SPESIES TUMBUHAN OBAT DI CAGAR ALAM SIGOGOR PONOROGO JAWA TIMUR

  

SPESIES TUMBUHAN OBAT DI CAGAR ALAM SIGOGOR

PONOROGO JAWA TIMUR

Medicinal Plants Species in Sigogor Nature Reserve Ponorogo, East Jawa

  • ) *) *)

  Yuli Widiyastuti , M. Bakti Samsu Adi , Tri Widayat

Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Jl. Raya Lawu 11, Tawangmangu Surakarta

e-mail:

  

ABSTRACT

.

  

Up to this moment, forest areas are still the main habitat of medicinal plants germplasm Sigogor

Nature Reserve in Ponorogo Regency, East Java, is a potential area that has a diversity of medicinal

plants and has not been widely studied. The exploration of medicinal plants in the Sigogor Nature

Reserve area aims to know the diversity, abundance and knowledge of the surrounding community

about the existence of these medicinal plants. The method used is explorative survey with

qualitative approach. The data collected in the form of secondary data and primary field

observation results and literature studies of previous research results. Data analysis was carried

out descriptively for the identification of medicinal plant specimens, qualitative vegetation analysis

to determine plant habitus type, than percentage of habitus type and plant part was calculated

based on observation result. The results of exploration activities show there were 43 species of

medicinal plants from 33 families have been found in the sorrounding area of Sigogor. Habitus of

medicinal plants found mostly were herbs (39.5%), then trees (23.25%) and the least were shrub

(6.9%). The most widely used medicinal plants part are leaves and herbs, while the least utilized

are flowers. The Sigogornature conservation area has potential as a source of germplasm of

medicinal plants and still requires further research covering in wider area.

  Keywords:exploration, medicinal plants, Sigogor, Ponorogo

ABSTRAK

  Kawasan hutan merupakan habitat plasma nutfah tumbuhan obat. Cagar Alam Sigogor di Kabupaten Ponorogo Jawa Timur, merupakan kawasan potensial yang memiliki keragaman tumbuhan obat dan belum banyak diteliti. Ekplorasi tumbuhan obat di kawasan Cagar Alam Sigogor bertujuan untuk mengetahui keragaman, keberlimpahan dan pengetahuan masyarakat sekitar tentang keberadaan tumbuhan obat tersebut. Metode yang digunakan yaitu survei eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder dan primer hasil pengamatan lapangan dan studi literatur hasil penelitian sebelumnnya. Analisa data dilakukan secara deskriptif untuk identifikasi spesimen tumbuhan obat, analisis vegetasi secara kualitatif untuk menentukan jenis habitus tumbuhan, dan persentase jenis habitus dan bagian tumbuhan dihitung berdasarkan hasil pengamatan.Hasil kegiatan eksplorasi terdata sebanyak 43 spesies tumbuhan obat dari 33 familia. Habitus tumbuhan obat yang ditemukan sebagian besar adalah terna (39,5%), pohon (23,25%) dan yang paling sedikit adalah semak

  Volume 10, No. 2, Desember 2017 Yuli Widiyastuti, M. Bakti Samsu Adi, Tri Widayat Volume 10, No. 2, Desember 2017

  (6,9%). Bagian tanaman obat yang paling banyak dimanfaatkan adalah daun dan herba, sedangkan yang paling sedikit dimanfaatkan adalah bunga. Kawasan CA Sigogor memiliki potensi sebagai sumber plasma nutfah tumbuhan obat dan masih membutuhkan penelitian lanjut mencakup wilayah yang lebih luas.

  Kata Kunci :eksplorasi, tumbuhan obat, Sigogor, Ponorogo. PENDAHULUAN

  Hutan baik hutan dataran rendah maupun hutan dataran tinggi masih menjadi habitat utama plasmanutfah tumbuhan obat. Hutan memiliki fungsi sangat penting bagi ekosistem di sekitarnya utamanya sebagai penyimpan air (reservoir), keanekaragaman hayati, dan sebagai penyimpan carbon (carbon sink). Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari, hutan dapat mendatangkan penghasilan (income) untuk kehidupan masyarakat di sekitarnya, melalui usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan (Whitmore, 1984).

  Keanekaragaman hayati hutan meliputi jenis-jenis tumbuhan dan satwaliar. Tumbuhan yang ada memiliki banyak potensi, selain sebagai penghasil kayu untuk pertukangan dan energi, juga terdapat banyak jenis tumbuhan hutan berkhasiat obat potensial (Peter, 1982). Di beberapa wilayah, hutan merupakan sumber tanaman obat bagi penduduk di sekitarnya tidak saja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari namun juga sebagai bahan perdagangan untuk mensuplai industri obat tradisional. Secara umum dapat diketahui bahwa tidak kurang 82 % dari total spesies tumbuhan obat hidup di ekosistem hutan tropika dataran rendah pada ketinggian di bawah 1.000 meter dari permukaan laut (Bruenig, 1995). Saat ini ekosistem hutan dataran rendah adalah kawasan hutan yang paling banyak rusak dan punah karena berbagai kegiatan eksploitasi kayu oleh manusia (Zuhud, 2009).

  Salah satu wilayah sumber penghasil tanaman obat di Provinsi Jawa Timur adalah Kabupaten Ponorogo, khususnya di sekitar wilayah hutan lindung Sigogor. Penetapan wilayah sebagai hutan lindung sebenarnya bertujuan untuk menjamin tersedianya fungsi hutan secara berkelanjutan disamping fungsi lainnya (Setyawati, 2010).

  Pemanenan dan pengelolaan plasma nutfah tumbuhan obat di sekitar wilayah Sigogor yang tidak terkendali akan menyebabkan penurunan jumlah populasi secara cepat. Kegiatan tersebut meskipun berdampak secara ekonomi bagi masyarakat sekitar namun akan mengancam kelestarian alam di masa depan.

  Sehubungan dengan itu eksplorasi tumbuhan obat dari wilayah hutan harus dilakukan secepatnya karena berpacu dengan proses pengalihan fungsi hutan yanng tentunya mengakibatkan kehilangan banyak spesies tumbuhan obat potensial (Soerianegara dan Indrawan, 1983). Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis plasma nutfah tertentu untuk mengamankan dari kepunahan (Kusumo et al., 2002). Langkah pertama praeksplorasi adalah mencari informasi ke dinas-dinas dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh informasi tentang jenis dan habitat tumbuhnya. Informasi ini kemudian dikembangkan pada saat eksplorasi ke lokasi sasaran yang umumnya daerah asal dan penyebaran jenis tanaman (Krismawati dan Sabran, 2004). Tujuan dari kegiatan ini adalah mengetahui keragaman tumbuhan obat di wilayah hutan lindung Sigogor Ponorogo dan koleksi spesimen berupa bibit dan herbarium tumbuhan obat terpilih.

SPESIES TUMBUHAN OBAT DI CAGAR ALAM SIGOGOR PONOROGO JAWA TIMUR

  Medicinal Plants Species in Sigogor Nature Reserve Ponorogo, East Jawa Volume 10, No. 2, Desember 2017

  METODE PENELITIAN Tempat dan waktu penelitian.

  Penelitian dilaksanakan di sekitar kawasan Cagar Alam Sigogor, Kecamatan Ngebel, Ponorogo Jawa Timur, pada bulan September 2015. Daerah penelitian meliputi kawasan hutan produksi Perum Perhutani wilayah Sigogor, dari ketinggian 600-1.000 m dpl, dengan panjang jalur pengamatan 5 km.

  Bahan dan alat. Alat dan bahan

  yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, kamera digital, kantong plastik, gunting tanaman, kertas merang, kertas label, sasak, benang, jala plastik, sekop kecil, garpu tanah, dan sabit besar.

  Cara kerja. Penelitian ini

  menggunakan metode eksploratif melalui pengamatan langsung pada komunitas vegetasi di Hutan Lindung Gunung Sigogor wilayah selatan serta wawancara dengan penduduk di sekitar wilayah hutan tentang manfaat berbagai jenis tumbuhan obat di CA Sigogor. Penentuan lokasi pengamatan ditetapkan berdasarkan kajian pustaka (Setyawati, 2010) yang menyebutkan bahwa di lokasi tersebut terdapat banyak tumbuhan hutan berkhasiat obat khususnya tanaman yang sudah dijadikan komoditi perdagangan oleh penduduk sekitar wilayah hutan. Pengambilan spesimen meliputi spesimen herbarium, simplisia dan bibit/benih dilakukan dengan mengacu pada Buku Pedoman Pengumpulan Spesimen (Rugayah et al., 2004)

  Pengamatan difokuskan pada lokasi dengan vegetasi hutan hujan yang masih belum mengalami banyak perubahan. Pengamatan vegetasi meliputi jenis tanaman baik yang ketersediaannya melimpah ataupun jarang yang ditentukan menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan keberulangan pengataman (Uji, 2003). Penentuan kelayakan pengelompokan jenis tumbuhan obat juga dilakukan dengan menggunakan partisipasi masyarakat lokal dengan wawancara tidak terstruktur tentang penggunaan jenis-jenis tumbuhan obat di Kawasan Cagar Alam Sigogor. Responden ditentukan secara

  purposive yaitu petugas pemangku hutan dan masyarakat pencari hasil hutan.

  Dari hasil pengamatan tumbuhan kemudian dilakukan identifikasi dan pengumpulan spesimen tumbuhan obat. Identifikasi spesimen dilakukan dilapangan berdasarkaan karakter anatomi morfologi (Xi-Jiang et al., 2007) dan beberapa spesimen yang sulit diidentifikasi berdasarmorfologi dilakukan dengan identifikasi spesimen di Laboratorium Sistematika Tumbuhan B2P2TO2T.

  Pengambilan spesimen bibit atau benih dilakukan untuk spesies-spesies yang belum terkoleksi di kebun koleksi maupun di etalase tanaman obat B2P2TO2T. Koleksi tanaman obat dilakukan dengan mengambil tanaman dalam bentuk bibit (tanaman kecil) atau biji jika tersedia di lapangan, atau jika memungkinkan keduanya juga dikoleksi. Cara pengambilan bibit dimulai dari pemilihan bibit yang pertumbuhannya relatif lebih baik, kemudian dicabut secara hati-hati, atau membongkar tempat tumbuhnya dengan sekop kecil, memindahkan ke kertas koran, dibungkus dengan sedikit tanah dan dibasahi. Jika koleksi berupa stek batang atau cabang, bungkus pangkal stek dengan kertas tisu, basahi, dan masukkan ke dalam plastik, tutup rapat. Semua hasil koleksi dibungkus kembali dengan pelepah pisang, dan jaga akar semua koleksi dalam keadaan basah/lembab.

  Analisa data dilakukan secara deskriptif untuk identifikasi spesimen tumbuhan obat, analisis vegetasi secara kualitatif untuk menentukan jenis habitus tumbuhan, dan prosentase jenis habitus dan bagian tumbuhan dihitung berdasarkan hasil pengamatan. Yuli Widiyastuti, M. Bakti Samsu Adi, Tri Widayat Volume 10, No. 2, Desember 2017

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Cagar alam Gunung Sigogor ditunjuk sebagai cagar alam berdasarkan SK : GB No.

  23 Stbl. 471, 4 September 1936 dengan luas 190,5 Ha. Cagar Alam Gunung Sigogor terletak di Desa Pupus, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo. Panjang jalur batas kawasan sepanjang 19,71 km dan telah direalisasikan sepanjang 19,71 km saat rekonstruksi kawasan tahun 1986. Jumlah pal batas sebanyak 364 buah pal batas. Letak geografi CA Sigogor adalah

  07°48′- 07°50′ LS dan 111°36′-111°38′ BT.

  Gambar 1. Beberapa tanaman eksotis dari wilayah CA Sigogor, A. Persea odoratissima; B.

  Disporum cantoiense, C. Codonopsis javanica

  Topografi Cagar Alam Sigogor berbukit-bukit (terletak di lereng barat Gn. Wilis) dengan medan berlereng sedang hingga curam pada ketinggian 100-1.700 mdpl. Puncak-puncak tertinggi antara lain terdapat di bagian selatan (daerah Patok Banteng dan Batu Blandar) dan di bagian Timur (daerah Cenger). CA Sigogor memiliki formasi geologis batuan vulkanik muda dengan jenis tanah yang masuk dalam kompleks mediteran, tipe tanah litosol. Tipe iklim di wilayah tersebut masuk dalam kategori C dengan nilai Q= 57% (menurut

  Schmidt and Ferguson, 1951). Rata-rata curah hujan yaitu 2.582 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 142 hari. Suhu rata-rata adalah 15-20°C pada malam hari dan antara 30-35°C pada siang hari (Setyawati, 2010).

a. Kondisi Wilayah Pengamatan

  b. Ekslorasi tumbuhan obat

  Dari hasil pengamatan vegetasi baik dalam perjalanan menuju dan di lokasi CA Sigogor menunjukkan komposisi hutan dataran rendah-tinggi yang didominasi oleh jenis pohon, semak, dan liana. Beberapa tumbuhan obat yang berhasil dikumpulkan dari wilayah CA Sigogor tersaji pada Tabel 1. Di CA Sigogor diperoleh jenis tanaman eksotis (Disporum cantoniense) yang belum pernah ditemukan pada eksplorasi sebelumnya dari beberapa daerah. Tanaman ini dikenal sebagai tanaman obat di ramuan TCM, meskipun di Indonesia tanaman ini belum digunakan untuk bahan baku obat tradisional. Selanjutnya juga ditemukan tumbuhan kolesom (Codonopsis javanica), simplisianya berupa akar diperdagangkan secara internasional. Kolesom saat ini sudah mulai sulit diperoleh di pasaran karena eksploitasi dari alam tidak terkendali. Tanaman ini dipercaya sebagai aprodisiaka sehingga banyak dicari oleh masyarakat, sedangkan di sisi lain upaya budidaya tidak pernah dilakukan. Selanjutnya juga ditemukan tumbuhan kolesom (Codonopsisc

  javanica),

  simplisianya berupa akar diperdagangkan secara internasional. Kolesom saat ini sudah mulai sulit diperoleh di pasaran karena eksploitasi dari alam tidak terkendali. Tanaman ini dipercaya sebagai aprodisiaka sehingga banyak dicari oleh masyarakat, sedangkan di sisi lain upaya budidaya tidak pernah dilakukan.

SPESIES TUMBUHAN OBAT DI CAGAR ALAM SIGOGOR PONOROGO JAWA TIMUR

  17 Hypoxidaceae Molineria latifolia(Dryand.ex W.T.Aiton) Herb. ex Kurz Nyangkuh Akar Kencing manis

  13 Dioscoreaceae Dioscorea bulbifera L. Gembili Umbi, umbi gantung Sakit perut

  14 Elaeocarpaceae Elaeocarpus ganirtus Roxb. ex G.Don Genitri Biji Pelangsing

  15 Fagaceae Lithocarpus elegans (Blume) Hatus ex.

  Soepadmo Pasang Biji Diare

  16 Gesneriaceae Liebigia speciosa (Blume) A.DC.

  Acar banyu Daun Luka

  18 Lauraceae Cinnamomum porrectum (Roxb.) Kosterm.

  Anting-anting Akar, herba Sakit kepala, demam

  Telasih Kayu, daun Anti seranngga

  19 Lauraceae Litsea elliptica Blume Trawas Daun Bengkak

  20 Lauraceae Persea odoratissima (Nees) Kosterm.

  Talesan Daun Pening

  21 Loranthaceae Macrosolen sp. Kemladehan Herba Tumor

  22 Marratiaceae Angiopteris evecta (G.Forst.) Hoffm.

  Pakis kebo Akar, bonggol Demam

  12 Cucurbitaceae Coccinia grandis (L.) Voigt Timunan Buah Darah tinggi

  Medicinal Plants Species in Sigogor Nature Reserve Ponorogo, East Jawa Volume 10, No. 2, Desember 2017

  Tabel 1. Daftar Tumbuhan Obathasil eksplorasi di kawasan Cagar Alam Sigogor

  Damar Getah Antiseptik

  No. Famili Nama Latin Nama lokal Bagian yang digunakan Kegunaan*)

  1 Acanthaceae Graptophyllum pictum (L.) Griff.

  Daun ungu, wungu Daun Wasir

  2 Amaranthaceae Iresine herbstii Hook. Sambang colok Daun Nyeri haid

  3 Apiaceae Centella asiatica (L.) Urb. Pegagan, gagan-gagan Herba Darah tinggi

  4 Araucariaceae Agathis dammara (Lamb.) Rich. & A. Rich.

  5 Asteraceae Ageratum conyzoides L. Bandotan Herba Luka, sakit mata, kolik

  Kolesom Umbi Tumor, diabetes

  6 Asteraceae Ageratina riparia (Regel) R.M. King & H. Rob.

  Kecapan Herba, daun Peluruh kencing

  7 Asteraceae Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H.Rob Kirenyu Daun, herba Kencing manis

  8 Asteraceae Blumea balsamifera (L.) DC.

  Sembung Daun Batuk

  9 Balsaminaceae Impatiens platysepala Y.L.Chen Pacar banyu Herba Panas dalam

  10 Campanulaceae Codonopsis javanica (Blume) Hook.f.& Thomson

  11 Colchicaceae Disporum cantoniense (Lour.) Merr.

  Pinus merkusii, Agathis dammara, dan Schima walichii merupakan vegetasi

  35 Rubiaceae Coffea canephora Pierre ex A. Froehner Kopi Daun, biji Penyegar badan

  Tumbuhan obat berupa pohon yang ditanam sebagai tanaman hutan seperti

  Perum Perhutani sehingga perambahan masyarakat bisa dikendalikan sehingga keragaman floranya masih tinggi.

  Menurut Primak (1998), Keragaman flora yang terdapat pada suatu daerah dipengaruhi oleh faktor biogeografi pulau yang khas serta faktor-faktor fisik lainnya, misalnya ketinggian tempat, curah hujan serta garis lintang dan jauh dekatnya suatu daerah atau pulau dari pulau lainnya. Wilayah CA Sigogor merupakan hutan lindung yang memperoleh pengawasan dari

  43 Zingiberaceae Zingiber sp. Puyang Rimpang Pegal linu

  42 Zingiberaceae Etlingera coccinea (Blume) S.Sakai & Nagam Jombram Rimpang Anti bau badan

  41 Xanthorrhoeace ae Dianella ensifolia(L.) DC. Tegari Tanaman Pengusir tikus

  Girang Herba Demam

  40 Vitaceae Leea rubra Blume ex Spreng.

  39 Theaceae Schima walichii Choisy Puspa/sari mekar Bunga Demam, kewanitaan

  Buah Darah tinggi

  38 Solanaceae Solanum sanitwongsei W.G.Craib Senggigit Ngor

  37 Schisandraceae Kadsura scandens (Blume) Blume Mendelan Daun Batuk, diare

  Soka putih Daun Diare

  36 Rubiaceae Pavetta lanceolataEckl.

  34 Polypodiaceae Pyrrosia nummularifolia (Sw.) Ching Picisan Herba Tumor

  Yuli Widiyastuti, M. Bakti Samsu Adi, Tri Widayat Volume 10, No. 2, Desember 2017

  27 Orchidaceae Apostasia wallichii R.Br. Anggrek kuning Batang Daya tahan tubuh

  23 Moraceae Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume Bendo Daun, getah Susah buang air besar

  24 Myrtaceae Syzygium polyanthum (Wight) Walp.

  Salam Daun Asam urat, diabetes

  25 Nyctaginaceae Mirabilis jalapaL. Pupur gadung Biji Jerawat

  26 Orchidaceae Calanthe triplicata (Willemet) Ames Anggrek burung

  Umbi Pelega perut

  28 Orchidaceae Macodes petola (Blume) Lindl.

  Paku sarang burung Daun Demam, pegal linu

  Anggrek batik Herba Obat tetes mata

  29 Oxalidaceae Oxalis articulataSavigny Semanggi Herba Obat Luka

  30 Pinaceae Pinus merkusii Jungh.&de Vriese Pinus Getah Antiseptik, biopestisida

  31 Piperaceae Piper sp. Sirih hutan Daun Antiseptik

  32 Poaceae Imperata cylindrica (L.) Raeusch.

  Alang-alang Akar, daun Penutup luka, melancarkan kencing 33 Polypodiaceae Drynaria quercifolia(L.) J. Sm.

  • ) Informasi masyarakat sekitar wilayah hutan dan studi pustaka (Heyne, 1987; Hutton, 1997; Padua, 1999; Wiart C, 2012)

SPESIES TUMBUHAN OBAT DI CAGAR ALAM SIGOGOR PONOROGO JAWA TIMUR

  3

  5 Codonopsis javanica Bibit, umbi

  7

  6 Curculigo sp. Siwilan, bibit

  2

  7 Molineria latifolia Siwilan, bibit

  2

  8 Disporum cantoniense Bibit, siwilan

  9 Kadsura scandens Stek batang, bibit

  4 Cinnamomum partenoxylon Bibit

  3

  10 Liebigia barbata Stek batang, bibit

  5

  11 Persea odoratissima Bibit

  1

  12 Zingiber sp. Rimpang, bibit

  3

  1

  Medicinal Plants Species in Sigogor Nature Reserve Ponorogo, East Jawa Volume 10, No. 2, Desember 2017 dominan di sekitar wilayah CA Sigogor.

  Sedangkan tumbuhan obat jenis semak dan perdu yang dominan dan umum ditemukan di wilayah hutan dataran rendah sampai ketinggian di atas 1.000 m dpl adalah

  Pada Tabel 2 diketahui hanya ada beberapa tanaman yang dikoleksi bibitnya dari kawasan CA Sigogor, hal ini disebabkan minimnya ketersediaan bibit/tanaman kecil dari berbagai vegetasi yang ada . Penelitian dilakukan pada kondisi kemarau panjang yang menyebabkan lingkungan tidak kondusif untuk pertumbuhan vegetasi baru sehingga tanaman tidak tumbuh optimal. Menurut Smith and Smith (2000) perubahan kondisi iklim akan mempengaruhi semua respon fisiologi dan perilaku mahluk hidup, kelahiran, kematian dan pertumbuhan populasi, kemampuan kompetisi spesies, struktur komunitas, produktivitas dan siklus nutrisi.

  Cromolaena odorata dan Ageratina riparia.

  Kedua jenis tumbuhan obat ini mendominasi tegakan bawah disebabkan keduanya merupakan tumbuhan menahun yang sangat mudah berkembang biak dengan produksi bunga yang melimpah sepanjang tahun.

  Terdapat 33 familia dari 43 spesies tumbuhan obat yang diamati menunjukkan bahwa wilayah CA Sigogor kaya akan jenis tumbuhan obat. Famili Asteraceae, Lauraceae, Orchidaceae, Polypodiaceae dan Zingiberaceae yang memiliki jumlah spesies tumbuhan obat lebih dari 1. Dari famili Lauraceae yang ditemukan tumbuh di sekitar CA Sigogor adalah talesan (Persea

  odoratissima), trawas (Litsea odorifera) dan

  telasih (Cinnamomum

  porrectum).Pada

  penelitian sebelumnya ditemukan 12 jenis tumbuhan obat berhabitus pohon yang mendominasi tegakan atas di dalam kawasan CA Sigogor (Setyawati, 2010).

  Selanjutnya menurut Saksa et al. (2017), kondisi kekeringan yang terjadi pada hutan akan berpengaruh secara linier terhadap pengurangan nilai indeks vegetasi. Ketersediaan air menyebabkan kondisi vegetasi optimal dengan menyediakan sumber kehidupan dan nutrisi sehingga tumbuhan mampu menjalankan proses fisiologis termasuk berkembang biak (Zhang

  3 Centella asiatica Bibit, stolon

  et al., 2001). Sehingga dapat diduga bahwa

  kekeringan menyebabkan banyak biji yang dihasilkan tumbuhan hutan tidak mampu tumbuh menghasilkan anakan atau tumbuhan baru.

  Tabel 2. Hasil koleksi tumbuhan obat dari CA Sigogor Nama Tumbuhan Jenis koleksi Jumlah Individu

  1 Angiopteris evecta Bibit

  2

  2 Calanthe triplicata Bibit, siwilan

  1

  5 Yuli Widiyastuti, M. Bakti Samsu Adi, Tri Widayat

  Berdasarkan habitus tumbuhan obat jenis simplisia dominan yang digunakan yang diamati di wilayah CA Sigogor proporsi adalah daun dan herba seperti tersaji pada paling banyak adalah terna, kemudian gambar 3. pohon dan paling sedikit adalah semak Simplisia daun merupakan jenis (Gambar 2). simplisia yang paling banyak digunakan juga dikarenakan daun adalah organ tanaman yang paling mudah dikenali, diambil dan dimanfaatkan. Daun dapat dipanen setiap saat tanpa bergantung terhadap musim dan paling mudah untuk diolah atau diramu sebagai bahan ramuan atau jamu.

  Menurut Noorhidayah et al., (2005), pemanfaatan daun tanaman merupakan satu bentuk kearifan masyarakat yang baik karena dengan memanfaatkan daun maka dapat menjaga kelangsungan hidup

  Gambar 2. Habitus tumbuhan obat yang

  tanaman. Tentunya pemanfaatan daun

  ditemukan di kawasan CA Sigogor

  sebagai bahan obat dalam jumlah tertentu tidak akan mengganggu Tumbuhan obat berhabitus terna pertumbuhan tumbuhan secara nyata. mendominasi permukaan bawah hutan di

  Pemanfaatan kulit batang, batang, akar atau sekitar kawasan CA Sigogor dan sebagian umbi sangat berpengaruh terhadap adalah sumber utama pupuk hijau bagi pertumbuhan tanaman dan bahkan bisa masyarakat sekitar kawasan seperti mematikan.

  Chromolaena odorata dan Eupatorium

  Kearifan masyarakat dalam

  riparium. Berdasarkan hasil pengumpulan

  memanfaatkan hasil hutan untuk informasi dari masyarakat dan juga studi pengobatan ini perlu terus dikembangkan pustaka diketahui bahwa sebagian besar untuk kesehatan dan tentunya juga pada jenis simplisia yang digunakan adalah daun aspek ekonomi karena beberapa jenis dan herba. Hal ini merujuk dari jenis habitus tumbuhan obat tersebut telah menjadi tumbuhan obat dominan yang ditemukan komoditi bahan baku jamu. adalah terna, maka dapat dimengerti bahwa

  

Gambar 3.Proporsi bagian tanaman obat yang digunakan

Volume 10, No. 2, Desember 2017

SPESIES TUMBUHAN OBAT DI CAGAR ALAM SIGOGOR PONOROGO JAWA TIMUR

  Medicinal Plants Species in Sigogor Nature Reserve Ponorogo, East Jawa Volume 10, No. 2, Desember 2017

  Kebijakan Kehutanan, 3(2): 95-107

  Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 7(2): 177-192.

  Setyawati Titiek. 2010. Pemanfaatan pohon berkhasiat obat di cagar alam gunung Picis dan gunung Sigogor, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

  Forests, 8(278): 1-12; doi:10.3390/f8080278.

  Recent Patterns in Climate, Vegetation, and Forest Water Use in California Montane Watersheds,

  Saksa P., SafeeqM., and Dymond S., 2017.

  Keanekaragaman Flora, Pusat Penelitian Biologi, Bogor.

  2004. Pedoman Pengumpulan Data

  Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Rugayah, Elizabeth A.W., Praptiwi (Edt).

  PROSEA, Bogor, Indonesia. Primack, R.B. 1998. Biologi Konservasi.

  Resources of South East Asia 12(1): Medicinal and Poisonous Plants.

  Padua de L.S., N Bunyapraphahatsara, and Lemmens RHJMI. 1999. Plants

  2006. Potensi dan keanekaragaman tumbuhan obat di hutan kalimant an dan upaya konservasinya, Jurnal Analisis

  KESIMPULAN

  Komisi Nasional Plasma Nutfah. Bogor. hlm. 18. Noorhidayah , Kade Sidiyasa & Ibnu Hajar.

  Kusumo, S., M. Hasanah, S. Moeljoprawiro, M. Thohari, Subandrijo, A. Hardjamulia, A. Nurhadi, dan H. Kasim. 2002. Pedoman pembentukan komisi daerah plasma nutfah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

  Pengelola sumber daya genetik tanaman obat spesifik Kalimantan Tengah. Buletin Plasma Nutfah 12:1

  Edition (HK) Ltd. Singapore Krismawati A dan Sabran M. 2004.

  Spices of Indonesia. Periplus

  Hutton, W. 1997. Tropical Herbs and

  Indonesia Vol. 1-4. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.

  Peter, F. 1982. HUTAN, Tri Pustaka, Jakarta. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna

  Conservation and Management of Tropical Rain Forest: An Integrated Approached to Sustainability. CAB International

  DAFTAR PUSTAKA Bruenig E.F. 1995.

  Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Kepala Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional atas pemberian fasilitas dan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan penelitian ini, serta secara khusus kepada anggota tim eksplorasi yang telah membantu pelaksanaan kegiatan ini.

  Dari hasil kegiatan eksplorasi tumbuhan obat di kawasan CA Sigogor berhasil ditemukan dan diidentifikasi sebanyak 43 spesies tumbuhan obat dari 33 familia. Habitus tumbuhan obat yang ditemukan sebagian besar adalah terna (39,5%), kemudian jenis pohon (23,25%) dan yang paling sedikit adalah semak (6,9%). Bagian tanaman obat yang paling banyak dimanfaatkan adalah daun dan herba, sedangkan yang paling sedikit dimanfaatkan adalah bunga. Minimnya perolehan materi penanaman berupa bibit atau biji dikarenakan musim kering menjadi pertimbangan untuk replikasi kegiatan pada musim basah. Kawasan CA Sigogor memiliki potensi sebagai sumber plasma nutfah tumbuhan obat dan masih membutuhkan penelitian lanjut di wilayah yang lebih luas.

UCAPAN TERIMA KASIH

  Yuli Widiyastuti, M. Bakti Samsu Adi, Tri Widayat

  Smith, R.L.and Smith,T.M. 2000.Element of

  Ecology, 4 th Ed. Benjamin Cumming Science Publishing.

  Sanfransisco-California. USA. Soerianegara I dan A Indrawan, 1983.

  Ekologi Hutan Indonesia.

  Departemen Kehutanan-IPB, Bogor. Uji T. 2003. Keanekaragaman dan Potensi

  Flora di Cagar Alam Muara Kendawangan, Kalimantan Barat.

  

Biodiversitas. 4(1): 112-117.

  Whitmore, T.C. 1984. Tropical Rain Forest of the Far East. Claderon Press.

  London. p. 423. Wiart C., 2012.Medicinal Plants of China,

  Korea and Japan: Bioresources for Tomorow Drug and Cosmetics, CRC

  Press, London, New York. P 421. Xi-jiang Du, Xiao-Feng Wang, and Guo-Jun

  Zhang. 2007. Leaf Shape Based Plant Species Recognition. Applied

  Mathematic and Computation, 185(2): 883- 893.

  Zhang, L., Dawes, W.R.,and Walker, G.R., 2001. Response of mean annual evapotranspiration to vegetation changes at catchment scale. Water

  Resour. Res. 37: 701

  • –708 Zuhud E.A.M. 2009. Pengembangan ethno- forest-pharmacy (etno-wanafarma) di Indonesia. Agro lndonesia. Vol. 6 No 254.

  Volume 10, No. 2, Desember 2017