Sintesis 1-Kloro-2-metoksi-6-propilnaftalena-1,3-dioksolana (1:1) sebagai Prekursor Asam (S)-(+)-(6-Metoksi-2-naftil)propanoat

SINTESIS 1-KLORO-2-METOKSI-6-PROPILNAFTALENA1,3-DIOKSOLANA (1:1) SEBAGAI PREKURSOR ASAM (S)(+)-(6-METOKSI-2-NAFTIL)PROPANOAT

BETTY ALFIRIZKY KUSTIANA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis 1-Kloro-2metoksi-6-propilnaftalena-1,3-dioksolana (1:1) sebagai Prekursor Asam (S)-(+)(6-Metoksi-2-naftil)propanoat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Betty Alfirizky Kustiana
NIM G44100004

ABSTRAK
BETTY ALFIRIZKY KUSTIANA. Sintesis 1-Kloro-2-metoksi-6propilnaftalena-1,3-dioksolana (1:1) sebagai Prekursor Asam (S)-(+)-(6Metoksi-2-naftil) propanoat. Dibimbing oleh ZAINAL ALIM MAS’UD dan
MUHAMMAD FARID.
Senyawa 1-kloro-2-metoksi-6-propilnaftalena-1,3-dioksolana (1:1)
sebagai prekursor asam (S)-(+)-(6-metoksi-2-naftil)propanoat disintesis dari
bahan awal 2-metoksinaftalena. Tahapan sintesis diawali dengan klorinasi
menggunakan 2 jenis pereaksi klorinasi, yakni isosianurat terklorinasi dan
NaOCl. Klorinasi dengan isosianurat terklorinasi berhasil menyintesis 1kloro-2-metoksinaftalena sebagai produk monoklorinasi melalui pencirian
dengan kromatograf gas-spektrometer massa (GC-MS). Nisbah konversi
produk paling efisien diperoleh pada laju penambahan 2.5 mmol/jam.
Sebaliknya, klorinasi dengan NaOCl menghasilkan produk triklorinasi. 1Kloro-2-metoksinaftalena selanjutnya diasilasi dengan propanoil klorida,
tetapi analisis dengan GC menunjukkan bahwa produk asilasi tidak
terbentuk. Sistem bebas-air diperlukan untuk keberhasilan proses asilasi
tersebut.
Kata kunci: isosianurat terklorinasi, 1-kloro-2-metoksinaftalena, NaOCl,
nisbah konversi


ABSTRACT
BETTY ALFIRIZKY KUSTIANA. Synthesis of 1-Chloro-2-methoxy-6propyl naphtalene-1,3-dioxolane (1:1) as Precursor of (S)-(+)-(6-Methoxy2-naphtyl) propanoic Acid. Supervised by ZAINAL ALIM MAS’UD and
MUHAMMAD FARID.
Synthesis of 1-chloro-2-methoxy-6-propylnaphthalene-1,3-dioxolane
(1:1) as precursor of (S)-(+)-(6-methoxy-2-naphthyl)propanoic acid was
carried out from 2-methoxynaphthalene as starting material. The synthesis
was started with chlorination using 2 different reagents, i.e. chlorinated
isocyanurate and NaOCl. Chlorination by using chlorinated isocyanurate
successfully
synthesized
1-chloro-2-methoxynaphthalene
as
monochlorinated product, according to gas chromatograph-mass
spectrometer (GC-MS) characterization. The most efficient product
conversion ratio was obtained at addition rate of 2.5 mmol/hour.
Conversely, chlorination using NaOCl generated trichlorinated product. 1Chloro-2-methoxynaphthalene was then acylated with propanoyl chloride,
but GC analysis showed that the acylation product was not obtained. The
reaction needs a water-free system for the success of acylation.
Keywords: chlorinated isocyanurate, 1-chloro-2-methoxynaphthalene,
conversion ratio, NaOCl


SINTESIS 1-KLORO-2-METOKSI-6-PROPILNAFTALENA1,3-DIOKSOLANA (1:1) SEBAGAI PREKURSOR ASAM (S)(+)-(6-METOKSI-2-NAFTIL)PROPANOAT

BETTY ALFIRIZKY KUSTIANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Sintesis 1-Kloro-2-metoksi-6-propilnaftalena-1,3-dioksolana
(1:1) sebagai Prekursor Asam (S)-(+)-(6-Metoksi-2naftil)propanoat
Nama

: Betty Alfirizky Kustiana
NIM
: G44100004

Disetujui oleh

Dr Zainal Alim Mas’ud, DEA
Pembimbing I

Drs Muhammad Farid, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak
bulan Januari 2014 ini ialah sintesis bahan organik, dengan judul Sintesis 1Kloro-2-metoksi-6-propilnaftalena-1,3-dioksolana (1:1) sebagai Prekursor
Asam (S)-(+)-(6-Metoksi-2-naftil)propanoat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Zainal Alim Mas’ud dan
Bapak Muhammad Farid selaku pembimbing, serta Bapak Mohammad
Khotib, Bapak Budi Arifin, dan Bapak Novriyandi Hanif yang telah banyak
memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
seluruh analis dan rekan-rekan penelitian di Laboratorium Terpadu IPB
Baranangsiang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah
(alm.), Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Karya ilmiah ini penulis dedikasikan untuk Ayahanda tercinta.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Betty Alfirizky Kustiana

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

BAHAN DAN METODE

2

Bahan dan Alat

2

Langkah Kerja


2

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Klorinasi dengan isosianurat terklorinasi

5
5

Hasil Klorinasi dengan NaOCl

10

Asilasi

14

SIMPULAN DAN SARAN

15


DAFTAR PUSTAKA

15

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur naproksena
2 Analisis retrosintetik 1-kloro-2-metoksi-6-propilnaftalena-1,3dioksolana (1:1)
3 Larutan 2-metoksinaftalena sebelum (a) dan sesudah (b) klorinasi
4 Nisbah konversi produk klorinasi pada beberapa laju penambahan
isosianurat terklorinasi
5 Pola fragmentasi 2-metoksinaftalena
6 Pola fragmentasi 1-kloro-2-metoksinaftalena
7 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-1
8 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-3
9 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-6
10 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-4
11 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-5
12 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-7
13 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-8
14 Klorinasi menggunakan HCl(aq) 3 M (a) dan H2SO4(aq) (b)

15 Larutan 2-metoksinaftalena sebelum (a) dan setelah (b) klorinasi
16 Pola fragmentasi puncak 1 dengan n = 0, 1, 2, 3
17 Pola fragmentasi puncak 2 dengan n = 0, 1, 2, 3
18 Hiperkonjugasi molekul produk pada puncak 2 dengan n = 0, 1, 2, 3

1
2
5
6
7
7
8
8
8
9
9
9
10
11
11

12
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
2 Penentuan kadar klorin aktif dalam isosianurat terklorinasi
menggunakan metode iodometri tidak langsung
3 Penentuan nisbah konversi produk klorinasi dengan isosianurat
terklorinasi
4 Kromatogram MS produk klorinasi dengan isosianurat
terklorinasi
5 Penentuan kadar klorin dalam NaOCl menggunakan metode
iodometri tidak langsung
6 Rangkaian radas sintesis 1-kloro-2-metoksinaftalena
7 Kromatogram GC produk klorinasi dengan NaOCl
8 Kromatogram MS produk klorinasi dengan NaOCl
9 Kromatogram GC produk asilasi dengan isosianurat terklorinasi

17

18
19
20
21
23
24
25
26

PENDAHULUAN
Asam
(S)-(+)-(6-metoksi-2-naftil)propanoat,
dikenal
sebagai
naproksena (Gambar 1), merupakan obat untuk meredakan peradangan.
Naproksena dikelompokkan ke dalam nonsteroidal anti-inflammatory drug
(NSAID) yang bekerja dengan menekan hormon penyebab nyeri (US FDA
2008). Naproksena merupakan salah satu obat analgesik penting di pasaran.
ICB Americas (2002) melaporkan bahwa asetaminofen, termasuk aspirin,
ibuprofen, dan naproksena memegang peranan penting secara komersial
selama 20 tahun terakhir. Rhodia, Inc. melaporkan bahwa asetaminofen
telah mendominasi pasar dengan jumlah konsumsi global mencapai 75 000
hingga 80 000 ton per tahun dengan produksi naproksena berkisar antara 2
000 dan 3 000 ton per tahun. Lebih jauh lagi, walaupun adanya berbagai
inovasi baru, pemasaran naproksena relatif stabil dan terus berkembang.
CH3
OH
O

H3C
O

Gambar 1 Struktur naproksena
Sintesis naproksena telah dilakukan melalui berbagai macam lintas
sintesis yang bertujuan meningkatkan efisiensi produksi. James et al. (1994)
mengajukan lintas sintesis naproksena melalui sintesis 2-(1-hidroperoksi-1metiletil)-6-(1-metiletil)naftalena sebagai precursor, dengan rendemen
sebesar 1035%. Piccolo et al. (1988) melaporkan berhasil menyintesis
suatu prekursor aktif optis dari (S)-2-halo-propionil halida dengan 1-kloro2-metoksinaftalena (halo = Cl, Br). Lintas sintesis senyawaan asil sebagai
prekursor juga digunakan oleh Giordano dan Marco (1989) dengan
melibatkan propionil klorida yang tidak aktif optis dengan 1-kloro-2metoksinaftalena.
Giordano dan Marco (1983) menyintesis senyawaan ketal sebagai
prekursor dengan meragamkan gugus pelindung. Gugus pelindung yang
digunakan antara lain metanol dengan rendemen ketal sebesar 97.5%, etanol
dengan rendemen hampir 100%, etilena glikol dengan rendemen 98%, 1,3propanadiol dengan rendemen hampir 100%, dan 2,3-butanadiol dengan
rendemen mendekati 99%. Giordano dan Marco (1989) juga melaporkan
bahwa asam tartarat atau turunannya telah digunakan sebagai gugus
pelindung dalam sintesis senyawaan ketal sebagai prekursor naproksena.
Penelitian
ini
bertujuan
menyintesis
1-kloro-2-metoksi-6propilnaftalena-1,3-dioksolana (1:1) sebagai prekursor naproksena. Tahapan
sintesis ditampilkan dalam analisis retrosintetik (Gambar 2) dan diagram alir
pada Lampiran 1. Tahap klorinasi dibagi menjadi 2 cara: melalui
penambahan serbuk isosianurat terklorinasi secara langsung dan melalui
pembentukan gas klorin dengan penambahan asam ke dalam larutan NaOCl.
Larutan NaOCl dipilih karena relatif lebih aman dibandingkan dengan gas

2
klorin. Klorinasi dengan isosianurat terklorinasi, atau disebut juga dengan
kaporit, digunakan sebagai pembanding karena pereaksi klorinasi tersebut
mudah diperoleh dan harganya relatif murah. Selain itu, proses klorinasi
dengan isosianurat terklorinasi lebih sederhana (Hazeltine et al. 2003). Laju
penambahan isosianurat terklorinasi diragamkan untuk menentukan laju
penambahan yang menghasilkan nisbah konversi produk secara efisien.
Produk klorinasi selanjutnya diasilasi dengan propanoil klorida sebagai
bahan pengasilasi. Propanoil klorida dipilih karena relatif mudah diperoleh
dan relatif lebih murah dibandingkan dengan propanoil klorida optis aktif.
Etilena glikol digunakan sebagai gugus pelindung pada tahap ketalisasi
karena mudah didapat.
O

O

OH
CH3

H3C

O

H3C
Cl

HO

O

O

CH3

CH3
H3C

O

+

O

Cl

H3C

HO

OH

Cl

O

H3C

+

O

Cl

O
CH3

Cl

Gambar 2 Analisis retrosintetik 1-kloro-2-metoksi-6-propilnaftalena-1,3dioksolana (1:1)

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain, KI, Na2S2O3, KIO3,
propanoil klorida (Merck®), NaOH, NaOCl, diklorometana, isosianurat
terklorinasi (kaporit), AlCl3•6H2O, n-heksana, etil asetat, H2SO4 98%, asam
asetat glasial, Na2SO4, etilena glikol, dan dietil eter.
Peralatan yang digunakan antara lain buret, penguap putar, radas
klorinasi cara NaOCl, radas refluks, kromatografi gas (GC) kolom RTX-5
for Essential Oil, spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR),
kromatograf gas-spektrometer massa (GC-MS), pelat kromatografi lapis
tipis (KLT) F254, dan alat-alat kaca laboratorium yang umum.

Langkah Kerja
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Institut
Pertanian Bogor dari bulan Januari hingga Oktober 2014. Tahapan sintesis
sesuai dengan diagram alir pada Lampiran 1, yaitu (1) sintesis 1-kloro-2metoksinaftalena dari 2-metoksinaftalena (Alvarez 1976), (2) sintesis 1-(5-

3
kloro-6-metoksinaftalen-2-il)propan-1-on dari 1-kloro-2-metoksinaftalena
(Giordano dan Marco 1989), dan (3) ketalisasi keton tersebut menggunakan
etilena glikol sebagai gugus pelindung (modifikasi Giordano dan Marco
1991). Tahap klorinasi dibagi menjadi 2 cara, yaitu (1) cara isosianurat
terklorinasi dan (2) cara NaOCl. Produk klorinasi dan ketalisasi dicirikan
dengan teknik GC dan GC-MS, sedangkan produk asilasi dicirikan hanya
dengan teknik GC.
Standardisasi Na2S2O3 dengan KIO3 (modifikasi SNI 19-7119.8-2005)
Sebanyak 0.35 g KIO3 dilarutkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan air suling sampai tanda tera. Sebanyak 10 mL larutan KIO3
dipipet ke dalam labu Erlenmeyer. Sebanyak 1 g KI dan 10 mL HCl
ditambahkan lalu dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna larutan tidak
berwarna. Normalitas Na2S2O3 dihitung dengan rumus sebagai berikut:
×
× ��
� =
.
×
× �
Keterangan:
N1
= konsentrasi larutan Na2S2O3 (N)
b
= bobot KIO3 dalam 100 mL air suling (g)
Vb
= volume larutan KIO3 yang digunakan dalam titrasi (mL)
V1
= volume larutan Na2S2O3 hasil titrasi (mL)
35.67 = bobot ekuivalen KIO3
100
= volume larutan KIO3 yang dibuat dalam labu ukur 100 mL
1000 = konversi liter ke mililiter
Penentuan Kadar Klorin Aktif dalam larutan NaOCl Menggunakan
Metode Iodometri Tidak Langsung (modifikasi Rosyidi 2010)
Larutan NaOCl sebanyak 5 mL ditambahkan 1 g kristal KI dan 2.5
mL asam asetat glasial, lalu dititrasi dengan Na2S2O3 hingga warna cokelat
menghilang. Volume Na2S2O3 yang dibutuhkan dicatat dan kadar klorin
aktif (ppm) dihitung:
× � S
× � S
× BE Cl
[Cl ] ppm =

h
Keterangan:
V Na2S2O3
= volume larutan Na2S2O3 hasil titrasi (mL)
N Na2S2O3
= konsentrasi larutan Na2S2O3 (N)
Vcontoh
= volume larutan NaOCl (mL)
Penentuan Kadar Klorin Aktif dalam Serbuk Isosianurat Terklorinasi
Menggunakan Metode Iodometri Tidak Langsung (modifikasi Rosyidi
2010)
Isosianurat terklorinasi sebanyak 0.1 g dilarutkan ke dalam 10 mL air
suling. Larutan diambil sebanyak 10 mL, lalu ditambahkan 1 g kristal KI
dan 2.5 mL asam asetat glasial. Setelah itu, larutan isosianurat terklorinasi
dititrasi dengan Na2S2O3 hingga warna cokelat menghilang. Volume
Na2S2O3 yang dibutuhkan dicatat dan kadar klorin aktif (ppm) dihitung:
× � S
× � S
× BE Cl
[Cl ] ppm =

h

4
Keterangan:
V Na2S2O3
N Na2S2O3
Vcontoh

= volume larutan Na2S2O3 hasil titrasi (mL)
= konsentrasi larutan Na2S2O3 (N)
= volume larutan isosianurat terklorinasi (mL)

Sintesis 1-Kloro-2-metoksinaftalena dari 2-Metoksinaftalena dengan
Isosianurat Terklorinasi (modifikasi Alvarez 1976)
Klorinasi dengan isosianurat terklorinasi dibagi ke dalam 4
erlenmeyer. Sebanyak 32 mmol 2-metoksinaftalena dilarutkan dalam 80 mL
asam asetat glasial pada setiap erlenmeyer. Tablet isosianurat terklorinasi
ditumbuk sampai halus lalu ditambahkan dengan laju penambahan berturutturut 0.5, 0.7, 1.25, dan 2.5 mmol/jam. Hasil sintesis dilarutkan dalam
diklorometana lalu diekstraksi dengan air suling untuk menghilangkan asam
asetat. Hasil sintesis dikonfirmasi dengan GC dan GC-MS.
Sintesis 1-Kloro-2-metoksinaftalena dari 2-Metoksinaftalena dengan
NaOCl (Alvarez 1976)
Larutan H2SO4 3 M dalam labu leher 3 ditetesi 50 mL larutan NaOCl
dalam suhu kamar sambal diaduk. Gas Cl2 yang terbentuk dialirkan pada
suhu kamar melalui pipa kaca ke dalam labu lain yang berisi larutan 20
mmol 2-metoksinaftalena dalam 50 mL asam asetat glasial sambil diaduk.
Radas diletakkan di dalam lemari asam. Larutan NaOCl ditambahkan secara
bertahap. Hasil sintesis dilarutkan dalam diklorometana, lalu diekstraksi
dengan air suling untuk menghilangkan asam asetat. Hasil ekstraksi
dikonfirmasi dengan GC dan GC-MS.
Sintesis 1-(5-Kloro-6-metoksinaftalen-2-il)propan-1-on (Giordano dan
Marco 1989)
Hasil sintesis tahap 1 cara isosianurat terklorinasi ditambahkan setetes
demi ke dalam campuran 25 mmol AlCl3•6H2O, 16 mL diklorometana, dan
25 mmol propanoil klorida sambal diaduk, lalu didinginkan sampai 0 °C.
Saat reaksi selesai, suhu naik secara spontan ke 20 °C. Proses sintesis
dikonfirmasi dengan KLT untuk memastikan bahwa bahan awal telah habis.
Eluen yang digunakan ialah n-heksana dan etil asetat dengan nisbah 8:2.
Setelah reaksi selesai, campuran reaksi dituang ke dalam campuran 15 mL
HCl pekat, 30 g es, dan 20 ml air suling. Terbentuk 2 fase: fase organic
diambil dengan 25 ml diklorometana, lalu ditambahkan Na2SO4 anhidrat
untuk menghilangkan air. Pelarut diuapkan dengan penguap putar. Hasil
akhir sintesis dikonfirmasi dengan GC.
Sintesis
1-Kloro-2-metoksi-6-propilnaftalena-1,3-dioksolana
(1:1)
(modifikasi Giordano dan Marco 1991)
Hasil sintesis tahap 2 tanpa dimurnikan, direaksikan dengan 15 mmol
etilena glikol dan direfluks selama 48 jam pada suhu 60 °C. Setelah proses
sintesis selesai, hasil dinetralkan dengan Na2CO3. Penetralan dikonfirmasi
dengan indikator pH. Hasil sintesis dipekatkan dengan penguap putar, lalu
dikonfirmasi dengan GC dan GC-MS.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Klorinasi dengan Isosianurat Terklorinasi
Reaksi klorinasi ini memanfaatkan prinsip pembentukan in situ Cl2(g).
Reaksi didasarkan pada prinsip substitusi elektrofilik (SEAr) antara Cl2 dan
cincin aromatik dari 2-metoksinaftalena. Pengadukan bertujuan menghindari
reaksi terlokalisasi yang dapat menghasilkan campuran produk yang tidak
diinginkan. Reaksi klorinasi diamati dari perubahan warna larutan dari tidak
berwarna menjadi kuning (Gambar 3).
a

b

Gambar 3 Larutan 2-metoksinaftalena sebelum (a) dan sesudah (b) klorinasi
Kadar klorin aktif dalam isosianurat terklorinasi diukur menggunakan
metode iodometri tidak langsung (Lampiran 2). Metode ini didasarkan pada
prinsip titrasi redoks antara I3 dan titran. Metode ini disebut tidak langsung
karena titrat tidak bereaksi secara langsung dengan titran, melainkan terlebih
dulu bereaksi dengan I membentuk I3. Dalam larutan berair, isosianurat
terklorinasi akan terurai menjadi Cl2, OCl, dan HOCl. Komponenkomponen tersebut dikenal sebagai klorin bebas. Jika dalam larutan berair
terdapat NH3(g) terlarut, maka senyawa monokloramina akan terbentuk
dengan cepat. Senyawa ini kemudian dikenal sebagai klorin terikat. Klorin
bebas dan klorin terikat selanjutnya disebut sebagai klorin aktif (Alaert et al.
1987). Berdasarkan hasil perhitungan, kadar klorin aktif dalam isosianurat
terklorinasi diperoleh sebesar 67%. Kadar tersebut cukup tinggi, sehingga
penggunaan isosianurat terklorinasi cukup efisien sebagai pereaksi klorinasi
dan bermanfaat untuk sintesis skala besar.
Analisis nisbah konversi produk (Lampiran 3) menampilkan
kecenderungan peningkatan nisbah konversi seiring dengan meningkatnya
laju penambahan isosianurat terklorinasi (Gambar 4). Hal ini menunjukkan
bahwa meningkatnya kadar Cl2 disertai dengan meningkatnya jumlah
molekul 2-metoksinaftalena yang terklorinasi. Laju penambahan isosianurat
terklorinasi sebesar 0.5 mmol/jam menghasilkan nisbah produk/bahan awal
paling rendah. Nisbah konversi meningkat pada laju penambahan 0.7
mmol/jam dan tidak berubah signifikan sampai laju penambahan 1.25
mmol/jam. Nisbah konversi produk paling tinggi dicapai pada laju

6
penambahan 2.5 mmol/jam. Dengan demikian, laju penambahan 2.5
mmol/jam menghasilkan konversi produk yang paling efisien di antara
keempat laju yang dicobakan.
Nisbah konversi produk

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

Laju penambahan kaporit (mmol/jam)
Gambar 4

Nisbah konversi produk klorinasi pada beberapa laju
penambahan isosianurat terklorinasi

Hasil analisis GC menunjukkan bahwa puncak 2-metoksinaftalena
standar muncul pada menit ke-27.399. Produk klorinasi pada laju
penambahan 0.5, 0.7, 1.25, dan 2.5 mmol/jam berturut-turut muncul pada
menit ke-33.981, 33.995, 33.965, dan 34.016. Dengan mempertimbangkan
galat eksperimental, dapat disimpulkan bahwa keempatnya merupakan
produk yang sama. Puncak 2-metoksinaftalena masih muncul dengan
intensitas yang tajam meskipun reaksi berlangsung dengan nisbah ekuivalen
1:1. Reaksi yang tidak sempurna disebabkan oleh total mol klorin aktif
dalam serbuk isosianurat terklorinasi yang tidak menggambarkan total mol
Cl2 sebenarnya.
Kromatogram GC hasil percobaan dengan laju penambahan
isosianurat terklorinasi 0.5 mmol/jam menghasilkan 2 puncak. Puncak 1
muncul pada menit ke-26.909, dan diduga merupakan 2-metoksinaftalena
berdasarkan kedekatan waktu retensi dengan puncak standar. Dugaan ini
diperkuat oleh hasil analisis MS dengan tipe sumber ion tumbukan elektron
(EI). Ion molekul ditemukan pada m/z 158, disertai dengan ion-ion fragmen
yang berasal dari 2-metoksinaftalena, pada m/z 143 dan 115 (Gambar 5).
Elektron yang dilepaskan selama ionisasi awal berasal dari orbital
molekul dengan energi potensial tertinggi, sebab elektron pada orbital
tersebut diikat paling lemah oleh inti atom. Pada 2-metoksinaftalena,
elektron dari orbital non-ikatan akan paling mudah dilepaskan dibandingkan
dengan elektron dari orbital π. Oleh karena itu, pembelahan diinisiasi
dengan pengambilan elektron dari pasangan elektron bebas atom O (Gambar
5a) (Pavia et al. 2009).
Berdasarkan tampilan pola fragmentasi puncak 1 (Lampiran 4a), ion
molekul pada m/z 158 sekaligus merupakan puncak dasar dengan intensitas
100%. Kestabilan yang tinggi dari ion molekul senyawa aromatik
menyebabkan time of flight (TOF) cukup lama. Oleh karena itu, jumlah ion
molekul yang mencapai detektor sangat melimpah, sehingga memunculkan

7
puncak dengan intensitas puncak tertinggi. Ion fragmen dengan m/z 143
muncul karena terjadi pembelahan ikatan β terhadap cincin (Gambar 5b).
Intensitas ion fragmen ini lemah (8.2%) karena tidak stabil dan mudah
terdekomposisi lebih lanjut dengan melepaskan molekul CO menghasilkan
puncak pada m/z 115 (Gambar 5c). Pelepasan molekul kecil dan netral (CO)
dari ion fragmen m/z 143 sangat disukai, sehingga intensitas puncak ini
mencapai 83.70% (McLafferty dan Turecek 1993).
a)
+

e



+

2e



O

O

m/z 158
 CH3

b)

-

O

O

m/z 143
 CO
-

c)

O

m/z 115

Gambar 5 Pola fragmentasi 2-metoksinaftalena
Puncak 2 muncul pada menit ke-33.981. Hasil interpretasi data MS
menunjukkan adanya 1 atom Cl terikat pada cincin aromatik dari molekul 2metoksinaftalena. Hal ini dikonfirmasi oleh munculnya puncak M+ pada m/z
192 disertai puncak [M + 2]+ dengan nisbah kurang lebih 3:1 (Lampiran 4b).
Puncak M+ pada m/z 192 melibatkan isotop 35Cl, sedangkan puncak [M +
2]+ melibatkan isotop 37Cl. Nisbah intensitas sebesar 3:1 sesuai dengan
kelimpahan kedua isotop tersebut, yaitu masing-masing sebesar 72.8% dan
24.2% (Field et al. 2008). Selain itu, terdapat puncak pada m/z 149 dan 114
sebagai hasil dari fragmentasi yang ditunjukkan pada Gambar 6.
+

a)

e



+



O

O

Cl

Cl
 CH3

b)

2e

m/z 192

 CO
-

O

O

Cl

Cl

m/z 177

Cl m/z 149

 Cl

c)
Cl

m/z 114

Gambar 6 Pola fragmentasi 1-kloro-2-metoksinaftalena

8
Puncak dengan m/z 192 (Gambar 6a) dihasilkan oleh ionisasi elektron
dari atom O yang selanjutnya menginisiasi pembelahan β dan pelepasan CO
menghasilkan puncak dengan m/z 149 (Gambar 6b). Seperti terlihat dalam
kromatogram MS (Lampiran 4b), puncak dengan m/z 192 dan m/z 149
keduanya memiliki intensitas 100%. Puncak dengan m/z 114 dihasilkan dari
pembelahan radikal Cl• (Gambar 6c). Puncak ini memiliki intensitas lebih
lemah (30%) dibandingkan dengan intensitas puncak dengan pola
fragmentasi yang sama pada 2-metoksinaftalena.
Posisi atom Cl tidak dapat dikonfirmasi oleh pola fragmentasi MS,
tetapi dapat diduga menggunakan 2 pendekatan: pendekatan sebelum
serangan dan pendekatan setelah serangan. Pendekatan setelah serangan
dilakukan dengan membandingkan kestabilan struktur zat antara setelah
substitusi elektrofilik ke dalam cincin aromatik. Terdapat 7 posisi serangan
yang mungkin, yaitu C-1, C-3, C-4, C-5, C-6, C-7, dan C-8. Struktur
resonans zat antara yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 713.
H

Cl

H

O

H

+

O

Cl

H

H

O

5a

H

Cl
O

3a

Cl

O

Cl
O

2a

1a

H

Cl

4a

Cl

H

O

6a

Cl

H

Cl

9a

8a

7a

+

O

O

Gambar 7 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-1
O

O

O

O

Cl

Cl

Cl

Cl

H

H

4b

+

O

O

O

Cl

Cl

Cl

H

H

5b

H

3b

2b

1b

H

H
7b

6b

Gambar 8 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-3
O

O

H

H
Cl

H
Cl

2e

1e

4e

O
H

O
H

Cl
5e

Cl
3e

O

Cl

O

H
Cl

H

+

O

Cl
6e

7e

Gambar 9 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-6

9
O

O

Cl
H
1c

O

Cl
H
2c

Cl

H

Cl
H
4c

3c

O

O

O

Cl

H
5c

O

Cl
H
7c

Cl
H
6c

Gambar 10 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-4
O

H

O

O

Cl
1d

H

H

Cl
2d

H

Cl

4d
O

O

Cl

H

5d

Cl

3d

O

H

O

H

Cl
6d

Cl
7d

Gambar 11 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-5
H
Cl

H

H

O

Cl

Cl
1f

3f

2f

H

H

H

O

Cl

O

O
Cl

Cl
4f

O

O

5f

6f

Gambar 12 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-7
Berdasarkan kestabilan struktur zat antara, diduga atom Cl
tersubstitusi pada posisi atom C-1. Substitusi pada C-1 menghasilkan 9
struktur resonans, 2 di antaranya merupakan penyumbang utama, ditandai
dengan struktur cincin benzenoid utuh serta jumlah ikatan kovalen yang
paling banyak (2a, 9a) (Gambar 7). Substitusi pada C-3 dan C-6 hanya
menghasilkan masing-masing 7 struktur resonans, dengan hanya 1
penyumbang utama tanpa cincin benzenoid utuh (6b, 4e) (Gambar 8 dan 9).
Substitusi pada C-4 dan C-5 juga hanya menghasilkan masing-masing 7
struktur resonans tanpa ada struktur penyumbang utama (Gambar 10 dan
11). Substitusi pada C-7 akan menjadi substitusi yang paling sulit karena
menghasilkan zat antara dengan jumlah struktur resonans paling sedikit,

10
yaitu 6, tanpa ada struktur penyumbang utama (Gambar 12). Substitusi pada
C-8 menghasilkan 8 struktur resonans, 1 di antaranya adalah penyumbang
utama tanpa cincin benzenoid utuh (3g) (Gambar 13). Berdasarkan jumlah
struktur penyumbang utama, substitusi pada C-1 akan paling disukai
dibandingkan substitusi pada posisi lainnya.
Cl

Cl

H

H

O

Cl

O

Cl

H
O

5g

Cl

+

O

3g
Cl

H

4g
Cl

H

O

6g

H

O

2g

1g

H

Cl
O

7g

H
O

8g

Gambar 13 Struktur resonans zat antara untuk substitusi pada C-8
Substitusi tunggal pada produk klorinasi dengan isosianurat
terklorinasi diduga disebabkan oleh pembentukan in situ Cl2(g) secara
berkesinambungan melalui penambahan isosianurat terklorinasi yang
terkendali. Hasil ini sejalan dengan hasil yang diperoleh Alvarez (1976) dan
Giordano dan Marco (1991). Giordano dan Marco (1991) melaporkan
bahwa klorinasi 2-metoksinaftalena menggunakan alkali hipoklorit sebagai
reagen pengklorinasi menghasilkan produk 1-kloro-2-metoksinaftalena.
Sementara Alvares (1976) mendapatkan 1-kloro-2-metoksinaftalena dengan
menggunakan gas Cl2 sebagai reagen pengklorinasi.
Hasil Klorinasi dengan NaOCl
Pembentukan Cl2(g) memanfaatkan prinsip reaksi redoks antara
NaOCl(aq) dan larutan asam. H2SO4(aq) dipilih sebagai larutan asam
didasarkan pada hasil percobaan awal untuk membandingkan kekuatan
reduksi H2SO4(aq) 3 M dengan HCl(aq) 3 M terhadap NaOCl(aq). Hasil
percobaan tersebut menunjukkan bahwa hanya H2SO4(aq) 3 M yang mampu
mereduksi NaOCl(aq) menjadi Cl2(g). Hal ini dibuktikan oleh terbentuknya
gelembung gas pada campuran H2SO4(aq) 3 M dan NaOCl(aq) serta
munculnya gas berwarna kuning kehijauan, sedangkan HCl(aq) 3 M tidak
menampakkan ciri-ciri fisis tersebut (Gambar 14). Perbedaan kemampuan
mereduksi ini dapat disebabkan oleh perbedaan kekuatan asam di antara
keduanya.
Seperti pada isosianurat terklorinasi, kadar klorin aktif dalam
NaOCl(aq) diukur menggunakan metode iodometri tidak langsung. Data
titrasi dan perhitungan ditunjukkan dalam Lampiran 5. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa kadar klorin aktif yang diperoleh sangat tinggi.
Meskipun demikian, kadar klorin aktif tersebut tidak menunjukkan kadar
Cl2(g) sebenarnya yang dilepaskan selama sintesis berlangsung. Selain itu,
adanya keterbatasan alat seperti sambungan antara kedua ujung pipa kapiler

11
dan mulut labu yang tidak rapat, menyebabkan sejumlah Cl2(g) lepas ke
udara (Lampiran 6). Oleh karena itu, klorin aktif yang digunakan dalam
tahap ini lebih dari 1 ekuivalen atau berlebih agar 2-metoksinaftalena
terklorinasi seluruhnya.
a

b

Gambar 14 Klorinasi menggunakan HCl(aq) 3 M (a) dan H2SO4(aq) 3 M (b)
Selama proses klorinasi berlangsung, laju alir Cl2(g) dikendalikan
melalui penambahan NaOCl(aq) setetes demi setetes ke dalam H2SO4(aq) 3 M.
Seperti pada klorinasi dengan isosianurat terklorinasi, pengadukan
dilakukan selama klorinasi berlangsung. Pengendalian laju alir dan
pengadukan ini bertujuan menurunkan kemungkinan substitusi berulang
terhadap 1 molekul 2-metoksinaftalena. Substitusi berulang akan
menghasilkan campuran produk yang tidak diinginkan. Reaksi teramati dari
perubahan warna larutan 2-metoksinaftalena dari tidak berwarna menjadi
kuning (Gambar 15).
a

Gambar 15

b

Larutan 2-metoksinaftalena sebelum (a) dan setelah (b)
klorinasi

Klorinasi dengan NaOCl juga didasarkan pada prinsip reaksi SEAr
antara Cl2 dan cincin aromatik dari 2-metoksinaftalena. Asam asetat dipilih

12
sebagai pelarut sekaligus katalis dalam klorinasi ini. Pilihan ini didasarkan
pada fakta bahwa asam asetat dapat terionisasi melepaskan ion H+ dan
berperan dalam pembentukan elektrofili. Prinsip pembentukan elektrofili
dengan diinisiasi oleh H+ sama seperti peranan asam-asam Lewis yang
lazim digunakan sebagai katalis dalam SEAr, seperti AlCl3 dan FeBr3.
Alvares (1976) menggunakan asam asetat sebagai pelarut dan katalis dalam
reaksi klorinasi antara 2-metoksinaftalena dan Cl2(g) dengan produk
klorinasi adalah 1-kloro-2-metoksinaftalena.
Berdasarkan hasil analisis GC (Lampiran 7), puncak-puncak produk
klorinasi teramati pada menit ke-42.750 dan 42.868. Hasil analisis MS
(Lampiran 8) menunjukkan kedua produk mengandung 3 atom Cl dalam
cincin aromatik. Pendugaan ini didasarkan oleh adanya pola [M + 6]+ pada
pola fragmentasi keduanya. Pola [M + 6]+ disebabkan oleh adanya 4
kombinasi isotop 35Cl dan 37Cl dari 3 atom Cl pada molekul 2metoksinaftalena, yaitu 35Cl-35Cl-35Cl, 35Cl-35Cl-37Cl, 35Cl-37Cl-37Cl, dan
37
Cl-37Cl-37Cl. Kombinasi 35Cl-35Cl-35Cl teramati sebagai M+, kombinasi
35
Cl-35Cl-37Cl sebagai [M + 2]+, 35Cl-37Cl-37Cl sebagai [M + 4]+, dan 37Cl37
Cl-37Cl sebagai [M + 6]+. Nisbah intensitas secara teoritis dapat dihitung
menggunakan suatu deret binomial. Nisbah isotop 35Cl dan 37Cl adalah 3:1
maka deret binomial yang digunakan adalah
+ � , dengan a =
35
37
kelimpahan isotop Cl, b = kelimpahan isotop Cl, dan n = jumlah atom Cl
dalam 1 molekul senyawa. Dengan demikian, nisbah intensitas keempat
kombinasi tersebut adalah 27:27:9:1. Nisbah ini juga teramati pada pola
fragmentasi kedua produk klorinasi.
Cln

Cln
+

O

e



+
O

Cln

Cln

 CH3

2e



Cln
m/z 259.9

Cln
 CO

Cln

-

O

Cln

 Cl

O

Cln

Cln
m/z 245.9

 Cl
Cln
m/z 181.9

Cln
m/z 216.9

Cln

m/z 147

Cln

Gambar 16 Pola fragmentasi puncak 1 dengan n = 0, 1, 2, 3
Dalam spektrum MS (Lampiran 8a), puncak 1 yang muncul pada
menit ke-42.750 menampilkan puncak M+ (m/z 259.9) yang kuat, dengan
intensitas mencapai 88.24%. Ion fragmen pada m/z 245.9 memiliki

13
intensitas yang lemah (17.65%). Ion fragmen ini masih memiliki pola [M +
6]+ yang mengindikasikan bahwa pembelahan β yang melepaskan radikal
CH3• tidak disertai dengan pembelahan ikatan C-Cl (Gambar 16). Namun,
intensitas puncak yang rendah mengindikasikan bahwa ion fragmen ini tidak
stabil dan mudah terdekomposisi lebih lanjut melepaskan molekul CO. Ion
fragmen yang dihasilkan (m/z 216.9) memiliki intensitas yang kuat (100%).
Pembelahan C-Cl mulai terjadi pada m/z 181.9, ditunjukkan dengan adanya
pola [M + 4]+. Ion fragmen ini memiliki intensitas lemah dan segera
membelah kembali. Pembelahan C-Cl kembali terjadi pada m/z 147 dan
memunculkan pola [M + 2]+ dengan intensitas rendah (23.53%).
Cln

Cln
+

HO

e



+
HO

Cln
Cln

HO

 Cl

 CO

Cln

Cln
m/z 216.9

 Cl
Cln
m/z 181.9



Cln
m/z 245.9

Cln

Cln

2e

Cln

m/z 147

Cln

Gambar 17 Pola fragmentasi puncak 2 dengan n = 0, 1, 2, 3
Puncak 2 yang muncul pada menit ke-42.868 menampilkan puncak
M yang sangat tajam dengan intensitas 100% pada m/z 245.9 (Lampiran
8b). Pola [M + 6]+ muncul pada puncak ini yang mengindikasikan ikatan
CCl belum mengalami pembelahan sama sekali (Gambar 17). Pola [M +
6]+ masih ditampilkan pada m/z 216.9. Namun, intensitas ion fragmen
puncak ini sangat lemah (5.88%). Puncak m/z 181.9 juga muncul dengan
intensitas lemah (35.29%). Ion fragmen ini menampilkan pola [M + 4]+
yang menunjukkan 1 atom Cl• dilepaskan. Ion fragmen m/z 147
menunjukkan pola pembelahan dan intensitas yang sama (23.53%) dengan
ion fragmen m/z 147 pada puncak 1 sebelumnya.
Hasil interpretasi MS menunjukkan puncak 2 merupakan 2hidroksinaftalena yang tersubstitusi oleh 3 atom Cl. Produk ini terbentuk
diduga oleh adanya pengaruh substitusi atom Cl pada posisi atom C-1
sehingga memutus ikatan CH3O dan menghasilkan gugus HO. Selain itu,
asam asetat mampu menghidrolisis eter menghasilkan alkohol. Dugaan ini
diperkuat oleh intensitas puncak yang sangat tajam dari M+ karena gugus
HO selanjutnya mengalami hiperkonjugasi (Gambar 18). Hiperkonjugasi
+

14
ini mampu menstabilkan molekul produk karena muatan negatif
terdelokalisasi.
Hasil yang diharapkan pada klorinasi ini ialah menghasilkan
substitusi Cl tunggal pada atom C nomor 1 dari molekul 2-metoksinaftalena.
Namun hasil interpretasi MS mengonfirmasi adanya substitusi berulang dari
3 atom Cl terhadap cincin aromatik dari 2-metoksinaftalena (puncak 1) dan
2-hidroksinaftalena (puncak 2). Hasil ini tidak sesuai dengan hasil yang
dilaporkan Alvares (1976). Dalam laporannya, klorinasi langsung
menggunakan gas Cl2 menghasilkan substitusi selektif pada C-1. Kegagalan
ini disebabkan oleh sulitnya mengontrol laju alir gas Cl2 dari labu berisi
NaOCl dan H2SO4(aq) ke dalam labu berisi larutan 2-metoksinaftalena.
Kesulitan ini disebabkan oleh pipa alir gas Cl2 tidak dilengkapi oleh cerat
pengontrol laju alir gas meskipun NaOCl(aq) ditambahkan setetes demi
setetes.
Cln

HO

Cln

Cln

+

+

H O

Cln

Cln

H O

Cln

+

H O

Cln

Cln

+

Cln

H O

Cln

+

Cln

H O

Cln

Cln

HO

Cln

Gambar 18 Hiperkonjugasi molekul produk puncak 2 dengan n = 0, 1, 2, 3
Selain itu, pengaruh suhu mungkin juga berpengaruh terhadap
peningkatan terjadinya substitusi berulang. Reddy et al. (2013) melaporkan
atom C-1 bersifat lebih aktif dari posisi atom C-6 dan C-8 pada suhu rendah.
Dalam kondisi ini, kendali kinetika mendominasi terhadap kendali
termodinamika. Kendali termodinamika memegang peranan pada suhu
tinggi sehingga substitusi akan terjadi pada posisi atom C yang paling stabil,
yaitu C-6.
Asilasi
Metode ini didasarkan pada prinsip asilasi Friedel-Crafts secara
langsung. Asilasi Friedel-Crafts merupakan salah satu reaksi yang
memanfaatkan prinsip SEAr. Elektrofili dibentuk dengan bantuan katalis
asam-asam Lewis (AlCl3 dan FeBr3) melalui pembentukan kompleks.
Dalam kasus asilasi, elektrofili yang dibentuk disebut ion asilium. Ion
asilium selanjutnya bereaksi dengan cincin aromatik melalui serangkaian
mekanisme SEAr sampai diperoleh produk keton aromatik (Solomon dan

15
Fryhle 2011).
1-kloro-2-metoksinaftalena hasil klorinasi dengan isosianurat
terklorinasi tanpa pemurnian selanjutnya diasilasi dengan propanoil klorida.
Katalis (AlCl3•6H2O) digunakan sebanyak 1 ekivalen bertujuan mengurangi
pengkompleksan antara gugus karbonil dari 1-(5-kloro-6-metoksinaftalen-2il)propan-1-on dengan AlCl3. Pembentukan kompleks ini akan membuat
cincin aromatik semakin menarik elektron. Selama asilasi dilakukan, suhu
dikendalikan pada kisaran 25 °C yang bertujuan mengendalikan laju reaksi
asilasi. Pada tahap akhir, produk asilasi dicuci dengan larutan asam untuk
memutus kompleks antara 1-(5-kloro-6-metoksinaftalen-2-il)propan-1-on
dengan katalis AlCl3 melalui proses hidrolisis. Dengan demikian, produk
asilasi dapat dipisahkan.
Hasil analisis GC tidak menampilkan puncak baru pada kromatogram
(Lampiran 9). Hasil interpretasi MS juga gagal menghasilkan kesimpulan
bahwa produk asilasi telah terbentuk. Puncak dominan yang teramati pada
kromatogram GC adalah 2 puncak, masing-masing untuk puncak 2-metoksi
naftalena dan puncak 1-kloro-2-metoksi naftalena. Kegagalan ini tidak
sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Giordano dan Marco (1989).
Dalam laporannya, 1-(5-kloro-6-metoksinaftalen-2-il)propan-1-on berhasil
disintesis dengan rendemen mencapai 96%. Kegagalan ini diduga
disebabkan oleh keberadaan air dari AlCl3•6H2O yang digunakan sebagai
katalis sehingga menurunkan reaktifitas propanoil klorida.

SIMPULAN DAN SARAN
1-kloro-2-metoksi-6-propilnaftalena-1,3-dioksolana (1:1) sebagai
prekursor gagal disintesis dari bahan dasar 2-metoksinaftalena. Produk
klorinasi dengan isosianurat terklorinasi didapatkan sebagai monoklorinasi
sedangkan produk klorinasi dengan NaOCl didapatkan sebagai triklorinasi.
Nisbah konversi produk klorinasi paling efisien diperoleh pada laju
penambahan isosianurat terklorinasi sebesar 2.5 mmol/jam.
Sistem bebas-air air diperlukan keberhasilan proses asilasi. Selain itu,
masih diperlukan optimasi efisiensi nisbah konversi produk dengan
isosianurat terklorinasi. Elusidasi tiap senyawa yang terbentuk diperlukan
agar struktur sebenarnya dapat dibuktikan.

DAFTAR PUSTAKA
Alaert G, Sumestri S, Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya (ID):
Usaha Nasional.
Alvarez FS, penemu; Syntex Corporation. 1976 Juni 1. 2-(6’Methoxynaphth-2’yl) propionaldoxime and 5’-halo derivatives thereof.
US Patent US 3960957A.

16
Field LD, Sternhell S, Kalman JR. 2008. Organic Structures from Spectra.
Ed ke-4. Wiltshire (GB): Wiley.
Giordano C, Marco V, penemu; Zambon Group S.p.A. 1991 Okt 1. Process
for preparing naproxen. US Patent IT 5053533.
Giordano C, Marco V, penemu; Zambon Group S.p.A. 1989 Feb 1. Process
for preparing naproxen. European Patent IT 0301311.
Giordano C, Marco V, penemu; Blaschim S.p.A. 1983 Nov 8. Process for
preparing esters of 2-(6’methoxy-2’naphthyl)-propionic acid via
rearrangement of new ketals of 2-halo-1-(6’-methoxy-2’-naphthyl)propan-1-one and new esters of 2-(5’-bromo-6’-methoxy-2’naphthyl)-propionic acid thus prepared. US Patent IT 4414405.
Hazeltine B, Bull C. 2003. Field Guide of Appropriate Technology. San
Diego (US): Academic Press.
[ICB] Institute of Certified Bookkeepers. 2002. Acetaminophen leads
analgesics [Internet]. [diunduh 2013 Nov 30]. Tersedia pada:
http://www.icis.com/Articles/2002/09/06/acetaminophen-leadsanalgesics.html
James DK, Komin AP, Siegman JR, penemu; Koch Industries, Inc. 1994
Feb 15. Process for preparation of 2-(6-methoxy-2-naphthyl)propionic
acid and intermediates therefor utilizing 2,6-diisopropylnaphthalene.
US Patent US 5286902.
McLafferty FW, Turecek F. 1993. Interpretation of Mass Spectra. Ed ke-4.
Sausalito (US): University Science Books.
Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan JR. 2009. Introduction to
Spectroscopy. Ed ke-4. Belmont (US): Brooks/Cole.
Piccolo O, Valoti E, Visentin G, penemu; Blaschim S.p.A. 1988 Apr 5.
Process for preparing naproxen. US Patent IT 4736061.
Reddy KR, Rajanna KC, Uppalaiah K. 2013. Environmentally benign
contemporary
Friedel-Crafts
acylation
of
1-halo-2methoxynaphthalenes and its related compounds under conventional
and nonconventional conditions. Tetrahedron Letters. 54: 3431-3436.
Rosyidi MB. 2010. Pengaruh breakpoint chlorination (BPC) terhadap
jumlah bakteri koliform dari limbah cair rumah sakit umum daerah
Sidoarjo [skripsi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh
November.
Solomon TWG, Fryhle CB. 2011. Organic Chemistry. Volume ke-10. New
York (US): Wiley.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2005. SNI 19-7119.8-2005 Udara
ambien – Bagian 8: Cara uji kadar oksigen dengan metode neutral
buffer kalium iodide (NBKI) menggunakan spektrofotometer
[Internet]. [diunduh 2014 Sep 2]. Tersedia pada: http://sisni.bsn.go.id
[US FDA] United States Food and Drug Administration. 2008. Vicoproven
[Internet]. [diunduh 2013 Des 19]. Tersedia pada: http://
www.fda.gov./downloads/drugs/ drugsafety/ucm089815.pdf

17
Lampiran 1 Diagram alir penelitian

H3C

+ isosianurat
terklorinasi
(1:1), asam
asetat glasial

A
+ Cl2(g), asam
asetat glasial
Alvares et al.
(1976)

2

1

O

3

4
Cln

H3C

O

O

Cln

Cl

B2

B1
+ Propanoil
klorida,
AlCl3, DCM
Giordano et
al. (1989)

Cln

+

HO

O

Cln

B3
H3C

CH3

O
Cl

C

+ Etilena glikol,
modifikasi
Giordano et al.
(1991)

O
H3C

O
Cl

D

O

Keterangan
A
2-metoksinaftalena
B1 1-kloro-2-metoksi-naftalena
B2 2-metoksinaftalena triklorinasi
B3 2-hidroksinaftalena triklorinasi
C
1-(5-kloro-6-metoksinaftalen-2il) propan-1-on
D
1-kloro-2-metoksi-6-propilnafta
lena-1,3-dioksolana (1:1)
1
laju penambahan isosianurat
terklorinasi 0.5 mmol/jam
2
laju penambahan isosianurat
terklorinasi 0.7 mmol/jam
3
laju penambahan isosianurat
terklorinasi 1.25 mmol/jam
4
laju penambahan isosianurat
terklorinasi 2.5 mmol/jam

18
Lampiran 2 Penentuan kadar klorin aktif dalam isosianurat terklorinasi
menggunakan metode iodometri tidak langsung
Data titrasi Ca(OCl)2 1,006 ppm dengan Na2S2O3 0.0978 N
Volume
Volume
[Cl2] (ppm)
Ca(OCl)2 (mL)
Na2S2O3 (mL)
blangko
5
5
5
rerata

0.00
1.00
0.90
1.00

0.00
693.4020
624.0618
693.4020
670.2886

Perhitungan
Kadar klorin aktif ulangan 1:
× �

[Cl ] =
=

=

.

×

S

× �

S


h
. mL × .
mL
ppm

× BM Cl

N ×

.

Rerata kadar klor aktif (ppm):
∑�= ��
=
.
ppm
�̅ =

Standar deviasi:
�� = √ ∑


��

�=

�� − �̅


= | −

��
| ×
�̅

=

.
% =

.

%

19
Lampiran 3 Penentuan nisbah konversi produk klorinasi dengan isosianurat
terklorinasi
Laju
penambahan
(mmol/jam)
0.5
0.7
1.25
2.5
Standar 2metoksinaftal
ena

Waktu
retensi
bahan awal
(menit)
26.909
26.957
26.925
26.911

Waktu
retensi
produk
(menit)
33.981
33.995
33.965
34.016

Area
puncak
bahan
awal
111861
23501
21277
139943

138686
46279
40497
330480

Nisbah
konver
si
produk
1.23
1.96
1.90
2.36

27.399

-

107364

-

-

Perhitungan
Laju penambahan 0.5 mmol/jam:
Nisbah konversi produk =
=
=

Ar

Ar

.

8686
86

r

h

w

Area
puncak
produk

20
Lampiran 4 Kromatogram MS produk klorinasi dengan isosianurat
terklorinasi
a) Kromatogram MS puncak menit ke-26.909

115.0

158.0

b) Kromatogram MS puncak menit ke-33.981

149.0

192.0

21
Lampiran 5 Penentuan kadar klorin dalam NaOCl menggunakan metode
iodometri tidak langsung
Data titrasi Na2S2O3 dengan KIO3 0.0985 N
Volume KIO3
Volume
[KIO3] (N)
(mL)
Na2S2O3 (mL)
blangko
5
5
5
rerata

0.0985
0.0985
0.0985
0.0985

0.00
5.00
5.00
5.10

Data titrasi NaOCl dengan Na2S2O3 0.0978 N
Volume
Volume NaOCl
[Cl2]pengenceran
Na
2S2O3
(mL)
(ppm)
(mL)
blangko
5
5
5
rerata

0.00
1.30
1.30
1.20

0.00
901.4226
901.4226
832.0824
878.3092

Perhitungan
Konsentrasi Na2S2O3 sebenarnya (N) ulangan 1:
� =
=
=

.

.

.

×
.

×
g ×
×
N

× ��
× �

× ml
× . ml

Rerata konsentrasi Na2S2O3 (N):
∑�= ��
�̅ =
= .
N
Standar deviasi:
�� = √ ∑


��

�=

�� − �̅


= | −

��
| ×
�̅

Kadar klorin aktif ulangan 1:

=

.



×

% =

.

%

[Na2S2O3] (N)
0.00
0.0985
0.0985
0.0965
0.0978

[Cl2]sebenarnya
(ppm)
0.00
36,056.9040
36,056.9040
33,283.2960
35,132.3680

22
[Cl ]

× �

=

=
=

Rerata [Cl2] pengenceran (ppm):
∑�= ��
�̅ =
=
.
ppm
� = [Cl ]
=
.
= ,

[Cl ]


h
mL × .
mL
ppm

× .

.

× �

S

×

.

×

Rerata [Cl2] sebenarnya (ppm):
∑�= ��
=
,
.
ppm
�̅ =
Standar deviasi:
�� = √ ∑


��

�=

�� − �̅


= | −

��
| ×
�̅

=

.
% =

.

%

S

× BM Cl

N ×

.

23
Lampiran 6 Rangkaian radas sintesis 1-kloro-2-metoksinaftalena
NaOCl(aq)

H2SO4(aq) 3 M

Cl2(g)

2-metoksinaftalena
dalam asam asetat

24
Lampiran 7 Kromatogram GC produk klorinasi dengan NaOCl

42.750

42.868

25
Lampiran 8 Kromatogram MS produk klorinasi dengan NaOCl
a) Kromatogram MS puncak menit ke-42.928

216.9

259.9

b) Kromatogram MS puncak menit ke-43.058

245.9

26
Lampiran 9 Kromatogram GC produk asilasi dengan isosianurat
terklorinasi

33.974

27

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bangkalan pada tanggal 22 Maret 1992 dari ayah
Kusnan (alm) dan Ibu Siti Komariyah, Spd. Penulis merupakan putri
tunggal. Tahun 2010 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Pamekasan dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai staf Divisi Kajian
dan Strategi BEM FMIPA IPB 2012 dan pengurus Rohis Kelas 20102014.
Penulis juga pernah menjadi tutor sebaya Asrama Putri TPB 2010, asisten
praktikum Kimia Organik Berbasis Kompetensi 2012/2013, asisten responsi
Kimia Organik 1 periode Semester Pendek 2012/2013, asisten praktikum
Kimia Organik Layanan ITP 2013/2014, asisten praktikum Kimia Fisik
Layanan Biokimia 2013/2014, dan asisten responsi Kimia Organik 2
2013/2014. Pada Juli-Agustus 2013 penulis melaksanakan praktik lapangan
di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPBLIPI) Cibinong dengan judul Penapisan Antibakteri Ekstrak Jamur Endofit
dari Daun Ginseng Kuning (Rennelia elliptica).
Penulis juga aktif mengikuti olimpiade sains tingkat mahasiswa.
Beberapa prestasi yang diraih antara lain penulis pernah meraih Juara 2
Bidang Kimia Olimpiade Sains Nasional (OSN) Pertamina-UI Tingkat Jawa
Barat 2013 dan Medali Perak Bidang Kimia Olimpiade Nasional MIPA
Perguruan Tinggi (ON-MIPA-PT) Dit. Belmawa, Dikti 2014.