tidak terlatih
Dokter
Kader posyandu
Sumber : Data Monografi Desa 2014

Jumlah
3
5
1
2
1
5
16
11
45
1
6
5
2
15

Kondisi Penduduk
Jumlah penduduk Desa Cipelang berdasarkan hasil laporan bulanan
kependudukan sampai akhir tahun 2014 tercatat 10.630 jiwa, terdiri dari laki-laki
sebanyak 5.473 jiwa, perempuan 5.157 jiwa. Jumlah penduduk perempuan 48,51
persen dari total jumlah penduduk. Jumlah kepala keluarga di Desa Cipelang
sebanyak 2.373 KK. Jumlah rumah tangga petani sebanyak 1.416 KK atau 59,60
persen dari total jumlah rumah tangga di Desa Cipelang. Penduduk Desa Cipelang
dapat digolongkan berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis mata pencaharian.
Data penduduk Desa Cipelang berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cipelang berdasarkan
tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
Persentase
Tidak tamat SD/ Sederajat
4.993
46,99
Tamat SD/sederajat
3.940
37,07
Tamat SLTP/sederajat
1.068
10,04
Tamat SLTA/ sederajat
541
5,08
Tamat DI s/d DIII
46
0,43
Tamat Si s/d SIII
42
0,39
Total
10.630
100,00
Sumber : Data Monografi Desa 2014

18

Tingkat pendidikan penduduk di Desa Cipelang masih tergolong rendah,
hal ini dilihat dari persentase warga yang tidak tamat SD dan tamat SD
mendominasi sebanyak 46,99 persen dan 37,07 persen. Penyebab rendahnya
tingkat pendidikan ini yaitu masih rendahnya kesadaran orangtua akan pentingnya
pendidikan juga masalah ekonomi yang menghambat.
Mata pencaharian penduduk di Desa Cipelang didominasi oleh petani dan
peternak.