Vertical Distribution Of Temperature And Dissolved Oxygen Related To Floating Cage Activitiy In Cirata Reservoir, West Java

DISTRIBUSI VERTIKAL SUHU DAN OKSIGEN TERLARUT
TERKAIT AKTIVITAS KARAMBA JARING APUNG (KJA)
DI PERAIRAN WADUK CIRATA, JAWA BARAT

ENDANG SRI UTAMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Distribusi Suhu dan
Oksigen Terlarut Terkait Aktivitas Karamba Jaring Apung (KJA) di Perairan
Waduk Cirata, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016
Endang Sri Utami
NIM C251130221

RINGKASAN
Waduk Cirata dibangun dengan tujuan utama sebagai pembangkit listrik
untuk unit Pulau Jawa dan Bali yang juga dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk
kegiatan perikanan dengan sistem karamba jaring apung (KJA). Kegiatan
perikanan di Waduk Cirata telah melebihi daya dukung perairan. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis profil stratifikasi vertikal DO,
menduga faktor-faktor yang menyebabkan hipoksia dan menjelaskan secara
kualitatif respon terjadinya hipoksia terhadap aktivitas KJA.
Pengamatan dan pengambilan sampel air dilakukan di empat stasiun yang
didasarkan pada tinggi dan tidak adanya aktivitas KJA. Data parameter DO, suhu,
pH dan COD diperoleh secara insitu selama 6 minggu dari April-Mei 2015.
Konsentrasi DO di daerah padat KJA lebih rendah dari daerah non KJA.
Konsentrasi DO di daerah padat KJA mencapai hipoksia ( 
Tidak ada pengaruh faktor utama


Uji lanjut pengaruh faktor utama

Tidak cukup bukti untuk menyatakan
adanya pengaruh faktor utama
Keterangan :

P1=
P2 =
P3 =
 =

P value 1 faktor
P value 2 faktor
P value 3 faktor
5%

Gambar 3 Diagram alir untuk status uji

Sebaran karakteristik fisika-kimia antar stasiun

Sebaran karakteristik fisika dan kimia perairan antar stasiun pengamatan
ditentukan dengan pendekatan analisis multivariabel yang didasarkan pada
analisis klaster. Analisis dilakukan pada jarak Pearson dengan menggunakan
MINITAB versi 16.0 dan diinterpretasikan dalam bentuk dendrogram.

8
2.3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil distribusi suhu
Secara umum kedalaman perairan pada lokasi pengamatan berada pada
kisaran 40-67 m. Kecerahan di perairan Waduk Cirata memiliki nilai berkisar
antara 1-1.6 m. Kecerahan tertinggi terdapat di lokasi Tegal Datar dan Purwakarta
sedangkan kecerahan terendah terdapat di lokasi Cikalong Kulon yang merupakan
daerah paling padat dengan aktivitas KJA. Kecerahan di suatu perairan danau
dapat dipengaruhi oleh tingginya kandungan nutrien, komunitas plankton dan alga
(Lathrop 1998; Burns et al. 2005).
Kecerahan suatu perairan akan memberikan pengaruh terhadap kedalaman
termoklin dan hipoksia di suatu perairan (Zhang et al. 2014). Rendahnya
kecerahan suatu perairan yang disebabkan oleh eutrofikasi akan membuat
stratifikasi kosentrasi DO semakin kuat dan menurunkan kedalaman hipoksia
(Zhang et al. 2015). Hal ini menjelaskan bahwa rendahnya kecerahan di daerah

padat KJA terjadi karena tingginya kandungan nutrien dan fitoplankton.

Kedalaman (m)

Suhu (oC)

a) daerah padat KJA

b) daerah non KJA

Gambar 4 Stratifikasi vertikal suhu di daerah padat KJA dan non KJA
Satu hal yang sangat penting berkaitan dengan dinamika fisik di suatu
perairan tergenang adalah parameter suhu (Song et al. 2013). Suhu permukaan di
perairan Waduk Cirata selama pengamatan berkisar 30.2-31.5 oC dan suhu pada
kolom air (40 m) berkisar 24-26.5 oC (Gambar 4). Kisaran suhu ini tidak jauh
berbeda dengan penelitian pada 2012 yang berkisar antara 25.9-30.3 oC (Santoso
et al. 2012). Interaksi antara adanya aktivitas KJA dengan waktu pengamatan
menunjukkan perbedaan suhu yang signifikan, yaitu di daerah KJA pada
pengamatan minggu ke-5. Suhu di perairan dari awal minggu pengamatan hingga
akhir pengamatan cenderung mengalami penurunan. Suhu terendah terdapat di

minggu ke-5 di daerah yang padat KJA, hal ini karena pada minggu ini didukung
dengan cuaca yang mendung dan hujan (Lampiran 3).

9
Keberadaan suhu di ekosistem perairan secara umum ditentukan oleh
gabungan dari kondisi cuaca dan lingkungan disekitarnya. Penetrasi cahaya
berpengaruh terhadap formasi gradien panas dan berakibat pada densitas air serta
terbentuknya lapisan termoklin dimana semakin tinggi penetrasi cahaya akan
menyebabkan paparan panas mencapai kolom air yang lebih dalam (Santoso et
al.2012; Song et al. 2013; Zhang et al. 2015). Hal inilah yang juga menyebabkan
profil vertikal suhu perairan yang semakin rendah dengan bertambahnya
kedalaman dengan nilai yang berbeda nyata. Kondisi ini terjadi hampir di semua
perairan terutama perairan tergenang (Effler et al. 2004; Hamidi et al. 2015;
Zhang et al. 2015).
Profil distribusi oksigen terlarut (DO)

Kedalaman (m)

Konsentrasi DO adalah parameter penting di lingkungan perairan karena
DO yang rendah akan memberikan tekanan fisiologi bahkan kematian bagi

organisme air (Breitburg et al. 1997; Young et al. 2011). Konsentrasi DO
dipengaruhi oleh adanya interaksi faktor fisik dan biologi, termasuk stratifikasi
dan kebutuhan oksigen organisme bentik serta aktivitas fotosintesis (Brown and
Power 2011).

DO padat KJA
DO non KJA
hipoksia daerah non KJA
hipoksia daerah padat KJA

a). 4/15

b). 4/22

c). 4/29

d). 5/7

e). 5/14


Gambar 5 Stratifikasi vertikal DO di daerah padat KJA dan non KJA
Profil vertikal konsentrasi DO di daerah KJA lebih rendah dari daerah non
KJA (Gambar 5). Di daerah KJA, konsentrasi DO permukaan berkisar 5.6-6.3
mg/l dan DO di kedalaman 40 m berkisar 0-0.3 mg/l. Di daerah non KJA,
konsentrasi DO permukaan berkisar 6.3-7.1 mg/l dan DO di kedalaman 40 m
berkisar 0-0.4 mg/l. Rendahnya konsentrasi DO di daerah KJA karena tingginya
beban masukan bahan organik yang berasal dari sisa pakan dan sisa metabolisme
ikan (Hamblin and Gale 2002; Sugiura et al. 2006; Young et al. 2011; Wang et al.
2012). Hal ini juga dijelaskan oleh Isaac (1997) bahwa terjadinya penurunan

f). 5/21

10
konsentrasi DO di suatu perairan dapat disebabkan oleh tingginya nutrien dan
aktivitas dekomposisi.
Interaksi kedalaman dan waktu pengamatan menunjukkan terjadinya gradasi
konsentrasi DO yang berbeda nyata. Secara vertikal konsentrasi DO di kolom air
pada pengamatan minggu ke-1 dan ke-2 tidak berbeda nyata yang dimulai dari
kedalaman 15-40 m. Pada pengamatan minggu ke-3, konsentrasi DO pada kolom
air tidak berbeda nyata dari kedalaman 10-40 m. Pada pengamatan minggu ke-4,

konsentrasi DO tidak berbeda nyata dari kedalaman 9-40 m. Pada pengamatan
minggu ke-5, konsentrasi DO tidak berbeda nyata dari kedalaman 8-40 m. Pada
pengamatan minggu ke-6, diperoleh konsentrasi DO yang tidak berbeda nyata dari
kedalaman 7-40 m. Konsentrasi DO yang tidak berbeda nyata dimulai dari
kedalaman 15, 10, 9, 8 dan 7 m selama waktu pengamatan menjelaskan bahwa
dari kedalaman tersebut hingga kedalaman 40 m tidak terjadi penurunan
konsentrasi DO yang tajam.
Lapisan hipoksia di daerah KJA pada pengamatan ke-1 hingga ke-3 terdapat
di kedalaman 7 m, kemudian pada pengamatan ke-4, 5 dan 6 masing-masing
terdapat di kedalaman 6, 5 dan 4 m. Lapisan hipoksia di daerah non KJA pada
pengamatan ke-1 hingga ke-3 terdapat di kedalaman 8 m dan pengamatan ke-4, 5
dan 6 masing-masing terdapat di kedalaman 7 m dan 6 m. Semakin bertambahnya
minggu pengamatan maka kedalaman hipoksia perairan terlihat semakin dangkal
(Zhang et al. 2015). Kondisi ini juga terjadi di Danau Onondaga yang
menunjukkan terjadinya perubahan profil vertikal DO yang diikuti dengan
perubahan kedalaman hipoksia yang semakin dangkal selama waktu pengamatan
(Effler et al. 2004). Perubahan kedalaman hipoksia ini terjadi karena adanya
peningkatan konsumsi DO oleh proses dekomposisi bahan organik yang
terakumulasi selama waktu pengamatan. Kondisi cuaca hujan secara terus
menerus juga turut memberikan dampak terhadap penurunan aktivitas fotosintesis

sehingga suplai oksigen rendah. Hal ini dijelaskan oleh Goldman dan Horne
(1983) serta Middleburg dan Levin (2009) bahwa konsentrasi DO di badan air
diatur oleh keseimbangan proses suplai dan deplesi oksigen oleh aktivitas
biologis.
Data curah hujan yang diperoleh dari BMKG stasiun Waduk Cirata
menunjukkan intensitas hujan yang masih terjadi selama waktu pengamatan
(Lampiran 2). Beberapa hari dalam minggu pengamatan terutama minggu ke-5
dan 6 tidak diperoleh informasi curah hujan di BMKG stasiun Waduk Cirata
tetapi berdasarkan informasi penduduk setempat cuaca di lokasi pengamatan
selama minggu waktu pengamatan tersebut relatif masih sering mendung dan
hujan. Pengamatan minggu ke-5 (14 Mei) tepat saat dilakukan sampling kondisi
cuaca di lokasi pengamatan mendung dan hujan ringan (Lampiran 3). Pada
minggu pengamatan ini juga diperoleh suhu dan DO perairan yang rendah
(Gambar 1 dan 2).
Scavia et al. (2014) menjelaskan bahwa sedimentasi alga dan nutrien
menyebabkan terjadinya deplesi oksigen di kolom perairan karena meningkatnya
respirasi bakteri dekomposer. Berdasarkan hal tersebut, ekosistem dengan
eutrofikasi tinggi sering menunjukkan terjadinya peningkatan frekuensi dan durasi
hipoksia (Diaz and Rosenberg 2008). Bahan organik diasimilasikan oleh
organisme heterotrofik atau dimineralisasikan dengan konsekuensi meningkatkan


11
laju konsumsi oksigen (Rucinski et al. 2014). Mineralisasi bahan organik terutama
dalam kondisi anaerobik akan menghasilkan berbagai bentuk senyawa seperti
NH3, H2S dan CH4. Lebih dari itu, kondisi anoksik yang diikuti atau tidak adanya
senyawa sulfida dapat memberikan konsekuensi yang berbeda karena sifat racun
dan mematikan bagi organisme (Bagarinao 1992).
Budidaya ikan di Waduk Cirata pada umumnya dilakukan di kedalaman 410 m dengan dominansi jenis ikan mas (Cyprinus carpio), nila (Oreochromis
niloticus) dan bawal (Colossoma sp.). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kedalaman hipoksia terjadi mulai dari kedalaman 4-7 m dari permukaan. Duy et
al. (2008) menjelaskan bahwa pertumbuhan ikan mulai mengalami penurunan
seiring rendahnya konsentrasi DO perairan. Konsumsi pakan ikan diatur oleh
kondisi fisiologis dan faktor lingkungan atau interaksi antara keduanya.
Terbatasnya konsentrasi oksigen di dalam air dimanfaatkan ikan melalui difusi
permukaan insang. Dengan demikian, semua proses di dalam tubuh ikan yang
membutuhkan energi bergantung pada kapasitas maksimum penyerapan oksigen.
Hal ini juga dijelaskan oleh Breitburg et al. (1997) dan Young et al. (2011) bahwa
konsentrasi DO merupakan parameter penting di lingkungan perairan karena
rendahnya konsentrasi DO akan memberikan tekanan fisiologi dan kematian
organisme air.

Pengaruh kecerahan terhadap kedalaman hipoksia menunjukkan bahwa
adanya korelasi positif antara keduanya. Semakin rendah kecerahan menyebabkan
penurunan kedalaman hipoksia yang berbeda nyata (p